Dasar - Dasar Analisis Berkala
-
Upload
kurnia-millati -
Category
Documents
-
view
78 -
download
18
description
Transcript of Dasar - Dasar Analisis Berkala
MAKALAH METODE PERAMALAN
“Dasar - Dasar Analisis Deret Berkala (Time Series)”
Oleh Kelompok 6 :
Kurnia Millati Akhyar (1307469)
Fitri Anggrainy (1307483)
PRODI STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2015
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Analisis deret berkala dikenalkan pertama kali pada Tahun 1970 oleh E. P Box dan
Gwilym M Jenskin melalui bukunya Time Series Analysist : Forecasting and Control.
Time series adalah suatu rangkaian atau seri dari nilai-nilai suatu variabel atau hasil
observasi yang dicatat dalam jangka waktu yang berurutan (Atmaja, 2009: 29). Metode
time series adalah metode peramalan dengan menggunakan analisa pola hubungan antara
variabel yang akan diperkirakan dengan variabel waktu atau analisis time series, antara
lain:
1. Metode Smoothing
2. Metode Box–Jenkins (ARIMA)
3. Metode Proyeksi trend dengan Regresi.
Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan peramalan adalah pada galat (error),
yang tidak dapat dipisahkan dalam metode peramalan. Untuk mendapatkan hasil yang
mendekati data asli, maka seorang peramal berusaha membuat error-nya sekecil
mungkin. Dengan adanya data time series, maka pola gerakan data dapat diketahui.
Dengan demikian, data time series dapat dijadikan sebagai dasar untuk:
a. Pembuatan keputusan
b. Peramalan keadaan perdagangan dan ekonomi pada masa yang akan datang.
c. Perencanaan kegiatan untuk masa depan.
Analisa data time series adalah analisa yang menerangkan dan mengukur berbagai
perubahan atau perkembangan data selama satu periode (Hasan, 2002: 184). Analisis time
series dilakukan untuk memperoleh pola data time series dengan menggunakan data masa
lalu yang akan digunakan untuk meramalkan suatu nilai pada masa yang akan datang.
Dalam time series terdapat empat macam tipe pola data, yaitu:
1) Horizontal
Tipe data horizontal ialah ketika data observasi berubah-ubah di sekitar
tingkatan atau rata-rata yang konstan. Sebagai contoh penjualan tiap bulan
suatu produk tidak meningkat atau menurun secara konsisten pada suatu waktu.
2) Musiman (Seasonal)
Tipe data seasonal ialah ketika observasi dipengaruhi oleh musiman, yang
ditandai dengan adanya pola perubahan yang berulang secara otomatis dari tahun
ke tahun. Sebagai contoh adalah pola data pembelian buku baru pada tahun
ajaran baru.
3) Trend
Tipe data trend ialah ketika observasi naik atau menurun pada perluasan
periode suatu waktu. Sebagai contoh adalah data populasi.
4) Cyclical
Tipe data cyclical ditandai dengan adanya fluktuasi bergelombang data yang
terjadi di sekitar garis trend. Sebagai contoh adalah data-data pada kegiatan
ekonomi dan bisnis.
Deret berkala merupakan salah satu metode peramalan, karena memiliki
karateristik data yang analisisnya bersifat deret waktu. Deret berkala atau runtut
waktu adalah serangkaian pengamatan terhadap peristiwa, kejadian atau variabel
yang diambil dari waktu ke waktu, dicatat secara teliti menurut urutan waktu
terjadinya, kemudian disusun sebagai data statistik. Periode waktu dari deret berkala
dapat berupa tahunan, mingguan , bulanan, semester, kuartal dan lain-lain. Jenis pola
data sangat penting untuk diketahui karena akan berpengaruh terhadap hasil ramalan.
Identifikasi pola terhadap data deret waktu juga berfungsi untuk menentukan metode
yang akan digunakan untuk menganalisis data tersebut.
Dari suatu runtut waktu akan dapat diketahui pola perkembangan suatu
peristiwa, kejadian atau variabel. Jika perkembangan suatu peristiwa mengikuti suatu
pola yang teratur, maka berdasarkan pola perkembangan tersebut akan dapat
diramalkan peristiwa yang akan terjadi dimasa yang akan datang.
Analisa Deret Berkala juga dapat diartikan sebagai sebuah metoda kuantitatif
yang dapat kita gunakan untuk menentukan pola dari data yang terkumpul beberapa
waktu dimasa lalu. Analisis data berkala memungkinkan kita untuk mengetahui
perkembangan suatu atau beberapa kejadian serta pengaruhnya atau hubungannya
terhadap kejadian lain. Dengan data berkala kita dapat membuat ramalan berdasarkan
garis regresi atau garis trend. Data berkala terdiri dari komponen-komponen,
sehingga dengan analisis data berkala kita dapat mengetahui masing-masing
komponen atau bahkan menghilangkan satu atau beberapa komponen. Karena ada
pengaruh dari komponen, data berkala selalu mengalami perubahan-perubahan,
sehingga apabila dibuat grafik akan menunjukkan adanya fluktuasi.
Analisa deret berkala digunakan untuk menemukan pola perubahan dalam
bentuk informasi statistic sampai melewati jarak waktu yang ada. Sedangkan manfaat
dari analisis data berkala adalah untuk mengetahui perkembangan suatu /beberapa
kejadian serta pengaruh atau hubungannya terhadap kejadian lain dan juga untuk
mengetahui kondisi masa mendatang atau meramalkan.
ARIMA merupakan suatu metode analisis runtun waktu (time series). Metode ini
diterapkan untuk peramalan, yang biasa disebut sebagai Metode Box–Jenkins. Model
ARIMA dapat digunakan untuk analisis deret waktu dan peramalan data. Pada model
ARIMA diperlukan penetapan karateristik data deret berkala seperti stasioner,
musiman dan sebagainya, yang memerlukan pendekatan yang sistematis, dan
akhirnya akan menolong untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai
model-model dasar. Model ARIMA merupakan bagian dari untuk menentukan
pemodelan fungsi transfer. Agar metode ini dapat digunakan harus dilakukan
analisis runtun waktu historis, ketepatan metode harus diukur dan kesemuanya
harus diterapkan untuk tujuan peramalan.
Beberapa Istilah yang ditemui dalam analisis deret berkala, yaitu :
1. Stasioneritas
Stasioneritas dalam time series adalah tidak adanya pertumbuhan atau
penurunan data, dengan kata lain data tetap konstan sepanjang waktu
pengamatan. Menurut Santoso (2009: 38), stasioneritas adalah keadaan rata-
ratanya tidak berubah seiring dengan berubahnya waktu, dengan kata lain, data
berada di sekitar nilai rata-rata dan variansi yang konstan.
Makridakis (1999: 351) menyatakan bahwa bentuk visual dari plot time
series sering meyakinkan peramal bahwa data tersebut stasioner atau
nonstasioner, demikian pula plot autokorelasi dapat dengan mudah
memperlihatkan ketidak stasioneritas data. Kebanyakan data dalam time series
tidak stasioner, oleh karena itu perlu dilakukan pengujian mengenai stasioneritas
pada data time series. Pengujian ini dapat dilakukan dengan mengamati plot time
series. Jika plot time series cenderung konstan tidak tedapat pertumbuhan atau
penurunan disimpulkan bahwa data sudah stasioner.
2. Differencing (pembedaan)
Pembedaan adalah usaha untuk menstabilkan nilai tengah dari deret berkala.
Proses pembedaan bisa dilakukan beberapa kali yang biasanya disebut dengan
pembedaan order ke-d, sehingga bila melakukan pembedaan satu kali maka
disebut difference order-1, bila dilakukan pembedaan dua kali maka difference
order- 2 dan seterusnya. Namun pembedaan yang biasa dilakukan paling tinggi
adalah sampai dengan orde- 2 saja, karena bila dilakukan pembedaan lebih dari
order - 2 maka deret berkala akan semakin mendekati linier, sehingga sifat - sifat
deret berkala akan hilang. Tujuan menghitung pembedaan adalah untuk
mencapai stasioneritas.
3. Model Autoregressive orde p atau AR (p)
Yaitu suatu model yang menjelaskan pergerakan suatu variabel melalui
variabel itu sendiri di masa lalu. Model autoregressive orde ke-p dapat ditulis
sebagai berikut: ARIMA (p,0,0)
4. Model Moving Average orde q atau MA (q)
Yaitu suatu model yang melihat pergerakan variabelnya melalui residualnya di
masa lalu. Model Moving Average orde-q dapat ditulis ARIMA (0,0,q) atau MA (q).
5. Model Autoregressive Moving Average atau ARMA (p, q)
Model ARMA merupakan gabungan antara model AR (p) dan model MA (q).
6. Model Autoregressive Integrated Moving Average atau ARIMA (p, d, q)
Biasanya, banyak data yang tidak stasioner. Jika data itu melalui proses pembedaan sebanyak d kali menjadi stasioner, maka data itu dikatakan nonstasioner homogen tingkat d. Proses pembedaan disini bertujuan untuk mencapai kestasioneran.
C. Alat-alat Metodologi untuk Menganalisa Data Deret Berkala
Pada bagian alat - alat metodologi ini, akan lebih mempelajari pada analisis yang
dapat diterapkan untuk analisis deret berkala secara empiris guna menetapkan sifat-
sifat statistikanya. Sehingga dapat diperoleh pengertian tentang jenis model formal
yang tepat. Alat - alat metodologi untuk menganalisa data deret berkala yaitu sebagai
berikut :
1. Plot Data
Langkah pertama yang harus dilakukan untuk menganalisis data deret
berkala adalah memplot data asli. Untuk mempermudahnya, hal ini dapat
dilakukan dengan menggunakan program komputer yang tersedia. Setelah
memplot data, baru diketahui apakah data itu sudah stasioner atau belum
stasioner. Jika data belum stasioner, maka perlu dilakukan proses
differencing.
2. Koefisien Autokorelasi
Menurut Alan Pankratz, pendugaan koefisien autokorelasi adalah dugaan
dari koefisien autokorelasi secara teoritis yang bersangkutan . Nilai dari
tidak sama persis dengan yang berkorespondensi dikarenakan error
sampling. Distribusi dari kemungkinan nilai-nilai disebut dengan distribusi
sampel. Standar error dari distribusi sampling adalah akar dari penduga
variansinya.
Statistika kunci dalam analisis deret berkala ini yaitu adalah terletak pada
koefisien autokorelasi. Apabila nilai- nilai koefisien autokorelasi turun atau
semakin mendekati nol, maka sudah dapat dikatakan bahwa data sudah stasioner
dalam bentuk aslinya. Karena suatu data deret berkala bisa jadi tidak bermanfaat
apabila deret tersebut tidak stasioner. Secara matematis rumus untuk koefisien
autokorelasi dapat dituliskan dengan rumus seperti pada persamaan sebagai
berikut :
Ilustrasi
Misalkan variabel menyatakan permintaan terhadap produk A untuk 10
periode waktu yang lalu, seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini :
Bedasarkan dari data yang terdapat pada Tabel di atas, maka digambarkan sebagai :
Dari persamaan di atas, diketahui bahwa persamaan di atas adalah model ARIMA
(2,0,0) yang menggambarkan sebagai suatu kombinasi linear dari dua nilai
sebelumnya. Koefisien korelasi sederhana antara dengan dapat di cari seperti di
bawah ini :
Untuk mempermudah mencari koefisien korelasi sederhana antara dengan ,
maka di buat asumsi untuk menyederhanakannya dengan cara data di asumsikan
stasioner baik itu nilai tengah maupun variansnya. Jadi, kedua nilai tengah dan
Tabel 1.1 Deret Berkala Dari Permintaan Produk A(1) (2) (3) (4)
Waktu atau Periode (t)
Variabel AwalVariabel dengan Time Lag Satu
Variabel denganTime Lag
Dua
1 13 - -
2 8 13 -
3 15 8 134 4 15 85 4 4 156 12 4 47 11 12 48 7 11 129 14 7 1110 12 14 7
Jumlah 100Nilai Tengah 10
dapat diasumsikan bernilai sama ( ). Sehingga :
Sedangkan untuk koefisien autokorelasi untuk time lag 1,2,...,k dapat di cari dengan
rumus yang diterangkan di atas :
1. Untuk Nilai k=1;
2. Untuk nilai k=2;
3. Untuk nilai k=3;
4. Untuk nilai k=4;
Karena nilai dari autokorelasi untuk time lag 2,3, dan 4 mendekati nol, maka sudah
dapat dikatakan bahwa data adalah stasioner dalam bentuk aslinya.
3. Distribusi Sampling Autokorelasi
Tercapainya keberhasilan analisis deret berkala sangat bergantung pada
keberhasilan menginterpretasikan hasil analisis autokorelasi dan
kemampuan membedakan pola dan kerandoman data. Ada dua cara
mendekati masalah ini, yaitu
a. Koefisien autokorelasi dari data random mendekati distribusi
sampling yang mendekati kurva normal dengan nilai tengah nol dan
kesalahan standar dengan rumus sederhana sebagai berikut :
; dimana merupakan kesalahan standar dari
Dengan demikian suatu deret data dapat disimpulkan bersifat random
apabila koefisien korelasi yang dihitung berada didalam batas tersebut.
b. Sedangkan uji Box-Pierce Pormanteau untuk sekumpulan nilai-nilai
didasarkan pada nilai-nilai statistik Q.
Seperti yang diperlihatkan oleh Anderson (1942), Bartlett (1946),
Quenouille (1949) suatu deret berkala dikatakan bersifat acak apabila
koefisien korelasi yang dihitung berada di dalam selang kepercayaan.Untuk
menghitung selang kepercayaan bagi , sebagai berikut :
Ini berarti bahwa 95% dari seluruh koefisisien autokorelasi berdasarkan
sampel harus terletak di dalam daerah nilai tengah ditambah atau dikurangi
1,96 kali galat standar.
Ilustrasi :
Tabel 1.2
Periode Nilai Periode Nilai1 23 19 982 59 20 503 36 21 864 99 22 905 36 23 656 74 24 20
7 30 25 178 54 26 459 17 27 9
10 36 28 7211 89 29 3312 77 30 1713 86 31 314 33 32 2915 90 33 3016 74 34 6817 7 35 8718 54 36 44
Dari data pada tabel 1.2 merupakan hasil dari suatu himpunan bilangan acak dengan
jumlah pengamatan sebanyak 36 pengamatan. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa :
a. kesalahan standar :
b. uji Box-Pierce Pormanteau :
Karena data pada Tabel 1.2 belum di modelkan, maka di asumsikan bahwa
model yang berlaku adalah ARIMA (0,0,0). Dari hasil pencarian software
minitab nilai koefisien autokorelasinya untuk time lag 1,2,...,10 adalah sebagai
berikut :
b.
Sehingga nilai dari statistik Q adalah :
Nilai dengan df = 10 dan adalah sebesar 18.3070. Ini berarti
bahwa nilai . Ini menunjukkan bahwa kumpulan nilai tidak berbeda
nyata dari nol.
c. selang kepercayaan bagi kesalahan standar dari
Autocorrelation Function: Nilai
Lag ACF T LBQ1 0,102853 0,62 0,412 0,098756 0,59 0,813 -0,042767 -0,25 0,884 -0,031072 -0,18 0,925 -0,183487 -1,08 2,416 0,025215 0,14 2,447 0,274832 1,56 68 -0,004228 -0,02 69 -0,011059 -0,06 6,01
10 -0,15162 -0,81 7,22
Pada taraf kepercayaan 95 % dapat disimpulkan bahwa deret berkala bersifat
random. Karena kesepuluh koefisien autokorelasi terletak antara -0.327 sampai
dengan 0.327.
4. Periodogram dan Analisis Spektral
Analisis spektral atau yang sering juga disebut analisis spektrum merupakan metode
untuk mengestimasi spectral density function (SDF) atau spektrum dari data runtun
waktu. Analisis spektral dapat diterapkan pada berbagai tipe data time series. Analisis
spektral adalah analisis runtun waktu yang dapat menguraikan data ke dalam himpunan
gelombang sinus dan atau kosinus pada berbagai frekuensi yang dapat digunakan untuk
mencari periodisitas tersembunyi. Sehingga penerapannya data yang digunakan dalam
Analisis Spektral harus dirubah terlebih dahulu dari domain waktu menjadi domain
frekuensi. Agar data dapat dianalisis dengan menggunakan analisis spektral maka data
harus stasioner terlebih dahulu. Stasioneritas data harus dalam mean dan varian.
Pemeriksaan kestasioneran dapat dilakukan dengan bantuan time series plot dan
autocorrelation function plot (plot ACF).
Secara sederhana, dapat di ketahui setiap gelombang sius memiliki tiga aspek yaitu:
a. Panjang gelombang, yang diukur dari satu puncak ke puncak berikutnya,
dan berbanding terbalik dengan frekuensi.
b. Amplitudo, yang merupakan ukuran ketinggian (atau kuatnya) gelombang
c. Fase, yang menyatakan perpindahan horizontal (atau posisi) suatu
gelombang
Apabila sudut fase adalah nol berarti bahwa gelombang mulai dari titik awal. Apabila
sudut fase adalah 90 derajat, maka sumbu vertikal akan melalui amplitudo maksimum
yang pertama.
Dengan data deret berkala yang diskret, karena tidak terdapat data sudut, maka
“panjang gelombang” diubah menjadi “satuan waktu” (atau dengan menyatakan jumlah
pengamatan sebagai satu panjang gelombang). Perlakuan yang sama juga dilakukan
terhadap fase. Beberapa deret berkala yang terdiri dari N buah pengamatan dengan jarak
yang sama, dapat didekomposisi dengan menggunakan pencocokan kuadrat terkecil ke
dalam sejumlah gelombang sinus pada frekuensi, amplitude dan fase tertentu, dengan
pembatas-pembatas sebagai berikut :
a. Apabila n adalah bilangan ganjil, maka paling banyak dapat dicocokan
sebanyak (n-1)/2 gelombang sinus
b. Apabila n adalah bilangan genap, maka paling banyak dapat dicocokan
sebanyak (n-2)/2 gelombang sinus
Ilustrasi :
Karena data tabel 1.2 adalah hasil dari suatu himpunan bilangan acak
(berasal dari sebaran seragam) maka kita tidak mengharapkan adanya gelombang
sinus tertentu yang akan mendominasi. Sebenarnya, kumpulan amplitudo dari
gelombang dengan frekuensi 1,2,3,4,..., dan seterusnya, haruslah secara teoritis
memperlihatkan amplitudo yang sama untuk seluruh frekuensi. Sampel data tabel
1.2 tidak memperlihatkan amplitudo yang sama, walaupun demikian jelas, bahwa
banyak gelombang sinus telah memberikan konstribusi yang besar.
Pembahasan di atas didasarkan pada pencocokan kuadrat terkecil secara
dari gelombang-gelombang sinus kepada suatu data deret berkala. Pada awalnya
cara ini dikenal sebagai periodogram (Schuster, 1989) dan juga dikenal sebagai
analisis harmonik, analisis fourier, atau analisis spektral. Masing-masing istilah
tersebut memiliki arti khusus, tetapi untuk tujuan disini, nilai pengujian kumpulan
Panjang Gelombang ( Jumlah Titik Data)
Frekuensi
36 118 212 39 4
7.2 5
amplitudo dari berbagai gelombang mempunyai tiga arti:
a. Menentukan penetapan unsur acak dalam deret data (atau deret residu)
b. Membantu penetapan unsur musiman dalam suatu deret berkala
c. Membantu penetapan autokorelasi positif atau negatif (untuk korelasi
positif, frekuensi amplitudo yang rendah akan mendominasi, dan untuk
autokorelasi negatif, frekuensi yang tinggi akan mendominasi)
5. Koefisien Autokorelasi Parsial
Fungsi Autokorelasi Parsial pada lag-k adalah korelasi diantara dan
setelah dependensi linear antara dan variabel antara
dihapus (Dedi Rosadi, 2011: 31).
Autokorelasi parsial digunakan untuk mengukur tingkat keeratan hubungan
antara dan , jika pengaruh dari time-lag 1,2,3,.. dan seterusnya sampai k-
1 dianggap terpisah. Tujuan utama di dalam analisis deret berkala adalah untuk
membantu menetapkan model ARIMA yang tepat untuk peramalan.
Koefisien autokorelasi parsial berorde m didefenisikan sebagai koefisien auto
regresif terakhir dari model AR(m). Sebagai contoh, persamaan-persamaan (5-1)
sampai (5-5) masing-masing digunakan untuk menetapkan
AR(1),AR(2),AR(3),...,AR(m-1) dan proses AR(m). Koefisien X yang terakhir
pada masing-masing persamaan merupakan koefisien autokorelasi parsial. Ini
berarti notasi dan m buah koefisien autokorelasi parsial
yang pertama untuk deret berkala tersebut.
Dari persamaan-persamaan ini dapat dicari nilai-nilai .
Perhitungan yang diperlukan akan memakan banyak waktu. Oleh karena itu lebih
memuaskan untuk memperoleh taksiran berdasarkan pada
koefisien autokorelasi. Penaksiran tersebut dapat dilakukan dengan metode di
bawah ini.
Apabila ruas kiri dan kanan persamaan (5-1) dikalikan dengan , hasilnya
adalah :
Dengan mengambil nilai harapan pada persamaan (8-6) akan menghasilkan :
Yang dapat ditulis sebagai :
Karena berdasarkan definisi dan
Apabila kedua ruas persamaan (5-7) dibagi hasilnya adalah :
Karena merupakan cara untuk menetapkan autokorelasi pertama. Jadi
. Ini berarti bahwa autokorelasi parsial yang pertama adalah sama dengan
autokorelasi pertama dan kedua-duanya ditaksir di dalam sampel dengan .
Secara umum, karena , maka operasi yang terlihat pada persamaan (5-
6) sampai (5-7) dapat diperluas sebagai berikut. Kalikan kedua ruas persamaan
dengan , hitung nilai harapan dan bagilah dengan , sehingga menghasilkan
sekumpulan persamaan simultan, yang dapat dipakai untuk mencari nilai-nilai
. Nilai-nilai ini dapat digunakan sebagai penduga nilai-nilai
autokorelasi parsial sampai m time-lag.
Apabila proses pembentukan datanya adalah MA bukannya AR, maka
autokorelasi parsial tidak akan menunjukan orde proses MA, karena nilai tersebut
dibentuk untuk mencocokan proses AR. Nilai tersebut menunjukan suatu
ketergantungan dari suatu lag ke lag berikutnya yang membuatnya menyerupai
cara autokorelasi untuk prose AR. Autokorelasi parsial akan menurun mendekati
nol secara eksponensial. Untuk tujuan identifikasi, apabila autokorelasi parsial
tidak memperlihatkan penurunan nilai secara acak sesudah p time-lag, melainkan
menurun sampai nol secara eksponensial, hal ini dapat diasumsikan bahwa
generating process yang sebenarnya adalah MA.
D. Aplikasi Analisis Data Berkala
1 Penentuan Kerandoman Data (Nilai Sisa)
Membuat plot koefisien autokorelasi sangat bermanfaat untuk membantu
menentukan model yang tepat. Autokorelasi dapat digunakan untuk menetapkan
apakah terdapat suatu pola dalam suatu kumpulan data dan apabila tidak terdapat
kumpulan data tersebut, maka dapat dibuktikan bahwa kumpulan data tersebut adalah
random. Membuat plot koefisien autokorelasi sangat bermanfaat untuk membantu
menetapkan adanya suatu pola. Apabila suatu model peramalan telah dipilih, maka
autokorelasi kesalahan nilai sisa dapat dihitung untuk menetapkan apakah data
tersebut random.
2. Pengujian Stasioner Data Deret Berkala
Plot autokorelasi dapat dengan mudah memperlihatkan ketidakstasioneran.
Nilai-nilai autokorelasi dari data stasioner akan turun sampai nol sesudah time lag
kedua atau ketiga sedangkan untuk data yang tidak stasioner, nilai-nilai tersebut
bernilai signifikan dari nol beberapa periode waktu. Apabila disajikan secara grafik,
maka autokorelasi data yang tidak stasioner memperlihatkan suatu trend searah
diagonal dari kanan ke kiri bersama dengan meningkatnya jumlah time lag.
Kestasioneran data dapat diperiksa dengan analisa autokorelasi dan autokorelasi
parsial.
Data yang dianalisa dalam model ARIMA Box-Jenkins adalah data yang bersifat
stasioner yaitu data yang rata-rata dan variansinya relatif konstan dari satu periode ke
periode selanjutnya. Autokorelasi-autokorelasi dari data yang tidak stasioner berbeda
secara signifikan dari nol dan mengecil secara perlahan membentuk garis lurus, nilai-
nilai tersebut bernilai signifikan dari nol beberapa periode waktu sedangkan
autokorelasi-autokorelasi dari data yang stasioner mengecil secara drastis
membentuk garis lengkung ke arah nol setelah periode kedua atau ketiga.
3. Menghilangkan Ketidak Stasioneran Data Deret Berkala
Stasioneritas berarti bahwa tidak terdapat perubahan yang drastis padadata.
Fluktuasi data berada disekitar suatu nilai rata-rata yang konstan, tidaktergantung
pada waktu dan variansi dari fluktuasi tersebut (Makridakis, 1995:351). Data time
series dikatakan stasioner jika rata-rata dan variansinya konstan, tidak ada unsur
trend dalam data, dan tidak ada unsur musiman. Apabila data tidak stasioner, maka
perlu dilakukan modifikasi untuk menghasilkan data yang stasioner. Salah satu cara
yang umum dipakai adalah metode pembedaan (differencing). Untuk menentukan
apakah series stasioner, nonstasioner dapat dibantu dengan melihat plot dari series
atau bentuk difference-nya. Proses differencing dapat dilakukan untuk beberapa
periode sampai data stasioner, yaitu dengan cara mengurangkan suatu data dengan
data sebelumnya.
Menurut Makridakis, dkk (1995: 382) notasi yang sangat bermanfaat dalam
metode pembedaan adalah operator shift mundur (backward shift), B, sebagai
berikut:
........................................................................................................(4.1)
Notasi B yang dipasang pada , mempunyai pengaruh menggeser data 1 periode ke
belakang. Dua penerapan B untuk akan menggeser data tersebut 2 periode ke
belakang, sebagai berikut:
.........................................................................................(4.2)
Apabila suatu time series tidak stasioner, maka data tersebut dapat dibuat lebih
mendekati stasioner dengan melakukan pembedaan pertama.
...................................................................................................(4.3)
Menggunakan operator shift mundur, persamaan (2.8) dapat ditulis kembali menjadi
................................................................................(4.4)
Pembedaan pertama dinyatakan oleh (1-B)
Sama halnya apabila pembedaan orde kedua (yaitu pembedaan pertama dari
pembedaan pertama sebelumnya) harus dihitung, maka;
Pembedaan orde kedua diberi notasi , sedangkan pembedaan pertama
.
Tujuan dari menghitung pembedaan adalah untuk mencapai stasioneritas dan secara
umum apabila terdapat pembedaan orde ke- untuk mencapai stasioneritas, ditulis
sebagai berikut:
Selanjutnya stasioneritas dibagi menjadi 2 (Wei, 2006: 80), yaitu:
1. Stasioner dalam mean (rata-rata)
Stasioner dalam mean adalah fluktuasi data berada di sekitar suatu nilai rata-
rata yang konstan, tidak tergantung pada waktu dan variansi dari fluktuasi
tersebut. Dari bentuk plot data seringkali dapat diketahui bahwa data tersebut
stasioner atau tidak stasioner. Apabila dilihat dari plot ACF, maka nilai-nilai
autokorelasi dari data stasioner akan turun menuju nol sesudah time lag (selisih
waktu) kedua atau ketiga.
2. Stasioneritas dalam Variansi
Suatu data time series dikatakan stasioner dalam variansi apabila struktur
data dari waktu ke waktu mempunyai fluktuasi data yang tetap atau konstan dan
tidak berubah-ubah. Secara visual untuk melihat hal tersebut dapat dibantu
dengan menggunakan plot time series, yaitu dengan melihat fluktuasi data dari
waktu ke waktu.
4. Mengenali Adanya Faktor Musiman dalam Suatu Deret Berkala
Musiman didefinisikan sebagai pola yang berulang-ulang dalam selang waktu
yang tetap. Sebagai contoh, penjualan minyak untuk alat pemanas adalah tinggi
untuk musim dingin dan rendah pada musim panas yang memperlihatkan suatu pola
musim 12 bulan. Untuk data stasioner, faktor musiman dapat ditentukan dengan
mengidentifikasi koefisien autokorelasi pada dua atau tiga time lag yang berbeda
nyata dari nol. Autokorelasi yang berbeda nyata dari nol menyatakan adanya suatu
pola dalam data. Adanya faktor musiman dapat dengan mudah dilihat di dalam
grafik autokorelasi namun hal ini tidaklah selalu mudah dikombinasikan dengan
pola lain seperti trend. Semakin kuat pengaruh trend akan semakin tidak jelas
adanya ketidak stasioneran data (adanya trend). Sebagai pedoman data tersebut
harus ditransformasikan ke bentuk yang stasioner sebelum ditentukan adanya faktor
musiman.
.
Daftar Pustaka
Deden. Summary (Diktat Kuliah ADW). STIS. 2004.
Hendranata, Anton. ARIMA (Autoregressive Moving Average), Manajemen Keuangan
Sektor Publik FEUI, 2003.
Makridakis, S., Wheelwright, S.C., & McGee, V.E. 1999. Metode dan Aplikasi
Peramalan Jilid 1 Edisi Kedua. Terjemahan Ir. Untung S. Andriyanto dan Ir. Abdul
Basith. Jakarta: Erlangga.