Dasar Teori Fisiologi respi.docx

24
Dasar Teori A. Tahapan Respirasi 1. Respirasi Eksternal Respirasi eksternal merupakan semua tahap yang meliputi pertukaran gas O2 dan CO2 antara atmosfer dan sel tubuh (Sherwood, 2011). Ada empat tahapan utama dalam respirasi eksternal dalam Silverthorn (2010) yaitu mencakup : a) Ventilasi Pulmonal Merupakan Pergerakan udara keluar masuk paru akibat modifikassi ukuran volume dan tekanana saluran pernafasan. Dengan mekanika bernafasa tahap ini maka udara dari armosfer luar bisa tersedia di atmosfer untuk dipindahkan ke darah begitu juga sebaliknya. Laju ventilasi (aliran pernafasan dikontrol dengan baik menyesuaikan dengan perfusi (aliran darah) b) Difusi O2 dan CO2 di membran respiratoria (Membran yang terbentuk oleh alveolus dan kapiler paru c) Transpor O2 dan CO2 melalu pembuluh darah sistemik. d) Difusi O2 dan CO2 antara kapiler jaringan dengan sel-sel tubuh Proses respirasi eksternal ini sangat melibatkan sistem respirasi dan kardiovaskular yang mencakup sampai

Transcript of Dasar Teori Fisiologi respi.docx

Page 1: Dasar Teori Fisiologi respi.docx

Dasar Teori

A. Tahapan Respirasi

1. Respirasi Eksternal

Respirasi eksternal merupakan semua tahap yang meliputi

pertukaran gas O2 dan CO2 antara atmosfer dan sel tubuh (Sherwood,

2011). Ada empat tahapan utama dalam respirasi eksternal dalam

Silverthorn (2010) yaitu mencakup :

a) Ventilasi Pulmonal

Merupakan Pergerakan udara keluar masuk paru akibat modifikassi

ukuran volume dan tekanana saluran pernafasan. Dengan mekanika

bernafasa tahap ini maka udara dari armosfer luar bisa tersedia di

atmosfer untuk dipindahkan ke darah begitu juga sebaliknya. Laju

ventilasi (aliran pernafasan dikontrol dengan baik menyesuaikan

dengan perfusi (aliran darah)

b) Difusi O2 dan CO2 di membran respiratoria (Membran yang

terbentuk oleh alveolus dan kapiler paru

c) Transpor O2 dan CO2 melalu pembuluh darah sistemik.

d) Difusi O2 dan CO2 antara kapiler jaringan dengan sel-sel tubuh

Proses respirasi eksternal ini sangat melibatkan sistem

respirasi dan kardiovaskular yang mencakup sampai pertukaran gas

dan transport gas oleh darah untuk menjaga homeostatis gas yang

dibutuhkan dalam tubuh. Selain itu, dalam respirasi eksternal peran

respirasi juga dibantu oleh sistem saraf, sistem muskuloskeletal

dan sistem hormon.

2. Respirasi Internal

Respirasi internal secara harfiah merupakan mekanisme intrasel

yang menggunakan O2 dan nutrisi yang didapat tubuh untuk

menghasilkan ATP (energi) dan mengeluarkan CO (aslah satu sisaa

metabolik tubuh). Respirasi internal ini terjadi terutama di bagian

mitochondria. O2 penting dalam proses metabolik ini dan kadar energi

yang ditimbulkan bervariasi tergantung molekul nutrien yang

Page 2: Dasar Teori Fisiologi respi.docx

digunakan. Respiratory Quotient (rasio CO2 yang diproduksi terhadap

O2 yang dikonsumsi) yang dihasilkan juga bergantung pula pada jenis

molekul makanan yang digunakan. Respiratory Quotient terhadap

metabolisme glukosa (karbohidrat) adalah 1 yang berarti untuk 1

molekul glukosa yang dipakai maka menghasilkan a1 molekul CO2

(Sherwood, 2011).

B. Fungsi Sistem Respirasi

1. Fungsi Respiratorik

Memperoleh O2 dari atmosfer dan mengeluarkan CO2 dari dalam

tubuh untuk menjaga homeostasis

2. Fungsi Non-Repiratorik

a) Membantu Penghidu

Cabang terminal dari bulbus olfactorius yang merupakan

perpanjangan dari nervus Olfatorius mempersarafi konkoa superius

dan bagian atap cavum nasi. Turbulensi udara pada konka akan

mebuat udara berbenturan dan bertahan lebih lama di kavum nasi

Page 3: Dasar Teori Fisiologi respi.docx

sehingga membuat penciuaman dari odor yang terhirup

berlangsung.

b) Menjadi Proteksi Sekaligus Membantu Mengstabilkan Udara

Respirasi

Udara attmosfer yang dihirup dengan udara internal tubuh

disesuaikan sedemikan rupa oleh saluran nafas dengan memfiltrasi,

menghumidifikasi, dan menghangatkan udara yang masuk. Udara

yang terinhalasi akan lebih jauh difiltrasi oleh bulu hidung , cilia,

dan mukus di saluran anfas atas sehingga hanya benda yang kurang

dari 5 µ akan masuk ke saluran nafas lebih bawah untuk

selanjutnya dibersihkan oleh sel dust dan reflek batuk. Udara yang

akan keluar masuk paru juga akan distabilkan kelembaban dan

panasnya melalui pembuluh darah di mukosa saluran nafas

sehingga udara akan aman untuk digunakan berdifusi di alveolus

(Sherwood, 2011).

c) Membantu Mengstabilkan Keseimbangan Asam Basa Di Dalam

Tubuh Dengan Mengontrol Kadar CO2 Yang Bisa Kemudian

Mengatur Kadar H+ Di Aliran Darah (Martini er al, 2012)

d) Memungkinkan Untuk Berbicara, Bernyanyi dan Bahkan Bersiul

Pada daerah Laring (disebut juga sebagai voice box), terdapat plica

vocalis dan rima glutidis. Plica vokalis merupakan suatu lipatan

segeitig dibawa plica vestibularis dan mengatur menutup

terbukannya glotis yang menjadi batas saluran nafas bawah dan

atas. Otot-otot laring akan mengubah posisi plica vocalis dan

menggetarkan udara yang melewati plica vocalis tersebut maka

akan muncul suara. Suara tersbut bisa dimofiikasi oleh ebrbagai

struktur mulut yaitu bibir, lidah, dan palatum mole yang bisa

membuat suara menjadi lebih jelas seperti sara yang kita kenali

saat ini (Martini er al, 2012).

Page 4: Dasar Teori Fisiologi respi.docx

Gambar 1. Plica vocalis pada alring berperan dalam fonasi salah satu fungsi nonrepiratorik sistem respirasi (Silverthorn, 2010).

e) Mengaktifkan dan Menonaktifkan Zat Tertentu di Kapiler Paru

Kapiler paru memiliki sifat yang unik karena bisa menonaktifkan

danmengaktifkan berbagai komponen kimiawi tertentu yang ada di

aliran darah tersebut. Salah satu komponen yang bisa

dinonaktifkan adalah prostaglandin yang merupakan mediator

inflamasi. Hal ini penting karena jika ada peradangan dari atau

diluar paru maka salah satu mediator inflamasi yaitu Prostaglandin

tersebut tidak bisa memicu inflamasi juga di daerah pulmonal. Hal

ini penting karena semua sirkulasi darah akan mencapai sirkulasi

paru sehingga jika terjadi infeksi atau trauma akan memicu

peradangan besar-besaran yang bisa mengganggu fungsi respirasi

paru. Selain itu, ada komponen yang diaktifkan oleh kapiler paru

yaitu angiotensin II yang ebrperan penting dalam emngatur tekanan

dan bolume darah dengan mengontrol kadar Na+ di cairan

ekstrasel (Sherwood, 2011).

C. Mekanika Pernafasan

a) Prinsip Tekanan dalam Ventilasi Pulmonal

Secara umum pergerakan gas pada suhu yang sama akan menggunakan

prinsik hukum boyle (Tekanan berbanding terbalik dengan Volume) .

Page 5: Dasar Teori Fisiologi respi.docx

Karena itu untuk bisa mengetahui mekanika bernafas (ventilasi

pulmonal) sangat penting untuk memahami prinsip tekanan gas yang

ada di udara. (Sherwood, 2011).. Ada tiga konsep tekanan utama yang

mempengaruhi ventilasi pulmonal.

1) Tekanan Atmosfer

Tekanan atmosfer merupakan tekanan yang ditimbulkan dari

berat gas-gas yang ada diatmosfer terhadap benda di

permukaan bumi.Tekananatmosfer ini pada ketinggian

permukaan laut adalah 760 mmHg dan akan terus berkurang

seiring bertambahnya ketinggian. Oksigen bersih pada tekanan

atmosfer inilah menjadi sumber oksigen (Sherwood, 2011).

2) Tekanan Intraalveolus/Tekana Intrapulmonal

Merupakan Tekanan udara yang secara kolektif pada alveolus.

Karena terjadi hubungan oleh bagian konduktoria sistem

respirasi maka setiap perubahan tekanan intralaveolus akan

terjadi perubahan tekanan yang selanjutnya akan memicu

pergerakan udara keluar masuk paru (Seperti cairan, gas

bergerak menuruni gradien tekanan dari tekanan yang lebih

tinggi ke tekananyang lebih rendah) (Sherwood, 2011).

3) Tekana Intrapleura

Pulmo dekstra dan sinistra dildama rongga tholak diselimuti

oleh cavitas pleuralis dektra dan sinistra.Di dalam rongga

pleura ini berisi sedikit cairan dan udara. Adanya udara dalam

jumlah normal pada rongga pleura menimbulkan gradien

tekanan transmural yang berperan untuk menjaga kestabilan

paru agar tidak kolaps saat ekspirasi dan mebantu agar ekspansi

dada tidak berlebihan saat inspirasi. Tekana intraalveolus ini

sebesar 756 mmHg dan selalu berada leih rendah dibanding

tekanan intraalveolus saat isnspirasi dan ekspirasi. Tekanan ini

akan medorong paru kedalam dan mendorong rongga thoraks

keluar membentuk gradien tekanan transmular sebesar 4mm

Hg (jika tekana intraalveolus dan intrapulmonal sebesar 760

Page 6: Dasar Teori Fisiologi respi.docx

mmHg). Karena secara umum paru lebih elastis daripada

rongga thorax maka efek gradien tekanannya secara netto lebih

mendorong paru danrongga thoraks ke arah luar menjaga paru

agar tidak kolaps . (Sherwood, 2011).

a) Tipe –Tipe Pernafasan

1) Quiet Respiration (Pernafasan Tenang)

Secara normal atau dalam pernafasan tenang terjadi dua

proses yaitu inspirasi (proses aktif) dan ekspirasi ( proses

pasif). Proses Inspirasi yang terjadi melibatkan kontrol

penafasan oleh sistem saraf dan otot-otot inspirasi. Pada awal

inspirasi, tidak terjadi perbedaan tekanan antara tekanan

intrapulmonal dan tekanan atmosfer sehingga tidak terjadi

gradien tekanan dan tidak ada pengerakan keluar amsuk udara.,

Namun, jika terjadi perubahan karena kadar PO2 arteri

menurun atau PCO2 arteri menigkat maka (kemoreseptor

perifer dan sentral) akan menmibulkan rangsangan pada pusat

pernafasan di medulla oblongata (rangsangan kemoresptor

Sentral yang memindal kadar CO2) untuk mengaktifkan

pesarafan yang ada di pada otot inspirasi. Pada Pernafasan

tenang , ada dua otot inspirasi utama yang digunakan yaitu

Diafragma dan otot musculus intercostales eksternus yang

amsingmasing dipersarafi oleh Nervus Phrenicus (cabang

nervus Vagus) dan Nervus Intercostales eksternus secara

berturut-berturut. Ketika rangsagan muncul , maka diafragma

akan berkontraksi menekan abdomen sehingga meningkatkan

diameter supero-inferior rongga thorax. Disis lain, otot-ototo

intrercostales pada spatium intercostales juga berkontraksi

menambah diameter antero-posterior dan letero-lateral rongga

thoraks. Peningkatan volume ini menurunkan secara otomatis

tekanan alveolus sedikit dibawah tekanan atmosver (Palv – 759

mmHg; Patm = 760 mmHg). Akibatnya , udara masuk

Page 7: Dasar Teori Fisiologi respi.docx

kedalam paru sampai tekanan menjadi sama dan tahap inspirasi

berhenti lalu memulai tahap ekspirasi (Martini er al, 2012)

Selanjutnya pada awal ekspirasi, tekanan intrapulmonal dan

tekanan atmosfer dalam keadaans eimbang. Lalu, rangsangan

saraf yang mempersarafi diafragma dan otot intercostales

eksternus menghilang sehingga kedua otot itu relaksasi. Tapa

adanya gaya dari kedua otot-otot ini maka ekspansi dada

menurun dan paru juga kembali recoil mengikuti. Hal ini

membuat terjadi penurunan volume rongga thoraks sehingga

tekanan intrapulmonal selanjutnya akan naik (Palv-761 mmHg,

Patm = 760 mmHg) membuat udara di dalam paru sekarang

keluar dari paru dan saluran nafas (Martini er al, 2012)

2) Force Repsiration

Pada force respiration (pernafasan paksa/aktif) terjadi

mekanismenya mirip dengan pernafasan normal hanya saja ada

berbagai otot tambahan respirasi yang meningkatkan

kemampuan respirasi. Otot inspirasi asesorius (otot

sternocleidomastoideus, M. Scalenus, M. Serratus anterior, M.

Pectoralis major membantu inspirasi lebih dalam dengan lebih

menigkatkan volume rongga thoraks (melalui pengangkatan

lebih jauh dua costae perama dan os sternum). Hal ini membuat

tekanan intrapulmonal jauh lebih kecil sehingga udara luar

masuk ke paru dan tekanannya kembali seimbang pada fase

akhir inspirasi (Martini er al, 2012)

Selanjutnya, pada tahapan fase inspirasi paksa (forced

expiration) terjadi proses aktif dengan penggunaan kontraksi

otot ekspirasi (M. Intercostales internus, Mm. Abdominis,

Musculus transversu thoracis). Musculus intercostales dan

musculus thoracis internus akan menurnkan costa sehingga

mengecilkan diameter diametre latero- lateral dana

nteroposterion rongga thoraks. Di lain pihak, otot –otot

abdominis (M. Rectus abdominis, M. Oblique eksternus

Page 8: Dasar Teori Fisiologi respi.docx

abdominis, M. Oblique internus abdominis dan M. Transversus

abdominis akan menekan abdomen dan luga menekan

diafragma keatas sehingga diameter supero-inferior menurun.

Otot-otot itu akan mengecilkan volume rongga thoraks

sehingga tekanan intrapulmonal meningkat jauh dan

menngeluarkan udara dari dalam paru pada jumlah lebih

banyak dari ekspirasi tenang (Martini er al, 2012).

Gambar 2. Otot-otot Respirasi (Martini et al., 2012)

D. Resistensi Saluran Pernafasan

Sama seperti pembuluh darah, saluran pernafasan juga memiliki

resistensi yang mempengaruhi tekanan dan aliran darah paru. Dalam

keadaan normal besarnya kecepatan aliran dominansi dilihat dari besarnya

gradien tekanan saja karena pada orang sehat kaliber 9diameter dalam )

saluran nafas cukup besar sehingga restensi yang ditimbulkan tidak terlalu

mempengaruhi aliran nafas. Secara normal , ukuran saluran nafas dapat

diubah-ubah dalam tingkat sedang oleh innervasi saraf otonom. Stimulasi

parasimpatis yang pada saat tenang mendorong terjadinya kontraksi otot

polos dan bronkiolosu (bronkonstriksi) secara ringan. Sedangkan stmulasi

Page 9: Dasar Teori Fisiologi respi.docx

simpatis akan melakukan pelebaran saluran nafas (bronkodilatasi) untuk

menajin udara bisa keluar masuk dengan adekuat. Pada keadaan patologis

seperti PPOK, penyempitan diameter saluran nafas ini menjadi masalah

karena akan menghalangi udara cukup masuk ke paru dan lebih jauh serta

mampu membuat kemampuan ekspirasi jadi tidak maksimal karena

saluran nafas sering kolops (menyempit) meninggalkan udara yang masih

tersisa dibelakang. (Sherwood, 2011).

E. Elastisitas paru

Kemampuan elastisitas paru terdiri dari dua konsep penting yaitu

1) Compliance Paru

Compliance paru adalah kemampuan untuk meregang. Makin besar

compliance maka makin mudah paru untuk berkembang sehingga

mesi dengan tekanan sedikit namun pada paru dengan compliance

yang besar maka kapasitas pegembangannya tetap besar (Sherwood,

2011).

2) Recoil Elastic

Recoil elastic adalah salah satu sifat elastisitas paru yang

menggambarkan seberapa besar kemampuan paru untuk kembali ke

posisi semula setelaha mengalami regangan. Sifat recoil ini dipengaru

oleh dua faktor yaitu :

i. Jaringan ikat elastik paru

Paru memeiliki banyak serat elastin dan jaringan ikat

yang tersusun beranyam sehingga kemampuan

regangannya cukup besar

ii. Tegangan Permukaan

Beda dari berbagai organ lain, secara normal paru tidak

berada dalam kondisi alamiahnya karena paru dibuat

mengembang dengan tekanan intrapulmonarnya.

Tekanan ini dilawan oleh tegangan permukaan pada

membran dalam paru. Membran dalam paru berisi

Page 10: Dasar Teori Fisiologi respi.docx

sedikit sekali air yang melapisis semua permukaan

alveolus. Molekul air ini akan meciptakan suatu daya

kohesivitas (karena adanya ikatan Hidrogen antara O

dan H) sehingga molekul air cenderung saling tarik

menarik mebuat lapisan aloveolus saling mendekat,

mengerut , dan kolaps. Hal ini secara logis sangat

membantu pada saat ekspirasi namun berbahaya dalam

keadaan normal pernafasan karena itu dibentukn=lah

suatu lipoprotein yaitu surfaktan. Surfaktan dibentuk

oleh pneumosit tipe 2 (terpendam di dinding alveolis).

Surfaktan akan menghalangi ikatan antara moleku air

ini yang selanjutnya mengurangi tegangan permukaan

yang timbul (Sherwood, 2011).

F. Pemeriksaan Spirometri

Untuk mengukur disfungsi paru, banyak pemeriksaan yang bisa

dilakukan diantaranya melakukan uji analiss gas darah, pemeriksaan

kapasitas difusi membran alveolus, fototoraks, dan spirometri.

Pemeriksaan spirometri adalah salah satu ayng sederhana dan cukup

praktis untuk digunakan. Pada pemeriksaan ini digunakan suatu spirometer

yaitu alat untuk mengukur volume udara yang dihirup dan dihembuskan.

Pada alat spirometer digital sekarang sudah tidak menggunakan komponen

seperi tong dan sekarang sudah bisa memasukkan identitas dan keterangan

fisik probandus sehingga alat spirometri sendiri bisa memperkirakan hasil

pengukuran untuk mebandingkan dengan hasil asli pengukurannya.

Melalui spirogram (hasil print pemeriksaan spirometri) kita bisa mendapat

banyak keterangan mengenai kapasitas dan volume paru statik dan

dinamik (Sylvia & Wilson, 2006).

Page 11: Dasar Teori Fisiologi respi.docx

Gambar 3. Pemeriksaan Spirometri (Silverthorn, 2010)

a) Volume dan Kapasitas Paru Statik

Dalam keadaan statik (tanpa usaha bernafas paksa yang

dimodifikasi), kita bisa mengukur fisiologis pernafasan dengan

mngukur volume dan kapasitas paru statik dengan spirometri.

Beberapa nilai yang bisa diukur disini adalah

1. Volume Tidal (VT)

Merupakan volume udara yang secara normal bisa masuk dan

keluar paru

2. Volume cadangan inspirasi (IRV)

Volume tambhan yang bisa dihirup setelah inspirasi normal . Pada

pria sekitar 3300 ml dan wanita 1900 ml.

3. Volume cadangan ekspirasi (ERV)

Volume cadangan yang masih bisa dikeluarkan setelah ekspirasi.

Pada pria 1000 ml dan pada wanita 700 ml

4. Volume residual (VR)

Volume udara minimal yang masih tertinggal di paru bahkan

setelah ekspirasi paksa maksimal. Pada pria sekita 1200 ml dan

wanita 1100 ml.

5. Kapasitas residual Fungsional

Volume udara yang masih tersisa diparu setelah ekspirasi normal

( VT +ERV).

Page 12: Dasar Teori Fisiologi respi.docx

6. Kapasitas Vital (KV)

Besar volume udara maksimal yang bisa kita hembuskan setelah

melakukan inspirasi maksimal.

7. Kapasitas Total Paru

Volume udara total yang bisa ditampung paru. Besarnya pada pria

yaitu 5700 ml, perempuan 4500 ml

(Sherwood, 2011).

Gambar 4. Hasil Spirogram Volume Statik Paru

b) Volume Dinamik Paru

Volume dinamik paru adalah besarnya volume respirasi paksa yang

sudah dimodifikasi dengan memperhitungkan kecepatan udara yang

keluar masuk paru untuk menilai beberapa fungsi tertentu.

1. Volume ekspirasi Paksa dalam satu detik (FEV1 )

Page 13: Dasar Teori Fisiologi respi.docx

Besarnya volume yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi

maksimal dalam durasi satu detik . Besarnya secara normal sekitar

80% dari udara maksimal (Sylvia & Wilson, 2006).

2. Kapasitas vital paksa (FVC)

Besarnya volume udara maksimal yang bisa dikeluarkan secara

paksa. Normalnya terukur sekitar 4 Liter (Sylvia & Wilson, 2006).

c) Indikasi dan Kontraindikasi Spirometri

Secara umum, indikasi pemeriksaan spirometri dilakukan pada

pemeriksaan progresifitas penyakit paru kronik dan untuk mendeteksi

pada penderita dengan gejala-gejala kekurangan oksigen untuk

memeriksa apakah ada disfungsi paru atau tidak (Sylvia & Wilson,

2006).

i. Indikasi

1. Deteksi penyakit paru

2. Ortopneu dan Angina Pektoris

3. Deformitas thoraks

4. Sianosis

5. Clobbing finger

6. Penderita batuk kronik dan produktif

7. Evaluasi perokok > 40 tahun

8. Penderajatan asma akut

9. Pemeriksaan berkala untuk progresifitas penyakit

10. Pasien yang akan mengalami reseksi paru

(Sylvia & Wilson, 2006).

ii. Kontraindikasi

a) Hemoptisis

Pada kondis probandus mengalami hemoptisis (batuk

darah), diduga ada gangguan kerapuhan vaskuler (mudah

rupture) pada sirkulasi bronchial atau sirkulasi pulmonal.

Perubahan tekanan saat respirasi berpengaruh pada perubahan

tekanan di arteri dan sepanjang pembuluh darah. Pada

pemeriksaan spirometri yang membutuhkan respirasi paksa

Page 14: Dasar Teori Fisiologi respi.docx

dikhawatirkan akan timbul peningkatan tekanan pembuluh

darah pada sirkulasi-sirkulasi tersebut sehingga mememcah

pembuluh darah dan membuat batuk darahnya lebih progresif

(Sylvia & Wilson, 2006).

b) Pneumothorax

Pneumothorak disebabkan oleh adanya trauma/luka

sehingga udara bisa masuk mengisi cavum pleura. Jika

melakukan pemeriksan spirometri dikhawatirkan terjadi

peningkatan udara hebat saat respirasi didalam alveolus paru

yang selanjutnya masuk ke cavitas pleura dan menyebabkan

tekanan intrapleura makin besar mendorong pulmo (gradien

tekanan transmural hilang krena tekananintrapleura naik dan

membuat paru kolaps). Jika tekanannya semakin besar bahkan

berpotensi mendorong mediastinum dan selanjutnya menekan

sisi pulmo yang lain sehingga gangguan pernafasan makin

berat (Sylvia & Wilson, 2006).

c) Emboli Paru

Emboli paru merupakan gangguan sirkulasi karena

adanya sumbatan pada pembuluh darah yang memperdarahi

paru. Jika diduga ada emboli, maka pemeriksaan spirometri

Page 15: Dasar Teori Fisiologi respi.docx

tidak bisa dilakukan karena pemeriksaan spirometri

memgharuskan tubuh untuk bernafas paksa secara kuat yang

kemudian akan meningkatkan tekanan pembuluh darah. Jika

sumbatan itu masih ada di pembuluh yang besar lalu terdorong

karena adanya peningkatan tekanan maka sumbatan akan

masuk dan menyumbat pembulu darah yang lebih kecil hingga

akibatnya menimbulkan obstruksi total pada pembuluh darah

tersebut dan daerah yang diperdarahinya terancam nekrosis

(Sylvia & Wilson, 2006).

d) Status Kardivaskular tidak stabil

Contoh status kardiovasular yang tidak stabil adalah

pada keadaan infark miokard. Pada kondisi ini terjadi sumbatan

yang mengakibatkan pembuluh darah yang memperdarahi

jantung mengalami obtruksi dan terjadi nekrosis pada

mikkoradium jantung sehingga jaringan yang masih belum

mengalami nekrosis bertumpu pada pembulu darah yang tidak

tersumbat. Jika terjadi pengembangan paru secara intensif

akibat spirometri maka jantung akan terdesar dan lebih jauh

menurunkan suplai oksigen dan nutrisi ke jantung yang

menyebabkan nekrosis semakin meluas. ( Silverthorn, 2010).

e) Aneurisma Serebri dan Thorax

Pada kasus ini, terjadi penipisan pembuluh darah dan

cenderung mudah sekali untuk rupture. Apalagi pada pemuluh

darah pada serebri dan thorax yang cukup vital dan besar

sehingga bisa mudah menimbulkan syok jika terjadi

perdarahan. Karena itu, peningkatan tekanan darah yang dipicu

oleh peningkatan kekuatan aliran respirasi yang besar pada

pemeriksaan spirometri tidak diperbolehkan (Sylvia & Wilson,

2006).

f) Pasca Bedah Mata

Setelah melakukan bedah mata , pembuluh darah

menjadi lebih rapuh dan jika terjadi peningkatan darah akibat

Page 16: Dasar Teori Fisiologi respi.docx

pernafasan maka dikhawatirkan aliran darah akan pecah dan

mendesak lapisan disekitarnya(koroid) dan mendesak nervus

opticus sehingga bisa mengalami kebutaan ( Silverthorn, 2010).

g) Kecemasan (mual, muntah, pusing, vertigo)

Gejala seperti mual, pusing, vertigo merupakan cirirciri

kemungkinan terjadinya tekanan intracranial. Karena itu

spirometri yang bisa menginisiasi peningkatan pada pembulu

darah tidak dianjurkan untuk mencegah kerusakan pada

pembuluh darah serebri (Sylvia & Wilson, 2006).

Daftar Pustaka

Martini, Fredrick H., Nath, Judi L., Bartholomeuw, Edwin F. 2012. Fundamentals

of Anatomy and Physiology. San francisco : Pearson Education, Inc.

Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses

Proses Penyakit. Jakarta :EGC

Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta

:EGC

Silverthorn, Dee Unglaub.2010. Human Physology : An Integrated Approach. San

francisco : Pearson Education, Inc.