Dampak Keracunan Insektisida bagi Pekerja dan Penanganannya.docx

download Dampak Keracunan Insektisida bagi Pekerja dan Penanganannya.docx

of 20

description

Dampak keracunan insektisida

Transcript of Dampak Keracunan Insektisida bagi Pekerja dan Penanganannya.docx

BAB IPENDAHULUAN

Pestisida merupakan zat yang digunakan untuk membunuh atau mengendalikan hama seperti serangga, jamur, hewan pengerat, gulma, tungau, atau bakteri. Beberapa hama tersebut merupakan vektor penyakit misalnya nyamuk sebagai vektor demam berdarah.1 Pengontrolan vektor menjadi elemen penting dalam mengendalikan penyakit menular. Insektisida merupakan salah satu pestisida yang paling banyak digunakan dalam upaya pengendalian tersebut.2Insektisida merupakan jenis pestisida yang digunakan untuk membasmi serangga. Penggunaan insektisida di Jakarta dalam ruang lingkup rumah tangga mencapai 80%. Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Farmasi menyatakan bahwa gangguan serangga menjadi masalah serius dibuktikan melalui angka yang cukup tinggi dalam penggunaan insektisida di kalangan masyarakat. Data lain yang diajukan yakni keragaman jenis insektisida yang digunakan meliputi insektisida semprot (36%), insektisida koil/ bakar (14,8%), insektisida oles/ lotion (15,6%), insektisida elektrik (12%), dan penggunaan insektisida kombinasi antara bakar, semprot, dan oles (12,3%).1Penggunaan insektisida yang semakin luas oleh masyarakat tidak hanya memberikan dampak positif melainkan dampak negatif baik pada manusia maupun lingkungan terutama jika penggunaan insektisida tersebut tidak tepat. Semua insektisida adalah toksik meskipun memiliki derajat toksisitas yang berbeda antar jenis insektida. Hal ini memungkinkan terjadinya intoksikasi terhadap pestisida. Selain itu, formulasi, jalan masuk pajanan insektisida, dan perilaku pengguna insektisida memungkinkan pula terjadinya akumulasi insektisida yang juga menyebabkan keracunan insektisida. Oleh sebab itu, paparan terhadap insektisida yang berlebihan dan dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan berbagai dampak negatif bagi kesehatan individu khususnya tenaga kerja yang terlibat dalam penggunaan insektisida.1 Dengan demikian, pengetahuan mengenai insektisida, keracunan insektisida bagi pekerja, dan penanganannya perlu dibahas lebih lanjut. BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 InsektisidaInsektisida merupakan jenis pestisida yang digunakan untuk membasmi serangga. Penggunaan insektisida di Jakarta dalam ruang lingkup rumah tangga mencapai 80%. Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Farmasi menyatakan bahwa gangguan serangga menjadi masalah serius dibuktikan melalui angka yang cukup tinggi dalam penggunaan insektisida di kalangan masyarakat. Data lain yang diajukan yakni keragaman jenis insektisida yang digunakan meliputi insektisida semprot (36%), insektisida koil/bakar (14,8%), insektisida oles/lotion (15,6%), insektisida elektrik (12%), dan penggunaan insektisida kombinasi antara bakar, semprot, dan oles (12,3%).1 Menurut data WHO sekitar 500 ribu orang meninggal dunia setiap tahunnya dan diperkirakan 5 ribu orang meninggal setiap 1 jam 45 menit akibat pestisida dan/atau insektisida.3Insektisida merupakan kelompok pestisida terbesar dan memiliki sub kelompok kimia yang berbeda seperti berikut.1. Organoklorin Organoklorin merupakan chlorinated hydrocarbon yang secara kimiawi tergolong insektisida yang relatif stabil dan kurang reaktif. Hal ini ditandai dengan dampak residunya yang lama terurai di lingkungan. Salah satu contoh insektisida organoklorin yang terkenal ialah DDT. Kelompok organoklorin bersifat toksik terhadap susunan saraf baik pada serangga maupun mamalia. Keracunan ini dapat terjadi akut maupun kronik. Hal tersebut disebabkan karena insektisida ini memiliki waktu paruh yang relatif lama sehingga meskipun penggunaannya telah dihentikan namun zatnya masih terdapat di lingkungan baik air maupun tanah hingga beberapa tahun kemudian. Penggunaan insektisida golongan ini sebagai insektisida rumah tangga telah dilarang di Indonesia sejak tahun 1996.12. OrganofosfatOrganofosfat merupakan ester asam fosfat atau asam tiofosfat yang mempunyai waktu paruh bervariasi tergantung pada derajat keasaman (pH). Pada pH netral, waktu paruh insektisida ini hanya beberapa jam untuk diklorvos dan beberapa minggu utuk paration sedangkan pada pH yang cenderung asam waktu paruh ini akan meningkat beberapa kali.1 Organofosfat umumnya merupakan zat yang paling toksik untuk membasmi hewan bertulang belakang seperti ikan, burung, cicak, dan mamalia dengan memblokade penyaluran impuls saraf melalui pengikatan enzim asetilkolinesterase. Akibatnya, terjadi penumpukan asetilkolin yang meningkatkan aktivitas saraf dan hal ini bermanifestasi menjadi rasa sakit kepala bahkan kejang otot dan kelumpuhan.1,4 Di Indonesia, insektisida organofosfat jenis diklorvos dan klorfirifos telah dilarang sejak tahun 2007.53. KarbamatKarbamat merupakan ester asam N-metilkarbamat yang bekerja dengan cara menghambat menghambat asetilkolinesterase sama seperti insektisida organofosfat. Namun, pengaruh insektisida jenis ini tidak berlangsung lama karena proses yang cepat dan reversibel sehingga apabila timbul gejala maka gejala tersebut berlangsung cepat dan sementara hingga kembali ke keadaan normal. Insektisida ini dapat bertahan dalam tubuh antara 1 sampai 24 jam dan selanjutnya akan diekskresikan.5 Insektisida kelompok ini yang masih digunakan sebagai insektisida rumah tangga hingga saat ini yaitu jenis propoksur yang memiliki waktu paruh sekitar 4 jam. Meskipun waktu paruh yang dimiliki relatif singkat, namun kemungkinan terjadinya akumulasi masih ada dan hal ini yang akan berdampak negatif bagi para pekerja.1,6 4. PiretroidPiretroid merupakan jenis insektisida yang paling banyak digunakan dalam insektisida rumah tangga terutama pada insektisida koil/bakar dan semprot. Berdasarkan produknya piretroid dibedakan menjadi piretroid alami yang diperoleh dari bunga Chrysanthemum cinerariaefolium dan piretroid sintetik yang hasil sintesis dari piretrin.1 Piretroid sintetik sering dikombinasikan dengan bahan kimia lain sehingga mempunyai efek yang sinergis dan menaikkan potensi namun lebih persisten di lingkungan. Piertroid sintetik lebih lambat terurai dibandingkan dengan piretroid yang berasal dari tanaman. Piretroid alami lebih cepat terurai oleh sinar matahari, panas, dan lembab. Insektisida ini merupakan racun saraf pada serangga dengan menghalangi sodium channels pada serabut saraf. Akibatnya, transmisi impuls akan dihambat. Piretroid juga sering dikombinasikan dengan piperonyl butoxide yang merupakan penghambat enzim mikrosomal oksidase pada serangga, sehingga kombinasi senyawa ini dengan piretroid mengakibatkan serangga mati.1 Piretroid mempunyai toksisitas rendah pada manusia karena piretroid tidak terabsorpsi dengan baik oleh kulit. Meskipun demikian, insektisida ini dapat menimbulkan alergi pada orang yang peka. Piretroid jenis transfultrin, dalletrin, permetrin, dan sipermetrin banyak digunakan sebagai insektisida rumah tangga baik dalam bentuk semprot non aerosol (manual) maupun aerosol (dengan gas pendorong), elektrik, dan koil/bakar. Hasil evaluasi insektisida yang dilakukan oleh USEPA (The United State of Environmental Protection Agency) mengemukakan bahwa dampak risiko pada manusia dan lingkungan sangat kecil jika mengikuti petunjuk yang tertera pada label.15. DEETDEET memiliki nama IUPAC (The International Union of Pure and Applied Chemistry) adalah N,N-Diethyl-3-methylbenzamide atau nama lain N,N-Diethyl-m-toluamide. Insektisida ini berbentuk lotion dan digunakan sebagai insektisida oles (repellent). DEET bekerja dengan memblokade reseptor olfaktorius serangga yang mengakibatkan hilangnya keinginan serangga untuk menggigit manusia. Potensi DEET sebagai repellent akan meningkat dengan tidak adanya bau keringat. DEET sukar larut dalam air dan termasuk klasifikasi D yaitu tidak diklasifikasikan sebagai penyebab kanker pada manusia. Meskipun demikian, penggunaannya disarankan tidak diulangi setelah 8 jam karena DEET dapat berpenetrasi melalui kulit sehingga berpotensi menimbulkan keracunan. Lotion yang mengandung 100% DEET mampu melindungi kulit selama lebih dari 12 jam sedangkan yang mengandung 20-34% DEET mampu melindungi 3-6 jam. The Center for Disease (CDC) merekomendasikan kadar DEET 30-50% sebagai repellent untuk mencegah resistensi dari serangga. The America Academy of Pediatrics menyatakan tidak ada perbedaan dalam hal keamanan pada produk yang mengandung DEET 10% dan 30% dan merekomendasikan agar DEET tidak digunakan pada bayi yang berumur kurang dari 2 bulan.16. FumiganSesuai namanya, fumigan mencakup beberapa jenis gas, cairan atau padatan yang mudah menguap pada suhu rendah dan melepaskan gas yang dapat membasmi hama. Jenis fumigan yang banyak digunakan adalah paradiklorbenzen (PDB) atau naftalen. PDB juga digunakan sebagai penyegar udara dan penghilang bau. PDB jarang menyebabkan keracunan pada manusia. PDB mempunyai stereoisomer diklorobenzen yang lebih toksik dari bentuk para isomernya. Naftalen dikenal dengan nama kapur barus mempunyai bau yang tajam dan dapat menimbulkan iritasi kulit pada orang yang alergi.17. Asam BoratAsam borat didaftarkan sebagai pestisida sejak tahun 1948 untuk mengontrol kecoa, rayap, semut, kutu, ngengat, dan serangga lainnya. Pestisida ini bekerja dengan mempengaruhi metabolisme serangga dan bersifat abrasive pada eksoskeleton serangga. Di pasaran, asam borat tersedia dalam bentuk cairan, serbuk, umpan berbentuk pasta atau gel. Umpan ini diletakkan pada perangkap dan ditempatkan dibawah wastafel, kulkas atau kompor. Secara pelan, racun ini akan membuat dehidrasi dan merusak sistem imun serangga. Serangga yang masuk perangkap akan membawa racun pada sarangnya dan membunuh serangga yang memakannya.1Selain klasifikasi tersebut, insektisida juga digolongkan berdasarkan cara penggunaannya yaitu sebagai berikut.1. Insektisida semprot dalam bentuk gas (aerosol) dan manual tanpa aerosol, yang digunakan dengan cara menyemprotkan insektisida di tempat yang memiliki hama serangga. Umumnya, insektisida semprot dengan aerosol berbentuk kemasan siap pakai, mengandung propana atau butana sebagai propellant, dan mempunyai kadar insektisida lebih tinggi dibandingkan insektida non aerosol. Insektisida ini banyak digunakan untuk serangga yang merayap seperti kecoa. Residu insektisida akan tinggal di permukaan yang disemprotkan dan tempat serangga bersarang dan berjalan yang akan membunuh serangga setelah beberapa waktu kemudian. Bahan yang digunakan umumnya propoksur, silica gel, resmetrin, atau piretrin.12. Fogger/pengasapan, umumnya berkemasan tabung aerosol dan melepaskan kabut yang jenuh pada ruang tertutup. Insektisida ini paling baik digunakan pada ruang yang banyak hama. Penggunaan fogger memerlukan persiapan yang baik seperti memindahkan tanaman dalam ruangan, hewan peliharaan, makanan, dan menutup furniture. Insektisida yang digunakan pada pengasapan tidak menimbulkan residu sehingga pengasapan tidak akan membunuh hama melainkan hanya mengusir hama serangga. Insektisida yang digunakan adalah piretroid dan yang sinergis.13. Insektisida elektrik, memiliki bentuk berupa padatan keping (mat) dan cairan. Insektisida ini biasanya digunakan untuk membunuh nyamuk dengan menggunakan aliran listrik yang dapat menimbulkan panas sehingga insektisida yang terkandung dalam mat atau cairan akan menguap. Uap atau gas yang ditimbulkan dapat membunuh hama serangga seperti nyamuk. Bahan yang digunakan propoksur atau piretroid ditambah bahan yang sinergis.14. Insektisida bakar, berbentuk bulatan seperti koil dan biasanya digunakan untuk membunuh nyamuk. Cara penggunaan insektisida ini dilakukan dengan membakar ujung koil dan asap yang ditimbulkan dapat melumpuhkan atau membunuh nyamuk. Bahan yang digunakan piretroid ditambah dengan bahan yang sinergis.15. Insektisida lotion/repellent, digunakan untuk menghindarkan gigitan nyamuk ke kulit yang diolesi insektisida ini. Bahan yang digunakan DEET atau dimetilftalat. 1 6. Cairan insektisida, tersedia dalam bentuk konsentrat sehingga sebelum pemakaiannya harus terlebih dahulu dicampur dengan air atau pelarut siap pakai. Umumnya, penggunaan insektisida ini dengan cara disemprotkan pada celah atau lubang tempat serangga bersembunyi. Bahan yang digunakan dalam insektisida ini berupa propoksur atau piretroid ditambah bahan yang sinergis. 1 7. Serbuk, digunakan dalam bentuk kering dan tidak dicampur air. Insktisida ini digunakan dengan cara ditaburkan pada celah atau lubang tempat serangga bersarang. Efektivitas insektisida serbuk akan berkurang jika suasana lembab karena sifanya yang akan menggumpal. Bahan yang digunakan di dalam insektisida serbuk biasanya meliputi asam borat atau propoksur. 1 8. Umpan dan perangkap berumpan, umumnya penggunaan ini dicampur dengan makanan. Campuran umpan dan makanan ditempatkan dalam kemasan logam dan diberi lubang pada kemasan agar serangga masuk. Serangga yang masuk terkadang membawa racun kembali ke sarangnya. Bahan yang digunakan dalam insektisida ini berupa propoksur dan asam borat. 19. Kepingan kertas, berbentuk sepotong kertas yang dilapisi dengan racun pada salah satu sisinya dan lem perekat agar menempel pada sisi yang lain. Kertas ini ditempatkan pada tempat yang banyak serangga, sehingga serangga akan mati setelah kontak dengan insektisida ini. Bahan yang digunakan umumnya propoksur.110. Fumigan rumah tangga, banyak tersedia dalam bentuk padatan bulat atau pipih dan biasanya ditempatkan di dalam lemari untuk membasmi ngengat, kutu pakaian, buku, karpet, dan Iain-lain. Bahan yang digunakan umumnya naftalen atau PDB.1

2.2 Keracunan InsektisidaJenis insektisida yang paling sering menimbulkan keracunan di Indonesia adalah sub kelompok organofosfat dan organoklorin. Golongan karbamat memiliki efek yang mirip organofosfat, tetapi jarang menimbulkan kasus keracunan.7

Insektisida Tremor, kejang, paralisisPenurunan kesadaranGanglion autonom neuromuskulerGangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuhUjung-ujung syaraf simpatisMenghambat aktivitas enzim asetilkolin nesteraseTertumpuknya asetilkolinPenurunan curah jantung dan pola nafas tidak efektifSinapsKontraksi pulil, penglihatan kabur, muntah, diare,renore,salivasi, banyak keringatPenurunan persepsi sensoriSSPBronkokostriksi dan penekanan aktivitas jantung Gambar 1. Patofiosologi Keracunan Insektisida

Keracunan insektisida dapat menimbulkan reaksi keracunan yang bervariasi. Tanda dan gejala keracunan insektisida, khususnya golongan organosfosfat, seringkali dihubungkan dengan hiperstimulasi asetilkolin yang persisten. Selain itu, adanya stimulasi berlebihan kolinergik pada otot polos dan reseptor eksokrin muskarinik akan menimbulkan manifestasi klinis berupa miosis, gangguan miksi dan defekasi (biasanya diare), eksitasi, dan salivasi. Keracunan insektisida juga memiliki efek pada sistem respirasi dengan menyebabkan bronkokonstriksi sehingga bermanifestasi menjadi sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus. Pada penggunaan insektisida dosis menengah sampai tinggi sering terjadi stimulasi nikotinik pusat daripada efek muskarinik seperti ataksia, hilangnya refleks, bingung, sukar bicara, kejang yang dapat berlanjut menjadi paralisis, serta pernafasan Cheyne Stokes bahkan koma. Gejala-gejala tersebut umumnya timbul dalam waktu 6-8 jam.7 Pajanan insektisida yang berlebihan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit. Kematian keracunan akut akibat insektisida umumnya disebabkan oleh kegagalan pernafasan. Edema paru, bronkokonstriksi, dan kelumpuhan otot-otot pernafasan akan menyebabkan kegagalan pernafasan. Selain itu, dapat pula terjadi aritmia jantung seperti heart block dan henti jantung meskipun memiliki kejadian yang lebih sedikit sebagai penyebab kematian.7Insektisida diabsorbsi melalui cara pajanan yang bervariasi. Pada pajanan melalui inhalasi gejala timbul dalam beberapa menit sedangkan pada pajanan ingesti atau subkutan umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menimbulkan tanda dan gejala. Pajanan yang sifatnya lebih terbatas hanya menyebabkan gejala dan tanda yang terlokalisir. Absorbsi perkutaneus dapat menimbulkan keringat yang berlebihan dan kejang otot pada daerah yang terpapar. Insektisida yang terpapar pada mata dapat menimbulkan miosis atau pandangan kabur. Pada insektisida inhalasi dengan konsentrasi kecil dapat menimbulkan sesak nafas dan batuk.7 Selanjutnya, komplikasi keracunan seringkali dihubungkan dengan neurotoksisitas lama dan organophosphorus-induced delayed neuropathy (OPIDN). Sindrom ini berkembang dalam 8-35 hari sesudah pajanan terhadap organofosfat. Kelemahan progresif dimulai dari tungkai bawah bagian distal kemudian berkembang menjadi kelemahan pada jari dan kaki berupa foot drop sedangkan kehilangan sensori sedikit terjadi.7

Tabel 1. Manifestasi Klinis Keracunan Insektisida1NoJenis InsektisidaManifestasi KlinisKeterangan

1.

2.

3.

4.

5.Organofosfat dan Karbamat

Piretroid Piretroid sintetik

Piretroid derivat tanaman: piretrum dan piretrin

DEET

Fumigan

Naftalen

Paradiklorobenzen (PDB)

Asam boratSakit kepala, lelah, pusing, hilang selera makan, mual, kejang perut dan diare, penglihatan kabur, mata berair, miosis, keringat berlebih, hipersalivasi, bradikardia, kejang otot subkutan.Gejala di atas ditambah dengan tidak sanggup berjalan, malaise, defekasi tidak terkontrol, kejang otot, dan sesak.Gejala di atas ditambah dengan inkontinensia, kejang, bahkan tidak sadar.

Iritasi kulit (rasa terbakar, gatal, hingga hipestesi atau anestesi).Inkoordinasi, tremor, salivasi, muntah, diare, iritasi pada indra pendengaran dan perasa.

Alergi, iritasi kulit dan asma. Piretrin kurang alergik tetapi menimbulkan iritasi pada orang yang peka.

Iritasi kulit dan mata.Kulit kemerahan dan melepuh sehingga terasa nyeri.Pusing dan perubahan emosi.

Iritasi mata dan saluran pernafasan atas.Sakit kepala, pusing, mual, muntah, diare, ikterik, kejang, bahkan koma.

Hemolisis.Kerusakan eritrosit, anemia hemolitik, lemah, hilang selera makan, gelisah, pucat.Hiperbilirubinemia, ensefalopati, dan ikterik.

Iritasi ringan pada mata dan hidung.Luka pada hepar dan tremor.Iritasi kulit dan saluran nafas dan pencernaan.Mual, nyeri perut, muntah, dan diare.

Iritasi kulit (gatal kemerahan, bahkan mengelupas), hilang kesadaran, depresi pernafasan dan gagal ginjal.Insektisida organofosfat (diklorvos dan klorfirifos) telah dilarang digunakan sebagai insektisida rumah tangga.Antidot: SA dan pralidoksim

Keracunan ringan

Keracunan berat

Keracunan akut dan tertelan

Jika terjadi hemolisis, maka berikan larutan Ringer laktat atau Na2CO3, pH urin dijaga >7,5

Keracunan pada bayi, tertelan dalam jumlah besar

Keracunan berat

Adapun tingkat keracunan insektisida berdasarkan aktivitas enzim kholinesterase dalam darah yang diukur melalui pemeriksaan tintometer kit dengan perangkat uji Lovibond yaitu sebagai berikut.75-100% kategori normal,50-