Daftar Isi

149
OBYEK WISATA BUDAYA DI KOTA SURAKARTA TAHUN 2010 Skripsi Oleh : Dyas Widayati NIM K5406002 i

description

Daftar Isi

Transcript of Daftar Isi

OBYEK WISATA BUDAYA

DI KOTA SURAKARTATAHUN 2010

Skripsi

Oleh :

Dyas Widayati

NIM K5406002

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2013OBYEK WISATA BUDAYADI KOTA SURAKARTA

TAHUN 2010

Oleh :

Dyas WidayatiNIM K5406002Skripsi

Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar

Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Geografi

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2013PERSETUJUANSkripsi ini disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I

Drs. Partoso Hadi, M.SiNIP. 19520706 197603 1 007Pembimbing II

Dr. M. Gamal Rindarjono, M.Si

NIP. 19640803 199512 1 001

HALAMAN PENGESAHANSkripsi ini telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada Hari: ................................

Tanggal: ................................

Tim Penguji Skripsi :

Tanda Tangan

Ketua: Dra. Inna Prihartini, MS

...................

Sekretaris: Rahning Utomowati, S.Si, M.Sc

...................

Anggota I: Drs. Partoso Hadi, M.Si

...................

Anggota II: Dr. Moh. Gamal Rindarjono, M.Si

...................

Disahkan Oleh

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret

Dekan,

Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd

NIP. 19600727 198702 1 001ABSTRAKDyas Widayati. OBYEK WISATA BUDAYA DI KOTA SURAKARTA. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret, Maret 2013.Tujuan penelitian ini adalah: (1) Mengetahui persebaran dan pola persebaran obyek wisata budaya di Kota Surakarta. (2) Mengetahui tata letak obyek wisata budaya di Kota Surakarta.Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif spasial dengan satuan analisis subkultural. Kota Surakarta dibagi menjadi 2 wilayah kultur yaitu wilayah Kasunanan dan Mangkunegaran. Teknik pengumpulan data menggunakan studi dokumentasi, observasi lapangan dan wawancara. Penelitian ini merupakan penelitian populasi. Hal ini dikarenakan pengambilan data dilakukan pada seluruh objek dalam penelitian, dengan populasi seluruh bangunan kuno dan kawasan bersejarah yang berpotensi sebagai obyek wisata budaya. Teknik analisis data yang digunakan adalah pemetaan, analisis tetangga terdekat, dan studi pustaka.

Hasil penelitian yang diperoleh yaitu: (1) Obyek wisata budaya di Kota Surakarta berjumlah 16 obyek dan tersebar di 2 wilayah budaya, meliputi wilayah Kasunanan dan wilayah Mangkunegaran. Obyek wisata budaya di wilayah Kasunanan berjumlah 10 obyek, sementara obyek wisata di wilayah Mangkunegaran berjumlah 6 obyek wisata. Obyek wisata di wilayah Kasunanan membentuk pola persebaran mengelompok (cluster) dengan nilai T sebesar 0,22. Sedangkan obyek wisata di wilayah Mangkunegaran membentuk pola mendekati acak (random) dengan nilai T sebesar 0,7. (2) Tata letak obyek wisata dibedakan berdasar wilayah budaya masing-masing obyek. Berikut hasil yang diperoleh: (a) Tata kota Kasunanan menganut konsep macapat yang meletakkan Keraton Kasunanan atau pusat kekuasaan hampir selalu di sebelah selatan alun-alun utara. Sementara Masjid Agung di sebelah barat alun-alun utara. Bangunan yang dikhususkan untuk kepentingan kerabat keraton terletak di dalam Benteng Baluwarti. Sementara bangunan untuk keperluan umum terletak diluar benteng. (b) Tata letak obyek wisata peninggalan Mangkungeran hampir sama dengan Kasunanan, meski kedudukan Mangkunegaran labih rendah dari Kasunanan. Istana Mangkunegaran dan Masjid Al Wustho letaknya berdekatan. Sementara sarana umum dibangun agak jauh dari lokasi berdirinya istana agar dapat dimanfaatkan lebih mudah oleh masyarakat.ABSTRACT

Dyas Widayati. HERITAGE TOURISM IN SURAKARTA. Thesis, Surakarta: Teaching and Education Science Faculty of Sebelas Maret University, March 2013.

The objectives of this research are to know: (1) distribution and distribution pattern of heritage tourism in Surakarta, (2) disposition of heritage tourism in Surakarta.

This research uses spatial descriptive method with subculture as the unit analysis. Surakarta contained become 2 culture region. There are region Kasunanan and region Mangkunegaran. Subculture analysis define as surface space and outlined with definite culture characteristic. This is population reaserch. It because the data was collecting done for all object in research, with ancient building and historic region which has potential as the population. Analysis of the data consist of mapping, nearest-neighbour analysis, and book study.

The results of this research are: (1) There are 16 heritage tourism in Surakarta which distributed in 2 kingdom regions, consist of Kasunanan region and Mangkunegara region. There are 10 object in Kasunanan region and 6 object in Mangkunegara region. Distribution pattern of heritage tourism in Kasunanan region are created cluster pattern with T value 0,22. Meanwhile, distribution pattern of heritage tourism in Kasunanan region are created random pattern with T value 0,7. (2) Disposition of heritage tourism in Surakarta consist of 2 culture region. (a) Urban development of Kasunanan is follow macapat concept whom put keraton in the south of north alun-alun. Agung Mosque is in the west of north alun-alun. (b) Disposition of heritage tourism debris of Mangkunegaran almost same with Kasunanan, although his position lower than Kasunanan. Mangkunegaran and Al Wustho Mosque are near. Meanwhile, the location of public space is far from Mangkunegaran Palace. So, the activity in that place doesnt disturb the sacred of palace and people can use it easily. MOTTOKarena sesungguhnya sesudah ada kesulitan pasti ada kemudahan. Maka apabila kamu selesaikan (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain dan hanya kepada Tuhanmulah kamu berharap

(Q.S. Al Insyirah : 6 8)PERSEMBAHAN

Dengan segala syukur kepada Allah SWT,

karya ini kupersembahkan kepada: Bapak & Ibu tercinta Kakak-kakakku tersayang Teman-teman Geografi 06

Almamater KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbilalamin. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta hidayah Nya, sehingga skripsi yang berjudul Obyek Wisata Budaya di Kota Surakarta Tahun 2010, dapat terselesaikan untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penulisan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul dapat teratasi. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan ijin penelitian dan penyusunan skripsi.

2. Drs. Syaiful Bachri, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian untuk menyusun skripsi ini.

3. Drs. Djoko Subandriyo, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Geografi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta atas ijin yang telah diberikan.

4. Drs. Partoso Hadi, M.Si, selaku Pembimbing I atas inspirasi, motivasi, bimbingan, kesabaran, dan nasehat-nasehatnya.

5. Dr. Gamal Rindarjono, MSi, selaku Pembimbing II, atas bimbingan dan motivasinya.6. Drs. Djoko Subandriyo, M.Pd, selaku Pembimbing Akademik yang dengan sabar membimbing penulis sejak awal masa studi.

7. Seluruh dosen Program Studi Pendidikan Geografi atas ilmu dan pengalaman yang telah diberikan.

8. Pemerintah Kota Surakarta beserta jajaran instansi dibawahnya yang telah bersedia memberikan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

9. Ibu, bapak, dan kakak-kakakku atas doa, dukungan, kesabaran, dan kasih sayangnya.10. Agus Eko Raharjo atas segala perhatian dan dukungannya.11. Teman-teman Pendidikan Geografi 2006 (Diah, Ika, Kukuh, Syaban, Abidin, Agung H, Agung P, Anis, Anita, Ardhian, Ari, Arief, Uzi, Silva, Indri, Intan, Guntur, Maria, Novika, Reza, Mamat, Kuntari, Arno, Bekti, Watik, Tedi, Yenik, Yohanes, Uli, Mitra, Novi, Rohaye, Wiwis, Eki, Lilik).12. Teman-temanku di Kos Albanat atas motivasinya.13. Seluruh pihak yang telah membantu, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu saran dan kritik sangat penulis harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.Surakarta, April 2013PenulisDyas WidayatiDAFTAR ISIHALAMAN JUDUL i

HALAMAN PENGAJUAN

ii

HALAMAN PERSETUJUAN

iii

HALAMAN PENGESAHAN

iv

HALAMAN ABSTRAK .

vHALAMAN MOTTO ..

viiHALAMAN PERSEMBAHAN ..

viiiKATA PENGANTAR .

ixDAFTAR ISI

xiDAFTAR TABEL.xivDAFTAR GAMBAR

xvDAFTAR PETA ..

xviiDAFTAR LAMPIRAN ... xviiiBAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...1B. Perumusan Masalah3C. Tujuan Penelitian3D. Manfaat Penelitian.41. Manfaat Teoritis.

42. Manfaat Praktis...4BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka....51. Bangunan Kuno Bersejarah.......

52. Pelestarian Bangunan Kuno Bersejarah.....

63. Pariwisata...

84. Obyek Wisata Budaya...

9

5. Persebaran Obyek Wisata Budaya

11

6. Tanah Swapraja di Surakarta

13

7. Tata Letak Obyek Wisata Budaya di Kota Surakarta..

15

B. Penelitian yang Relevan

16C. Kerangka Berfikir.

20BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian....221. Tempat Penelitian..................

222. Waktu Penelitian....................

22B. Metode Penelitian.

23C. Sumber Data..

231. Data Primer....

232. Data Sekunder....

24D. Teknik Sampling....24E. Teknik Pengumpulan Data.241. Observasi.242. Dokumentasi...253. Studi Pustaka .

254. Wawancara.....

25F. Teknik Analisis Data.

251. Analisis Sebaran Obyek Wisata Budaya di Kota Surakarta..

262. Analisis Pola Persebaran Obyek Wisata Budaya...................

263. Analisis Tata Letak Obyek Wisata Budaya ..

27G. Prosedur Penelitian....271. Tahap Persiapan......272. Tahap Penyusunan Proposal...........273. Tahap Penyusunan Instrumen Penelitian....284. Tahap Pengumpulan Data...........285. Tahap Analisis Data............286. Tahap Penulisan Laporan............28BAB IV HASIL PENELITIANA. Deskripsi Lokasi Penelitian............291. Letak............29a. Letak Astronomis...............29b. Letak Administratif................29c. Administrasi Surakarta Kuno

31

2. Luas Daerah............333. Penduduk............334. Penggunaan Lahan......345. Perkembangan Kota Surakarta....356. Sejarah Pemerintahan Kota Surakarta.377. Bangunan Kuno di Kota Surakarta.....398. Sarana dan Prasarana Wisata..45B. Deskripsi Hasil Penelitian ..............491. Sebaran Obyek Wisata Budaya di Kota Surakarta.............492. Tata Letak Obyek Wisata Budaya di Kota Surakarta.63BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARANA. Kesimpulan 72B. Implikasi 73C. Saran ..73DAFTAR PUSTAKA ..

75LAMPIRAN

77DAFTAR TABEL

Tabel 1.Penelitian yang Relevan........19Tabel 2Waktu Penelitian..........22Tabel 3. Luas Kota Surakarta per Kecamatan tahun 2009..33Tabel 4. Jumlah Penduduk Kota Surakarta........34Tabel 5. Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kota Surakarta..

34Tabel 6. Penggunaan Lahan di Kota Surakarta tahun 2009....35Tabel 7.Daftar Bangunan Kuno dan Kawasan Bersejarah di Surakarta

yang Dilindungi Undang-Undang No 5 Tahun 1992...40Tabel 8.Fungsi dan Status Jalan Kota Surakarta45Tabel 9.Banyaknya Perusahaan Oto Bus (PO) yang Berdomisili

di Kota Surakarta Tahun 2009..46Tabel 10. Banyaknya Pelanggan dan Pemakaian Listrik

di Kota Surakarta Tahun 2009..46Tabel 11.Banyaknya Pelanggan Air Minum (PDAM)

Menurut Kategori Pelanggan di Kota Surakarta Tahun 200947Tabel 12.Banyaknya Fasilitas Kesehatan di Kota Surakarta Tahun 200947Tabel 13.Banyaknya Hotel dan Jumlah Kamar Menurut Klasifikasi

di Kota Surakarta Tahun 2007 2009..49Tabel 14. Data Obyek Wisata Budaya di Kota Surakarta 201050

Tabel 15. Jarak antar Obyek Wisata Budaya Peninggalan Kasunanan

di Kota Surakarta ....

65Tabel 16. Jarak antar Obyek Wisata Budaya Peninggalan Mangkunegaran

di Kota Surakarta .....67DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.Pola Persebaran Seragam.12

Gambar 2.Pola Persebaran Acak..12Gambar 3.Pola Persebaran Mengelompok13

Gambar 4.Tipologi Kota Kerajan Jawa16

Gambar 5.Bagan Alur Kerangka Pikir...21Gambar 6.Diagram Persentase Luas Kota Surakarta............................33Gambar 7.Grafik Penggunaan Lahan35Gambar 8.Taman Balekambang....51Gambar 9.Taman Banjarsari..52Gambar 10.Monumen Pers Nasional..52Gambar 11.Pendopo Ageng Istana Mangkunegaran..53Gambar 12.Masjid Al-Wustho..53Gambar 13.Pasar Windujenar.54Gambar 14.Masjid Laweyan..55Gambar 15.Taman Sriwedari.56Gambar 16.Museum Radya Pustaka..56Gambar 17.Dalem Wuryaningratan..57Gambar 18.Museum Batik Danar Hadi....57Gambar 19.Menara Adzan Masjid Agung58Gambar 20.Pasar Klewer...58Gambar 21.Keraton Kasunanan Surakarta....59Gambar 22.Klenteng Tien Kok Sie60Gambar 23.Pasar Gede..60Gambar 24.Taman Satwa Taru Jurug .61DAFTAR PETAPeta 1. Administrasi Kota Surakarta...........

30Peta 2.Administrasi Surakarta Kuno..32

Peta 3.Bangunan Kuno dan Kawasan Bersejarah

di Kota Surakarta Tahun 2010

44Peta 4.Obyek Wisata Budaya Kota Surakarta Tahun 2010...

62Peta 5.Jarak Terdekat Antar Obyek Wisata Budaya di Kota Surakarta Tahun 2010

64DAFTAR LAMPIRANLampiran 1.Peta Kotta Mengkoenagaran...

78

Lampiran 2.Surat Perijinan

79

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu aktivitas penduduk atau masyarakat dalam hubungannya dengan pemanfaatan lingkungan atau pemanfaatan ruang adalah aktivitas pariwisata. Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari satu tempat ke tempat lain dengan maksud bukan untuk berusaha atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan hidup guna bertamasya dan rekreasi atau memenuhi keinginan yang beraneka ragam (Yoeti, 1996: 118). Obyek wisata merupakan segala sesuatu yang mempunyai daya tarik, keunikan dan nilai yang tinggi, yang menjadi tujuan wisatawan datang ke suatu daerah tertentu.

Perbedaan kondisi geografis suatu daerah, menyebabkan berbeda pula potensi yang dimiliki. Begitu pula dalam hal pariwisata, Negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan kondisi masyarakat serta budayanya yang heterogen menjadikan setiap daerahnya memiliki potensi wisata yang berbeda. Bukan hanya keindahan alam saja yang dapat dijadikan sebagai modal utama dalam kegiatan pariwisata, akan tetapi benda-benda serta tradisi kuno yang ditinggalkan oleh para leluhur, bisa pula dilestarikan sebagai daya tarik wisata yang mampu menarik minat wisatawan.

Salah satu kota yang menonjolkan aset budaya, tradisi dan peninggalan sejarah baik berupa fisik bangunan ataupun atraksi seni sebagai daya tarik wisata adalah Kota Surakarta. Di tengah era yang serba modern, Surakarta berusaha tetap konsisten memperbaiki dan melestarikan eksistensi cagar budaya yang telah ada. Hal tersebut dilakukan agar tujuan menjadikan Surakarta sebagai tempat tujuan wisata budaya bisa tercapai.

Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS Kota Surakarta, terdapat 70 bangunan kuno bersejarah yang telah dilindungi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Bangunan kuno dengan ragam arsitekturnya yang khas merupakan modal yang sangat berharga yang bisa dimanfaatkan dalam berbagai macam hal, salah satunya untuk kegiatan pariwisata.

Keraton Kasunanan Surakarta dan Pura Mangkunegaran merupakan bangunan bersejarah yang memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan Kota Surakarta. Keduanya pernah menjadi pusat pemerintahan yang menyebabkan Surakarta memiliki dua pusat pemerintahan dan pusat perkembangan. Saat berkuasa, keduanya berhasil memunculkan berbagai macam aset budaya seperti bangunan-bangunan kuno bersejarah, serta memelihara lestarinya berbagai upacara tradisional.

Sebagai pusat kebudayaan, Kasunanan dan Mangkunegaran telah memunculkan beberapa cagar budaya yang sangat bernilai tinggi dalam perkembangan pariwisata Surakarta. Misalnya Kasunanan yang memiliki Taman Sriwedari, sementara Mangkunegaran dengan Taman Balekambang dan masih banyak lagi yang sampai saat ini masih eksis dalam berbagai kondisi. Selain itu, singgahnya bangsa asing di Surakarta, termasuk Belanda pada masa penjajahan, juga menghadirkan warna tersendiri bagi perkembangan kota. Beberapa cagar budaya memiliki gaya arsitektur yang terakulturasi oleh gaya arsitektur luar negeri, bahkan diantaranya semula didirikan oleh warga asing yang tinggal di Surakarta.

Pemanfaatan benda cagar budaya salah satunya sebagai obyek wisata budaya memberikan dampak yang cukup berarti, baik bagi bangunan itu sendiri maupun bagi perkembangan daerah, antara lain tetap lestarinya bangunan kuno, dapat menunjukkan kepada masyarakat keberadaan bangunan kuno. Keberadaan bangunan kuno yang masih utuh dapat memperkaya wajah lingkungan, menciptakan identitas yang berkarakter, mencerminkan sejarah, tata cara hidup, budaya, serta peradaban masyarakat.

Pada umumnya bangunan kuno memiliki filosofi tersendiri, misal dari segi tata letaknya, namun hal ini sering tidak diketahui dan diabaikan oleh masyarakat. Perlu pula masyarakat sekitar mengetahui tentang sejarah perkembangan bangunan kuno agar mereka mampu menghargai serta ikut menjaga kelestarian bangunan tersebut. Suatu kota kerajaan, bisanya menjadikan istana/kerajaan tidak hanya sebagai pusat pemerintahan saja, melainkan sebagai pusat orientasi dalam penentuan pembangunan dan peletakan beberapa bangunan. Hal ini dimaksudkan agar berbagai pembangunan tetap menjaga dan mendukung keberlangsungan istana.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penulis ingin melakukan penelitian dengan judul Obyek Wisata Budaya di Kota Surakarta.B. Perumusan MasalahBerdasarkan latar belakang permasalahan maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah persebaran dan pola persebaran obyek wisata budaya di Kota Surakarta?2. Bagaimanakah tata letak obyek wisata budaya di Kota Surakarta?C. Tujuan PenelitianBerdasarkan perumusan masalah di atas maka dapat dijelaskan tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui persebaran dan pola persebaran obyek wisata budaya di Kota Surakarta.2. Untuk mengetahui tata letak obyek wisata budaya di Kota Surakarta.D. Manfaat PenelitianManfaat penelitian dapat dibedakan menjadi 2 macam meliputi manfaat teoritis yang merupakan pengembangan ilmu pengetahuan dan manfaat praktis yang menyangkut pembahasan khusus dalam pemecahan masalah-masalah sosial yang kompleks.1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan mengembangkan wawasan dan ilmu pengetahuan serta lebih mendukung teori-teori yang ada sehubungan dengan ilmu geografi khususnya geografi budaya dan geografi pariwisata.

b. Kajian tentang geografi budaya diharapkan dapat mendukung penelitian-penelitian sebelumnya dan memberikan sumbangan pemikiran kepada peneliti yang akan datang dalam melakukan penelitian yang serupa2. Manfaat Praktis

a. Memberikan informasi dan gambaran tentang wisata budaya di Kota Surakarta.

b. Sebagai bahan pustaka bagi Program Studi Pendidikan Geografi Jurusan P. IPS Fakutas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.c. Hasil penelitian dapat digunakan dalam materi pembelajaran Geografi kelas XII IPS pada kompetensi dasar Kemampuan Menerapkan Sistem Informasi Geografi.BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Bangunan Kuno Bersejarah

Menurut SK Walikotamadya Surakarta tentang petunjuk konservasi bangunan kuno/bersejarah di Surakarta menyatakan bahwa bangunan kuno (cagar budaya) adalah bangunan buatan manusia maupun benda alam yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, atau mewakili masa jaya yang khas dan mewakili masa jaya sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan budaya.

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya menyatakan bahwa:

Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, Kawasan Cagar Budaya di darat/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 menyebutkan bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan, sehingga perlu dilindungi dan dilestarikan demi pemupukan kesadaran jatidiri bangsa dan kepentingan nasional. Benda cagar budaya adalah:

a. Benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, atau mewakili masa jaya yang khas dan mewakili masa jaya sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.

b. Benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya menyatakan bahwa:

Bangunan cagar budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap.Hal tersebut menjelaskan bahwa bangunan cagar budaya perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah. Pelestarian bangunan cagar budaya yang memiliki nilai penting bagi sejarah didasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, lingkup pelestarian cagar budaya meliputi:a. Pelindungan, merupakan upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan dengan cara penyelamatan, pengamanan, zonasi, pemeliharaan, dan pemugaran cagar budaya.

b. Pengembangan, merupakan peningkatan potensi nilai, informasi, dan promosi cagar budaya serta pemanfaatannya melalui penelitian, revitalisasi, dan adaptasi secara berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan tujuan pelestarian.

c. Pemanfaatan, merupakan pendayagunaan cagar budaya untuk kepentingan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan kelestariannya.Berdasarkan uraian di atas yang dimaksud dengan bangunan bersejarah adalah bangunan yang memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta mempunyai kaitannya dengan peristiwa nasional maupun internasional. Memiliki sifat rapuh, unik, langka, terbatas, dan tidak terbarui, sehingga dalam rangka menjaga cagar budaya dari ancaman pembangunan fisik, baik di wilayah perkotaan, pedesaan, maupun yang berada di lingkungan air, diperlukan perlindungan, pengembangan dan pemanfaatannya.2. Pelestarian Bangunan Kuno BersejarahBenda peninggalan sejarah mempunyai fungsi sosial dan budaya yaitu sebagai tempat melakukan kegiatan sosial dan budaya yang meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, sosial dan budaya. Ada beberapa fungsi dan manfaat dari bangunan bersejarah tersebut, diantaranya:a. Obyek Pariwisata Bangunan berarsitektur lama dan menjadi tanda untuk menentukan tahun periode perkembangan arsitektur di Surakarta, dapat dijadikan sumber obyek wisata yang dapat menghasilkan devisa bagi daerahnya.

b. Obyek Penelitian dari Berbagai Disiplin Ilmu Bangunan-bangunan yang tersebar di beberapa lingkungan/pelosok kota adalah sumber ilmu pengetahuan yang dapat dijadikan obyek penelitian bagi perkembangan dari berbagai disiplin ilmu, baik itu untuk ilmu sejarah, bagaimana dan sejak kapan arsitektur itu berkembang di daerah ini, atau dengan bangunan itu dapat berbicara tentang lingkup sejarah pada masa itu hingga sekarang. Karena bangunan merupakan tinggalan yang sangat berharga sebagai peninggalan sejarah yang telah ada.

c. Sumber Devisa yang Dapat Menambah Pendapatan DaerahBanyaknya tinggalan bangunan bersejarah di daerah tertentu, dapat menjadikan sebagai obyek wisata yang menarik para wisatawan yang pada akhirnya dapat menambah devisa, guna meningkatkan daya tatik para wisatawan, penataan dan pemeliharaan kembali bangunan-bangunan bersejarah perlu dilestarikan dan dikembangkan, dengan adanya sedikit catatan mengenai sejarah bangunan tersebut hal ini akan menarik perhatian orang.

d. Pengayoman Budaya Daerah Setempat

Bangunan-bangunan kuno yang ada berarsitektur indah dapat dijadikan aset bagi daerahnya dan menjadikan ciri mandiri dari kota itu sendiri, sehingga sebuah kota yang penuh dengan bangunan kuno yang terpelihara dengan baik adalah cermin budaya masyarakatnya yang sekaligus pula menjadi ciri kebanggaan daerah setempat, karena bangunan bersejarah adalah sumber sejarah yang dapat dan mampu berbicara apa adanya sesuai dengan perjalanan waktu.Pengertian pelestarian benda cagar budaya adalah salah satu rangkaian dalam pengelolaan benda cagar budaya disamping unsur penelitian, pemanfaatan dan pembinaan. Kegiatan pelestarian terkandung unsur perlindungan, pemugaran, pemeliharaan, pendokumentasian dan publikasi, sedangkan kegiatan pemanfaatan seperti dalam Undang-undang Benda Cagar Budaya No. 5 tahun 1992 salah satunya adalah pemanfaatan untuk pariwisata.

Pengembangan pariwisata budaya yang bersifat tangible adalah salah satu bentuk edukatif kultural yang bertujuan untuk mengenalkan kepada masyarakat tentang peninggalan sejarah purbakala untuk dapat dipahami dan akhirnya dapat dicintai. Melalui benda-benda peninggalan nenek moyang kita dapat belajar, memahami dan mengambil sisi positif tentang kehidupan masa lalu dan peradabannya untuk menata kehidupan masa kini dan menatap ke masa depan (Siswanto, 2004: 2).

3. Pariwisata

Pariwisata merupakan salah satu industri baru yang mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam menyediakan lapangan pekerjaan, peningkatan penghasilan, standar hidup serta menstimulasi sektor produktivitas lainnya. Pariwisata dipandang sebagai industri yang komplek karena dalam industri pariwisata terdapat industri-industri yang berkaitan seperti kerajinan tangan, cindera mata, penginapan, dan transportasi.

Pariwisata berasal dari kata pari yang berarti banyak, berkali-kali, berputar-putar, lengkap, sedangkan wisata berarti perjalanan, bepergian, yang dalam hal ini sinonim dengan kata travel dalam bahasa inggris (Yoeti, 1996: 112). Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari satu tempat ketempat lain, dengan maksud bukan untuk berusaha atau mencari nafkah ditempat yang dikunjungi tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan hidup guna bertamasya dan rekreasi atau memenuhi keinginan yang beraneka ragam (Yoeti, 1996: 118).

Lebih lanjut E Guyer-Freuler (dalam Pendit, 2002: 34) mengemukakan definisi dari pariwisata dalam arti modern sebagai berikut:

Pariwisata dalam arti modern adalah merupakan gejala zaman sekarang yang didasarkan atas kebutuhan akan kesehatan dan pergantian hawa, penilaian yang sadar dan menambah terhadap keindahan alam, kesenangan, dan kenikmatan alam semesta, pada khususnya disebabkan oleh bertambahnya pergaulan berbagai bangsa dan kelas dalam masyarakat manusia sebagai hasil perkembangan perniagaan, industri, dan perdagangan serta penyempurnaan alat-alat pengangkutan.

Pariwisata juga dapat dipandang sebagai fenomena geografis. Dalam kegiatannya senantiasa terpengaruh atau bahkan tergantung pada ciri khasnya masing-masing. Selain itu, pariwisata juga merupakan sumber daya yang penting bagi daerah yang menjadi tempat tujuan wisata. Pariwisata dapat menjadi sumber pemasukan uang dari daerah lain dengan sedikit dampak lingkungan. Sebagai sumber daya, pariwisata perlu dikelola dengan tepat supaya pengembangannya tidak malah menjadi sumber kerusakan atau sumber bencana, sehingga sangat perlu diperhatikan dalam pengembangannya (Wardiyanta, 2006: 51).

Pada hakikatnya pariwisata adalah proses bepergian seseorang atau sekelompok orang sementara waktu dari tempat lain di luar tempat tinggalnya dengan maksud bukan untuk mencari pekerjaan tetapi hanya untuk mencari hiburan dan kesenangan.4. Obyek Wisata Budaya

Menurut Ngafenan (dalam Karyono 1997: 27) obyek wisata adalah segala obyek yang dapat menimbulkan daya tarik bagi para wisatawan untuk dapat mengunjunginya. Misalnya keadaan alam, bangunan bersejarah, kebudayaan, dan pusat-pusat rekreasi modern. Obyek wisata juga dapat diartikan perwujudan ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya, sejarah bangsa, keadaan alam yang mempunyai daya tarik untuk dikunjungi wisatawan (Karyono, 1997:27). Berdasarkan pengertian menurut para pakar dalam bidang pariwisata, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa obyek wisata merupakan segala obyek yang dapat menimbulkan daya tarik bagi para wisatawan, berupa hasil ciptaan manusia, ataupun hasil ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang berupa keadaan alam.Penggolongan jenis obyek wisata akan terlihat dari ciri-ciri khas yang ditonjolkan oleh tiap-tiap obyek wisata. Penggolongan obyek wisata berdasarkan Pusat Penelitian Perencanaan Pembangunan Nasional Gajah Mada (dalam Sulistiyaningrum 2012: 12) ada tiga, yaitu : a. Obyek Wisata Buatan

Obyek wisata buatan merupakan obyek wisata yang bersifat man made atau dipengaruhi oleh aktivitas manusia. Oleh karena itu bentuknya sangat tergantung pada kreativitas manusia. Obyek wisata buatan manusia seperti misalnya museum, tempat ibadah, peralatan musik, kawasan wisata yang dibangun seperti dufan, TMII dan lain-lain.b. Obyek Wisata Alam

Obyek wisata yang daya tariknya bersumber pada keindahan dan kekayaan alam (Karyono, 1997:27). Contoh dari obyek wisata alam adalah: gua, air terjun, pantai, waduk, danau, sungai, perbukitan, pegunungan, mata air, pusat geologi dan kekayaan alam lainnya yang menarik untuk dikunjungi.

c. Obyek Wisata Budaya

Obyek wisata budaya lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan atau kehidupan manusia, dan wujud dari obyek budaya antara lain berbentuk museum, candi, tarian/kesenian, upacara keagamaan, upacara adat, upacara pemakaman, atau bentuk yang lain (Sujali, 1989:9). Obyek wisata budaya merupakan hasil dari cipta, rasa dan karsa manusia yang mengandung nilai budaya. Setiap obyek wisata budaya pasti merupakan hasil buatan dari manusia, akan tetapi tidak semua obyek wisata buatan manusia memiliki nilai budaya.

Menurut Suwantoro (1997: 19) obyek wisata budaya adalah obyek wisata yang bermotif kesejarahan dan memiliki daya tarik terhadap kebudayaan, adat istiadat, dan kesenian seperti tarian tradisional, upacara adat, ukir-ukiran atau seni memahat, nilai luhur yang terkandung dalam suatu obyek buah karya manusia pada masa lampau.

Sedangkan menurut Karyono (1997: 27) obyek wisata budaya adalah obyek yang daya tariknya bersumber pada kebudayaan, seperti peninggalan sejarah, museum, atraksi kesenian, dan obyek lain yang berkaitan dengan budaya. Dalam pariwisata salah satu unsur terpenting adalah obyek wisata itu sendiri, dan seperti halnya obyek wisata alam, maka obyek wisata budaya sebaiknya merupakan obyek yang bersifat empiris, yang dapat diserap atau dinikmati melaui pancaindra, terutama indra penglihatan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa obyek wisata budaya adalah sesuatu yang menjadi pusat daya tarik wisatawan yang dapat berupa benda maupun aktivitas yang bernilai sejarah, memiliki daya tarik kebudayaan, adat-istiadat dan kesenian yang mengandung nilai luhur, buah karya dari manusia pada masa lampau.5. Persebaran Obyek Wisata Budaya

Bintarto & Hadisumarmo (1991 : 12 - 4) membagi pendekatan dalam geografi yang digunakan untuk mengkaji atau mendekati masalah menjadi tiga, yaitu pendekatan analisa keruangan (spatial analysis), analisa ekologi (ecological analysis), dan analisa kompleks wilayah (regional complex analysis). Analisa keruangan mempelajari perbedaan lokasi mengenai sifat-sifat penting atau seri sifat-sifat penting. Dalam analisa keruangan yang harus diperhatikan adalah penyebaran penggunaan ruang yang telah ada dan penyediaan ruang untuk berbagai kegunaan yang dirancangkan. Pada hakikatnya analisa keruangan adalah analisa lokasi yang menitikberatkan kepada tiga unsur geografi yaitu jarak (distance), kaitan (interaction) dan gerakan (movement) (Bintarto dan Surastopo, 1979: 74). Data yang dapat dikumpulkan dalam analisa keruangan adalah data lokasi yang terdiri dari data titik dan data bidang, dengan menggunakan analisa keruangan maka dapat diketahui persebaran dan pola persebaran suatu obyek.

Persebaran yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah persebaran obyek wisata budaya di Kota Surakarta berdasarkan pembagian wilayah swapraja yang dahulu pernah berkuasa dan membagi Surakarta menjadi 2 pusat pemerintahan. Persebaran obyek wisata dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan analisis keruangan (spatial analysis) melalui pemetaan. Melalui pemetaan tersebut nantinya obyek wisata budaya yang ada di Surakarta dapat dianalisis, apa saja obyek wisatanya, dimana saja persebaranannya, dan dapat diketahui pola sebarannya.

Bintarto dan Hadisumarmo, (1979:75) menyatakan bahwa, Pola keruangan adalah susunan struktural yang membentuk kecenderungan untuk membentuk suatu pola pada suatu wilayah atau region. Pola sebaran dalam bentuk titik, secara kualitatif dapat dibagi menjadi tiga pola yaitu:1) Pola Seragam (Uniform),

Pola seragam merupakan pola penyebaran dimana obyek - obyek terdapat pada tempat tempat tertentu dalam komunitasnya dengan jarak yang relatif sama. Pola seragam biasanya terdapat pada permukiman yang memanjang sepanjang jalan.

Gambar 1. Pola Persebaran Seragam

2) Pola Acak (Random),

Pola acak yaitu pola penyebaran dimana obyek - obyek menyebar pada beberapa tempat dan tidak mengelompok pada tempat tertentu. Pola persebaran acak terjadi pada daerah yang memiliki topografi yang kasar atau bisa juga karena merupakan daerah rawan bencana.

Gambar 2. Pola Persebaran Acak3) Pola Mengelompok (Clustered).

Pola mengelompok yaitu pola penyebaran dimana obyek - obyek mengelompok pada satu tempat.

Gambar 3. Pola Persebaran MengelompokBintarto dan Hadisumarno, (1979: 74) menyatakan bahwa, pola persebaran yang dilakukan seragam (uniform), acak (random), mengelompok (clustered) dan lain sebagainya dapat diberi ukuran yang bersifat kuantitatif, pendekatan ini disebut analisis tetangga terdekat. Dengan cara demikian maka perbandingan antara pola persebaran dapat dilakukan dengan baik, bukan saja dari segi waktu tetapi juga dapat segi ruang (space). 6. Tanah Swapraja di Kota Surakarta

Kota Surakarta mempunyai perjalanan sejarah yang cukup panjang. Kota tersebut juga sempat beberapa kali mengalami perubahan status kepemerintahan, mulai dari ibukota kerajaan dan sempat pula menyandang status sebagai Daerah Istimewa. Kota Surakarta juga pernah menjadi tempat kedudukan bagi Keraton Kasunanan dan Mangkunegaran serta kantor residen Belanda yang terletak di tengah dataran Sala.Pembentukan Kota Surakarta diawali dengan dipindahnya Keraton Mataram yang semula berada di Kartasura menuju Desa Sala dan kemudian berubah nama menjadi Keraton Kasunanan Surakarta. Perpindahan tersebut dilakukan karena keraton yang sebelumnya rusak akibat adanya serbuan dari pemberontakan orang-orang Tionghoa yang mendapat dukungan dari orang-orang Jawa anti VOC pada tahun 1742. Secara resmi, keraton yang baru itu mulai ditempati pada tanggal 17 Februari 1745.

Pada tahun 1757, setelah sebelumnya pada tahun 1755 terjadi pemisahan antara Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, Keraton Kasunanan mengalami perpecahan lagi yang menyebabkan munculnya dua pemerintahan di Surakarta yaitu Kasunanan dan Mangkunegaran. Perpecahan tersebut tidak terlepas dari campur tangan Pemerintah Belanda yang saat itu masih berkuasa di Surakarta. Oleh Belanda, Surakarta disebut sebagai daerah Vorstenlanden atau daerah Swapraja, yaitu daerah yang berhak memerintah sendiri atau tidak diatur oleh UU seperti daerah lain tetapi diatur dengan kontrak politik antara Gubernur Jendral dan Sri Sunan.

Sistem administrasi Indonesia pada masa Hindia-Belanda dikenal rumit dan mengakui bentuk-bentuk pemerintah daerah yang berbeda-beda. Daerah swapraja adalah salah satu bentuk yang diakui oleh pemerintah kolonial dan mencakup berbagai bentuk administrasi, seperti kesultanan, kerajaan, dan keadipatian. Status swapraja berarti daerah tersebut dipimpin oleh pribumi dan berhak mengatur urusan administrasi, hukum, dan budaya internalnya. Contoh daerah swapraja adalah Kota Surakarta yang terdiri dari dua daerah swapraja yaitu Keraton Kasunanan dan Praja Mangkunegaran (www.wikipedia.com).Wilayah Mangkunegaran merupakan wilayah sempalan dari kekuasaan Kasunanan, sehingga memiliki posisi yang lebih rendah bila dibandingkan dengan Kasunanan. Penguasa Mangkunegaran yang bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya bukanlah seorang raja, melainkan hanya seorang pangeran merdeka, yang diberikan hak istimewa berupa wilayah kekuasaan serta berhak memiliki tentara sendiri.

Wilayah Mangkunegaran meliputi Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Wonogiri dan Kecamatan Banjarsari (Kota Mangkunegaran). Sedangkan wilayah Kasunanan meliputi daerah Kabupaten Sragen, Kabupaten Klaten, Kabupaten Boyolali, dan sebagian wilayah di Surakarta meliputi Kecamatan Jebres, Kecamatan Pasar Kliwon, Kecamatan Laweyan, dan Kecamatan Serengan. Pembagian wilayah tersebut mengalami perubahan secara bertahap hingga setelah Indonesia merdeka kabupaten-kabupaten yang berada di luar Kota Surakarta secara de facto melepaskan diri dari masing-masing pemerintahan tersebut.

Pembagian wilayah swapraja di Surakarta berlangsung hingga kemerdekaan Republik Indonesia. Surakarta sempat menjadi Daerah Istimewa yang memiliki kedudukan setara dengan provinsi. Provinsi tersebut terdiri dari Daerah Istimewa Kasunanan dan Daerah Istimewa Mangkunegaran. Namun akibat munculnya gerakan anti swapraja yang menginginkan pembubaran Daerah Istimewa Surakarta (DIS) dan banyak terjadi kerusuhan, maka pada tanggal 16 Juni 1946 status istimewa Kota Surakarta dihapuskan dan kekuasaan kerajaan dihilangkan. Wilayah-wilayah kekuasaannya melebur menjadi satu dan Kota Surakarta berubah status menjadi Karesidenan. Sementara Kasunanan dan Mangkunegaran kehilangan hak otonom menjadi suatu keluarga/trah biasa dan keraton/istana berubah fungsi sebagai tempat pengembangan seni dan budaya. 7. Tata Letak Obyek Wisata Budaya di Kota Surakarta Kota Surakarta tumbuh dan berkembang dari keberadaan keraton sebagai pusat pemerintahan dan kekuasaan masa lalu. Sebagai pusat dan titik awal pertumbuhan kota, keraton atau istana memiliki fungsi sentral pada pertumbuhan dan perkembangan kota masa lalu. Walaupun telah terjadi perubahan secara fungsional dan kekuasaan, namun beberapa konsep tradisional Jawa yang membentuk kota keraton masih banyak dipegang dan dianut warga kotanya. Hal ini tercermin dari lestarinya prosesi-prosesi ritual yang masih berlangsung sampai sekaran (Wibawa, 2002: 20).

Selama menjalankan pemerintahannya, keraton membutuhkan beberapa elemen-elemen penting yang digunakan untuk mendukung terbentuknya suatu kota. Elemen-elemen kota tersebut antara lain pasar, tempat ibadah, lapangan terbuka, dan lain sebagainya. Elemen-elemen peninggalan keraton itulah yang menjadi sumber dari adanya obyek wisata budaya di Surakarta. Penempatan masing-masing elemen telah diatur sedemikian rupa, dengan menggunakan keraton sebagai pusat orientasi dalam penataan ruang kota. Pengaturan lokasi tersebut diharapkan agar keberadaan masing-masing elemen dapat mendukung eksistensi keraton dan tidak menurunkan kualitas keraton sebagai pusat pemerintahan.

Gambar 4. Tipologi Kota Kerajaan JawaNamun seiring perkembangan modernisasi kota, terdapat kecenderungan bahwa seringkali dalam pembangunan elemen-elemen kota tidak atau kurang memperhatikam nilai-nilai budaya masyarakat yang tertuang dalam kaidah-kaidah simbolis atau konsep-konsep yang telah disepakati bersama. Pengabaian nilai-nilai ini dapat mengakibatkan rusaknya tatanan budaya yang biasanya telah lama mapan.

B. Penelitian yang Relevan

Dodit Wahyudi Mulyanto (2008) melakukan penelitian dengan judul Eksistensi Tata Ruang Keraton Surakarta Hadiningrat Tahun 2008. Tujuan penelitian ini adalah : (1) untuk mengetahui karakteristik tata ruang Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan (2) untuk mengetahui penyimpangan tata ruang eksisting saat ini terhadap konsep konsentris. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif spasial yaitu dengan menggunakan analisis Sistem Informasi Geografis (SIG). Penelitian ini memanfaatkan teknologi SIG untuk mengolah, dan menganalisi data, baik spasial maupun non spasial. Untuk keperluan tersebut, dibutuhkan sumber data berupa peta digital, peta analog, data lain yang berupa tabrl, grafik dan foto. Teknik analisis data dengan menggunakan teknik interpretasi citra dimaksudkan sebagai alat atau cara khusus untuk melaksanakan metode penginderaan jauh dan overlay peta penggunaan lahan hasil intpretasi citra ditumpangsusunkan dengan denah susunan Kosmis Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Karakteristik tata ruang Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat menganut konsep Konsentris yang membagi keraton menjadi enam bagian yaitu Kraton, Kuthanegara, Nagaragung, Mancanagara, Pasisir dan Samudra. Setiap bagian memiliki peran dan fungsi yang berbeda. (2) penyimpangan tata ruang eksisting terhadap konsep konsentris dalam bentuk alih fungsi bangunan dan perubahan arsitektur bangunan. (a) Wilayah Kraton tidak ditemukan penyimpangan. (b) Wilayah Kutanegara ditemukan penyimpangan dalam bentuk alih fungsi bangunan. (c) Wilayah Negara Agung ditemukan penyimpangan dalam bentuk alih fungsi bangunan dan perubahan arsitektur bangunan. (d) Wilayah Mancanegara ditemukan penyimpangan dalam bentuk alih fungsi bangunan dan perubahan arsitektur bangunan. (e) Wilayah Pasisir ditemukan penyimpangan dalam bentuk alih fungsi bangunan dan perubahan arsitektur bangunan. (f) Wilayah Samudra dan Tanah Sabrang ditemukan penyimpangan dalam bentuk alih fungsi bangunan.Yanuar Sulistiyaningrum (2010) melakukan penelitian dengan judul Analisis Persebaran, Potensi dan Pengembangan Obyek Wisata Alam di Kabupaten Kebumen Berdasarkan Bentuklahan. Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) Mengetahui persebaran dan pola persebaran obyek wisata alam di Kabupaten Kebumen. (2) Mengetahui potensi obyek wisata alam di Kabupaten Kebumen. (3) Mengetahui arah pengembangan obyek wisata alam di Kabupaten Kebumen. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan spasial. Teknik pengumpulan data menggunakan Observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah pemetaan, analisis tetangga terdekat, skoring, dan analisis SWOT.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : (1) Obyek wisata alam di Kabupaten Kebumen berjumlah 31 obyek wisata yang tersebar di 3 bentuklahan, obyek wisata pada bentuklahan marin membentuk pola persebaran mendekati seragam, pada bentuklahan solusional membentuk pola mendekati mengelompok (cluster), dan pada bentuklahan struktural adalah mendekati random; (2) sebesar 16,13% obyek wisata alam dengan potensi tinggi, 54,84% obyek wisata alam dengan potensi sedang dan 29% obyek wisata alam dengan potensi rendah.; (3) Pengembangan obyek dilakukan dengan meningkatkan daya tarik obyek wisata melalui pengadaan sarana dan prasarana pariwisata yang ditunjang dengan peningkatan aksesibilitas menuju obyek wisata, serta perlu adanya upaya pengembangan yang dapat dilakukan untuk pengembangan pariwisata yang berkelanjutan.

Tabel 1. Penelitian yang Relevan

PenelitiDodit Mulyanto

(2008)Yanuar Sulistiyaningrum(2010)Dyas Widayati

(2011)

Judul PenelitianEksistensi Tata Ruang Keraton Surakarta Hadiningrat Tahun 2008Analisis Persebaran, Potensi dan Pengembangan Obyek Wisata Alam di Kabupaten Kebumen Berdasarkan BentuklahanObyek Wisata Budaya di Kota Surakarta

Tujuan Penelitian Untuk mengetahui karakteristik tata ruang Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat Untuk mengetahui penyimpangan tata ruang Kasunanan Surakarta Hadiningrat terhadap tata ruang kota lama Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat Untuk mengetahui sebaran dan pola sebaran obyek wisata alam di Kabupaten Kebumen. Untuk mengetahui potensi obyek wisata alam di Kabupaten Kebumen. Untuk mengetahui arah pengembangan obyek wisata alam di Kabupaten Kebumen. Untuk mengetahui persebaran dan pola sebaran obyek wisata budaya di Kota Surakarta? Untuk mengetahui latar belakang tata letak obyek wisata budaya di Kota Surakarta?

Metode PenelitianDeskriptif KualitatifDeskriptif KualitatifDeskriptif Kualitatif

Hasil Penelitian Karakteristik tata ruang Keraton Kasunanan Surakarta menganut konsep Konsentris yang membagi keraton menjadi enam bagian. Setiap bagian memiliki peran dan fungsi yang berbeda. Penyimpangan tata ruang eksisting terhadap konsep konsentris dalam bentuk alih fungsi bangunan dan perubahan arsitektur bangunan: Wilayah Kraton tidak ditemukan penyimpangan. Wilayah Kutanegara serta Wilayah Samudra dan Tanah Sabrang ditemukan penyimpangan dalam bentuk alih fungsi bangunan. Wilayah Negara Agung, Wilayah Mancanegara, dan Wilayah Pasisir ditemukan penyimpangan dalam bentuk alih fungsi bangunan dan perubahan arsitektur bangunan. Obyek wisata alam di Kabupaten Kebumen berjumlah 31 obyek wisata yang tersebar di 3 bentuklahan, obyek wisata pada bentuklahan marin membentuk pola persebaran mendekati seragam, pada bentuklahan solusional membentuk pola mendekati mengelompok (cluster), dan pada bentuklahan struktural adalah mendekati random. Sebagian besar obyek wisata alam di Kabupaten Kebumen memiliki potensi sedang. Pengembangan obyek dilakukan dengan meningkatkan daya tarik obyek wisata melalui pengadaan sarana dan prasarana pariwisata yang ditunjang.

C. Kerangka Pemiikiran Kerangka berfikir pada dasarnya merupakan arahan penalaran untuk dapat sampai pada penemuan jawaban konseptual atas masalah yang dirumuskan.Surakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang hingga saat ini masih memiliki kekayaan berupa peninggalan arsitektur kuno, baik yang tradisional maupun peninggalan kolonial, dalam berbagai macam kondisi. Kekayaan budaya Kota Surakarta bersumber dari keberadaan Keraton Kasunanan dan Pura Mangkunegaran. Keduanya berhasil memunculkan berbagai macam bangunan kuno bersejarah yang bernilai tinggi dan dapat dikembangkan sebagai obyek wisata budaya. Benda-benda serta bangunan kuno bersejarah tersebut patut dilestarikan, agar rekaman sejarah di masa lampau tidak dilupakan serta generasi yang akan datang masih memperoleh peluang untuk melihat, menyentuh, dan merasakan bukti fisik sejarah kekayaan nenek moyang.

Terdapat banyak obyek wisata budaya di Kota Surakarta yang sangat menarik untuk dikunjungi. Tapi karena kurangnya promosi serta pengelolaan yang kurang optimal, menyebabkan beberapa obyek wisata kurang begitu diminati bahkan tidak diketahui keberadaannya. Identifikasi obyek wisata budaya yang ada di Kota Surakarta sangat perlu dilakukan, guna mengetahui sebaran obyek wisata yang ada, mengetahui potensi, dan sejarah perkembangan obyek wisata budaya.Sistem informasi Geografi dipakai sebagai alat untuk menyajikan hasil proses dari analisis keruangan obyek wisata budaya di Kota Surakarta. Data yang diperlukan adalah daftar obyek wisata budaya di Surakarta yang bisa diperoleh di BPS Surakarta serta letak absolut dari obyek wisata budaya tersebut. Metode analisa deskriptif digunakan untuk mengetahui latar belakang tata letak obyek wisata budaya berdasarkan dari wawancara terhadap pihak yang berkaitan serta berdasarkan studi pustaka. Hasil yang diharapkan penelitian ini adalah masyarakat tidak hanya tahu akan eksistensi obyek wisata budaya di Surakarta tetapi juga mengetahui sejarah masing-masing obyek. Sehingga masyarakat bisa lebih menghargai dan ikut melestarikan obyek wisata tersebut.

Untuk lebih jelasnya kerangka berfikir dapat dilihat pada gambar 4 berikut:

Gambar 5. Bagan Alur Kerangka PikirBAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Lokasi yang diambil sebagai tempat penelitian adalah Kota Surakarta. Pemilihan lokasi ini dikarenakan di Surakarta masih banyak ditemui bangunan kuno atau daerah bersejarah yang oleh pemerintah setempat kemudian dikembangkan menjadi obyek wisata budaya. Hal ini mencerminkan warisan budaya sejarah perkembangan budaya masyarakat Surakarta, meski tidak semua bangunan kuno bersejarah yang ada dikembangkan menjadi obyek wisata.Kota Surakarta terdiri dari 5 Kecamatan: Banjarsari, Jebres, Pasar Kliwon, Serengan, dan Laweyan yang mana dahulu kota tersebut terbagi menjadi dua wilayah budaya yaitu wilayah Kasunanan dan wilayah Mangkunegaran. Kecamatan Banjarsari dahulu termasuk dalam wilayah kekuasaan Mangkunegaran, sedangkan kecamatan yang tersisa masuk dalam wilayah kekuasaan Kasunanan. Ruang lingkup penelitian ini adalah menentukan obyek wisata budaya yang berada di Kota Surakarta berdasarkan pembagian wilayah Kasunanan dan Mangkunegaran.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian adalah jangka waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian, mulai dari tahap persiapan, tahap pelaksanaan penelitian dan tahap pengajuan hasil penelitian. Rincian tahap-tahap penelitian adalah sebagai berikut:Tabel 2. Waktu Penelitian

No

KegiatanWaktu

Feb 10Mar-

Okt 10Nov 10-Mei 11Jun 11-Des 11Jan 12-Mar 13

1Tahap Persiapan

2Penyusunan Proposal

3Pengumpulan data

4Pengolahan dan Analisis Data

5Penulisan Laporan

B. Metode PenelitianMetode merupakan cara utama yang dipergunakan untuk mencapai suatu tujuan dalam penelitian. Dalam penelitian ini, metode penelitian yang dipakai adalah metode penelitian deskriptif spasial. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang mengarah pada pengungkapan suatu masalah atau keadaan sebagaimana adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang diberikan interpretasi atau analisis (Tika, 1997: 6). Penelitian ini mendeskripsikan tentang obyek wisata budaya yang ada di Kota Surakarta, persebaran obyek wisata budaya Surakarta, serta sejarah yang melatarbelakangi pemilihan lokasi pendirian obyek wisata.Spasial adalah ciri khas dan identitas geografi yang berarti keruangan. Pengertian kata spasial adalah mengacu kepada ruang suatu wilayah geografis tertentu. Penelitian ini disebut dengan penelitian deskriptif spasial, sebab dalam penelitian ini mencakup kegiatan mendeskripsikan persebaran yang berupa titik lokasi obyek wisata budaya. Pada penelitian ini, data yang bersifat spasial adalah sebaran obyek wisata budaya di Surakarta dengan menggunakan analisis satuan subkultural. Pendekatan spasial tersebut dapat dilihat secara visual dengan menggunakan peta, yaitu peta tematik sebaran obyek wisata budaya di Kota Surakarta.C. Sumber Data

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden atau obyek yang diteliti, atau ada hubungannya dengan yang diteliti (Tika, 1997: 67). Data primer dalam penelitian ini antara lain:

a) Lokasi geografis obyek wisata yang diperoleh melalui observasi.

b) Potensi obyek wisata budaya yang diperoleh melalui observasi.

c) Catatan sejarah mengenai obyek wisata budaya yang diperoleh melalui arsip-arsip serta dokumen yang berkaitan.

2. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari instansi atau lembaga-lembaga pemerintah yang terkait dengan penelitian ini. Data sekunder dalam penelitian ini berupa:a) Peta Rupa Bumi Digital Indonesia skala 1:25.000 lembar 1408-343 Surakarta bersumber dari BAKOSURTANAL.b) Peta Kotta Mangkoenagaran skala 1:10.000 dari Perpustakaan Rekso Pustoko, Mangkunegaran.c) Citra Ikonos dari situs Internet Google Earth.d) Data monografi Kota Surakarta bersumber dari Badan Pusat Statistik Kota Surakarta.e) Data statistik pariwisata Kota Surakarta dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Surakarta.

D. Teknik SamplingPopulasi menurut Tika (1997: 32) adalah himpunan individu atau obyek yang banyaknya terbatas dan tidak terbatas. Penelitian ini merupakan penelitian populasi yang berarti bahwa pengambilan data dilakukan pada seluruh individu. Populasi penelitian ini adalah jumlah obyek wisata budaya yang ada di Kota Surakarta.E. Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi Observasi adalah cara dan teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala ata fenomena yang ada pada obyek penelitian (Tika: 1997: 67). Teknik observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, aktivitas, perilaku, tempat atau lokasi, benda, dan rekaman gambar. Observasi dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Teknik observasi pada penelitian ini digunakan untuk memperoleh titik koordinat dari masing-masing lokasi obyek wisata budaya dengan menggunakan GPS (Global Positioning System), kemudian data titik koordinat tersebut diplotkan pada Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1 : 25.000 sheet 1408-343 lembar Surakarta sebagai peta dasar.

2. Dokumentasi Dokumentasi adalah pengumpulan data melalui dokumen-dokumen berupa tulisan ataupun gambar dari instansi-instansi yang terkait. Dokumen dapat menggunakan data dari sumber-sumber resmi yang da seperti peta, catatan-catatan resmi, buku, surat kabar, majalah, prasasti, agenda, dan lain-lain. Analisis dokumen pada penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data mengenai sejarah latar belakang pendirian obyek wisata. Data dapat diperoleh dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Surakarta, pengelola obyek wisata, atau dari perpustakaan-perpustakaan yang berkait. 3. Studi Pustaka

Studi pustaka merupakan proses pengumpulan bahan-bahan melalui riset kepustakaan dengan membaca buku-buku dan sumber sekunder yang lain yang berhubungan dengan topik masalah. Melalui studi pustaka dapat diperoleh informasi awal demi pelacakan lebih lanjut. 4. Wawancara

Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara tanya jawab yang dikerjakan dengan sistematik dan berlandaskan pada tujuan penelitian (Tika, 1997: 75). Wawancara ini dilakukan untuk mendapatkan data secara langsung dari sumber data yaitu dari pihak Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Surakarta dan Pengelola Obyek Wisata. Wawancara dapat dilakukan untuk mengetahui sejarah terbentuknya obyek wisata, yang kemudian diperkuat dengan data yang diperoleh dari analisis dokumentasi.

F. Teknik Analisis Data

Analisis adalah pemisahan dari suatu keseluruhan ke dalam bagian-bagian untuk dikaji tentang komponennya, sifat, peranan, dan hubungannya (Widoyo, 2001: 57). Teknik analisis data yaitu cara-cara yang digunakan untuk mengolah, mengkaji data dan informasi sehubungan dengan masalah dan hipotesis dilengkapi dengan alat penjelas (ilustrasi) serta untuk menarik kesimpulan (Widoyo, 2001: 57). Analisis data yang penulis lakukan dalam penelitian ini adalah:1. Analisis Sebaran Obyek Wisata

Analisis distribusi atau persebaran obyek wisata budaya digunakan untuk mengetahui sebaran dari obyek wisata budaya yang ada di Kota Surakarta. Analisis yang dilakukan untuk mengetahui persebaran obyek wisata budaya yang ada di Surakarta adalah analisis spasial menggunakan peta. Pada penelitian ini, peta digunakan sebagai media penyaji dalam menampilkan lokasi persebaran obyek wisata budaya. Pada penggambarannya dip eta, obyek wisata budaya disimbolkan menggunakan titik (point) yang berarti satu titik pada peta menunjukkan satu obyek wisata budaya di permukaan bumi. Lokasi titik tersebut menggambarkan kedudukannya secara absolut di permukaan bumi.

2. Analisis Pola Persebaran Obyek Wisata Budaya Analisis deskripsi spasial dilakukan untuk mengetahui pola sebaran obyek wisata budaya di Kota Surakarta. Analisis deskripsi spasial dilakukan menggunakan parameter tetangga terdekat. Adapun rumus parameter tetangga terdekat menurut Bintarto dan Hadisumarno ( 1979: 75) adalah sebagai berikut:

Keterangan :

T

=Indeks persebaran tetangga terdekat.

Ju=Jarak rata-rata yang diukur antara satu titik dengan titik tetangganya yang terdekat.

Jh=Jarak rata-rata yang diperoleh andaikan semua titik mempunyai pola random.

Jh

P=Kepadatan titik dalam tiap kilometer persegi yaitu jumlah titik (N) dibagi luas wilayah (A).Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus analisis tetangga terdekat di atas, kemudian hasil perhitungan indeks tetangga terdekat tersebut dicocokan dengan kriteria pengelompokan seperti di bawah ini: < 1= mengelompok/cluster1 - 2,14= random

> 2,15= seragam/uniform3. Analisis Tata Letak Obyek Wisata BudayaData mengenai tata letak obyek wisata budaya diperoleh dari studi pustaka dan wawancara terhadap narasumber yang berkaitan. Kemudian hasilnya dianalisis berdasarkan data yang telah diperoleh.

G. Prosedur PenelitianProsedur penelitian merupakan penjelasan yang memberikan gambaran tentang keseluruhan dari kegiatan persiapan, pengumpulan data, analisis data yang terkumpul, sampai dengan penulisan laporan. Prosedur dalam penelitian dapat dirinci sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan

Tahap ini merupakan kegiatan-kegiatan awal sebelum penelitian. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini meliputi:

a) Menentukan lokasi dan waktu penelitian.

b) Pengumpulan peta untuk menentukan daerah administrasi lokasi penelitian.

c) Mengamati permasalah yang menarik untuk dikaji.

d) Studi pustaka.

2. Tahap Penyusunan Proposal

Tahap penyusunan proposal berupa kegiatan merumuskan masalah yang ada ke dalam tulisan berupa proposal penelitian yang terdiri dari pendahuluan, kajian teori, dan metodologi penelitian. Penyusunan proposal merupakan rancangan penelitian yang disusun sebagai pengajuan untuk melakukan penelitian. Melalui proposal dijelaskan tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, landasan teori, kerangka pemikiran, lokasi dan waktu penelitian, serta rancangan metode penelitian yang digunakan.3. Tahap Penyusunan Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat untuk mendapat informasi yang berhubungan dengan penelitian. Teknik pengumpulan data yang membutuhkan instrumen adalah observasi dan dokumentasi. a) GPS (Global Positioning System) digunakan untuk menentukan koordinat lokasi dalam penelitian.b) Kamera digunakan untuk mendokumentasikan fenomena pada lokasi penelitian.c) Daftar pertanyaan untuk mengetahui sejarah pendirian masing-masing obyek wisata.4. Tahap Pengumpulan Data

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah mengumpulkan data primer dan data sekunder melalui studi dokumen dan observasi di lapangan. Observasi digunakan untuk mengumpulkan data lokasi persebaran dan potensi masing-masing obyek wisata budaya. Studi dokumentasi diperoleh dari Dinas Pariwisata, arsip masing-masing obyek wisata, serta perpustakaan yang berkait.

5. Tahap Analisis Data

Analisis data merupakan pengorganisasian dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan suatu uraian sehingga ditemuka tema. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah mengelompokkan data untuk kepentingan analisis data, setelah data terkumpul kemudian diolah dengan menggunakan teknik analisis data yang sudah ditentukan sebelumnya. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemetaan, analisis tetangga terdekat, serta analisis dokumentasi.

6. Tahap Penulisan Laporan

Setelah penelitian sudah selesai, maka hasil penelitian dituangkan kedalam sebuah laporan penelitian yang di dalamnya mencakup semua hal tentang penelitian (keseluruhan) mulai dari awal sampai akhir.

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

1. Letak

a. Letak AstronomisSecara astronomis Kota Surakarta terletak antara 7o3213 LS - 07o3512LS dan 110o4610BT - 110o5125BT atau dalam koordinat UTM terletak antara 474412 485510 mT dan antara 9168438 9160401 mU (peta RBI lembar 1403-343). Posisi ini menyebabkan Kota Surakarta berada pada wilayah iklim tropis yang memiliki ciri-ciri mempunyai dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan dengan intensitas tinggi. Jarak terpanjang kota ini adalah 10,3 km (barat-timur) dan lebar maksimal 7,5 km2 (utara-selatan).b. Letak Administratif

Kota Surakarta termasuk kota strategis, yang dilewati oleh jalur transportasi antara Kota Semarang, Kota Yogyakarta dan Kota Surabaya. Ditinjau dari sistem transportasi Pulau Jawa, Kota Surakarta disamping sebagai jalur selatan Pulau Jawa juga merupakan pusat simpul kegiatan kota satelit di sekitarnya, diantaranya adalah Boyolali, Klaten, Wonogiri, Sukoharjo, Karanganyar serta Sragen sehingga menyebabkan Kota Surakarta mempunyai aksesibilitas yang cukup tinggi.

Secara administrasi Kota Surakarta berbatasan dengan :

Sebelah Utara : Kabupaten Karanganyar dan Kabupatenn Boyolali Sebelah Timur: Kabupaten Karanganyar dan Kabupatenn Sukoharjo Sebelah Selatan : Kabupaten Sukoharjo Sebelah Barat : Kabupaten Karanganyar dan Kabupatenn SukoharjoLetak administrasi Kota Surakarta dipresentasikan dalam Peta 1 sebagai berikut.

c. Administrasi Surakarta KunoPada penelitian ini, menggunakan satuan analisis berupa analisis subkultural yang diartikan sebagai ruang muka bumi dengan persamaan budaya tertentu. Kota Surakarta terbagi menjadi 2 wilayah subkultural, yaitu wilayah Kasunanan dan wilayah Mangkunegaran. Pembagian tersebut berdasarkan pembagian wilayah administrasi Surakarta pada tahun 1939. Pada saat itu, Surakarta masih terbagi menjadi dua wilayah kekuasaan, yaitu wilayah Kasunanan yang meliputi Kecamatan Jebres, Kecamatan Pasar Kliwon, Kecamatan Serengan, dan Kecamatan Laweyan, serta wilayah Mangkunegaran yang meliputi seluruh Kecamatan Banjarsari.

Letak administrasi Surakarta kuno dipresentasikan dalam Peta 2 sebagai berikut.

2. Luas DaerahLuas Kota Surakarta adalah 44,04 km2. Kota Surakarta terbagi menjadi lima kecamatan yaitu: Kecamatan Laweyan yang terdiri dari 11 kelurahan, Kecamatan Serengan terdiri dari 7 kelurahan, Kecamatan Pasar Kliwon terdiri dari 9 kelurahan, Kecamatan Jebres terdiri dari 11 kelurahan, dan Kecamatan Banjarsari terdiri dari 13 kelurahan. Luas masing-masing kecamatan ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Luas Kota Surakarta per Kecamatan tahun 2009

NoKecamatanLuas

Km2%

1Laweyan8,6419,62

2Serengan3,197,25

3Pasar Kliwon4,8210,94

4Jebres12,5828,56

5Banjarsari14,8133,63

Jumlah44,04100,00

Sumber: Surakarta dalam Angka 2009

Persentase luas Kota Surakarta tahun disajikan pada gambar 6 di bawah ini :

Gambar 6. Diagram Persentase Luas Kota Surakarta3. Penduduk Jumlah penduduk di Kota Surakarta setiap tahunnya selalu mengalami perubahan. Hal ini dipengaruhi oleh faktor kelahiran, kematian, serta perpindahan penduduk. Jumlah penduduk Kota Surakarta tahun 2009 disajikan dalam tabel 4 berikut ini :Tabel 4. Jumlah Penduduk Kota Surakarta

No.KecamatanJumlah Penduduk

1Laweyan110.555

2Serengan63.659

3Pasar Kliwon88.044

4Jebres143.319

5Banjarsari175.272

Jumlah580.849

Sumber : Surakarta dalam Angka 2009Berdasarkan tabel di atas, jumlah penduduk di Kota Surakarta pada tahun 2009 mencapai 580.849 jiwa. Jumlah penduduk terbanyak berada di Kecamatan Banjarsari yaitu mencapai 175.272 jiwa dan jumlah penduduk paling sedikit berada di Kecamatan Serengan yaitu 63.659 jiwa.

Kepadatan penduduk di Kota Surakarta mencapai 13.189 jiwa/km2. Kepadatan penduduk merupakan perbandingan antara jumlah penduduk dengan luas wilayah. Kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Serengan yaitu mencapai angka 19.956 jiwa/km2, sedangkan kepadatan penduduk terendah terdapat di Kecamatan Banjarsari yaitu sebesar 11.393 jiwa/km2. Jumlah penduduk, luas wilayah, dan kepadatan penduduk kepadatan Kota Surakarta per Kecamatan tahun 2009 disajikan dalam tabel 5 berikut ini :Tabel 5. Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kota SurakartaNoKecamatanJumlah PendudukLuas

(Km2)Kepadatan Penduduk (Jiwa/ Km2)

1.Laweyan110.5558,6411.250

2.Serengan63.6593,1910.885

3.Pasar Kliwon88.0444,8212.680

4.Jebres143.31912,5819.886

5.Banjarsari175.27214,8118.245

Jumlah580.84944,0412.790

Sumber : Surakarta dalam Angka 20094. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan di Kota Surakarta sebagian besar berupa bangunan baik untuk permukiman, untuk aktivitas ekonomi (pasar, pusat pelayanan jasa, serta pusat perbelanjaan dan pertokoan) dan pemerintahan. Sedangkan, untuk penyediaan lahan kosong maupun persawahan sangatlah minim. Berikut Tabel 6 penggunaan lahan Kota Surakarta tahun 2009.

Tabel 6. Penggunaan Lahan di Kota Surakarta tahun 2009

No.Bentuk Penggunaan LahanLuas

Km2%

1.Permukiman27,374862,16

2.Jasa4,27139,7

3.Perusahaan2,87486,53

4.Industri1,01422,3

5.Tanah0,53381,21

6.Tegalan0,83961,91

7.Sawah1,46173,32

8.Kuburan0,72861,65

9.Lapangan Olahraga0,65141,48

10.Taman Kota0,3160,72

11.Lain-Lain3,97449,02

Jumlah 44,04100,00

Sumber : Surakarta dalam Angka 2009 dan Hasil Perhitungan

Gambar 7. Grafik Penggunaan Lahan

5. Perkembangan Kota SurakartaKota Surakarta merupakan salah satu kota tua Jawa sebagai warisan budaya keraton yang masih hidup, yaitu suatu living tradition dari Kerajaan Mataram Islam. Perkembangan elemen-elemen kota yang terjadi sangat berpengaruh terhadap perkembangan kota saat ini. Begitu pula dengan bangunan atau tradisi peninggalan yang masih bisa ditemui hingga sekarang.

Kota Surakarta semula hanya sebuah desa kecil yang bernama Desa Sala yang dibentuk oleh masyarakat kuli dengan pemimpin bernama Ki Solo atau Ki Sala. Pada tanggal 19 Februari 1745 (17 Suro tahun Je 1670) PB II meninggalkan Keraton Kartosuro yang rusak akibat pertempuran dengan Belanda dan kemudian mendirikan keraton baru di Desa Sala yang kemudian dinamakan Surakarta.

Perpindahan itu membawa berbagai perubahan pada desa tersebut. Desa Sala berubah status menjadi ibukota kerajaan Mataram dan berperan sebagai pusat pemerintahan. Sebagai ibukota kerajaan, Desa Sala terus berbenah dengan melakukan pembangunan diberbagai bidang.Pembangunan di bidang pertahanan di Kota Surakarta sangat dipengaruhi oleh Pemerintah Belanda. Pada tahun 1775, Belanda mendirikan sebuah benteng megah yang dikenal dengan Benteng Vastenburg. Pembangunan di bidang pertahanan yang dilakukan oleh keraton hanya membangun Baluwarti di sekeliling Kompleks Keraton Surakarta.

Di bidang pemerintahan, selain keraton sebagai tempat pemerintahan Kasunanan Surakarta, Belanda juga membangun tempat tinggal residen yang saat ini menjadi Balaikota. Di sebelah selatannya terdapat Kantor Javasche Bank yang sekarang untuk kantor Bank Indonesia. Sebelah selatannya lagi ada sebuah hotel yaitu Hotel Slier kemudian terdapat pula bangunan besar tempat tinggak warga Belanda. Setelah perang usai, di tempat ini dibangun Kantor Pos. Di sebelahnya lagi, di sudut jalan terdapat Gereja Protestan yang dibangun pada tahun 1832. Di sebelah timur jalan sumbu keraton, mulai dari selatan terdapat beberapa rumah militer. Di sebelah utara pertigaan jalan terdapat Kantor Pos dan Telepon yang baru. Pada tahun 1948 Kantor Telepon ini dibakar dan kemudian dibangun kantor yang baru. Di sebelah utaranya terdapat Volkscredietbank yang sekarang menjadi BRI. Di sebelah timur rumah Gubernur terdapat gedung sandiwara bernama Schouwburg.

Pembangunan dalam bidang transportasi banyak membawa pengaruh perubahan yang besar dalam perkembangan Kota Surakarta. Semula jalur transportasi menjdaikan Bengawan Solo sebagai jalur lalu lintas utama. Namun setelah dibangun teknologi transportasi darat berupa kereta api dan trem (tahun 1905 oleh Staats Spoorwagen atau S.S. dan Nederlandsch Indische Spoorwagen atau N.I.S.) Bengawan Solo tidak lagi menjadi jalur lalu linta utama. Hal ini mengingat kondisi sungai yang mengalami pendangkalan akibat sering terjadinya longsor dan tanahnya mengendap di dasar sungai pasca gundulnya hutan-hutan akibat tanam paksa pada masa penjajahan tahun 1830. Jalur trem berada di tengah kota dan banyak dinaiki hanya oleh orang asing yaitu Belanda dan Cina. Kemudian pada tahun 1900 dibangun jembatan antar kota yang melintasi Bengawan Solo, yaitu Jembatan Jurug yang menuju Karanganyar dan Jembatan Bacem yang menuju Sukoharjo (Qomarun, 2007: 83). Perkembangan berikutnya adalah banyaknya tumbuh pasar-pasar baru seperti Pasar Legi (1936), Pasar Pon (1929), Pasar Kliwon, Pasar Kembang, Pasar Klewer, dan Pasar Gede.Pada saat Indonesia merdeka, Kota Surakarta sempat mendapat gelar Daerah Istimewa Surakarta, namun 10 bulan kemudian gelar tersebut dihapuskan. Selanjutnya, pada tanggal 16 Juni 1946 secara de facto terbentuk Pemerintah Daerah Kota Surakarta yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, sekaligus menghapus kekuasaan Kerajaan Kasunanan dan Mangkunegaran. Pada tanggal tersebut dijadikan sebagai hari jadi Kota Surakarta.

6. Sejarah Pemerintahan Kota Surakarta Ditinjau dari segi pemerintahanya, Kota Surakarta mengalami beberapa periode, mulai dari masa pemerintahan kolonial Belanda, masa penjajahan Jepang dan masa kemerdekaan atau periode pemerintahan Republik Indonesia. Secara ringkas periode pemerintahan tersebut dikemukakan seperti berikut:

a. Periode Pemerintahan Kolonial Belanda

Dibawah kekuasaan kolonial Belanda, Surakarta merupakan derah Swapraja yang terbagi menjadi dua bagian yaitu Swapraja Kasunanan (di bawah Paku Buwono) dan Swapraja Mangkunegaran (di bawah Mangkunegara). Kedua daerah Swaparaja ini dikuasai oleh seorang gubernur Hindia Belanda.Pada tanggal 5 Maret 1942 balatentara Jepang memasuki Surakarta dan berhasil meruntuhkan pertahanan dan kekuasaan Belanda. Sebagai konsekuensi Piagam Penetapan Presiden RI 19 Agustus 1945, PB XII dan MN VIII memerintah masing-masing Swapraja. Selanjutnya, pada tanggal 1 September 1945, PB XII menyatakan bahwa Kasunanan dan Mangkunegaran merupakan Daerah Istimewa Negara RI. Meski sudah mendapat pengakuan dari Presiden RI dan diikuti pernyataan setia kedua kepala daerah istimewa tersebut namun masyarakat Surakarta banyak yang tidak menghendaki keputusan tersebut. Guna mengatasi hal tersebut, maka pada tanggal 16 Juni 1946 Pemerintah RI resmi menghapus daerah istimewa dan untuk sementara waktu daerah tersebut diperlakukan sebagai Karesidenan yang dikepalai oleh seorang Walikota.b. Periode Pemerintahan Kota Surakarta

Periode Pemerintahan Kota Surakarta dimulai dari tanggal 16 Juni 1946 dan berakhir sampai dengan ditetapkan Undang-undang No.16 tahun 1974 tentang pembentukan Haminte Kota Surakarta, yang mulai berlaku pada tanggal 5 Juni 1947. Pada tanggal 16 Juni 1946 tersebut pula diresmikan sebagai hari jadi Kota Surakarta era modern.c. Periode Haminte Kota Surakarta

Kata Haminte kota berasal dari bahasa belanda Stadsgemeente (Stads = kota, Gemeente dibaca menjadi Haminte). Pada permulaan Haminte kota Surakarta mengambil alih dinas-dinas Kasunanan dan Mangkunegaran yang berada di wilayahnya. Berpedoman pada Stadsgemeenta Ordonantie, maka Walikota disamping sebagai alat pemerintahan pusat juga merupakan alat pemerintahan daerah. Sebagai alat Pemerintah Daerah, Walikota menjabat sekaligus Kepala Daerah, Ketua merangkap Anggota Dewan Pemerintah Kota dan Dewan Kota. Hal tersebut dinilai tidak sesuai dengan perkembangan pemerintah daerah yang Demokratis, sehingga jabatan-jabatan tersebut satu demi satu secara berangsur-angsur dilepaskan sehingga akhirnya tinggal satu jabatan saja yaitu Walikota sebagai Kepala Daerah.

d. Periode Kota Besar SurakartaNama Kota Besar Surakarta baru dikenal dan dipergunakan setelah UU Nomor 20 tahun 1943 tentang Pemerintah Daerah yang ditetapkan mulai berlaku pada tanggal 20 juni 1948 (akan tetapi karena adanya Clash II baru dijalankan tahun 1950). Pada pertengahan 1949 di Solo dibentuk pemerintahan illegal yang kemudian disahkan oleh pemerintah pusat. Pemerintahan illegal tersebut dikuasai oleh pelajar, Mahasiswa dan pemuda-pemuda pada umumnya. Hampir bersamaan dengan itu pula pemerintahan Kasunanan dan Mangkunegaran dengan bantuan dan perlindungan Belanda juga menyusun pemerintahan, akan tetapi dalam prakteknya tidak dapat berjalan karena kurang mendapat sambutan dari masyarakat.

e. Periode Kotapraja Surakarta

Periode ini berawal dari tertibnya Undang-undang No.1 tahun 1957 yang mulai berlaku pada tanggal 18 Januari 1957. Perubahan nama ini membawa banyak perubahan dalam bentuk, susunan kekuasaan, tugas dan kewajiban pemerintah daerah Kotapraja Surakarta. Berdasarkan hasil pemilihan umum, maka di Kotapraja Surakarta dibentuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Peralihan.

f. Periode Kotamadya SurakartaPeriode ini dimulai dari adanya Undang-Undang No. 18 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, yang berlaku dari tanggal 1 September 1965 sampai sekarang. Dengan meletusnya pemberontakan PKI tahun 1965, karena daerah Surakarta secara rahasia dijadikan salah satu basisnya, maka Pemerintah Daerah Kotamadya Surakarta lumpuh selama beberapa waktu. Karena Walikota Kepala Daerah Otoemo Ramelan termasuk salah seorang tokoh PKI, akan tetapi dalam waktu yang relatif singkat keadaan semakin pulih (Budiharjo, 1989:26).

g. Periode Pemerintah Kota Surakarta

Dimulai sejajak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, UU Nomor 32 Tahun 2004, sampai sekarang.

7. Bangunan Kuno di Kota Surakarta

Berbagai macam peristiwa yang terjadi di Surakarta memberikan jejak bersejarah bagi perkembangan kota tersebut. Salah satu bentuk peninggalan tersebut berupa bangunan-bangunan kuno atau benda cagar budaya (BCB) yang hingga kini masih dapat ditemui dalam berbagai kondisi. Bangunan-bangunan tersebut memiliki nilai sejarah yang tinggi sehingga perlu diadakannya pelestarian atau konservasi. Konservasi adalah segenap proses pengelolaan suatu tempat agar makna kultural yang dikandungnya terpelihara dengan baik. Berikut bentuk-bentuk dari konservasi yang telah disepakati dalam Piagam Burra:a. Preservasi adalah pelertarian suatu tempat persis seperti keadaan aslinya tanpa ada perubahan, termasuk upaya mencegah penghancuran.

b. Restorasi/rehabilitasi adalah mengembalikan suatu tempat ke keadaan semula dengan menghilangkan tambahan-tambahan dan memasang komponen semula tanpa menggunakan bahan baru.

c. Rekonstruksi adalah mengembalikan suatu tempat semirip mungkin dengan keadaan semula, dengan menggunakan bahan lama maupun bahan baru.

d. Adaptasi/revitalisasi adalah merubaha tempat agar dapat digunakan untuk fungsi yang lebih sesuai. Maksud dari fungsi yang lebih sesuai adalah kegunaan yang tidak menuntut perubahan drastis atau yang hanya memerlukan sedikit dampak minimal (Sidharta, 1989: 11).

Upaya pelestarian dan perlindungan Benda Cagar Budaya di Surakarta telah diatur dalam Undang-Undang No 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Berikut daftar bangunan kuno di Kota Surakarta yang telah dilindungi oleh undang-undang:

Tabel 7. Daftar Bangunan Kuno dan Kawasan Bersejarah di Kota Surakarta yang Dilindungi Undang-Undang No 5 Tahun 1992 NoNama ObyekJenis ObyekAlamatBentuk Konservasi

A.Kelompok Kawasan

1.Keraton KasunananKawasan TradisionalBaluwarti Preservasi

Rehabilitasi

Rekonstruksi

Revitalisasi

2.Puro MangkunegaranKawasan TradisionalKel. Keprabon Preservasi

Rehabilitasi

Rekonstruksi

Revitalisasi

3.Lingkungan Perumahan BaluwartiKawasan TradisionalBaluwarti Revitalisasi

Rekonstruksi

4.Lingkungan Perumahan LaweyanKawasan non Tradisional (barat)Laweyan Revitalisasi

Rekonstruksi

B.Kelompok Bangunan Rumah Tradisional

5.Dalem BrotodiningratanBangunan Rumah TradisionalBaluwarti Preservasi

Rekonstruksi

Revitalisasi

6.Dalem PurwadiningratanBangunan Rumah TradisionalBaluwarti Preservasi

Rekonstruksi

NoNama ObyekJenis ObyekAlamatBentuk Konservasi

7.Dalem Sasono MulyoBangunan Rumah TradisionalBaluwarti Preservasi

Rekonstruksi

Revitalisasi

8.Dalem SuryohimijayanBangunan Rumah TradisionalBaluwarti Preservasi

Rekonstruksi

9.Dalem MloyosumanBangunan Rumah TradisionalJl. Slamet Riyadi Preservasi

Rehabilitasi

Rekonstruksi

Revitalisasi

10.Dalem NgabeanBangunan Rumah TradisionalBaluwarti Preservasi

Rekontruksi

Revitalisasi

C.Kelompok Bangunan Umum Kolonial

11.Pasar Gede HarjonagoroBangunan Fasilitas UmumJl. Urip Sumohardjo Preservasi

Rekontruksi

Revitalisasi

12.Bank IndonesiaBangunan KantorJl. Jendral Sudirman Preservasi

Rehabilitasi

Revitalisasi

13.Bekas Kantor PertaniBangunan KantorJl. Dr. Radjiman Preservasi

Rekontruksi

Revitalisasi

14.Kantor Pengadilan AgamaBangunan KantorJl. Slamet Riyadi Preservasi

Rekontruksi

15.Bekas Kantor VeteranBangunan KantorJl. Slamet Riyadi Preservasi

Revitalisasi

16.Kantor Bondo LumaksoBangunan KantorBaluwarti Preservasi

Rekontruksi

Revitalisasi

17.Kantor UPD PerparkiranBangunan KantorJl. Urip Sumoharjo Preservasi

Revitalisasi

18.Sekolah Permadi PutriBangunan PendidikanBaluwarti Preservasi

Rekontruksi

19.Bruderan prubayanBangunan PendidikanJl. Sugiyo Pranoto Preservasi

Rekontruksi

20.Museum RadyapustakanBangunan Fasilitas UmumJl. Slamet Riyadi Preservasi

Revitalisasi

21.Stasiun BalapanBangunan Fasilitas TransportasiJl. Hasanudin Preservasi

Rekontruksi

22.Stasiun PurwosariBangunan Fasilitas TransportasiJl. Slamet Riyadi Preservasi

Rekontruksi

23.Stasiun JebresBangunan Fasilitas TransportasiJl. Urip Sumoharjo Preservasi

Rekontruksi

Revitalisasi

24.Benteng VastenburgBangunan MiliterJl. Jend. Sudirman Preservasi

Rekontruksi

Revitalisasi

25.Kantor Kodim LumaksoBangunan MiliterJl. Slamet Riyadi Preservasi

Rekontruksi

26.Bekas Kantor Brigif 6Bangunan MiliterJl. Mr. Sunaryo Preservasi

Rekontruksi

Revitalisasi

NoNama ObyekJenis ObyekAlamatBentuk Konservasi

27.Loji GandrungBangunan KantorJl. Slamet Riyadi Preservasi

28.Wisma BatariGedung PertemuanJl. Slamet Riyadi Preservasi

29.Bekas RS. KadipoloTidak BerfungsiJl. Dr. Radjiman Preservasi

B.Kelompok Bangunan Peribadatan

30.Masjid AgungBangunan Ibadah Jl. Alun-Alun Utara Preservasi

31.Masjid Al-WusthoBangunan IbadahJl. Kartini Preservasi

32.Langgar LaweyanBangunan Ibadah Laweyan Preservasi

33.Langgar MerdekaBangunan Ibadah Laweyan Preservasi

34.Gereja St. AntoniusBangunan IbadahJl. Jend. Sudirman Preservasi

35.Vihara AvalokiteswaraBangunan Ibadah Jl. Ketandan Preservasi

36.Vihara Po An KiongBangunan Ibadah Jl. Yos Sudarso Preservasi

E.Kelompok Gapura, Tugu/Monumen, Perabot Jalan

37.Gapura Pembatas Kota (Kleco, Jurug, Grogol)GapuraJl. Ah. Yani, Jl. Ir. Sutami, Jl. Raya Solo-Wonogiri Preservasi

38.Gapura Keraton (Klewer, Gladag, Batangan, Gading)Gapura Baluwarti Preservasi

39.Tugu LilinTugu/Monumen Penumping Preservasi

40.Tugu CembanganTugu/Monumen Jebres Preservasi

41.Tugu KaligoroTugu/Monumen Jl. Slamet Riyadi Preservasi

42.Tugu Jam Pasar GedeTugu/Monumen Jl. Urip Sumoharjo Preservasi

43.Tugu Tiang Lampu GladagTugu/Monumen Jl. Slamet Riyadi Preservasi

44.Monumen 45 BanjarsariTugu/Monumen Jl. Stabelan Preservasi

45.Monumen Pasar NongkoTugu/Monumen Kel. Mangkubumen Preservasi

46.Monumen PanularanTugu/Monumen Kel. Panularan Preservasi

47.Monumen SondakanTugu/Monumen Kel. Sondakan Preservasi

48.Monumen Pejuang TPTugu/Monumen Jl. Hasanudin Preservasi

49.Monumen GerilyaTugu/Monumen Jl. Veteran Preservasi

50.Monumen Gerilya MasetepeTugu/Monumen Jl. Tentara Pelajar Preservasi

51.Monumen Stadion SriwedariMonumenJl. Slamet Riyadi Preservasi

52.Patung Slamet RiyadiTugu/Monumen Jl. Slamet Riyadi Preservasi

53.Patung Gatot SubrotoTugu/Monumen Jl. Slamet Riyadi Preservasi

54.Patung RonggowarsitoTugu/Monumen Jl. Slamet Riyadi Preservasi

55.Jebatan ArifinJembatan Jl. Arifin Preservasi

56.Monumen Pensai Pancasila (di Kebun Kopi)MonumenKel. Sewu Preservasi

57.Patung SuratinTugu/MonumenJl. Gajah Mada Preservasi

58.Jembatan Pasar HarjonegoroPerabotan JalanJl. Urip Sumoharjo Preservasi

59.Monumen Guru PGRI MonumenJl. Kartini Preservasi

60.Jembatan Pasar LegiPerabot JalanJl. S. Parman Preservasi

F.Ruang Terbuka atau Taman

61.Makam Ki Ageng HenisMakam Kel. Laweyan Preservasi

62.Taman SriwedariTamanJl. Slamet Riyadi Preservasi

NoNama ObyekJenis ObyekAlamatBentuk Konservasi

63.Patilasan Panembahan SenopatiRuang TerbukaKel. Sewu Preservasi

64.Taman BalekambangTamanKel. Manahan Preservasi

65.Taman JurugTamanJl. Ir. Sutami Preservasi

66.Taman BanjarsariRuang TerbukaKel. Stabelan Preservasi

67.TMP Kusuma BhaktiMakam PahlawanJl. Ir. Sutami Preservasi

68.Makam Putri CempoMakam Jl. Popda Preservasi

Sumber : Surakarta dalam Angka 2009

Dahulu bangunan-bangunan tersebut mempunyai fungsi berbeda-beda yang mana hingga sekarang sebagian masih difungsikan sebagai mana fungsi awalnya, namun sebagian juga ada yang sudah dialihfungsikan bahkan sebagian ada pula yang kondisinya sudah tak terawat. Bangunan-bangunan kuno tersebut sebenarnya mempunyai daya tarik tersendiri apabila dimanfaatkan serta dikelola dengan baik dan benar. Kekhasan serta keantikan suatu benda atau bangunan mempunyai nilai lebih bagi sebagian masyarakat, terutama masyarakat penggemar benda atau bangunan antik. Daftar bangunan kuno dan kawasan bersejarah di Surakarta dipresentasikan dalam Peta 3 sebagai berikut

8. Sarana dan Prasarana Wisataa. Prasarana Wisata

Menurut Suwantoro (1997: 21) prasarana wisata adalah sumber daya alam dan sumber daya buatan manusia yang mutlak dibutuhkan oleh wisatawan dalam perjalannya di daerah tujuan wisata. Prasarana wisata meliputi prasarana perhubungan, listrik dan air bersih, telekomunikasi, kesehatan, kemananan, dan perbankkan. Berikut uraian menganai ketersediaan prasarana pariwisata di Kota Surakarta yang mempengaruhi kegiatan pariwisata.

1) Prasarana Perhubungan

Salah satu prasarana penting yang mempengaruhi proses kelancaran kegiatan pariwisata adalah prasarana perhubungan dan jaringan jalan merupakan prasarana perhubungan yang utama. Kondisi prasarana jalan yang ada di Surakarta memiliki panjang keseluruhan 624,09 km dengan kondisi baik 42,69 km, kondisi sedang 131,11 km, dan kondisi rusak 62,2 km.Kondisi dan status jalan pada suatu wilayah sangat mempengaruhi tingkat aksesibiltas pada wilayah tersebut. Jaringan jalan yang ada di Kota Surakarta mempunyai kelas jalan yang beragam, yaitu mulai dari jalan arteri, jalan kolektor serta jalan lokal. Berikut ini data mengenai fungsi dan status jalan di Kota Surakarta:

Tabel 8. Fungsi dan Status Jalan Kota Surakarta

NoSumberStatusPanjang Jalan

km%

1Arteri PrimerNasional7,3406,32

2Arteri SekunderKota11,0059,48

3Kolektor PrimerPropinsi27,50023,68

4Kolektor SekunderKota39,61034,12

5Lokal PrimerPropinsi17,85015,37

6Lokal SekunderKota12,80511,03

Jumlah116,110100,00

Sumber :DPU Kota Surakarta 2006

Sementara itu, jumlah pengusaha maupun armada angkutan penumpang juga semakin bertambah. Berikut data mengenai banyaknya perusahaan oto bus (PO) yang berdomisili di Kota Surakarta tahun 2009.

Tabel 9.Banyaknya Perusahaan Oto Bus (PO) yang Berdomisili di Kota Surakarta Tahun 2009

No Jenis PerjalananJumlah PO PemilikJumlah ArmadaJumlah Rit/HariRata-Rata Tempat

1Bus AKAP Lintas732016130

2Bus AKAP81517630

3Bus AKDP1314757250

4Angkutan Kota4114231.73212

5Bus Perkotaan162811.11625

6Taksi 6430-5

Sumber : Surakarta dalam angka 2009

Dari data di atas dapat diketahui bahwa jumlah alat transportasi yang terdapat di Kota Surakarta sudah sangat lengkap. Hal ini tentu saja sangat berpengaruh terhadap aksesibilitas, terutama dalam melakukan kegiatan perekonomian termasuk didalamnya kepariwisataan

2) Listrik dan Air Bersih

Pengguna jasa industri listrik di Kota Surakarta tahun 2009 tercatat sebanyak 959.955 pelanggan dengan jumlah pemakaian mencapai 239.476.417 kwh. Jumlah pelanggan terbanyak adalah untuk kepentingan rumah tangga sedangkan jumlah pemakaian terbanyak untuk kepentingan industri. Berikut data mengenai banyaknya pelanggan dan pemakaian listrik di Surakarta tahun 2009.

Tabel 10. Banyaknya Pelanggan dan Pemakaian Listrik di Kota Surakarta Tahun 2009

Kategori PelangganJumlah PelangganJumlah Pemakai (kwh)

Sosial 20.2136.178.797

Rumah Tangga901.66380.695.317

Bisnis33.40124.084860

Industri945121.041.370

Pemerintah3.7337.476.073

Jumlah959.955239.476.417

Sumber: Surakarta dalam angka 2009

Penyediaan air bersih bagi penduduk selain dari sumber air sumur yang dimiliki oleh masing-masing penduduk, juga disediakan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Surakarta. Jumlah air yang disalurkan PDAM Kota Surakarta ke pelanggan pada tahun 2009 sebanyak 54.828 unit dengan jumlah air yang disalurkan sebanyak 14.769.302 m3. Berikut data mengenai banyaknya pelanggan air minum (PDAM) menurut kategori pelanggan di Kota Surakarta tahun 2009.

Tabel 11. Banyaknya Pelanggan Air Minum (PDAM) Menurut Kategori Pelanggan di Kota Surakarta Tahun 2009Kategori PelangganJumlah PelangganJumlah Pemakaian (m3)Nilai

(Rp)

Sosial1.006951.0881.029.071.550

Rumah Tangga47.76311.914.97732.689.444.700

Pemerintah262314.0881.761.613.700

Niaga5.4221.403.9159.580.476.900

Sekolah348185.234685.693.500

Jumlah 54.82814.769.30245.746.300.350

Sumber: Surakarta dalam angka 2009

3) Kesehatan

Fasilitas kesehatan termasuk salah satu kebutuhan utama bagi masyarakat. Lengkapnya fasilitas kesehatan di suatu daerah, maka kondisi kesehatan masyarakatnyapun lebih terjaga sehingga segala aktifitas masyarakat akan berjalan lebih lancer. Fasilitas kesehatan juga sangat berpengaruh dalam kegiatan pariwisata sebab fasilitas kesehatan juga diperlukan bagi wisatawan yang datang berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata. Berikut data mengenai jumlah fasilitas kesehatan di Kota Surakarta.

Tabel 12. Banyaknya Fasilitas Kesehatan di Kota Surakarta

Tahun 2009

NoJenis Fasilitas Kesehatan20082009

1Rumah Sakit1512

2Puskesmas5659

3Sarana Pelayanan Farmasi:

Gudang farmasi11

Apotik134138

Toko Obat2426

4Tenaga Kesehatan:

Dokter Spesialis364364

Dokter Umum269276

Dokter Gigi6368

Perawat1.9952.027

Bidan238261

Tenaga Farmasi336341

Sanitarian4043

Kesehatan Masyarakat4848

Tenaga Gizi6162

Tenaga Keteknisan Lainnya282284

Sumber : Surakarta dalam angka 20094) Telekomunikasi

Kelancaran hubungan suatu daerah dengan daerah lainnya perlu didukung oleh keberadaan Kantor Pos dan Telekomunikasi. Pelayanan pos di Kabupatenn Tegal diselenggarakan oleh Kantor Pos Besar beserta Kantor Pos Pembantu di tiap kecamatan dan PT. Telkom Cabang Surakarta. 5) Perbankan

Peran bank dalam kegiatan sektor pariwisata adalah untuk menyediakan dana kepada wisatawan yang sewaktu-waktu kehabisan uang. Selain itu, bank juga memberikan fasilitas yang memudahkan wisatawan dalam perjalanan wisatawan dalam perjalan wisata seperti transfer uang, money changer, dan travel cek.

b. Sarana Wisata

Sarana wisata menurut Suwantoro (1997: 22) adalah kelengakapan daerah tujuan wisata yang diperlukan untuk melayani kebutuhan wisatawan dalam menikmati perjalanan wisatanya.

1) Biro Perjalanan

Biro perjalanan adalah perusahaan yang menyelenggarakan kegiatan paket wisata dan agen perjalanan. Biro perjalanan menyediakan pemandu wiasata yang memberikan penjelasan tentang obyek wisata yang dikunjungi ser