DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP ... ANADIA RAHMADINI. Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap...
Transcript of DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP ... ANADIA RAHMADINI. Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap...
DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP PENDAPATAN DAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH
TANGGA DI KOTA BOGOR
(STUDI KASUS RUMAH TANGGA PENGOJEG PENGGUNA KREDIT MOTOR)
OLEH ANADIA RAHMADINI
H14103075
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
RINGKASAN
ANADIA RAHMADINI. Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga di Kota Bogor (Studi Kasus Rumah Tangga Pengojeg Pengguna Kredit Motor) (dibimbing oleh DIDIN S. DAMANHURI). Indonesia merupakan negara berkembang yang kaya akan sumber daya alam baik yang terdapat didaratan maupun dilautan. Kekayaan alam yang melimpah terutama hasil tambang berupa minyak bumi telah mengikut sertakan Indonesia sebagai salah satu anggota OPEC (Organization of Petroleum Exporting Countries). Pada tahun 1973-1974 telah terjadi krisis energi pertama, yang mengakibatkan harga minyak dunia meningkat tiga kali lipat dari US$ 4 per barrel menjadi US$ 12 per barrel. Hal serupapun terjadi pada tahun 1978-1979, kenaikan harga minyak dari US$ 14 per barrel menjadi US$ 26 per barrel. Krisis energi pertama dan kedua memberikan keuntungan yang melimpah kepada negara-negara penghasil minyak, salah satunya Indonesia. Penerimaan yang besar dari penjualan minyak mendorong pemerintah untuk memberikan subsidi BBM dan Tarif listrik. Krisis energi keempat yang terjadi pada tahun 2005 telah meningkatkan harga minyak dunia hingga US$ 60,63 per barrel. Peningkatan kali ini tidak memberikan keuntungan kepada Indonesia melainkan mengakibatkan beban subsidi BBM yang harus ditanggung oleh pemerintah. Hal ini terjadi karena Indonesia mulai berubah status dari negara eksportir menjadi negara net-importir. Seiring bertambahnya jumlah penduduk konsumsi BBM semakin meningkat sedangkan produksi BBM semakin menurun. Atas pertimbangan tersebut pemerintah menaikan harga BBM dalam negeri pada 1 Oktober 2005. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kenaikan harga BBM terhadap pendapatan dan pengeluaran konsumsi rumah tangga pengojeg, serta pengaruhnya terhadap daya bayar cicilan kredit motor. Analisis data dilakukan setelah data primer berhasil dikumpulkan dari kegiatan penelitian. Data yang diperoleh selanjutnya disajikan dalm bentuk tabel dan uraian. Analisa data dilakukan secara kualitatif dan dijabarkan dalam pendeskripsian. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa adanya kenaikan harga BBM berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pendapatan rumah tangga pengojeg motor. Sementara itu, kenaikan harga BBM berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga pengojeg motor.
DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP PENDAPATAN DAN PENGELUARAN KONSUMSI
RUMAH TANGGA DI KOTA BOGOR (STUDI KASUS RUMAH TANGGA PENGOJEG PENGGUNA KREDIT MOTOR)
Oleh
ANADIA RAHMADINI H14103075
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh;
Nama Mahasiswa : Anadia Rahmadini
Nomor Register Pokok : H14103075
Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul Penelitian : Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap
Pendapatan dan Pengeluaran Konsumsi
Rumah Tangga (Studi Kasus Rumah Tangga
Pengojeg Pengguna Kredit Motor)
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Menyetujui,
Dosen Pembimbingan,
Prof. Dr. H. Didin S. Damanhuri, S.E., M.S., D.E.A.
NIP. 131 404 217
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP. 131 846 872
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, September
2004
Anadia Rahmadini H14103075
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Anadia Rahmadini lahir pada 24 Mei 1985 di Kota
Bogor, yang berada di Provinsi Jawa Barat. Penulis merupakan anak tunggal, dari
pasangan Ayahanda Adang Hery Koswara dan Ibunda Jasmi. Penulis mengawali
pendidikannya dari sekolah dasar. Pada tahun 1997 penulis menamatkan sekolah
dasar pada SD Negeri Polisi II Bogor, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 1
Bogor dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan
pendidikannya ke SMU Negeri 5 Bogor. Mulai caturwulan ke 2 penulis
melanjutkan pendidikannya di SMU Negeri 1 Bogor, hingga lulus pada tahun
2003. Pada tahun yang sama penulis diterima pada Departemen Ilmu Ekonomi,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif
di berbagi kepanitiaan, salah satunya Dies Natalis FEM ke-3.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul
skripsi ini adalah “Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Pendapatan dan
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga di Kota Bogor (Studi Kasus Rumah
Tangga Pengojeg Pengguna Kredit Motor)”. Kenaikan harga BBM merupakan
topik yang sangat menarik karena dalam kenaikan harga BBM terdapat pihak
yang pro dan kontra. Karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan topik ini, khususnya di daerah Kota Bogor. Disamping hal tersebut, skripsi
ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Ekonomi
pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor.
Penulis sadar bahwa pencapaian ini bukan karya yang luar biasa, namun
melalui karya ini penulis berharap agar dalam proses penyusunan hingga hasil
yang dicapai dapat dijadikan pembelajaran bagi penulis sendiri maupun pembaca.
Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada :
1. Prof. Dr. H. Didin S. Damanhuri, S.E., M.S., D.E.A., selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan arahan dan masukan yang sangat
berarti.
2. Ir. Wiwiek Rindayanti, M. Si, selaku dosen penguji yang telah
memberikan masukan.
3. Widyastutik, S.E., M.Si., selaku dosen komisi pendidikan yang
memberikan masukan tata cara penulisan agar lebih baik.
4. Dosen-dosen Ilmu Ekonomi, serta petugas TU IE, dan TU FEM.
5. Orang Tua yang dengan sabar, tabah, dan ikhlas mendidik dan
menguatkan jiwa dan raga.
6. Sahabat terbaik yang selalu menemani dalam keadaan senang dan sedih
(Aci, Eka, Ephee, Lea, Kikie, Maiva, Pritta, Windy, dan Yanti).
7. Teman terbaik yang selalu memberikan dukungan dan semangat (Else,
Depe, Asih, Tanti, dan Echa).
8. Teman seperjuangan (Eka Sari Ningsih, Rizki Amelia, dan Halida
Fatimah).
9. Teman-teman IE angkatan 40 dan 41 (Ipul dan Heri).
10. Guru-guru SMK Negeri 2 Bogor jurusan teknik elektronika khususnya
kepada Bapak Yuniarto Triadi.
11. Guru-guru SMU Negeri 1 Bogor yang telah membimbing, dan
memberikan masukan kepada penulis.
12. Keluarga besar tercinta di Bukittinggi dan Malaysia yang selalu
memberikan semangat dan doa kepada penulis.
Bogor, September 2007
Anadia Rahmadini H14103075
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL……………………………………………………….. iii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………….. iv
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………….. v
I. PENDAHULUAN…………………………………………………. 1
1.1. Latar Belakang……………………………………………….. 1
1.2. Perumusan Masalah………………………………………….. 7
1.3. Tujuan Penelitian…………………………………………….. 10
1.4. Manfaat Penelitian…………………………………………… 11
1.5. Ruang Lingkup Penelitian…………………………………… 11
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN……… 12
2.1. Tinjauan Teori………………………………………………... 12
2.1.1. Kondisi Umum Kehidupan Masyarakat Miskin di Indonesia…………………………………………….. 12
2.1.2. Kenaikan Harga BBM dan Subsidi BBM……………... 13
2.1.3. Definisi Transportasi………………………………….. 18
2.1.4. Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga…………. 19
2.1.5. Kredit Perorangan……………………………………… 21
2.2. Penelitian Terdahulu…………………………………………. 24
2.3. Kerangka Pemikiran…………………………………………. 25
III. METODOLOGI PENELITIAN …………………………………… 28
3.1. Wilayah Penelitian…………………………………………… 28
3.2. Jenis dan Sumber Data………………………………………. 28
3.3. Metode Pengambilan Sampel……………………………….. 29
3.4. Metode Analisis Data……………………………………….. 30
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH………………………………. 31
4.1. Kondisi Geografis Kota Bogor……………………………… 31
4.2. Penduduk Kota Bogor……………………………………….. 33
ii
4.3. Perekonomian Kota Bogor………………………………….... 34
4.4. Sarana dan Prasarana Transportasi…………………………… 36
V. HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………. 40
5.1. Profil Pengojeg Sepeda Motor……………………………….. 40
5.1.1. Gender……………………………………………….. 40
5.1.2. Usia…………………………………………..……… 40
5.1.3. Pendidikan…………………………………………… 42
5.1.4. Masa Kerja…………………………………………... 43
5.1.5. Jam Kerja Per Hari…………………………………... 44
5.1.6. Kepemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM)…………. 44
5.2. Kenaikan Tarif Ojeg, dan Perubahan Penerimaan Pengojeg Motor……………………………………………… 45
5.3. Perubahan Pengeluaran Biaya Operasional Pengojeg Motor.. 47
5.4. Penerimaan Bersih dan Pendapatan Rumah Tangga Pengojeg Motor ………………………………………………………… 50
5.5. Pengeluaran Rumah Tangga Pengojeg Motor………………... 56
5.6. Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Pendapatan Rumah Tangga Pengojeg Motor……………………………… 59
5.7. Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Pengeluaran Rumah Tangga Pengojeg Motor……………………………… 60
5.8. Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Daya Bayar Kredit Motor Pengojeg…..……………..………………………….... 61
VI. KESIMPULAN DAN SARAN……………………………….….… 62
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………..… 64
LAMPIRAN…………………………………………………………..….. 66
iii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1.1. Kondisi Perminyakan Indonesia (Ribu Barrel)……………………. 4
2.1. Harga BBM Per 1 Oktober 2005………………………………….. 5
2.2. Skema Tingkat Efektivitas Kompensasi Harga BBM (Persen)…… 17
3.1. Responden Penelitian……………………………………………… 29
4.1. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kota Bogor Tahun 1987-2005… 33
4.2. Jumlah Rumah Tangga, Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk di Kota Bogor Tahun 2005…………………………….. 34
4.3. PDRB Kota Bogor Tahun 2001-2005……………………………... 35
4.4. Kontribusi Sektor dalam Perekonomian Kota Bogor Tahun 2005... 35
4.5. Panjang Jalan Menurut Keadaan dan Status Jalanan di Kota Bogor Tahun 2005…………………………….…………………………. 36
4.6. Jumlah Kendaraan di Kota Bogor Tahun 2001-2006…………….. 37
4.7. Tingkat Kecelakaan Kota Bogor………………………………….. 39
4.8. Perkembangan Kriminalitas Kota Bogor…………………………. 39
5.1. Kepemilikan SIM…………………………………………………. 45
5.2. Perubahan Tarif, dan Penerimaan Kotor Per Hari……………….... 47
5.3. Rata-rata Pengeluaran Pengojeg Motor Per Hari…………………. 48
5.4. Rata-rata Penerimaan Bersih Pengojeg Motor Per Hari Kerja…..... 50
5.5. Pendapatan dan Penghasilan Tambahan Pengojeg Motor Per Bulan Sebelum Kenaikan Harga BBM (Rupiah) ………………………… 52
5.6. Pendapatan dan Penghasilan Tambahan Pengojeg Motor Per Bulan Setelah Kenaikan Harga BBM (Rupiah) …………………………. 55
5.7. Penundaan Pembayaran Cicilan Kredit Motor………….………… 60
iv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1.1. Laju Penjualan Sepeda Motor Anggota AISI Kuartal I (2005-2006) 8
1.2. Perbandingan Harga Premium di Berbagai Negara…………..…. 15
2.1. Kerangka Analisis Penelitian…………………………………….. 27
5.1. Frekuensi Pengojeg Berdasarkan Usia………………………....… 41
5.2. Frekeunsi Pengojeg Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga… 42
5.3. Frekuensi Pengojeg Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan….... 43
5.4. Frekuensi Pengojeg Berdasarkan Masa Kerja……………….…… 43
5.5. Persentase Pendapatan Rumah Tangga Pengojeg Sebelum KenaikanHarga BBM……………………………………….…… 51
5.6. Persentase Pendapatan Rumah Tangga Pengojeg Setelah Kenaikan Harga BBM………………………………..……….…. 53
5.7. Persentase Net Balance Rumah Tangga Pengojeg Setelah Kenaikan Harga BBM.................................................................... 58
v
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Pendapatan Rumah Tangga Pengojeg Motor Per Bulan Sebelum Kenaikan Harga BBM di Kota Bogor……………….…….. 66
2. Pendapatan Rumah Tangga Pengojeg Motor Per Bulan Setelah Kenaikan Harga BBM di Kota Bogor………………..…….. 68
3. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengojeg Motor Per Bulan Sebelum Kenaikan Harga BBM di Kota Bogor…….……. 70
4. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengojeg Motor Per Bulan Setelah Kenaikan Harga BBM di Kota Bogor……………. 72
5. Data dasar Pengolahan Uji t ………………………………………… 74
6. Hasil Uji t untuk Pendapatan……………………….……………….. 76
7. Hasil Uji t untuk Pengeluaran……………………………………….. 76
8. Ringkasan Hasil Uji t untuk Pendapatan……………………………. 77
9. Ringkasan Hasil Uji t untuk Pengeluaran…………………………… 78
10. Kuisioner Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Pendapatan dan Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengojeg………………. 79
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Indonesia merupakan negara berkembang yang kaya akan sumber
daya alam, baik yang terdapat di daratan maupun di lautan. Kekayaan alam
yang dimiliki berupa hasil pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan dan
pertambangan. Kekayaan alam yang melimpah terutama hasil tambang
berupa minyak bumi telah mengikutsertakan Indonesia sebagai salah satu
anggota dari OPEC (Organization of Petroleum Exporting Countries). OPEC
merupakan organisasi yang terdiri dari negara-negara penghasil minyak
bumi. Menurut Pamungkas dan Hidayat OPEC bertujuan
“mempertahankan harga minyak atau menentukan harga sehingga
menguntungkan negara produsen, dan mengatur hubungan dengan
perusahan-perusahaan minyak asing atau pemerintah negara-negara
konsumen”.1 Peranan OPEC sangat besar ketika terjadi perang Yom Kipur antara
Arab dan Israel pada tahun 1973-1974 yang mengakibatkan negara-negara
Arab memboikot untuk mengirim minyak ke Amerika dan Eropa. Perang
tersebut menyebabkan krisis energi pertama sehingga harga minyak dunia
naik tiga kali lipat dari US$ 4 per barrel menjadi US$ 12 per barrel. Hal
yang serupapun terjadi pada tahun 1978-1979 ketika terjadi revolusi Iran
yang berakibat penghentian produksi minyak oleh Iran ke negara-negara
Barat. Krisis energi kedua ini menyebabkan kenaikan harga minyak dunia
1 Pamungkas dan Syamsul Hidayat. 1998. Rangkuman Pengetahuan Umum Lengkap. Surabaya :
Apollo. hal 162.
2
hingga dua kali lipat dari US$ 14 menjadi US$ 26. Kedua krisis energi
tersebut membuat negara-negara yang tergabung di dalam OPEC mendapat
keuntungan yang berlipat akibat melambunganya harga minyak dunia.
Indonesia yang menjadi salah satu negara anggota OPEC ikut
merasakan keuntungan yang berlipat akibat krisis energi pertama dan
kedua, yang terkenal dengan Oil Boom. Penerimaan yang besar dari hasil
penjualan minyak bumi telah mendorong pemerintah untuk memberikan
subsidi kepada masyarakat berupa subsidi harga Bahan Bakar Minyak
(BBM) dan subsidi Tarif Dasar Listrik (TDL). Pemberian subsidi tersebut
bertujuan untuk meningkatkan pembangunan, menarik para investor asing
agar menanamkan modal di Indonesia, dan membantu orang-orang miskin
yang ada di Indonesia. Pemberian subsidi tersebut memberikan dampak
terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Bersama negara Malaysia dan
Thailand, Indonesia mendapat julukan sebagai “Macan Asia”. Selain
mendapat julukan tersebut Indonesia juga mendapat julukan sebagai NICs
(New Industrial Countries). Pemberian subsidi yang bertujuan untuk membantu orang-orang
miskin, pada kenyataannya sebagian besar yang menikmati subsidi tersebut
adalah golongan masyarakat menengah ke atas, dan bukan golongan
masyarakat miskin. Padahal, beban subsidi yang diberikan pemerintah telah
memberatkan APBN Indonesia.
Perekonomian Indonesia yang belum pulih benar akibat krisis
ekonomi, kembali dihadapkan pada krisis energi keempat. Krisis energi
tersebut menyebabkan harga minyak dunia meningkat hingga 60,63 US$ per
3
barel.2 Peningkatan harga minyak tersebut membuat beban subsidi energi
bertambah besar, Prihandana mengatakan “subsidi meningkat lagi dengan
pesat pada tahun 2004, menjadi tidak kurang dari 80 triliun rupiah, karena
harga minyak internasional meningkat sampai tiga kali lipat. Tahun 2005,
subsidi ditetapkan Rp 89 triliun”.3
Kenaikan harga minyak dunia kali ini tidak memberikan keuntungan
terhadap Indonesia. Peningkatan konsumsi dan penurunan produksi BBM
dalam negeri merupakan salah satu faktor yang menyebabkan Indonesia
mulai berubah status menjadi negara net importir. Adanya subsidi energi
menyebabkan harga BBM di Indonesia menjadi murah, hal ini menimbulkan
pola konsumsi BBM yang cenderung konsumtif, selain itu tingginya
perbedaan harga BBM dalam negeri dengan luar negeri menyebabkan
terjadi penyelundupan BBM. Dari sisi produksi BBM mengalami
penurunan, dikarenakan sumur-sumur minyak yang ada sudah tua,
teknologi yang digunakan sudah ketinggalan zaman, dan ditambah dengan
iklim investasi di sektor pertambangan minyak yang kurang kondusif.
Tingginya tingkat konsumsi yang tidak diimbangi oleh peningkatan produksi
BBM menyebabkan defisit BBM, sehingga untuk mencukupi kebutuhan
minyak dalam negeri, dilakukan dengan cara mengimpor.
Tabel 1.1. Kondisi Perminyakan Indonesia (Ribu Barrel)
2 Teguh Dartanto. BBM, Kebijakan Energi, Subsidi, dan Kemiskinan di Indonesia.
http://www.oi.ppi-jepang.org.artcle.php?id=102 [1 Oktober 2005]. 3 Rama Prihandana. 2006. Dari Energi Fosil Menuju Enegi Hijau. Jakarta: Proklamasi
Publishing. hal 9.
4
Kondisi Perminyakan Indonesia
2000 2001 2002 2003 2004
Produksi minyak 1272.5 1214.2 1125.4 1139.6 1094.4Konsumsi minyak 996.4 1026.0 1075.4 1112.9 11143.7Impor minyak mentah 219.1 326.0 327.7 306.7 330.1Ekspor minyak mentah 622.5 599.2 639.9 433.0 412.7Kapasitas pengilangan 1057.0 1057.0 1057.0 1057.0 1055.5Output pengilangan 968.2 1006.1 1002.4 944.4 1011.6Cadangan minyak (MB)*
5123.0 5095.0 4722.0 4320.0 4301.0Sumber: Dartanto (2005)
Volume impor yang semakin meningkat dan biaya untuk subsidi yang
semakin bertambah, sedangkan penerimaan dari ekspor yang semakin
menurun, mengakibatkan biaya pengadaan BBM menjadi tinggi. Ketika
harga minyak dunia melonjak di luar kewajaran dari anggaran pemerintah,
hal tersebut dapat menimbulkan permasalahan defisit anggaran. Prihandana
mengatakan : Terdapat beberapa pertimbangan mengapa pemberian subsidi BBM harus dikurangi. Pertama, pemberian subsidi BBM membuat pemberian subsidi untuk pendidikan, pangan, kesehatan, dan perumahan berkurang. Kedua, BBM yang di subsidi sebenarnya hanya menimbulkan disparitas harga, yang pada akhirnya akan mendorong penyelundupan. Ketiga, subsidi BBM yang jumlahnya sangat besar itu ternyata kebanyakan dinikmati oleh kelompok orang yang mampu.4 Atas beberapa pertimbangan tersebut pemerintah mencabut subsidi
BBM dengan menaikkan harga minyak dalam negeri mengikuti kenaikan
harga minyak dunia. Sehingga pada 1 Oktober 2005 harga BBM dalam
negeri naik hingga mencapai rata-rata 100 persen. Hal ini tercantum dalam
Peraturan Presiden No. 5 tahun 2005 mengenai kenaikan harga BBM
bersubsidi.
4 Ibid. hal 14.
5
Tabel 1.2. Harga BBM Per 1 Oktober 2005
Jenis BBM Keterangan Harga
lama per liter (Rp)
Harga baru per liter
(Rp)
Perubahan (%)
Pertamax Plus
- 5.900 5.900 -
Pertamax - 5.700 -Harga eceran 2.400 4.500 87,5Premium Harga industri
5.160 5.160 -Harga eceran 700 185,7Minyak
Tanah Harga industri
2.200 2.000 -10,0Harga eceran 2.100 4.300 104,8Minyak
Solar Harga industri
5.350 5.350 -Harga eceran 2.300 123,0Minyak
Diesel Harga industri
5.130 5.130 -Harga eceran 2.600 21,2Minyak
Bakar Harga industri
3.150 3.150 -Sumber: Pertamina (2006)
Dari Tabel 1.2 dapat dilihat untuk BBM jenis premium mengalami
kenaikan sebesar 87,5 persen, untuk jenis minyak tanah mengalami
kenaikan harga sebesar 185,7 persen, minyak solar mengalami kenaikan
harga sebesar 104,8 persen, minyak diesel mengalami kenaikan harga
sebesar 123 persen dan minyak bakar mengalami kenaikan harga sebesar
21,2 persen. Pencabutan subsidi BBM oleh pemerintah dialihkan dalam program
kompensasi kenaikan harga BBM, berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT).
BLT merupakan bantuan langsung yang diberikan pemerintah kepada
masyarakat miskin sebesar Rp. 100.000 per bulan per keluarga. Pemberian
BLT ini bertujuan agar subsidi yang diberikan pemerintah dapat langsung
menyentuh masyarakat miskin, sehingga subsidi tidak salah sasaran.
Peristiwa kenaikan harga BBM selalu menjadi sorotan tajam dari
berbagai kalangan. Peristiwa tersebut sering kali disambut oleh masyarakat
6
dengan aksi-aksi demonstrasi dan sering berakhir dengan kericuhan dari
para pendemo dengan aparat hukum. Menurut Hasan penolakan kenaikan
harga BBM yang dilakukan kalangan masyarakat berdasarkan alasan :
Pertama, masyarakat belum yakin benar pemerintah dapat mengendalikan dampak dari kebijakan ini terhadap kenaikkan berbagai kebutuhan hidup. Kedua, masyarakat belum yakin bahwa program kompensasi BBM akan dapat mereka nikmati sebagaimana pemerintah janjikan. Ketiga, masyarakat belum dapat membeli alasan keadilan yang melatar belakangi kenaikkan harga BBM sebagaimana yang disampaikan pereintah.5 Program kompensasi BBM yang ada selama ini disinyalir sebagai
pembagian rezeki kepada instansi-instansi pemerintah yang menjadi
pelaksana dan penanggung jawab program tersebut, sehingga tingkat
keefektivitasan program tersebut kecil dirasakan oleh masyarakat.
Kenaikan harga BBM yang mencapai rata-rata 100 persen akan
memberikan dampak terhadap kehidupan masyarakat. Akibat dari
kenaikan harga BBM tersebut telah menimbulkan inflasi yang tercermin
dari naiknya harga sejumlah komponen kebutuhan pokok masyarakat
berupa barang dan jasa. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS),
tingkat inflasi meningkat setelah kenaikan harga BBM sebesar 17,11 persen.
Dampak kenaikan harga BBM juga dirasakan oleh perusahaan-perusahaan,
karena telah menyebabkan biaya produksi meningkat, hal inipun ditambah
dengan permintaan kenaikan upah dari para pekerja akibat meningkatnya
biaya hidup. Dampaknya banyak perusahaan yang gulung tikar dan
merumahkan atau melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
5 M. Fadhil Hasan. Kenapa Kenaikan Harga BBM di Tolak ?
http://www.freelist.org/archieves/list_indonesia/02-2005/msg00488.html [21 Februari 2005].
7
Di tengah kehidupan sosial ekonomi yang terhimpit krisis, kebutuhan
hidup masyarakat semakin melambung, yang menyebabkan daya beli
masyarakat menurun, karena dari segi pendapatan yang diterima belum
tentu mengalami peningkatan. Kondisi ini akan menurunkan daya tahan
ekonomi masyarakat serta kualitas hidup msyarakat yang akan mengalami
penurunan, terutama kelompok masyarakat kelas menengah ke bawah,
seperti pedagang kecil, pengojeg motor dan sopir. Penurunan kesejahteraan
masyarakat akan menimbulkan masyarakat miskin di Indonesia yang akan
meningkat jumlahnya akibat kenaikan harga BBM pada 1 Oktober 2005.
“Dikatakan jumlah penduduk miskin bertambah drastis, hingga maret 2006,
jumlahnya meningkat 50 persen dibandingkan tahun 2004, dari 36,1 juta
jiwa menjadi 50 juta jiwa”.6
1.2. Perumusan Masalah
Kenaikan harga BBM pada 1 Oktober 2005 yang mencapai rata-rata
100 persen, telah mempengaruhi kinerja perekonomian Indonesia. Karena
secara tidak langsung kenaikan tersebut akan meningkatkan biaya produksi
barang dan jasa dan menambah beban hidup masyarakat. Bertambahnya
beban hidup masyarakat yang tidak diimbangi bertambahnya pendapatan
dapat menyebabkan daya beli masyarakat menurun. Adanya penurunan
daya beli masyarakat akan mempengaruhi pasar dan kinerja suatu
perusahaan. Salah satu industri yang terkena dampak dari kenaikan harga BBM
adalah industri otomotif, salah satunya industri sepeda motor. Kenaikan
6 Anonim. 2006. Orang Miskin Naik 50 Persen Paling Banyak Bekasi [Kompas Online].
http://www.kompas.com/metro/news/0604/11/083112.htm [11 April 2006].
8
harga BBM telah mempengaruhi pasar sepeda motor dari segi penjualan.
Penurunan daya beli masyarakat terhadap sepeda motor tercermin dari
hasil penjualan pada kuartal pertama tahun 2006.
Dari data penjualan sepeda motor pada kuartal pertama di tahun
2006 yang dibandingkan dengan penjualan pada kuartal pertama di tahun
2005 dapat dilihat dari Gambar 1.1, menunjukan tren penjualan sepeda
motor yang mengalami penurunan. Penurunan sebesar 31 persen terjadi di
bulan Januari, penurunan 9 sebesar persen di bulan Februari dan
penurunan sebesar 34 persen terjadi di bulan Maret.
387,083 364,406400,72
266,618330,767
264,615
Januari Februari Maret
Penjualan Sepeda Motor Kuartal I 2005 Penjualan Sepeda Motor Kuartal I 2006
Sumber : AISI dalam Warta Ekonomi (2006)
Gambar 1.1. Laju Penjualan Sepeda Motor Anggota AISI Kuartal I (2005 - 2006)
Penurunan penjualan berdampak terhadap penurunan pertumbuhan
industri sepeda motor. Tingginya tingkat suku bunga dan inflasi telah
membuat pasar motor tidak bergerak dan menggeser prioritas barang yang
hendak dibeli oleh masyarakat, karena sebagian besar penjualan sepeda
motor dilakukan dengan sistem kredit. Dikatakan “sampai saat ini hampir
9
90 persen pasar sepeda motor di Indonesia itu adalah konsumen dengan
sistem kredit”.7 Dalam keadaan seperti ini permintaan akan sepeda motor
tidak akan bertambah, akibatnya pabrik-pabrik yang harus menyesuaikan
produksinya dengan permintaan pasar. Kenaikan harga BBM tidak hanya
berpengaruh terhadap pasar sepeda motor namun memberikan dampak
terhadap potensi terjadinya kredit macet. Mengingat sebagian besar dari
konsumen motor adalah masyarakat golongan menengah ke bawah, yang
melakukan pembelian secara kredit. Adanya kenyataan kenaikan harga
barang dan jasa yang meningkatkan biaya hidup, sedangkan pendapatan
yang diterima belum tentu meningkat. Berakibat terhadap
ketidakseimbangan antara tingkat pengeluaran dan pendapatan
rumahtangga yang melakukan kredit sepeda motor. Ketidakseimbangan
tersebut akan mempengaruhi penurunan daya bayar cicilan kredit.
Penurunan daya bayar yang dialami dapat berpotensi terhadap timbulnya
kredit macet.
Bagi sebagian orang sepeda motor tidak hanya digunakan sebagai
alat transportasi tetapi juga sebagai sumber mata pencaharian. Salah satu
profesi yang dapat ditekuni dengan menggunakan motor adalah mengojeg
motor. Para pengojeg motor pada umumnya adalah masyarakat kecil, yang
berpendapatan rendah dan menggantungkan hidup keluarganya pada mata
pencaharian tersebut. Para pengojeg merupakan bagian dari angkatan kerja yang kurang
beruntung dalam mendapatkan kesempatan kerja, karena tingkat keahlian
7Anonim. 2006. Keras, Persaingan Sepeda Motor di Tahun 2007. http://www.karismafansclub.or.id/v2/modules/news/article.php?item_id=225[13 November 2006].
10
yang dimiliki terbatas. Selain keterbatasan keahlian para pengojeg juga
memiliki keterbatasan dalam hal keuangan. Sehingga untuk memiliki sebuah
sepeda motor baru, jalan yang ditempuh para pengojeg adalah dengan
mengkredit sepeda motor tersebut. Namun adanya kenaikan harga BBM
telah mempengaruhi tingkat pendapatan dan pengeluaran rumah tangga
pengojeg, yang berpengaruh terhadap kemampuan daya bayar cicilan kredit
motor.
Berdasarkan latar belakang yang telah diketahui, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah dampak kenaikan harga BBM terhadap pendapatan
rumah tangga pengojeg motor ?
2. Bagaimanakah dampak kenaikan harga BBM terhadap pengeluaran
rumah tangga pengojeg, baik kebutuhan makanan dan nonmakanan
? 3. Bagaimanakah pengaruh kenaikan harga BBM terhadap daya bayar
kredit pengojeg motor ?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menganalisis dampak kenaikan harga BBM terhadap tingkat
pendapatan rumah tangga pengojeg motor.
2. Menganalisis dampak kenaikan harga BBM terhadap tingkat
pengeluaran rumah tangga pengojeg.
11
3. Mengetahui pengaruh kenaikan harga BBM terhadap daya bayar
cicilan kredit motor.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi pemerintah, diharapkan penelitian ini dapat memberikan
gambaran umum terhadap kehidupan ekonomi pengojeg motor.
2. Bagi pembuat kebijakan, diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan dalam pembuat kebijakan yang dapat membawa
dampak bagi kehidupan orang banyak.
3. Bagi masyarakat, diharapkan memberikan gambaran umum terkait
masalah penerimaan dan pengeluaran setelah kenaikan harga BBM.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Responden dalam penelitian ini adalah para pengojeg yang
melakukan pembelian motor secara kredit. Untuk melihat dampak dari
kenaikan harga BBM terhadap rumah tangga pengojeg. Responden dalam
penelitian ini adalah para pengojeg yang melakukan pembelian motor secara
kredit, dengan pembayaran kredit yang dilakukan pada masa sebelum dan
sesudah kenaikan harga BBM, serta pengojeg yang mengalami persaingan
usaha karena pertambahan jumlah pengojeg.
12
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Kondisi Umum Kehidupan Masyarakat Miskin di Indonesia Sejak awal kemerdekaan, bangsa Indonesia mempunyai perhatian
yang cukup besar terhadap pengentasan kemiskinan. Besarnya perhatian
tersebut tercantum dalam alinea keempat Undang-Undang Dasar 1945,
melalui program pembangunan bertujuan menciptakan masyarakat yang
adil dan makmur, sehingga menciptakan kesejahteraan masyarakat.
Meskipun demikian, masalah kemiskinan sampai saat ini masih menjadi
masalah yang berkepanjangan. Penduduk miskin dari tahun 1976-1996 berdasarkan data BPS,
menunjukkan penurunan jumlah penduduk miskin yang ada di Indonesia.
Pada tahun 1976, penduduk miskin yang ada di Indonesia sebesar 54,2 juta
jiwa atau sekitar 40,1 persen dan berkurang menjadi 22,5 juta jiwa atau
sebesar 11,3 persen pada tahun 1996. Hal ini membuktikan program-
program pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah berpengaruh
terhadap penurunan jumlah penduduk miskin yang ada di Indonesia.
Jumlah masyarakat miskin di Indonesia yang mulai menurun, harus
dihadapkan dengan kenyataan krisis ekonomi pada tahun 1997 yang
menyebabkan jumlah penduduk miskin bertambah. Tahun 1998 jumlah
13
penduduk miskin yang ada di Indonesia menjadi 49,5 juta jiwa atau sebesar
24,2 persen. Peningkatan tersebut membuat pemerintah mengeluarkan
program-program penanggulangan kemiskinan secara besar-besaran
diantaranya program Jaring Pengaman Sosial (JPS). Usaha yang dilakukan
oleh pemerintah memberikan hasil, berdasarkan data BPS jumlah penduduk
miskin di Indonesia menurun dengan jumlah 35,1 juta jiwa atau sebesar
15,97 persen di tahun 2005. Tahun 2006 jumlah masyarakat miskin
bertambah jumlahnya menjadi 39,3 juta atau sebesar 17,75 persen di tahun
2006.8
Pertambahan jumlah masyarakat miskin dikarenakan beban biaya
kebutuhan hidup sehari-hari yang meningkat, akibat kenaikan harga BBM 1
Oktober 2005 yang mencapai rata-rata 100 persen. Peningkatan pengeluaran
yang tidak diimbangi peningkatan pendapatan rumah tangga akan
menambah beban ekonomi dan menurunkan daya tahan ekonomi serta
kualitas hidup masyarakat. Dilain pihak perusahaan mengalami hal yang
sama, dimana peningkatan harga barang dan jasa lainnya telah
meningkatkan biaya produksi perusahaan. Peningkatan biaya produksi yang
tidak diikuti peningkatan penjualan, akibat menurunnya daya beli
masyarakat, akan menurunkan kinerja perusahaan, dan pada akhirnya
perusahaan melakukan PHK terhadap karyawannya. Kenaikan harga BBM
pada 1 Oktober 2005 yang mencapai rata-rata 100 persen dapat
8Aryo Adi Prabowo. 2007. Jumlah Penduduk Miskin Indonesia. http://www.liputan6.com/news/?id [16 Agustus 2007].
14
mempengaruhi pertambahan jumlah masyarakat miskin dan pengangguran
di Indonesia.
2.1.2. Kenaikan Harga BBM dan Subsidi BBM
Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan salah satu kekayaan alam
yang dimiliki oleh Indonesia, yang dalam pengolahan dan penyalurannya
dikuasai oleh negara. Hal ini sesuai dengan pasal 33 ayat (2) UUD 1945 yang
menyatakan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
BBM adalah sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui, yang
berasal dari endapan sisa-sisa jasad hidup yang halus dan mengandung
minyak. BBM merupakan energi sekunder yang dihasilkan dari proses
transformasi minyak bumi. Menurut pasal 3 Undang-undang No. 4 Perpu
tahun 1960, bahan galian minyak dan gas bumi adalah kekayaan nasional,
dikuasai oleh negara sedangkan usaha pertambangan dilaksanakan oleh
perusahaan negara. Pasal tersebut menjelaskan dalam pengolahan minyak
mentah dan BBM dikuasai sepenuhnya oleh negara yang penguasaannya
diwakili oleh pemerintah. Penguasaan yang dilakukan tersebut dijalankan oleh Pertamina,
selaku Badan Usaha Milik Negara. Menurut Undang-undang No.8 tahun
1971 Pertamina mempunyai tugas meliputi kegiatan ekplorasi, eksploitasi,
pemurnian, dan pengolahan. Dalam kenyataannya Pertamina belum mampu
melaksanakan sendiri kegiatan tersebut. Sehingga dalam memproduksi BBM
pihak pertamina melakukan kerjasama dengan pihak ketiga dalam bentuk
15
(Contrak Production Sharing) atau yang lebih dikenal dengan KPK. Dari
kerjasama tersebut hasil produksi minyak Indonesia dibagi dengan KPK,
dengan hasil yang lebih menguntungkan negara dan hasilnya dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kerjasama antara Pertamina
dan pihak ketiga tersebut dibenarkan dalam pasal 12 UU No.8 tahun 1971.
Menurut UU No.22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi
dinyatakan bahwa migas merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh
negara dan pemerintah yang ditetapkan sebagai pemegang kuasa
pertambangan. Dikatakan pula bahwa harga BBM dan gas bumi diserahkan
kepada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar. Dikeluarkannya
UU tersebut untuk memperbaiki kondisi yang ada selama ini, agar
pengelolaan migas lebih mengacu kepada mekanisme pasar.
Tingginya harga minyak dunia akibat krisis energi keempat yang lalu
membuat pemerintah kesulitan menutupi besarnya subsidi BBM yang
semakin meningkat seiring peningkatan harga minyak dunia. Subsidi BBM
yang diberikan pemerintah membuat harga domestik menjadi murah, hal ini
mendorong tingkat konsumsi yang sangat tinggi. Tingginya penggunaan
BBM di Indonesia tidak hanya dikarenakan peningkatan konsumsi BBM
tetapi didukung oleh maraknya penyelundupan BBM ke luar negeri.
16
Sumber : Dartanto (2005)
Gambar 2.1. Perbandingan Harga Premium di Berbagai Negara
Dari Gambar 2.1 terlihat perbandingan harga BBM Indonesia yang
rendah bila dibandingkan dengan negara berkembang lainnya seperti India.
Harga jual BBM di Indonesia tergolong lebih murah bila dibandingkan
dengan negara berkembang lainnya, adanya tingkat perbedaan harga ini
memunculkan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Oknum-
oknum tersebut mencari keuntungan lebih dengan menjual BBM ke negara
lain, karena harga jual yang lebih tinggi sehingga memberikan keuntungan
yang lebih besar. Dalam hal ini pemerintah menjadi pihak yang dirugikan,
karena nilai subsidi yang dikeluarkan oleh pemerintah akan meningkat yang
menyebabkan defisit APBN. Tujuan pemberian subsidi BBM untuk membantu orang-orang
miskin di Indonesia, ternyata telah salah sasaran. Pada kenyataannya
penikmat terbesar subsidi BBM yang diberikan pemerintah adalah
kelompok orang mampu. Karena pemberian subsidi BBM tidak membeda-
bedakan golongan masyarakat. Alasan keadilan terhadap masyarakat miskin
dan defisit anggaran membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk
Germany UK
JapanIndia
Brazil
RusiaChina
NigeriaIndonesia
Egypt
USA
0 50 100 150
Harga Premium (Euro sen per liter)
17
mengurangi subsidi BBM, dengan cara menaikan harga BBM dalam negeri,
pada 1 Oktober 2005 dengan kenaikan BBM yang mencapai rata-rata 100
persen.
Pengurangan subsidi BBM tersebut kemudian dialihkan ke sektor
lain berupa program kompensasi kenaikan harga BBM. Program ini
bertujuan agar subsidi tepat sasaran kepada masyarakat miskin. Program
yang baru diluncurkan oleh pemerintah adalah berupa Bantuan Langsung
Tunai (BLT) sebesar Rp. 100.000 per bulan per keluarga miskin.
Namun bila dilihat dari Tabel 2.1 mengenai program kompensasi
BBM yang sudah ada, tingkat efektivitasnya amat rendah, untuk program
kartu sehat tingkat efektivitasnya mencapai 26,53 persen, program raskin
tingkat efektivitasnya hanya mencapai 25,93 persen, program beasiswa
tingkat efektivitasnya cukup tinggi dari program lainya yang mencapai 37,99
persen, sedangkan dana bergulir tingkat efektivitasnya paling rendah yaitu
9,89 persen. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa program
kompensasi yang selama ini berjalan tidak efektif dan tidak menjangkau
seluruh lapisan masyarakat. Hal ini disinyalir karena terjadinya
penyalahgunaan dana kompensasi oleh oknum terkait, karena salah satu
faktor penyebabnya terkait dengan tingkat Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
(KKN) di Indonesia yang masih tinggi. Tabel 2.1. Skema Tingkat Efektivitas Kompensasi Harga BBM (Persen) Tingkat Efektivitas Kompensasi
Harga BBM Program Bantuan 2002 2003 2004
Kartu Sehat 28,07 27,14 26,53Raskin (Beras Miskin) 27,55 26,97 25,93Beasiswa 38,59 39,46 37,99Dana Bergulir - 7,68 9,89
18
Sumber : Prihandana (2006).
Tujuan pemerintah untuk menyentuh secara langsung masyarakat
miskin melalui program BLT mendapat kritikan. Karena uang sebesar Rp.
100.000 yang diberikan per bulan hanya dalam tempo yang singkat akan
habis, setelah itu masyarakat miskin tersebut akan kembali menjadi miskin.
Pemberian subsidi seperti ini dapat menimbulkan mental miskin terhadap
sebagian masyarakat, mereka akan berebut dikatakan miskin agar
mendapat bantuan. Pemerintah seharusnya membangun mental masyarakat
untuk maju, kreatif, mandiri dan inovatif dengan menciptakan berbagai
iklim kerja yang kondusif. Sehingga program kompensasi BBM dapat
membawa masyarakat miskin keluar dari kemiskinannya.
2.1.3. Transportasi
Transportasi merupakan hal yang penting di dalam kehidupan
manusia dan sebagai mobilitas manusia dan barang sehari-hari.
Perkembangan dan kemajuan pembangunan suatu daerah bergantung
terhadap peran transportasi. Maka diperlukanlah suatu sistem yang dapat
memberikan pelayanan yang cukup, baik kepada masyarakat secara umum
maupun secara pribadi, sehingga rasa aman, nyaman, cepat, dan dapat
diandalkan oleh para penggunanya. Definisi trasportasi menurut Simbolon
adalah : Transportasi berasal dari kata transportation, dalam bahasa Inggris yang memiliki arti angkutan, yang menggunakan suatu alat untuk melakukan pekerjaan tersebut atau dapat pula berarti suatu proses pemindahan manusia atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan suatu alat bantu kendaraan darat, laut, maupun udara, baik
19
umum maupun pribadi dengan menggunakan mesin atau tidak menggunakan mesin.9
BPS membedakan alat transportasi darat menjadi beberapa alat yaitu
: 10 1. Kendaraan bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh
peralatan teknik yang ada pada kendaraan itu, biasanya digunakan untuk
angkutan orang atau barang di jalan, selain kendaraan yang berjalan di
atas rel. Kendaraan bermotor yang dicatat adalah semua kendaraan
bermotor kecuali kendaraan bermotor Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia dan Korps Diplomatik. 2. Mobil Penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi
dengan tempat duduk untuk sebanyak-banyaknya delapan orang, tidak
termasuk tempat duduk untuk pengemudi, baik dilengkapi atau tidak
dilengkapi dengan bagasi.
3. Mobil bis adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi dengan
tempat duduk untuk lebih dari delapan orang, tidak termasuk tempat
duduk untuk pengemudi, baik dilengkapi atau tidak dilengkapi dengan
bagasi. 4. Mobil beban adalah setiap kendaraan bermotor yang digunakan untuk
angkutan barang, selain mobil penumpang, mobil bis dan kendaraan
bermotor roda dua. 5. Sepeda motor adalah setiap kendaraan bermotor yang beroda dua.
6. Kereta api adalah kendaraan dengan tenaga gerak (listrik, diesel, atau
tenaga uap) baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan
kendaraan lainnya, yang akan atau sedang bergerak di jalan rel, yang
meliputi kereta penumpang dan kereta barang. 9 Maringan Masry Simbolon. 2003. Ekonomi Transportasi. Jakarta: Ghalia Indah. hal 1. 10Badan Pusat Statistik. Konsep dan Definisi Transportasi.
http://bps.Jakarta.go.id/P3_Sat/P3B_Transpor/P3b_def.htm [3 Maret 2007].
20
2.1.4. Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga
Salah satu indikator yang menunjukkan peningkatan kesejahteraan
adalah perubahan pola konsumsi penduduk. Terkait hubungan antara
pendapatan dan konsumsi rumah tangga telah dipelajari oleh salah satu
pakar ekonomi Ernest Engel (1821-1896). Hukum Ernest Engel
mengemukakan bahwa “bagian pendapatan yang digunakan untuk belanja
makanan cenderung menurun jika pendapatannya meningkat”.11 Artinya,
semakin meningkat kesejahteraan seseorang atau kelompok masyarakat,
maka semakin berkurang persentase pengeluaran untuk makanan.
Berdasarkan hukum Engel dapat disimpulkan bahwa telah terjadi
peningkatan kesejahteraan, terlihat dari pola konsumsi penduduk terhadap
makanan yang menunjukkan penurunan, dari 69,5 persen tahun 1980, 56,86
persen tahun199312, menjadi 53,86 persen pada tahun 2005.13 Saefudin dan Marisa dalam penelitian yang dilakukan oleh Inayati
tahun 2006 mengemukakan definisi rumah tangga, pendapatan dan
pendapatan rumah tangga : 14
1. Rumah tangga adalah semua anggota keluarga yang termasuk satu
unit anggaran belanja keluarga (satu dapur), termasuk anak yang
sedang sekolah di kota atas biaya keluarga dan orang lain yang ikut
11 Walter Nicholson. 2002. Mikro Intermediate dan Aplikasinya. Jakarta: Erlangga. hal 94. 12 BPS.1993. Statistik Indonesia Tahun 1993. hal 525. 13 BPS. 2006. Statistik Indonesia Tahun 2005/2006. hal 485. 14 Saefudin dan Marisa dalam Hani Inayati. 2006. Dampak Kenaikan Harga BBM Terhadap
Pendapatan dan Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Sopir Angkot serta Keuntungan Usaha Angkot di Kota Bogor (Studi Kasus Trayek 03 Jurusan Baranangsiang-Bubulak) [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
21
makan secara teratur, meskipun tidak tidur di rumah, tetapi tidak
termasuk orang yang tinggal di rumah tetapi tidak makan.
2. Pendapatan adalah penerimaan bersih seseorang, baik berupa uang
atau natura. Secara garis besar pendapatan dapat digolongkan
menjadi tiga yaitu :
a. Gaji dan upah, yaitu imbalan yang diperoleh seseorang setelah
melakukan pekerjaan untuk orang lain, perusahaan swasta
atau pemerintah (di pasar tenaga kerja).
b. Pendapatan dari usaha sendiri, yaitu nilai total hasil produksi
dikurangi biaya yang dibayar (baik dalam bentuk uang atau
natura).
c. Pendapatan dari sumber lain, yaitu pendapatan yang diperoleh
tanpa pencurahan tenaga kerja, antara lain hasil dari
menyewakan aset (ternak, rumah dan barang lain), bunga
uang, sumbangan dari pihak lain atau pension.
3. Pendapatan rumah tangga, yaitu total pendapatan dari setiap anggota
rumah tangga dalam bentuk uang atau natura, yang diperoleh baik
sebagai gaji atau upah, usaha rumah tangga atau sumber lain.
2.1.5. Kredit Perorangan
Definisi kredit berdasarkan Undang-undang No.10 tahun 1998 adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank
22
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Kredit
perorangan merupakan kredit untuk membiayai kebutuhan barang dan jasa
yang bersifat konsumtif. Perkembangan kredit perorangan dalam suatu
negara berhubungan erat dengan perkembangan pendapatan penduduk
yang memiliki pekerjaan tetap, terutama bagi masyarakat yang tergolong
kelas menengah, selain itu dipengaruhi pula oleh kecanggihan pola konsumsi
masyarakatnya. Semakin tinggi pendapatan dan pola konsumsinya maka
akan semakin banyak muncul kebutuhan barang dan jasa mewah yang
diingginkan. Sutojo mengatakan :
Semakin bertambah pendapatan masyarakat suatu negara akan semakin banyak muncul jenis kebutuhan barang konsumtif tahan lama atau barang konsumsi rumah tangga dengan nilai tinggi (misalnya; rumah tinggal, villa, kendaraan bermotor, alat-alat elektronik, pakaian dan perhiasan mewah). Demikian pula dengan semakin canggihnya pola konsumsi masyarakat, akan semakin banyak timbul kebutuhan akan barang dan jasa mewah yang lainnya (misalnya; tamasya atau studi ke luar negeri, tamasya dalam negeri, dan berbelanja di berbagai pusat perbelanjaan, dan rumah makan kelas atas).15
Sehingga bila jumlah penduduk yang berpenghasilan cukup di suatu negara
meningkat, maka akan semakin banyak jumlah kredit yang dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan konsumtif tersebut.
Kredit perorangan ditawarkan dalam berbagai macam bentuk secara
umum, kredit perorangan dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu :
1. Kredit dengan pembayaran kembali secara mencicil (installment
loans),
15 Siswanto Sutojo. 1997. Analisa Kredit Bank Umum Konsep dan Teknik. Jakarta: Pustaka
Binaman Presindo. hal 169.
23
2. Kredit dengan penarikan dan pembayaran kembali sekaligus (single
payment loans) dan,
3. Kredit dengan plafon (over draft checking lines).
Nilai kredit dengan pembayaran kembali secara mencicil, merupakan
bagian terbesar dari seluruh jumlah kredit perorangan yang terjadi. Hal ini
dikarenakan pembayaran kembali kredit perorangan secara mencicil
dirasakan lebih ringan oleh pihak peminjam.
Kredit perorangan juga dapat dibagi menjadi dua yaitu kredit
dengan jaminan dan kredit tanpa jaminan. Pihak bank dan lembaga lainnya
akan memberikan kredit kepada debitur tanpa jaminan, bila pihak
peminjam perorangan dapat membuktikan bahwa secara finansial mereka
cukup kuat, antara lain dengan membuktikan bahwa mereka bekerja pada
atau mengusahakan sebuah badan usaha yang kuat dengan penghasilan yang
cukup. Tidak lancarnya pembayaran cicilan kredit perorangan oleh pihak
peminjam akan menyebabkan kredit macet atau Noan Performing Loan
(NPL). Kredit yang bermasalah ini menurut Sutojo dapat disebabkan oleh
“tidak dipatuhinya standar persyaratan pemberian kredit, lemahnya usaha
koleksi cicilan, dan menurunnya kondisi ekonomi setempat”.16
Tidak dipatuhinya standar persyaratan pemberian kredit, dapat
terjadi karena ketidakcermatan dalam melakukan analisis kredit. Dimana
berdasarkan analisis kredit pihak peminjam yang diperbolehkan diberi
pinjaman, bila pendapatan tetap bulanan harus lebih besar dari pengeluaran
16 Ibid. hal 172.
24
tetap perbulan, yang termasuk pengeluaran tetap perbulan adalah biaya
rumah tangga seperti sewa rumah, uang sekolah, biaya kesehatan, dan
sebagainya. Selain karena ketidakcermatan dalam analisis, hal ini dapat
terjadi karena moral Hazard, dari petugas yang diberi tugas mensurvei ke
rumah calon peminjam.
Lemahnya usaha koleksi cicilan diakibatkan karena kepatuhan pihak
peminjam yang dipengaruhi watak yang dimilikinya. Banyak pihak
peminjam yang sukarela membayar cicilannya sesuai dengan jadwal, tetapi
tidak sedikit yang perlu diberi peringatan dahulu untuk membayar
cicilannya. Adanya resesi ekonomi dapat mengakibatkan terjadinya penurunan
pendpatan, bahkan mengakibatkan terjadinya PHK. Kondisi yang tidak
menguntungkan seperti itu dapat mengganggu stabilitas sumber dana
pembayaran cicilan kepada pihak bank dan lembaga lainnya. Bila keadaan
ini semakin parah maka kemungkinan besar dapat terjadi kredit macet.
2.2. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan Nugroho (2005) yang berjudul “Analisis
Pengaruh Harga Bahan Bakar Minyak Terhadap Tingkat Inflasi Di
Indonesia”, menganalisis pengaruh harga BBM terhadap tingkat inflasi di
Indonesia selama periode 1990 sampai 2004 dengan menggunakan metode
OLS (Ordinary Least Square). Penelitian ini menyimpulkan bahwa selama
perode 1990 sampai 2004 harga BBM berkolerasi positif terhadap tingkat
inflasi di Indonesia. Kenaikan harga BBM sebesar 1 persen akan
menyebabkan inflasi sebesar 0,11 persen.
25
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Inayati (2006) yang berjudul
“Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Pendapatan dan Pengeluaran
Konsumsi Rumah Tangga Sopir Angkot serta Keuntungan Usaha Angkot di
Kota Bogor” menyimpulkan bahwa kenaikan harga BBM mempunyai
pengaruh terhadap pendapatan rumah tangga sopir angkot, yang
diakibatkan oleh naiknya pengeluaran biaya operasional seperti biaya bahan
bakar, cuci kendaraan, upah calo dan makan siang. Pengeluaran konsumsi
makanan dan nonmakanan juga meningkat seiring dengan kenaikan harga
BBM. Untuk melihat seberapa besar kenaikan harga BBM mempengaruhi
jumlah masyarakat miskin di Indonesia, Kajian Institute of Economics and
Finance (INDEF) pada tahun 2005 dalam Hasan, tentang dampak kenaikan
harga BBM terhadap masyarakat miskin dengan menggunakan metode VAR
(Vector Auto Regressive) membuktikan kenaikan harga BBM (semua jenis
BBM) sebesar 5 persen, akan meningkatkan jumlah masyarakat miskin di
desa menjadi 1,3 persen, sedangkan jumlah masyarakat miskin di kota akan
bertambah sebesar 2,76 persen. Secara umum penelitian tersebut
mengisyaratkan bahwa rumah tangga yang hidup di bawah garis kemiskinan
menjadi meningkat jumlahnya setelah kenaikan harga BBM.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu terletak pada
fokus penelitian yang menitikberatkan pada dampak kenaikan harga BBM
terhadap pendapatan dan pengeluaran rumah tangga pengojeg motor, yang
melakukan pembelian motor dengan sistem kredit, serta melihat dampak
26
kenaikan BBM terhadap daya bayar kredit motor. Penelitian ini meneliti
rumah tangga pengojeg motor yang berada di Kota Bogor.
2.3. Kerangka Pemikiran
Alur pemikiran konseptual dalam penelitian ini berawal dari krisis
energi keempat yang melanda dunia yang berdampak pada kenaikan harga
minyak dunia. Untuk mengantisipasi defisit APBN yang semakin besar,
maka dikeluarkan kebijakan untuk menaikan harga BBM dalam negeri
mengikuti kenaikan harga minyak dunia. Kenaikan harga BBM di Indonesia
terjadi beberapa kali, namun kenaikan yang paling memukul masyarakat
adalah kenaikan harga BBM pada 1 Oktober 2005 yang mencapai rata-rata
100 persen. Pengaruh dari kenaikan harga BBM tersebut adalah kenaikan harga-
harga baik barang maupun jasa sehingga meningkatkan biaya kebutuhan
hidup sehari-hari. Pada bidang transportasi, biaya produksi jasa angkutan
seperti ojeg motor mengalami peningkatan, sehingga mengurangi
pendapatan pengojeg. Bagi para pengojeg yang menggantungkan hidup
keluarganya dari hasil mengojeg, adanya kenaikan biaya kebutuhan hidup
yang tidak disertai kenaikan pendapatan akan menambah beban hidup para
pengojeg. Terlebih lagi terhadap para pengojeg yang menggunakan sepeda
motor kredit, adanya kewajiban membayar cicilan kredit per bulan
menambah jumlah pengeluaran rumah tangga pengojeg. Beban kehidupan
yang dirasa oleh para pengojeg menjadi bertambah berat. Keseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran rumah tangga
pengojeg harus dilakukan. Bila ketidakseimbangan terjadi antara
27
pendapatan dan pengeluaran rumah tangga pengojeg terjadi, maka akan
mempengaruhi terhadap daya bayar cicilan motor. Dalam penelitian ini, hal-
hal yang dianalisis adalah dampak kenaikan harga BBM terhadap
perubahan pendapatan rumah tangga pengojeg, perubahan pengeluaran
kebutuhan konsumsi rumah tangga baik kebutuhan makanan dan
nonmakanan, dan melihat pengaruh kenaikan harga BBM terhadap daya
bayar cicilan sepeda motor oleh para pengojeg. Untuk melihat besarnya
dampak kenaikan harga BBM terhadap pendapatan dan pengeluaran rumah
tangga pengojeg dilakukan analisis statistik, yakni uji t.
Harga BBM domestik meningkat
Pengurangan subsidi
Harga BBM internasional meningkat
Defisit anggaran
pemerintah
28
Keterangan: Hal yang dianalisis Hal yang tidak dianalisis Hal yang terjadi
Gambar 2.2. Kerangka Analisis Penelitian
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Wilayah Penelitian
Biaya produksi jasa ojeg meningkat
Kenaikan tarif ojeg
Perubahan permintaan jasa
ojeg
Perubahan penerimaan pengojeg
Biaya hidup meningkat
Perubahan pengeluaran
konsumsi rumah tangga pengojeg
Perubahan pendapatan pengojeg
Analisa Deskriptif
Perubahan daya bayar
cicilan kredit
Uji t sebelum dan sesudah kenaikan
BBM
29
Penelitian dilakukan di Kota Bogor, propinsi Jawa Barat. Pemilihan
lokasi ini berdasarkan letak Kota Bogor yang strategis dan mudah
dijangkau. Kota Bogor memiliki jasa transportasi yang beraneka ragam,
salah satunya adalah ojeg sepeda motor. Letak Kota Bogor yang strategis
membuat pertumbuhan ojeg sepeda motor bertambah setiap tahunnya,
sehingga pengojeg sepeda motor dapat dengan mudah di temui. Waktu
penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga bulan Juni 2007.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan meliputi data primer
dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara secara
langsung menggunakan kuisioner dan dilakukan terhadap responden yang
berprofesi sebagai pengojeg motor, dimana sepeda motor yang digunakan
adalah sepeda motor kredit dalam tahap pelunasan.
Data sekunder diperoleh dari pihak-pihak yang terkait antara lain :
Polresta Kota Bogor, Samsat Kota Bogor, Badan Pusat Statistik (BPS),
artikel-artikel dan referensi lain yang relevan.
3.3. Metode Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah pengojeg sepeda motor yang
beroperasi di Kota Bogor, dan menggunakan sepeda motor kredit. Masa
30
mengkredit sepeda motor dalam jangka waktu sebelum dan sesudah harga
BBM naik pada 1 Oktober 2005.
Metode pengambilan sampel data primer untuk penelitian ini
menggunakan metode pengambilan sampel berdasarkan spontanitas
(Accidental Sampling) yang termasuk ke dalam teknik penarikan contoh
bukan berpeluang (Non Probability Sampling). Pemilihan teknik ini terpilih
karena tidak semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk
terpilih menjadi responden. Dalam hal ini siapa saja pengojeg motor yang
ditemui dan bersedia di wawancara maka orang tersebut menjadi sampel
(responden). Tabel 3.1. Responden Penelitian Kecamatan Kota Bogor Wilayah Jumlah Responden
(Orang) Bogor Barat Bubulak, Cifor 25Tanah Sareal Kedung Badak 14Bogor Utara Cibuluh, Tanah Baru 21
Sumber : Data Primer
Berdasarkan Tabel 3.1 dapat dilihat jumlah responden dalam
penelitian ini terdiri dari 60 orang pengojeg yang berlokasi di Kota Bogor.
Pengambilan responden 60 orang berdasarkan asumsi kenormalan jumlah
data lebih dari sama dengan 30 responden. Santoso mengatakan
“berdasarkan prosedur asumsi kenormalan jumlah data sekitar 30 data atau
lebih”.17
3.4. Metode Analisis Data
Analisis data dilakukan setelah data berhasil dikumpulkan dari
kegiatan penelitian. Untuk melihat dampak kenaikan harga BBM terhadap
17 Singgih Santoso. 2004. Buku Latihan SPSS Statistik Non Parametrik. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo. hal 6.
31
perubahan pendapatan dan pengeluaran konsumsi rumah tangga pengojeg,
dilakukan uji statistik berupa uji t terhadap pendapatan dan pengeluaran
sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM. Dengan rumus uji t sebagai
berikut :18
t = ns
d
d
dμ−
dengan : d = nilai tengah sampel dari selisih pendapatan / pengeluaran
rumah tangga pengojeg sebelum dan sesudah kenaikan BBM
sd = ragam sampel dari selisih pendapatan / pengeluaran
rumah tangga pengojeg sebelum dan sesudah kenaikan BBM
μ d = nilai tengah dari selisih pendapatan / pengeluaran rumah
tangga pengojeg sebelum dan sesudah kenaikan BBM
n = ukuran sampel, yakni 60 rumah tangga pengojeg
Analisis data kemudian dilakukan secara kualitatif dan dijabarkan
dalam pendeskripsian. Analisis deskriptif dilakukan untuk memberikan
gambaran penerimaan kotor dan bersih yang diperoleh dari hasil mengojeg,
serta pengeluaran rumah tangga pengojeg motor yang meliputi berbagai
biaya kebutuhan hidup rumah tangga tersebut. Penelitian ini juga melihat
besarnya pengaruh sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM 1 Oktober
2005 terhadap daya bayar kredit pengojeg motor.
IV. GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR
18 Ahmad Ansori Mattjik dan Made Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab jjilid 2. Bogor: IPB Press. hal 47.
32
4.1. Kondisi Geografis Kota Bogor
Kota Bogor adalah salah satu kota yang berada di bawah wilayah
adminisrasi Propinsi Jawa Barat dan hanya berjarak kurang lebih 60 km
dari Kota Jakarta yang merupakan pusat pemerintahan Indonesia. Kota
Bogor memiliki luas 11.850 Ha yang dihuni lebih dari 820.707 jiwa dan
tersebar di enam kecamatan, 68 kelurahan, dibatasi oleh Kabupaten Bogor.
Kota Bogor terletak pada ketinggian antara 190 sampai dengan 350
meter di atas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata 4000 mm per
tahun. Curah hujan bulanan berkisar antar 250-335 mm dengan waktu
curah hujan minimum terjadi pada bulan September sekitar 128 mm,
sedangkan curah hujan maksimum terjadi pada bulan Oktober sekitar 346
mm. Temperatur rata-rata wilayah Kota Bogor berada pada suhu 260 C,
temperatur tertinggi sekitar 30,40 C dengan kelembaban udara rata-rata
lebih kurang 70 persen. Tingginya curah hujan di Kota Bogor menjadikan
Kota Bogor sebagai Kota Hujan, julukan Kota Hujan tersebut sering disalah
artikan sebagai daerah “pengirim” banjir ke Jakarta melalui dua sungai
besar, yaitu Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane. Pada umumnya kedua
sungai sebagai sumber air baku bagi Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM). Terdapatnya beberapa mata air di Kota Bogor juga dimanfaatkan
masyarakat untuk kebutuhan air bersih sehari-hari. Secara administratif Kota Bogor dikelilingi oleh Kabupaten Bogor
dan sekaligus menjadi pusat pertumbuhan Bogor Raya dan secara geografis
dikelilingi oleh pegunungan, mulai dari Pegunungan Pancar, Megamendung,
33
Gunung Gede, Gunung Pangrango, Gunung Salak serta Gunung Halimun
yang membentuk seperti huruf U.
Kota Bogor merupakan daerah perbukitan bergelombang dengan
ketinggian yang bervariasi antara 190 sampai dengan 350 m di atas
permukaan laut dengan kemiringan lereng berkisar 0-2 persen kemiringan
datar dengan luas 1.763,94 Ha, 4-15 persen kemiringan landai dengan luas
764,96 Ha dan lebih besar dari 40 persen kemiringan sangat curam seluas
119,94 Ha. Kedudukan topografis Kota Bogor di tengah-tengah wilayah
Kabupaten Bogor serta lokasi yang dekat dengan ibukota Negara
merupakan potensi yang strategis untuk perkembangan dan pertumbuhan
ekonomi. Batas wilayah Kota Bogor adalah sebagai berikut :
Sebelah Selatan :Wilayah Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin
Kabupaten Bogor
Sebelah Timur :Wilayah Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi
Kabupaten Bogor
Sebelah Utara :Wilayah kecamatan Kemang, Kecamatan Bojong Gede
dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor
Sebelah Barat :Wilayah Kecamatan Dramaga dan Kecamatan Ciomas
Kabupaten Bogor
4.2. Penduduk Kota Bogor
34
Data penduduk merupakan data yang sangat diperlukan dalam
berbagai perencanaan dan evaluasi pembangunan, terutama dalam upaya
peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang menjadi tumpuan
dan tujuan pembangunan.
Jumlah penduduk Kota Bogor terus meningkat dari tahun-tahun.
Kenaikan ini diduga akibat banyaknya fasilitas sosial yang mudah diperoleh
di Kota Bogor, selain itu Kota Bogor merupakan kota penyangga ibukota
negara, sehingga menarik para pendatang untuk tinggal dan mencoba
peruntungannya di Kota Bogor yang pada akhirnya meningkatkan jumlah
dan kepadatan penduduk kota ini.
Tabel 4.1. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kota Bogor Tahun 1987-2005 Tahun Jumlah Penduduk
(Jiwa) Kepadatan Penduduk
(Jiwa/Km2) Pertumbuhan
Penduduk (Persen) 1987 536.086 4.475,56 0,00
1988 536.671 4.523,53 0,111989 542.658 4.573,99 1,121990 587.448 4.951,52 8,251991 595.467 5.019,11 1,371992 623.145 5.252,40 4,651993 628.789 5.299,98 0,911994 647.190 5.455,07 2,931995 666.273 5.615,92 2,951996 670.620 5.652,56 0,651997 675.174 5.690,94 0,681998 680.514 5.743,00 0,791999 697.496 5.886,00 2,502000 714.712 6.031,00 2,472001 760.329 6.416,00 6,382002 789.423 6.662,00 3,832003 820.707 6.926,00 3,962004 831.571 7.017,00 1,322005 855.571 7.216,00 2,75
Sumber: BPS (2006). Pada Tahun 1987, jumlah penduduk Kota Bogor sebesar 535.086 jiwa
dengan kepadatan 1.175,56 jiwa/km2. Jumlah ini terus meningkat dari tahun
35
ke tahun. Pada tahun 2005, jumlah penduduk di kota Bogor menjadi sebesar
855.085 jiwa dengan kepadatan 7.216 jiwa/km2.
Kecamatan Bogor Barat merupakan kecamatan dengan jumlah
penduduk terbanyak yaitu 190.421 jiwa. Hal ini sebanding karena luas
wilayah Bogor Barat adalah wilayah terbesar yaitu 32,62 km. Jumlah
penduduk terkecil terdapat di Kecamatan Bogor Timur sebanyak 86.978
jiwa. Sedangkan untuk tingkat kepadatan, Kecamatan Bogor Tengah
merupakan kecamatan terpadat, yaitu 12.691 jiwa/km2, hal ini disebabkan
karena pusat pemerintahan dan kegiatan ekonomi banyak berada di
Kecamatan Bogor Tengah. Tabel 4.2. Jumlah Rumah Tangga, Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk di Kota Bogor Tahun 2005
Kecamatan Jumlah Rumah Tangga (Unit)
Jumlah Penduduk
(Jiwa)
Luas Wilayah (Km2)
Kepadatan Penduduk (Jiwa/km2)
Bogor Selatan Bogor Timur Bogor Utara Bogor Tengah Bogor Barat Tanah Sereal
39.05018.59435.18724.25641.75335.517
166.74586.978
149.578103.176190.421158.187
30,81 10,15 17,72 8,13
32,85 18,84
5.4128.5698.441
12.6915.7978.396
Kota Bogor 194.357 855.085 118,50 7.216Sumber: BAPEDA (2006).
4.3. Perekonomian Kota Bogor
Indikator makro perekonomian diukur dari PDRB (Produk Domestik
Regional Bruto). Pada Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa PDRB Kota Bogor
untuk tahun 2001 harga konstan dari harga berlaku sebesar Rp. 2.994.826,20
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun hingga tahun 2005 PDRB Kota
36
Bogor atas dasar tahun berlaku sebesar Rp. 6.836.918,89 dan harga konstan
sebesar Rp. 3.567.230,91.
Tabel 4.3. PDRB Kota Bogor Tahun 2001-2005 Tahun PDRB Atas
Dasar Harga Berlaku (Juta
Rp)
PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000
(Juta Rp)
Laju Pertumbuhan PDRB Atas
Dasar Harga Berlaku (Persen)
Laju Pertumbuhan PDRB Atas
Dasar Harga Konstan 2000
(Persen) 2001 2.994.826,20 2.823.430,21 12,10 5,682002 3.454.398,26 2.986.837,37 15,15 5,792003 4.165.569,12 3.168.185,54 20,41 6,072004 5.245.746,83 3.361.483,93 25,93 6,102005 6.836.918,89 3.567.230,91 30,33 6,12
Sumber: BAPEDA (2006).
Kontribusi setiap sektor terhadap PDRB Kota Bogor berbeda-beda.
Pada tahun 2005, Kota Bogor memiliki sektor-sektor kegiatan perekonomian
dominan dalam rangka memberikan kontribusi terhadap PDRB. Kontribusi
9 sektor lapangan usaha ini sangat menentukan laju pertubuhan ekonomi
Kota Bogor. Tabel 4.4. Kontribusi Sektor dalam Perekonomian Kota Bogor Tahun 2005 No Sektor PDRB Atas
Dasar Harga Berlaku (Persen)
PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000
(Persen) 1 Perdagangan, hotel dan
restoran 47,42 30,03
2 Inustri pengolah 21,37 28,103 Keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan 12,70 13,72
4 Pengangkutan dan komunikasi 10,68 9,665 Bangunan 8,61 7,466 Jasa-jasa 7,16 7,527 Listrik, gas dan air bersih 3,12 3,158 Pertanian, peternakan,
kehutanan dan perikanan 0,40 0,36
9 Pertambangan 0,00 0,00PDRB 100,00 100,00
Sumber: BAPEDA (2006).
37
4.4. Sarana dan Prasarana Transportasi
Prasarana transportasi darat berupa jalan di Kota Bogor yang
meliputi jalan negara, jalan propinsi, jalan kota dan jalan lingkungan (Tabel
4.5). Tabel 4.5. Panjang Jalan Menurut Keadaan dan Status Jalanan di Kota Bogor Tahun 2005
Status Jalan Keadaan Jalan
Negara (Km)
Jalan Propinsi
(Km)
Jalan Kota (Km)
Jumlah Jalan (Km)
I. Jenis Permukaan a. Diaspal 33,810 10,120 490,112 534,042b.Kerikil - - 20,125 20,125c.Tanah - - 9,070 9,070d.Beton/comblock - - 39,072 39,072e. Tidak dirinci - - 18,286 18,286Jumlah 33,810 10,120 576,665 620,595II. Kondisi Jalan a. Baik 11,661 - 73,514 85,175b.Sedang 14,778 10,120 245,347 270,245c.Rusak 7,371 - 179,327 186,698d.Rusak Berat - - 78,477 78,477Jumlah 33,810 10,120 576,665 620,595III. Kelas Jalan a. Kelas I - - - -b. Kelas II 33,810 10,120 13,028 56,958c. Kelas III - 147,675 147,675d. Kelas III A - - 54,144 54,144e. Kelas III B - - 158,124 158,124f. Kelas III C - - 167,800 167,800g. Kelas tidak dirinci
- - 35,894 35,894Jumlah 33,810 10,120 576,665 620,505Sumber: BPS (2006) Jalan negara di Kota Bogor dengan ruas jalan sepanjag 33,810 km
dan panjang jalan tersebut kondisinya pada tahun 2005 adalah baik 11,661
km, sedang 14,778 km, dan rusak 7,371 km, jalan Propinsi dengan ruas jalan
sepanjang 10,120 km dan jalan tersebut 10,120 km dalam kondisi sedang dan
38
jalan Kota dengan ruas jalan sepanjang 576,665 km, dengan kondisi baik
73,514 km, sedang 245,347 km, rusak 179,327 km dan rusak 78,477 km.
Berdasarkan data dari DLLAJ dan Samsat Kota Bogor terdapat
kendaraan yang ada di Kota Bogor sejak tahun 2000 sampai dengan tahun
2006, dimana setiap tahunnya jumlah kendaraan cenderung meningkat.
Tabel 4.6. Jumlah Kendaraan di Kota Bogor Tahun 2001-2006 Jumlah Kendaraan di Kota Bogor ( Tahun) No Uraian
2001 2002 2003 2004 2005 2006 1 Jumlah Sepeda
Motor 28.057 28.169 42.390 53.576 73.145 90.851
2 Jumlah mobil penumpang pribadi
22.456 21.679 23.917 25.486 28.388 30.512
3 Jumlah mobil barang
7.315 7.315 7.173 8.062 8.943 9.734
4 Jumlah mobil penumpang umum
a. Angkutan kota 2.422 2.422 3.189 3.271 3.316 3.385 b. Angkutan
perkotaan
-Asli domisili kota 1.846 1.926 1.926 -Asli domisili di
luar kota 2.981 2.901 2.901
5 Jumlah mobil penumpang umum tidak dalam trayek
11 23 23 23 23 62
6 Jumlah kendaraan tidak bermotor
-Becak 1.441 1.441 1.441 1.441 1.456 934 -Andong/dokar
Sumber: DLLAJ Kota Bogor (2006)
Berdasarkan data diatas pertambahan jumlah kendaraan di Kota
Bogor yang tertinggi adalah sepeda motor bila dibandingkan jenis
kendaraan lainnya. Jumlah sepeda motor di tahun 2006 mencapai 90.851
unit. Pertambahan tersebut dikarenakan sepeda motor merupakan
kendaraan yang mudah didapat dan murah, kemudahan kredit
39
meringankan masyarakat dalam hal mencicil, bila dibandingkan dengan
kendaraan bermotor lainnya sepeda motor merupakan kendaraan yang
murah, sehingga konsumen terbesarnya adalah golongan masyarakat
menengah ke bawah.
Secara umum pertumbuhan kendaraan bermotor di Kota Bogor
sangat tinggi setiap tahunnya, hal ini mengakibatkan populasi kendaraan
bermotor yang meningkat, dimana tahun 2000 jumlah kendaraan bermotor
mencapai 48.502 unit, dan telah mencapai 140.305 unit di tahun 2006, dapat
dibayangkan permasalahan yang ditimbulkan dari pertumbuhan kendaraan
bermotor yang sangat tinggi. Masalah yang paling sering ditemukan di Kota
Bogor adalah kemacetan, hampir diruas-ruas jalan Kota Bogor mengalami
kemacetan. Jumlah kendaraan yang semakin bertambah membuat tinggi tingkat
kecelakaan yang terjadi di Kota Bogor. Terlebih lagi bagi sepeda motor yang
jumlahnya sangat banyak, sehingga sering kali kecelakaan yang terjadi
mengikutsertakan sepeda motor sebagai salah satu korbannya. Berdasarkan
Tabel 4.7 pada tahun 2005 telah terjadi 168 kejadian, dimana sebanyak 93
kejadian melibatkan sepeda motor dalam kecelakaan tersebut. Tingginya
angka kejadian kecelakaan tentunya membuat aparat kepolisian merasa
terpanggil dengan menertibkan kendaraan bermotor yang ada sehingga
angka kecelakaan di Kota Bogor menurun. Jumlah kejadian adalah 99 dan
sebanyak 72 kecelakaan melibatkan sepeda motor. Sepeda motor merupakan
kendaraan yang rentan terhadap kecelakaan, karena struktur kendaraan
yang tidak memiliki kabin pelindung seperti halnya mobil, sehingga setiap
40
kecelakaan yang melibatkan sepeda motor, maka korban kecelakaan yang
parah adalah pengguna motor.
Tabel 4.7. Tingkat Kecelakaan Kota Bogor Kecelakaan yang melibatkan
Sepeda Motor No Tahun Jumlah Kecelakaan (Kejadian) Jumlah Persen
1 2005 168 93 55,42 2006 99 72 72,0
Sumber: Polresta Kota Bogor (2006) Pertambahan sepeda motor diikuti oleh tindak kriminalitas pencurian
yang semakin meningkat setiap tahunnya. Tindak kriminalitas pencurian
untuk sepeda motor pada tahun 2002 mencapai 276 kejadian, jumlah
tersebut meningkat menjadi 378 kejadian di tahun 2006. Tindak kriminal
yang menimpa sepeda motor lebih banyak daripada kendaraan roda 4.
Sepeda motor merupakan kendaraan yang rawan terhadap tindak
kriminalitas pencurian, karena tingkat pengamanan yang rendah, selain itu
minat masyarakat terhadap sepeda motor yang tinggi, memudahkan barang
curian tersebut untuk dijual kembali.
Tabel 4.8. Perkembangan Kriminalitas Kota Bogor Sumber: Polresta Kota Bogor (2006)
Sarana transportasi darat lainnya yang dimiliki oleh Kota Bogor
adalah kereta api. Setiap harinya kereta api mampu mengangkut
penumpang baik yang pergi dan datang ke Bogor dengan rata-rata 49.364
Perkembangan Kriminalitas No Jenis Kejadian 2002 2003 2004 2005 2006
1 Curanmor roda 2 276 262 232 284 3782 Curanmor roda 4 72 63 36 85 83
41
jiwa. Untuk keberangkatan dimulai jam 04.30 WIB sampai dengan 21.00
WIB dengan jumlah keberangkatan sebanyak 70 keberangkatan, sedangkan
kedatangan kereta api dari Jakarta menuju Bogor dimulai jam 06.07 WIB
sampai dengan 22.12 WIB dengan jumlah kedatangan 70 kedatangan.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Profil Pengojeg Sepeda Motor
Penyebaran kuesioner dilakukan kepada 60 orang pengojeg motor
yang menggunakan sepeda motor kredit, yang wilayah beroperasi berada
pada daerah Kota Bogor. Dari hasil wawancara yang dilakukan
menghasilkan data karakteristik pengojeg sepeda motor. Berikut ini
disajikan profil pengojeg sepeda motor mengenai gender, usia, pendidikan,
masa kerja, jam kerja per hari, dan kepemilikan Surat Izin Mengemudi
(SIM).
5.1.1. Gender
Dari hasil wawancara terhadap 60 orang pengojeg menunjukan
bahwa semua pengojeg motor berjenis kelamin laki-laki. Walaupun pada
kenyataan sepeda motor dapat digunakan oleh perempuan, tetapi untuk
menjadi pengojeg motor diperlukan stamina yang kuat. Sehingga
kebanyakan yang menjadi pengojeg motor adalah laki-laki.
5.1.2. Usia
42
Usia pengojeg motor sangat beragam dari yang muda hingga yang
tua. Hal ini menunjukan bahwa faktor usia bukanlah penghalang untuk
menjadi pengojeg motor. Usia mereka berkisar 21 tahun sampai 54 tahun.
Berdasarkan Gambar 5.1 dapat dilihat bahwa 15 persen pengojeg berusia
20-24 tahun, 15 persen berusia 25-29 tahun, 25 persen berusia 30-34 tahun,
20 persen berusia 35-39 tahun, 13 persen berusia 40-44 tahun, 7 persen
berusia 45-49 tahun, 5 persen berusia diatas 50 tahun.
15% 15%
25%20%
13%7% 5%
0%
10%
20%
30%
20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 ≥50
Usia (Tahun)
Frekuensi
Sumber: Data Primer (Hasil Olahan).
Gambar 5.1. Frekuensi Pengojeg Berdasarkan Usia Usia pengojeg yang berada dalam usia produkif ini, menjadikan
seorang pengojeg memegang jabatan sebagai kepala rumah tangga di dalam
keluarganya. Jabatan yang dipegang sebagai kepala rumah tangga
mengharuskan seorang pengojeg motor bertanggung jawab kepada
keluarganya dengan membiayai kebutuhan rumah tangga, yang terbagi
menjadi kebutuhan makanan dan non makanan.
Hal ini menyebabkan para pengojeg motor harus bekerja keras untuk
mencukupi kebutuhan keluarga. Terlebih lagi dengan keadaan seperti
sekarang dimana harga-harga yang meningkat membuat biaya kebutuhan
43
hidup bertambah besar, beban ini pun ditambah dengan kewajiban para
pengojeg ini untuk membayar cicilan kredit motor setiap bulannya. Beban
yang cukup berat ini dipikul oleh para pengojeg dan berdasarkan hasil
wawancara kepada 60 orang pengojeg, sebesar 59 persen para pengojeg
mempunyai jumlah anggota keluarga yang harus ditanggung berkisar 2-3
orang, 30 persen mempunyai tanggungan sebanyak 4-6 orang, 11 persen
mempunyai tanggungan anggota keluarga lebih dari 7 orang.
s Sumber: Data Primer (Hasil Olahan).
Gambar 5.2. Frekuensi Pengojeg Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga
5.1.3. Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu faktor penunjang dalam bekerja.
Untuk bekerja menjadi pengojeg motor, pendidikan formal bukan hal yang
diutamakan. Hal yang diperlukan untuk menjadi pengojeg adalah
kemampuan dalam mengendarai sepeda motor. Berdasarkan data yang
diperoleh, sebanyak 25 persen para pengojeg berlatar pendidikan Sekolah
Dasar (SD), 38 persen berlatar pendidikan Sekolah Mengah Pertama (SMP),
59%30%
11%
1-34-6≥7
44
35 persen berlatar perdidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan sederajat
dengan SMA, dan sisanya sebesar 2 persen berlatar pendidikan Pondok
Pesantren (PONPRES). Pendidikan formal yang tidak menjadi faktor utama,
menjadikan profesi sebagai pengojeg menjadi salah satu pilihan, bagi para
angkatan kerja yang kurang beruntung dalam persaingan dunia kerja.
25%
38% 35%
2%0%
10%
20%
30%
40%
50%
SD SMP SMA PONPRES
Pendidikan
Frekuensi
Sumber : Data Primer (Hasil Olahan).
Gambar 5.3. Frekuensi Pengojeg Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan 5.1.4. Masa Kerja
Berdasarkan hasil wawancara, para pengojeg telah menekuni profesi
yang digelutinya berkisar antara 3 tahun hingga 30 tahun. Berdasarkan
Gambar 5.4 dapat dilihat sebesar 13 persen pengojeg telah bekerja 1-5
tahun, 43 persen bekerja 6-10 tahun, 13 persen bekerja 11-15 tahun, 23
persen bekerja 16-20 tahun, 3 persen bekerja 21-25, dan sisanya sebesar 3
persen telah bekerja 26-30 tahun.
45
13,33%
43,33%
13,33%23,33%
3,33% 3,33%0,00%
10,00%20,00%30,00%40,00%50,00%
1-5 6-10 11-15 16-20 21-25 26-30
Masa Kerja (Tahun)
Frekuensi
Sumber: Data Primer, (Hasil Olahan)
Gambar 5.4. Frekuensi Pengojeg Berdasarkan Masa Kerja
5.1.5. Jam Kerja Per Hari
Para pengojeg biasa bekerja setiap hari, sehingga waktu bekerja
adalah sebulan penuh. Kebanyakan pengojeg tetap bekerja meskipun dihari-
hari libur. Adanya kewajiban mereka yang harus mencicil kredit sepeda
motor, membuat para pengojeg harus bekerja setiap hari. Para pengojeg
biasanya tidak mengojeg disebabkan oleh kondisi badan yang tidak sehat
atau karena sepeda motor yang digunakannya sedang rusak.
Jam kerja per hari tukang ojeg sangat beragam, bergantung terhadap
kebiasaan setiap pengojeg. Jam kerja minimum pengojeg adalah 6 jam per
hari, dan yang paling maksimum pengojeg bekerja sampai 14 jam per hari.
5.1.6. Kepemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM)
Salah satu syarat yang harus dimiliki oleh pengemudi kendaraan
bermotor adalah Surat Izin Mengemudi (SIM). Namun tidak semua
46
pengendara kendaraan bermotor mengindahkan peraturan tersebut. Banyak
diantara mereka yang tidak memiliki SIM tetapi nekat mengendarai
kendaraan bermotor dijalanan. Hal ini tentunya membahayakan bagi
pengendara lainnya. Para aparat kepolisian tentunya tidak tinggal diam,
mereka seringkali melakukan razia terhadap pengendara kendaraan
bermotor yang melanggar aturan, dengan harapan akan berhasil
menertibkan para pengguna kendaraan bermotor.
Hal yang serupa dialami para pengojeg motor, tidak semua pengojeg
motor memiliki SIM. Dari hasil wawancara terhadap 60 orang pengojeg
hanya 62 persen pengojeg yang memiliki SIM, dan sisanya sebesar 38 persen
tidak memiliki SIM. Alasan para pengojeg yang tidak memiliki SIM,
dikarenakan biaya pembuatan SIM yang relatif mahal bagi mereka,
sehingga mereka nekat membawa motor tanpa disertai SIM.
Tabel 5.1. Kepemilikan SIM Kepemilikan SIM Jumlah (Orang) Persentase
Ada 37 62Tidak 23 38
Sumber: Data Primer (Hasil Olahan).
5.2. Kenaikan Tarif Ojeg, dan Perubahan Penerimaan Pengojeg Motor
Adanya kenaikan harga BBM pada 1 Oktober 2005 telah
menyebabkan kenaikan tarif ojeg motor. Kenaikan tarif ojeg disetiap lokasi
tidaklah sama, namun rata-rata kenaikan tarif tersebut adalah sebesar 100
persen. Terdapat dua tarif ojeg motor yang berlaku, yaitu tarif siang dan
malam hari. Tarif ojeg di malam hari lebih mahal dari pada tarif siang hari.
47
Perbedaan tarif ini berdasarkan alasan mengojeg di malam hari banyak
resiko yang ditanggung oleh pengojeg, dari segi kesehatan dan keselamatan.
Faktor udara yang lebih dingin dan buruknya efek dari angin malam,
membuat resiko para pengojeg terserang penyakit lebih besar. Dari segi
keselatamatan mengojeg di malam hari memerlukan konsentrasi yang lebih
tinggi, karena gelapnya jalanan bila penerangan yang ada tidak memadai,
selain itu tindak kejahatan yang menimpa pengojeg motor lebih besar
kemungkinan terjadi di malam hari disebabkan keadaan yang relatif sepi.
Alasan-alasan tersebut yang melatarbelakangi tarif ojeg di malam hari lebih
mahal daripada tarif di siang hari. Namun tidak semua pangkalan ojeg
memiliki perbedaan tarif siang dan malam hari, seperti pangkalan ojeg
Asrama Brimob. Hal ini dikarenakan pihak organisasi yang mengkoordinir
meminta kesediaan para pengojeg untuk tidak membedakan tarif siang dan
malam hari, mengingat keadaan ekonomi masyarakat yang melemah.
Penetapan tarif ojeg tidak hanya dipengaruhi waktu siang dan malam
hari, tetapi dipengaruhi pula oleh jarak, dan jenis penumpangnya. Tarif
berdasarkan jarak ini dipengaruhi oleh dekat atau jauhnya tujuan yang
hendak dicapai. Sedangkan tarif berdasarkan jenis penumpangnya
dibedakan dari penumpang anak sekolah dan penumpang dewasa, tarif
untuk penumpang dewasa lebih mahal dari penumpang anak sekolah.
Perubahan yang dialami pengojeg tidak hanya tarif ojeg, tetapi juga
mengalami perubahan penerimaan dari hasil mengojeg. Diakui oleh para
pengojeg beban hidup yang dipikulnya cukup berat selain peningkatan biaya
48
kebutuhan hidup dari segi pengeluaran rumah tangga, dari segi pendapatan
yang diterima oleh rumah tangga pengojeg juga mengalami penurunan,
karena penerimaan dari hasil mengojeg yang menurun.
Penerimaan yang diterima pengojeg motor setiap harinya tergantung
dari banyak atau sedikitnya jumlah penumpang yang didapatkan. Hari-hari
kerja dan anak sekolah biasanya jumlah penumpang cenderung lebih
banyak bila dibandingkan hari libur. Perilaku yang tampak pada pengguna
jasa angkutan kini terlihat lebih mengurangi tingkat perjalanannya dihari-
hari libur, hal ini dilatar belakangi oleh alasan mahalnya tarif angkutan jasa
yang ada saat ini, terlebih lagi banyaknya masyarakat yang telah memiliki
sepeda motor akibat kemudahan kredit yang ditawarkan oleh lembaga
pembiayaan kredit atau leasing. Sehingga secara tidak langsung faktor
tersebut telah mempengaruhi penerimaan para pengojeg motor.
Tabel 5.2. Perubahan Tarif, dan Penerimaan Kotor Per Hari Perubahan Uraian Sebelum Kenaikan
Harga BBM Sesudah Kenaikan
Harga BBM Absolut % Jarak jauh – 2000 Jarak jauh – 3000 1000 50
Jarak dekat : Jarak dekat : Anak sekolah –
500Anak Sekolah –
1000500 100
Rata-rata Tarif Siang (Rp)
Dewasa - 1000 Dewasa - 2000 1000 100Jarak jauh – 4000 Jarak jauh – 5000 1000 25Rata-rata
Tarif Malam (Rp) Jarak dekat - 2000 Jarak dekat - 3000 1000 50
Penerimaan Kotor (Rp)/Hari
49.800 36.300 13.500 -27
Sumber: Data Primer (Hasil Olahan).
Gambaran penerimaan kotor dalam Tabel 5.2 merupakan rata-rata
penerimaan kotor yang didapat dari 60 orang pengojeg per hari kerjanya.
49
Penerimaan kotor pengojeg dapat mencapai Rp. 40.000 – Rp. 80.000
sebelum kenaikan harga BBM, namun setelah kenaikan harga BBM hanya
mencapai Rp. 25.000 – Rp. 50.000 per hari. Penerimaan kotor mengalami
penurunan sebesar 27 persen, penurunan tersebut akan mempengaruhi
pendapatan yang akan diterima oleh rumah tangga pengojeg.
5.3. Perubahan Pengeluaran Biaya Operasional Pengojeg Motor
Berdasarkan penerimaan kotor yang diterima pengojeg motor,
terdapat beberapa pengeluaran berupa biaya operasional yang rutin
dikeluarkan oleh para pengojeg setiap harinya. Biaya operasional tersebut
terdiri dari biaya bahan bakar, iuran organisasi, dan biaya makan siang
ditambah rokok. Tabel 5.3. Rata-rata Pengeluaran Pengojeg Motor Per Hari No Jenis Pengeluaran Sebelum
Kenaikan BBM (Rp)
Sesudah Kenaikan BBM
(Rp)
Perbedaan (Persen)
1 Bahan bakar 4.000 7.800 952 Iuran organisasi 800 800 -3 Makan siang dan
rokok 4.400 5.200 18
4 Jumlah pengeluaran
9.200 13.800 50
Sumber : Data Primer (Hasil Olahan). Berdasarkan rata-rata pengeluaran biaya operasional dari 60 orang
pengojeg, dapat dilihat perubahan yang cukup besar yaitu sekitar 50 persen.
Pengeluaran yang paling besar dialami pengeluaran bahan bakar yang
mencapai 95 persen, hal ini sesuai dengan kenaikan BBM khususnya jenis
premium dimana kenaikannya mencapai 87,5 persen. Untuk pengeluaran
50
iuran oranisasi tidak mengalami kenaikan, sedangkan pengeluaran untuk
makan, minum, dan rokok mengalami kenaikan sebesar 18 persen.
Bahan bakar premium yang digunakan oleh para pengojeg berkisar
antara 1-2 liter per hari, perbedaan tersebut selain dipengaruhi kebutuhan
juga dipengarahui jenis motor dan mesin motor yang digunakan. Semakin
besar kapasitas mesin motor yang digunakan, maka semakin banyak pula
bahan bakar yang digunakan.
Pengeluaran untuk iuran organisasi ojeg tidak mengalami kenaikan,
karena iuran ini lebih bersifat sosial antar sesama pengojeg. Tidak semua
pangkalan ojeg memungut iuran organisasi, hal tersebut tergantung dari
keaktifan dari pengurus organisasi ojeg yang mengkoordinirnya.Tujuan dari
iuran ini untuk membantu pengojeg dan keluarganya yang terkena musibah
atau yang sedang merayakan perhelatan seperti pernikahan dan khitanan.
Dalam penyaluran dana tersebut diperlukan kejujuran dari pihak organisasi
yang mengkoordinirnya, karena terdapat pengakuan dari pengojeg di lokasi
berbeda dimana dalam penyaluran dana tersebut tidak sampai kepada yang
berhak. Dana tersebut telah diselewengkan oleh pengurus organisasi tersebut
sehingga tidak sampai kepada pihak yang berhak. Walaupun demikian para
pengojeg tidak pernah melakukan protes kepada pengurus organisasi,
mereka lebih senang bersikap diam, karena takut tidak diperbolehkan lagi
untuk mengojeg. Makan, minum, dan rokok menjadi salah satu pengeluaran rutin para
pengojeg setiap harinya. Jenis pengeluaran ini tidak terlalu mengalami
kenaikan karena para pengojeg cenderung bersikap menghemat. Untuk
51
lebih mengurangi biaya operasional sebagian pengojeg memilih untuk
makan dirumah bersama keluarganya. Selain itu terdapat pula pengojeg
yang hanya membeli makanan bergoreng seperti goreng pisang dan tahu.
Hal tersebut dilakukan sebagai penahan rasa lapar saja, atau ada pengojeg
yang sengaja mengurangi kebiasaan merokoknya, banyak cara yang
ditempuh oleh para pengojeg untuk dapat meminimumkan biaya
operasionalnya. Pengeluaran untuk makan, minum, dan rokok berkisar
antara Rp 3.000 sampai Rp 8.000 per hari. setelah kenaikan harga BBM
pengeluaran tersebut berkisar antara Rp. 3000 sampai Rp. 10.000.
Jumlah rata-rata pengeluaran biaya operasional yang dikeluarkan
setiap harinya mencapai Rp. 9.200 sebelum kenaikan harga BBM, dan
mencapai Rp. 13.800 setelah kenaikan harga BBM, terjadi kenaikan sebesar
50 persen. Peningkatan biaya operasional tersebut akan berpengaruh
terhadap penerimaan bersih para pengojeg.
5.4. Penerimaan Bersih dan Pendapatan Rumah Tangga Pengojeg Motor
Berdasarkan Tabel 5.4 terlihat bahwa penerimaan kotor mengalami
penurunan sedangkan biaya operasional pengojeg mengalami peningkatan,
sehingga menyebabkan rata-rata penerimaan bersih yang diperoleh
menurun dari Rp 40.600 per hari menjadi Rp 22.500 per hari, penurunan
tersebut sebesar 44,6 persen.
Tabel 5.4. Rata-Rata Penerimaan Bersih Pengojeg Motor Per Hari Kerja Uraian Sebelum Kenaikan
BBM (Rp) Setelah Kenaikan
BBM (Rp) Perbedaan
(Persen) Penerimaan kotor
49.800 36.300 -27,0Pengeluaran 9.200 13.800 50,0
52
biaya operasional Penerimaan bersih
40.600 22.500 -44,6
Sumber: Data Primer (Hasil Olahan).
Sebelum kenaikan harga BBM penerimaan bersih pengojeg berkisar
antara Rp. 20.000 sampai Rp. 66.000 per hari. Setelah kenaikan harga BBM
para pengojeg hanya mengantongi uang berkisar antara Rp. 10.000 sampai
Rp. 35.500 per hari. Walaupun penerimaan bersih para pengojeg mengalami
penurunan, tetapi para pengojeg tetap setia menjalani profesinya. Hal ini
dikarenakan faktor keahlian dan modal yang dimiliki pengojeg terbatas.
Faktor keahlian dan modal yang terbatas membuat sebagian besar
para pengojeg menggantungkan hidupnya beserta keluarga pada profesi
tersebut, walaupun terdapat sebagian dari mereka yang mendapatkan
penghasilan tambahan dari pekerjaan sampingan atau dari anggota keluarga
lainnya. Terdapat 26 rumah tangga pengojeg mendapatkan penghasilan
tambahan.
8%
52%
32%
8%
< Rp. 1 JutaRp. 1 Juta - Rp. 1,5 Juta>Rp. 1,5 Juta -Rp. 2 Juta> Rp. 2 Juta
Sumber: Data Primer (Hasil Olahan).
Gambar 5.5. Persentase Pendapatan Rumah Tangga Pengojeg Sebelum Kenaikan Harga BBM
53
Berdasarkan gambar diatas, sebesar 8 persen pengojeg motor
mempunyai penghasilan kurang dari Rp. 1 juta, 52 persen mempunyai
penghasilan antara Rp. 1 juta sampai Rp. 1,5 juta, 32 persen mempunyai
penghasilan diatas Rp. 1,5 juta sampai Rp. 2 juta, dan sisanya sebesar 5
persen mempunyai penghasilan diatas Rp. 2 juta. Perbedaan pendapatan ini
disebabkan oleh faktor penghasilan tambahan yang diperoleh pengojeg, baik
dari pekerjaan sampingan atau dari anggota keluarga lainnya. Besarnya
penghasilan tambahan yang diterima beragam jumlahnya, yaitu berkisar
antara Rp. 120.000 sampai Rp. 1.000.000 per bulannya. Perbedaan ini
diakibatkan jenis pekerjaan yang ditekuni. Terdapat 11 orang pengojeg yang
memiliki pekerjaan sampingan. Pekerjaan sampingan yang dilakukan
seperti satpam, supir tembak, pembuat sumur bor, dan calo terminal.
Sedangkan sisanya sebesar 16 istri pengojeg mendapatkan penghasilan
tambahan dari pekerjaan mereka sebagai pembantu, buruh pabrik, penjahit
dan berdagang. Sebagian besar istri para pengojeg bekerja sebagai buruh
pabrik, tempat tinggal yang dekat dengan lokasi pabrik memberi peluang
terhadap istri-istri pengojeg bekerja sebagai buruh pabrik. Tabel 5.5. Pendapatan dan Penghasilan Tambahan Pengojeg Motor Per Bulan Sebelum Kenaikan Harga BBM (Rupiah)
No Pendapatan Penghasilan
Pendapatan Pendapatan
Pengojeg Tambahan Anggota Keluarga
Rumah Tangga 1 1.230.000 300.000 1.530.0002 1.980.000 500.000 2.480.0003 1.470.000 600.000 2.070.0004 1.080.000 900.000 1.980.0005 900.000 1.000.000 1.900.0006 1.200.000 500.000 1.700.0007 600.000 450.000 1.050.0008 1.770.000 600.000 2.370.000
54
9 750.000 800.000 1.550.00010 1.320.000 250.000 1.570.00011 1.290.000 120.000 1.410.00012 1.260.000 500.000 1.760.00013 1.320.000 300.000 1.620.00014 1.260.000 200.000 1.460.00015 900.000 200.000 1.100.00016 990.000 200.000 1.190.00017 960.000 500.000 1.460.00018 1.200.000 200.000 1.400.00019 1.020.000 600.000 1.620.00020 990.000 600.000 1.590.00021 900.000 850.000 1.750.00022 1.230.000 800.000 2.030.00023 1.200.000 700.000 1.900.00024 1.245.000 700.000 1.945.00025 1.260.000 400.000 1.660.00026 975.000 700.000 1.675.000
Sumber: Data Primer (Hasil Olahan).
Rata-rata pendapatan pengojeg motor yang tidak memiliki
penghasilan tambahan adalah Rp. 1.260.900 atau pendapatan perkapitanya
Rp. 556.750 Sedangkan rata-rata pendapatan pengojeg motor yang memiliki
penghasilan tambahan adalah Rp. 1.683.400 atau pendapatan perkapitanya
sebesar Rp. 583.600, jika dibandingkan dengan PDRB rata-rata perkapita
Kota Bogor tahun 2005 yaitu sebesar Rp. 691.000, maka pendapatan
perkapita rumah tangga pengojeg di bawah rata-rata pendapatan perkapita
masyarakat Kota Bogor.
55
60%
33%
7%
< Rp. 1 Juta>Rp. 1 Juta - Rp. 1,5 Juta>Rp. 1,5 Juta - Rp. 2 Juta
Sumber: Data Primer (Hasil Olahan).
Gambar 5.6. Persentase Pendapatan Rumah Tangga Pengojeg motor Setelah Kenaikan Harga BBM
Berdasarkan Gambar 5.6 dapat dilihat bahwa sebesar 60 persen
rumah tangga pengojeg motor mendapat penghasilan sebesar kurang dari
Rp. 1 juta, 33 persen mendapat penghasilan antara Rp. 1 juta
sampai Rp. 1,5 juta, dan sisanya sebesar 7 persen berpenghasilan diatas
Rp1,5 juta sampai dengan Rp. 2 juta. Penurunan pendapatan rumah tangga dikarenakan penurunan
penerimaan bersih para pengojeg. Penerimaan bersih para pengojeg
mengalami penurunan dikarenakan menurunnya penerimaan kotor
pengojeg, dan meningkatnya biaya operasional yang dikeluarkan oleh
pengojeg. Penghasilan yang diterima dari mengojeg menurun, tetapi
penghasilan dari pekerjaan sampingan dan anggota keluarga lainnya
terdapat yang meningkat dan menurun. Penghasilan yang meningkat terjadi
pada pengojeg yang memiliki pekerjaan sampingan sebagai satpam, dan
istri-istri pengojeg yang bekerja dipabrik-pabrik Tabel 5.6. Pendapatan dan Penghasilan Tambahan Pengojeg Motor Per Bulan Setelah Kenaikan Harga BBM ( Rupiah)
No Pendapatan Penghasilan Pendapatan Pendapatan Pengojeg Tambahan Anggota
Keluarga Rumah Tangga
1 870.000 300.000 1.170.0002 720.000 700.000 1.420.000
56
3 450.000 600.000 1.050.0004 720.000 1.200.000 1.920.0005 300.000 1.500.000 1.800.0006 780.000 700.000 1.480.0007 450.000 100.000 550.0008 510.000 600.000 1.110.0009 900.000 500.000 1.400.00010 300.000 900.000 1.200.00011 510.000 450.000 960.00012 960.000 250.000 1.210.00013 750.000 250.000 1.000.00014 510.000 700.000 1.210.00015 660.000 300.000 960.00016 750.000 300.000 1.050.00017 750.000 300.000 1.050.00018 630.000 200.000 830.00019 450.000 900.000 1.350.00020 1.050.000 200.000 1.250.00021 630.000 500.000 1.130.00022 600.000 700.000 1.300.00023 450.000 965.000 1.415.00024 450.000 1.000.000 1.450.00025 450.000 830.000 1.280.00026 1.065.000 830.000 1.895.00027 480.000 500.000 980.00028 1.065.000 800.000 1.865.000
Sumber: Data Primer (Hasil Olahan).
Setelah kenaikan harga BBM, rata-rata pendapatan pengojeg motor
yang tidak memiliki penghasilan tambahan adalah Rp. 702.200 atau
pendapatan per kapitanya sebesar Rp. 303.650. Sedangkan rata-rata
pendapatan pengojeg motor yang memiliki tambahan adalah Rp. 1.260.200
atau pendapatan perkapitanya sebesar Rp. 452.400. Bila dibandingkan
dengan PDRB rata-rata perkapita Kota Bogor tahun 2005 pendapatan
perkapita rumah tangga pengojeg motor baik yang memiliki penghasilan
57
tambahan dan yang tidak memiliki berada di bawah rata-rata pendapatan
perkapita masyarakat Kota Bogor.
Kenaikan harga BBM ternyata memberikan dampak terhadap
penurunan pendapatan yang diterima oleh pengojeg motor. Pendapatan
rumah tangga pengojeg motor menurun sebesar 33 persen bila dibandingkan
pendapatan sebelum kenaikan harga BBM. Bagi rumah tangga yang tidak
mempunyai penghasilan tambahan adanya penurunan pendapatan akan
terasa berat. Sebagian rumah tangga yang mendapat penghasilan tambahan
merasa perekonomian keluarganya terbantu.
5.5. Pengeluaran Rumah Tangga Pengojeg Motor
Pengeluaran rumah tangga secara umum terdiri dari kebutuhan akan
makanan dan nonmakanan. Pengeluaran rumah tangga pengojeg
nonmakanan terdiri dari biaya pendidikan anak, biaya kesehatan, biaya
listrik dan air, biaya sewa rumah, cicilan kredit motor, dan biaya tak
terduga lainnya. Para pengojeg memberikan uang belanja kepada istri mereka untuk
kebutuhan bahan makanan berkisar antara Rp. 10.000 sampai Rp. 30.000.
Setelah kenaikan harga BBM tidak terlalu berubah, walaupun terdapat
beberapa pengojeg yang menaikan uang belanja kebutuhan bahan makanan,
namun ada pula yang menurunkan uang belanja tersebut. Setelah kenaikan
harga BBM, harga-harga kebutuhan bahan makanan mengalami kenaikan,
akibat dari kenaikan harga bahan makan tersebut, para pengojeg mengakui
perubahan dalam pola konsumsi yang lebih sederhana, bagi mereka yang
58
terpenting kuantitas dipertahankan walaupun kualitas makanannya
menurun. Pergeseran pola konsumsi makanan yang terjadi pada rumah
tangga pengojeg mengisyaratkan terjadinya penurunan daya tahan ekonomi
rumah tangga pengojeg. Selain pergeseran pola konsumsi makanan, tidak
menentunya penghasilan para pengojeg sehari-harinya, membuat mereka
terkadang tidak membawa uang lebih untuk belanja makanan. Untuk dapat
memenuhi kebutuhan tersebut para pengojeg sering melakukan hutang
terhadap bahan makanan kepada warung yang berada disekitar rumah
mereka.
Konsumsi nonmakanan yang lazim dikeluarkan adalah biaya
pendidikan anak, kesehatan, biaya perumahan, dan cicilan kredit motor.
Untuk biaya pendidikan, banyak keluarga pengojeg yang terbantu dengan
adanya program Bantuan Operasional Sekolah (BOS), sehingga para
pengojeg tidak mengeluarkan biaya untuk SPP dan hanya memberi uang
transportasi dan uang jajan. Tetapi ada beberapa yang masih membayar
uang SPP per bulannya, hal ini menunjukan bahwa kebijakan setiap sekolah
dalam mengalokasikan beasiswa yang diberikan oleh pemerintah berbeda-
beda caranya. Untuk pengeluaran dibidang kesehatan bagi para pengojeg
hal tersebut termasuk ke dalam biaya tidak terduga. Namun dari kebiasaan
para pengojeg bila ada anggota keluarga yang sakit, mereka lebih sering
membeli obat-obatan di warung atau pergi puskesmas. Hal ini terjadi karena
penyesuaian dari pendapatan rumah tangga pengojeg yang pas-pasan
sehingga untuk kesehatan mereka lebih memilih pengobatan puskesmas atau
obat dari warung.
59
Pengeluaran rumah tangga dalam bidang perumahan terdiri dari
biaya sewa rumah, biaya listrik, dan air. Dari hasil wawancara terhadap 60
responden, sebesar 15 persen pengojeg motor mengeluarkan biaya
kontrakan rumah. Sisanya sebesar 85 persen tidak mengeluarkan biaya sewa
rumah, karena mereka masih bertempat tinggal bersama dengan orang
tuanya atau mendapat rumah dari hasil warisan orang tuanya. Biaya listrik
dan air setelah kenaikan harga BBM tidak mengalami kenaikan yang
berarti, karena penggunaannya lebih dihemat dengan memakai seperlunya.
Untuk pembayaran kredit, tidak mengalami peningkatan karena cicilan
kredit motor yang harus dibayarkan bersifat tetap. Sebelum kenaikan harga BBM, para pengojeg motor dapat memenuhi
kebutuhan hidup keluarga dan terdapat pula sebagian dari mereka yang
dapat menyisihkan kelebihan penghasilannya untuk ditabung. Pengeluaran
rata-rata sebelum kenaikan harga BBM dari ke-60 responden sebesar Rp.
984.000 atau rata-rata pengeluaran perkapitanya sebesar Rp. 388.400.
Seiring kenaikan biaya kebutuhan hidup setelah kenaikan harga
BBM, pengeluaran rata-rata menjadi Rp. 1.030.200 atau rata-rata
perkapitanya sebesar Rp. 406.600. Jika dihubungkan dengan garis
kemiskinan Kota Bogor tahun 2003, maka pengeluaran perkapita rumah
tangga pengojeg sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM di atas rata-rata
garis kemiskinan, yaitu sebesar Rp. 149.401 perkapita per bulan.
Hal ini seiring dengan kenaikan harga barang dan jasa lainya, total
pengeluaran rumah tangga pengojeg naik sebesar 5 persen dan pendapatan
yang diterima mengalami penurunan sebesar 33 persen. Hal ini
60
menyebabkan hampir setiap bulan, rumah tangga pengojeg menderita
kerugian.
58%
42%
Defisit
Surplus
Sumber: Data Primer (Hasil Olahan).
Gambar 5.7. Persentase Net Balance Rumah Tangga Pengojeg Setelah Kenaikan Harga BBM
Berdasarkan Gambar 5.7 menyimpulkan sebesar 42 persen rumah
tangga pengojeg mengalami kerugian, dan sisanya sebesar 58 persen dapat
menyeimbangkan antara pendapatan dan pengeluaran rumah tangganya,
sehingga terdapat pula yang mengalami surplus. Rumah tangga yang tidak
mengalami kerugian sebanyak 25. Hal ini dapat disebabkan sebagian dari
mereka yang memiliki penghasilan tambahan yang cukup besar, baik dari
pekerjaan tambahan atau dari anggota keluarga lainnya. Kerugian yang
diterima oleh 35 responden lainnya cukup besar, berkisar antara Rp. 50.000
sampai Rp. 599.000 per bulannya. Untuk menutupi kerugian akibat besarnya
pengeluaran yang tidak diimbangi peningkatan pendapatan, membuat
mereka menggunakan sisa tabungan yang masih ada, meminjam uang
kepada orang-orang terdekat, atau melakukan berhutang ke warung-warung
dekat rumah mereka. Terlihat bahwa pasca kenaikan harga BBM, mereka
61
sangat rawan terkena kredit macet, tidak seimbangnya pendapatan dengan
pengeluaran rumah tangga dapat mempengaruhi daya bayar cicilan kredit
motor mereka.
Merujuk terhadap kategori BPS mengenai pengeluaran per kapita
rumah tangga diantara Rp. 200.000 sampai Rp. 499.000 per bulan
merupakan rumah tangga dengan kategori tingkat menengah. Dapat
dikatakan bahwa rumah tangga pengojeg berada dalam kategori rumah
tangga dengan tingkat menengah. Walaupun pada kenyataannya
pengeluaran konsumsi rumah tangga pengojeg lebih besar daripada
pendapatan yang mereka terima.
5.6. Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Pendapatan Rumah Tangga Pengojeg Motor
Untuk melihat dampak kenaikan harga BBM terhadap pendapatan
rumah tangga pengojeg motor, maka dilakukan uji t terhadap pendapatan
sebelum dan sesudah adanya kenaikan harga BBM. Berdasarkan hasil uji t
(Lampiran 6) nilai probabilitas untuk pendapatan rumah tangga pengojeg
motor sebesar p = 0,000 yang berarti bahwa pada semua tingkat taraf nyata
kenaikan harga BBM berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan
rumah tangga pengojeg motor. Sementara nilai koefisien t sebesar – 12,53,
hal ini menunjukkan adanya kenaikan harga BBM menurunkan pendapatan
rumah tangga pengojeg motor. Secara umum pendapatan rumah tangga menurun, sebelum kenaikan
harga BBM pendapatan rumah tangga pengojeg berkisar antara dengan Rp.
1.536.116. Setelah kenaikan harga BBM menjadi antara Rp 866.126 sampai
Rp. 1.059.041 (Lampiran 8). Kenaikan harga BBM ternyata memberikan
62
dampak terhadap penurunan pendapatan yang diterima oleh pengojeg
motor. Pendapatan rumah tangga pengojeg motor menurun sebesar 33
persen bila dibandingkan pendapatan sebelum kenaikan harga BBM. Bagi
rumah tangga yang tidak mempunyai penghasilan tambahan adanya
penurunan pendapatan akan terasa berat. Sebagian rumah tangga yang
mendapat penghasilan tambahan merasa perekonomian keluarganya
terbantu.
5.7. Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Pengeluaran Rumah Tangga Pengojeg Motor
Untuk melihat dampak kenaikan harga BBM terhadap pengeluaran
rumah tangga pengojeg motor, maka dilakukan uji t terhadap pengeluaran
sebelum dan sesudah adanya kenaikan harga BBM. Berdasarkan hasil uji t
(Lampiran 7) nilai probabilitas untuk pengeluaran konsumsi rumah tangga
pengojeg motor sebesar p = 0,011 yang berarti bahwa pada taraf nyata 5
persen kenaikan harga BBM berpengaruh secara signifikan terhadap
pengeluaran rumah tangga pengojeg motor. Sementara nilai koefisien t
sebesar + 2,62 yang menunjukkan adanya kenaikan harga BBM akan
meningkatkan pengeluaran konsumsi rumah tangga pengojeg motor.
Seiring kenaikan biaya kebutuhan hidup setelah kenaikan harga
BBM, pengeluaran rumah tangga pengojeg mengalami kenaikan.
Pengeluaran rumah tangga pengojeg sebelum kenaikan harga BBM antara
Rp. 938.810 sampai dengan Rp. 1.029.156. Setelah kenaikan BBM menjadi
antara Rp. 976.505 sampai Rp. 1.084.029 (Lampiran 9).
63
5.8. Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Daya Bayar Kredit Motor Pengojeg
Penurunan pendapatan dan peningkatan pengeluaran rumah tangga,
mempengaruhi terhadap daya bayar kredit motor, banyak diantara mereka
yang mengalami tidak lancar dalam pembayaran kredit motor, baik
menunggak atau melewati waktu pembayaran kredit. Bila para pengojeg
tidak lancar dalam pembayaran kredit tersebut maka akan dikenakan
denda. Sehingga pengojeg tidak hanya menanggung beban cicilan motor
yang tertunda tetapi ditambah oleh beban denda yang ditetapkan oleh
leasing yang terkait. Sebanyak 32 orang pernah mengalami hal tersebut,
namun mereka tetap berusaha untuk membayar cicilan motor meskipun
harus menunggak. Tabel 5.7. Penundaan Pembayaran Cicilan Kredit Motor Sebelum BBM Naik (orang) Sesudah BBM Naik (orang)
Tidak ada 32 Sumber: Data Primer (Hasil Olahan).
Kehidupan rumah tangga pengojeg mengalami masa yang sulit
setelah kenaikan harga BBM. Sepeda motor yang mereka memiliki arti
penting sebagai sumber mata pencaharian keluarga. Membuat mereka
melakukan berbagai hal seperti meminjam kepada orang-orang terdekat,
untuk menutupi keperluan rumah tangga mereka. Cicilan sepeda motor
merupakan hal yang diprioritaskan terlebih dahulu, bila dibandingkan
pengeluaran rumah tangga lainnya. Para pengojeg akan berusaha
mempertahankan sepeda motornya, walaupun kehidupan mereka yang
harus berhutang, dengan harapan setelah melunasi cicilan kredit, kehidupan
mereka akan lebih baik karena tidak ada lagi kewajiban mencicil, sehingga
perekonomian rumah tangga mereka dapat membaik.
64
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan penelitian mengenai dampak kenaikan harga BBM
terhadap pendapatan dan pengeluaran konsumsi rumah tangga pengojeg
motor di Kota Bogor, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Kenaikan harga BBM berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
pendapatan rumah tangga pengojeg. Sebelum kenaikan harga BBM
pendapatan rumah tangga pengojeg berkisar antara Rp. 1.351.840
sampai dengan Rp. 1.536.116. Setelah kenaikan harga BBM menjadi
antara Rp 866.126 sampai Rp. 1.059.041.
2. Kenaikan harga BBM berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pengeluaran rumah tangga pengojeg motor. Pengeluaran rumah tangga
pengojeg sebelum kenaikan harga BBM antara Rp. 938.810 sampai
dengan Rp. 1.029.156. Setelah kenaikan BBM menjadi antara Rp.
976.505 sampai Rp. 1.084.029.
3. Setelah kenaikan harga BBM terdapat rumah tangga pengojeg yang
melakukan tunggakan dalam mencicil kredit motornya.
Berdasarkan hasil studi ini penulis menyarankan beberapa hal yang
dapat dipertimbangkan, seperti berikut :
1. Dalam rangka upaya peningkatan pendapatan rumah tangga pengojeg,
hendaknya dilakukan penghematan biaya operasional.
65
2. Pemerintah diharapkan melakukan pemerataan dalam penyaluran
program-program bantuan seperti beras miskin, beasiswa dll. Hal
tersebut dapat membantu meminimumkan pengeluaran rumah tangga
masyarakat golongan menengah ke bawah, seperti rumah tangga
pengojeg motor. 3. Pengembangan sumber energi terbarukan dapat dilakukan oleh
pemerintah, untuk mengurangi ketergantungan terhadap BBM.
Mengingat cadangan minyak Indonesia yang diperkirakan akan habis 15
tahun lagi. Salah satunya sumber energi yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan (Biofuel), yang dapat menyerap tenaga kerja dan dapat
memelihara lingkungan. Hal tersebut dapat menjadi solusi dari masalah
pengangguran dan kerusakan alam.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2006. “Orang Miskin Naik 50 Persen Paling Banyak Bekasi” [Kompas Online].http://www.kompas.co.id/metro/news/0604/111083112.htm
[11 April 2006]. . 2006. “Perkembangan Harga Produk BBM Tahun 1965-2006”.
http://www.pertamina.com/harga_BBM/index_harga_BBM.html [20 Mei 2006].
. 2006. “Sepeda Motor Memasuki Masa Sulit”. http://www.warta ekonomi.com?detail.asp?aid7290&Cid=25 [20 Juni 2006]. . 2007. “Keras Persaingan Sepeda Motor di Tahun 2007”.
http://www.karismafansclub.or.id/v2/modules/news/article.php?item_id=225 [13 november 2006].
Badan Perencana Daerah. 2006. Pendapatan Domestik Regional Bruto Kota Bogor. BAPEDA Kota Bogor, Bogor. Badan Pusat Statistik. 1993. Statistik Indonesia Tahun 1993. BPS, Jakarta. . 2006. Statistik Indonesia Tahun 2005/2006. BPS, Jakarta. . 2006. Kota Bogor Dalam Angka Tahun 2006. BPS Kota
Bogor, Bogor. . “Konsep dan Definisi Transportasi”.
http://www.bps.Jakarta.go.id/P3_Sat/P3B_Transpor/P3b_def.htm. [3 Maret 2007].
Dartanto, T. 2004. “BBM, Kebijakan Energi, Subsidi, dan Kemiskinan di
Indonesia”. http://www.oi.ppi-jepang.org.artcle.php?id=102.2004. [1 Oktober 2005]. Dinas Lalulintas dan Angkutan Jalan Kota Bogor. 2006. Data Bidang
Transportasi Tahun 2002-2006 di Lingkungan DLLAJ Kota Bogor. DLLAJ Kota Bogor, Bogor.
Hasan, M. F. “Kenapa Kenaikan BBM di Tolak”?. http://www.freelist.org/archieves/list_indonesia/02-2005/msg00488.html [21 Februari 2005].
65
Inayati, H. 2006. Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Pendapatan dan Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Sopir Angkot serta Keuntungan Usaha Angkot di Kota Bogor (Studi Kasus Trayek 03 Jurusan Branangsiang-Bubulak) [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Mattjit, A. A, dan M. Sumertaya. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi
SAS dan Minitab Jilid 2. IPB Press, Bogor. Nicholson, Walter. 2000. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. B. Mahendra dan A. Aziz [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Nugroho, C. W. 2005. Analisis Pengaruh Harga Bahan Bakar Minyak terhadap Tingkat Inflasi di Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Polisi Resor Kota Bogor. 2006. Data Tingkat Kecelakaan Tahun 2005-2006 di
Lingkungan Polresta Kota Bogor. Polresta Kota Bogor, Bogor. . 2006. Data Perkembangan Kriminalitas Kota Bogor
Tahun 2002-2006 di Lingkungan Polresta Kota Bogor. Polresta Kota Bogor, Bogor.
Pamungkas dan S. Hidayat. 1998. Rangkuman Pengetahuan Umum Lengkap.
Apollo, Surabaya. Prabowo, A. A. 2007. “Jumlah Penduduk Miskin Indonesia”. http://www.liputan6.com/news/?id [16 Agustus 2007]. Prihandana, R. 2006. Dari Energi Fosil Menuju Energi Hijau. Proklamasi
Publishing House, Jakarta. Simbolon , M. M. 2003. Ekonomi Transportasi. Ghalia Indah, Jakarta. Sutojo, S. 1997. Analisa Kredit Bank Umum Konsep dan Teknik. PT. Pustaka
Binaman Presindo, Jakarta.
76
Lampiran 6. Hasil Uji t untuk Pendapatan One-Sample T: Pendapatan Test of mu = 0 vs not = 0 Variable N Mean StDev SE Mean 95% CI T P ss 60 -481417 297572 38416 (-558288, -404546) -12.53 0.000
Lampiran 7. Hasil Uji t untuk Pengeluaran One-Sample T: Pengeluaran Test of mu = 0 vs not = 0 Variable N Mean StDev SE Mean 95% CI T P sspeng 60 46283.3 136589.0 17633.6 (10998.7, 81568.0) 2.62 0.011
77
Lampiran 8. Ringkasan Hasil Uji t untuk Pendapatan
2400000200000016000001200000800000
Median
Mean
1550000150000014500001400000135000013000001250000
A nderson-Darling Normality Test
V ariance 1.27276E+11Skewness 0.740878Kurtosis 0.394323N 60
Minimum 870000
A -Squared
1st Q uartile 1200000Median 14050003rd Q uartile 1650000Maximum 2480000
95% C onfidence Interv al for Mean
1351840
0.98
1536160
95% C onfidence Interv al for Median
1230000 1531387
95% C onfidence Interv al for StDev
302400 435124
P-V alue 0.013
Mean 1444000StDev 356758
95% Confidence Intervals
Summary for Pendapatan Sebelum Kenaikan BBM
180000015000001200000900000600000
Median
Mean
10500001000000950000900000850000800000
A nderson-Darling Normality Test
V ariance 1.39422E+11Skewness 0.860125Kurtosis 0.289877N 60
Minimum 450000
A -Squared
1st Q uartile 720000Median 9000003rd Q uartile 1207500Maximum 1920000
95% C onfidence Interv al for Mean
866126
1.09
1059041
95% C onfidence Interv al for Median
777920 1022080
95% C onfidence Interv al for StDev
316500 455412
P-V alue 0.007
Mean 962583StDev 373392
95% Confidence Intervals
Summary for Pendapatan Sesudah Kenaikan BBM
78
Lampiran 9. Ringkasan Hasil Uji t untuk Pengeluaran
140000012000001000000800000
Median
Mean
10200001000000980000960000940000920000900000
A nderson-Darling Normality Test
V ariance 30578457345Skewness 0.512687Kurtosis -0.303458N 60
Minimum 650000
A -Squared
1st Q uartile 861000Median 9380003rd Q uartile 1108500Maximum 1410000
95% C onfidence Interv al for Mean
938810
0.82
1029156
95% C onfidence Interv al for Median
896000 1024763
95% C onfidence Interv al for StDev
148223 213279
P-V alue 0.032
Mean 983983StDev 174867
95% Confidence Intervals
Summary for Pengeluaran Sebelum Kenaikan BBM
140000012000001000000800000600000
Median
Mean
11000001075000105000010250001000000975000950000
A nderson-Darling Normality Test
V ariance 43312198870Skewness 0.330061Kurtosis -0.154063N 60
Minimum 600000
A -Squared
1st Q uartile 881250Median 10305003rd Q uartile 1159250Maximum 1512000
95% C onfidence Interv al for Mean
976505
0.27
1084029
95% C onfidence Interv al for Median
957445 1090069
95% C onfidence Interv al for StDev
176406 253831
P-V alue 0.663
Mean 1030267StDev 208116
95% Confidence Intervals
Summary for Pengeluaran Sesudah Kenaikan BBM
79
KUISIONER DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP
PENDAPATAN DAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA PENGOJEG
I. KARAKTERISTIK RESPONDEN 1. Nama :…………………………………..
2. Usia :……………………………………
3. Jumlah anggota keluarga inti :…………..
4. Jumlah anggota keluarga di luar inti :…...
5. Tingkat pendidikan terakhir :…………...
6. Lama bekerja / hari :…………………….
7. Telah menekuni profesi :………………..
8. Kepemilikan SIM :………………………
II. BIAYA OPERASIONAL
Keterangan Sebelum Kenaikan BBM Sesudah Kenaikan BBM Penerimaan kotor mengojeg / hari
Biaya bahan bakar (premium) / hari
Biaya makan siang, minum dan rokok / hari
Iuran organisasi / hari Penerimaan bersih / hari
III. PENERIMAAN RUMAH TANGGA PENGOJEG
Keterangan Sebelum kenaikan BBM Setelah kenaikan BBM Apakah bapak memiliki pekerjaan tambahan?
a. Ya b. Tidak Jika Ya, sebutkan Besarnya pendapatan Rp
a. Ya b. Tidak Jika Ya, sebutkan Besarnya pendapatan Rp
Apakah ada anggota keluarga yang membantu pemenuhan biaya kebutuhan rumah tangga?
a. Ya b. Tidak Jika Ya, pekerjaanya Besarnya pendapatan Rp
a. Ya b. Tidak Jika Ya, pekerjaanya Besarnya pendapatan Rp
Apakah keluarga bapak mendapat Dana kompensasi BBM?
a. Ya b. Tidak
a. Ya b. Tidak
80
IV. PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA PENGOJEG
Keterangan Sebelum kenaikan BBM Setelah kenaikan BBM Konsumsi bahan makanan / hari Perumahan :
- Pengeluaran untuk air / bulan
- Pengeluaran untuk listrik / bulan
Pengeluaran untuk kesehatan / bulan
Pengeluaran untuk pendidikan anak / bulan
Besarnya cicilan kredit sepeda motor / bulan
Biaya lainnya
Dari besarnya pendapatan yang diterima terhadap pengeluaran rumah tangga, apakah
keluarga bapak memiliki sejumlah tabungan ?.....................
SPESIFIKASI SEPEDA MOTOR
1. Tahun sepeda motor………………………………………………………….
2. Merek/jenis motor……………………………………………………………
3. Sejak kapan memulai kredit motor…………………………………………..
4. Sudah berapa lama mengkredit motor……………………………………….
5. Besarnya uang muka pada saat pembelian sepeda motor……………………
6. Pernakah bapak mengalami tunggakan cicilan motor sebelum
dan sesudah kenaikan BBM …………………………………………………