BAB II KONSELING EGO STATE DALAM MEREDUKSI KEDUKAAN …

27
10 BAB II KONSELING EGO STATE DALAM MEREDUKSI KEDUKAAN A. Konsep Kedukaan 1. Definisi Kedukaan Kedukaan merupakan respons alami terhadap kehilangan. Ini merupakan penderitaan emosional yang individu rasakan ketika sesuatu atau seseorang yang mereka cintai diambil. Seringkali, rasa sakit akibat kehilangan bisa terasa luar biasa. Individu mungkin mengalami semua jenis emosi yang sulit dan tidak terduga, dari mulai kaget atau marah hingga tidak percaya, bersalah, dan sedih. Rasa sakit dari kedukaan juga dapat mengganggu kesehatan fisik individu, membuatnya sulit untuk tidur, makan, atau bahkan berpikir jernih. Terdapat penjelasan tentang definisi kedukaan menurut para ahli diantaranya dikemukakan oleh Hogan et al., (2001:24) yang mendefinisikan bahwa kedukaan merupakan reaksi terhadap kematian orang yang dicintai, yang memicu krisis kehidupan bagi individu yang ditinggalkan sehingga mengakibatkan kehilangan kualitas hidup dan kesejahteraan baik secara jangka pendek maupun jangka panjang. Definisi kedukaan juga diutarakan oleh Stuart & Laraia yang menjelaskan bahwa kedukaan adalah respons subyektif individu terhadap kehilangan seseorang, objek atau konsep yang sangat dihargai. Ini terdiri dari semua emosi dan sensasi yang menyertai hilangnya seseorang atau sesuatu yang anda sayangi (Leavy 2005:1). Lebih jauh lagi, hal ini mencakup emosi dan perilaku spesifik dalam menanggapi kehilangan, seperti depresi, kesepian, kerinduan dan pencarian almarhum (Demmer 2004:294). Andriessen et al., (2018) mengemukakan bahwa kedukaan adalah reaksi kehilangan orang terdekat yang dapat memunculkan reaksi negatif dan positif. Reaksi negatif ditandai dengan munculnya gejala kesedihan, menyalahkan diri, kecemasan yang melukai dirinya sendiri, syok, dan kemarahan sementara reaksi positif ditandai dengan munculnya perasaan damai, kedewasaan, empati dan reaksi lainnya yang dapat mempengaruhi kualitas hidup. Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019 - - - - www.lib.umtas.ac.id

Transcript of BAB II KONSELING EGO STATE DALAM MEREDUKSI KEDUKAAN …

Page 1: BAB II KONSELING EGO STATE DALAM MEREDUKSI KEDUKAAN …

10

BAB II

KONSELING EGO STATE DALAM MEREDUKSI KEDUKAAN

A. Konsep Kedukaan

1. Definisi Kedukaan

Kedukaan merupakan respons alami terhadap kehilangan. Ini merupakan

penderitaan emosional yang individu rasakan ketika sesuatu atau seseorang yang

mereka cintai diambil. Seringkali, rasa sakit akibat kehilangan bisa terasa luar

biasa. Individu mungkin mengalami semua jenis emosi yang sulit dan tidak terduga,

dari mulai kaget atau marah hingga tidak percaya, bersalah, dan sedih. Rasa sakit

dari kedukaan juga dapat mengganggu kesehatan fisik individu, membuatnya sulit

untuk tidur, makan, atau bahkan berpikir jernih.

Terdapat penjelasan tentang definisi kedukaan menurut para ahli diantaranya

dikemukakan oleh Hogan et al., (2001:24) yang mendefinisikan bahwa kedukaan

merupakan reaksi terhadap kematian orang yang dicintai, yang memicu krisis

kehidupan bagi individu yang ditinggalkan sehingga mengakibatkan kehilangan

kualitas hidup dan kesejahteraan baik secara jangka pendek maupun jangka

panjang.

Definisi kedukaan juga diutarakan oleh Stuart & Laraia yang menjelaskan

bahwa kedukaan adalah respons subyektif individu terhadap kehilangan seseorang,

objek atau konsep yang sangat dihargai. Ini terdiri dari semua emosi dan sensasi

yang menyertai hilangnya seseorang atau sesuatu yang anda sayangi (Leavy

2005:1). Lebih jauh lagi, hal ini mencakup emosi dan perilaku spesifik dalam

menanggapi kehilangan, seperti depresi, kesepian, kerinduan dan pencarian

almarhum (Demmer 2004:294).

Andriessen et al., (2018) mengemukakan bahwa kedukaan adalah reaksi

kehilangan orang terdekat yang dapat memunculkan reaksi negatif dan positif.

Reaksi negatif ditandai dengan munculnya gejala kesedihan, menyalahkan diri,

kecemasan yang melukai dirinya sendiri, syok, dan kemarahan sementara reaksi

positif ditandai dengan munculnya perasaan damai, kedewasaan, empati dan reaksi

lainnya yang dapat mempengaruhi kualitas hidup.

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

--

www.lib.umtas.ac.id

Page 2: BAB II KONSELING EGO STATE DALAM MEREDUKSI KEDUKAAN …

11

Pendapat lain tentang konsep kedukaan juga dikemukakan oleh Neimeyer

(2001) yang berpendapat bahwa kedukaan merupakan kesedihan dan penderitaan

emosional yang disebabkan oleh kehilangan.

Definisi kedukaan pun diutarakan oleh Sacks (2001:219) yaitu merupakan

pengalaman biologis serta pengalaman emosional, spiritual, dan kognitif.

Akibatnya, kedukaan menjadi pengalaman yang berkelanjutan, kadang kala

mereda, terkadang menyusahkan, tetapi selalu menjadi bagian dari kehidupan

seseorang yang telah mengalami kehilangan (Moules et al. 2004: 100).

Maka dapat disimpulkan kedukaan adalah gejala distress yang dialami oleh

individu akibat kematian orang terdekat yang ditandai dengan munculnya reaksi

secara kognitif, emosi, sosial dan fisik yang dapat mempengaruhi individu baik

dalam jangka panjang atau jangka pendek.

2. Tahapan Kedukaan

Tahap-tahap dalam kedukaan merupakan hal yang bersifat universal dan

dialami oleh semua lapisan masyarakat maupun lintas budaya. Kedukaan terjadi

sebagai respons terhadap kehilangan khususnya kehilangan orang yang dicintai.

Pada tahun 1969, psikiater Elisabeth Kübler-Ross pertama kali memperkenalkan

tentang tahapan kedukaan dalam bukunya yang berjudul On Death and Dying dan

kemudian sekarang dikenal sebagai lima tahap kedukaan. Kubler-Ross (Hall,

2011) menjelaskan ada lima tahap kedukaan tersebut yaitu :

a. Tahap denial (menyangkal)

Reaksi pertama ketika mengetahui kematian orang yang dicintai adalah

menyangkal kenyataan situasi. Individu sering berfikir "Ini tidak terjadi, ini tidak

mungkin terjadi “. Individu yang mengalami kedukaan akan bersikap menolak

kenyataan yang terjadi pada dirinya, namun hal ini merupakan hal yang normal

terjadi.

b. Tahap anger (marah)

Individu tidak dapat menahan rasa denial yang dia miliki tersebut dan

berkembang menjadi rasa amarah, gusar, iri hati dan kebencian. Tahap anger ini

sangat sulit diatasi oleh keluarga atau orang-orang terdekat. Hal ini dikarenakan

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

--

www.lib.umtas.ac.id

Page 3: BAB II KONSELING EGO STATE DALAM MEREDUKSI KEDUKAAN …

12

oleh fakta bahwa rasa amarah yang dialami oleh individu diekspresikan dengan

berbagai cara ke lingkungannya pada saat-saat yang tidak menentu.

Bahkan jika kehilangan itu bukan kesalahan siapa pun, individu mungkin

merasa marah dan kesal. Jika individu kehilangan orang yang dicintai, dia mungkin

marah pada diri sendiri, Tuhan, para dokter atau bahkan kepada orang yang

meninggal karena telah meninggalkannya.

c. Tahap bargaining (tawar menawar)

Reaksi normal terhadap perasaan duka, tidak berdaya seringkali muncul

melalui serangkaian pernyataan “Jika saja”, seperti: kalau saja kita mencari

penanganan medis lebih cepat, kalau saja kita mendapat pendapat kedua dari dokter

lain atau kalau saja kita mencoba menjadi orang yang lebih baik terhadap mereka

dll.

Ini adalah upaya tawar-menawar karena secara tidak langsung individu dapat

seolah-olah membuat kesepakatan dengan Tuhan atau kekuatan yang lebih tinggi

dalam upaya menunda kematian yang tak terhindarkan, dan rasa sakit yang

menyertainya.

d. Tahap depression (depresi)

Individu sudah tidak dapat menyangkal hal yang menyebabkan respon

kedukaan pada dirinya muncul. Hal ini dikarenakan semakin jelasnya hal-hal yang

membuktikan bahwa individu tersebut memiliki sesuatu yang membuat ia menjadi

merasa sedih (respon kedukaan). Semakin jelasnya kenyataan tersebut merubah

sikap individu yang bersangkutan mulai dari sikap denial dan anger yang dialami

menjadi sebuah rasa kehilangan yang sangat mempengaruhi hidupnya.

e. Tahap acceptance (menerima)

Individu tidak berarti mulai memasuki tahap bahagia karena individu yang

bersangkutan telah menerima apa yang terjadi dalam hidupnya. Setelah individu

tersebut mengalami keempat tahap kedukaan yang telah dijelaskan di atas, ia akan

bersikap pasrah.

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

--

www.lib.umtas.ac.id

Page 4: BAB II KONSELING EGO STATE DALAM MEREDUKSI KEDUKAAN …

13

3. Reaksi Kedukaan

Suatu hal yang tidak mudah untuk mengatasi kedukaan setelah orang yang

dicintai meninggal. Kedukaan merupakan hal yang alami dan reaksinya dapat

berlangsung selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Pada dasarnya reaksi

kedukaan adalah respon yang dinilai wajar serta normal yang akan dialami oleh

seseorang, sehingga hal ini dianggap sebagai reaksi yang umum dialami setiap

individu yang mengalami kehilangan orang yang mereka cintai (Young et.,al,

2012).

Reaksi kedukaan yang normal akan terjadi pada individu setelah mengalami

kehilangan (Worden, 2009; Machin, 2014), reaksi-reaksi yang muncul diantaranya

sebagai berikut :

a. Reaksi emosi : mengalami kesedihan, marah, perasaan bersalah, cemas,

kesepian, kelelahan, merasa tidak tertolong, kaget, kerinduan mendalam, mati

rasa, dan sebagainya. Reaksi emosi yang terjadi dalam jangka waktu yang

panjang dan berlebihan akan berpotensi mengarahkan kepada reaksi kedukaan

yang rumit.

b. Reaksi fisik, seperti menjadi terlalu sensitif terhadap keributan, mengalami

depersonalisasi, terjadi gangguan pernapasan, merasa otot-otot menjadi lemas,

kekurangan energi, dan sebagainya.

c. Reaksi kognitif, seperti tidak percaya, kebingungan, pikiran yang berlebihan

tentang almarhum, merasakan kehadiran almarhum, dan halusinasi.

d. Reaksi yang akan muncul secara perilaku, seperti gangguan dalam tidur dan

makan, mengalami mimpi tentang almarhum, menangis, menyimpan dan

membawa benda-benda milik almarhum, peningkatan konsumsi alkohol atau

obat-obatan terlarang, dan sebagainya.

e. Reaksi secara sosial akan tampak seperti menarik diri dari lingkungan dan

perubahan hubungan sosial.

f. Reaksi spiritual adalah seperti mencari-cari tentang arti kehilangan yang

terjadi, melakukan refleksi dengan perspektif religisiusitas atau filosofis, dan

sebagainya.

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

--

www.lib.umtas.ac.id

Page 5: BAB II KONSELING EGO STATE DALAM MEREDUKSI KEDUKAAN …

14

Penelitian Andriessen et al., (2018:206) mengungkapkan terdapat beberapa

reaksi kedukaan yang muncul yang diakibatkan oleh kematian orang yang dicintai

digambarkan dalam tabel 2.1 :

Tabel 2.1

Reaksi Kedukaan

Aspek Reaksi yang Muncul

Kesedihan Yang Mendalam Merasa sedih, menangis, mati rasa,

kewalahan, kesepian, merasa kosong,

memasang wajah berani, merasa tidak

adil, tidak berdaya

Menyalahkan diri sendiri Merasa bersalah, marah pada diri

sendiri, menyesal, malu, merasa

bertanggung jawab

Kecemasan yang menyakiti diri Cemas, bermimpi buruk, serangan

panik, susah tidur, susah makan,

berfikir untuk bunuh diri,

membahayakan diri

Syok Syok, bingung, tidak percaya, terkejut

Kemarahan dan pengkhianatan Marah, merasa dikhianati, merasa

ditolak, merasa ditinggalkan

Rasa damai Fokus pada hal yang dikerjakan, siap

menghadapi kehilangan, bersyukur,

merasa lega, merasa senang, merasa

damai, merasa tentram

Dapat disimpulkan bahwa kedukaan dapat memunculkan beberapa reaksi

diantaranya reaksi secara kognitif, emosi, sosial, fisik, spiritual dan lain sebagainya

dan hal-hal tersebut dapat mempengaruhi kehidupan individu yang ditinggalkan.

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

--

www.lib.umtas.ac.id

Page 6: BAB II KONSELING EGO STATE DALAM MEREDUKSI KEDUKAAN …

15

4. Faktor-Faktor Penyebab Kedukaan

Ada beberapa faktor yang menyebabkan kedukaan, faktor tersebut

dikemukakan oleh Aiken (Suprihatin, 2013:19) diantaranya adalah:

a. Hubungan individu dengan almarhum

Yaitu reaksi-reaksi dan rentang waktu masa berduka yang dialami setiap

individu akan berbeda tergantung dari hubungan individu dengan almarhum, dari

beberapa kasus dapat dilihat hubungan yang sangat baik dengan orang yang telah

meninggal diasosiasikan dengan proses kedukaan yang sangat sulit.

b. Kepribadian, usia dan jenis kelamin orang yang ditinggalkan

Merupakan perbedaan yang mencolok ialah jenis kelamin dan usia orang

yang ditinggalkan. Secara umum kedukaan lebih menimbulkan stres pada orang

yang usianya lebih muda.

c. Proses Kematian

Cara dari seseorang meninggal juga dapat menimbulkan perbedaan reaksi

yang dialami orang yang ditinggalkannya. Pada kematian yang mendadak

kemampuan orang yang ditinggalkan akan lebih sulit untuk menghadapi kenyataan.

Kurangnya dukungan dari orang-orang terdekat dan lingkungan sekitar akan

menimbulkan perasaan tidak berdaya dan tidak mempunyai kekuatan, hal tersebut

dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam mengatasi kedukaan.

5. Jenis Kedukaan

Kedukaan merupakan kondisi yang terjadi akibat dari kehilangan dan hal ini

dapat dimanifestasikan dengan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas dan lain-lain.

Adapun jenis-jenis kedukaan yang akan dijabarkan sebagai berikut :

a. Kedukaan tidak rumit (Uncomplicated Grief)

Kedukaan normal terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal dari

suatu kehilangan. Misalnya kesedihan, kemarahan, menangis, kesepian dan

menarik diri dari aktivitas untuk sementara. Selama masa transisi biasanya dimulai

dalam beberapa bulan pertama setelah kematian, kesedihan itu mulai sembuh, dan

orang yang berduka mulai menemukan jalan kembali ke kehidupannya. Menurut

Neimeyer, et.al (2002:244) orang yang mengalami kedukaan tetapi mampu untuk :

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

--

www.lib.umtas.ac.id

Page 7: BAB II KONSELING EGO STATE DALAM MEREDUKSI KEDUKAAN …

16

1.) Menerima kehilangan

2.) Percaya bahwa hidup memiliki makna

3.) Mempertahankan rasa diri yang koheren

4.) Merasa berguna

5.) Menjaga kesehatan dan rutinitas sehari-hari

6.) Merasa percaya dan terhubung dengan orang lain

7.) Berinvestasi kembali dalam hubungan interpersonal

8.) Menemukan makna dan kesenangan dalam pengejaran/pencarian

Pada kondisi kedukaan yang normal rentang waktu mengalami kedukaan

tidak terlalu lama karena kedukaan yang dialami berangsur hilang seiring

berjalannya waktu.

b. Kedukaan rumit (Complicated Grief)

Kedukaan yang rumit merupakan suatu sindrom yang terjadi pada orang yang

berduka dan hal ini merupakan hasil dari kegagalan untuk beralih dari kesedihan

akut ke terintegrasi. Gejala-gejalanya termasuk distress pemisahan (kepedihan

berulang dari emosi yang menyakitkan, dengan kerinduan dan kerinduan yang

mendalam akan almarhum, dan keasikan dengan pikiran orang yang dicintai) dan

distress traumatis (rasa tidak percaya mengenai kematian, kemarahan dan

kepahitan, kesedihan, pikiran-pikiran yang mengganggu terkait dengan kematian,

dan penghindaran yang diucapkan sebagai pengingat tentang kehilangan yang

menyakitkan).

Shear et.al. (2011) mengungkapkan bahwa setiap individu dapat mengalami

kedukaan rumit (complicated grief), manifestasi kedukaan rumit meliputi kerinduan

yang intens, kesepian, kekosongan atau kurangnya makna hidup, pemikiran

berulang-ulang tentang keinginan bersatu/bersama dengan almarhum, pemikiran

yang mengganggu tentang penurunan fungsi. Tanda-tanda dan gejala-gejala

individu yang mengalami kedukaan rumit juga dapat mencakup perasaan bersalah

yang terus menerus, membayangkan kematian dan mereka berfikir bahwa mereka

bisa mencegah kematian jika mereka melakukan sesuatu yang berbeda, mati rasa,

kaget atau tidak percaya atas kematian.

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

--

www.lib.umtas.ac.id

Page 8: BAB II KONSELING EGO STATE DALAM MEREDUKSI KEDUKAAN …

17

Secara umum diagnosis untuk kedukaan rumit menurut Prigerson et. al (2002)

dapat dilihat pada tabel 2.2 :

Tabel 2.2

Kriteria Untuk Kedukaan Rumit

Kriteria A : Kerinduan yang kronis dan terus menerus, merindukan,

mendambakan yang meninggal, mencerminkan kebutuhan akan koneksi dengan

almarhum yang tidak bisa dipenuhi oleh orang lain dan merasakan sakit hati

setiap hari.

Kriteria B : Orang tersebut harus memiliki empat dari delapan gejala berikut ini

dan mengalami setidaknya beberapa kali dalam sehari atau pada tingkat yang

intens dan mengganggu yaitu :

1. Kesulitan menerima kematian

2. Ketidakmampuan untuk mempercayai orang lain sejak kehilangan

almarhum

3. Kepahitan atau kemarahan yang berlebihan terkait dengan kematian

4. Tidak nyaman untuk pindah dalam hal ini orang yang kehilangan orang

yang dicintai merasa tidak nyaman untuk melanjutkan hidup mereka.

5. Mati rasa

6. Merasa hidup ini kosong

7. Masa depan terasa akan suram

8. Gelisah

Kriteria C : Gejala gangguan di atas menyebabkan disfungsi yang ditandai

dengan persisten dalam sosial, pekerjaan atau yang lainnya.

Kriteria D : Gangguan gejala di atas harus berlangsung setidaknya enam bulan

Penjelasan di atas merupakan pemaparan tentang gejala yang muncul pada

kedukaan yang rumit dan kedukaan yang rumit dipicu oleh beberapa faktor

diantaranya sebagai berikut :

1) Hubungan dengan almarhum

Semakin dekat hubungan individu dengan almarhum, semakin besar pula

kemungkinan individu tersebut akan mengalami kedukaan yang rumit. Pasangan

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

--

www.lib.umtas.ac.id

Page 9: BAB II KONSELING EGO STATE DALAM MEREDUKSI KEDUKAAN …

18

mungkin sangat saling tergantung satu sama lain dan berbagi hubungan yang erat

dan memiliki komitmen seumur hidup, orang tua tunggal dalam hal ini adalah janda

yang mempunyai anak kecil mungkin menghadapi stress tambahan yang dapat

menyebabkan depresi dan peningkatan tekanan psikologis, karena (Yopp, Park,

Edwards, Deal & Rosenstein, 2015), kemudian orang dewasa yang lebih tua dapat

mengalami banyak kehilangan dalam waktu yang singkat yang dapat memperparah

kedukaan dan menunda pemulihan (Newson et al.,2011)

2) Ciri-ciri kepribadian dan gaya koping

Kepribadian memainkan peran kunci dalam bagaimana seseorang berduka,

menginternalisasi kedukaan dan mengintegrasikan pemahaman dan makna tentang

kehilangan orang yang dicintai (Piper, Ogrodniczuk, Joyce, & Weideman, 2011).

Proses penyesuaian psikologis seseorang dikombinasikan dengan gaya kelekatan

dan kemampuan koping dapat membantu menentukan apakah individu beresiko

lebih tinggi atau rendah mengalami kedukaan yang rumit.

3) Komorbiditas dan diferensiasi psikiatri

Seperti halnya gangguan kesehatan mental, komorbiditas umum dijumpai

pada individu yang menderita kedukaan yang rumit. Kedukaan yang rumit memiliki

gejala yang tumpang tindih dengan gangguan kecemasan terutama PTSD dan

gangguan panik (Simon, Shear, et al., 2007).

4) Secara karakteristik, individu yang mengalami kedukaan yang rumit

mengalami kesulitan menerima kematian, dan pemisahan yang intens dan tekanan

traumatis dapat bertahan lebih dari enam bulan (Neimeyer,et.al, 2002:244). Maka

dapat ditarik kesimpulkan bahwa kedukaan rumit dapat terlihst dari kriteria-kriteria

yang telah disebutkan pada penjelasan di atas dan kedukaan rumit dapat dipicu oleh

beberapa factor diantaranya hubungan individu dengan orang yang meninggal, ciri-

ciri kepribadian dan gaya koping individu yang ditinggalkan kemudian

Komorbiditas dan diferensiasi psikiatri.

Individu yang mengalami kedukaan yang rumit namun hal ini terus

berkelanjutan hingga jangka waktu 6-12 bulan maka individu tersebut mengalami

gangguan kedukaan yang berkepanjangan (prolonged grief disorder). Prigerson

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

--

www.lib.umtas.ac.id

Page 10: BAB II KONSELING EGO STATE DALAM MEREDUKSI KEDUKAAN …

19

dkk (2009) mengemukaan kriteria untuk gangguan kedukaan yang berkepanjangan

adalah sebagai berikut :

Tabel 2.3

Kriteria Untuk Gangguan Kedukaan Berkepanjangan

Katagori Definisi

A Kejadian : Kehilangan seseorang yang dicintai/berarti dalam kehidupan

B Kecemasan perpisahan : individu yang berduka mengalami kerinduan

mendalam (seperti : mengharapkan, mengalami keresahan, atau

kerinduan terhadap almarhum; penderitaan fisik dan emosional akibat

keinginan untuk bertemu dengan almarhum, namun tidak terpenuhi,

setiap hari atau sampai tingkat yang tidak dapat dikendalikan.

C Gejala kognitif, emosional dan perilaku : Individu yang berduka harus

mengalami lima (atau lebih) gejala berikut dalam keseharian, atau

sampai tingkat yang tidak dapat dikendalikan:

1. Kebingungan akan peran diri dalam kehidupan atau kehilangan arti

diri (semisal, merasa bahwa sebagian diri telah ikut mati),

2. Kesulitan dalam menerima kehilangan

3. Penghindaran terhadap kenyataan akan kehilangan yang terjadi

4. Tidak dapat mempercayai orang lain sejak kehilangan

5. Kebencian atau kemarahan yang berhubungan dengan kehilangan,

6. Kesulitan untuk bangkit dalam kehidupan (semisal, mencari teman

baru, mengembangkan minat)

7. Mati rasa (kehilangan emosi) sejak kehilangan

8. Merasa kehidupan tidak lengkap, kosong, atau tidak berarti sejak

kehilangan terjadi

9. Merasa tidak percaya, menjadi linglung atau kaget dengan

kehilangan.

D Waktu : Diagnosis belum dapat diberikan sampai setidaknya enam

bulan setelah kematian terjadi.

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

--

www.lib.umtas.ac.id

Page 11: BAB II KONSELING EGO STATE DALAM MEREDUKSI KEDUKAAN …

20

E Penurunan : Gangguan menyebabkan penurunan secara signifikan

dalam sosial, pekerjaan, atau area fungsi penting lainnya (semisal,

tanggung jawab sehari-hari).

F Hubungan dengan gangguan mental lain : Gangguan sebaiknya tidak

dihubungkan dengan gangguan depresi, gangguan kecemasan

menyeluruh, atau gangguan stress pasca-trauma.

B. Kedukaan Pada Remaja

Kata remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to grow

atau to grow maturity yang artinya tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah

adolescence seperti yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti yang lebih luas,

mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2002:206)

Remaja adalah mereka yang mengalami masa transisi (peralihan) dari masa

kanak-kanak menuju masa dewasa, yaitu antara usia 12-13 tahun hingga usia 20-

an, perubahan yang terjadi cukup drastis pada semua aspek perkembangannya yaitu

meliputi perkembangan fisik, kognitif, kepribadian dan sosial (Gunarsa, 2006:196).

Jadi remaja merupakan individu dalam masa peralihan dari masa kanak-

kanak menuju masa dewasa yang mengalami perubahan dan perkembangan dalam

berbagai aspek diantaranya dalam aspek kognitif, kematangan sosial serta

kepribadian.

Berdasarkan paparan dari Papalia, et.,al (2008:534) dalam masyarakat

industrial modern, perjalanan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa ditandai oleh

periode transasional panjang yang dikenal dengan masa remaja. Masa remaja secara

umum dimulai dengan pubertas, proses yang mengarah kepada kematangan

seksual, fertilitas. Masa remaja dimulai pada usia 11 atau 12 sampai masa remaja

akhir atau awal usia dua puluhan, dan masa tersebut membawa perubahan besar

saling bertautan dalam semua ranah perkembangan.

Ada beberapa definisi untuk tahap kehidupan ini. Ini sering disebut sebagai

waktu turbulensi, badai, perubahan hormon, dan fluktuasi emosi. Ini bisa benar,

tetapi itu juga merupakan periode transisi perkembangan fisik, sosial, emosional,

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

--

www.lib.umtas.ac.id

Page 12: BAB II KONSELING EGO STATE DALAM MEREDUKSI KEDUKAAN …

21

dan kognitif yang melibatkan perubahan, tumbuh, dan belajar tentang diri sendiri

dalam kaitannya dengan orang lain juga seperti dengan lingkungan.

Pada usia remaja, kematian orang tua memiliki dampak yang mengejutkan

namun unik pada remaja. Hal ini karena dilihat dari segi perkembangan remaja

normatif dan utama yaitu pemisahan dan individuasi dari orang tua. Pengalaman

remaja dari kematian orang tua menciptakan pemisahan yang lengkap, final, dan

ireversibel, yang mungkin sering tak terduga dan tiba-tiba (Hooyman & Kramer,

2006). Hal ini mengganggu persepsi dan keterampilan mereka yang masih

berkembang dalam hubungan interpersonal, yang dapat mengakibatkan

peningkatan isolasi dan dukungan menurun pada saat hubungan dengan teman

sebaya, orang tua, dan guru. Perlu diingat bahwa penyesuaian, kesejahteraan, dan

pengembangan identitas itu sangat penting.

Remaja yang mengalami kematian orang tua memiliki respon kedukaan

yang ditandai dengan perasaan bersalah. Walaupun mereka yang dalam usia ini

sudah lebih memahami tentang kenyataan dan efek dari kematian, namun perasaan

bersalah akan perilaku dan perkataan yang sudah dilakukan kepada orang dewasa

akan mempengaruhi mereka. Selain itu respon kedukaan remaja akan

termanifestasikan melalui performansi yang buruk di sekolah. Keadaan lain yang

mungkin terjadi adalah mereka akan terlalu asik dengan pikiran sendiri, merasa

orang lain tidak memahami, dan perubahan mood sebagai efek reaksi kedukaan. Isu

kemandirian dan identitas diri juga akan menjadi bagian dari reaksi kedukaan

(Papalia, Old & Feldman, 2008; Nader & Salloum, 2011).

Respon kedukaan yang muncul pada remaja sangat bervariasi, namun

Malone (2016:16) menggambarkan respon kedukaan pada remaja adalah sebagai

berikut :

a. Respon fisik

Respon fisik ini diantaranya sakit kepala, gangguan tidur, nyeri dan

ketegangan otot, sakit perut, sulit makan, nyeri sendi, lebih sering sakit, benjolan

di tenggorokan, sesak di dada, lengan dan kaki terasa sakit dan berat, kelemahan

otot, mulut terasa kering, kekurangan energi serta gangguan makan.

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

--

www.lib.umtas.ac.id

Page 13: BAB II KONSELING EGO STATE DALAM MEREDUKSI KEDUKAAN …

22

b. Respon sosial

Respon sosial diantaranya merasa berbeda dari teman sebaya, muncul

persepsi bahwa teman sebaya yang tidak toleran terhadap kesedihan mereka, isolasi

sosial, terisolasi dari keluarga, perilaku pengambilan resiko, peningkatan

kedewasaan, pengalaman komentar tidak baik dari teman sebaya, menghindari

pengingat, anti sosial, penarikan dari aktivitas normal, perubahan dalam lingkungan

teman sebaya, perilaku merusak diri sendiri.

c. Respon emosi

Respon emosi diantaranya linglung, mati rasa, syok, takut, frustasi, depresi,

sendirian, cemas, merasa bersalah, merasa tidak nyaman saat bahagia, sedih,

rongseng, rentan, marah, agresif.

d. Respon kognitif

Respon kognitif diantaranya penurunan kinerja sekolah, berhalusinasi,

keasikan, memikirkan kematiannya sendiri, merasa kehadiran almarhum, realisasi

keabadian kematian, tidak percaya, bingung, susah berkonsentrasi, pikiran yang

mengganggu, harga diri rendah, masalah memori.

Sebuah studi dari Haris (Malone, 2016) menerangkan setelah setahun, 11

remaja berusia 13 hingga 18 tahun yang mengalami kematian orang tua, Harris

mencatat tingkat gangguan tidur yang tinggi, konsentrasi buruk, dan penurunan

kinerja sekolah. Beberapa remaja ini juga berjuang dengan depresi, penyalahgunaan

alkohol, bolos sekolah, kenakalan, dan kegagalan sekolah.

Apabila seseorang kehilangan keluarganya semasa remaja, dirinya akan

merasa kesepian, merasa tidak ada yang membimbingnya dan juga pengarahan

yang sangat diperlukan oleh remaja tersebut, dan situasi tersebut dapat

menyebabkan perilaku negatif pada remaja berdampak buruk bagi kehidupannya,

seperti gangguan obat-obatan terlarang, pecandu alkohol dan pergaulan bebas, itu

semua perwujudan dari kedukaan yang dialami, karena di usia yang rentan, remaja

membutuhkan kasih sayang yang lebih dan bimbingan yang terarah untuk menuju

kehidupan yang lebih baik (Papalia, 2008: 957).

Selain respon yang dimunculkan oleh remaja akibat mengalami kedukaan

karena kematian orang tua, Malone (2016) menyebutkan terdapat pula berbagai

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

--

www.lib.umtas.ac.id

Page 14: BAB II KONSELING EGO STATE DALAM MEREDUKSI KEDUKAAN …

23

dampak yang dapat ditimbulkan akibat kedukaan karena kematian orang tua,

diantaranya adalah :

a. Dampak pada aspek kognitif

Kedukaan yang dialami oleh remaja dapat menimbulkan dampak pada aspek

kognitif yaitu mengalami penurunan dalam hal konsentrasi, masalah dalam hal

memori, nilai akademik menurun.

b. Dampak pada aspek fisik

Kedukaan yang dialami oleh remaja dapat menimbulkan dampak pada aspek

fisik diantaranya bisa mengidap insomnia, mengalami masalah dalam nafsu

makan.

c. Dampak pada aspek sosial

Dampak yang timbul dari kondisi kedukaan yang dialami oleh remaja

diantaranya adalah kompetensi yang lebih rendah dalam hubungan teman

sebaya dan pekerjaan.

d. Dampak pada aspek emosi

Perubahan mood secara cepat misalnya satu menit mereka bahagia dan menit

berikutnya mereka merasa tertekan. Pada tingkat tertentu perubahan suasana

hati ini disebabkan oleh peningkatan hormone dan perkembangan otak dan

tubuh mereka, tetapi emosi ekstrem kesedihan dapat memiliki efek mood swing

pada remaja.

C. Konseling Ego State

Ego state merupakan kesadaran kita akan "aku" di dalam diri. Kita masing-

masing mengalami ego kita dari keadaan spesial kita sendiri yang telah terbentuk

melalui pengalaman kita dan pikiran tentang apa yang anda rasakan sekarang . Kita

memiliki lebih dari satu keadaan ego yang terdiri dari keluarga atau bagian-bagian

dari ego state.

1. Konsep Teori

Emerson (2014:11) mengemukakan bahwa konseling ini adalah terapi

psikodinamik yang didasarkan pada asumsi bahwa kepribadian terdiri dari bagian-

bagiannya dan disebut Resources. Kita masing-masing memiliki banyak

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

--

www.lib.umtas.ac.id

Page 15: BAB II KONSELING EGO STATE DALAM MEREDUKSI KEDUKAAN …

24

Resources/sumber. Resource atau sumber daya adalah bagian dari kepribadian yang

dibentuk secara berulang-ulang untuk menjadi kemampuan koping. Ini adalah

bagian fisiologis dari sistem syaraf yang diciptakan oleh axon dan dendrite dan

pemecahan sinaptik yang terlatih.

Emmerson juga kemudian memunculkan lima asumsi bahwa :

a. Kepribadian terdiri dari bagian-bagian/ part

b. Klien bereaksi berbeda dari bagian kepribadian yang berbeda

c. Part dapat menjadi sehat atau patologis

d. Part patologis dapat dibawa kembali ke keadaan normal

e. Part patologis bisa berupa:

1) Vaded (part ini menggenggam emosi yang tidak diinginkan)

Vaded terdiri dari vaded with fear (ketakutan), vaded with rejection

(penolakan), vaded with confusion (kebingungan) dan vaded disappointment

(kekecewaan).

2) Retro (part ini melakukan prilaku yang tidak diinginkan)

Retro terbagi menjadi dua yaitu retro original dan retro avoiding

(penghindaran)

3) Conflicted (part ini adalah part dimana saling bertentangan satu sama lain)

4) Dissonant (part ini adalah part yang sadar/conscious di waktu yang salah)

Resource state adalah bagian dari kepribadian. Dengan kata lain resource

state hanyalah bagian kepribadian yang telah berkembang untuk dapat tampil.

Menurut Emmerson (2014:13), state seseorang biasanya sekitar lima hingga lima

belas state yang digunakan setiap minggu. State ini bisa berubah berubah cepat

sekali antara part satu sedang muncul (executive) dan bisa berubah ke part yang

lain. Part cenderung berkomunikasi dengan baik dan berbagi kenangan dengan

mudah.

Selanjutnya terdapat lima kondisi (State) dan fungsi Resource State yang

dibagi berdasarkan fungsinya, yaitu:

a. Normal state

Emmerson (2014:17) mengemukakan bahwa normal state adalah kondisi

resource state yang diinginkan oleh semua orang. Inilah kondisi yang tidak

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

--

www.lib.umtas.ac.id

Page 16: BAB II KONSELING EGO STATE DALAM MEREDUKSI KEDUKAAN …

25

patologis. Resource dalam kondisi normal disukai dan dihargai oleh state bagian

internal lainnya, dan beroperasi secara eksternal dengan cara yang kita hargai.

Seseorang dengan semua keadaan dalam kondisi normal diketahui secara sehat

psikologis.

Terdapat empat kondisi patologis umum, dan delapan kondisi patologis

yang spesifik. Tujuan dari konseling ego state adalah untuk memindahkan Resource

States dari kondisi patologis ke kondisi normal, Emmerson (2014:17).

Fungsi dari normal conditioning adalah berperan positif. Dan tujuan terapi

resource state ini adalah untuk membantu semua state berfungsi menjadi normal

kembali (Arief, 2014:21).

b. Vaded state

Resource states dalam kondisi vaded berada dalam kondisi normal sebelum

menjadi vaded selama sensitisasi awal (Mackey, 2009; Opperman, 2007; de Graaf,

& van der Molen, 1996; Ritzman, 1992; Boswell, 1987). State ini mungkin telah

dipalsukan dengan ketakutan, penolakan, kekecewaan, atau kebingungan, State ini

dapat menjadi masalah bagi klien dengan salah satu dari dua cara berikut,

Emmerson (2014: 17) menyatakan vaded state ada dua yaitu:

Vaded Conscious: State ini masuk kedalam conscious/ sadar dan menunjukkan

emosi mereka yang belum terselesaikan dalam bentuk kecemasan, panik, Penarikan

diri

Vaded Avoided: State ini masuk atau mendekati yang conscious dan kemudian

segera diusir dari conscious oleh retro avoiding state. Status avoided vaded adalah

penyebab utama kecanduan psikologis, OCD, dan gangguan makan.

Arief (2014) mengemukakan vaded resource state adalah state yang

mengganggu seseorang, yang membuat orang tersebut sering melakukan tindakan

yang tidak ingin dia lakukan dan terbagi menjadi:

1) Vaded Fear (takut): tercipta karena perasaan takut atau khawatir. Gangguan yang

ditimbulkan adalah sleep teror dan nightmares, specific phobia, panic attack,

DID, addiction, workaholism. Emmerson (2014:19).

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

--

www.lib.umtas.ac.id

Page 17: BAB II KONSELING EGO STATE DALAM MEREDUKSI KEDUKAAN …

26

Tabel 2.4

Kondisi Patologis Resource Vaded With Fear

The resource vaded with fear The normal state

Sebuah resource vaded dengan

ketakutan merasa ada sesuatu yang

memiliki kekuatan lebih dari yang

bisa menyakitinya. Ini mencegah klien

untuk hidup bebas.

Normal state menikmati berada

dalam sadar. Mereka fokus pada

apa yang ada di sekitar mereka,

bukan pada perasaan negatif

2) Vaded Rejection (penolakan): terjadi karena merasa ditolak oleh lingkungan atau

perasaan tidak layak, tidak dicintai, dan tidak diterima. Gangguan yang

ditimbulkan adalah social phobia and business phobia, narcissism, anorexia

nervosa, bulimia nervosa, anti social, feeling unlovable, compulsive shopping,

over competitiveness. Emmerson (2014:20).

Tabel 2.5

Kondisi Patologis Resource Vaded With Rejection

The resource vaded with rejection The normal state

Sebuah resource vaded with rejection

merasa tidak dapat dicintai, atau tidak

cukup baik. Hal ini dapat mencegah

agar klien tidak terlibat, dan dapat

menyebabkan klien mempertanyakan

nilai pribadi.

Normal state memiliki perasaan

positif tentang diri mereka sendiri.

mereka menikmati waktu yang

mereka miliki di conscious/sadar

dan merasa memiliki sesuatu untuk

ditawarkan.

3) Vaded Confusion (bingung): adalah orang yang selalu berpikir terus menerus

bahkan otaknya tidak bisa tenang. Selalu berpikir terus menerus dan

mengganggu otaknya. Energinya rendah sehingga dia memilih untuk tidak

menikmati kehidupan. Gangguan yang ditimbulkan adalah pikiran yang ruwet,

bengong karena kondisi tertentu seperti kematian, rasa bersalah atau malu,

kegelisahan, dan kebingungan yang dalam berkaitan dengan hubungan.

Emmerson (2014:23)

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

--

www.lib.umtas.ac.id

Page 18: BAB II KONSELING EGO STATE DALAM MEREDUKSI KEDUKAAN …

27

Tabel 2.6

Kondisi Patologis Resource Vaded With Confusion

The resource vaded with confusion The normal state

Sebuah resource vaded with confusion

tidak bisa membiarkan sesuatu

berjalan. Ada ruminasi tentang

kebingungan, kesalahan, rasa bersalah

atau rasa malu. Seringkali ada ketidak

mampuan untuk tidur.

Normal state bisa membiarkan

masa lalu berlalu. Mereka memiliki

kemampuan untuk mengalami saat

ini. Mereka memiliki ketenangan

dan pandangan ke depan.

4) Vaded Disappointment (kecewa): state ini begitu kecewa terhadap kondisi yang

dialami, sehingga secara tidak langsung membuat menghalangi state lain untuk

muncul atau membuat menjadi hidup positif. Gangguan yang muncul adalah

depresi, menyalahkan kondisi hubungan, perasaan kehilangan.Emmerson

(2014:22)

Tabel 2.7

Kondisi Patologis Resource Vaded With Disappointment

The resource vaded with

disappointment

The normal state

Sebuah resource vaded with

disappointment merasa energi

rendah, kesal, dan tidak mau bagian

lain dari kepribadian menjadi

bahagia.

Normal state menikmati saat mereka

berada di luar dan mereka bersyukur

atas state lain yang dapat membantu

dalam berbagai cara. Mereka

merayakan kebahagiaan state lain.

c. Retro State

Gordon Emmerson (2014:23) mengartikan retro state sebagai sebuah state yang

melakukan aktivitas yang tidak dihargai oleh bagian kepribadian lainnya. Resource

State yang mengembangkan keterampilan mengatasi permasalahan dan nantinya

tidak disukai oleh bagian kepribadian lainnya. Sebuah Resource State hanya

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

--

www.lib.umtas.ac.id

Page 19: BAB II KONSELING EGO STATE DALAM MEREDUKSI KEDUKAAN …

28

menjadi retro ketika perilakunya menjadi tidak disukai oleh bagian kepribadian

lainnya.

Arief (2014: 23) mengemukakan bahwa retro resource state muncul saat di masa

dulu kala yang bertentangan dengan state yang lain bahkan kadang bertentangan

dengan kepentingan dan keuntungan orang tersebut. Retro terdiri atas dua hal yaitu:

1) Retro original state: state yang dimulai dari masa kecil dan terlatih terus menerus

atau muncul terus menerus tetapi resource state ini tidak disukai oleh part

lainnya. Gangguan yang muncul adalah anti sosial, menyerah, kekerasan,

personality disorder, dan passive aggresive behaviour. Emmerson (2014:24)

Tabel 2.8

Kondisi Patologis Retro Original Resource States

Retro original resource states The normal state

Retro original resource states merasa mereka

memiliki peran penting dalam bermain.

Mereka melakukan apa yang mereka ketahui,

dan mereka benar-benar tidak peduli jika state

lain tidak menyukai apa yang mereka lakukan.

Normal state melaksanakan

perilaku yang mereka rasa

penting dan state lain juga

menghargai.

2) Retro avoiding state (menghindar): perilaku yang tercipta di masa dewasa

bersamaan dengan vaded fear (rasa takut) atau dengan rejection (penolakan) dan

ini menjadi sebuah kebiasaan buruk yang tidak bisa dihentikan dan menjadi

perilaku yang mengganggu. Gangguan yang muncul adalah addiction, OCD, self

harming, obsessive behaviour, drug taking, rage, eating disorder.

Emmerson (2014:26).

Tabel 2.9

Kondisi Patologis Retro Avoiding Resource States

Retro avoiding resource states The normal state

Retro avoiding state merasa

memiliki peran penting dalam

bermain. Mereka senang melakukan

Normal states melakukan perilaku

yang mereka rasa penting dan state

lain juga menghargai. Mereka

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

--

www.lib.umtas.ac.id

Page 20: BAB II KONSELING EGO STATE DALAM MEREDUKSI KEDUKAAN …

29

apa yang tidak disukai state lain jika

hal itu menghemat kepribadian

karena memiliki perasaan negatif.

berdamai dengan states lain, dan

akan merubah perilaku mereka untuk

mewujudkannya sesuai dengan nilai-

nilai bagian kepribadian lainnya.

d. Conflict State

Menurut Arief (2014: 24) conflict resource state adalah beberapa state yang

saling berkonflik dan kadang menjadi masalah buat orang tersebut. State ini terjadi

karena konflik kepentingan di dalam diri. Seperti hati nurani saling tidak setuju satu

sama lain. Pada dasarnya conflict resource state mempunyai maksud positif tetapi

kadang mereka bertengkar atau berbeda pendapat secara internal. Gangguan yang

dihadapi antara lain menunda-nunda pekerjaan, gangguan tidur, chronic fatigue,

gangguan pikiran. Emmerson (2014:27)

Tabel 2.10

Kondisi Patologis Conflicted Resource States

Conflicted resource states The normal state

Conflicted resource states tidak

mengerti pentingnya state lain.

Mereka bertarung untuk menjadi

sadar, atau bertarung untuk

memenangkan sebuah keputusan.

Normal states menghormati state lain dan

mempertimbangkan apa yang harus

mereka katakan. Mereka bekerja dengan

cara berkompromi dengan waktu sehingga

semua state mendapatkan waktu yang

mereka butuhkan.

e. Dissonant State

Arief (2014:25) mengemukakan dissonant merupakan sebuah state yang salah

muncul. State ini tidak menyukai bahwa dia harus muncul kepermukaan, dan dia

merasa bukan tugasnya. Dia sangat suka untuk digantikan dengan bagian lainnya.

Seperti ketika mau presentasi depan umum tiba-tiba menjadi tidak pede, atau saat

mau menulis tiba-tiba menjadi malas. Gangguan yang dihadapi antara lain frustasi,

tidak mempunyai kemampuan menunjukan diri, mental yang menghalangi untuk

menulis, buruk dalam berolahraga. Emmerson (2014:28)

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

--

www.lib.umtas.ac.id

Page 21: BAB II KONSELING EGO STATE DALAM MEREDUKSI KEDUKAAN …

30

Tabel 2.11

Kondisi Patologis Dissonant Resource States

Dissonant resource states The normal state

Dissonant resource states tidak

merasa nyaman saat sadar. Mereka

tidak menyukai apa yang harus

mereka lakukan saat berada di

sadar, dan frustasi dengan

kemampuan mereka.

Normal states menikmati waktu mereka

keluar. Saat sadar, mereka merasakan

bagian kepribadian mereka adalah yang

terbaik untuk saat itu. Mereka mungkin

ingin memperbaiki, tapi mereka merasa

bisa melakukan itu.

2. Tujuan Konseling Ego State

Secara umum Emmerson (Arif, 2014:14) menerangkan beberapa tujuan

konseling ego state terdiri atas:

a. Untuk mengalokasikan state dimana adanya kesakitan, trauma, kemarahan,

atau frustasi dan memfasilitasi ekspresi, melepaskan emosi negatif,

memberikan rasa nyaman, dan memberdayakan diri.

b. Untuk memfasilitasi fungsi komunikasi diantara diantara state

c. Untuk menolong klien mengenal state mereka dengan tujuan untuk digunakan

sebagai keuntungan untuk klien kita

d. Mengatasi konflik dalam diri

D. Prosedur Pelaksanaan Konseling Ego State

Pelaksanaan konseling ego state pada dasarnya memiliki 12 protokol yang

terdiri dari :

1. Tahap 1 : Diagnosis sumber daya yang bermasalah (Diagnosis Of Resource

Pathology

Tujuan dari aktivitas ini adalah untuk mengklasifikasikan isu yang muncul.

2. Tahap 2 : Memastikan kondisi secara spesifik (Vivify spesifik)

Adalah salah satu tahapan yang paling sering digunakan dalam yang

memastikan bahwa keadaan yang tepat digunakan ketika pemberian intervensi.

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

--

www.lib.umtas.ac.id

Page 22: BAB II KONSELING EGO STATE DALAM MEREDUKSI KEDUKAAN …

31

Klien harus menggambarkan satu kejadian spesifik, bila konseli mampu

menggambarkan satu kejadian spesifik ketika dalam keadaan sadar.

3. Tahap 3 : Menemukan akar permasalahan (Bridging action)

Merupakan proses mencari akar permasalahan dari isu yang muncul dalam

sesi konseling.

4. Tahap 4 : Ekspresi (Expresion)

Merupakan proses mengekspresikan permasalahan yang terpendam dan

diungkapkan oleh bagian diri yang terluka atau bermasalah.

5. Tahap 5 : Berbicara kepada introjek (Introject speak)

Cara melakukannya adalah kita meminta konseli seakan-akan menjadi diri

introject, dan introject itu bisa berfungsi untuk membantu mendamaikan jadi

mereka sendiri yang mengetahui isi pikiran introject yang positif atau menjadi

introject yang selama ini menjadi masalah dengan konseli kita.

6. Tahap 6 : Pelepasan (Removal)

Setelah diekspresikan perasaan bagian diri yang terluka atau bermasalah

maka introjectnya harus kita removal (dilepaskan). Ada 2 proses yang dapat

dianjurkan oleh konselor, yaitu:

a. Bila itu adalah orang lain atau sesuatu, cara melepaskannya kita tanyakan pada

klien, “apakah mau ditendang atau ditiup? Atau mungkin mau diambil pakai

tangan lalu dibuang?” (Arif, 2014: 119)

b. Bila itu orang tua kita dapat menggunakan teknik forgiveness atau teknik

memaafkan dengan cara ego state therapy.

7. Tahap 7 : Bantuan (Relief)

Cara melakukan bantuan (relief ) adalah dengan memanggil ego state lain yang

lebih dewasa (mature) atau lebih mau mengasuh (nurturing) kepada resource state

yang bermasalah. Jika resource state yang dewasa tidak muncul sama sekali, maka

kita dapat memanggil inner strength. Setelah selesai, resource state vaded yang

sudah menjadi lebih positif tersebut diganti namanya.

8. Tahap 8 : Menemukan sumber daya (Find Resource)

Temukan sumber daya yang digunakan untuk menemukan sumber daya

terbaik yang dimiliki konseli untuk waktu atau aktivitas.

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

--

www.lib.umtas.ac.id

Page 23: BAB II KONSELING EGO STATE DALAM MEREDUKSI KEDUKAAN …

32

9. Tahap 9 : Bertukar peran dengan introject (Changing Chairs introject action)

Aktivitas ini membantu sumber daya untuk mendapatkan pemahaman yang

lebih baik mengenai dinamika yang ada di antara mereka dan orang lain. Dengan

mengalami duduk di kursi orang lain dan kembali ke kursi mereka sendiri, konseli

dapat memiliki pengalaman katarsis yang dapat membantu mereka mengatasi

kebingungan, rasa bersalah, atau kesalahan.

10. Tahap 10 : Negosiasi antar sumber daya (Retro state negotiation)

Retro state yang melakukan perilaku yang tidak disukai state lain difasilitasi

untuk bisa berdamai dengan bagian diri yang lain sehingga mampu berubah menjadi

bagian baru yang lebih berperan positif untuk membantu konseli mencapai

tujuannya

11. Tahap 11 : Negosiasi bagian diri yang berkonflik (Conflicted state

negotiation)

Dua bagian diri dapat tidak setuju untuk mana yang akan keluar . Ada sepuluh

langkah untuk negosiasi konflik.

a. Mulailah dengan dua kursi saling berhadapan, bersama konseli di salah satu dari

dua kursi.

b. Gunakan tindakan khusus vivify untuk memastikan bahwa salah satu state dalam

konflik berada dalam sadar(conscious)

c. Gunakan nama Resource State yang diterima dari Vivify specific the Action, dan

tanyakan bagaimana rasanya tentang keadaan yang berada dalam konflik.

d. tunjukkan pengertian atas perasaannya, tapi buatlah sebuah kasus untuk itu

seberapa penting dan berguna negara lain.

e. Minta konseli untuk berdiri dan berganti kursi lalu berbicara langsung dengan

negara yang berkonflik lainnya, pastikan Anda mendapatkan sebuah nama

darinya untuk dirinya sendiri

f. Sebut nama dan tanyakan bagaimana rasanya tentang keadaan lain yang telah

terjadi konfliknya. Dengan di kursi yang lain. Buat catatan yang merinci apa

yang tertulis di dalamnya.

g. menunjukkan pemahaman untuk perasaan mereka, tapi membuat kasus itu mana

yang penting dan berguna bagi bagian diri (state) lainnya .

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

--

www.lib.umtas.ac.id

Page 24: BAB II KONSELING EGO STATE DALAM MEREDUKSI KEDUKAAN …

33

h. terus membuat kasus sampai state berkonflik mulai memahami utilitas state

lainnya. Ketika itu, menimbulkan kompromi dimana kedua state mungkin

dihargai dan mendapatkan sesuatu yang dinginkan masing-masingnya.

Sekali lagi, konseli beralih kursi dan memastikan bahwa state lainnya mampu

menjawab dengan cara yang sama, mengatakan bagaimana memahami pentingnya

dan bagaimana mereka kerja sama dengan itu di masa depan dengan rencana

tertentu pada bagian kompromi.

Tampilkan penghargaan untuk kedua state yang bekerja sama dan

menyarankan bahwa di masa depan sebagai perubahan keadaan mereka akan dapat

terus bekerja sama dan kompromi.

Ketika sumber daya menyatakan tidak setuju atas keputusan utama, hal itu

sering mencerahkan, baik untuk terapis maupun konseli, untuk merenungkan suara

setiap negara saat menyampaikan pendapatnya.

12. Tahap 12 : Pengecekan atau pemeriksaan citra (imagery check)

Aksi ini adalah cara terbaik untuk memeriksa keefektifan intervensi

konseling,dan untuk memungkinkan konseli mendapatkan latihan, dan untuk

mendapatkan keyakinan bahwa intervensi tersebut telah efektif.

E. Teknik dan Prosedur Konseling Ego State Untuk Mereduksi Kedukaan

Dilihat dari karakter dan kondisi patologi yang telah dipaparkan dalam

konsep ego state, kondisi kedukaan termasuk pada vaded with confusion. Untuk

mengubah vaded with confusion ke kondisi normal menurut Emmerson (2014:272)

proses penanganannya hanya terdiri dari empat proses yaitu :

1. Action 1 : Diagnosis of Resource Pathology

Pada tahap ini kita mendiagnosis tentang isu yang muncul

2. Action 2 : Vivivy Specific

Adalah tindakan yang memastikan bahwa keadaan yang tepat untuk digunakan

dalam terapeutik. Klien harus menggambarkan satu kejadian spesifik ketika

dalam keadaan sadar.

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

--

www.lib.umtas.ac.id

Page 25: BAB II KONSELING EGO STATE DALAM MEREDUKSI KEDUKAAN …

34

3. Action 3 : Changing Chairs introject Action

Tahapan ini konseli diminta untuk menjadi introject dan menjadi dirinya

secara bergantian, hal ini dimaksudkan agar konseli mampu melihat pandangan dari

dua sisi. Tindakan ini mirip seperti teknik empty chair pada konseling Gestalt

4. Action 4 : Imagery Check

Adalah cara terbaik untuk memeriksa keefektifan intervensi.

Kondisi kedukaan pun termasuk dalam vaded with dissapontment maka untuk

mengubah vaded with dissapontment ke kondisi normal, menurut Emmerson (2014:

247) proses penanganannya terdiri dari :

1. Action 8 : Find resource

Menemukan sumber daya yang yang terbaik yang dimiliki konseli untuk waktu

dan aktivitas.

2. Action 8 : Find resource

Menemukan sumber daya yang yang terbaik yang dimiliki konseli untuk waktu

dan aktivitas.

3. Action 10 : Retro state negotiation

Adalah negosiasi antar bagian diri konseli, dimana ada sebuah bagian yang tidak

disukai bagian yang lain sehingga dilakukanlah negosiasi agar terjadi

kesepakatan antar bagian yang dapat membantu konseli menyelesaikan

masalahnya.

F. Penelitian yang Relevan

Terdapat beberapa penelitian tentang pemberian intervensi pada individu

yang mengalami kedukaan diantaranya :

1. Penelitian Helping a Child Cope with Loss by Using Grief Therapy dari Wong

(2013).

Penelitian yang menyebutkan bahwa penelitian ini merupakan pemberian

konseling untuk anak yang mengalami kedukaan yang mengintegrasikan terapi

kesedihan dengan penggunaan seni dan bermain dalam membantu anak-anak

mengatasi kematian dan kehilangan sehingga anak tersebut bisa menerima kondisi

kehilangan orang yang dicintainya.

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

--

www.lib.umtas.ac.id

Page 26: BAB II KONSELING EGO STATE DALAM MEREDUKSI KEDUKAAN …

35

2. Penelitian complicated grief therapy as a new treatment dari Wetherel (2012)

Dengan hasil penelitian pada sesi akhir, subjek telah membuat banyak

kemajuan. Dia tidak lagi memenuhi kriteria untuk depresi berat, PTSD, atau

kesedihan yang rumit.

3. Penelitan menulis ekspresif untuk menurunkan prolonged grief disorder pada

wanita yang kehilangan keluarga terdekat karena kematian dari Pratiwi (2018)

Dengan hasil penelitian bahwa dengan menulis dapat membantu subjek untuk

menyadari hal-hal yang berubah dalam kehidupannya, termasuk emosi dan perilaku

subjek yang menghindari lingkungan sosialnya. Kemudian subjek dapat terbantu

untuk melakukan pemahaman terhadap kejadian kematian anaknya, serta koping

yang dapat dijadikan sarana untuk mengatasi gangguannya. Hal ini serupa dengan

penelitian sebelumnya yang menjelaskan bahwa ketika menulis, inidividu yang

mengalami kedukaan akan mengalami kesadaran diri dan memberikan pengetahuan

akan kondisi dirinya sendiri. Subjek dapat menyadari jenis emosi, perilaku dan hal-

hal yang mungkin berubah setelah kejadian kematian.

4. Penelitian effects of directed written disclosure on grief and distress symptoms

among bereaved individual dari (Lichtenthal & Cruess, 2010).

Penelitian ini dilakukan terhadap 68 mahasiswa yang mengalami kedukaan

dan dibagi ke dalam empat kelompok menulis. Para partisipan mengikuti kegiatan

menulis selama 20 menit dalam tiga sesi. Hasil pemberian intervensi menulis ini

terbukti bermanfaat pada prolonged grief disorder, depresi, dan gejala pasca trauma

setelah tiga bulan pasca intervensi. Selain itu, juga terjadi peningkatan kesehatan

fisik untuk semua kelompok menulis.

G. Asumsi

Penelitian tentang keefektifan konseling ego state untuk mereduksi kedukaan

remaja ini dilandasi oleh asumsi-asumsi sebagai berikut :

1. Kedukaan merupakan reaksi kehilangan orang terdekat yang dapat

memunculkan reaksi negatif dan positif sehingga dapat mempengaruhi kualitas

kehidupan seseorang (Andriessen, 2018).

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

--

www.lib.umtas.ac.id

Page 27: BAB II KONSELING EGO STATE DALAM MEREDUKSI KEDUKAAN …

36

2. Remaja yang mengalami kedukaan membutuhkan pemberian konseling agar

dapat mengatasi krisis-krisis dalam diri mereka yang diakibatkan oleh

kedukaan, karena pada dasarnya konseling karena sesuai dengan pendapat

yang dikemukakan oleh Nurihsan (2010:8) bahwa konseling merupakan salah

satu bentuk hubungan yang bersifat membantu. Maka bantuan di sini yaitu

sebagai upaya untuk membantu orang lain agar dia mampu tumbuh ke arah

yang dipilihnya sendiri, mampu memecahkan masalah yang dihadapinya dan

mampu menghadapi krisis-krisis yang dialami dalam kehidupannya.

3. Konseling ego state dapat digunakan untuk mereduksi kedukaan (Emmerson,

2014).

H. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, maka hipotesis penelitian adalah: “Jika

terjadi penurunan skor kedukaan yang dialami oleh remaja Panti Asuhan, maka

semakin efektif konseling ego state dalam mereduksi kedukaan yang dialami

remaja Panti Asuhan”.

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2019--

--

www.lib.umtas.ac.id