Dari Redaksi Daftar Isi - majalahgeospasial.files.wordpress.com · Prestasi Alumni Geografi UI juga...

27

Transcript of Dari Redaksi Daftar Isi - majalahgeospasial.files.wordpress.com · Prestasi Alumni Geografi UI juga...

Page 1: Dari Redaksi Daftar Isi - majalahgeospasial.files.wordpress.com · Prestasi Alumni Geografi UI juga ditunjukkan oleh Dr. Asep Karsidi, setelah diangkat menjadi Kepala Bakosurtanal
Page 2: Dari Redaksi Daftar Isi - majalahgeospasial.files.wordpress.com · Prestasi Alumni Geografi UI juga ditunjukkan oleh Dr. Asep Karsidi, setelah diangkat menjadi Kepala Bakosurtanal

Salam hangat para pembaca Geospasial,

Edisi April tahun 2012 Majalah Geospasial terbit kembali menyapa pembaca, membuka wawasan dan memberikan informasi terkini dari lingkup geografi.

Kerjama internasioanl geografi terus ditingkatkan untuk kedua kalinya setelah tahu 2011, kuliah lapang bersama Universitas Sydney dari Australia dan Universitas Indonesia pada bidang Geografi. Hasil kuliah lapang di Jawa Barat dan Sulawesi Selatan disajikan oleh Febriana dan Della. Selain itu semakin banyak mahasiswa geografi go internasional setelah tahun lalu ke Amerika, Malaysia dan Australia, tahun ini mahasiswa ikut dalam acara AISC di Taiwan.

Ajang ilmiah tahunan dari Dikti dalam kegiatan PKM, berhasil menambah jumlah penerima dana hibah bagi mahasiswa Geografi dari 3 kelompok pada tahun 2011, meningkat tajam menjadi 14 kelompok di tahun 2012, dengan tema PKM berbagai kategori. Prestasi yang baik dan layak dikembangkan terus pada tahun 2013.

Prestasi Alumni Geografi UI juga ditunjukkan oleh Dr. Asep Karsidi, setelah diangkat menjadi Kepala Bakosurtanal tahun 2011, maka tahun 2012 beliau diangkat sebagai Kapala Badan Informasi Geospasial sebagai lembaga pengganti dari Bakosurtanal, sesuai amanat Undang-Undang Informasi Geospasial. Koleksi tulisan dari Raldi Hendro Koestoer dan Ujang Solihin Sidik menambah lengkap kontribusi alumni pada edisi kali ini.

Prestasi staff pengajar Departemen Geografi juga tetap konsisten dengan mendapatkan kompetisi hibah dana Riset dan Pengabdian Masyarakat untuk tahun 2012, dengan jumlah 3 pendanaan dari DRPM UI masing-masing 1 hibah riset dan 2 hibah pengabdian masyarakat, serta 1 hibah penelitian dari Kemendikbud.

Akhir kata selamat membaca, dan tetap sukses selalu.

Salam Redaksi

Dari Redaksi Daftar Isi

GEOgrafi dan GEOscience USYD Kembali Bertemu 4

Mahasiswa Geografi UI Mengikuti AISC-TAIWAN 2012 6

Asep Karsidi Dilantik Sebagai Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) 7

Green Partnership For Wage System In Indonesia 9

Prinsip 3R: Cara Cerdas Mengelola Sampah 13

Dosen Geografi Mendapatkan Hibah Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat Tahun 2012 18

Program Kreatif itas Mahasiswa Penelitian 19

Klaster Industri Sebagai Pemicu Inovasi Dalam Pengembangan Ekonomi Lokal 21

Perubahan Fungsi Bangunan dan Penggunaan Lahan di Ciwidey dan Toraja Terkait Aktivitas Pariwisata 33

PENASEHAT:Dr. Rokhmatuloh, M.Eng

REDAKSI:Adi Wibowo, Iqbal Putut, Laju Gandharum, Ratri Candra, Weling Suseno, Rendy P., Ardiansyah

STAF AHLI:Astrid Damayanti, Sugeng Wicahyadi, Supriatna, Triarko Nurlambang

ADMINISTRASI:Ashadi Nobo

ALAMAT REDAKSI:Gd. Departemen Geografi,FMIPA Universitas IndonesiaKAMPUS UI DEPOKTelp. (021) 7721 0658, 702 4405Fax. (021) 7721 0659

Diterbitkan oleh:Forum Komunikasi Geografi Universitas Indonesia

Redaksi menerima artikel / opini / pendapat dan saran dari pembaca, utamanya yang berkaitan dengan masalah keruangan. Kirimkan tulisanke alamat redaksi atau email dengan disertakan nama, alamat lengkap, nomor teleponserta Biografi.

Page 3: Dari Redaksi Daftar Isi - majalahgeospasial.files.wordpress.com · Prestasi Alumni Geografi UI juga ditunjukkan oleh Dr. Asep Karsidi, setelah diangkat menjadi Kepala Bakosurtanal

Go International

Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 2 5Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 24

Di awal tahun 2012 ini, Departemen Geografi FMIPA UI mengadakan kegiatan “Join Field Trip (JFT)” dengan Universitas Sidney Australia di Jawa Barat dan Sulawesi Selatan. Kegiatan ini merupakan yang kedua kalinya setelah pada awal tahun 2011 juga dilakukan kerjasama serupa. Hanya saja tema kegiatannya yang berbeda. Pada tahun 2011, temanya berkaitan dengan DAS Citarum yang diwakili lokasi Ciwidey (hulu), Purwakarta (tengah), dan Karawang (hilir). Sedangkan pada tahun 2012, temanya berkaitan dengan kehidupan masyarakat pedesaan dan hanya mengambil lokasi di Ciwidey dan Purwakarta.

Selain mengambil lokasi di Jawa Barat, kegiatan ini juga dilaksakan di Sulawesi Selatan. Pada tahun 2011 yang lalu, hanya ada 1 mahasiswa Geografi UI yang diberikan kesempatan untuk ikut rombongan USYD ke Sulawesi Selatan. Sedangkan pada tahun ini, rombongan UI yang ikut ke Sulawesi Selatan terdiri dari 6 orang mahasiswa dan 1 orang dosen.

Kegiatan JFT UI-USYD 2012 ini diikuti oleh 23 mahasiswa dan 1 orang dosen USYD dan juga 18

mahasiswa dan 3 orang dosen UI. Rombongan USYD tiba di Depok pada tanggal 25 Januari 2012 yang lalu. Kegiatan diawali dengan acara pembukaan secara singkat yang dihadiri oleh perwakilan Fakultas MIPA UI dan Departemen Geografi FMIPA UI. Kemudian dilanjutkan dengan kuliah yang diberikan oleh Dr. Jeff Neilson (USYD) di Gedung Departemen Geografi FMIPA UI Depok.

Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan di Ciwidey dari tanggal 27 Januari s/d 30 Januari 2012. Selama di Ciwidey, kegiatan yang dilakukan diantaranya adalah pemaparan dari :1) Perhutani, PTPN 8, dan Dinas Pertanian Kabupaten Bandung2) Serikat Petani Pasundan3) Ibu Widyawati (dosen Geografi UI)Selain itu juga dilakukan kunjungan ke Perkebunan Teh PTPN 8. Selama di Ciwidey, mahasiswa UI dan USYD melakukan survey lapangan berdasarkan tema penelitian mereka masing-masing selama 2 hari.

Beberapa Narasumber dan Dr. Jeff Kegiatan Wawancara

Kembali dari Ciwidey, mahasiswa dari kedua Universitas ini melakukan diskusi mengenai apa yang mereka dapat selama di lapangan. Acara diskusi ini dilanjutkan dengan makan siang dan kegiatan ini ditutup oleh Ketua Departemen Geografi FMIPA UI.

Kegiatan Diskusi di Kelas

Beberapa Mahasiswa UI dan Dr. Jeff Rombongan UI - USYD

Lokasi kegiatan JFT UI-USYD ini dilanjutkan di Sulawesi Selatan yang meliputi Makasar, Tana Toraja, Palopo, dan Soroako. Rombongan berada di Sulawesi Selatan pada tanggal 2 – 17 Februari 2012. Kegiatan di Sulawesi Selatan meliputi kuliah oleh Dr. Jeff Neilson, homestay di desa sekitar Tana Toraja, paparan dari LSM setempat, dan kunjungan ke objek wisata. Selama melakukan kegiatan di Sulawesi Selatan, rombongan UI-USYD bekerjasama dengan Universitas Hasanuddin Makasar dan Universitas Kristen Tana Toraja.

GEOgrafi UI DAN GEOscience USYD KEMBALI BERTEMU…Nurul Sri [email protected]

Page 4: Dari Redaksi Daftar Isi - majalahgeospasial.files.wordpress.com · Prestasi Alumni Geografi UI juga ditunjukkan oleh Dr. Asep Karsidi, setelah diangkat menjadi Kepala Bakosurtanal

76

The Third Annual Indonesian Scholars Conference in Taiwan (AISC-Taiwan) adalah kegiatan yang dicetus oleh Forum Mahasiswa Muslim Indonesia di Taiwan (FORMMIT), dan saat ini telah memasuki tahun ketiga pelaksanaanya. Kegiatan tahunan ini mengundang para mahasiswa Indonesia, baik yang berada di indonesia maupun di Taiwan, untuk mempresentasikan hasil penelitiannya sekaligus sebagai media interaksi antar peneliti Indonesia di Taiwan. Tahun ini AISC-Taiwan dilaksanakan di kota Hsinchu tepatnya di Chun Hua University pada tanggal 17-19 Maret 2012 dan bertemakan “Acceleration and Development of Information and Communication Technology Research Based on Global Demand: Improving Sustainable Synergism of Academics, Industry, and Government” dengan sembilan topik penelitian seperti Culture, Linguistic and Social Change Study, Economy, Management and Business, dan beberapa tema lainnya. Tahun ini terdapat 65 karya tulis yang dipresentasikan, yang berasal

dari berbagai bidang dan tingkatan, baik dosen, mahasiswa S1 hingga mahasiswa S2, salah satu tim yang berhasil lolos adalah tim dari Geografi UI. Tim tersebut terdiri dari Aghny, Annisa, Rindu dan Silfia yang merupakan mahasiswi Geografi FMIPA UI angkatan 2009. Tulisan yang diangkat adalah mengenai perubahan kebudayaan Bali setelah perkembangan pariwisata yang dilihat dari 3 aspek yakni bahasa, gaya hidup dan juga bangunannya dengan judul“Cultural Change : Balinese Culture Change In Language, Lifestyle, and Building After Developing of Tourism”. Selain kegiatan presentasi kegiatan lainnya adalah seminar yang diisi oleh peneliti-peneliti ternama seperti Khoirul Anwar, peneliti Indonesia yang berkarya di Jepang dan telah mematenkan penemuan 4G berbasis OFDM, dan juga kegiatan trip mengunjungi pusat penelitian di Taiwan yakni ITRI (Industrial Technology Research Institute) yang memiliki berbagai penemuan tekhnologi terkini dan juga Campus Touring di Chun Hua University.

MAHASIWA GEOGRAFI UI MENGIKUTI AISC-TAIWAN 2012

ASEP KARSIDI DILANTIK SEBAGAI KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL (BIG)

Menteri Negara Riset dan Teknologi Gusti Muhammad Hatta pada Rabu, 7 Maret 2012 di Cibinong, melantik Asep Karsidi sebagai Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG). Pelantikan Asep Karsidi sebagai kepala BIG sesuai Keputusan Presiden RI No. 29/M Tahun 2012. Bertindak sebagai saksi pada acara pengambilan Sumpah Jabatan Kepala BIG adalah Kepala BATAN, Hudi Hastowo dan Kepala LAPAN, Bambang Setiawan Tejasukmana. BIG lahir sebagai amanat dari Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Informasi Geospasial (IG) dengan tugas dan fungsi sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 94 Tahun 2011 tentang BIG.

Go International Alumni

Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 2Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 2

Page 5: Dari Redaksi Daftar Isi - majalahgeospasial.files.wordpress.com · Prestasi Alumni Geografi UI juga ditunjukkan oleh Dr. Asep Karsidi, setelah diangkat menjadi Kepala Bakosurtanal

98

Dalam sambutannya, Menristek mengatakan, terbitnya UU No.4 Tentang IG dan Perpres No.94 Tahun 2011 ini menjadi momentum penting dalam penyelenggaraan IG di Indonesia. Pelantikan ini juga menandai secara resmi bahwa lembaga baru bernama BIG telah memiliki pucuk pimpinan. UU IG mengamanatkan beberapa tugas penting pada BIG yaitu; (a) Menyiapkan Informasi Geospasial Dasar (IGD) sebagai acuan atau referensi berbagai Informasi Geospasial Tematik (IGT) (b) Menyiapkan infrastruktur IG agar segenap IG dapat dengan mudah diakses, dipertukarkan atau berbagi pakai dan dimanfaatkan dalam proses pengambilan keputusan terkait geospasial atau ruang kebumian baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat luas (c) Membina Sumber Daya Manusia (SDM) dan industri IG melalui proses pembinaan jabatan fungsional, sertifikasi SDM, sertifikasi badan-badan usaha, penelitian dan pengembangan IPTEK, serta pendidikan dan pelatihan di bidang IG. Gusti M. Hatta menambahkan bahwa pemerintah akan

senantiasa memberikan dukungan bagi kemajuan penyelenggaraan IG. Ada dua program penting yang dapat disinergikan dengan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan BIG, yaitu peningkatan kapasitas SDM IPTEK dan peningkatan inovasi untuk mempercepat pemenuhan kebutuhan IGD dan kebutuhan berbagai IGT yang dilakukan berbagai Kementerian dan Lembaga serta IGT terintegrasi yang dilakukan BIG dalam memenuhi kebutuhan khusus pembangunan seperti, mendukung Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), perumusan Ekoregion di bidang Lingkungan Hidup dan lain-lain. Gusti M Hatta berharap IG yang handal, terintegrasi, dan mudah dimanfaatkan baik untuk pemerintah maupun masyarakat luas dapat terwujud.

Acara pelantikan ini dihadiri oleh para pimpinan Kementerian dan Lembaga serta para pejabat di lingkungan Bakosurtanal/ BIG.

Oleh: Yudi Irwanto & Agung TM (http://www.bakosurtanal.go.id/bakosurtanal/asep-karsidi-dilan-tik-sebagai-kepala-badan-informasi-geospasial-big/)

Introduction

Development Planning Board mentioned that increased unemployment annually, especially for youth. Sumadilaga (November 2011) Deputy of Bappenas for Poverty, Manpower and SMEs Stated that ... 'Only in 6 months, disadvantageous workers rose more for than 455 thousand’. The group was classified as disguised unemployed to work for less than 35 hours per week. According to the data recorded in August 2010, there were the resource persons 33 miles people who classified it as Unemployed and increased per August 2011 to be 35 mil people. While, a youth recorded for August 2010-February 2011 Increased by 455 270 people, consisting of junior high school from 7.5% to 7.8%, High school from 11.9% to 12.2%; within six months, the additional unemployment for 15-24 yrs old achieved for more than 455 people. Despite the fact that the current economc growth achieves around 6.5%.

In the context of remuneration can be summarized significant problems. First, on one side of the workers including laborers or labor union expect wage from their work to meet the necessities of life and family; on the other side, for employers and employer wage or part of production costs that will affect the selling price of its products. Second, although there are statutory provisions wage areas, sense of fairness to the parties still felt cannot be created in industrial relations. Third, it is probably derived from, among others: an understanding of the terms of remuneration is relatively limited and mis-matching, the application of regulation between the strata of the region is very varied, often on the basis of the application of wage negotiations, certainly political interests and the credibility of the institutions making up the wages are still in doubt.

In the process of production of goods and services, remuneration based on performance or productivity improvement will ensure the continuous improvement of welfare, therefore, both employers and employees / workers must constantly strive to improve productivity in order to improve the welfare of workers and their families. Increased productivity is not solely dependent on the worker / laborer but is heavily influenced also by the opportunities provided by employers to increase labor productivity.

Currently issues on minimum wage in the country is relatively critical. This paper refers to reviews on how the remuneration system works in Indonesia. As an additional illustration, a comparison was made for one of the APEC regions, namely Japan; where it was considered as one established economy.

Remuneration Policy

Ministerial decree no 49/MEN/IV/2004 as the basis to implement Article 92 (3) of Law no. 13 concerning Labour. As stated in Kepmenakertrans No. 49 / 2004 that wage is the right of workers / laborers received and expressed in terms of money as compensation from the employer or the employer to the workers / labourers are determined and paid under an employment agreements, or legislation, including allowances for workers / laborers and their families above a job and / or services that have been or will be done. Wage structure is the arrangement of wage rates from the lowest to highest or from highest to lowest. Wage scale is the range of the nominal value of wages for each job group.

GREEN PARTNERSHIP FOR WAGE SYSTEM IN INDONESIARaldi Hendro Koestoer

Presented at FES/ YTKI National Conference ‘Wage Policies and Setting in Indonesia and Germany’-Gedung YTKI, 17 Januari 2012, Jakarta

Kampusiana

Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 2Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 2

Page 6: Dari Redaksi Daftar Isi - majalahgeospasial.files.wordpress.com · Prestasi Alumni Geografi UI juga ditunjukkan oleh Dr. Asep Karsidi, setelah diangkat menjadi Kepala Bakosurtanal

1110

Entrepreneurs include three types. First, individual, association or legal entity that operates acompanies they own; second, individual, association or legal entity that independentlyrun the company; third, individual, association, or legal entity residing in Indonesiarepresent the company as meant in the first and second, are probably domiciled outside the territory of Indonesia. A worker / laborer is someone who works for a salary or compensationin other forms.

To set the structure and scale of wages, the management carried out through (i) analysis of the position, (ii) the job descriptions and (iii) job evaluation. In conducting the analysis, description and job evaluation as referred to, required data or information as: (i) the business of the company concerned; (ii) level of technology used; (iii) organizational structure; and (iv) management company.

Frequently, potential wage industrial disputes occurred were caused by fundamental issues such as:• Workers or labour union expect a wage from their work to meet the necessities of life and family.• For the employer, the wages of part of production costs that will affect the selling price of its products.

Wage Determination Policy

Wage Determination Policy refering to the wage functions, as follows:1. The minimum wage is as a safety net (Safety Net) so that wages are not declining at the lowest level as a result of labor market imbalances.2. The minimum wage instead of wage welfare, because there are no workers or laborers who prosper by receiving the minimum wage.

Wage setting in the company is to:1. Meet the necessities of life and improving the welfare of the workers / laborers and their families.2. Motivate an increase in labor productivity.3. Attracting and retaining a quality workforce.

4. Budgeting company.

Determination of Minimum Wage:1. The implementation of the minimum wage is for formal efforts.2. Determination of the minimum wage still remained the provisions of legislation and regulations.3. Determination of the minimum wage should take into account the simultaneous consideration of five factors (concurrent).4. Regional Wage Board should receive adequate budgetary support is sourced from the local budget allocations.5. Determination UMSK-UMSP and so carried out in accordance with statutory regulations. Areas that have been agreed for no sectoral minimum wages in order to be implemented in accordance with the agreement.

Wage is associated with the pattern of employment in the future. Wage workers in flexible working relationships based on negotiations or agreements the workers with employers who are paid based on hours of work performed or product produced. Problems and real condition at this time show that many workers spend for less than the normal working time, while possible negotiated wages or paid based on hours worked. As a form of government protection to the workers who work for less than 35 hours in a week, need to set the calculation of hourly wages, as for: (i) 1 / 173 times the minimum wage and (ii) 1 / 173 multiplied by the wage agreement.

In general, there are three wage systems that can be applied to SMEs, namely wages according to time, wages of results, and the wage premium. (http://binaukm.com). First, Wages System with Time version. This system is determined on the basis of working time, ie the wage per hour, per day, per week, or per month. With this system, payroll matters easier. But the weakness of the wage system here there is no performance differ-ence between the employee or not, so the pos-sible negative effects on the employees drive to work better.

Second, Wages System with result oriented. It is according to the results determined by the number of results (production) or the achievement of the targets obtained from each employee. Employees who are diligent will receive higher wages, and vice versa. The drawback of this system, if there is no strict control over production output it will produce low quality goods. To that end, the solution needs to be made to establish quality standards of wages.

Thord, Wage with Premium version. Wage premiums or additional wages / bonuses, which pay given to employees who work well or produce more in the same unit time. This system encourages employees to work more optimally and efficiently.

Efforts to create conditions for harmonious industrial relations greatly affected wages. This can happen because the wage is the embodiment of labor as a production factor. Therefore, as a factor of production, wages (labor) shall contribute to the increased productivity of the company. In the event of an increase in remuneration (above the minimum wage) should increase the productivity of labor equal to the wage increase. Permenaker No. 17 of 2005 (on Components for KHL) stipulated that the Governor of the Province establish minimum wages based on the value of KHL by considering macro productivity, economic growth, labor market conditions, most businesses cannot afford (marginal).

Regional-wise in Dynamics

In DEPENAS Communication Forum (2011), especially in the Evaluation of Implementation of the Minimum Wage Fixing, the increase in the minimum wage in Indonesia from the period of 2001 till the year 2011 amounted to 8.69%. In conjunction with the Living Needs (KHL), in 2010 only 4 (four) provinces which sets minimum wages above the KHL, namely: (i) of North Sumatra, (ii) South Kalimantan, (iii) Central and (iv) North Sulawesi. Meanwhile, in 2011 there were eight provinces which set minimum wages above the minimum wage, including Provinces: (i) of North Sumatra, (ii) Jambi, (iii) Bengkulu, (iv) DIY, (v) South Kalimantan, (vi) Central

Kalimantan, (vii) North Sulawesi and (viii) South Sulawesi. One can conclude there has been increased from 2010 to 2011.In terms of timely determination; in the year 2011 there were 10 (ten) provinces which set minimum wages on time. Determination of minimum wages on time has increased compared with that in 2010, of which only 8 (eight) provincial minimum wages on time.Determination of the minimum wage in 2011 there were 3 (three) provinces that did not specify the Provincial Minimum Wage (PMW) and using the minimum wage districts / cities the lowest in the province concerned. All three provinces are: Central Java Province (Cilacap district uses the minimum wage), the Province of West Java (using the minimum wage Banjar District) and the Province of East Java (using the minimum wage Pacitan).Minimum Wages magnitude varies. Minimum wage was the lowest occurred in the District of Cilacap which amounted to Rp 675,000, -,. While there was the highest minimum wage in West Papua Province, amounting to Rp 1.41 million, -. There were 8 (eight) Provincial minimum wages which were set near the time of validation, namely Provinces: Lampung, North Sumatra, Jambi, South Sulawesi, West Nusa Tenggara, North Maluku, Sulawesi and West Papua.In 2011, there were 71 companies that make the suspension of the minimum wage payment delays; among others: East Java Province 2 (two) companies, Central Java Province 19 (nineteen) companies and the province of West Java 50 (fifty) companies.

Green Achievement for Productivity

The orientation of job creation efforts, both in large-scale enterprises and business development in the SME level, still referring to the productivity performance. The core of the achievement levels of productivity that is conducive to efficiency, so that starting from the achievement of individual workers until the value of the generation of a company, is the accumulated achievement of an efficient business. This, in turn, in line with the concept of the formation of ‘green productivity’, or known as environmentally friendly productivity.

Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 2Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 2

Page 7: Dari Redaksi Daftar Isi - majalahgeospasial.files.wordpress.com · Prestasi Alumni Geografi UI juga ditunjukkan oleh Dr. Asep Karsidi, setelah diangkat menjadi Kepala Bakosurtanal

12

In line with green productivity movement, one may encourage the Green Jobs Project. It would be an example of a program supporting the revitalization of agriculture; the Green Project is expected to be a solution to resolve the issue. Green project itself consists of seven concepts namely, Green Facility, Green Promotion, Green Festival, Modern Market, Counseling services, Green Bank For Agriculture and Agricultural Cooperative, Green Agriculture Technology.

Koestoer (2011)stated that several important components in- Green Economic Development: (i) Low Carbon Economic Development, in any economic based transaction for development, there should be oriented for low carbon resulted; (ii) Resource-based Economy, Energy Resources and Renewable Energy, would be encouraged; (iii) Sustainable Management and Service Company in accordance with the proper Capacity, are maintained; (iv)Social Welfare-econ interests would be involved. Shortly, employees and community empowerment of a Green Economy utilize items toward Low Carbon transaction principle, energy efficient and renewable energy industry utilities and socially inclusiveness.

A Comparison with an APEC member/ Japan

Minimum wage system in JapanThere are two types of minimum wage, namely: regional minimum wage and minimum wage industrial sector. The regional minimum wage in the country is generally the minimum wage, which applies to all workers regardless of region, industry, firm size, the shape of the workforce, age, gender and nationality;it is determined for 47 prefectures varied. Factor of major consideration in setting the minimum wage rate is the cost of living and wages of workers, and the ability of firms to pay under normal circumstances.The minimum wage is set in the industrial sector industry sectors in each prefecture. Sector minimum wage may be set if workers and employers in these sectors have been agreed. Prefecture minimum wage applies to all workers, while the sector minimum wage applies to workers in the sector; limits are not included for workers under 18 years old or 65 years of age or older, or cleaning service workers, trimming or

light work.

The minimum wage is reviewed annually, although the increase is not necessarily every year. Minimum wage regulation is lesser detail than that in Indonesia. Consideration factors such as minimum wage inflation, unemployment rate remains well used, but not so absolute. Value of minimum wages are set may differ between for single workers and family workers.

The element that sets the minimum wage is the trade unions, employers and colleges. Elements of the government does not take part in the wage board. In violation of the Minimum Wage payment, local authorities provide complaint facilities to accomodate input from parties involved in each region. The approach of having three components, so far, has been adopted as a proper method, because academician would balance inputs considerably from employers as well as employees. In other words, neutral position would maintain the balance perspectives among the parties involved and to drive efficient and fruitful decision resulted. Such an approach would generate green partnerships for MW disputes and maintain sustainable employment development.

Summary

Several points are worth-noting: first, remuneration regulations have been introduced, but need improvement in due course; Second, a lot of disputes arisen due to multi interpretations on Minimum Wage (MW) issues; Third, MW functions as safety net and yet to welfare; fourth, for employers, MW determined based on productivity achievement; fifth, since the future development required green employment and thus green productivity orientation needs to be developed based on green economic principles; finally, Japan is a good example to drive MW system in which Government intervention diminishes in determining remuneration rate, but academician/ college. The role of academician would be prominent to drive properly and accomodated MW for all parties involved.

13

Prinsip 3R: Cara Cerdas Mengelola SampahUjang Solihin Sidik

Pendahuluan

Setelah lebih dari 60 tahun Bangsa Indonesia berhasil merebut kemerdekaan, pengelolaan sampah di seluruh pelosok Indonesia khususnya di kawasan perkotaan masih jauh dari harapan.

Gambar 1. Pola pengelolaan sampah tahun 2000 (BPS, 2001)

Data BPS 2001 menunjukan bahwa rata-rata jumlah sampah yang terangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) hanya sekitar 40% dan baru sekitar 1,6% yang telah diolah atau didaur ulang, 35% dibakar, 7,5% ditimbun, dan sebesar 15% sisanya berserakan di taman-taman, kanal, sungai, terminal/pelabuhan, pasar dan lain-lain. Dengan mata telanjang kita dapat melihat betapa baru sebagian kecil wilayah perkotaan yang benar-benar bersih, asri dan nyaman sepanjang tahun.

Merujuk pada Statistik Persampahan Indonesia 2008 (KLH, 2001), terdapat perubahan pola pengelolaan sampah di Indonesia yang arahnya cenderung menjadi lebih baik. Persentase jumlah sampah yang terangkut ke TPA meningkat menjadi sekitar 69%, jumlah sampah yang diolah sekitar 7%, dan jumlah sampah yang dibakar turun drastis menjadi sekitar 5%. Meskipun pembakaran sampah memiliki presentase yang kecil, namun yang ditimbulkan oleh pembakaran sampah, khususnya open burning dan insinerasi dengan suhu rendah, dapat membahayakan kesehatan secara langsung karena

menimbulkan gas yang berbahaya, seperti dioxin.

Gambar 2. Pola pengelolaan sampah tahun 2007 (KLH, 2008)

Secara umum pola penanganan sampah di perkampungan dan di perdesaan masih tradisional yang hanya melalui tahapan paling sederhana, yaitu kumpul, angkut, dan buang. Selama puluhan tahun pola penanganan tersebut telah berlangsung, dan terpateri menjadi kebiasaan masyarakat luas. Pola pengelolaan sampah tersebut berjalan karena dilandasi oleh mindset bahwa sampah adalah sesuatu yang tidak berguna sehingga harus dibuang.

Kampusiana

Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 2Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 2

Page 8: Dari Redaksi Daftar Isi - majalahgeospasial.files.wordpress.com · Prestasi Alumni Geografi UI juga ditunjukkan oleh Dr. Asep Karsidi, setelah diangkat menjadi Kepala Bakosurtanal

Gambar 3. Sampah mencemari sungaiSindrom NIMBY (Not In My Backyard) benar-benar telah melekat kuat dan menjadi kebiasaan masyarakat, sehingga tak heran jika kita sering melihat masyarakat membuang sampah sembarangan tanpa ada beban, tanpa merasa bersalah dan tanpa merasa berdosa. Tak jarang kita melihat pengendara atau penumpang mobil mewah melemparkan kulit pisang atau botol minuman ke jalan tanpa malu. Mereka menganggap jalan raya sebagai

tempat pembuangan sampah dan seperti kelompok atau anggota masyarakat lainnya, mereka juga menganut faham asal tidak ada sampah di dekatku dan oleh karena harus dibuang atau disingkirkan jauh-jauh. Sungai telah menjadi pilihan banyak orang dan masyarakat luas sebagai ‘tempat’ pembuangan sampah, sehingga tak heran jika banyak sungai yang tersumbat oleh kumpulan sampah yang pada gilirannya menjadi salah satu penyebab banjir pada musim hujan atau pasang air laut. Dampak bencana banjir tersebut telah menimbulkan banjir besar yang menelan korban dan kerugian material yang sangat besar.

Gambar 4. Pencemaran lindi di TPA

Perhatian masyarakat terhadap pengelolaan sampah semakin besar ketika ekspose kasus-kasus pencemaran dan ancaman kesehatan manusia akibat dampak pengelolaan sampah yang buruk semakin luas, terutama penanganan sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Kasus gerakan anti keberadaan TPA, pencemaran lingkungan, dan longsoran sampah muncul di beberapa tempat seperti TPA Bantargebang Bekasi, TPA Benowo Surabaya, TPST Bojong di Kabupaten Bogor, dan puncaknya adalah meledak dan longsornya TPA Leuwigajah di Cimahi pada 21 Februari 2005 yang mengubur hidup-hidup lebih kurang 140 jiwa manusia. Bencana tersebut menjadi sejarah paling kelam dalam pengelolaan sampah di Indonesia yang kemudian diperingati sebagai Hari Peduli Sampah.

Gambar 5. Bencana longsor TPA Leuwigajah 21 Februari 2005

Bencana tersebut menandai kegagalan sistem pengelolaan sampah di Indonesia yang selama 3 dasawarsa terakhir dijalankan; yang bertumpu pada landasan filosofis bahwa sampah adalah sesuatu yang tidak berguna dan hanya layak untuk dibuang. Pola pengelolaan sampah yang dilaksanakan hanya menggunakan pola pendekatan pragmatis end of pipe dimana seakan-akan persoalan sampah dapat diselesaikan dengan membangun TPA saja. Sehingga pola kumpul-angkut-buang menjadi patron utama kebijakan pengelolaan sampah.

Prinsip 3R: Reduce at Source & Resource Recycle

Pada 8 Mei 2008, Pemerintah menetapkan Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Amanat utama pengelolaan sampah dalam UU No. 18/2008 adalah mengubah paradigma pengelolaan sampah dari kumpul-angkut-buang mejadi pengurangan di sumber (reduce at source) dan daur ulang sumberdaya (resources recycle). Boks 3. Fakta tentang daur ulang sampah

Metode yang tepat untuk mengimplementasikan paradigma tersebut adalah penerapan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle), extended producer’s responsiblity (EPR), pemanfaatan sampah (waste utilisation), dan pemrosesan akhir sampah yang environmental sound technology melalui pembagian kewenangan yang jelas antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Selain itu, UU 18 Tahun 2008 tersebut membuka peluang seluas-luasnya kepada peran masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan sampah.3R adalah kependekan dari reduce, reuse, dan recycle. Idiom tersebut kemudian dialihbahasakan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi batasi sampah, guna ulang sampah, dan daur ulang sampah. 3R merupakan prinsip utama dalam pengelolaan sampah berwawasan lingkungan (environmental friendly).

Gambar 6. Kampanye gerakan pembatasan penggunaan kantong plastik belanja

Prinsip pertama reduce adalah segala aktivitas yang mampu mengurangi segala sesuatu yang dapat menimbulkan sampah, misalnya: ketika berbelanja membawa kantong/keranjang dari rumah, tidak memakai kantong plastik (kresek) yang dibeli/disediakan tetapi membawa kantong belanja dari kain, dan mengurangi konsumsi makanan dan minuman berkemasan plastik, kaleng, atau styrofoam. Salah satu bentuk nyata pengurangan sampah antara lain adalah pembatasan penggunaan kantong plastik belanja di supermarket atau pusat perbelanjaan melalui program pemakaian kantong belanja yang reusable dan penggunaan kardus bekas untuk mengemas barang belanja, menggantikan kantong plastik.

Salah satu kebijakan pembatasan sampah yang sudah umum yang dilaksanakan di beberapa negara adalah tanggung jawab lebih produsen atau extended producer responsibility (EPR). EPR adalah strategi yang didisain dalam upaya mengintegrasikan biaya-biaya lingkungan ke dalam seluruh proses produksi suatu barang sampai produk itu tidak dapat dipakai lagi (life cycle produk tersebut) sehingga biaya-biaya lingkungan menjadi bagian dari komponen harga pasar produk tersebut. Dengan strategi EPR tersebut, para produsen harus bertanggungjawab terhadap seluruh life cycle produk dan/atau kemasan dari produk yang mereka hasilkan. Ini artinya, perusahaan yang menjual dan/atau mengimpor produk dan kemasan yang potensi menghasilkan sampah wajib bertanggungjawab, baik secara finansial maupun fisik, terhadap produk dan/atau kemasan yang masa pakainya telah usai.

FAKTA Dibutuhkan 10 botol bekas minuman ringan untuk membuat serat kain

sebagai bahan membuat 1 buah jaket ski. Dibutuhkan 40 botol plastik bekas untuk membuat 1 m2 karpet. Separuh dari karpet polyester di Amerika Serikat dibuat dari hasil daur

ulang botol minuman. Dibutuhkan 40 botol bekas minuman ringan untuk membuat serat kain

sebagai bahan membuat 1 buah sleeping bag. Mendaurulang 1 buah botol gelas dapat menghemat energi yang setara

dengan menyalakan 1 buah bola lampu ukuran 40 watt selama 4 jam. Satu juta tahun dibutuhkan gelas untuk terdegradasi secara alamiah. Mendaurulang 1 kaleng aluminium dapat menghemat energi yang setara

dengan menyalakan pesawat TV selama 3 jam. Sumber: Greater Vancouver Regional District (www.gvrd.bc.ca)

1514 Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 2Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 2

Page 9: Dari Redaksi Daftar Isi - majalahgeospasial.files.wordpress.com · Prestasi Alumni Geografi UI juga ditunjukkan oleh Dr. Asep Karsidi, setelah diangkat menjadi Kepala Bakosurtanal

Prinsip kedua reuse adalah kegiatan penggunaan kembali sampah yang layak pakai untuk fungsi yang sama atau fungsi yang lain, misalnya: menggunakan secara berulang kemasan minuman baik untuk fungsi yang sama maupun fungsi yang lain atau membiasakan menggunakan batere yang dapat di-charge ulang (rechargeable battery). Prinsip ketiga recycle adalah kegiatan mengolah sampah untuk dijadikan produk baru, misalnya: mengolah sampah kertas menjadi kertas daur ulang/kertas seni/campuran pabrik kertas, mengolah sampah plastik kresek menjadi kantong kresek lagi atau produk plastik lower grade lainnya, dan mengolah sampah organik menjadi kompos.

Boks 2. Keberhasilan AS dalam daur ulang sampah

Prinsip 3R sesungguhnya mengandung arti yang sangat luas, tidak sesederhana contoh penerapan seperti yang disampaikan di atas. Prinsip 3R dalam pengelolaan sampah erat kaitannya dengan prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development), khususnya dalam pelaksanaan penghematan sumber daya (resource efficiency) dan penghematan energi (energy efficiency).

Dengan menjalankan prinsip 3R maka terjadi upaya pengurangan ekstraksi sumber daya karena sebagian bahan baku dapat terpenuhi dari sampah yang didaur-ulang dan sampah yang diguna-ulang. Sebagai tambahan, penggunaan bahan baku daur ulang untuk menghasilkan suatu produk telah terbukti menggunakan lebih sedikit energi dibandingkan menggunakan bahan baku alami (virgin material). Sehingga penerapan prinsip 3R adalah solusi cerdas atas semakin terbatasnya sumber daya alam dan kelangkaan energi. Di sektor energi sendiri, sampah adalah sumber energi alternatif pengganti energi fosil. Pemanfaatan sampah sebagai pembangkit energi merupakan hal yang lazim di beberapa negara maju dengan menggunakan berbagai metode, antara lain insinerasi, methane capture, biomass, dan refuse-derived fuel (RDF).

Dari sisi lingkungan, penerapan prinsip 3R merupakan langkah nyata upaya pengendalian dan pencemaran lingkungan karena dengan melakukan 3R maka akan terjadi pengurangan beban pencemar (pollutant load) yang dibuang ke lingkungan, baik pencemar air, tanah maupun udara. Bahkan, terkait topik hangat perubahan iklim, implementasi 3R adalah usaha nyata mitigasi perubahan iklim karena dengan melaksanakan 3R dalam pengelolaan sampah dapat mengurangi emisi gas metana, salah satu gas rumah kaca (GRK) yang daya rusaknya terhadap lapisan ozon 21 kali lebih kuat dibanding karbondioksida (CO2).

Gambar 7. Perubahan paradigma pengelolaan sampah dari pendekatan end of pipe ke 3R

Dengan ditetapkannya UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, sejak saat itu transformasi kebijakan pengelolaan sampah sudah dimulai. Kebijakan pengelolaan sampah yang selama lebih dari tiga dekade hanya bertumpu pada pendekatan end of pipe, dengan mengandalkan keberadaan tempat pemrosesan akhir (TPA, landfill), diubah dengan pendekatan reduce at source dan resource recycle melalui penerapan 3R.

Gambar 8. Transformasi kebijakan pengelolaan sampah

Benefit yang dihasilkan dari implementasi program 3R dalam pengelolan sampah skala kota, secara umum dapat digolongkan menjadi 2 manfaat, yaitu: manfaat ekonomi dan manfaat lingkungan. Manfaat ekonomi misalnya penghematan biaya pengelolaan sampah dan menghasilkan potensi pendapatan dari hasil penjualan produk hasil daur ulang atau pengomposan. Manfaat lingkungan misalnya lingkungan menjadi bersih, tidak cemar, dan sehat.

1716 Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 2Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 2

Page 10: Dari Redaksi Daftar Isi - majalahgeospasial.files.wordpress.com · Prestasi Alumni Geografi UI juga ditunjukkan oleh Dr. Asep Karsidi, setelah diangkat menjadi Kepala Bakosurtanal

18

Dosen Geografi Mendapatkan Hibah Penetian dan Pengabdian Pada Masyarakat Tahun 2012

M.H. Dewi Susilowati

Pemetaan Kantong Kemiskinan dan Potensi Wilayah Untuk Pemberdayaan Keluarga Miskin di KabupatenLebak, Provinsi Banten (Hibah Riste Strategis Nasional Kemendikbud 2012)

Adi Wibowo

Pola Perubahan Pemanfaatan Ruang Untuk Prediksi Fenomena Pulau Panas Perkotaan (Studi Kasus Di Tangerang) (Hibah Riset Awal Gelombang 1 DRPM UI 2012)

Rokhmatuloh

Ibw Peningkatan Kualitas Data Pertanian dalam Mendudkung Pembangaunan Pertanian Perkotaan di Kota Depok (Lanjutan Tahun ke 2) (Hibah Pengmas DRPM UI 2012)

M.H. Dewi Susilowati

IbM Pemberdayaan Staf Pemkot Kota Bogor dalam Pemanfaatan Teknologi Sistem Informasi Geografis Untuk Perencanaan Pemanfaatan Lahan (Hibah Pengmas DRPM UI 2012)

19

Hibah Dosen

“LaTEC (Land Thermal Energy Conversion) Energi Alternatif Terbarukan Ramah Lingkungan”Ketua Pelaksana: Fidelis Awig Atmoko Anggota:Angga Dito Fauzi Ibni Sabil A. Z. M Miqdad Anwarie Dosen Pendamping: Adi Wibowo Biaya Usul: 7,750,000

“Analisis Kandungan Daun Mint yang Berkhasiat Mengobati Stres dan Persebarannya di Indonesia” Ketua Pelaksana: Maharani Putri Anggota: Ade Rahmawati Aisyah Bidara Andika Rizky S Moh. Heru Kurniawan Dosen Pendamping: Ratna Saraswati Biaya Usul: 7,500,000

“Inventarisasi Cadangan Karbon Pada Lahan Gambut Propinsi Riau Menggunakan Phased Array Type L-Band Synthetic Aperture Radar Dalam Mitigasi Bencana Perubahan Iklim”Ketua Pelaksana: MiqdadAnwarie Anggota:Arif Hidayat Faris Zulkarnain Fidelis Awig Atmoko Ibni Sabil A. Z. M Dosen Pendamping: Rokmatulloh Biaya Usul: 7,750,000

“Analisis Preferensi Masyarakat terhadap Berbagai Varietas Beras dengan Metode Chi-Square (Studi Kasus: Kota Depok, Jawa Barat)“Ketua Pelaksana: Rio TrimonoAnggota: Fahmi Ilmayanti Febriana Dewi Lestari Gilang Raditya Wardana Dosen Pendamping: Andry Rustanto Biaya Usul: 4,675,000

“Inovasi Permainan Tradisional Sebagai Media Pembelajaran Geografi pada Siswa Sekolah Dasar”Ketua Pelaksana: M.Hafiz Wahfiudin Anggota:Aghny Fitriany Amalia Fathiningrum Azzhary Muhammad Rio Nisa Vidya Yuniarti Dosen Pendamping: Ratna Saraswati Biaya Usul: 5,570,000

“Pelatihan Pembuatan Peta Berbasis Open Source Untuk Perangkat Desa Guna Membantu Sigede (Sistem Informasi Geospasial Desa) TERPADU”Ketua Pelaksana: Lanrio Anggota:Arif Hidayat Della Ananto Kusomo Ipung L Purwaka Rina Nourmasari Dosen Pendamping: Andry Rustanto Biaya Usul: 6,650,000

Program Kreatifitas Bidang Pengabdian Masyarakat

Program Kreatifitas Mahasiswa Penelitian

Hibah Mahasiswa

Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 2Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 2

Page 11: Dari Redaksi Daftar Isi - majalahgeospasial.files.wordpress.com · Prestasi Alumni Geografi UI juga ditunjukkan oleh Dr. Asep Karsidi, setelah diangkat menjadi Kepala Bakosurtanal

20 21

“Onde-Onde Pelangi Nusantara Sebagai Inovasi Jajanan Mahasiswa”Ketua Pelaksana: Athari Wulan Sari Anggota:Muhammad Rizki Abdillah Oryza Sativa Ibnu Budiman Dosen Pendamping: Nurrokhmah RizqihandariBiaya Usul: 6,291,000

“Es Krim Nusantara : Alternatif Jajanan Sehat Bagi Anak”Ketua Pelaksana: Agung Raditya Anggota:Annisa Dwi Hafidah Jessica Pingkan Yuri Isey Agita Dosen Pendamping: Ratna Sarawasti Biaya Usul: 2,830,000

“Jajanan Pasar Kue Ape NeTe (New Taste) Cokelat Keju, Cokelat Kacang, Belewah, Durian, dan Pisang”Ketua Pelaksana: Rasyid Aulia RachmanAnggota: Geroge Emile Dom Hasraful Hasrafila Shafwatustsana Diah Rossy Pratiwi Dosen Pendamping: Sobirin Biaya Usul: 6,022,500

“Toko Jajanan IKACUI : Taste of Hometown Pusat Jajanan Khas Nusantara sebagai Upaya Optimalisasi Potensi Kuliner Daerah di Indonesia”Ketua Pelaksana: Indar BayuAnggota: Ruri Aulia Rahmad Mulya Indra Ferry Widya Lestari Dosen Pendamping: Banu Muhammad Haidlir Biaya Usul: 9,628,000

“PERMAINAN GLOBE PUZZLE : ALTERNATIF PEMBENTUKAN KONSEP MENTAL MAP TERHADAP KARAKTER ANAK”Ketua Pelaksana: Noer Sulistyarini Anggota:Anika Bayu N. Prazyugi M. Husein Silfia Elly Oktaviani Dosen Pendamping: Nurrokhmah RizqihandariBiaya Usul: 6,450,000

“LELE BROBERI SEBAGAI PELEPAS KEBOSANAN MAHASISWA UI”Ketua Pelaksana: Muhammad Alfatih Anggota:Adelina Chandra Anom Cahyo Galih Pranoto Maria Putri Nurul Risky Kurniawan Dosen Pembimbing: Nurrokhmah RizqihandariBiaya Usul: 7,272,100

Program Kreatifitas Mahasiswa Kewirausahaan

“INTERNETSLIM.COM JASA PEMBUATAN WEBSITE MURAH, CEPAT, DAN PROFESIONAL”Ketua Pelaksana: Randhi atiqiAnggota: Indra Bayu Irham Febrieka PH Augviona Brillianty S Dosen Pendamping: Tjiong Giok Pin Biaya Usul: 9,720,000

“INBIS UI: Informasi Bisnis Sekitar Universitas Indonesia (Peta Interaktif Berbasis Website Sebagai Penghubung Informasi Kebutuhan Mahasiswa Dengan Usaha Kecil Menengah di Sekitar Kampus UI” Ketua Pelaksana: Arif HidayatAnggota: Andika Amri Dinur Rahmani Sadat Gunawan Wibisono M. Bayu Rizki PDosen Pendamping: Adi Wibowo Biaya Usul: 6,950,000

Program Kreatifitas Mahasiswa Teknologi

Klaster Industri sebagai Pemicu Inovasi dalam Pengembangan Ekonomi Lokal (Studi Kasus: Industri Agrowisata Strawberry Ciwidey dan Industri Wisata Budaya Toraja)

Abstrak

Ciwidey dan Toraja merupakan dua tempat unik yang menarik perhatian para wisatawan, baik domestik maupun mancanegara. Namun keduanya mempunyai karakteristik yang berbeda. Ciwidey berbasis “site attraction” berupa pesona alamnya dan yang paling menonjol ialah hamparan kebun strawberry yang membentang di setiap pelosok Ciiwidey sebagai salah satu komoditas unggulan kawasan agrowisata ini. Sedangkan Toraja berbasis “event attraction” berupa wisata budaya yang menampilkan berbagai macam upacara adat Toraja, bangunan adat Toraja, dan sebagainya. Potensi kedua wilayah yang sangat mungkin untuk menghasilkan pundi-pundi uang ini sudah selayaknya digali untuk pengembangan ekonomi lokal (PEL) setempat. Suatu kajian teoritis dari Michael E. Porter mengenai klaster industri dan dipadukan dengan konsep “Creative Field” oleh Allan J. Scott menjadi dasar teori dari penelitian ini yang mana mereka mempunyai pandangan bahwa klaster industri merupakan salah satu upaya bentukan untuk meningkatkan daya saing dari suatu produk barang atau jasa dengan terus menggali daya inovasinya. Lokasi berkembangnya inovasi yang spesifik yang nantinya membentuk jaringan produksi tersebut mempunyai karakteristik masing-masing dan penyesuaian terhadap teknologi, organisasi, dan simbol-simbol produksi. Gagasan inovatif dari adanya klaster industri mampu menumbuhkan nilai tambah bagi keberlanjutan industri pariwisata, dalam kasus ini industri agrowisata strawberry Ciwidey dan wisata budaya Toraja.

Oleh: Febriana Dewi Lestari, NPM. 0906555065

PENDAHULUAN

Krisis ekonomi yang dihadapi bangsa Indonesia pada beberapa tahun yang lalu menyebabkan timbulnya berbagai masalah bangsa yang kompleks. Semakin meningkatnya jumlah pengangguran, tingginya angka kemiskinan, juga rendahnya daya saing barang dan jasa produksi dalam negeri, menjadi permasalahan utama bangsa (Bappenas, 2004).

Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum (2008-2009) berada di peringkat 55 dari 134 negara, menurun satu peringkat dari tahun sebelumnya. Dalam hal ini, Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara Association of South East Asian Nation (ASEAN) lainnya, seperti Singapura (5), Malaysia (21), Thailand (34), dan Brunei Darussalam (39). Menurut Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD) (2009), daya saing ialah tingkat kemampuan suatu negara menghasilkan barang dan jasa yang sesuai dengan tuntutan pasar internasional, dan bersamaan dengan itu kemampuan menciptakan suatu kesejahteraan

berkelanjutan bagi warganya. Keunggulan daya saing atau disebut juga sebagai keunggulan kompetitif dapat ditingkatkan dengan peningkatan produktivitas pada level individu, perusahaan, industri, maupun pada level negara. Hal tersebut juga perlu diimbangi dengan pengembangan daya saing yang didasarkan pada kemampuan dalam memanfaatkan keunggulan komparatif yang dimilki.

Daya saing dapat tercipta dengan adanya produktivitas dengan keunggulan yang kompetitif. Salah satu pilar untuk mencapai kompetitif global (World Economic Forum, 2008-2009) ialah dengan melakukan suatu inovasi. Shaping Australia’s Future Innovation – Framework Paper (1999) berbicara bahwa inovasi ialah tentang ide/gagasan untuk dilaksanakan. Proses tersebut antara lain inovasi dalam pertanian, industri, dan pemerintahan, dengan tujuan meningkatkan nilai produk dan ide baru tersebut memberikan manfaat bagi keseluruhan bisnis, industri, atau negara.

Kampusiana

Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 2Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 2

Page 12: Dari Redaksi Daftar Isi - majalahgeospasial.files.wordpress.com · Prestasi Alumni Geografi UI juga ditunjukkan oleh Dr. Asep Karsidi, setelah diangkat menjadi Kepala Bakosurtanal

22

Di sisi lain, Pemerintah memberlakukan otonomi daerah dengan memberikan keleluasaaan kepada daerah sebagai upaya untuk menembus persaingan pasar global dan menetapkan berbagai kebijakan, yaitu dengan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Melalui otonomi daerah tersebut setiap daerah di Indonesia dituntut untuk dapat mengembangkan setiap potensi lokal yang dimilikinya agar dapat bertahan dan berkembang di tengah persaingan regional maupun global. Secara implisit, dari potensi lokal yang tersedia dapat dikembangkan suatu sistem Local Economic Development (LED) atau biasa disebut dengan PEL. Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) tersebut berupaya melakukan upaya pemanfaatan sumberdaya lokal yang ada yaitu sumberdaya fisik, manusia, dan kelembagaannya. Dengan demikian PEL berintikan pembangunan yang didasarkan pada kemampuan lokal yang semakin berkembang atau endogeneous development. Dalam istilah lainnya, pembangunan ekonomi lokal merupakan pemanfaatan faktor-faktor internal-lokal guna pengembangan ekonomi lokal (locally based development).

Pada era otonomi daerah, klaster industri memungkinkan menjawab tantangan globalisasi dan tuntutan desentralisasi, karena klaster industri merupakan bentuk industri terorganisir yang mampu mendorong terbentuknya jaringan kegiatan produksi dan distribusi. Melalui pendekatan klaster industri diharapkan tercipta pola keterkaitan antar kegiatan baik di dalam sektor industri sendiri (keterkaitan horizontal) maupun antara sektor industri dengan seluruh jaringan produksi dan distribusi terkait (keterkaitan vertikal). Sasaran utamanya ialah pada peningkatan daya saing berkelanjutan dan meningkatkan nilai tambah dari kegiatan hulu sampai dengan kegiatan paling akhir (konsumen), yang berujung pada kesejahteraan masyarakat.

Pendekatan klaster industri berkembang pesat tidak sekedar sebagai konsep tetapi juga

sebagai platform nasional, baik dalam konteks pembangunan ekonomi (nasional, daerah dan lokal). Disadari bahwa dengan peluang dan tantangan yang dihadapi, dibutuhkan perubahan paradigma pembangunan. Konsep klaster industri, merupakan suatu alternatif yang dipandang sesuai dengan konteks dinamika perubahan yang berkembang dan keragaman karakteristik daerah di Indonesia.Penelitian ini mencoba untuk menelisik potensi penerapan klaster industri di dalam Agrowisata Strawberry Ciwidey dan Wisata Budaya Toraja. Sumberdaya strawberry dan wisata budaya ini menjadi atraksi utama atau industri inti dari industri pariwisata yang akan dikembangkan. Klaster industri ini diharapkan menumbuhkan inovasi-inovasi baru yang akan menumbuhkan nilai tambah produksi dan meningkatkan perekonomian lokal.

Pengembangan klaster industri pariwisata dalam ruang lingkup lokal, dalam hal ini Ciwidey dan Toraja, selain sebagai peningkat pendapatan masyarakat lokal dan devisa negara, juga bertujuan untuk mempromosikan nilai lokal pariwisata Indonesia agar tercipta brand image yang kuat sehingga tidak tergantung pada intervensi pihak asing yang bisa jadi kurang sesuai dengan nilai-nilai bangsa. Kemandirian citra ini akan menimbulkan identitas dan kebanggan terhadap produk pariwisata dan nilai bangsa sendiri.

METODOLOGI

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan penafsiran teoritis tentang suatu gejala tertentu. Gejala yang dimaksud adalah Industri Agrowisata Strawber-ry Ciwidey dan Industri Wisata Budaya Toraja. Landasan teori yang digunakan adalah konsep klaster industri yang digagas oleh Michael E. Porter dan memadukan dengan konsep Crea-tive Field yang diungkapkan oleh Allan J. Scott. Pandangan dari kedua konsep ini ialah klaster industri merupakan salah satu upaya bentu-kan untuk meningkatkan daya saing dari suatu produk barang atau jasa

Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 2

dengan terus menggali daya inovasinya. Lokasi berkembangnya inovasi yang spesifik yang nantinya membentuk jaringan produksi tersebut mempunyai karakteristik masing-masing dan penyesuaian terhadap teknologi, organisasi, dan simbol-simbol produksi.

Data yang digunakan dalam penelitian ialah dari hasil wawancara mendalam terhadap in-forman dan pengamatan langsung. Selain itu, data sekunder guna menunjang fakta-fakta yang terjadi di lapang yaitu dengan studi literatur dan data-data dari instansi terkait. Pengumpu-lan data dilakukan pada tahun 2012, tepatnya pelaksanaan penelitian di Ciwidey selama 3 hari (27-29 Januari 2012) dan di Toraja (Kabupaten Tana Toraja dan Kabupaten Toraja Utara) selama 7 hari (4-10 Februari 2012). Penelitian dilak-sanakan bersamaan dengan program Join Field School Departemen Geografi Universitas Indo-nesia (UI) dengan University of Sydney (USYD) Australia.

TINJAUAN TEORITISTeori Pengembangan Klaster IndustriPengembangan industri dengan pendekatan klaster merupakan strategi operasional sebagai arah kebijakan dalam rangka pengembangan struktur ekonomi yang tangguh untuk meningkatkan daya saing perekonomian daerah dan memperluas kesempatan kerja. Klaster didefinisikan sebagai sejumlah perusahaan dan lembaga yang terkonsentrasi pada suatu wilayah, serta saling berhubungan dalam bidang yang khusus yang mendukung persaingan (Porter, 1990). Wilayah klaster dibatasi oleh keterkaitan dan komplementernya dan tidak harus dibatasi oleh wilayah administratif. Kendati Porter belum mendefinisikan klaster industri secara jelas, tetapi ia telah menghubungkan antara kinerja sebuah negara dalam ekonomi global yang diringkaskan dalam kata “daya saing” dengan klaster industri. Menurut Porter, daya saing dibentuk oleh interaksi dari beberapa faktor yang disebut sebagai faktor “diamond”. Faktor diamond tersebut menjabarkan bahwa suatu kawasan secara alamiah akan mengembangkan keunggulan kompetitif berdasarkan kemampuan inovasi dari perusahan-perusahan yang ada di

dalamnya dan vitalitas ekonomi suatu wilayah merupakan hasil langsung dari persaingan industri yang ada di kawasan tersebut. Diamond dibentuk oleh (1) condition factors, (2) demand conditions, (3) related and supporting industries, dan (4) firm strategy, structure and rivalry. Ia juga memasukkan 2 faktor konteks yang berhubungan secara tidak langsung melalui: (1) role of chance dan (2) role of government. Faktor-faktor ini secara dinamik mempengaruhi posisi daya saing perusahaan dalam suatu negara. “competitive advantage in advanced industries is increasingly determined by differential knowledge, skills and rates of innovation which are embodied in skilled people and organizational routines” (Porter, 1990)Semangat dari pendekatan klaster adalah adanya nilai tambah optimal dari kualitas hubungan antar industri terkait, industri pendukung, industri pemasok, industri pembeli dan industri inti disertai dukungan dari lembaga pendukung (pemerintah, asosiasi, dan lain sebagainya), semua itu dibangun diatas fondasi kapasitas inovasi.Beberapa pengertian elemen-elemen dalam klaster industri antara lain adalah sebagai berikut:

• Industri Inti : adalah industri yang dijadikan titik masuk kajian, dapat merupakan sentra industri. Industri yang maju dicirikan dengan adanya inovasi.• Industri Pemasok : adalah industri yang memasok dengan produk khusus. Pemasok yang khusus (spesialis) merupakan pendukung kemajuan klaster. Produk khusus industri pemasok berupa bahan baku utama, bahan tambahan dan aksesoris.• Pembeli : pembeli dapat berupa distributor, pengecer atau pemakai langsung. Pembeli yang sangat ‘penuntut’ merupakan pemacu kemajuan klaster.• Industri Pendukung : industri pendukung meliputi industri jasa dan barang (infrastruktur, peralatan, kemasan), termasuk layanan pembiayaan (Bank, Venture Capital) dan Layanan Pengembangan Bisnis.• Industri Terkait : Industri yang menggunakan infrastruktur dan sumberdaya dari sumber yang sama (mis. Kelompok tenaga ahli).

23Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 2

Page 13: Dari Redaksi Daftar Isi - majalahgeospasial.files.wordpress.com · Prestasi Alumni Geografi UI juga ditunjukkan oleh Dr. Asep Karsidi, setelah diangkat menjadi Kepala Bakosurtanal

25

unsur-unsur itu mempunyai kegunaan yang besar bagi masyarakat (Koentjaraningrat: 1964).Perubahan atau pergantian unsur-unsur kebu-dayaan itu selalu membawa dampak positif dan negatif dalam segala aspek kehidupan suatu masyarakat. Oleh karena itu, pada saat masukn-ya unsur-unsur kebudayaan asing, ada golongan masyarakat menerima dan mendorong peruba-han dalam kebudayaannya, tetapi ada pula yang menolak dan menghambatnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik IndustriIndustri yang akan dibahas pada penelitian ini ialah industri agrowisata strawberry Ciwidey dan industri wisata budaya Toraja. Keduanya sa-ma-sama berbasis pariwisata, namun agrowisata Ciwidey dengan atraksi utamanya site attraction (wisata alam berupa pemandangan alam), se-dangkan wisata budaya atraksi utamanya berupa event attraction (berupa atraksi budaya, seperti upacara rambu solo, rambu tuka’, bangunan-bangunan budaya, perkampungan rumah adat, tempat upacara adat dan pekuburan).

Agrowisata Strawberry CiwideyAgrowisata strawberry Ciwidey, mengalami fluktuasi luar biasa dalam perkembangan produksinya. Dulunya, para petani strawberry bukanlah petani strawberry, melainkan sebagian besar adalah petani sayuran. Sekitar tahun 2006, sayuran mengalami titik jenuh. Secara kebetu-lan, pada tahun 2007, trend strawberry sedang tinggi-tingginya, sehingga para petani sayuran yang mengalami titik jenuh beralih profesi men-jadi petani strawberry. Mulai saat itu, strawberry menjadi penghasilan utama para petani tersebut dengan menjualnya ke pasar dengan melalui perantara atau secara langsung. Menelisik lebih jauh, ternyata desas-desus budidaya strawberry sudah mengemuka pada tahun 2002. Namun strawberry pada saat tahun 2002, hanya di-jadikan sebagai komoditas ‘sambilan’ oleh para petani. Seiring berjalannya waktu, didukung oleh pengembangan wilayah Ciwidey menjadi kawasan agropolitan oleh pemerintah, inovasi pemasaran terjadi pada komoditas strawberry ini. Sistem “direct selling” menjadi andalan ino-vasi pemasaran pada tahun 2007 hingga 2009.

Sistem dimana, para konsumen dapat langsung membeli dengan cara memetik langsung buah strawberry dari kebunnya langsung ini, ternyata mengundang banyak wisatawan untuk men-gunjungi agrowisata ciwidey, karena ia menjadi suatu atraksi menarik juga bagi para wisatawan. Kebun “direct selling” ini terletak di lokasi strat-egis, sepanjang jalan utama kawasan agrowisata Ciwidey, sehingga para konsumen yang ingin mengkonsumsi strawberry dengan memetik langsung dari kebunnya, hanya cukup memarkir kendaraannya di tepi jalan, lalu langsung dapat melakukan aktivitas tersebut. Namun, trend “direct selling” ini mulai tahun 2009 ke atas mengalami penurunan permintaan. Akan tetapi, masih banyak kebun strawberry yang berlokasi strategis (pinggir jalan raya) yang menjalankan sistem penjualan dengan cara “direct selling” ini hingga sekarang (2012).

Pamor strawberry sejak tahun 2007 terus meningkat, ditandai dengan permintaan yang juga terus meningkat. Target pasar strawberry ciwidey pun mengalami perluasan. Permintaan dari modern market seperti Giant, Lottemart di Jakarta dan supermarket-supermarket di Band-ung membanjiri para petani strawberry Ciwidey.Karena masuknya komoditas ke modern mar-ket, maka perlu adanya packaging yang dapat menambah nilai jual. Proses penanaman bibit strawberry, kemudian packaging, dan pemasa-ran, dilakukan oleh masing-masing para industri

Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 2

• Lembaga Pendukung : meliputi pemerintah, asosiasi dan LSM.

Klaster mempengaruhi daya saing dengan tiga cara: Pertama, dengan meningkatkan produktivitas perusahaan atau industri (sektor usaha). Kedua, klaster meningkatkan kapasitas inovasi untuk pertumbuhan produktivitas. Ketiga, klaster merangsang dan dapat membentuk bisnis baru yang mendukung inovasi dan memperluas klaster.

Konsep Creative FieldSuatu industri menghasilkan produk yang nantinya akan bersaing di pasar. Dalam pasar inilah berbagai produk saling bersaing. Berbagai kreativitas pun dijual agar dapat bersaing dengan produk lainnya.Kaitannya dengan kreativitas tersebut, Setiadi (2008) mengungkapkan bahwa Scott (2004) memperkenalkan istilah creative field, yang direpresentasikan oleh rangkaian kegiatan industri dan fenomena sosial tertentu yang membentuk jaring-jaring hubungan (webs of relationships) antar ruang-ruang geografis yang saling berbeda sehingga memungkinkan berkembangnya perilaku kewirausahaan dan gagasan inovatif yang khas. Dalam hal ini, creative field berfungsi sebagai lokasi berkembangnya gaya kewirausahaan yang spesifik sebagai landasan bagi terbentuknya jaringan atau formasi produksi tertentu. Termasuk di dalamnya adalah penyesuaian-penyesuaian teknologi, organisasi, dan simbol-simbol produksi. Jaringan bisnis yang terbentuk secara interpersonal dalam suatu lokalitas tertentu dan mendapatkan dukungan kuat dari aktor-aktor setempat akan dapat mengarah pada terciptanya ‘klaster industri’ (Ietri dan Rota, 2006). Porter (1998) mendefinisikan klaster industri itu sebagai suatu konsentrasi geografis dari berbagai jenis aktivitas yang saling terkait dengan suatu industri dan pola kelembagaan pada suatu bidang usaha tertentu. Definisi Porter tersebut dapat dipandang sebagai evolusi dari konsep ‘distrik industri’ yang dikemukakan oleh Marshall pada tahun 1920-an (Ietri dan Rota, 2006). Namun, berbeda dengan Marshall, Porter sangat menekankan pentingnya keunggulan kompetitif melalui kemampuan inovasi, vitalitas ekonomi, serta persaingan antar industri; yang

dituangkannya dalam five forces model (Brown, 1996). Gagasan Porter tersebut sejalan dengan Martin dan Sunley (2003) yang menegaskan bahwa pembentukan klaster industri pada dasarnya merupakan proses dekomposisi perekonomian nasional dalam skala-skala geografis yang lebih kecil yang dimaksudkan untuk memahami sekaligus meningkatkan daya saing dan inovasi. Dengan demikian, keterpaduan dan kemantapan jaringan dalam ‘klaster industri’ merupakan sumber energi bagi kemunculan inovasi.

Budaya dan PariwisataBanyak orang beranggapan bahwa kebudayaan akan tetap lestari jika tidak tersentuh oleh pengaruh kebudayaan lain. Anggapan tersebut sebenarnya kurang tepat, karena dalam keadaan bagaimana pun kebudayaan akan tetap berkembang meskipun pada awalnya merupakan kebudayaan yang tertutup. Semakin tinggi intensitas kontak-kontak kebudayaan yang dialami suatu kebudayaan, akan semakin cepat dan kompleks perkembangan yang dialaminya. Sebaliknya semakin terisolir suatu masyarakat dari pergaulan antar-bangsa, semakin lambat perkembangan kebudayaannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Beals Hoijer (1959) yang menyatakan bahwa kebudayaan tidak pernah statis tetapi selalu berubah. Demikian pula pendapat J.M. van der Kroef tentang kebudayaan Indonesia yang menyatakan bahwa kehidupan kebudayaan bangsa Indonesia pada masa lampau tidak pernah statis tetapi telah menunjukkan kehidupan itu sendiri selalu dinamis dan selalu siap untuk bergaul dengan tantangan peradaban asing (Madjid Kallo, 1974).Dewasa ini tidak dapat disangkal lagi bahwa dengan kedatangan arus wisatawan asing ke Indonesia mau tidak mau terjadi proses saling mempengaruhi dalam bidang kebudayaan, yang pada akhirnya akan timbul proses akulturasi, yaitu perpaduan dua kebudayaan yang saling berhubungan. Menurut teori Principle of function, suatu unsur kebudayaan tak akan mudah diganti (hilang) apabila unsur itu mempunyai fungsi yang penting dalam kehidupan masyarakat pendukungnya. Demikian pula teori tersebut mengatakan bahwa suatu unsur baru akan mudah diterima apabila

Gambar 1. Kebun Strawberry yang Digunakan untuk Sistem “Direct Selling”

24 Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 2

Page 14: Dari Redaksi Daftar Isi - majalahgeospasial.files.wordpress.com · Prestasi Alumni Geografi UI juga ditunjukkan oleh Dr. Asep Karsidi, setelah diangkat menjadi Kepala Bakosurtanal

Tak hanya perluasan target pasar, perluasan inovasi produk strawberry juga semakin berkembang. Strawberry tidak lagi dijual dalam bentuk buah matang. Namun dapat dibuat beraneka macam produk olahan strawberry, seperti selai strawberry, dodol strawberry, syrup, sarasi (sambal terasi strawberry), dan aneka macam makanan lainnya yang menggunakan bahan dasar strawberry. Salah seorang informan, Ibu Lilis, pemilik outlet oleh-oleh strawberry “Yuriberry” menyatakan bahwa ia mulai fokus dalam ranah produksi olahan strawberry mulai tahun 2010. Sebelumnya, Ibu Lilis hanya mempunyai lahan strawberry disamping rumah dan dibuka juga untuk agrowisata “direct selling” strawberry. Ibu Lilis juga mempunyai pangsa pasar di supermarket. Membuka outlet dalam tajuk “produk olahan strawberry” ini merupakan salah satu wujud inovasi lokal dari industri rumah tangga.

Dari keterangan-keterangan yang diperoleh dari informan-informan diatas, berbagai ide dan kreativitas muncul dalam satu komoditas yang dapat dikembangkan di Ciwidey, yakni ‘strawberry’. Mulai dari ide penanaman strawberry, kreativitas dalam pemasarannya, hingga inovasi produk olahan yang dapat dikembangkan. Hal ini merupakan suatu pencapaian pemberdayaan ekonomi lokal Ciwidey (dalam studi kasus ‘strawberry’). Seiring dengan inovasi-inovasi yang dilakukan oleh produsen strawberry, permasalahan-permasalahan yang mengancam akan keberlanjutan strawberry di Ciwidey juga makin kompleks. Seorang Informan, Pak Dadang, seorang petani dan distributor strawberry dari Desa Sukaresmi ini mengaku mengalami titik jenuh strawberry pada tahun 2012 ini. Cuaca ekstrim yang belakangan hadir, membuat produktivitas komoditas strawberry-nya mengalami penurunan drastis. Jika hal ini terus menerus terjadi, ia akan beralih profesi kembali menjadi petani sayuran seperti sedia kala sebelum ia menjadi petani strawberry pada tahun 2007 silam. Hal yang serupa juga dinyatakan oleh Pak Agus, Ketua Asosiasi Agribisnis dan Wisata (ASGITA). Ia menyatakan bahwa belakangan ini saat cuaca ekstrim terjadi, petani strawberry di Kawasan Agropolitan Ciwidey yang meliputi 3 kecamatan (Ciwidey, Pasirjambu, dan Rancabali), mengalami kerugian. Pada kondisi normal, produksi per 1000 polybag ialah 20-40 kg/hari. Sedangkan pada cuaca ekstrim, dari total 3 kecamatan tersebut hanya mengasilkan 8 ton/hari.

Gambar 4. Berbagai Macam Produk Oleh-oleh Hasil dari Industri Olahan Strawberry

Gambar 5. Pengahargaan-Penghargaan yang Diperoleh Ibu Lilis ‘Pemilik Outlet Yuriberry’

Sebagai Pelopor Inovasi Produk Olahan Strawberry

27Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 2

rumah tangga, sebagai contoh seorang wiras-wasta pemilik kebun strawberry, Pak Dedeh, ia memasarkan produk buah strawberry-nya ke su-permarket dan pasar/distributor langganannya. Ia tidak perlu khawatir jika terjadi ‘banjir produk’, karena ia telah mempunyai pasar sendi-ri. Selain industri-industri rumah tangga, Pon-dok Pesantren Al-I’tifaq misalnya, menjadi in-stitusi pendidikan yang berperan ganda. Ponpes ini selain mencetak generasi islami dan pandai dalam usaha agribisnis (basis ekonomi Ciwidey), juga menjadi sebuah lembaga berbasis kope-rasi yang mempunyai lahan pertanian sendiri (termasuk strawberry) dan menjadi distributor pemasaran produk pertanian bagi masyarakat

sekitar ponpes. Luas lahan pertanian yang di-miliki oleh Al-I’tifaq sebesar 14 Ha, sedangkan luas lahan pertanian masyarakat yang dibawah naungan ponpes tersebut total sebesar 200 Ha. Pangsa pasar produk strawberry dan komodi-tas tani sayur lainnya dari Pondok Pesantren Al-I’tifaq ini ialah meliputi semua supermarket yang ada di Kota Bandung dan Giant, Lottemart yang ada di Jakarta. Untuk masuk dalam pangsa pasar modern tersebut, perlu adanya prinsip 3K, yaitu kualitas, kuantitas, dan kontinuitas. Dalam proses produksi hingga pengemasan produk, dibutuhkan tenaga kerja, biasanya berasal dari kalangan ibu-ibu rumah tangga.

Gambar 2. Bentuk Packaging Komoditas Pertanian yang Akan Dipasarkan di

Supermarket

Gambar 3. Proses Sortir dan Packaging Strawberry oleh Industri Rumah Tangga

26 Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 2

Page 15: Dari Redaksi Daftar Isi - majalahgeospasial.files.wordpress.com · Prestasi Alumni Geografi UI juga ditunjukkan oleh Dr. Asep Karsidi, setelah diangkat menjadi Kepala Bakosurtanal

29

Budaya Toraja sangat melekat terhadap kehidupan sosial masyarakatnya. Sampai merek dagang kopi pun ber-unsur-kan budaya, mulai dari merek dan simbol produknya. Seperti yang diketahui bahwa Toraja terkenal dengan produksi kopi-nya, baik arabika maupun robusta. PT. Toarco Jaya, sebuah anak perusahan ‘Key Coffee’ dari Jepang, mengekspor kopi Toraja ke Jepang dengan menggunakan merek dimana unsur ‘Toraja’ terdapat didalamnya, juga menggunakan simbol ‘Tongkonan’. Bukan hanya PT. Toarco Jaya yang melakukan ini, perusahaan lain yang mengekspor kopi ke berbagai belahan dunia pun menggunakan merek dagang dengan unsur ‘Toraja’. Penciptaan brand image ini menunjukkan bahwa nama ‘Toraja’ benar-benar sudah menjadi coffee specialty. Secara tidak langsung, brand image ini membawa dampak terhadap budaya Toraja, khususnya pariwisata. Kopi yang telah mendunia ini, mempunyai ruang khusus bagi penikmatnya. Lambat laun, ia akan penasaran dengan daerah asal kopi tersebut dan ingin berkunjung ke Toraja, tempat kopi berasal. Fakta mendukung bahwa sebagian besar yang berwisata ke Toraja ialah wisatawan mancanegara (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Toraja Utara, 2012).

Dahulu, Toraja bukan merupakan tujuan wisata seperti sekarang. Tetapi akibat budaya di Toraja yang masih sangat kental diterapkan, mendorong manusia lainnya yang berasal dari luar Toraja untuk berkunjung ke Toraja. Semakin lama, semakin banyak ternyata wisatawan yang berkunjung ke Toraja. Selain fasilitas jasa penginapan dan rumah makan yang meningkat jumlahnya untuk memenuhi permintaan pariwisata, industri jasa yang bergerak dalam bidang akomodasi pariwisata, seperti travel wisata dan pemandu wisata, juga naik permintaannya. Oleh karena itu, bidang pariwisata ini dapat menggerakkan perekonomian lokal dengan penyerapan tenaga kerja.Dengan kebutuhan akan tenaga ahli dalam bidang pariwisata, institusi pendidikan di Toraja akhirnya banyak yang membuka program studi pariwisata. Tak hanya itu, program studi Bahasa Inggris juga semakin diminati dari tahun ke tahun. Menurut keterangan dari informan yang

merupakan dosen Universitas Kristen Indonesia Toraja (UKIT), pada tahun 1992 hanya ada 25 murid program studi Bahasa Inggris di UKIT. Namun sekarang, terdapat 1000 murid yang minat dalam program studi Bahasa Inggris. Seperti yang diketahui, bahwa sebagian besar turis ialah berasal dari luar negeri, sehingga penguasaan terhadap bahasa internasional, seperti bahasa inggris, sangat perlu untuk dikuasai. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan semakin berkembangnya pariwisata Toraja, angka harapan kerja di bidang pariwisata juga meningkat untuk memenuhi permintaan yang ada.Program-program budaya seperti ‘Festival Budaya & Lovely December’ yang diadakan tiap tahun di tanah Toraja, merupakan atraksi pelestraian budaya Toraja sekaligus menjadi daya tarik wisatawan juga, terutama pada bulan Desember. Acara tersebut meliputi acara sosial, lomba budaya (lomba tari, kontes kerbau, festival lagu Toraja), dan lain sebagainya. Program ini merupakan salah satu program inovasi yang mempunyai peran ganda, yakni sebagai atraksi pariwisata sekaligus menjadi program pelestarian budaya. Peran pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) juga diharapkan turut andil dalam kegiatan0kegiatan yang serupa.Kehidupan pariwisata tentunya membawa dampak tersendiri bagi masyarakat Toraja, baik positif maupun negatif. Sejak diperkenalkannya Toraja sebagai primadona daerah tujuan wisata Sulawesi Selatan, dapat dipastikan bahwa adanya dampak positif yang cukup besar terhadap kehidupan kebudayaan daerah. Pengembangan pariwisata di Indonesia pada umumnya dan Toraja pada khususnya sebagai pengembangan ekonomi lokal, diharapkan dapat menjadi salah satu penghasil devisa negara yang dapat diandalkan. Peningkatan sektor ini disebabkan juga oleh potensi ganda, yaitu terbukanya lapangan pekerjaan dan lapangan usaha guna menunjang pertumbuhan ekonomi, serta sebagai wadah yang memperkenalkan sekaligus melestarikan alam dan kebudayaan Indonesia. Sebaliknya, tidak tertutup kemungkinan adanya dampak negatif yang ditimbulkan akibat pengembangan pariwisata, yang berupa kemerosotan nilai-nilai budaya ataupun dampak

Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 228

Adanya kelompok tani atau asosiasi agribisnis sangat penting keberadaannya dalam pengembangan agrowisata strawberry Ciwidey. Bersama kelompok tani tersebut, para petani strawberry khususnya, dapat memecahka permasalahan bersama dan dapat membentuk komunitas yang dapat meningkatkan daya saing antar produksi. Inovasi-inovasi teknologi juga dapat dipublikasikan dengan lebih mudah dengan adanya kelompok tani. Sebagai contoh, teknologi kultur jaringan untuk meningkatkan produktivitas, sistem tumpang sari dalam polybag strawberry untuk diversifikasi produk, juga yang terbaru ialah teknologi “green house” untuk menanggulangi penurunan produktivitas strawberry akibat cuaca ekstrim.

Wisata Budaya Toraja Sama halnya dengan agrowisata strawberry Ciwidey, wisata budaya Toraja juga mengalami perkembangan signifikan dalam hal jumlah wisatawan yang berkunjung ke Toraja. Dengan asumsi bahwa semakin banyak fasilitas pendukung yang tersedia dalam kepariwisataan, mengindikasikan bahwa jumlah wisatawan semakin meningkat. Setiap suku di Indonesia mempunyai karakter unik masing-masing. Begitu pula dengan Suku Toraja yang mempunyai daya tarik wisatawan yang sebagian besar dari mancanegara. Menurut Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten

Toraja Utara (2012), 90% dari wisata di Toraja ialah Wisata Budaya. Obyek wisata budaya di Toraja umumnya berupa bangunan-bangunan tua, seperti Tongkonan (rumah adat) dan alang (lumbung) dengan arsitektur tradisional Toraja. Disamping rumah adat, obyek wisata budaya lainnya berupa kuburan pada gunung-gunung batu atau pepohonan. Tak kalah menariknya bagi wisatawan untuk berkunjung ke Toraja ialah dengan menyaksikan upacara-upacara adat Toraja. Salah satu yang paling terkenal ialah Rambu Solo, menurut Dinas Kebudayaan dan Pariwisata setempat. Rambu Solo adalah upacara adat pemakaman orang Toraja yang meninggal.Tak hanya atraksi yang tersedia di Toraja yang menarik. Kearifan lokal di Toraja pun patut dijadikan teladan. Tongkonan (rumah adat Toraja) adalah tempat untuk duduk bersama atau berdiskusi menyelesaikan masalah. Pengambilan keputusan masalah juga dilakukan dalam tongkonan. Dalam upacara Rambu Solo, upacara pemakaman, keluarga yang ditinggalkan juga harus datang ke upacara pemakamannya, jika tidak maka jenazah dimakamkan sampai semua anggota keluarga datang. Dari kedua contoh tersebut dapat diambil simpulan bahwa masyarakat Toraja sangat menjunjung tinggi nilai gotong royong dan kerukunan, terutama dalam keluarga. Oleh karena itu, di Toraja tidak ada konflik (baik personal maupun daerah). Sejatinya masyarakat Toraja hidup dengan damai.

Gambar 6. Teknologi Inovasi ‘Green House’ Sebagai Solusi Gagal Panen Strawberry Akibat

Cuaca Ekstrim

Gambar 7. Tongkonan – Rumah Adat Toraja

Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 2

Page 16: Dari Redaksi Daftar Isi - majalahgeospasial.files.wordpress.com · Prestasi Alumni Geografi UI juga ditunjukkan oleh Dr. Asep Karsidi, setelah diangkat menjadi Kepala Bakosurtanal

31

Gambar 10. Rantai Nilai Tambah dan Klaster Industri Agrowisata Strawberry Ciwidey

Gambar 11. Rantai Nilai Tambah dan Klaster Industri Wisata Budaya Toraja

Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 230

Gambar 8. Kete Kesu’ – Perkampungan Adat Toraja

Gambar 9. Brand Image Kopi Toraja

yang ditimbulkan bagi pembangunan sarana dan prasarana penunjang pariwisata.

Klaster Industri dan Creative FieldBerdasarkan hasil wawancara dan pengamatan langsung, adanya industri agrowisata strawberry Ciwidey dan industri wisata budaya Toraja didasari oleh dua gagasan. Gagasan pertama ialah pengembangan inovasi untuk memberikan nilai tambah terhadap industri agrowisata strawberry Ciwidey dan wisata budaya Toraja agar tetap terjaga keberlanjutannya. Gagasan kedua ialah bagaimana caranya kedua industri yang berbasis pada sektor pariwisata ini dapat memberikan multiplier effect terhadap masyarakat setempat guna menggerakkan perekonomian lokal. Jelas bahwa gagasan-gagasan tersebut bertujuan untuk memberdayakan potensi lokal untuk kepentingan ekonomi. Kedua gagasan ini membutuhkan keterikatan antara produsen atau pelaku industri, masyarakat lokal, LSM, dan pemerintah guna mencapai tujuan yang ingin dicapai. Keterikatan inilah yang nantinya akan membentuk jaringan sosial. Dalam Setiadi (2008) disebutkan bahwa jaringan sosial merepresentasikan organisasi produksi lokal. Menurut Scott (2004), keduanya merupakan elemen intrinsik yang akan bekerjasama mewujudkan creative field.

Wujud creative field nampak pada perilaku masyarakat lokal dalam mengembangkan industri. Dalam kasus agrowisata strawberry

Ciwidey, per petani strawberry berinovasi bagaimana caranya untuk memasarkan produk strawberrynya, mulai dari “direct selling”, packaging produk, hingga inovasi produk olahan, yang semuanya termasuk dalam klaster industri agrowisata, yang mana produk strawberry ini salah satu fasilitas penunjang aktivitas pariwisata lainnya di kawasan agropolitan Ciwidey. Wisata budaya Toraja juga mengenal creative field. Inovasi dalam pelestarian budaya dan pemasaran wisata budaya menjadi objek utama tujuan adanya ‘gaya kewirausahaan’ yang spesifik terkait pariwisata. Dengan demikian, dalam creative field ini mencerminkan sistem produksi dan pemasaran yang bersifat lebih luas, tidak bersifat individu lagi, tapi sudah mencakup dalam satu sistem sosial yang saling berhubungan.

Saling ketergantungan tersebut menciptakan suatu rantai nilai tambah yang dalam hal ini distimulasi oleh ide inovatif guna memberikan nilai tambah ekonomis terhadap sumberdaya lokal, yakni agrowisata strawberry dan wisata budaya. Secara spasial, rantai nilai tambah membentuk klaster industri seperti yang terpapar dalam Gambar 1 dan Gambar 2. Sesuai dengan konsep elemen dasar klaster industri, bahwa rantai nilai tambah dimulai dari industri pemasok dan pendukung, industri inti, hingga konsumen akhir. Secara spasial, klaster yang terbentuk bersifat lokal dan regional. Dalam konteks spasial, gagasan kemunculan industri agrowisata strawberry Ciwidey dan industri

Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 2

Page 17: Dari Redaksi Daftar Isi - majalahgeospasial.files.wordpress.com · Prestasi Alumni Geografi UI juga ditunjukkan oleh Dr. Asep Karsidi, setelah diangkat menjadi Kepala Bakosurtanal

wisata budaya Toraja memilki akar yang kuat untuk mengembangkan jaringan keterkaitan antara hulu-hilir dan jaringan regional (keterkaitan antar wilayah).

Berdasarkan uraian diatas, secara keseluruhan industri agrowisata strawberry Ciwidey dan wisata budaya Toraja dapat mengoptimalkan potensi klaster industri untuk meningkatkan perekonomian lokal, namun dalam faktanya mereka belum memanfaatkan potensi tersebut, sehingga masing-masing industri terkait baik dalam industri agrowisata strawberry Ciwidey maupun industri wisata budaya Toraja, masih berjalan sendiri-sendiri, kurang ada koordinasi. Namun dengan adanya lembaga-lemabga seperti LSM, ASGITA (Asosiasi Agribisnis dan Wisata), Pemerintah Daerah, dapat mengkoordinasikan antar kepentingan terkait dan harapan kedepan dapat memfungsikan sistem klaster industri.

KESIMPULAN:1. Gagasan inovatif yang membentuk industri agrowisata strawberry Ciwidey dan wisata budaya Toraja telah menciptakan jaringan produksi dan pemasaran dengan penguatan dari sumberdaya lokal daerah. 2. Gagasan inovatif dari adanya klaster industri mampu menumbuhkan nilai tambah bagi keberlanjutan industri pariwisata, dalam kasus ini industri agrowisata strawberry Ciwidey dan wisata budaya Toraja.3. Dari tinjauan lapang, industri agrowisata strawberry Ciwidey dan wisata budaya Toraja belum mengoptimalkan potensi klaster industri, meskipun kedua industri tersebut telah membentuk jaringan produksi dan pemasaran.

DAFTAR PUSTAKA:Aminah, dkk. 1993. Dampak Pengembangan Pariwisata Terhadap Kehidupan Budaya Daerah Sulawesi Selatan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). 2011. Panduan Pengembangan Klaster Industri. Jakarta: Pusat Pengkajian Kebijakan

Inovasi Teknologi.Beals, Haijer. 1959. An Introduction to Anthropology the Maximilian Company. New York.Brown, S. 1996. Strategic Manufacturing for Competitive Advantage. London: Prentice Hall.Department of Industry, Science and Resources. 1999. Shaping Australia’s Future Innovation – Framework Paper. Koentjaraningrat. 1964. Tokoh-tokoh Antropologi. Jakarta: University.Letri, D & F.S Rota. 2006. “Geographies of Networked Industrial Systems: the Case of Piedmont”. Proceeding of 6th Conference European Urban and Regional Studies.Madjid Kallo. 1974. The Impact of Western Tourists on the Tribal Life of the Torajanese. Ujung Pandang: Skripsi UNHAS. Martin, R. & Sunley, P. 2003. “Deconstructing Clusters: Chaotic Concept or Policy Panacea?” Journal of Economic Geography, vol. 3, n. 1, pp. 5-35.Porter M.E. 1998. On Competition. Harvard Business School Press, Harvard.Porter, Michael E. 1990. The Competitive Advantage of Nations. The Free Press. New York. Rozak, A. M. 2012. “LED, Salah Satu Elemen Manajemen Perkotaan.” http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2012/01/11/led-salah-satu-elemen-manajemen-perkotaan/. Diakses pada tanggal 09 Juni 2012. Scott, A.J. 2004. Entrepreneurship, Innovation, and Industrial Development: Geography and The Creative Field Reviseted. Center for Globalization and Policy Research, UCLA.Setiadi, Hafid. 2008. “Geography of Innovation dan Klaster Industri : Studi Kasus Industri Pakan Ternak di Jakarta Utara.” Jurnal Geografi, vol. 1, no. 2.World Economic Forum. 2008. The Global Competitiveness Report 2008-2009. The World Economic Forum.Organisation for Economic Co-Operation and Development. 2009. OECD Annual Report 2009. The Organisation for Economic Co-Operation and Development (OECD) Annual Report.

32 Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 2

Perubahan Fungsi Bangunan dan Penggunaan Lahan di Ciwidey dan Toraja Terkait Aktivitas Pariwisata

Della Ananto Kusumo, 0906514784 Departemen Geografi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Indonesia

ABSTRAK

Ciwidey dan Toraja merupakan daerah yang memiliki kebutuhan yang tidak sedikit terkait dengan aktivitas pariwisata. Berkembangnya kebutuhan wisatawan di Ciwidey dan Toraja mendorong terjadinya perubahan fungsi bangunan. Perubahan fungsi bangunan terjadi secara bertahap sesuai dengan perkembangan kebutuhan wisatawan dan masyarakat yang tidak terjadi secara merata di seluruh wilayah sekitar objek wisata. Wilayah sekitar objek pariwisata yang strategis dan memiliki aksesibilitas yang tinggi merupakan wilayah yang memiliki potensi berubah fungsi bangunannya. Tujuan penelitian yang dilakukan dengan pendekatan studi kasus ini adalah untuk mengetahui pola spasial perubahan fungsi bangunan yang terjadi di Ciwidey dan Toraja sejak tahun 1994 hingga 2011 terkait perkembangan pariwisata yang berkembang di dua wilayah tersebut. Dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif melalui pendekatan studi kasus dan analisis spasial diharapkan dapat mendeskripsikan pola spasial perubahan fungsi yang terjadi. Secara spasial perubahan fungsi bangunan menunjukkan bahwa semakin dekat ke objek wisata yang merupakan pusat kegiatan utama tidak selalu berdampak pada semakin tingginya dinamika perubahan fungsi bangunan. Di Ciwidey, adanya area konservasi sedikit menghambat perubahan fungsi bangunan, tetapi setelah area konservasi perubahan fungsi bangunan menunjukkan bahwa semakin dekat ke objek wisata berdampak pada semakin tingginya dinamika perubahan fungsi bangunan Hal ini tidak berlaku di Toraja Utara, perubahan fungsi bangunan yang berdinamika tinggi justru berada di Ibukota Kabupaten yang memiliki sifat “kota” dibandingkan ketiga lokasi objek wisata yang bernuansa pedesaan alami. Frekuensi perubahan yang tinggi lebih banyak terjadi di dekat dengan Objek Wisata, sedangkan yang lebih jauh frekuensinya lebih rendah.

Kata kunci : Pola spasial, dinamika perubahan fungsi bangunan, aktivitas pariwisata

PENDAHULUANSebagai salah satu sektor pembangunan yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi suatu wilayah, pariwisata dianggap sebagai suatu aset yang strategis untuk mendorong pembangunan pada wilayah–wilayah tertentu yang mempunyai potensi objek wisata. Dengan adanya perkembangan industri pariwisata di suatu wilayah, arus urbanisasi ke kota – kota besar dapat lebih ditekan. Hal ini disebabkan pariwisata memiliki tiga aspek pengaruh yaitu aspek ekonomis (sumber devisa, pajak), aspek sosial (penciptaan lapangan kerja) dan aspek budaya.

Selain peran yang dimilikinya, pariwisata juga merupakan suatu sektor yang tidak jauh berbeda dengan sektor ekonomi yang lain yaitu dalam proses perkembangannya juga mempunyai dampak atau pengaruh dibidang perkembangan fisik suatu wilayah. Pengaruh

yang ditimbulkan tersebut yang paling nyata adalah perubahan tataguna lahan dan fungsinya. Proses pembangunan dan pengembangan suatu wilayah dapat terkait oleh potensi wisata yang dimilikinya.

Perkembangan di suatu wilayah dapat ditandai dengan perkembangan kota-kota sebagai simpul yang merupakan pusat konsentrasi penduduk dan segala aktivitas/kegiatan yang senantiasa mengalami pertumbuhan baik secara fisik, sosial, maupun ekonomi. Dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk perkotaan, serta meningkatnya tuntutan kebutuhan kehidupan dalam aspek-aspek politik ekonomi, sosial, budaya, teknologi maupun pariwisata mengakibatkan meningkatnya kegiatan penduduk perkotaan, dan hal tersebut berakibat pada meningkatnya kebutuhan ruang kekotaan yang besar.

Kampusiana

33Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 2

Page 18: Dari Redaksi Daftar Isi - majalahgeospasial.files.wordpress.com · Prestasi Alumni Geografi UI juga ditunjukkan oleh Dr. Asep Karsidi, setelah diangkat menjadi Kepala Bakosurtanal

Meningkatnya kebutuhan ruang kekotaan yang besar terkait pariwisata memicu peluang ekonomi. Peluang tersebut kemudian menimbulkan pergerakan masyarakat ke pusat aktivitas pariwisata. Terdapat hubungan yang erat antara pergerakan masyarakat, infrastruktur, dan tren ekonomi kota terhadap perubahan struktur morfologi ruang kota terkait dengan aspek tata guna lahan maupun unsur fisik perkotaan. Salah satu contohnya adalah kecenderungan penggunaan lahan permukiman untuk fungsi komersial lebih-lebih terkait kebutuhan wisatawan. Ruang-ruang yang memiliki letak strategis seperti di tepi jalan merupakan tempat yang mudah untuk melakukan aktivitas perdagangan.

Babcock [dalam Yunus (1999)] dalam teorinya yang dikenal sebagai teori poros menjabarkan bahwa daerah yang dilalui akses transportasi akan mempunyai perkembangan fisik yang berbeda dengan daerah yang tidak dilalui jalur-jalur transportasi. Keberadaan poros transportasi mengakibatkan distorsi pola konsentris karena sepanjang rute transportasi akan memiliki mobilitas yang tinggi. Hal ini menunjukan bahwa perkembangan wilayah perkotaan tidak bisa terlepas dari kemudahan untuk mencapai suatu tempat (aksesibilitas).

Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung merupakan salah satu kecamatan yang terletak di sebelah Selatan Kota Bandung. Aktivitas pariwisata di Ciwidey berkembang telah lama dengan daya tarik utama adalah objek wisata Kawah Putih yang terletak di Jalan Raya Rancabali, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung, tepatnya di Gunung Patuha. Kebutuhan ruang kota yang tinggi menyebabkan daerah ini menjadi cepat berkembang. Perkembangan Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung dapat terlihat di daerah yang memiliki aksesibilitas tinggi . Salah satu daerah yang memiliki aksesibilitas tinggi adalah Jalan Raya Rancabali, Kabupaten Bandung. Aksesibilitas yang tinggi, letak yang strategis terkait jalan inilah yang merupakan akses utama menuju objek wisata Kawah Putih Ciwidey. Secara langsung hal ini dapat meningkatnya kebutuhan wisatawan mengakibatkan perubahan fungsi

bangunan. Mengacu pada peta penggunaan lahan Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung tahun 1994, penggunaan lahan sepanjang Jalan Raya Rancabali, Kabupaten Bandung merupakan areal pertanian, perumahan, dan lahan terbuka. Pada tahun 2000 –2003, fungsi perumahan yang semula berupa perumahan berkepadatan sedang hingga tinggi berubah menjadi kegiatan usaha dan perkebunan. Pada tahun 2009, penggunaan tanah di tepi Jalan Raya Rancabali, Kabupaten Bandung didominasi oleh areal perdagangan, jasa dan perkebunan strawberry.

Sedangkan untuk Tana Toraja sudah sangat berkembang sejak diselenggarakannya Tahun Kunjungan Wisata Indonesia (Visit Indonesia Year) tahun 1991 dimana pada tahun tersebut Toraja menjadi Daerah Tujuan Wisata (DTW) yang sangat menarik bagi wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara. Perkembangan Toraja Utara tidak sepesat daerah-daerah yang berada di Pulau Jawa, tetapi nyatanya daerah ini merupakan daerah pemekaran menjadi dari Kabupaten Tana Toraja pada tahun 2008. Perubahan fungsi bangunan hunian menjadi komersial mampu menghidupkan kota, namun di sisi lain, peningkatan fungsi komersial di kawasan hunian akan memicu perubahan kapasitas, volume dan intensitas penggunaan ruang kota yang sering menimbulkan berbagai persoalan kota.

METODOLOGI PENELITIANAlur Pikir PenelitianPerubahan fungsi bangunan dapat disebabkan oleh beberapa penyebab. Dalam hal ini penyebab dibagi menjadi dua yaitu, baik faktor eksternal maupun faktor internal. Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang sifatnya berasal dari luar seperti peningkatan harga tanahdan kebijakan pemerintah dalam mengatur wilayahnya. Sedangkan faktor internal ialah faktor yang berasal dari dalam diri pelaku perubah fungsi bangunan, hal ini merupakan motif yang membuat pelaku mengubah fungsi bangunannya. Perubahan fungsi tidak semata-mata terjadi secara serentak dan seragam, namun terjadi pada lokasi-lokasi yang beragam dengan frekuensi yang berbeda yang kemudian membentuk pola spasial perubahan fungsi

bangunan. Tentunya hal tersebut ditandai terlebih dahulu oleh volume perubahan penggunaan lahan.

Variabel Penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Faktor Eksternal 1. Meningkatnya harga tanah 2. Peraturan Pemerintah Faktor Internal (Motif Masyarakat) 1. Alasan pemilihan lokasi 2. Alasan melakukan perubahan fungsi 3. Meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Metode Penelitian Kualitatif Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Penelitian kualitatif menurut Moleong (1989:6) adalah sebagai berikut:“Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dan dengan suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah”

Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Jalan Raya Rancabali, Kecamatan Ciwidey dan Kabupaten Toraja Utara. Pada Jalan Raya Rancabali penelitian dilakukan meliputi desa-desa di Kecamatan Ciwidey dan Kecamatan Rancabali yang berada di tepi Jalan Raya Rancabali menuju Objek Wisata Kawah. Sedangkan di Kabupaten Toraja Utara meliputi objek wisata Ke’te’ Ketsu, Sa’dan To’ Barana, Lo’ko Mata dan ibukota Kabupaten tersebut yaitu Rantepao.

Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan yaitu data primer dan sekunder. Data primer merupakan data hasil survey dan wawancara pada lokasi penelitian. Sedangkan data sekunder adalah data yang dikumpulkan dari buku, arsip, presentasi dan laporan dari instansi-instansi terkait.

Analisa DataAnalisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif dan analisis spasial. Analisis spasial dilakukan dengan menjelaskan perubahan fungsi bangunan

yang terjadi secara temporal melalui data tabular maupun peta/sketsa perubahan fungsi bangunan sehingga akan terlihat proses perubahan fungsi yang terjadi. Analisis perubahan fungsi yang terjadi juga diperkuat dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap masyarakat yang berada di wilayah penelitian. Tahap Analisis Data:

1. Pemrosesan SatuanSatuan adalah bagian terkecil yang mengandung makna yang utuh dapat berdiri sendiri terlepas dari bagian yang lain. Satuan dapat berwujud kalimat faktual sederhana, misalnya: “Informan menunjukkan bahwa ia merubah fungsi bangunan untuk meningkatkan pendapatannya sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya lebih baik”. Satuan ditemukan dalam catatan pengamatan, wawancara, dokumen, laporan dan sumber lainnya.

2. Kategorisasi DataMelakukan kategorisasi data berdasarkan hasil pengumpulan data dari berbagai sumber, baik hasil wawancara, observasi, data-data sekunder, dan data yang diambil dari penelitian terdahulu. Dari data-data tersebut kemudian dikelompokkan kedalam dua kelompok yaitu faktor internal dan faktor eksternal sebagai penyebab dari perubahan fungsi bangunan tersebut.

3. Penafsiran dataPada tahap ini peneliti tetap berpegang pada materi yang ada agar dapat dikemukakan konsep atau gagasannya dengan jelas. Dari berbagai fenomena yang muncul dicari kesamaan, kemiripan, kesejajaran dalam arti individual, pola, proses, latar belakang, arah dinamika dan banyak lagi kemungkinan-kemungkinan lainnya. Kemudian menafsirkan hubungan antar kategori-kategori yang telah dibuat.

HASIL DAN PEMBAHASANFaktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Perubahan penggunaan merupakan indikator utama dalam identifikasi perubahan fungsi bangunan. Dari perubahan penggunaan lahan selanjutnya diperlukan survey ke lapangan untuk mengetahui fungsi bangunan apa saja yang berubah untuk dilihat pola spasialnya.

34 Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 2 35Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 2

Page 19: Dari Redaksi Daftar Isi - majalahgeospasial.files.wordpress.com · Prestasi Alumni Geografi UI juga ditunjukkan oleh Dr. Asep Karsidi, setelah diangkat menjadi Kepala Bakosurtanal

Seperti halnya yang terjadi di wilayah Indonesia yang lain, pertumbuhan penduduk menuntut banyak perubahan terhadap penggunaan lahan sehingga menimbulkan berbagai konsekuensi yang terkadang cukup merugikan terutama bagi masyarakat yang terpengaruh langsung terhadap perubahan tersebut. Hal ini yang terjadi di wilayah hulu Citarum Kecamatan Ciwidey, dimana perubahan lahan banyak terjadi seiring dengan semakin banyaknya aktivitas penduduk yang bermukim di sana serta berbagai aktivitas ekonomi lain, terutama pariwisata yang semakin berkembang yang sangat mempengaruhi perkembangan wilayah tersebut.

Bagaimana awal penyebab terjadinya perubahan penggunaan lahan ini? Semua itu dapat diketahui dengan menelusuri bagaimana perkembangan Kecamatan Ciwidey sendiri sebagai pusat pertumbuhan yang berada di pusat hulu Citarum. Perkembangan wilayah ini menjadi penentu mengapa perubahan penggunaan lahan terjadi dengan sangat pesat, tanpa adanya usaha menyeimbangkan pembangunan terhadap kondisi lingkungan yang ada. Perubahan penggunaan lahan di Ciwidey maupun Toraja dapat dilihat dari bebrapa faktor penyebab, yaitu:1) Pertumbuhan penduduk yang tinggiPerkembangan penduduk menyebabkan kebutuhan lahan untuk permukiman meningkat sebagai akibat langsung dari pemenuhan kebutuhan permukiman. Peningkatan kebutuhan lahan untuk permukiman sudah tentu diikuti oleh tuntutan kebutuhan lahan untuk sarana dan prasarana serta fasilitas yang lain. Secara garis besar, semakin tinggi tingkat

pertumbuhan penduduk sementara ketersediaan lahan untuk tempat tinggal yang terbatas akan mendesak penduduk untuk menempati area baru. Kebutuhan akan area baru tersebut yang kemudian memanfaatkan lahan tidak terpakai ataupun lahan hijau.

2) Nilai LahanApabila ditinjau dari manfaat yang diperoleh manusia atas sebidang lahan adalah pemanfaatan yang akan memberi nilai (land value) yang optimal. Nilai lahan adalah suatu penilaian atas lahan didasarkan pada kemampuan lahan secara ekonomis dalam

hubungannya dengan produktivitas dan strategi ekonominya. Jadi nilai tersebut dapat diukur dari waktu yang ditempuh dari lokasi lahan dalam mencapai tempat-tempat tertentu yang menjadi acuan. Guna lahan merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi perkembangan struktur kota. Bentuk guna lahan merupakan bentuk dasar dari struktur kota yang mencerminkan struktur sosial ekonomi kota. Pada satu sisi, perubahan kondisi sosio-ekonomi dapat mempengaruhi bentuk atau pola penggunaan lahan kota, dan di sisi lain guna lahan menggambarkan lokasi dan konsentrasi kegiatan kota, dan pengaruhnya terhadap perkembangan sosial kota yang akan datang.

Secara teoritis nilai ekonomis lahan perkotaan akan semakin tinggi jika lokasinya semakin mendekati pusat kota dalam hal ini lokasi wisata. karena pada umumnya semakin mendekati kawasan lokasi wisata akan semakin tinggi tingkat kemudahan prasarana dan sarananya,

sehingga semakin strategis dan produktivitas lahan meningkat. Sebaliknya jika nilai dan harga lahan akan semakin rendah jika lokasinya menjauhi lokasi wisata.

3) Aksesibilitas Dalam struktur ruang kota, terdapat beberapa faktor yang terkait dengan nilai ekonomi lahan. Aksesibilitas suatu lahan dan faktor saling melengkapi antar penggunaan lahan akan menentukan nilai ekonomi suatu lahan. Suatu lahan dengan jangkauan transportasi yang baik mempunyai nilai ekonomi yang relatif lebih baik, karena akan mengurangi biaya perjalanan dan waktu tempuh.

4) Prasarana dan saranaKelengkapan sarana dan prasarana, sangat berpengaruh dalam menarik penduduk untuk bermukim disekitarnya, sehingga dapat menarik pergerakan penduduk untuk menuju ke daerah tersebut.

5) Daya Dukung LingkunganKemampuan daya dukung lahan dalam mendukung bangunan yang ada diatasnya, menentukan kawasan terbangun, lahan pertanian, dan harus dipelihara serta dilindungi.

6) TopografiTopografi merupakan faktor pembatas bagi perkembangan suatu kawasan karena topografi tidak dapat berubah kecuali dalam keadaan yang labil. Meskipun demikian. usaha yang dilakukan manusia untuk mengubah topografi atau mengatasi keadaan ketinggian, kelerengan tanah; misalnya menggali bukit, menguruk tanah reklamasi laut/rawa.

Perubahan Penggunaan Lahan di CiwideyApabila kita lihat perubahan penggunaan tanah dibagian Kecamatan Rancabali dan Ciwidey, terdapat perubahan yang cukup nyata, wilayah hulu yang seharusnya digunakan untuk area konservasi berubah menjadi permukiman dan pertanian penduduk, di sekitar DAS Citarum Hulu. Di sisi lain, perubahan penggunaan tanah untuk pertanian lahan kering meningkat sebesar 23.425 ha dari tahun 1997 – 2004, perubahan penggunaan tanah untuk pertanian lahan kering berhasil mengorbankan wilayah yang

dulunya hutan. Akibatnya, kawasan hutan di hulu Citarum telah menurun dari luasan sebesar 114.901 ha pada tahun 1997 menjadi 84.621 ha pada tahun 2007, sekitar 26% terjadi penurunan wilayah yang dulu adalah hutan, dan pada tahun 2007,sehingga luasan hutan konservasi yang berkurang berjumlah 84.505 ha.

Dampak perubahan ini mengakibatkan erosi, yang disebabkan oleh penggerusan tanah di wilayah yang dulunya adalah hutan sekarang berubah menjadi wilayah pertanian yang didirikan oleh warga sekitar. Pada bagian hulu DAS Citarum, tepatnya di Kecamatan Ciwidey, mayoritas masyarakatnya adalah bermata penacaharian sebagai buruh tani dan buruh pabrik yang mengelola hasil perkebunan, terutama perkebunan Teh yang dimiliki oleh PTPN 8 (Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara 8). Saat memewancari penduduk di kecamatan Ciwidey, mengenai seberapa pentingnya sektor pertanian terhadap perekonomian keluarga, mereka mengatakan bahwa sektor pertanian sangat penting bagi keluarga, bila tidak ada pertanian, perekonomian di kawasan kecamatan Ciwidey tidak berjalan .dan dampaknya kemiskinan bagi masyarakat di Kecamatan Ciwidey. Namun, perluasan pertanian menjadi beban berat bagi wilayah Kecamatan Ciwidey, wilayah yang seharusnya sebagai wilayah konservasi berubah menjadi area permukiman, hotel dan tempat oleh-oleh yang menjadikan kebun strawberry sebagai daya tarik bagi wisatawan.

Faktanya hutan daerah di hulu DAS Citarum telah menurun dari 35.000 ha pada tahun 1992 untuk 19.000 ha pada tahun 2001 (pengurangan 45%), pengurangan ini disebabkan oleh perluasan wilayah pertanian lahan kering.

Di Kecamatan Ciwidey, tanaman yang ditanam pada lahan kering seperti, strawberry, tomat, bawang, selederi dan tanaman sayuran lainnya. Tanaman strawberry menjadi tanaman yang mayoritas ditanam oleh penduduk di Kecamatan Ciwidey. Tanaman strawberry di Kecamatan Ciwidey telah tumbuh dengan cepat, dimulai dengan produksi secara rumah tangga, lalu menjadi produksi secara besar mencakup

36 Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 2 37Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 2

Page 20: Dari Redaksi Daftar Isi - majalahgeospasial.files.wordpress.com · Prestasi Alumni Geografi UI juga ditunjukkan oleh Dr. Asep Karsidi, setelah diangkat menjadi Kepala Bakosurtanal

aktivitas produksi, distribusi, dan pemasaran yang meluas di Kecamatan Ciwidey. Pertanian Strawberry sebagian besar ditanam lebih dari 260 hektar di beberapa wilayah di tiga kecamatan di Rancabali, Ciwidey, dan Pasirjambu. Daerah ini membentang dari Alam Endah dan desa Patengan di Rancabali, Panundaan dan Lebak Muncang di Ciwidey, untuk Margamulya dan Sugihmukti desa di Pasirjambu dan menghasilkan lebih dari 500 ton per bulan oleh lebih dari 34 kelompok tani terdiri dari kurang lebih dari 800 petani yang terlibat dalam pertanian strawberry. Begitu juga dengan tanaman sayuran lainnya yang ditanam di Kecamatan Ciwidey.

Pentingnya sektor pertanian lahan kering di Kecamatan Ciwidey bahwa sektor pertanian ini tidak hanya menyediakan produk segar dan olahan (wortel, kacang, kacang panjang, kubis, tomat, kentang, dan paprika, tetapi juga menginduksi sektor-sektor lain, seperti pariwisata, untuk tumbuh. Pariwisata memetik

strawberry dan menikmatinya saat masih segar, menarik para turis yang datang ke kecamatan Ciwidey.

Gambar di atas merupakan penggunaan tanah pada wilayah DAS Citarum tahun 1992. Area pada wilayah lereng yang curam masih didominasi oleh hutan. Wilayah dataran rendah di bagian tengah merupakan wilayah pertanian dan permukiman. Sedangkan wilayah di dataran yang lebih tinggi sebagian besar digunakan untuk perkebunan teh.

Penggunaan tanah seperti pada peta di atas merupakan penggunaan tanah 20 tahun yang lalu. Dimana wilayah hutan pada daerah-daerah dengan kemiringan curam masih mendominasi sehingga konservasi lingkungan DAS masih terjaga. Hal ini tentu tidak akan sama beberapa tahun kemudian yang terjadi seperti gambar peta penggunaan tanah tahun 1997, 2004, dan 2007 berikut.

Penggunaan Tanah Daerah Citarum Citarum Hulu Tahun 1992Sumber: Slide Presentasi “Presentation for Join Field Excursion UI-Australia” Dr. Eko Kusratmoko

Penggunaan Tanah Daerah Citarum Citarum Hulu Tahun 1997Sumber: Slide Presentasi “Presentation for Join Field Excursion UI-Australia” Dr. Eko Kusratmoko

Pada peta penggunaan tanah wilayah Citarum Hulu tahun 1997 di atas terlihat besaran peng-gunaan tanah untuk hutan sebesar 114.801 Ha, permukiman sebesar 22.602 Ha, pertanian lahan

kering sebesar 44.571 Ha, perkebunan sebesar 32.086 Ha, dan sawah sebesar 118.821 Ha. Sawah merupakan penggunaan tanah terbesar dan hu-tan sebagai penggunaan tanah terbesar kedua.

38 Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 2 39Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 2

Page 21: Dari Redaksi Daftar Isi - majalahgeospasial.files.wordpress.com · Prestasi Alumni Geografi UI juga ditunjukkan oleh Dr. Asep Karsidi, setelah diangkat menjadi Kepala Bakosurtanal

Penggunaan Tanah Daerah Citarum Citarum Hulu Tahun 2004Sumber: Slide Presentasi “Presentation for Join Field Excursion UI-Australia” Dr. Eko Kusratmoko

Penggunaan tanah Citarum Hulu tahun 2004 di atas terlihat bahwa hutan mulai mengalami pengurangan luas lahan menjadi 84.621 Ha, permukiman bertambah hampir dua kali lipat menjadi 47.883 Ha, pertanian lahan kering ber-tambah menjadi 67.996 Ha, perkebunan bertam-bah menjadi 33.555 Ha, dan sawah bertambah sebesar menjadi 128.942 Ha.

Dalam selang waktu 7 tahun perubahan penggu-

naan tanah mulai terjadi signifikan. Hal ini terli-hat dari pengurangan luasan hutan yang hampir berkurang sebesar 30.000 Ha dan permukiman yang bertambah dua kali lipat serta lahan perta-nian kering yang bertambah 20.000 Ha. Hal ini memperlihatkan fenomena perubahan alih fung-si lahan dari hutan menjadi permukiman dan pertanian di kawasan Citarum hulu. Deforestasi yang terjadi semakin meningkat pada tahun berikutnya seperti peta pada gambar berikut.

Penggunaan Tanah Daerah Citarum Citarum Hulu Tahun 2007Sumber: Slide Presentasi “Presentation for Join Field Excursion UI-Australia” Dr. Eko Kusratmoko

Penggunaan tanah Citarum Hulu tahun 2007 di atas menunjukkan perluasan beberapa penggu-naan tanah seperti permukiman yang bertambah menjadi 48.227 Ha dan pertanian lahan kering yang bertamabh menjadi 68.287 Ha. Penggu-naan tanah lain seperti perkebunan dan sawah tidak bertambah terlalu signifikan yaitu masing-masing sebesar 33.568 Ha dan 128.995 Ha.

Sedangkan hutan berkurang menjadi 84.505 Ha. Perubahan luas penggunaan tanah dalam selang waktu 3 tahun tidak terlalu drastis. Hal ini di-karenakan pada tahun 2004-2007 sudah masuk masa reformasi dimana undang-undang kon-servasi hutan sudah mulai jelas dan ditegakkan. Sedangkan pada kurun waktu tahun 1997- 2004 merupakan masa gejolak politik pada tahun 1998 dimana terjadi ketidaktegasan hukum sehingga memicu terjadinya pembalakkan liar hutan.

Namun secara garis besar dalam kurun waktu kurang lebih sepuluh tahun telah terjadi de-

forestasi hutan hampir 26 % di wilayah hulu DAS Citarum. Hal ini dikarenakan semakin bertambahnya jumlah penduduk di wialyah hulu sehingga semakin banyak pula pembu-kaan lahan untuk permukiman dan pertanian. Dimana penduduk wilayah Ciwidey sebagian besar masih bertumpu pada sektor pertanian dan perkebunan. Sehingga pertanian mendesak hutan di dataran tinggi. Hal ini tentu merusak fungsi hutan sebagai konservasi dan penyeim-bang ekosistem daerah aliran sungai.

Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Toraja UtaraRincian penggunaan lahan di Kabupaten Tana Toraja tahun 2010 yang dikategorikan kedalam dua aspek, sebagai berikut:1. Lahan kering (not wetland) dengan luas 100.014 Ha, kategori lahan ini menyebar dis-eluruh kecamatan. Penggunaan lahan kering ini diperuntukan sebagai areal hutan 41.595 Ha, tegalan dan perkebunan 35.602 Ha, padang rumput 14.439 Ha, pekarangan dan kolam 9.453

40 Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 2 41Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 2

Page 22: Dari Redaksi Daftar Isi - majalahgeospasial.files.wordpress.com · Prestasi Alumni Geografi UI juga ditunjukkan oleh Dr. Asep Karsidi, setelah diangkat menjadi Kepala Bakosurtanal

Ha, lainnya 1.075 Ha.

2. Lahan Sawah (wetland) dengan luas 12.774 Ha, kategori penggunaan lahan ini hampir merata disemua kecamatan. Penggunaan lahan ini diperuntukkan sebagai areal persawahan dengan perincian : pengairan sederhana PU seluas 1.091 Ha, pengairan non PU 4.039 Ha, sawah tadah hujan dan lainnya seluas 7.053 Ha.

Penggunaan lahan untuk areal hutan di Toraja masih tergolong cukup luas yang terdiri dari hutan lindung dan hutan produksi (hutan negara). Selain hutan Negara Toraja Utara juga mempunyai hutan rakyat, dari hutan rakyat inilah masyarakat Toraja Utara dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan kayu-kayuan. Luasnya hutan di Toraja Utaraini yang membentang hijau mulai dari barat sampai ke timur Gunung Sesean yang juga berfunsi sebagai pelindung mata air, pencegah erosi dan banjir, dan sangat memungkinkan untuk pengembangan menjadi hutan wisata sebagai salah satu paket ekowisata/ekotourisme.

Di sektor pertanian, penggunaan lahan merupakan sesuatu yang sangat vital hal ini terlihat pada luas area persawahan yang mencapai 12.774 Ha dengan dukungan pengairan yang cukup memadai. Kegiatan pertanian bagi masyarakat Toraja selain dalam rangka pemenuhan kebutuhan pokok dan peningkatan sektor ekonomi, juga merupakan hal yang simbiolik. Semakin luas sawah yang dimiliki seseorang, semakin tinggi status sosial yang disandangnya.

Penggunaan kawasan alam lainnya di Tana Toraja merupakan areal pemukiman, peternakan, perikanan, industri dan perdagangan, serta pertambangan yang terdapat pada lapisan tanah kawasan pegunungan dan dataran rendah yang mengandung bahan galian tambang dengan deposit yang cukup besar.

Perubahan luas penggunaan tanah dalam selang waktu 1994-2011 tidak terlalu drastis. Hal ini dikarenakan pertanian menjadi tulang punggung ekonomi masyarakat Toraja yang masih alami dan kuat adatnya terhadap alam. Perubahan

yang cukup nyata hanya terdapat di sekitar Rantepao yang dijadikan ibukota Kabupaten Toraja Utara terkait kebutuhan perkantoran dan kawasan permukiman sejak tahun 2008.

Pola Perubahan Fungsi BangunanA. Fungsi BangunanDi dalam penelitian yang dilakukan ini terdapat bermacam-macam fungsi bangunan di sepanjang Jalan Raya Rancabali, Kabupaten Bandung. Sebagian besar fungsi bangunan yang terdapat di Jalan Raya Rancabali, Kabupaten Bandung adalah areal yang bersifat komersial. Fungsi tersebut muncul akibat dari perkembangan kegiatan komersial yang terjadi, dipicu oleh keberadaan Jalan Raya Rancabali, Kabupaten Bandung yang semakin ramai dilalKawah Putih Ciwidey oleh pengguna jalan. Secara lebih spesifik, fungsi komersial di dalam kawasan ini dapat dikatagorikan ke dalam dua tipe komersial yaitu fungsi perdagangan dan jasa.

1.1. Fungsi Perdagangan.Fungsi perdagangan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat untuk beraktivitas yang berhubungan dengan menjual dan membeli barang untuk memperoleh keuntungan. Fungsi komersial perdagangan yang ada sekarang, terdiri dari pusat souvenir dan oleh-oleh, minimarket, rumah makan, bengkel motor, mebel, toko ban dan aksesoris mobil.

1.2. Fungsi Jasa.Dalam penelitian ini fungsi jasa dibatasi sebagai kegiatan yang memiliki nilai bagi orang lain dan memberikan kemudahan, manfaat yang dapat dijual kepada konsumen yang menggunakan atau menikmatinya. Fungsi komersial jasa yang banyak terdapat pada daerah-daerah tersebut antara lain Objek wisata, hotel, kantor swasta, penginapan, rumah makan, warnet, fotokopi, bank, dan pompa bensin. Fungsi jasa ini memanfaatkan bangunan-bangunan rumah atau tanah kosong yang dialihfungsikan menjadi bangunan komersial atau membangun bangunan-bangunan baru yang mendatangkan keuntungan bagi pemilik dan penggunanya.

B. Perubahan Fungsi Bangunan di CiwideyDari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan di sepanjang Jalan Raya Rancabali, Kabupaten Bandung menuju Kawah Putih terdapat 3 kategori perubahan fungsi bangunan.

Berdasarkan hasil pengumpulan data, fungsi bangunan di didominasi oleh perdagangan dan jasa. Jenis-jenis kegiatan yang dominan adalah usaha jasa warung oleh-oleh yang menjajakan strawberry beserta kebun petik langsungnya sebagai komoditi utama, percetakan, rumah makan, warnet, mini market, dan toko buku serta bengkel mobil. Jenis usaha yang paling dominan di ini adalah usaha warung oleh-oleh yang menjajakan strawberry beserta kebun petik langsungnya sebagai komoditi utama beserta kebun petik langsungnya sebanyak 27 bangunan dari dan rumah makan sebanyak 41 bangunan. Seiring dengan berjalannya waktu, sejak tahun 1994 sampai dengan sekarang (2011) terjadi perubahan fungsi bangunan di Sepanjang Jalan Raya Rancabali, Kabupaten Bandung. Terdapat beberapa kasus perubahan fungsi bangunan yang terjadi.

1. Tanah Kosong menjadi area komersialGambar diatas menunjukkan salah satu contoh perubahan fungsi dari tanah kosong menjadi komersial. Bangunan yang baru dibangun tersebut agak jauh dari pusat kegiatan utama Objek Wisata, memiliki jarak 1 kilometer dari Kawah Putih Ciwidey. Bangunan-bangunan yang berubah dari tanah kosong menjadi area komersial memiliki luas lahan yang cukup luas yaitu lebih dari 200 m2. Perubahan fungsi

dari tanah kosong menjadi area komersial terjadi dikarenakan harga tanah yang semakin meningkat. Menurut informan 22 tanah-tanah kosong banyak yang berubah menjadi area komersial. Harga tanah semakin tinggi akibat dari permintaan akan tanah juga tinggi. Harganya yang tinggi membuat para pemilik tanah menyewakan atau menjual seluruh tanahnya yang kemudian terjadi perubahan fungsi. Kebanyakan fungsinya berubah dari tanah kosong menjadi hotel atau penginapan. “Tanah di ini sudah banyak yang terjual. Permintaan tanah disini sangat tinggi, harganya terus naik. Pemilik tanah banyak jual tanahnya trus pindah ke tempat lain” (informan)

Dari analisis sketsa hasil bisa diketahui untuk perubahan fungsi bangunan kategori satu semakin mendekati objek wisata semakin banyak pula perubahan bangunan yang terjadi.

Tabel Perubahan Fungsi Bangunan

42 Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 2 43Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 2

Page 23: Dari Redaksi Daftar Isi - majalahgeospasial.files.wordpress.com · Prestasi Alumni Geografi UI juga ditunjukkan oleh Dr. Asep Karsidi, setelah diangkat menjadi Kepala Bakosurtanal

2. Tanah pertanian padi menjadi kebun strawberry

Daerah sepanjang jalan Rancabali menuju Kawah Putih merupakan area yang paling rentan perubahan fungsi bangunan dan tanahnya. Lahan pertanian sayru dan pertanian paling banyak berubah menjadi perkebunan strawberry. Hal ini dikarenakan permintaan pasar yang tinggi yag menunjukkan seolah-olah yang khas di Ciwidey adalah strawberry. Bangunan-bangunan semi permanen menghiasi sepanjang jalan karena merupakan warung yang menyediakan strawberry. Kebanyakan warung tersebut mempunyai kebun strawberry di belakangnya sehingga menarik hati wisatawan untuk berwisata “petik sendiri strawberry” yang menjadi daya tarik utama juga di kawasan Ciwidey terebut. Menurut narasumber perubahan besar-besaran lahan pertanian menjadi perkebunan strawberry ini dimulai sejak 2004.

“Awalnya sih tahun 2004 ada yang coba-coba ada orang dapet benih dari Jepang, karena laku dan banyak ditanya wisatawan jadi ikut-ikut deh…”

Dari analisis sketsa hasil bisa diketahui untuk perubahan fungsi bangunan kategori dua juga menunjukkan bahwa semakin mendekati objek wisata semakin banyak pula perubahan bangunan yang terjadi.

3. Hunian menjadi area komersial

Area komersial yang terdapat pada gambar diatas sebelumnya adalah rumah tinggal. Bangunan-bangunan tersebut mulai beralih fungsi menjadi komersial sejak tahun 1997. Perubahan tersebut muncul karena daerah tersebut dekat dengan Kawah Putih Ciwidey. Daerah tersebut usaha yang mendominasi adalah usaha warung oleh-oleh yang

menjajakan strawberry beserta kebun petik langsungnya sebagai komoditi utama, terdapat 40’an tempat warung oleh-oleh yang menjajakan strawberry beserta kebun petik langsungnya sebagai komoditi utama berderet di sepanjang bangunan diatas. Selain itu ada juga beberapa hotel yang awalnya merupakan hunian tinggal penduduk sekitar.

Berdasarkan hasil wawancara, didapatkan bahwa tempat-tempat warung oleh-oleh yang menjajakan strawberry beserta kebun petik langsungnya sebagai komoditi utama tersebut mengalami perubahan fungsi yang awalnya rumah sebagai hunian kemudian berubah menjadi tempat warung oleh-oleh yang menjajakan strawberry beserta kebun petik langsungnya sebagai komoditi utama yang bersifat komersial, berikut petikan wawancara terhadap beberapa informan Menurut informan 20 yaitu salah seorang pekerja di tempat warung oleh-oleh yang menjajakan strawberry beserta kebun petik langsungnya mengatakan:

“Ya, awalnya tempat warung oleh-oleh yang menjajakan strawberry beserta kebun petik langsungnya sebagai oleh-oleh ini merupakan rumah tinggal, kemudian dibeli dan dijadikan tempat warung oleh-oleh yang menjajakan strawberry beserta kebun petik langsungnya sebagai komoditi utama pada tahun 1996”.

Salah seorang informan membenarkan bahwa dulunya bangunan ini adalah rumah biasa, namun pada tahun 2004 dibeli oleh pemilik warung oleh-oleh yang menjajakan strawberry beserta kebun petik langsungnya sebagai komoditi utama ini.

“Ya, dulunya ini rumah biasa, kemudian dibeli dan dijadikan tempat warung oleh-oleh strawberry”

Kawah Putih Ciwidey menjadi daya tarik tersendiri terhadap usaha warung oleh-oleh yang menjajakan strawberry beserta kebun petik langsungnya sebagai komoditi utama. Hal ini dibenarkan oleh beberapa pelaku usaha yang mengatakan bahwa mendirikan usaha atas alasan dekat dengan Kawah Putih Ciwidey. Menurut Informan, pendirian usaha disini diakibatkan oleh masih jarangnya tempat warung oleh-oleh yang menjajakan strawberry beserta kebun petik langsungnya sebagai komoditi utama dan dekatnya dengan Objek

Wisata.

“Lokasi ini sangat strategis, dekat dengan Kawah Putih dan dulu masih jarang tempat warung oleh-oleh yang menjajakan strawberry beserta kebun petik langsungnya, jadi persaingan masih sedikit. Konsumen atau pasarnya sudah jelas.” (informan)

“Dekat dengan Kawah Putih dan perkantoran”. (informan)

Banyaknya masyarakat yang mengunjungi warung oleh-oleh yang menjajakan strawberry beserta kebun petik langsungnya tersebut membuat para pelaku usaha melakukan kegiatan usaha disekitarnya.

Dari analisis sketsa hasil bisa diketahui untuk perubahan fungsi bangunan kategori tiga juga menunjukkan bahwa semakin mendekati objek wisata semakin sedikit perubahan bangunan yang terjadi. Berikut Sketsa Hasilnya

44 Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 2 45Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 2

Page 24: Dari Redaksi Daftar Isi - majalahgeospasial.files.wordpress.com · Prestasi Alumni Geografi UI juga ditunjukkan oleh Dr. Asep Karsidi, setelah diangkat menjadi Kepala Bakosurtanal

Tabel Perubahan Fungsi Bangunan

C. Perubahan Fungsi Bangunan di TorajaDari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan di sekitar objek wisata dan ibukota Kabupaten Toraja Utara terdapat 3 kategori perubahan fungsi bangunan.

Berdasarkan hasil pengumpulan data, fungsi bangunan di didominasi oleh perdagangan dan jasa. Jenis-jenis kegiatan yang dominan adalah usaha jasa warung oleh-oleh, rumah makan, mini market, dan toko kelontong. Jenis usaha yang paling dominan di ini adalah rumah makan. Seiring dengan berjalannya waktu, Terdapat beberapa kasus perubahan fungsi bangunan yang terjadi.

1. Tanah Kosong menjadi area kom-ersialGambar diatas menunjukkan salah satu contoh perubahan fungsi dari tanah kosong menjadi komersial. Bangunan yang baru dibangun tersebut agak jauh dari pusat kegiatan utama Objek Wisata, memiliki jarak lebih dari 5 kilometer dari objek wisata dan cenderung berada di wilayah ibukota dari Toraja Utara. Kebanyakan fungsinya beru-bah dari tanah kosong menjadi hotel, pengina-pan maupun took souvenir. Dari ketiga objek wisata di Ke’te Ketsu merupakan daerah yang paling banyak mengalami perubahan fungsi jenis bangunan kategori satu ini dengan bangu-nan 3x4meter sebanyak belasan buah. Sedang di Lo’ko Mata hanya terdapat 1 bangunan yang jaraknya agak jauh dari lokasi objek wisata. Se-dangkan untuk di Sa’dan To’ Barana hanya ada sedikit bangunan semi permanen yang memang tempat tinggal dulunya menjadi tempat jual

kain tenun. Terdapat pula peruntukkan tanah untuk keperluan kompleks perkantoran pemer-intahan Toraja Utara. Berikut statistik peningka-tan jumlah hotel dan restoran yang ada di Toraja Utara.

Dari data tersebut menunjukkan bahwa tidak begitu signifikan penambahan jumlah jotel dan restoran yang ada di Toraja Utara sendiri.

2. Hunian menjadi area komersial

Area komersial yang terdapat pada gambar diatas sebelumnya adalah rumah tinggal. Ban-gunan-bangunan tersebut mulai beralih fungsi menjadi komersial sejak tahun 2004. Perubahan tersebut muncul karena daerah tersebut dekat dengan Ke’te Ketsu, sekitar 200 meter dari objek wisata tersebut. Daerah tersebut usaha yang mendominasi adalah usaha warung oleh-oleh, terdapat 4 tempat warung oleh-oleh yang men-jajakan manik-manik, kerajinan kayu maupun kaos sebagai komoditi utama berderet di sepan-jang bangunan diatas. Untuk di Loko’ Mata dan

Sa’dan To’ Barana tidak ada bangunan seperti ini. Menurut informan yaitu salah seorang pekerja di tempat warung oleh-oleh mengatakan: “dulu toko oleh-oleh ini awalnya merupakan rumah, kemudian dibagusin dan renovasi kemu-dian dijadikan tempat warung oleh-oleh tahun 2004”.

3. Bangunan Lama menjadi perkantoranRantepao yang merupakan ibukota Kabupaten Toraja Utara membutuhkan pusat pemerintahan yang didalamnya terdapat pusat perkantoran dan pemerintahan. Tidak semua kompleks perkantoran di Toraja Utara merupakan bangu-nan baru, tetapi ada beberapa yang dialihfung-sikan dari bangunan lama menjadi bangunan baru dengan sedikit renovasi untuk mempunyai fungsi yang baru. Seperti kantor BPS Toraja

46 Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 2 47Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 2

Page 25: Dari Redaksi Daftar Isi - majalahgeospasial.files.wordpress.com · Prestasi Alumni Geografi UI juga ditunjukkan oleh Dr. Asep Karsidi, setelah diangkat menjadi Kepala Bakosurtanal

Utara yang merupakan bangunan lama digunakan menjadi kantor BPS sejak tahun 2008.

Secara Keseluruhan perubahan fungsi bangunan di Toraja Utara tidak terjadi di daerah yang dekat dengan ketiga lokasi wisata tersebut, justu perubahan fungsi bangunan di ketiga kategori banyak terjadi di ibukota Kabupaten Toraja Utara sendiri yaitu Rantepao.

Berikut hasil sketsanya:

D. Frekuensi Perubahan Fungsi BangunanFrekuensi perubahan terjadi di beberapa lokasi. Lokasi tersebut merupakan lokasi yang merupa-kan akses utama menuju Kawah Putih Ciwidey yang oleh banyak orang ramai dilewati dan merupakan titik keramaian di sepanjang Jalan Raya Rancabali, Kabupaten Bandung: Frekue-nsi perubahan fungsi bangunan terkait dengan lokasi bangunan tersebut. wilayah yang mem-punyai aksesbilitas yang tinggi menuju Kawah Putih Ciwidey memiliki perubahan fungsi bangunan yang tinggi. Sedangkan wilayah yang bukan merupakan akses utama menuju Kawah Putih Ciwidey perubahan fungsi bangunannya relatif rendah. Frekuensi perubahan yang tinggi terjadi di wilayah yang agak jauh dengan Objek Wisata. Untuk wilayah Toraja Utara sendiri tidak

begitu signifikan perubahan alih fungsi bangu-nan. Hanya di Rantepao sendiri yang mengalami perubahan signifikan terkait pembentukan ibu-kota Kabupaten.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap informan yang terdapat di wilayah penelitian, frekuensi perubahan fungsi bangunan yang terjadi dis-ebabkan oleh harga sewa yang semakin men-ingkat, orientasi pasar dan pemekaran daerah. Harga tanah dan harga sewa yang semakin tinggi membuat para pelaku usaha memikirkan kem-bali usaha apa yang cocok dan akan dilakukan pada lokasi tersebut. Hal tersebut menyebabkan fungsi bangunan yang ada di sering berubah-ubah.

E. Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Fungsi BangunanBerdasarkan hasil wawancara terhadap beberapa informan yang terdapat di sepanjang Jalan Raya Rancabali di Ciwidey dan Toraja Utara, diperoleh beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan fungsi bangunan. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbagi menjadi dua yaitu fak-tor internal dan faktor eksternal. Faktor inter-nal adalah motif pelaku usaha memilih suatu lokasi sebagai tempat usahanya. Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berada dari luar diri seorang pelaku usaha.

Faktor Internala) Peningkatan KesejahteraanFaktor utama dalam perubahan fungsi bangunan ialah motif ekonomi. Terdapat empat macam motif ekonomi, yaitu (1) motif untuk memper-oleh kesejahteraan, (2) motif untuk mendapat-kan penghargaan dari sesama, (3) motif untuk memperoleh kekuasaan, (4) motif sosial. Pelaku usaha dan pemilik bangunan memiliki motif ekonomi pertama yaitu, untuk meningkatkan kesejahteraan hidup dengan meningkatkan pen-dapatan.

Bagi para pemilik bangunan, bangunan terse-but lebih menguntungkan apabila disewakan dibandingkan dengan dijual. Hal ini dikarena-kan harga sewa akan terus meningkat dari tahun ke tahun begitu pula dengan harga jual tanah. Permintaan akan tanah di Jalan Raya Rancabali, Kabupaten Bandung sangat tinggi, namun keter-sediaan tanah sangat terbatas. Faktor kelangkaan inilah yang menjadikan harga tanah meningkat. Berbeda dengan pemilik bangunan atau pemilik tanah, pelaku usaha yang berada di sepanjang Jalan Raya Rancabali, Kabupaten Bandung menyewa bangunan atau tanah tersebut dengan pertimbangan keuntungan yang maksimal se-bagai komoditi utama untuk membuka usaha di Jalan Raya Rancabali, Kabupaten Bandung.

Dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap pelaku usaha di Jalan Raya Rancabali, Kabupaten Bandung, mereka beranggapan bahwa membuka usaha di sini menguntungkan. Beberapa In-forman melakukan usaha untuk meningkatkan kesejahteraan dan menambah pendapatannya.

“Investasi untuk penambahan pendapatan” (In-forman)

“Lokasinya bagus bisa menambah penghasilan juga, banyak orang kuliah dan tempatnya juga ramai”. (informan)

Sebagian besar pelaku usaha di Toraja Utara mengaku bahwa membuka usaha di sini men-guntungkan. Beberapa Informan juga mengaku melakukan usaha untuk meningkatkan kes-ejahteraan dan menambah pendapatannya.

“.....duapuluh tahun disini, tapi ya naik turun lah, meskipun untung” (Informan)

“Yaa biasa tapi cenderung meningkat, banyak bule duitnya banyak”. (informan)

b) Melanjutkan Usaha KeluargaAlasan pemiihan lokasi di Jalan Raya Rancabali, Kabupaten Bandung ini tidak selalu terpaku pada perkembangan yang terjadi di wilayah ini. Sebelum kemunculan magnetmagnet aktivitas yang ada. Sudah banyak terdapat bangunan-bangunan yang bersifat komersial tanpa mem-perhatikan lingkungan disekitarnya. Sebagai contoh adalah salah satu pemilik toko bangunan bahwa usaha yang dilakukannya merupakan usaha keluarga yang dulu dilakukan oleh orang tuanya kini dilanjutkan oleh anaknya. Tanpa memperhatikan faktor lokasi, pangsa pasar, pemilik usaha tetap melakukan usaha. Meskipun demikian, keuntungan tetap diraih oleh pelaku usaha ini.

Faktor Eksternala) Permintaan PasarKegiatan perdagangan dan jasa merupakan kegiatan tersier yang memiliki sifat pemanfaatan lahan yang sangat intensif dan efisien sehingga perkembanganya harus didorong. Kecamatan Ciwidey memiliki kegiatan tersier yang telah berkembang, seperti yang terdapat disepanjang Jalan Raya Rancabali. Jalan Raya Rancabali sebagai daerah yang paling dekat dengan objek wisata Kawah Putih melayani hampir seluruh kebutuhan, telah memperlihatkan fungsinya dengan cukup baik, termasuk dalam melayani kebutuhan wisatawan. Munculnya berbagai

48 Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 2 49Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 2

Page 26: Dari Redaksi Daftar Isi - majalahgeospasial.files.wordpress.com · Prestasi Alumni Geografi UI juga ditunjukkan oleh Dr. Asep Karsidi, setelah diangkat menjadi Kepala Bakosurtanal

fungsi pelayanan dikarenakan salah satunya wilayah berada diantara beberapa Objek Wisata.

Pusat-pusat souvenir dan oleh- oleh yang ada di sini merupakan upaya untuk memenuhi kebutu-han wisatawan baik di Ciwidey maupun Toraja yang terus meningkat. Dekatnya pusat-pusat souvenir dan oleh-oleh dengan aktivitas wisata juga menyebabkan permintaan akan kebutuhan pusat souvenir dan oleh-oleh meningkat. Per-mintaan kebutuhan yang tinggi tersebut memicu perubahan fungsi bangunan di sepanjang Jalan Raya Rancabali maupun daerah-daerah tertentu di Toraja yang lebih cenderung di bagian ibukota Kabupaten (Rantepao).

“Menurut salah seorang informan, perkem-bangan Kecamatan Ciwidey yang pesat disebab-kan oleh tingginya pola konsumsi wisatawan yang mempengaruhi masyarakat Kecamatan Ciwidey. Banyaknya kebutuhan wisatawan di Ke-camatan Ciwidey yang tidak terpenuhi membuat munculnya bangunan-bangunan yang bersifat komersial. Berdirinya beberapa Warung oleh-oleh yang menjajakan strawberry beserta kebun petik langsungnya dan aktivitas pertokoan di sepanjang Jalan Raya Rancabali adalah salah satu dampak yang muncul”.

b) Kebijakan PemerintahPeraturan pemerintah dalam mendukung pe-rubahan perdagangan dan jasa komersial juga menjadi penyebab perubahan tersebut dikare-nakan dengan izin yang sulit dan adanya ket-egasan aturan wilayah konservasi di tanah yang dimiliki oleh Perhutani dan PTPN 8 menjadikan masyarakat maupun investor merasa kesuli-tan untuk melakukan perubahan pemanfaatan lahan perumahan menjadi perdagangan dan jasa komersial untuk wilayah yang berada di radius 1-2 kilometer dari Kawah Putih Ciwidey menuju arah Kota Bandung. Untuk arah ke Jakarta, di Jalan Rancabali peruntukan tanh yang boleh dibanguna adalah dari Patuha Resort hingga ke bawah.

c) Harga TanahHarga tanah yang semakin meningkat terus menerus dari tahun ke tahun menyebabkan perubahan fungsi kerapkali terjadi di sepanjang

Jalan Raya Rancabali, Kabupaten Bandung. Pada tahun 1994 harga tanah di sepanjang Jalan Raya Rancabali adalah 120 ribu/m2. Semakin inten-sifnya penggunaan tanah di sepanjang Jalan Raya Rancabali, Kabupaten Bandung menyebab-kan harga tanah semakin meningkat. Dalam beberapa hasil temuan wawancara terhadap informan. Meningkatnya harga tanah ini dika-renakan permintaan akan tanah yang semakin tinggi. Pada tahun 2001 harga tanah di sepan-jang Jalan Raya Rancabali, Kabupaten Bandung adalah 600 ribu /m2. Sedangkan pada tahun 2011 harga tanah di sepanjang Jalan Raya Ran-cabali, Kabupaten Bandung adalah 6 – 8 juta/m2. Tetapi fenomena ini belum begitu terasa di Toraja Utara. Hanya sedikit alih fungsi bangunan yang terjadi di Toraja Utara semisal di Rantepao yang menjadi ibukota kabupaten, sementara di wilayah lain tidak begitu terasa perubahan alih fungsi bangunan dikarenakan faktor ini.

KesimpulanPerubahan fungsi bangunan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal dari pemilik ban-gunan. Faktor internal yang berpengaruh adalah keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan dan meningkatkan usaha keluarga. Adapun faktor eksternal yang berpengaruh adalah meningkatnya harga tanah, adanya peraturan pemerintah yang terkait dengan pemanfaatan bangunan, terjadinya pergantian pemilik tanah, adanya permintaan pasar, dan lokasi yang strat-egis. Secara spasial perubahan fungsi bangunan memperlihatkan suatu pola yang dipengaruhi oleh pusat aktifitas utama berupa Objek Wisata. Secara spasial perubahan fungsi bangunan men-unjukkan bahwa semakin dekat ke objek wisata yang merupakan pusat kegiatan utama tidak selalu berdampak pada semakin tingginya dina-mika perubahan fungsi bangunan. Di Ciwidey, adanya area konservasi sedikit menghambat perubahan fungsi bangunan, tetapi setelah area konservasi perubahan fungsi bangunan men-unjukkan bahwa semakin dekat ke objek wisata berdampak pada semakin tingginya dinamika perubahan fungsi bangunan Namun, hal ini tidak berlaku di Toraja Utara, perubahan fungsi bangunan yang berdinamika tinggi justru berada di Ibukota Kabupaten yang memiliki sifat “kota” dibandingkan ketiga lokasi objek wisata yang

bernuansa pedesaan alami. Frekuensi perubahan yang tinggi lebih banyak terjadi di dekat dengan Objek Wisata, sedangkan yang lebih jauh frekuensinya lebih rendah.

REFERENSI Aftaf, Muhammad. Skripsi Sarjana Departemen Geografi: Pola Spasial Perubahan Fungsi Bangunan

di Jalan Utama Kota Depok, Jawa Barat. Depok: Universitas Indonesia 2012. Badan Pusat Statistik Kabupaten Toraja Utara. Kabupaten Toraja Utara dalam Angka 2010. Publikasi

BPS Kabupaten Toraja Utara: Toraja Utara. Kusratmoko, Eko. Persentation of Joint Field Excursion UI-USYD. 3 Januari 2011. Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Karya. 1989. Situs Resmi Pemerintah Kabupaten Bandung. http://www.bandungkab.go.id (diakses pada tanggal 6

Maret 2012, pukul 22.45) Situs Resmi Pemerintah Kabupaten Toraja Utara. http://www.torajautarakab.go.id (diakses pada

tanggal 5 Maret 2012, pukul 13.45) Widyatmiko, Bani. Skripsi Sarjana Departemen Geografi: Perubahan Fungsi Bangunan Perumahan

di Kawasan Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Depok: Universitas Indonesia 2006. Yunus, H.S. “Permasalahan Daerah Urban Fringe dan Alternatif Pemecahannya”, Fakultas Geografi

UGM. Yogyakarta. 1987 Yunus, H.S. “Struktur Tata Ruang Kota”, Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 1999.

50 Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 2 51Vo l u m e 1 0 / N o . 1 / A p r i l 2 0 1 2

Page 27: Dari Redaksi Daftar Isi - majalahgeospasial.files.wordpress.com · Prestasi Alumni Geografi UI juga ditunjukkan oleh Dr. Asep Karsidi, setelah diangkat menjadi Kepala Bakosurtanal