DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI...

57
Panduan KriteriaSUT Des’05 1 DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI BERKELANJUTAN Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Prinsip Sistem Transportasi Berkelanjutan Bab II KONDISI DAN PERMASALAHAN Peraturan dan Kebijakan Sistem Lalu Lintas yang ada Produsen dan konsumen transportasi (pilihan yang ada di masyarakat dan produsen dan jumlah produksinya) Teknologi transportasi Rasio pelayanan (kapasitas angkut dan passanger demand) 1. Peningkatan arus lalu lintas 2. Kebutuhan akan transportasi yang menghasilkan kemacetan, tundaan, kecelakaan dan masalah lingkungan 3. Sistem transportasi yang ada belum terintegrasi dalam pengembangan tataruang; 4. Pergerakan transportasi melebihi kapasitas sistem prasarana transportasi yang ada dan melebihi daya tampung wilayah perkotaan. 5. Sistem transportasi umum masih belum tertata dengan baik 6. Belum adanya sistem pelayanan minimal angkutan umum perkotaan. 7. Peningkatan emisi kenderaan bermotor Bab III KRITERIA TRANSPORTASI BERKELANJUTAN 3.1 Tingkat Kesadaran (Awarness) dan Upaya Mengurangi Tingkat Pencemaran Udara 3.1.1 Pemantauan Kualitas Udara 3.1.1 Anggaran pengelolaan 3.1.2 Kegiatan pemantauan kualitas udara 3.1.2.1 Pemantauan ambient dan jalan raya a. Jumlah titik pengamatan b. Lokasi pemantauan c. Frekuensi pemantauan d. Jumlah parameter kualitas udara yang dipantau e. 3.1.2.2 Pengarsipan data 3.1.2.3 Diseminasi/sosialisasi hasil pengamatan 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara akibat lalu lintas 3.2.1 Jenis kegiatan a. manajemen lalu lintas

Transcript of DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI...

Page 1: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

Panduan KriteriaSUT Des’05 1

DAFTAR ISI

DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI BERKELANJUTAN

Bab I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1.2 Prinsip Sistem Transportasi Berkelanjutan

Bab II KONDISI DAN PERMASALAHAN

Peraturan dan Kebijakan Sistem Lalu Lintas yang ada • Produsen dan konsumen transportasi (pilihan yang ada di masyarakat dan

produsen dan jumlah produksinya) • Teknologi transportasi • Rasio pelayanan (kapasitas angkut dan passanger demand)

1. Peningkatan arus lalu lintas

2. Kebutuhan akan transportasi yang menghasilkan kemacetan, tundaan, kecelakaan dan masalah lingkungan

3. Sistem transportasi yang ada belum terintegrasi dalam pengembangan tataruang;

4. Pergerakan transportasi melebihi kapasitas sistem prasarana transportasi yang ada dan melebihi daya tampung wilayah perkotaan.

5. Sistem transportasi umum masih belum tertata dengan baik 6. Belum adanya sistem pelayanan minimal angkutan umum perkotaan.

7. Peningkatan emisi kenderaan bermotor

Bab III KRITERIA TRANSPORTASI BERKELANJUTAN 3.1 Tingkat Kesadaran (Awarness) dan Upaya Mengurangi Tingkat Pencemaran Udara

3.1.1 Pemantauan Kualitas Udara 3.1.1 Anggaran pengelolaan 3.1.2 Kegiatan pemantauan kualitas udara

3.1.2.1 Pemantauan ambient dan jalan raya a. Jumlah titik pengamatan b. Lokasi pemantauan c. Frekuensi pemantauan d. Jumlah parameter kualitas udara yang dipantau e.

3.1.2.2 Pengarsipan data 3.1.2.3 Diseminasi/sosialisasi hasil pengamatan

3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara akibat lalu lintas

3.2.1 Jenis kegiatan a. manajemen lalu lintas

Page 2: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

1

Bab I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kegiatan manusia seiring dengan kebutuhan dasar manusia dengan manusia

lainnya atau system kebutuhan lainnya seperti alat perhubungan yang disebut

dengan alat transportasi. Dengan adanya alat transportasi, maka pergerakan lalu

lintas menjadi lebih cepat, aman, nyaman dan terintegrasi. Sarana transportasi

(alat angkut) berkembang mengikuti fenomena yang timbul akibat penggalian

sumberdaya seperti penemuan teknologi baru, perkembangan struktur

masyarakat, dan peningkatan pertumbuhan.

Pertumbuhan di sektor ekonomi memberi dampak terutama dirasakan di kawasan

perkotaan, dengan terlihat makin menguatnya konsentrasi penduduk di kota-kota

besar dan metropolitan. Dewasa ini tingkat pertumbuhan penduduk perkotaan

telah mencapai + 4% per tahun, lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan penduduk

rata-rata nasional yang hanya mencapai + 1,8%. Sampai akhir 1995 diperkirakan

45% dari total penduduk nasional tinggal di wilayah perkotaan atau 90 juta dari

200 juta penduduk, dimana 60,5% dari penduduk perkotaan tersebut tinggal di

kota-kota besar, metropolitan dan megapolitan. Dengan gejala seperti dapat

diperkirakan pada tahun 2018 penduduk perkotaan akan mencapai 52% atau

sekitar 140 juta jiwa penduduk perkotaan dari sekitar 270 juta jiwa penduduk

Indonesia (Grafik 1.).

Peningkatan pertumbuhan ekonomi ini telah meningkatkan peranan sektor

transportasi dalam menunjang pencapaian sasaran pembangunan dan hasil-

hasilnya. Fungsi sektor transportasi akan merangsang peningkatan pembangunan

ekonomi karena antara fungsi sector transportasi dan pembangunan ekonomi

mempunyai hubungan kausal (timbal balik).

Page 3: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

2

Grafik 1. Jumlah penduduk di perkotaan dan pedesaan

69.64 74.690.1

108.8123.3 127.1 126.2 120

113

9.86 11.6 16.926.2

43.7

69.985.8

119

151

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

1950 1955 1965 1975 1985 1995 2000 2010 2020

Mill

ions

Rural Urban Expon. (Urban)

Source: Directorate of Land Transportation, Ministry of Communication

Pemerintah harus menerapkan kebijakan sosial dan kebijakan teknis yang dapat

mengembangkan pola transportasi nasional yang dapat melayani kebutuhan

masyarakat secara baik dan terpadu. Kebijakan sosial pemerintah memiliki

dampak terhadap sistem transportasi nasional dan industri transportasi itu sendiri.

Di banyak kota-kota besar, transportasi melalui jalan merupakan moda yang paling

dominan dibandingkan dengan moda transportasi lainnya. Dari sejumlah angkutan

yang melalui jalan tersebut, penggunaan kendaraan pribadi cenderung lebih

dominan dari pada kendaraan angkutan umum. Untuk terwujudnya lalu lintas dan

angkutan jalan yang aman, nyaman, cepat, tertib dan menjangkau seluruh wilayah

daratan dibutuhkan manajemen transportasi yang antara lain meliputi

pengembangan moda transportasi, penataan frekuensi dan jarak perjalanan lalu

lintas kendaraan, bahan bakar yang digunakan, dan pengaturan serta pembinaan

terhadap kendaraan bermotor dan kendaraan angkutan umum.

Page 4: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

3

Tingkat kepadatan lalu lintas di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung,

Semarang, Surabaya dan Medan sampai saat ini masih menjadi masalah

khususnya pada upaya pengendalian pencemaran udara dari emisi kendaraan

bermotor. Pertumbuhan kendaraan yang cukup tinggi di kota-kota besar ini tidak

saja menimbulkan masalah kemacetan lalu lintas tetapi juga menimbulkan masalah

lain seperti kecelakaan lalu lintas , polusi udara, dan kebisingan. Sekitar 87 %

kontribusi pencemaran udara berasal dari sektor transportasi. Saat ini jumlah dan

penggunaan kendaraan bermotor bertambah dengan tingkat pertumbuhan rata-

rata 12% per tahun. Komposisi terbesar adalah sepeda motor (73% dari jumlah

kendaraan pada tahun 2002-2003 dan pertumbuhannya mencapai 30% dalam 5

tahun terakhir). Rasio jumlah sepeda motor dan penduduk diperkirakan 1:8 pada

akhir tahun 2005;

Kebutuhan moda transportasi yang berwawasan lingkungan sangat diharapkan

realisasinya, khususnya untuk angkutan umum antar dan di kota-kota besar

seperti Jakarta dan wilayah Jabodetabek (Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-

Bekasi). Kebutuhan ini diupayakan dalam rangka menurunkan tingkat emisi dan

konsumsi bahan bakar. (Beri komentar untuk konsumsi bahan bakar)

Grafik 2. Konsumsi bahan bakar di sektor industri dan transportasi

0

50,000

100,000

150,000

200,000

1999 2000 2001 2002 2003

Thou

send

BO

E

Industry Transportation Linear (Transportation)

Pemisahan lalu lintas, termasuk sistem prioritas bagi bis (seperti sistem

transportasi busway yang baru diperkenalkan di Jakarta) dapat menurunkan

Page 5: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

4

keragaman kecepatan arus lalu lintas, peningkatan tingkat keselamatan, dan

peningkatan efisiensi dan daya tarik transportasi umum, apabila dikelola dengan

baik.

Permasalahan lainnya adalah semakin tingginya volume kegiatan transportasi di

perkotaan antara lain Kemacetan lalu lintas yang semakin serius. Biaya yang

dikeluarkan akibat kemacetan menurut data dari Ditjen Hubdat tahun 1997 adalah

sekitar Rp. 10 triliun per tahun. Kemacetan umumnya terjadi di kota-kota besar

seperti Jakarta dan Surabaya dan akibatnya terjadi inefisiensi sistem jaringan

transportasi yang ada di wilayah perkotaan. Selain itu, waktu dan jarak tempuh

yang lebih panjang akibat kemacetan telah menimbulkan kerugian ekonomi

sebesar Rp. 2.5 triliun per tahun di wilayah Jabodetabek (SITRAMP 2004) dan

Biaya operasional kendaraan dan waktu tempuh akibat kemacetan mencapai Rp.

5.5 triliun per tahun di wilayah Jabodetabek (SITRAMP 2004);

Pengembangan wilayah harus terintegrasi dengan pengembangan jaringan

transportasi. Antara perencanaan pengembangan wilayah dan pengembangan

sistem tranportasi adalah saling berinteraksi dan mempengaruhi. Pengembangan

wilayah di suatu daerah akan menciptakan atau menimbulkan sistem tarnsportasi

yang baru, demikian pula sebaliknya, pembuatan jaringan trasnportasi akan

memicu tumbuhnya wilayah-wilayah terbangun. Dalam hal ini sangat dibutuhkan

pengembangan secara terpadu, baik kawasan permukiman baru maupun jaringan

transportasi beserta moda nya, sehingga masing-masing tidak akan ”tumbuh liar”.

Belajar dari pengalamn di Jakarta, pengembangan wilayah cenderung sangat

dispersif (tersebar luas) di daerah suburban, bahkan imbasnya sampai di kota-kota

tetangga. Karena sistem transportasi tidak ikut dikembangkan (atau dikembangkan

namun tidak secepat tumbuhnya pengembangan daerah) maka yang terjadi

adalah bertambah panjangnya kemacetan lalulintas, tidak hanya di Kota Jakarta

tetapi sudah sampai di daerah suburban. Bahkan pada jam puncak, ruas tol tidak

Page 6: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

5

dapat lagi memampung kendaraan. Alternatif pemecahan bagi pengembangan

wilayah yang berdampak positif bagi kualitas transportasi, seperti dicontohkan oleh

berbagai kota modern di negara maju, adalah pengembangan permukiman dalam

bentuk rumah susun yang terkonsentrasi di perkotaan. Hal ini akan

memperpendek jarak origin-destination, sehingga akan mengurangi dampak ikutan

(polusi, kemacetan dll) dan luasan pencemaran dapat ditekan sekecil mungkin.

Oleh karena itu, sistem perhubungan atau transportasi di wilayah Indonesia harus

direncanaka secara terkoordinasi, terpadu, dan sesuai dengan perubahan dan

tuntutan di masa mendatang. Di samping itu tergantung pada kondisi fisik (alami)

wilayah yang bersangkutan maupun sosial ekonomi, sektor pembangunan yang

ada, serta potensi lainnya yang dimiliki oleh daerah tersebut. Di samping itu

panduan dalam perencanaan manajemen angkutan umum yang berwawasan

lingkungan dan terintegrasi dengan tata ruang menjadi penting salah satunya

melalui penyusunan suatu pedoman bagi daerah secagai acuan dalam penyusunan

master plan pengadaan transportasi yang baik dan sesuai dengan kaidah-kaidah

lingkungan.

1.2. Kondisi dan permasalahan

Peraturan dan Kebijakan

Sampai saat ini, Peraturan yang terkait dengan sistem transportasi serta

masalah lalulintas masih sangat terbatas. Peraturan berupa Undang-undang

sudah ada, namun Peraturan Pemerintah sebagai turunan dari undang-undang

tersebut masih sedikit. Peraturan yang ada tersebut adalah:

1. Undang-Undang no. 38 Tahun 2004 mengenai Jalan – yang merupakan

pengganti dari UU no. 13 Tahun 1980 tentang Jalan dengan menyesuaikan

pada perkembangan otonomi daerah, persaingan global dan peningkatan

peran masyarakat dalam penyelenggaraan jalan

Page 7: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

6

2. Undang-Undang no. 14 Tahun 1992 mengenai Lalulintas dan Jalan Raya –

saat ini UU sedang mengalami proses revisi

3. Peraturan Pemerintah no. 15 Tahun 2005 mengenai Jalan Tol – yang

merupakan peraturan untuk melaksanakan Pasal 43 sampai dengan Pasal

53 dan Pasal 57 dari UU no. 38 Tahun 2004

4. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian

Pencemaran Udara

5. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan

6. Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu

Lintas Jalan

7. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah

dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom

8. Kepmen LH No 35 Tahun 1993 tentang Ambang Batas Emisi Kenderaan

9. Kepmen Perhubungan No. KM 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan

Angkutan Orang di Jalan dengan Kenderaan Umum

10. Beberapa Pemerintah Daerah dan Kota telah memiliki Peraturan Daerah

mengenai Transportasi, Lalulintas dan Jalan Raya.

11. Peraturan Daerah mengenai Ketertiban Umum

Sistem Lalu Lintas yang ada

A. Kondisi moda transportasi (angkutan umum dan pribadi)

1. jenis moda transportasi dengan berbagai macam operatornya.

2. Jumlah moda transportasi sesuai jenis yang ada

3. Teknologi kendaraan bermotor yang digunakan

4. teknologi transportasi

B. Kondisi sistem pelayanan dan jaringan infrastrukturnya

1. jaringan jalan raya atau rel termasuk terminal;

Page 8: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

7

2. ciri ruas jalan

3. konfigurasi jaringan transportasi

• Pada dasarnya permasalahan transportasi dibagi menjadi permasalahan inti

sebagai berikut:

1. Peningkatan arus lalu lintas telah mengakibatkan peningkatan pencemaran

udara

2. Kebutuhan akan transportasi yang menghasilkan kemacetan, tundaan,

kecelakaan dan masalah lingkungan; Waktu dan jarak tempuh yang lebih

panjang akibat kemacetan menimbulkan kerugian ekonomi sebesar Rp. 2.5

triliun per tahun di wilayah Jabodetabek, sementara biaya operasional

kendaraan dan waktu tempuh akibat kemacetan Rp. 5.5 triliun per tahun di

wilayah Jabodetabek (SITRAMP 2004);

Tabel 1. Pergerakan masyarakat di Jabodetabek

Movement Volume

(vehicles/day)

Volume

(person/day)

Jakarta- Tangerang 412,543 1,221,079

Jakarta- Bekasi 499,198 1,503,654

Jakarta- Bogor/Depok 424,219 1,369,626

Source: SITRAMP 2000

Beberapa unsur yang mempengaruhi tingginya tingkat kemacetan lalu lintas

kendaraan bermotor di jalur jalan-jalan di perkotaan di Indonesia antara lain:

• Kondisi jalan dan pedestrian

• Sikap dan kebiasaan pengguna jalan dan angkutan umum.

• Pergerakan transportasi yang melebihi kapasitas sistem prasarana

transportasi yang ada dan melebihi daya tampung wilayah perkotaan.

• Pengemudi angkutan umum

Perilaku pengemudi yang kurang benar dalam mengemudikan

kendaraannya sangat mempengaruhi besarnya pemakaian bahan bakar

pada kendaraan bermotor, antara lain sebagai berikut :

Page 9: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

8

Kebiasaan mengemudi dengan kecepatan melibihi kecepatan

optimal;

Penggunaan gigi persneling tidak sesuai dengan kecepatan;

Mengemudikan kendaraan dengan kejutan dan menyentak pedal

gas.

Kebiasaan mengisi tangki bahan bakar terlalu penuh dan sampai

tumpah.

Perilaku pengemudi tersebut di atas apabila tidak diikuti dengan

perawatan kendaraan secara baik, akan mengakibatkan kualitas polusi

udara akibat emisi gas buang semakin tinggi.

• Infrastruktur perkotaan yang belum optimal dalam pemanfaatan sarana

jalan (Terlalu besarnya kebutuhan akan pergerakan lalu lintas

transportasi dibanding dengan sistem prasarana transportasi yang

tersedia) atau pergerakan transportasi yang melebihi kapasitas sistem

prasarana transportasi yang ada.

• Penggunaan kenderaan pribadi lebih tinggi dibandingkan penggunaan

kenderaan umum (volume kenderaan pribadi menurunkan efektivitas

penggunaan ruang jalan)

3. Sistem transportasi yang ada belum terintegrasi dalam pengembangan tataruang;

4. Sistem transportasi umum masih belum tertata dengan baik, yaitu dalam hal:

• Sistem transportasi berorientasi “jalan”;

• Transportasi berbasis rel belum berkembang;

• Jaringan transportasi bus belum memiliki interkoneksi yang memadai;

• Rute bus yang masih tumpang tindih (dapat mencapai 60%);

• Manajemen terminal masih lemah;

Page 10: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

9

• Sistem transportasi cepat dan massal belum mencukupi;

• Infrastruktur transportasi tidak bermotor belum tersedia;

• Pengelolaan kebutuhan transportasi belum efektif; kebutuhan perjalanan

dari dan ke sentra bisnis masih tinggi pada jam-jam padat;

5. Sistem pelayanan angkutan umum perkotaan. Belum adanya standar

pelayanan minimal yang harus dipenuhi oleh pengelola angkutan umum,

misalnya terkait dengan aspek keamanan, kenyamanan, menyebabkan

lemahnya tingkat pelayanan angkutan umum, sehingga mengakibatkan

keengganan masyarakat untuk beralih menggunakan angkutan umum. Selain

itu lemahnya interkoneksi antar moda menyebabkan efisiensi waktu yang

rendah dan menambah keengganan masyarakat untuk menggunakan

angkutan umum. Kelemahan tingkat pelayanan, dalam hal:

• sarana dan prasarana yang kurang memadai

• Kapasitas angkut kendaraan umum masih terbatas; pengaturan waktu

dan wilayah layanan bus masih belum memadai;

• waktu tempuh yang cukup lama

• Pemantauan kualitas layanan bus belum dilaksanakan dengan baik;

jumlah penumpang yang melebihi kapasitas angkut

tingkat kenyamanan yang rendah

Tingkat keamanan yang rendah

• Tidak ada perhatian yang memadai bagi orang tua dan penyandang cacat

• aksesibilitas yang sulit untuk beberapa daerah tertentu

6. Emisi kenderaan bermotor

• Lebih dari 50% kendaraan yang beroperasi di jalan tidak memenuhi

ambang batas emisi;

Page 11: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

10

• Ambang batas emisi gas buang kendaraan yang berlaku saat ini masih

longgar;

• Tidak ada sistem kontrol emisi terhadap sebagian besar kendaraan yang

beroperasi di jalan;

• Sistem Pengujian Kendaraan Bermotor (kelaikan jalan dan persyaratan

teknis kendaraan umum) tidak efektif karena mekanisme pengawasan,

pemantauan, dan evaluasi kinerja PKB belum diterapkan secara

konsisten;

• Pemeriksaan emisi di jalan sebagai bagian dari penegakan hukum belum

dilaksanakan;

• Pengujian kendaraan tipe baru sesuai standar EURO-2 belum

dilaksanakan secara konsisten karena keterbatasan fasilitas;

• Perawatan kendaraan untuk mengurangi emisi dan meningkatkan kinerja

kendaraan belum dilaksanakan secara rutin;

• Pengembangan dan penggunaan kendaraan dengan teknologi yang dapat

mereduksi emisi dan menghemat bahan bakar masih terhambat;

• Belum ada sistem disinsentif untuk membatasi jumlah kendaraan

penghasil polusi tinggi dan sistem insentif untuk kendaraan hemat BBM

dan menggunakan bahan bakar alternatif ramah lingkungan;

• Kapasitas institusi pelaksana sistem transportasi dan pengujian

kendaraan bermotor di daerah masih rendah;

• Pemantauan dan evaluasi kinerja pengujian kendaraan bermotor belum

efektif;

Page 12: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

Panduan KriteriaSUT Des’05 2

b. pengembangan angkutan umum c. kenderaan tanpa bermotor d. Fasilitas pejalan kaki e. pengembangan bahan bakar ramah lingkungan f.

3.2 Karakteristik kota 3.2.1 Ukuran pencemaran (Parameter pencemaran udara) Parameter

a. SO2 (sulfur dioksida) b. CO (Carbon monoksida) c. NO2 (Nitrogen dioksida) d. O3 (Oksidan) e. HC (Hydrocarbon) f. PM10 (particulate < 10 μm g. TSP (ash) h. Pb (lead)

3.2.2 Kinerja lalu lintas perkotaan a. Kecepatan operasi b. Kepadatan lalu lintas c. Rata-rata jarak perjalanan harian d. Penggunaan angkutan umum PERENCANAAN/SISTEM TRANSPORTASI BERWAWASAN LINGKUNGAN

3.1 Pendekatan Perencanaan 1. Sistem transportasi secara menyeluruh (MAKRO) 2. Sistem transportasi yang lebih kecil (MIKRO)

3.2 Aspek-aspek yang mempengaruhi :

1. Kenyamanan 2. Keamanan 3. Estetika 4. Teknologi kendaraan bermotor 5. Sosial, ekonomi

3.3 Indikator

1. Berkurangnya kemacetan / percepatan waktu tempuh 2. Penurunan Angka emisi gas buang / penurunan beban emisi ke udara (gas

buang dan kebisingan) 3. Peningkatan kualitas udara ambient

3.4 Sistem manajemen

1. Kepadatan lalu lintas 2. Kilometer dan Waktu Tempuh Kendaraan Bermotor 3. Pola Transportasi 4. Masterplan Transportasi dan Perencanaan Tata Kota/Daerah

Page 13: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

Panduan KriteriaSUT Des’05 3

Bab IV KRITERIA PENGEMBANGAN MODA TRANSPORTASI BERKELANJUTAN

5.1 Kebijakan dan Peraturan 5.2 Penerapan standar pelayanan minimum angkutan umum

1. jalan satu arah 2. road pricing 3. pengaturan kelas jalan (lebih kearah jenis kendaraan, tonnase dll)

5.3 Non motorised transport. 5.4 Jumlah dan jenis angkutan umum 5.5 Infrastruktur jalan. 5.6 Pengembangan jaringan dan moda transportasi yang bersifat preventif 5.7 Perencanaan sistem transportasi kota terintegrasi dengan pengembangan

wilayah/tata ruang 5.8 Ekonomi Biaya Rendah 5.9 Teknologi transportasi (bahan bakar, teknologi mesin, teknologi reduksi , daya

angkut) 1. Pemakaian bahan bakar ramah lingkungan 2. Penggunaan teknologi mesin 3. Penggunaan teknologi untuk mengontrol emisi gas buang 4. Daya angkut

5.10 Perpindahan antar moda 5.11 Penguatan budaya melalui sosialisasi penggunaan angkutan umum

Bab V PENUTUP

5.1 Kesimpulan 5.2 Saran/rekomendasi kebijakan:

Page 14: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

11

BAB II

Sistem Transportasi Berkelanjutan

2.1 Prinsip Sistem Transportasi Berkelanjutan

A.R. Barter Tamim Raad dalam bukunya Taking Steps: A Community Action Guide to

People-Centred, Equitable and Sustainable Urban Transport menyebutkan, bahwa

sistem transportasi berkelanjutan harus memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Aksesibilitas untuk semua orang

Sistem transportasi yang berkelanjutan harus dapat menjamin adanya akses bagi

seluruh lapisan masyarakat, termasuk para penyandang cacat, kanak-kanak dan

lansia, untuk mendapatkan –paling tidak— kebutuhan dasarnya seperti

kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan

2. Kesetaraan sosial

Sistem transportasi selayaknya tidak hanya diperuntukkan bagi masyarakat

tingkat atas, yaitu dengan mengutamakan pembangunan jalan raya dan jalan tol

semata. Penyediaan sarana angkutan umum yang terjangkau dan memiliki

jaringan yang baik merupakan bentuk pemenuhan kesetaraan sosial, sehingga

masyarakat dapat memanfaatkan pelayanan transportasi yang diberikan.

3. Keberlanjutan lingkungan

Sistem transportasi harus seminimal mungkin memberikan dampak negatif

terhadap lingkungan. Oleh karena itu, sistem transportasi yang berkelanjutan

harus mempertimbangkan jenis bahan bakar yang digunakan selain efisiensi dan

kinerja dari kendaraan itu sendiri. Kombinasi dan integrasi dengan moda

angkutan tak bermotor, termasuk berjalan kaki, dan moda angkutan umum

(masal) merupakan upaya untuk mempertahankan keberlanjutan lingkungan

dengan meminimalkan dampak lingkungan.

4. Kesehatan dan keselamatan

Page 15: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

12

Sistem transportasi yang berkelanjutan harus dapat menekan dampak terhadap

kesehatan dan keselamatan. Secara umum, sekitar 70% pencemaran udara

dihasilkan oleh kegiatan transportasi dan ini secara langsung, maupun tidak

langsung, memberikan dampak terhadap kesehatan terutama terhadap sistem

pernafasan. Di sisi lain, kecelakaan di jalan raya mengakibatkan kematian sekitar

500 ribu orang per tahun dan mengakibatkan cedera berat bagi lebih dari 50 juta

lainnya. Jika hal ini tidak ditanggulangi, dengan semakin meningkatnya aktivitas

transportasi dan lalu lintas akan semakin bertambah pula korban yang jatuh.

5. Partisipasi masyarakat dan transparansi

Sistem transportasi disediakan untuk memberikan pelayanan bagi masyarakat.

Oleh karena itu, masyarakat harus diberikan porsi yang cukup untuk ikut

menentukan moda transportasi yang digunakan serta terlibat dalam proses

pengadaannya. Bukan hanya masyarakat yang telah memiliki fasilitas seperti

motor atau mobil yang dilibatkan, melainkan juga mereka yang tidak memiliki

fasilitas namun tetap memerlukan mobilitas dalam kesehariannya. Partisipasi ini

perlu terus diperkuat agar suara mereka dapat diperhitungkan dalam proses

perencanaan, implementasi dan pengelolaan sistem transportasi kota.

Transparansi merupakan satu hal penting yang tidak boleh ditinggalkan.

Keterbukaan dan ketersediaan informasi selama proses merupakan penjamin

terlaksananya sistem yang baik dan memihak pada masyarakat.

6. Biaya rendah dan ekonomis

Sistem transportasi yang berkelanjutan tidak terfokus pada akses bagi kendaraan

bermotor semata melainkan terfokus pada seluruh lapisan masyarakat. Oleh

karena itu, sistem transportasi yang baik adalah yang berbiaya rendah

(ekonomis) dan terjangkau. Dengan memperhatikan faktor ini, bukan berarti

seluruh pelayanan memiliki kualitas yang sama persis. Beberapa kelas pelayanan

dapat diberikan dengan mempertimbangkan biaya operasi dan

keterjangkauannya bagi kelas masyarakat yang dituju. Bukan biaya rendah yang

menjadi kunci semata melainkan ekonomis dan keterjangkauannya.

Page 16: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

13

7. Informasi

Msyarakat harus terlibat secara aktif dalam perencanaan dan pelaksanaan serta

pengelolaan sistem transportasi. Untuk itu, masyarakat harus memahami latar

belakang pemilihan sistem transportasi serta kebijakannya. Ini juga merupakan

bagian untuk menjamin proses transparansi dalam perencanaan, implementasi

dan pengelolaan transportasi kota.

8. Advokasi

Advokasi merupakan komponen penting untuk memastikan terlaksananya sistem

transportasi yang tidak lagi memihak pada pengguna kendaraan bermotor

pribadi semata melainkan memihak pada kepentingan orang banyak. Di banyak

kota besar, seperti Tokyo, London, Toronto dan Perth, advokasi masyarakat

mengenai sistem transportasi berkelanjutan telah mampu mengubah sistem

transportasi kota sejak tahap perencanaan. Advokasi dapat dilakukan oleh

berbagai pihak dan dalam berbagai bentuk. Penguatan bagi pengguna angkutan

umum misalnya, akan sangat membantu dalam mengelola sistem transportasi

umum yang aman dan nyaman.

9. Peningkatan kapasitas

Pembuat kebijakan dalam sektor transportasi perlu mendapatkan peningkatan

kapasitas untuk dapat memahami paradigma baru dalam pengadaan sistem

transportasi yang lebih bersahabat, memihak pada kepentingan masyarakat dan

tidak lagi tergantung pada pemanfaatan kendaraan bermotor pribadi semata.

10. Jejaring kerja

Jejaring kerja dari berbagai stakeholder sangat diperlukan terutama sebagai

ajang bertukar informasi dan pengalaman untuk dapat menerapkan sistem

transportasi kota yang berkelanjutan.

Page 17: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

14

2.2 Kriteria Transportasi Berkelanjutan

Mengingat transportasi adalah kebutuhan publik, maka faktor pelayanan adalah

menjadi kata kunci dalam perbaikan sistem transportasi. Masalah transportasi adalah

masalah mobilitas dan akses yang berkeadilan bagi semua warganegara tanpa

pengecualian. Oleh karena itu dengan mempertimbangkan kebutuhan tersebut,

maka mobilitas dan akses masyarakat yang ideal harus memenuhi kriteria-kriteria

sebagai berikut:

1. Kebijakan dan Peraturan

Pemerintah daerah harus menerapkan kebijakan sosial dan kebijakan

teknis yang dapat mengembangkan pola transportasi nasional yang dapat

melayani kebutuhan masyarakat secara baik dan terpadu. Kebijakan

sosial pemerintah memiliki dampak terhadap system transportasi nasional

dan industri transportasi itu sendiri. Kebijakan yang dituangkan dalam

peraturan yang mendukung bagi transportasi berwawasan lingkungan,

meliputi:

• Kebijakan tentang master plan sistem transportasi yang harus disesuaikan

dengan tipologi lingkungan dan budaya setempat dan sesuai dengan kaidah-

kaidah transportasi.

• Penetapan batas ambang kualitas udara dan kebisingan, dilengkapi hasil

monitoring kualitas udara dan kebisingan. Pemerintah pusat jika perlu

mengembangkan sistem informasi kualitas udara dan kebisingan di seluruh

penjuru Indonesia, dan masyarakat dapat mengaksesnya dengan mudah.

• Dalam setiap pembangunan infrastruktur jalan, perlu disyaratkan penanaman

pohon di sepanjang pinggir jalan untuk menyerap polusi dan menahan

kebisingan.

• Pembatasan kepemilikan kendaraan pribadi (mobil dan motor) untuk setiap

keluarga.

Page 18: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

15

• Adanya peraturan tentang zona pembatasan kenderaan dan peningkatan

biaya parkir

• Adanya kebijakan dalam hal mengembalikan biaya eksternalitas kepada

pencemar (pengguna kendaraan pribadi- bisa dalam bentuk pajak

lingkungan). Beban pencemaran tidak lagi ditanggung oleh publik namun

oleh pencemar dan digunakan kepada masyarakat dalam bentuk tunjangan

kesehatan atau lainnya. Upaya preventif yang selama ini dilakukan adalah

dengan kir kendaraan, namun masih saja ada perdebatan dalam

pelaksanaannya. Pemeriksaan dan perawatan kendaraan (I/M) secara

konsisten menjadi kewajiban bagi seluruh pemilik dan pengendara kendaraan

bermotor.

2. Penerapan standar pelayanan minimum angkutan umum

Penerapan sistem layanan transportasi umum harus diselaraskan dengan standar

pelayanan minimum dan ditujukan untuk pengangkutan dalam jumlah banyak dan

cepat dan menjadi daya tarik bagi pengguna kendaraan pribadi beralih ke moda

angkutan umum.

Pelayanan ini dilakukan melalui:

• Pelayanan angkutan umum, meliputi:

1. Kenyamanan, keselamatan, keamanan, dan ketepatan waktu

2. Pelaksanaan uji berkala angkutan umum

Sistem Pengujian Kendaraan Bermotor (kelaikan jalan dan persyaratan

teknis kendaraan umum) yang efektif meliputi mekanisme pengawasan,

pemantauan, dan evaluasi kinerja PKB harus diterapkan secara konsisten;

• Sistem angkutan massal, yang akan memberikan layanan dan kemudahan

akses bagi masyarakat untuk mencapai tujuannya. Sistem angkutan massal

dapat berupa bus (contoh bagus adalah busway di DKI Jakarta), truly bus

(bertenaga listrik – seperti kereta listrik), trem, Mass Rapid Transit (MRT), car

Page 19: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

16

pooling (feeder bus), mono rel, Kereta Listrik dan lain-lain. Sistem agkutan

massal bertenaga listrik mempunyai keunggulan, yaitu pemakaian listrik tidak

mencemari jalur lalulintas yang dilalui, tetapi akan lebih terkendali atau

terlokalisasi di tempat pembangkitan listrik saja. Meskipun bagi kota-kota kecil

mungkin belum memerlukan angkutan massal saat ini, namun untuk

perencanaan ke depan yang memperhitungkan perencanaan pengembangan

wilayah dan pertumbuhan populasi, sistem angkutan massal ini harus

diakomodasi dalam perencanaannya, terutama bagi pengembangan

jaringannya.

• jalan satu arah

• road pricing

• pengaturan kelas jalan (lebih kearah jenis kendaraan, tonnase dll)

detailkan ya...check di perdanya

Transportasi umum harus dikembalikan lagi sebagai ”layanan publik” yang bila

perlu harus disubsidi oleh pemerintah, sehingga semua komponen masyarakat

akan terlayani angkutan publik dengan baik dengan harga yang terjangkau. Hal ini

akan menjadi aset tersendiri bagi pemerintah, dengan adanya sistem angkutan

publik yang memadai.

3. Non motorised transport.

Memperhatikan kemampuan pejalan kaki untuk orang Indonesia, penderita cacat

anak sekolah dan orang tua. Hal ini sangat penting bagi pengambilan keputusan

setiap individu untuk memilih moda transportasi yang sesuai untuk dirinya.

Sebagai contoh, kekuatan normal pejalan kaki untuk aktivitas harian adalah 0.5 km

dalam satu perjalanan (mengingat negara tropis lebih cepat lelah), maka sistem

transportasi yang dikembangkan harus menjangkau pengguna transportasi. Oleh

karena itu butir 2 di atas sangat penting artinya bagi pengembangan sistem

transportasi. Jika pengguna transportasi umum harus berjalan diluar

Page 20: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

17

jangkauannya ataupun tidak mendapatkan fasilitas yang sesuai, maka individu-

individu akan memilih kendaraan pribadi. Akumulasi individu-individu ini yang

menciptakan kemacetan lalulintas. Integrasi antara sistem angkutan massal dan

angkutan lokal dapat diharmonisasikan. Selain itu penyediaan fasilitas jalan dan

penyebrangan bagi para pejalan kaki, orang cacat dan sepeda harus disediakan

(asas keadilan).

4. Jumlah dan jenis angkutan umum

5. Infrastruktur jalan.

Pada saat ini yang lebih dikembangkan adalah jaringan jalan raya, sedangkan

jaringan yang berbasis rel hampir-hampir tidak ada pengembangan, malah ada

penyusutan dibandingkan jaman penjajahan Belanda (penutupan operasi sebagian

jalur KA). Pembangunan yang berorientasi keuntungan semata (profit oriented)

seperti pengembangan jalan tol, secara tidak langsung memicu pertumbuhan

kendaraan bermotor, untuk menikmati kenyamanan berkendaraan. Jaringan tol

telah membuka akses baru, dan memunculkan sistem transportasi yang cenderung

tidak dapat dibendung jumlahnya.

6. Ekonomi dan biaya rendah.

Menghentikan atau menyurutkan langkah liberalisasi di bidang transportasi dan

keuangan, yang nyata-nyata telah menciptakan collaps nya sistem transportasi

kita. Terlalu banyak rencana didominasi oleh

mega proyek yang mahal. Kebijakan transportasi berkelanjutan sangat

rendah biaya dan termasuk pembatasan terhadap moda transportasi

termahal- mobil pribadi. Kemudahan pembelian mobil atau motor pribadi melalui

kemudahan kredit seperti leasing telah mendorong tumbuhnya kendaraan pribadi

secara cepat dan mencengangkan. Secara individu, para pengguna motor roda dua

lebih untung secara finansial karena dapat menghemat dibandingkan

menggunakan angkutan umum. Persepsi inilah yang harus dirubah untuk

menciptakan sistem transportasi yang ramah lingkungan. Penggunaan motor roda

Page 21: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

18

dua sebagai moda transportasi bukanlah pilihan yang baik, karena sangat tinggi

risiko keselamatannya. Hal ini yang sekarang menjadi problem besar di perkotaan.

7. Pengembangan jaringan dan moda transportasi yang bersifat preventif akan lebih

baik dari pada yang bersifat counter action (kuratif). Kusutnya permasalahan

transportasi di DKI Jakarta, karena bersifat kuratif, sebagai contoh untuk

membangun mono rail atau MRT, banyak menemui kendala karena adanya

kegiatan pembebasan lahan, yang peruntukannya tidak disiapkan jauh sebelum

wilayah yang dilewati menjadi terbangun.

8. Perencanaan sistem transportasi kota terintegrasi dengan pengembangan

wilayah/tata ruang

9. Teknologi transportasi (bahan bakar, teknologi mesin, teknologi reduksi , daya

angkut)

• Pemakaian bahan bakar ramah lingkungan (Biofuel, gas, dsb.)

• Penggunaan teknologi mesin

• Penggunaan teknologi untuk mengontrol emisi gas buang

• Daya angkut

10. Penguatan budaya melalui sosialisasi penggunaan angkutan umum. Saat ini

penggunaan mobil pribadi masih dianggap mempunyai nilai prestisius yang tinggi,

sementara penggunaan angkutan umum masih dianggap rendah dalam stratifikasi

budaya. Hal ini dapat dicontohkan melalui sikap para pejabat, yang notabene

menggembar-gemborkan pemakaian angkutan publik, namun para pejabat sendiri

tidak pernah menggunakan fasilitas angkutan umum.

Page 22: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

Sambungan Bab 2 PERENCANAAN/SISTEM TRANSPORTASI BERWAWASAN LINGKUNGAN

3.1 Pendekatan Perencanaan

Tujuan perencanaan transportasi adalah memperkirakan jumlah serta kebutuhan akan transportasi (misalnya menentukan total pergerakan, baik untuk angkutan umum maupun angkutan pribadi) pada masa mendatang atau pada tahun rencana yang akan digunakan untuk berbagai kebijakan investasi perencanaan transportasi. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan system yaitu: pendekatan umum untuk suatu perencanaan atau teknik dengan menganalisis semua faktor yang berhubungan dengan permasalahan yang ada.

Pendekatan system transportasi memiliki criteria yaitu: 1. Sistem transportasi secara menyeluruh (MAKRO) 2. Sistem transportasi yang lebih kecil (MIKRO)

Gambar 2. Sistem Transportasi Makro

Kebutuhan akan transportasi (KT)

Prasarana transportasi (PT)

Rekayasa dan Manajemen Lalu lintas (RL dan ML)

Sistem Transportasi Makro

Sistem Kelembagaan (KL)

Sistem transportasi mikro terdiri dari: Sistem kegiatan

Rencana tata guna lahan yang baik dapat mengurangi kebutuhan akan perjalanan yang panjang sehingga membuat interaksi menjadi lebih mudah.

Sistem jaringan prasarana transportasi Meningkatkan kapasitas pelayanan prasarana yang ada (pelebaran jalan, jaringan jalan baru dll).

Page 23: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

Sistem pergerakan transportasi Mengatur teknik dan manajemen lalu lintas (jangka pendek), fasilitas angkutan umum yang lebih baik (jangka pendek dan menengah), atau pembangunan jalan (jangka panjang).

Kebutuhan akan pergerakan transportasi tergantung kepada perbedaaan tujuan perjalanan, sistem dan manajemen transportasi, moda transportasi yang digunakan dan waktu terjadinya pergerakan.

Sistem kelembagaan Di Indonesia system kelembagaan yang berkaitan dengan masalah transportasi secara umum dapat terkoordinasi melalui beberapa sistem, yaitu:

1. Sistem Kegiatan: dilakukan oleh Bappenas, Bapeda, Bangda dan Pemda 2. Sistem jaringan: Dephub, Bina Marga 3. Sistem pergerakan : Dinas perhubungan, Organda, Polantas dan masyarakat.

Hubungan dasar antara system kegiatan, system jaringan dan system pergerakan memiliki urutan tahapan sebagai berikut:

1. Aksesibilitas dan mobilitas (bersifat lebih abstrak)

Ukuran potensial atau kesempatan untuk melakukan perjalanan. Digunakan untuk mengalokasikan masalah yang terdapat dalam system transportasi dan mengevaluasi pemecahan alternatif.

Pada dasarnya mobilitas penduduk menyebabkan adanya persaingan antara sarana transportasi untuk kegiatan wisata dengan kegiatan ekonomi lainnya yang akan menyebabkan: Kepadatan lalu lintas tinggi. Transportasi umum regional kurang terjamin. Fasilitas antarmoda kurang mendukung mobilitas wisatawan.

2. Pembangkit lalu lintas (tertuju kepada tata guna lahan) Perjalanan dapat bangkit dari suatu tata guna lahan atau dapat tertarik ke suatu tata guna lahan.

3. Sebaran penduduk (daerah kajian perkotaan)

Perjalanan disebarkan secara geografis di dalam daerah perkotaan (daerah kajian).

4. Pemilihan moda transportasi (pengaruh terhadap tujuan perjalanan tertentu)

Menentukan faktor yang mempengaruhi pemilihan moda transportasi untuk tujuan perjalanan tertentu.

5. Pemilihan rute

Menentukan faktor yang mempengaruhi pemilihan rute dari setiap zona asal dan ke setiap zona tujuan.

Page 24: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

Berdasarkan hal di atas sudah selayaknya Pemerintah (baik pusat maupun daerah kota) dapat memformulasikan perencanaan yang tepat menuju manajemen transportasi nasional yang berwawasan lingkungan. Dengan demikian rumusan-rumusan yang dibuat oleh Pemerintah dapat yang menjadi keinginan, harapan dan bahan pertimbangan dan kebijakan menuju terciptanya manajemen transportasi nasional berwawasan lingkungan yang akan disesuaikan dengan kebijakan yang ada.

3.2 Aspek-aspek yang mempengaruhi :

• Kenyamanan • Keamanan • Estetika • Teknologi kendaraan bermotor • Sosial, ekonomi

3.3 Indikator

• Berkurangnya kemacetan / percepatan waktu tempuh • Penurunan Angka emisi gas buang/penurunan beban emisi ke udara (gas

buang dan kebisingan) • Peningkatan kualitas udara ambient

3.4 Sistem manajemen

Sistem manajemen lalu lintas ditujukan untuk melancarkan arus lalu lintas dan meningkatkan tingkat mobilitas. Upaya ini pada akhirnya akan menurunkan tingkat emisi dan konsumsi bahan bakar. Pemisahan lalu lintas, termasuk sistem prioritas bagi bis (seperti sistem transportasi busway yang baru diperkenalkan di Jakarta) dapat menurunkan keragaman kecepatan arus lalu lintas, peningkatan tingkat keselamatan, dan peningkatan efisiensi dan daya tarik transportasi umum, apabila dikelola dengan baik. Semua tolak ukur ini dapat secara signifikan menurunkan konsumsi bahan bakar dan emisi.

Manajemen Transportasi Lalu Lintas, meliputi:

a. Kepadatan lalu lintas Kepadatan lalu lintas berkaitan erat dengan pertambahan jumlah kendaraan dan pertambahan jumlah panjang jalan. Di kota-kota besar kepadatan lalu lintas mencapai kondisi puncak pada waktu jam sibuk terutama pada pagi dan sore dimana akan mengakibatkan konsentrasi emisi gas buang kendaraan bermotor meningkat dan akan menurun pada saat kepadatan lalu lintas berkurang. Untuk itu, pengembangan mekanisme penurunan kepadatan kenderaan bermotor dapat dilakukan melalui:

• Identifikasi lokasi kemacetan jalan dan penentuan penyebabnya • Identifikasi pengelolaan parkir terpadu yang bertujuan untuk

menyediakan kantong-kantong parkir dekat lokasi perbelanjaan dan tidak lagi parkir di setiap ruas jalan

• Pengalihan pemakaian moda transportasi dari mobil pribadi menjadi transportasi umum

Page 25: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

• Kegiatan bebas kendaraan roda empat pada hari tertentu yang digantikan dengan penggunaan kendaraan non motor (sepeda)

b. Kilometer dan Waktu Tempuh Kendaraan Bermotor

Muatan emisi polusi udara diperoleh dari kilometer tempuh dikalikan faktor emisi. Sedangkan kilometer tempuh itu sendiri merupakan hasil perkalian volume lalu lintas dengan jarak tempuh. Dengan demikian semakin besar kilometer tempuh suatu jenis kendaraan bermotor, semakin besar muatan emisi polusi udaranya. (masukkan kaitannya dengan waktu tempuh)

c. Pola Transportasi

Pola Transportasi juga mempengaruhi aksesibilitas perjalanan kendaraan baik didalam maupun diluar kota. Jika aksesibilitas perjalanan kendaraan sudah baik, maka tingkat kepadatan dan arus lalulintas dapat menekan laju emisi kendaraan karena intensitas kerja mesin kendaraan dapat dikontrol dengan baik.

d. Masterplan Transportasi dan Perencanaan Tata Kota/Daerah

Kegiatan transportasi diperkotaan dapat juga merujuk kepada perencanaan induk (masterplan) transportasi dan tata kota yang telah dibuat oleh para pengambil keputusan. Dengan adanya masterplan yang tepat sasaran dan terintegrasi dengan baik ke depan, maka faktor-faktor yang mempengaruhi ketepatan waktu perjalanan dan kondisi kendaraan dan bahan bakar serta titik-titik kepadatan lalu lintas jalan dapat ditekan sedemikian rupa sehingga emisi gas buang dan kebisingan dapat dikendalikan.

KRITERIA PENGEMBANGAN

MODA TRANSPORTASI BERWAWASAN LINGKUNGAN

Mengingat transportasi adalah kebutuhan publik, maka faktor pelayanan adalah menjadi kata kunci dalam perbaikan sistem transportasi. Masalah transportasi adalah masalah mobilitas dan akses yang berkeadilan bagi semua warganegara tanpa pengecualian. Oleh karena itu dengan mempertimbangkan kebutuhan tersebut, maka mobilitas dan akses masyarakat yang ideal harus memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:

1. Kebijakan dan Peraturan

Pemerintah daerah harus menerapkan kebijakan sosial dan kebijakan teknis yang dapat mengembangkan pola transportasi nasional yang dapat melayani kebutuhan masyarakat secara baik dan terpadu. Kebijakan sosial pemerintah memiliki dampak terhadap system transportasi nasional dan industri transportasi itu sendiri. Kebijakan yang dituangkan dalam peraturan yang mendukung bagi transportasi berwawasan lingkungan, meliputi: • Kebijakan tentang master plan sistem transportasi yang harus disesuaikan

dengan tipologi lingkungan dan budaya setempat dan sesuai dengan kaidah-kaidah transportasi.

• Penetapan batas ambang kualitas udara dan kebisingan, dilengkapi hasil monitoring kualitas udara dan kebisingan. Pemerintah pusat jika perlu

Page 26: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

mengembangkan sistem informasi kualitas udara dan kebisingan di seluruh penjuru Indonesia, dan masyarakat dapat mengaksesnya dengan mudah.

• Dalam setiap pembangunan infrastruktur jalan, perlu disyaratkan penanaman pohon di sepanjang pinggir jalan untuk menyerap polusi dan menahan kebisingan.

• Pembatasan kepemilikan kendaraan pribadi (mobil dan motor) untuk setiap keluarga.

• Adanya peraturan tentang zona pembatasan kenderaan dan peningkatan biaya parkir

• Adanya kebijakan dalam hal mengembalikan biaya eksternalitas kepada pencemar (pengguna kendaraan pribadi- bisa dalam bentuk pajak lingkungan). Beban pencemaran tidak lagi ditanggung oleh publik namun oleh pencemar dan digunakan kepada masyarakat dalam bentuk tunjangan kesehatan atau lainnya. Upaya preventif yang selama ini dilakukan adalah dengan kir kendaraan, namun masih saja ada perdebatan dalam pelaksanaannya. Pemeriksaan dan perawatan kendaraan (I/M) secara konsisten menjadi kewajiban bagi seluruh pemilik dan pengendara kendaraan bermotor.

2. Penerapan standar pelayanan minimum angkutan umum

Penerapan sistem layanan transportasi umum harus diselaraskan dengan standar pelayanan minimum dan ditujukan untuk pengangkutan dalam jumlah banyak dan cepat dan menjadi daya tarik bagi pengguna kendaraan pribadi beralih ke moda angkutan umum.

Pelayanan ini dilakukan melalui: • Pelayanan angkutan umum, meliputi:

1. Kenyamanan, keselamatan, keamanan, dan ketepatan waktu 2. Pelaksanaan uji berkala angkutan umum

Sistem Pengujian Kendaraan Bermotor (kelaikan jalan dan persyaratan teknis kendaraan umum) yang efektif meliputi mekanisme pengawasan, pemantauan, dan evaluasi kinerja PKB harus diterapkan secara konsisten;

• Sistem angkutan massal, yang akan memberikan layanan dan kemudahan akses bagi masyarakat untuk mencapai tujuannya. Sistem angkutan massal dapat berupa bus (contoh bagus adalah busway di DKI Jakarta), truly bus (bertenaga listrik – seperti kereta listrik), trem, Mass Rapid Transit (MRT), car pooling (feeder bus), mono rel, Kereta Listrik dan lain-lain. Sistem agkutan massal bertenaga listrik mempunyai keunggulan, yaitu pemakaian listrik tidak mencemari jalur lalulintas yang dilalui, tetapi akan lebih terkendali atau terlokalisasi di tempat pembangkitan listrik saja. Meskipun bagi kota-kota kecil mungkin belum memerlukan angkutan massal saat ini, namun untuk perencanaan ke depan yang memperhitungkan perencanaan pengembangan wilayah dan pertumbuhan populasi, sistem angkutan massal ini harus diakomodasi dalam perencanaannya, terutama bagi pengembangan jaringannya.

• jalan satu arah

• road pricing

Page 27: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

• pengaturan kelas jalan (lebih kearah jenis kendaraan, tonnase dll)

Transportasi umum harus dikembalikan lagi sebagai ”layanan publik” yang bila perlu harus disubsidi oleh pemerintah, sehingga semua komponen masyarakat akan terlayani angkutan publik dengan baik dengan harga yang terjangkau. Hal ini akan menjadi aset tersendiri bagi pemerintah, dengan adanya sistem angkutan publik yang memadai.

3. Non motorised transport. Memperhatikan kemampuan pejalan kaki untuk orang

Indonesia, penderita cacat anak sekolah dan orang tua. Hal ini sangat penting bagi pengambilan keputusan setiap individu untuk memilih moda transportasi yang sesuai untuk dirinya. Sebagai contoh, kekuatan normal pejalan kaki untuk aktivitas harian adalah 0.5 km dalam satu perjalanan (mengingat negara tropis lebih cepat lelah), maka sistem transportasi yang dikembangkan harus menjangkau pengguna transportasi. Oleh karena itu butir 2 di atas sangat penting artinya bagi pengembangan sistem transportasi. Jika pengguna transportasi umum harus berjalan diluar jangkauannya ataupun tidak mendapatkan fasilitas yang sesuai, maka individu-individu akan memilih kendaraan pribadi. Akumulasi individu-individu ini yang menciptakan kemacetan lalulintas. Integrasi antara sistem angkutan massal dan angkutan lokal dapat diharmonisasikan. Selain itu penyediaan fasilitas jalan dan penyebrangan bagi para pejalan kaki, orang cacat dan sepeda harus disediakan (asas keadilan).

4. Jumlah dan jenis angkutan umum 5. infrastruktur jalan. Pada saat ini yang lebih dikembangkan adalah jaringan jalan

raya, sedangkan jaringan yang berbasis rel hampir-hampir tidak ada pengembangan, malah ada penyusutan dibandingkan jaman penjajahan Belanda (penutupan operasi sebagian jalur KA). Pembangunan yang berorientasi keuntungan semata (profit oriented) seperti pengembangan jalan tol, secara tidak langsung memicu pertumbuhan kendaraan bermotor, untuk menikmati kenyamanan berkendaraan. Jaringan tol telah membuka akses baru, dan memunculkan sistem transportasi yang cenderung tidak dapat dibendung jumlahnya.

6. Ekonomi dan biaya rendah. Menghentikan atau menyurutkan langkah liberalisasi di

bidang transportasi dan keuangan, yang nyata-nyata telah menciptakan collaps nye sistem transportasi kita. Terlalu banyak rencana didominasi oleh mega proyek yang mahal. Kebijakan transportasi berkelanjutan sangat rendah biaya dan termasuk pembatasan terhadap moda transportasi termahal- mobil pribadi. Kemudahan pembelian mobil atau motor pribadi melalui kemudahan kredit seperti leasing telah mendorong tumbuhnya kendaraan pribadi secara cepat dan mencengangkan. Secara individu, para pengguna motor roda dua lebih untung secara finansial karena dapat menghemat dibandingkan menggunakan angkutan umum. Persepsi inilah yang harus dirubah untuk menciptakan sistem transportasi yang ramah lingkungan. Penggunaan motor roda dua sebagai moda transportasi bukanlah pilihan yang baik, karena sangat tinggi risiko keselamatannya. Hal ini yang sekarang menjadi problem besar di perkotaan.

Page 28: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

7. Pengembangan jaringan dan moda transportasi yang bersifat preventif akan lebih baik dari pada yang bersifat counter action (kuratif). Kusutnya permasalahan transportasi di DKI Jakarta, karena bersifat kuratif, sebagai contoh untuk membangun mono rail atau MRT, banyak menemui kendala karena adanya kegiatan pembebasan lahan, yang peruntukannya tidak disiapkan jauh sebelum wilayah yang dilewati menjadi terbangun.

8. Perencanaan sistem transportasi kota terintegrasi dengan pengembangan wilayah/tata ruang

Pengembangan wilayah harus terintegrasi dengan pengembangan jaringan transportasi. Antara perencanaan pengembangan wilayah dan pengembangan sistem tranportasi adalah saling berinteraksi dan mempengaruhi. Pengembangan wilayah di suatu daerah akan menciptakan atau menimbulkan sistem tarnsportasi yang baru, demikian pula sebaliknya, pembuatan jaringan trasnportasi akan memicu tumbuhnya wilayah-wilayah terbangun. Dalam hal ini sangat dibutuhkan pengembangan secara terpadu, baik kawasan permukiman baru maupun jaringan transportasi beserta moda nya, sehingga masing-masing tidak akan ”tumbuh liar”. Belajar dari pengalamn di Jakarta, pengembangan wilayah cenderung sangat dispersif (tersebar luas) di daerah suburban, bahkan imbasnya sampai di kota-kota tetangga. Karena sistem transportasi tidak ikut dikembangkan (atau dikembangkan namun tidak secepat tumbuhnya pengembangan daerah) maka yang terjadi adalah bertambah panjangnya kemacetan lalulintas, tidak hanya di Kota Jakarta tetapi sudah sampai di daerah suburban. Bahkan pada jam puncak, ruas tol tidak dapat lagi memampung kendaraan. Alternatif pemecahan bagi pengembangan wilayah yang berdampak positif bagi kualitas transportasi, seperti dicontohkan oleh berbagai kota modern di negara maju, adalah pengembangan permukiman dalam bentuk rumah susun yang terkonsentrasi di perkotaan. Hal ini akan memperpendek jarak origin-destination, sehingga akan mengurangi dampak ikutan (polusi, kemacetan dll) dan luasan pencemaran dapat ditekan sekecil mungkin.

Oleh karena itu, sistem perhubungan atau transportasi di wilayah Indonesia harus direncanaka secara terkoordinasi, terpadu, dan sesuai dengan perubahan dan tuntutan di masa mendatang. Di samping itu tergantung pada kondisi fisik (alami) wilayah yang bersangkutan maupun sosial ekonomi, sektor pembangunan yang ada, serta potensi lainnya yang dimiliki oleh daerah tersebut, Berdasarkan sistem tersebut perencanaan sistem transportasi harus didasarkan kepada:

1. Rencana tata ruang wilayah nasional (RTRWN). 2. Rencana tata ruang wilayah propinsi (RTRWP). 3. Rencana tata ruang wilayah Kab/Kota 4. Rencana tata ruang kawasan Rencana tata ruang wilayah ini harus sejalan dengan: 1. Sistem transportasi nasinal (Sistranas). 2. Sistem transportasi regional propinsi. 3. Sistem transportasi regional Kab/Kota 4. Sistem transportasi kawasan

Page 29: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

9 Teknologi transportasi (bahan bakar, teknologi mesin, teknologi reduksi , daya angkut) • Pemakaian bahan bakar ramah lingkungan • Penggunaan teknologi mesin • Penggunaan teknologi untuk mengontrol emisi gas buang • Daya angkut

10. Perpindahan antar moda Motorised dan non motorized

11. Penguatan budaya melalui sosialisasi penggunaan angkutan umum. Saat ini penggunaan mobil pribadi masih dianggap mempunyai nilai prestisius yang tinggi, sementara penggunaan angkutan umum masih dianggap rendah dalam stratifikasi budaya. Hal ini dapat dicontohkan melalui sikap para pejabat, yang notabene menggembar-gemborkan pemakaian angkutan publik, namun para pejabat sendiri tidak pernah menggunakan fasilitas angkutan umum.

Page 30: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

19

Bab III

KRITERIA TRANSPORTASI BERKELANJUTAN 3.1 Tingkat Kesadaran (Awareness) dan Upaya Mengurangi Tingkat Pencemaran Udara

3.1.1 Pemantauan Kualitas Udara Kriteria ini bukan kriteria penilaian, hanya bersifat informasi untuk penilaian selanjutnya. Jika Pemerintah daerah melakukan pemantauan kualitas udara yang bersumber dari transportasi maka kriteria Tingkat Kesadaran (Awarness) dan Upaya Mengurangi Tingkat Pencemaran Udara mendapatkan penilaian. Tetapi jika Pemerintah daerah tidak melakukan pemantauan kualitas udara yang bersumber dari transportasi maka tidak memperoleh penilaian dari kriteria Tingkat Kesadaran (Awarness) dan Upaya Mengurangi Tingkat Pencemaran Udara dan penilaian berlanjut pada kriteria berikutnya.

Status kualitas udara digambarkan oleh konsentrasi pencemar udara yang

terukur di atmosfer. Terdapat berbagai jenis substansi yang dapat digolongkan

sebagai pencemar udara. Substansi kimia diemisikan oleh aktivitas

anthropogenik yang umum seperti aktivitas domestik, transportasi, perkotaan

dan pembangkit energi, sehingga dipantau sebagai pencemar udara adalah

senyawa oksida nitrogen, senyawa oksida sulfur, debu/partikel berupa partikel

berukuran <10 mikron (PM10, PM2.5), senyawa oksidan (ozon) dan senyawa

karbon (misalnya karbon monoksida, senyawa hidrokarbon). Pencemar-

pencemar ini disebut sebagai pencemar kriteria, karena telah diketahui dapat

menyebabkan dampak merugikan terutama terhadap kesehatan manusia dan

lingkungan.

Selain itu terdapat banyak senyawa/unsur kimia lain yang dapat digolongkan

sebagai pencemar udara, yang disebut sebagai Pencemar Udara Berbahaya

dan pencemar penyebab pemanasan global yang merupakan gas rumah kaca,

seperti karbon dioksida (CO2), metana (CH4), ozon (O3), senyawa

chlorofluorocarbons (CFCs) .

Page 31: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

20

3.1.2 Anggaran pengelolaan kualitas udara

Penilaian dilakukan dengan melihat alokasi anggaran untuk setiap tahun. Alokasi anggaran setiap tahun dihitung berdasarkan persentase alokasi anggaran untuk pemantauan kualitas udara terhadap APBD Dinas Lingkungan Hidup Kota setempat. Skala Penilaian - Alokasi Anggaran 0-0.5 % : Sangat Jelek - Alokasi Anggaran 0.6-1 % : Jelek - Alokasi Anggaran 1.1-1.5 % : Sedang - Alokasi Anggaran 1.6-2 % : Baik - Alokasi Anggaran > 2 % : Sangat Baik Alokasi anggaran menjadi sesuatu yang penting di dalam evaluasi ini, karena

dari alokasi anggaran dapat dilihat upaya dan komitmen pemerintah kota

terhadap pencemaran udara melalui program pengendalian pencemaran udara

perkotaan ataupun program pengelolaan kualitas udara perkotaan. Alokasi

anggaran didapatkan dengan cara membandingkan antara alokasi anggaran

yang ada di suatu kota dengan anggaran pengendalian pencemaran udara

yang ada di semua dnas terkait di bawah pemerintah kota. Juga melalui

persentasi alokasi anggaran pengendalian pencemaran udara yang ada di dinas

Lh dengan alokasi anggaran dinas LH pada tahun tertentu.

Alokasi anggaran setiap tahunnya akan menunjukkan trend peningkatan

anggaran program pencemaran udara yang dialokasikan oleh kota. Mengingat

tingginya pencemaran udara yang terjadi di perkotaan, maka anggaran untuk

pengendaliannya pun semestinya lebih meningkat dari tahun ke tahun.

Catatan: Untuk kegiata pemantaun kualitas udara baik ambient maupun roadside dibutuhkan dana yang tidak sedikit, oleh karena itu realisasi anggaran untuk program ini di dinas LH haruslah memadai.

3.1.3 Kegiatan pemantauan kualitas udara

Kegiatan ini dilakukan dalam rangka memantau konsentrasi PM10, NOx, SO2,

CO, dan O3. Pencemaran udara sangat dipengaruhi oleh kondisi meteorologi,

sehingga pemantauan pencemar udara selalu disertai dengan pemantauan

Page 32: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

21

parameter meteorologi seperti kecepatan dan arah angin, kelembaban udara,

temperatur dan radiasi matahari.

Kriteria yang akan dievaluasi adalah: a. Jumlah titik pengamatan

Penilaian ini dilakukan berdasarkan jumlah titik pengamatan setiap tahun. Semakin banyak titik pengamatan maka semakin baik penilaian indikator ini. Untuk kondisi ideal/optimal dapat dianalisa melalui persentase jumlah pengamatan terhadap jumlah penduduk. Skala Penilaian - Jumlah titik pengamatan 0 : Sangat Jelek - Jumlah titik pengamatan 1-5 : Jelek - Jumlah titik pengamatan 5-10 : Sedang - Jumlah titik pengamatan 10-15 : Baik - Jumlah titik pengamatan >15 : Sangat Baik Penetapan jumlah titik pengamatan sangat ditentukan oleh faktor jumlah

penduduk, tingkat pencemaran dan keragamannya serta berdasarkan hasil

simulasi. Titik-titik pemantauan harus dapat merepresentasikan kualitas

udara di kota tersebut.

b. Lokasi pemantauan

Lokasi pemantauan di suatu kota secara umum ditentukan untuk mewakili

kualitas udara rata-rata di kota tersebut (urban background) serta mewakili

beberapa peruntukan lahan, misalnya daerah padat lalu lintas, daerah

industri, dan pinggiran kota.

Penilaian ini dilakukan berdasarkan jumlah total lokasi pengamatan baik di pinggir jalan maupun lokasi lainnya. Skala Penilaian - Pernah ada, tetapi tidak melanjutkan program : Sangat Jelek - Tidak pernah ada program pengamatan pemantauan kualitas udara : Jelek - Dilakukan pengamatan tetapi tidak di jalan, melainkan di lokasi lain seperti dekat pabrik : Sedang - Jika mempunyai titik lokasi pengamatan di jalan sebanyak

Page 33: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

22

1-5 lokasi : Baik - Jika mempunyai titik lokasi pengamatan di jalan sebanyak > 5 lokasi : Sangat Baik

Pemilihan area yang akan dipantau harus menggambarkan/mewakili kualitas

udara di daerah yang memiliki intensitas tingkat kepadatan lalu lintas yang

tinggi. Area yang dimaksud adalah dari objek pemaparan terhadap manusia,

dan ekosistem. Kriteria pemilihan harus berhubungan terhadap:

• lokasi yang representatif

• Jumlah penduduk dan kepadatan lalu lintas

• Kemudahan akses kelokasi dan sarana pendukung pengukuran (akses

listrik, penempatan peratan pengukuran, keamanan, kemudahan sarana

transportasi)

• Ranking dari pemaparan terhadap ruang dan waktu, yaitu dari yang

tingkat pemaparan rendah sampai tinggi. Distribusi pemaparan

terhadap populasi dalam ruang berbeda untuk masing-masing parameter.

Semakin banyak lokasi yang dipantau maka semakin menunjukkan

keakuratan data yang dapat mendefenisikan status kualitas udara yang

diukur.

c. Pemantauan ambient dan jalan raya

Penilaian ini dilakukan berdasarkan jumlah lokasi pengamatan yang dilakukan bukan di pinggir jalan dan di pinggir jalan. Skala Penilaian - Pernah ada, tetapi tidak melanjutkan program : Sangat Jelek - Tidak pernah ada program pengamatan pemantauan kualitas udara : Jelek - Jika mempunyai satu titik lokasi pengamatan di jalan : Sedang - Jika mempunyai titik lokasi pengamatan di jalan sebanyak 2-3 lokasi : Baik - Jika mempunyai titik lokasi pengamatan di jalan sebanyak > 3 lokasi : Sangat Baik

Tata cara pemantauan mutu udara roadside sama seperti halnya dengan

pemantuan udara ambient. Pemantauan dapat dilakukan dengan metode

Page 34: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

23

passive dan aktif. Metode aktif dapat dibedakan secara manual atau

kontinyu.

Metode Pemantauan

Aktif No Parameter Passive Manual Otomatis & Kontinyu

1 Sulfur dioksida (SO2)

PbO2 Candle Pararosanilin Fluoresence

2 Karbon monoksida (CO)

Non Dispersive Infra Red (NDIR)

Non Dispersive Infra Red (NDIR)

3 Nitrogen dioksida (NO2)

Saltzman Chemiluminescent

4 Ozon (O3) NBKI Absorpsi sinar ultraviolet (254 nm)

5 Hidrokarbon (HC) Flame Ionization Detector (FID)

6 PM10 Gravimetri Absorpsi beta ray 8 Debu (TSP) 9 Pb

Secara umum tujuan pemantauan kualitas udara jalan raya adalah sebagai

berikut :

Mendapatkan data kualitas udara di sekitar jalan raya untuk mengetahui

tingkat pencemaran udara

Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan pengendalian

pencemaran udara yang diakibatkan oleh emisi kendaraan bermotor

Menyediakan data dasar untuk riset evaluasi efek pencemaran udara

seperti dampak terhadap kesehatan dan perencanaan penataan

transportasi

Menyediakan data untuk membuat suatu simulasi model sehingga dapat

memprediksi suatu polutan.

Semakin banyak lokasi yang dipantau maka semakin menunjukkan

keakuratan data yang dapat mendefenisikan status kualitas udara yang

diukur.

d. Frekuensi pengukuran

Penilaian dilakukan berdasarkan frekuensi kegiatan pengukuran pencemaran udara setiap tahunnya.

Page 35: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

24

Skala Penilaian - Jika frekuensi pengukuran < 6 setiap tahun : Sangat Jelek - Jika frekuensi pengukuran 6-12 setiap tahun : Jelek - Jika frekuensi pengukuran 12-18 setiap tahun : Sedang - Jika frekuensi pengukuran 18-24 setiap tahun : Baik - Jika frekuensi pengukuran >24 setiap tahun : Sangat Baik

Pemantauan kualitas udara dilakukan secara terus menerus untuk parameter

yang memiliki pengukuran secara otomatis dan secara manual (aktif dan

pasif). Jika terjadi kasus pencemaran atau dari hasil pemantauan rutin

menunjukkan kondisi kualitas udara mendekati/melewati baku mutu, maka

frekuensi pemantauan dapat ditingkatkan atau periode pemantauan menjadi

lebih pendek yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah dalam upaya

penataan baku mutu. Periode pematauan disesuaikan dengan tujuan

pelaksanaan pemantauan.

Tabel Frekuensi sampling kualitas udara

Frekuensi Sampling

Area dgn konsentrasi di atas BMUA Area Urban

Area Non

Urban Parameter Jenis

Sampler

Kontinyu Setiap 3 hr

Setiap 6 hr

Kontinu Setiap 3 hr

Setiap 6 hr

Setiap 6 hr

TSP M M M SO2 M/A A M M M M CO A A A M M M HC A A M A NO2 M/A A M M A NOx M/A A M M A M Oksidan M/A A

Keterangan : A : Alat sampling automatik M : Alat sampling mekanik/manual

e. Jumlah parameter kualitas udara yang dipantau

Penilaian berdasarkan dengan semakin banyak parameter yang dipantau maka semakin besar penilaian. Catatan : parameter kualitas udara harus sesuai dengan parameter yang tercantum dalam peraturan perundangan. Skala Penilaian

Page 36: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

25

- Jika jumlah parameter 0 : Sangat Jelek - Jika jumlah parameter 1 : Jelek - Jika jumlah parameter 1-3 : Sedang - Jika jumlah parameter 3-4 : Baik - Jika jumlah parameter 4-5 : Sangat Baik

Berdasarkan potensi dan sumber pencemar maka parameter udara yang

dipantau adalah sebagai berikut :

• Udara ambient

Parameter yang dipantau adalah Sulfur dioksida (SO2), Nitrogen dioksida

(NO2), Ozon (O3), PM10, PM2.5, Debu (TSP) dan Pb.

• Jalan raya

Parameter yang dipantau adalah Hidrocarbon (HC), Karbon monoksida

(CO), debu, timbal, NOx serta Sulfur dioksida (SO2).

Semakin lengkap parameter yang dipantau maka semakin dapat

mendefenisikan status kualitas udara yang diukur.

f. Pengarsipan data

Pengarsipan data ini berupa arsip data parameter kualitas udara hasil pengamatan. Penilaian dilakukan berdasarkan persentase data yang hilang. Catatan : Apabila terdapat beberapa titik pengamatan maka persentase data yang hilang dirata-ratakan. Skala Penilaian - Jika hilang >80% : Sangat Jelek - Jika hilang 60% : Jelek - Jika hilang 40% : Sedang - Jika hilang 20% : Baik - Jika lengkap : Sangat Baik

Inventarisasi emisi adalah basis data mengenai sumber-sumber pengemisi

pencemar udara yang komprehensif yang dilengkapi dengan nilai beban

pencemar untuk tiap-tiap parameter yang diinventarisasi yang terdapat pada

suatu lokasi geografis dan pada periode waktu tertentu. Inventarisasi emisi

Page 37: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

26

umumnya meliputi beberapa pencemar criteria seperti TSP, PM10, hidrokarbon

total, NOx, SO2 dan CO. Inventarisasi dapat pula dilakukan untuk jenis-jenis

pencemar lain seperti logam berat (timbale, merkuri), pencemar organik

persisten (POP) dan pencemar udara berbahaya (HAP). Berkaitan dengan

masalah perubahan iklim pada saat ini inventarisasi juga dilakukan terhadap

GRK seperti CO2 dan CH4.

g. Diseminasi/sosialisasi hasil pengamatan

Penilaian ini dilakukan jika adanya diseminasi hasil pengamatan ke publik. Catatan: Apabila tidak terdapat kegiatan diseminasi hasil pengamatan ke publik maka tidak dapat penilaian dari variabel ini. Skala Penilaian - Belum/tidak terdata : Sangat Jelek - Belum/tidak dipublikasikan : Jelek - Dipublikasikan tetapi belum/tidak dimanfaatkan : Sedang - Dimanfaatkan sebagai pengetahuan publik saja : Baik - Digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan : Sangat Baik

Penyebaran informasi kualitas udara ditujukan bagi instansi pemerintah dan

kepada masyarakat. Hasil yang diharapkan dari penyebaran informasi kualitas

udara adalah:

1. Aspek kebijakan penanggulangan pencemaran udara

2. Aspek perencanaan pembangunan

3. Aspek pembiayaan

4. Aspek partisipasi sektor swasta dan masyarakat

Informasi kualitas udara dimaksudkan menjadi bahan pertimbangan bagi

pemerintah (instansi terkait) dalam pengambilan kebijakan yang berkaitan

dengan pengelolaan lingkungan khususnya udara.

3.1.4 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara akibat lalu lintas

A. Jenis kegiatan dalam mengurangi tingkat pencemaran udara akibat lalu

lintas, meliputi:

Page 38: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

27

1. Manajemen lalu lintas Manajemen lalu lintas adalah istilah yang biasa digunakan untuk

menjelaskan suatu proses pengaturan sistem lalu lintas dan sistem

prasarana jalan dengan menggunakan beberapa metoda ataupun teknik

rekayasa tertentu, tanpa menggandakan pembangunan jalan baru,

dalam usaha untuk mencapai tujuan-tujuan ataupun sasaran–sasaran

tertentu yang berhubungan dengan masalah lalu lintas.

Penjelasan di atas diembel-embeli dengan perkataan ‘tanpa membangun

jalan baru’ maksudnya adalah pengaturan yang dilakukan tanpa

melibatkan usaha-usaha yang sifatnya pengadaan ataupun

pembangunan prasarana secara besar-besaran, tapi lebih pada

pengaturan ’lalu lintas’ dengan sistem prasarana yang yang ada. Jadi

sifatnya lebih mengarahkan pada optimalisasi prasarana jalan yang ada.

Selanjutnya, dapat dikatakan disini bahwa manajemen lalu lintas dapat

dilakukan dengan skala kecil ataupun besar. Yang dimaksudkan dengan

skala kecil adalah jika lingkup kajiannya terbatas pada beberapa ruas

jalan tertentu saja ataupun terbatas pada beberapa prasarana transport

tertentu saja. Sedangkan skala besar meliputi suatu wilayah yang cukup

luas, misalnya suatu jaringan jalan tertentu, dimana didalamnya sudah

termasuk seluruh fasilitas/prasarana transport lainnya yang relevan

(misalnya, terminal, areal parkir dan lain-lain).

Jika ditinjau dari skala waktu penanganan, maka dapat dikatakan bahwa

orientasi penanganan manajemen lalu lintas adalah ‘jangka pendek’,

yaitu dalam skala waktu di bawah lima tahun. Dalam skala waktu yang

pendek ini perubahan sistem prasarana transportasi tidak terjadi,

sedangkan pola ataupun orientasi pergerakan secara dinamis akan

selalu berkembang.

Page 39: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

28

Jadi, orientasi penanganan manajemen lalu lintas adalah berusaha

mengantisipasi ataupun mengakomodasi perubahan orientasi ataupun

pola pergerakan jangka pendek secara temporer selama perubahan

prasarana belum dilakukan. Selain itu, manajemen lalu lintas juga dapat

dilakukan untuk mengatisipasi adanya perubahan pola ataupun orientasi

pergerakan sebagai konsekuensi dari suatu perubahan sistem

prasarana, misalnya pembangunan jalan baru.

Meskipun kebijakan yang dapat diusulkan bagi suatu pelaksanaan

manajemen lalu lintas sangatlah bervariasi, tergantung pada sasaran,

situasi dan kondisi setempat, tetapi kita dapat mengelompokkan

kebijakan-kebijakan tersebut dalam 4 (empat) kebijakan dasar, yaitu:

a. Kebijakan yang berkaitan volume lalu lintas dan pengaturan rute • Mengatur sirkulasi lalu lintas pada suatu jaringan jalan tertentu. • Meminimumkan waktu tempuh total dalam suatau jaringan jalan

tertentu. • Mengurangi volume kendaraan yang bersifat ‘through traffic’. • Mengurangi ataupun meniadakan kendaraan-kendaraan berat

pada suatu ruas jalan ataupun jaringan jalan tertentu. • Mereview ataupun meningkatkan kondisi operasional traffic

pada jaringan jalan dimana manajemen lalu lintas dilaksanakan, misalnya dengan : kanalisasi, pemarkaan, perambuan dll.

b. Kebijakan yang berkaitan dengan perilaku pengemudi

• Memperbaiki/meningkatkan disiplin pengendara. • Memperkecil/mengurangi bervariasi kecepatan (karena terlalu

berfluktuasi), terutama terhadap kecepatan tinggi, baik pada suatu ruas jalan tertentu ataupun pada suatu jaringan jalan.

• Mengurangi kecepatan rata-rata (mean speed), pada suatu titik tertentu, atau pada suatu ruas jalan tertentu ataupun pada suatu jaringan jalan.

• Menciptakan suatu lingkungan berlalu lintas yang lebih teratur dan tertib (yaitu, meningkatkan kepedulian pengendara terhadap pengendara lainnya ataupun terhadap pejalan kaki).

c. Kebijakan yang bnerkaitan dengan traffic safety

• Mengurangi banyaknya titik konflik pada persimpangan jalan. • Mengurangi perbedaan kecepatan relatif antara beberapa jenis

kendaraan, misalnya perbedaan kecepatan antara kendaraan pribadi (sedan) dengan kendaraan umum (bis).

Page 40: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

29

• Mengurangi titik konflik antar kendaraan yang terjadi di luar persimpangan (misalnya terbentuk karena adanya ’weaving area’).

• Meningkatkan keterkaitan fungsional antara rute pejalan kaki dengan sistem jaringan jalan bagi pengendara (misalnya, akses ke sekolah, toko ataupun fasilitas umum lainnya).

d. Kebijakan ‘non-traffic’

• Tingkatkan /perbaiki kondisi lansekap jalan. • Sediakan fasilitas pejalan kaki ataupun fasilitas pengendara

sepeda, baik yang berpotongan dengan ruas jalan ataupun yang sejajar.

2. Pengembangan angkutan umum

Pengembangan angkutan umum ini sesuai dengan tahapann kegiatan mulai dari studi pengembangan angkutan umum, perencanaan DED dan implementasi pengembangan angkutan umum. Penilaian ini berdasarkan jumlah kegiatan manajemen lalu lintas dalam 5 tahun terakhir. Skala Penilaian - Tidak ada kegiatan dalam 10 tahun terakhir - Tidak ada kegiatan dalam 10 tahun terakhir - Ada kegiatan pada tahap perencanaan atau masih berupa studi/kajian - Kegiatan skala kecil - Kegiatan skala besar Cttn: Skala kecil adalah jika lingkup kajiannya terbatas pada beberapa ruas jalan tertentu saja ataupun terbatas pada beberapa prasarana transport tertentu saja. Sedangkan skala besar meliputi suatu wilayah yang cukup luas, misalnya suatu jaringan jalan tertentu, dimana didalamnya sudah termasuk seluruh fasilitas/prasarana transport lainnya yang relevan (misalnya, terminal, areal parkir dan lain-lain).

..................................

Jenis kegiatan ini diantaranya pengembangan busway, busline, monorail,

subway, trem (ilustrasi gambar dapat di lihat pada lampiran)

3. Kendaraan tanpa bermotor (non motorize)

Penilaian ini berdasarkan pengembangan kendaran tanpa bermotor (unmotorize) baik mulai dari studi sampai implementasi. Skala Penilaian

Page 41: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

30

- Tidak ada kegiatan dalam 10 tahun terakhir - Tidak ada kegiatan dalam 10 tahun terakhir - Ada kegiatan pada tahap perencanaan atau masih berupa studi/kajian - Kegiatan skala kecil - Kegiatan skala besar

Pendekatan yang paling realistis pada saat ini adalah dengan

memberdayakan dan memaksimalkan prasarana dan sarana yang ada

serta membuka peluang untuk berkembangnya moda transportasi

alternatif, sehingga masyarakat tidak hanya tergantung pada kenderaan

bermotor, khususnya kenderaan pribadi. Dengan demikian kenderaan

tanpa bermotor seperti becak, andong dan lainnya mungkin bisa dilirik

kembali untuk dijadikan pilihan solusi dalam mendukunh rencana sistem

transportasi yang diharpka akan lebih mengembangkan angkutan umum.

Kenderaan tanpa bermotor dapat bertindak sebagai kenderaan feeder

dari perumahan-perumahan jarak dekat lainnya menuju sarana

transportasi yang lebih besar

Perlu diperhatikan bahwa kenderaan tanpa bermotor perlu diberi

pengakuan merupakan bagian dari sistem transportasi di Jakarta.

Pengakuan ini dapt dijabarkan dalm bentuk pengaturan sehingga dapat

harmonis dengan moda transportasi lainnya tanpa ada kekhawatiran

bahwa mereka merusak keberadaan citra suatu kota. Memang tidak

bagus apabila melihat kenderaan tanpa bermotor seperti becak

beroperasi di jalan-jalan protokol dan jalan-jalan besar lainnya. Untuk itu

perlu pengawasan yang ketat dan tindakan yang tegas dari aparat agar

para pengemudi kenderaan tanpa bermotor tetap tertib aturan.

4. Fasilitas Pedestrian (pejalan kaki) Penilaian ini berdasarkan adanya pengembangan fasilitas pejalan kaki baik mulai dari studi sampai pembangunan fisik sarana pejalan kaki. (ilustrasi gambar dapat dilihat pada lampiran) Skala Penilaian

Page 42: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

31

- Tidak ada kegiatan dalam 10 tahun terakhir - Tidak ada kegiatan dalam 10 tahun terakhir - Ada kegiatan pada tahap perencanaan atau masih berupa studi/kajian - Kegiatan skala kecil - Kegiatan skala besar Non motorised transport memperhatikan kemampuan pejalan kaki untuk

orang Indonesia, penderita cacat anak sekolah dan orang tua. Hal ini

sangat penting bagi pengambilan keputusan setiap individu untuk

memilih moda transportasi yang sesuai untuk dirinya. Sebagai contoh,

kekuatan normal pejalan kaki untuk aktivitas harian adalah 0.5 km dalam

satu perjalanan (mengingat negara tropis lebih cepat lelah), maka sistem

transportasi yang dikembangkan harus menjangkau pengguna

transportasi. Oleh karena itu penerapan standar pelayanan butir 2 di atas

sangat penting artinya bagi pengembangan sistem transportasi. Selain itu

penyediaan fasilitas jalan dan penyebrangan bagi para pejalan kaki,

orang cacat dan sepeda harus disediakan (asas keadilan).

5. Bahan bakar ramah lingkungan Penilaian ini berdasarkan persentase penggunaan bahan bakar ramah lingkungan terhadap total konsumsi bahan bakar di kota pengamatan. Skala Penilaian - < 5% : Sangat Jelek - 5% – 10% : Jelek - 10% - 12% : Sedang - 12% - 15% : Baik - > 15% : Sangat Baik

Kualitas bahan bakar merupakan salah satu komponen penting untuk

pengendalian pencemaran udara dari kendaraan bermotor. Kualitas

bahan bakar yang bersih (dalam hal ini bensin tanpa timbal dan solar

bersulfur rendah, low sulfur) dapat mengurangi emisi gas buang

kendaran bermotor disamping berpotensi untuk meningkatkan kinerja

mesin kendaraan. Selain itu bahan bakar alternatif merupakan bahan

bakar berkualitas tinggi karena relatif tidak mengeluarkan emisi. Bahan

Page 43: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

32

bakar gas (BBG) dan bio diesel merupakan beberapa contoh bahan bakar

alternatif yang dapat dikembangkan di daerah. Semakin baik kualitas

bahan bakar maka semakin sedikit pula emisi berbahaya yang

dikeluarkan dari proses pembakarannya.

B. Jumlah rencana program/kegiatan Penilaian ini berdasarkan jumlah rencana kegiatan yang akan dikembangkan dalam 5 tahun ke depan yang berkaitan dengan pemantauan kualitas udara akibat transportasi. Skala Penilaian - Tidak ada kegiatan : Sangat Jelek - Ada 1-2 kegiatan : Jelek - Ada 3-5 kegiatan : Sedang - Ada 6-8 kegiatan : Baik - Ada > 8 kegiatan : Sangat Baik

Dalam rangka pengembangan transportasi berkelanjutan di perkotaan

secara efektif dan efisien, perlu ditingkatkan koordinasi dan keterpaduan

antar lembaga. Peran masing-masing instansi tersebut perlu didudukkan

dan diselaraskan kembali sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang mengaturnya. Instasi yang tersebut di antaranya adalah Dinas LH,

Dinas Perhubungan, Dinas Kesehatan, dan Badan Perencana Daerah. Untuk

itu program maupun kegiatan yang ada di setiap instansi terkait

transportasi tersebut harus dapat diidentifikasi. Program atau kegiatan

tersebut ditujukan dalam terwujudnya sistem lalu lintas dan angkutan yang

handal dan terjangkau oleh masyarakat secara luas.

Semakin banyak kegiatan yang direncanakan masing-masing istansi terkait

akan semakin menunjukkan keseriusan suatu kota dalam usaha

peningkatan kualitas udara di kotanya.

Page 44: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

33

3.2 Karakteristik kota

3.2.1 Ukuran pencemaran udara

Pengukuran pencemaran udara ini dilakukan hanya yang disebabkan oleh lalu lintas. Indikator/variabel yang diukur adalah : CO (Carbon monoksida), NO2 (Nitrogen dioksida), HC (Hydrocarbon), PM10 (Particulate < 10 μm). Lokasi pengukuran dilakukan pada jalan arteri dan kolektor (lokasi pengukuran pencemaran udara sama dengan pemantauan jalan pada penilaian Adipura). Catatan : Baku mutu pencemaran udara harus sesuai dengan standar seperti yang diatur pada PP No. 41/1999. Skala penilaian kriteria ini hanya 2 yaitu yaitu: penilaian Jelek jika > baku mutu dan penilaian baik jika < baku mutu.

Pendekatan yang umum dilakukan untuk mengukur besar dampak pencemar

udara yang terjadi pada reseptor adalah dengan mengukur konsentrasi

pencemar tersebut di udara ambien. Perkiraan besarnya dampak yang terjadi

diprediksi dengan melihat hubungan statistik antara konsentrasi di udara

ambien dengan respons gangguan kesehatan berdasarkan studi-studi dosis-

respons. Oleh sebab itu, pemantauan pencemar di udara ambien sangat

penting untuk mengevaluasi tingkat konsentrasi yang terpajan pada

reseptor. Data tersebut kemudian digunakan untuk mengevaluasi dan

mengestimasi besaran dampak kesehatan dan kerusakan lingkungan yang

disebabkan oleh pencemar tertentu.

a. SO2 (sulfur dioksida)

Gas SO2 telah lama dikenal sebagai gas yang dapat menyebabkan iritasi

pada sistem pernafasan, seperti pada selaput lendir hidung, tenggorokan

dan saluran udara di paru-paru. Efek kesehatan ini menjadi lebih buruk

pada penderita asma. Disamping itu SO2 dapat terkonversi di udara

menjadi pencemar sekunder seperti aerosol sulfat. Aerosol yang

dihasilkan sebagai pencemar sekunder umumnya mempunyai ukuran

yang sangat halus sehingga dapat terhisap ke dalam sistem pernafasan

bawah. Aerosol sulfat yang masuk ke dalam saluran pernafasan dapat

menyebabkan dampak kesehatan yang lebih berat daripada partikel-

partikel lainnya karena mempunyai sifat korosif dan karsinogen.

Page 45: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

34

b. CO (Carbon monoksida)

Gas karbon monoksida (CO) adalah gas yang dihasilkan dari proses

oksidasi bahan bakar yang tidak sempurna. Gas ini bersifat tidak

berwarna, tidak berbau, tidak menyebabkan iritasi.

Gas karbon monoksida memasuki tubuh melalui pernafasan dan

diabsorpsi di dalam peredaran darah. Karbon monoksida akan berikatan

dengan haemoglobin (yang berfungsi untuk mengangkut oksigen ke

seluruh tubuh) menjadi carboxyhaemoglobin. Gas CO mempunyai

kemampuan berikatan dengan haemoglobin sebesar 240 kali lipat

kemampuannya berikatan dengan O2. Secara langsung kompetisi ini akan

menyebabkan pasokan O2 ke seluruh tubuh menurun tajam, sehingga

melemahkan kontraksi jantung dan menurunkan volume darah yang

didistribusikan. Kadar COHb darah di atas 60% dapat menyebabkan

kematian, sekitar (30 – 40)% dapat menyebabkan pusing-pusing,

keletihan dan pingsan.

Konsentrasi CO dapat meningkat di sepanjang jalan raya yang padat lalu

lintas dan menyebabkan pencemaran lokal. CO kadangkala muncul

sebagai parameter kritis di lokasi pemantauan di kota-kota besar dengan

kepadatan lalu lintas yang tinggi, tetapi pada umumnya konsentrasi CO di

kota besar (Surabaya, Bandung) berada di bawah ambang batas Baku

Mutu PP41/1999 (10,000μg/m3/24 jam), demikian juga di Jakarta

walaupun ambang batas Baku Mutunya lebih ketat (9,000μg/m3/24 jam).

Karbon monoksida mempunyai kecenderungan terakumulasi di dekat

sumber, tetapi mudah terdisipasi sehingga konsentrasinya di udara bebas

dapat mengencer dengan cepat, tetapi CO dapat menyebabkan masalah

pencemaran udara dalam ruang (indoor air pollution). Di dalam ruang

konsentrasi dapat terakumulasi menjadi tinggi dalam waktu yang relatif

Page 46: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

35

singkat, dan dapat menimbulkan dampak akut terhadap manusia. Hal ini

dapat terjadi pada pada ruang-ruang tertutup seperti garasi, tempat

parkir bawah tanah, terowongan dengan ventilasi yang buruk, bahkan

dalam mobil ber-AC yang berada di tengah lalulintas.

c. NO2 (Nitrogen dioksida)

Senyawa NOx adalah senyawa kimia yang dapat menyebabkan iritasi

pada dinding alat pernafasan dan dapat menyebabkan penyempitan

saluran nafas baik pada orang yang sehat maupun pada penderita asma.

Senyawa-senyawa oksida nitrogen terutama terdiri dari gas NO dan NO2,

banyak dihasilkan dari gas buang kendaraan bermotor. Dampak negatif

terhadap manusia terutama terjadi pada reaksinya terhadap fungsi paru-

paru dan saluran nafas. Gas NOx juga dapat meningkatkan reaksi

terhadap bahan-bahan allergen alamiah (mis serbuk sari, dll). Ambang

batas konsentrasi harian Baku Mutu Nasional (berdasarkan PP41/1999)

untuk senyawa oksida nitrogen adalah 150 μg/m3. DKI Jakarta memiliki

ambang batas yang lebih ketat dari PP 41/1999 yaitu 92,5 μg/m3/24 jam.

Potensi dampak terhadap kesehatan karena terlampauinya ambang batas

konsentrasi rata-rata harian dilakukan dengan mengamati jumlah hari

melampaui ambang batas Baku Mutu konsentrasi rata-rata harian

(exceedence days). Sebelum analisis potensi dampak kesehatan

dilakukan, perlu diamati jumlah data harian yang tersedia untuk

perhitungan exceedence days tersebut.

d. O3 (Oksidan)

Ozon termasuk kedalam pencemar sekunder yang terbentuk di atmosfer

dari reaksi fotokimia NOx dan HC. Ozon bersifat oksidator kuat, karena

itu pencemaran oleh ozon troposferik dapat menyebabkan dampak yang

merugikan bagi kesehatan manusia. Laporan Badan Kesehatan Dunia

menyatakan konsentrasi ozon yang tinggi (>120 μg/m3) selama 8 jam

atau lebih dapat menyebabkan serangan jantung dan kematian atau

Page 47: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

36

kunjungan ke rumah sakit karena gangguan pada sistem pernafasan.

Pajanan pada konsentrasi 160 μg/m3 selama 6,6 jam dapat menyebabkan

gangguan fungsi paru-paru akut pada orang dewasa yang sehat dan

pada populasi yang sensitif.

Emisi gas buang berupa NOx adalah senyawa-senyawa pemicu

(precursor) pembentukan ozon. Senyawa ozon di lapisan atmosfer bawah

(troposfer bawah, pada ketinggian 0 – 2000m) terbentuk akibat adanya

reaksi fotokimia pada senyawa oksida nitrogen (NOx) dengan bantuan

sinar matahari. Oleh karena itu potensi produksi ozon troposfer di daerah

beriklim tropis seperti Indonesia sangat tinggi.

Dampak terhadap kesehatan terjadi secara akut, yaitu setelah pemaparan

selama beberapa jam, sehingga perlu dilakukan pengamatan pada nilai

rata-rata 1 jam dan 8 jam. Dampak akut O3 terhadap kesehatan

mempunyai karakteristik yang berbeda dengan pencemar lain, karena

tidak hanya konsentrasi, tetapi lamanya durasi pajanan juga

berpengaruh, walaupun pada konsentrasi yang lebih rendah.

e. HC (Hydrocarbon)

Hidrokarbon termasuk VOC tidak dipantau dalam jaringan pemantau

nasional, tetapi sistem yang pernah terpasang dan beroperasi di Jakarta

pada tahun 1995 – 2000 mengukur senyawa hidrokarbon sebagai NMHC

(hidrokarbon non metana). Pemantauan HC selama proyek JICA tahun

1996 menunjukan bahwa nilai konsentrasi rata-rata 3-jam NMHC di

seluruh stasiun pengamatan telah melampaui ambang batas Baku Mutu

ambien DKI Jakarta, Walaupun pada saat ini jaringan pemantau tidak

mengukur senyawa HC seperti NMHC, pengamatan JICA membuktikan

bahwa di samping PM10 dan ozon yang sering menjadi parameter kritis,

HC juga perlu mendapat perhatian, karena banyak senyawa NMHC adalah

prekursor ozon. Sebagaimana ditunjukan dalam repartisi emisi HC yang

mengestimasi bahwa lebih dari 90% HC berasal dari emisi gas buang;

Page 48: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

37

data ini menunjukkan bahwa konsentrasi ambien HC yang tinggi

diperkirakan juga berasal dari sumber yang sama dengan prekursor ozon

yang lain (NOx dan CO). Analisis ini menggambarkan bahwa untuk

menurunkan pencemaran ozon, strategi penurunan emisi kendaraan

bermotor juga harus secara komprehensif mengendalikan emisi HC.

f. PM10 (particulate < 10 μm

Partikel yang terhisap ke dalam sistem pernafasan akan disisihkan

tergantung dari diameternya. Partikel berukuran besar akan tertahan

pada saluran pernafasan atas, sedangkan partikel kecil (inhalable) akan

masuk ke paru-paru dan bertahan di dalam tubuh dalam waktu yang

lama. Partikel inhalable adalah partikel dengan diameter di bawah 10 μm

(PM10). PM10 diketahui dapat meningkatkan angka kematian yang

disebabkan oleh penyakit jantung dan pernafasan, pada konsentrasi 140

μg/m3 dapat menurunkan fungsi paru-paru pada anak-anak, sementara

pada konsentrasi 350 μg/m3 dapat memperparah kondisi penderita

bronkhitis. Toksisitas dari partikel inhalable tergantung dari komposisinya.

Partikel yang mengandung senyawa karbon dapat mempunyai efek

karsinogenik, atau menjadi carrier pencemar toksik lain yang berupa gas

atau semi-gas karena menempel pada permukaannya (Harrop, 2000).

Partikel inhalable juga dapat merupakan partikulat sekunder, yaitu

partikel yang terbentuk di atmosfer dari gas-gas hasil pembakaran yang

mengalami reaksi fisik-kimia di atmosfer, misalnya partikel sulfat dan

nitrat yang terbentuk dari gas SO2 dan NOx. Partikel sulfat dan nitrat yang

inhalable karena berukuran kecil serta bersifat asam akan bereaksi

langsung di dalam sistem pernafasan, menimbulkan dampak yang lebih

berbahaya.

Termasuk ke dalam partikel inhalable adalah partikel Pb yang diemisikan

dari gas buang kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar

mengandung Pb. Timbal adalah pencemar yang diemisikan dari

Page 49: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

38

kendaraan bermotor dalam bentuk partikel halus berukuran lebih kecil

dari 10 mikrometer. Karena ukuran aerodinamisnya, partikel timbal (Pb)

dapat terisap ke dalam saluran pernafasan dan akhirnya terakumulasi di

dalam jaringan tubuh seperti tulang, lemak dan darah. Konsentrasi Pb di

dalam darah (PbB atau BLL/Blood Level Lead) sebesar 10 μg/dL pada

wanita hamil dapat menyebabkan kerusakan janin, aborsi dan kematian

neonatal. Sedangkan akumulasi pada jaringan tubuh anak-anak

menyebabkan penurunan IQ, hambatan pertumbuhan dan gangguan

pendengaran. Pada orang dewasa yang tidak sering terpajan, PbB > 25

μg/dL atau yang sering terpajan seperti polisi lalulintas dan PKL, PbB >

40μg/dL dapat menyebabkan peningkatan hipertensi dan gangguan

jantung, kerusakan ginjal, gangguan sistem syaraf dan kekebalan tubuh

serta kanker.

g. TSP (ash)

………………………..

……………………….

h. Pb (lead)

………………..

…………………

Baku mutu…………………

3.2.2 Kinerja lalu lintas perkotaan

Kinerja lalu lintas perkotaan yang diukur meliputi:

a. Kecepatan operasi

Ruas jalan yang akan diamati kecepatan operasinya merupakan ruas jalan

arteri dan kolektor (lokasi pengukuran kecepatan operasi sama dengan

lokasi pengukuran pencemaran udara). Data kecepatan operasi diperolah

dari dinas instasi terkait (data sekunder dari Dinas Perhubungan) dan harus

Page 50: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

39

di tinjau ulang (cross cek) ke lapangan dengan metoda pelaksanaan

pengukuran kecepatan yang sesuai dengan metoda yang ada.

Metoda pengukuran kecepatan yang umum dilakukan adalah spot speed.

Terdapat dua jenis pengukuran untuk mendapatkan data kecepatan sesaat

yaitu:

1. Pengukuran tak langsung. Dikatakan pengukuran tak langsung

karena sebenarnya kecepatan dapat diperkirakan dari waktu

tempuh hasil pengamatan. Salah satu pengukuran tak langsung

adalah metoda dua pengamat. Metoda dua pengamat (manual),

yaitu dengan cara menghitung waktu yang ditempuh oleh suatu

kendaraan melewati dua titik yang mempunyai jarak sekitar 20 –

200 m. Pada titik pertama, Ketika kendaraan berjalan, pengamat

ke-1 menurunkan tangan dan pengamat ke-2 menjalankan

stopwatch serta menghentikan stopwatch ketika kendaraan

melewati titik kedua. Untuk mendapatkan kecepatan dihitung

dengan membagi jarak dengan waktu tempuh kendaraan. Ilustrasi

pengukuran dua pengamat dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Ilustrasi Pengukuran Kecepatan Dengan Metoda 2 Pengamat

2. Pengukuran langsung, yaitu pengukuran kecepatan dilakukan

secara langsung di lapangan. Salah satu jenis pengukuran

kecepatan secara langsung adalah radar speed gun meter. Alat ini

memungkinkan untuk dipegang dengan tangan, dipasang pada

20 – 200 m

Titik 1 Titik 2

Page 51: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

40

kendaraan atau diletakan pada tripod. Alat ini menghantarkan

gelombang mikro frekuensi tinggi ke arah kendaraan bergerak yang

dituju. Gelombang tersebut dipantulkan kembali oleh kendaraan ke

alat tersebut. Perubahan frekuensi antara gelombang hantar dan

gelombang pancar adalah sebanding dengan kecepatan kendaraan

relatif terhadap radar meter. Ilustrasi pengukuran dengan radar

speed gun meter dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Ilustrasi Pengukuran Kecepatan Dengan Radar Speed Gun Meter

Catatan : - Perioda waktu pengamatan kecepatan operasi harus dilakukan

pada saat jam sibuk di ruas jalan yang diamati. - Apabila diperoleh nilai kecepatan operasi berada dalan range

skala penilaian maka untuk memperoleh skala penilaian yang tepat dapat dilakukan dengan interpolasi.

Catatan : - Perioda waktu pengamatan kecepatan operasi harus dilakukan

pada saat jam sibuk di ruas jalan yang diamati. - Apabila diperoleh nilai kecepatan operasi berada dalan range

skala penilaian maka untuk memperoleh skala penilaian yang tepat dapat dilakukan dengan interpolasi.

Skala Penilaian - Jika kecepatan rata-rata <10 km/jam : Sangat Jelek - Jika kecepatan rata-rata 10-20 km/jam : Jelek - Jika kecepatan rata-rata 21-30 km/jam : Sedang - Jika kecepatan rata-rata 31-45 km/jam : Baik - Jika kecepatan rata-rata 45-60 km/jam : Sangat Baik

b. Kepadatan Lalu Lintas (Rasio Volume Lalulintas terhadap Kapasitas jalan/ VCR)

30º

kendaraan

Titik radar speed gun meter

Page 52: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

41

Ruas jalan yang akan diamati kepadatan lalu lintas merupakan ruas jalan

arteri (lokasi pengukuran kecepatan operasi sama dengan lokasi

pengukuran pencemaran udara). Data kepadatan lalu lintas diperolah dari

dinas instasi terkait (data sekunder dari Dinas Perhubungan) dan harus di

tinjau ulang (cross cek) ke lapangan dengan metoda pelaksanaan

pengukuran kepadatan lalu lintas yang sesuai dengan peraturan yang

berlaku.

Catatan :

- Perioda waktu pengamatan kecepatan operasi harus dilakukan pada saat jam sibuk di ruas jalan yang diamati.

- Apabila diperoleh nilai kecepatan operasi berada dalan range skala penilaian maka untuk memperoleh skala penilaian yang tepat dapat dilakukan dengan interpolasi.

Skala Penilaian - Jika VCR > 1 : Sangat Jelek - Jika VCR 0.81 - 1 : Jelek - Jika VCR 0.61 – 0.80 : Sedang - Jika VCR 0.41 – 0.60 : Baik - Jika VCR < 0.40 : Sangat Baik

Kepadatan lalu lintas berkaitan erat dengan pertambahan jumlah

kendaraan dan pertambahan jumlah panjang jalan. Di kota-kota besar

kepadatan lalu lintas mencapai kondisi puncak pada waktu jam sibuk

terutama pada pagi dan sore dimana akan mengakibatkan konsentrasi

emisi gas buang kendaraan bermotor meningkat dan akan menurun pada

saat kepadatan lalu lintas berkurang.

Untuk itu, pengembangan mekanisme penurunan kepadatan kenderaan

bermotor dapat dilakukan melalui:

• Identifikasi lokasi kemacetan jalan dan penentuan penyebabnya

• Identifikasi pengelolaan parkir terpadu yang bertujuan untuk

menyediakan kantong-kantong parkir dekat lokasi perbelanjaan dan

tidak lagi parkir di setiap ruas jalan

• Pengalihan pemakaian moda transportasi dari mobil pribadi menjadi

transportasi umum

Page 53: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

42

• Kegiatan bebas kendaraan roda empat pada hari tertentu yang

digantikan dengan penggunaan kendaraan non motor (sepeda)

c. Rata-rata jarak perjalanan harian

Indikator ini berdasarkan pergerakan asal-tujuan di wilayah perkotaan. Penilaian kriteria ini dari rata-rata jarak perjalanan harian, semakin pendek rata-rata jarak perjalanan harian maka penilaian semakin baik. Data ini dapat diperoleh dengan melakukan survey wawancara asal tujuan. Apabila memungkinkan dapat diperoleh dari data sekunder. Skala Penilaian - Nilai > 50 Km/jam : Sangat jelek - Nilai 50 - 36 Km/jam : Jelek - Nilai 35 – 26 Km/jam : Sedang - Nilai 25 – 16 Km/jam : Baik - Nilai < 15 Km/jam : Sangat baik ........................ ..........................

d. Penggunaan angkutan umum. Penilaian penggunaan angkutan umum ini berdasarkan dari persentase penggunaan angkutan umum terhadap total penggunaan kendaraan. Data sekunder ini dapat diperoleh dari dinas terkait di daerah (Dinas Perhubungan). Jika data sekunder yang dimaksud tidak tersedia, penggunaan angkutan umum dapat dihitung berdasarkan proporsi angkutan umum terhadap total kendaraan (atau lalulintas) pada ruas jalan yang ditinjau. Skala Penilaian - Nilai < 10% : Sangat jelek - Nilai 10% - 20% : Jelek - Nilai 20% - 40% : Sedang - Nilai 40% - 60% : Baik - Nilai > 60% : Sangat baik Angkutan umum atau angkutan massal dikembangkan dengan tujuan

untuk dapat mengangkut dalam jumlah banyak dan cepat dan berupaya

menjadi daya tarik bagi pengguna kendaraan pribadi beralih ke moda

angkutan massal. Sistem angkutan massal akan memberikan layanan dan

kemudahan akses bagi masyarakat untuk mencapai tujuannya. Sistem

angkutan massal dapat berupa bus (contoh bagus adalah busway di DKI

Jakarta), truly bus (bertenaga listrik – seperti kereta listrik), trem, Mass

Page 54: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

43

Rapid Transit (MRT), car pooling (feeder bus), mono rel, Kereta Listrik dan

lain-lain. Meskipun bagi kota-kota kecil mungkin belum memerlukan

angkutan massal saat ini, namun untuk perencanaan ke depan yang

memperhitungkan perencanaan pengembangan wilayah dan pertumbuhan

populasi, sistem angkutan massal ini harus diakomodasi dalam

perencanaannya, terutama bagi pengembangan jaringannya.

Page 55: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

44

Beban emisi suatu pencemar di suatu kota adalah total massa yang diemisikan dari sumber-sumber dalam suatu periode tertentu, misalnya dalam 1 tahun. Beban emisi dalam IE umumnya dilaporkan dalam unit massa per unit waktu (mis, ton SO2/tahun). IE perlu dilakukan secara teratur, sedikitnya setiap 2 tahun sekali. Tujuan dan kegunaan pembaharuan data IE adalah:

• Pengkajian kualitas udara

• Pengamatan tren emisi

• Input pemodelan kualitas udara

• Mengevaluasi scenario di masa yang akan datang, seperti memprediksi dampak suatu rencana aksi pengelolaan terhadap perbaikan kualitas udara, dampak adanya sumber pengemisi baru, atau scenario penurunan emisi

• Panduan untuk mengembangkan dan menyempurnakan jaringan pemantau kualitas udara

Pada saat ini IE belum disadari sepenuhnya sebagai aspek yang penting dalam pengelolaan kualitas udara di Indonesia. IE membutuhkan pembaharuan data yang teratur minimal 2 tahun sekali

Secara singkat, permasalahan di dalam IE nasional adalah karena tidak adanya ketersediaan data yang tertata secara sistematis dan belum adanya metode standar yang dapat digunakan sebagai acuan untuk pembaharuan, estimasi dan evaluasi emisi. Masalah yang lain berhubungan dengan keakuratan dari estimasi, a.l. karena belum lengkapnya jenis-jenis sumber-sumber yang diinventarisasi serta kelangkaan factor emisi yang sesuai untuk kondisi local.

Page 56: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

Bab IV

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Sistem transportasi merupakan bahagian dari manajemen sistem lalu lintas yang

ditujukan dalam rangka melancarkan arus lalu lintas dan meningkatkan tingkat

mobilitas. Upaya ini pada akhirnya juga akan menurunkan tingkat emisi dan

konsumsi bahan bakar.

5.2 Saran/rekomendasi kebijakan:

1. Menetapkan kebijakan transportasi sesuai dengan karakteristik kota melalui

pengembangan cetak biru pengembangan sistem transportasi yang

terintegrasi dengan kebijakan tata ruang kota yang sudah ditetapkan.

2. Menetapkan kebijakan transportasi kota dengan mengacu kepada statistik

pertumbuhan ekonomi dan arus urbanisasi yang tinggi di perkotaan .

3. Menetapkan kebijakan pengembangan transportasi angkutan

umum/angkutan masal melalui pemenuhan sistem pelayanan umum terpadu

bagi pengguna angkutan umum/masal dan dilakukan sesuai koridor daya

dukung wilayah perkotaan, baik angkutan berbasis jalan raya, rel, maupun

air/sungai.

4. Pengembangan sistem monitoring transportasi kota untuk memperkuat peran

dan respon dari masyarakat.

5. Memperkuat sistem sosial budaya masyarakat kota dalam mendukung

penyelenggaraan sistem transportasi makro yang aman, nyaman dan

berkelanjutan serta terjangkau.

45

Page 57: DAFTAR ISI DRAFT PEDOMAN KRITERIA TRANSPORTASI ...langitbiru.menlh.go.id/upload/publikasi/pdf/pedomankriteria.pdf · 3.2 Program kegiatan untuk mereduksi tingkat pencemaran udara

6. Secara teknis ada beberapa model kebijakan yang dapat dikembangkan

untuk pengendalian pencemaran udara, yaitu:

1. Kebijakan emisi kenderaan, yaitu pengendalian emisi atau gas buang

dari sumber kenderaan bermotor.

2. Kebijakan bahan bakar, yaitu dengan penyediaan bahan bakar yang

ramah lingkungan

3. Kebijakan pembatasan populasi kenderaan, yaitu melalui:

a. Pembatasan usia kenderaan, umur efisien dari kenderaan mobil

diperkirakan 10 tahun, sementara umur efisien dari motor adalah

5 tahun

b. pembatasan terbatas, yaitu denan menetapkan setiap hari jenis

plat nomor mobil apa yang boleh jalan (plat mobil ganjil/genap)

c. Pelarangan kenderaan luar kota

d. Jalur terbatas melalui program pemberlakuan hari tanpa

berkenderaan, jalan satu arah, jalur bus terpisah, tarif jalur padat,

dsb.

e. Larangan masuk, seperti kebijakan ”Three in one”

f. Larangan parkir, yaitu pembatasan jumlah mobil yag boleh parkir

di suatu daerah

g. Daerah bebas mobil

h. Hari tanpa mengemudi

i. Bersepeda

j. Pengaturan jam operasi

46