d 4807-7402-1-SM

10
201 1. Pendahuluan Pertumbuhan penduduk perkotaan merupakan fenomena yang sedang dihadapi di Indonesia dimana saat ini jumlah penduduk perkotaan mencapai 36% dari total jumlah penduduk Indonesia. Selain itu, akibat tingginya laju urbanisasi tidak diimbangi dengan peningkatan pendapatan, menyebabkan berkembangnya kawasan permukiman padat penduduk dan kumuh di wilayah perkotaan (D.T. Saraswati, 2004). Akibatnya terjadi peningkatan jumlah orang-orang yang datang dan menetap di kota menjadikan kota semakin padat. Pada tahun 2006 misalnya, tercatat luas lingkungan permukiman kumuh Indonesia sebesar 47.393 ha dengan total ANALISIS KESESUAIAN PRASYARAT KAMPUNG SASARAN DENGAN KAMPUNG TERAPAN TERHADAP PROGRAM POLA PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN DI INDONESIA Jauhari Effendi dan Sudirman S Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Program Pasca Sarjana, Universitas Nusa Cendana, Jl. Adisucipto-Penfui, Kupang.NTT 85361, Indonesia Email: [email protected] dan [email protected] Abstract This study aim to analyze concordance of target kampong prerequisite with applied kampong from result of execution of 4 project of settlement handling pattern of urban which has been executed in Indonesia (KIP, P2KP, CoBILD, and NUSSP). In this study takes 4 samples of dirty settlement in 2 metropolitans town in Indonesia, Penjaringan Kampong (Jakarta) through KIP, while 3 between of location in Makassar City (Sulsel), Ballaparang Kampong (P2KP), Cambayya Kampong (CoBILD), and Rappokalling Kampong ( NUSSP). Primary survey is done by means of assists questionaire to obtain condition of applied kampong reality becoming case for every handling pattern, and situation success of repair component in every handling pattern. Responder is leader RT/RW, prominent public, member of the existing kampong and member of former case kampong which populating has outside case kampong assumed knows initial condition of the kampong. This study applies technique snowballing causing is obtained a number of purposive sample from third kinds of the responder. Result of study indicates that fourth of program which has been executed this generally there is unconformability between conditions signed for target kampong with initial condition of applied kampong. Unconformability between conditions of target kampongs with condition of applied kampong reality, indicates that handling pattern of urban slump which has been executed from year to year has not fully experiences change of condition of happened during the period as according to execution time of the handling pattern. Keywords: Slump Urban; pattern; kampong; settlement handling penduduk yang berada di dalamnya sekitar 17,2 juta jiwa (Anonim, 1975). Di perkotaan Indonesia terjadi penurunan kualitas lingkungan permukiman yang signifikan. Penurunan kualitas ini turut disumbang oleh belum memadainya pelayanan di lingkungan permukiman. Dengan demikian, banyak kawasan perumahan dan permukiman yang telah melebihi daya tampung dan daya dukung lingkungan, ditandai dengan meningkatnya lingkungan kumuh. Akibatnya, timbul persepsi dan paradigma di masyarakat termasuk sudut pandang dari pemerintah kota, bahwa permukiman kumuh merupakan bagian wilayah di perkotaan yang sangat tidak produktif, kotor, tidak

description

slum

Transcript of d 4807-7402-1-SM

Page 1: d 4807-7402-1-SM

201

1. PendahuluanPertumbuhan penduduk perkotaan merupakan

fenomena yang sedang dihadapi di Indonesia dimanasaat ini jumlah penduduk perkotaan mencapai 36%dari total jumlah penduduk Indonesia. Selain itu,akibat tingginya laju urbanisasi tidak diimbangidengan peningkatan pendapatan, menyebabkanberkembangnya kawasan permukiman padatpenduduk dan kumuh di wilayah perkotaan (D.T.Saraswati, 2004). Akibatnya terjadi peningkatanjumlah orang-orang yang datang dan menetap di kotamenjadikan kota semakin padat. Pada tahun 2006misalnya, tercatat luas lingkungan permukimankumuh Indonesia sebesar 47.393 ha dengan total

ANALISIS KESESUAIAN PRASYARAT KAMPUNG SASARANDENGAN KAMPUNG TERAPAN TERHADAP PROGRAM POLA

PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH PERKOT AANDI INDONESIA

Jauhari Effendi dan Sudirman SProgram Studi Ilmu Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan,

Program Pasca Sarjana, Universitas Nusa Cendana, Jl. Adisucipto-Penfui, Kupang.NTT 85361, IndonesiaEmail: [email protected] dan [email protected]

AbstractThis study aim to analyze concordance of target kampong prerequisite with applied kampongfrom result of execution of 4 project of settlement handling pattern of urban which has beenexecuted in Indonesia (KIP, P2KP, CoBILD, and NUSSP). In this study takes 4 samples ofdirty settlement in 2 metropolitans town in Indonesia, Penjaringan Kampong (Jakarta)through KIP, while 3 between of location in Makassar City (Sulsel), Ballaparang Kampong(P2KP), Cambayya Kampong (CoBILD), and Rappokalling Kampong ( NUSSP). Primarysurvey is done by means of assists questionaire to obtain condition of applied kampongreality becoming case for every handling pattern, and situation success of repair componentin every handling pattern. Responder is leader RT/RW, prominent public, member of theexisting kampong and member of former case kampong which populating has outside casekampong assumed knows initial condition of the kampong. This study applies techniquesnowballing causing is obtained a number of purposive sample from third kinds of theresponder. Result of study indicates that fourth of program which has been executed thisgenerally there is unconformability between conditions signed for target kampong withinitial condition of applied kampong. Unconformability between conditions of targetkampongs with condition of applied kampong reality, indicates that handling pattern ofurban slump which has been executed from year to year has not fully experiences change ofcondition of happened during the period as according to execution time of the handlingpattern.

Keywords: Slump Urban; pattern; kampong; settlement handling

penduduk yang berada di dalamnya sekitar 17,2 jutajiwa (Anonim, 1975).

Di perkotaan Indonesia terjadi penurunankualitas lingkungan permukiman yang signifikan.Penurunan kualitas ini turut disumbang oleh belummemadainya pelayanan di lingkungan permukiman.Dengan demikian, banyak kawasan perumahan danpermukiman yang telah melebihi daya tampung dandaya dukung lingkungan, ditandai denganmeningkatnya lingkungan kumuh. Akibatnya, timbulpersepsi dan paradigma di masyarakat termasuksudut pandang dari pemerintah kota, bahwapermukiman kumuh merupakan bagian wilayah diperkotaan yang sangat tidak produktif, kotor, tidak

Page 2: d 4807-7402-1-SM

202

memiliki potensi, tidak efisien dan menggangguestetika serta keindahan (Effendi, J., 2005) danHidayat, 1985). Kemudian, seringkali terpikirkanbahwa satu-satunya solusi yang terbaik adalahdengan menggusur, memindahkan ataumenghilangkan kawasan kumuh tersebut darilingkungan wilayah perkotaan (Turner, J.F.C., 1976).Menurut Krause, G.H. (1975), fenomena permukimankumuh sudah diakui sebagai bagian daripermasalahan kota, dan bukan lagi hanya merupakanpermasalahan lingkungan lokal semata. Hal inidiperkuat oleh Werlin, H. (1999), bahwa fenomenaseperti ini mencerminkan salah satu dampak dariproses pembangunan, yang semakin berat dengantingkat pertumbuhan yang cepat dari pendudukperkotaan, serta jauh dari proses penyediaankebutuhan perumahan beserta sarana fasilitaspelayanan dan prasarana lingkungan perkotaan olehpemerintah kota.

Disisi lain, pemerintah telah menggulirkan danmelaksanakan beberapa program sebagai upayauntuk menangani permukiman kumuh perkotaan diIndonesia diantaranya, Program Perbaikan Kampung(Kampung Improvement Program) atau KIP, ProgramPenanggulangan Kemiskinan di Perkotaan atauP2KP, Community Based Initiatives for Housing andLocal Development atau CoBILD dan NeighborhoodUpgrading and Shelter Sector Project atau NUSSP.KIP adalah pola pelaksanaan perbaikan kampung(fisik, sosial, dan ekonomi) yang bertumpu padaaktivitas masyarakat dengan cara swadaya. Tujuanpola ini adalah mendayamampukan masyarakat untukmengembangkan sumber daya yang dimilikinya(manusia, alam dan lingkungan). Sedangkan polaP2KP merupakan salah satu proyek nasional yangdilaksanakan oleh pemerintah Indonesia dalam rangkamenanggulangi berbagai persoalan kemiskinan yangterjadi di masyarakat, khususnya bagi masyarakatyang tinggal di wilayah perkotaan (urban).Pemerintah Indonesia selanjutnya menugaskanDirektorat Jenderal Perumahan dan Permukiman -Departemen Kimpraswil (sekarang Ditjen Cipta KaryaDepartemen Pekerjaan Umum), sebagai pelaksanaproyek dari P2KP. P2KP sebagai suatu proyek yangmerupakan suatu upaya pemerintah yang bermuarakepada program penanggulangan kemiskinan yangdilaksanakan melalui strategi pemberdayaan sebagaiinvestasi modal sosial menuju pembangunan yangberkelanjutan (sustainable development). Artinyaproyek yang diprakarsai pemerintah ini pada

akhirnya diharapkan dapat menjadi programpenanggulangan kemiskinan yang tumbuh atasinisiatif dan prakarsa masyarakat sendiri, dandidukung oleh pemerintahnya maupun kelompok-kelompok peduli, organisasi-organisasi masyarakatsipil dan dunia usaha yang ada.

Selanjutnya, program Cobild adalah salah satumodel pembiayaan perumahan dengan konsepkomunitas, penyaluran dana diberikan oleh kelompokswadaya masyarakat. Dana Cobild diperoleh atasbantuan pemerintah Belanda melalui Departemen PUuntuk disalurkan kepada masyarakat luas dengansasaran masyarakat berpenghasilan rendah. ProyekCobild bertujuan untuk meningkatkan pembangunanperumahan dan permukiman bagi masyarakat yangberpenghasilan rendah (tidak bisa meminjam melaluibank) melalui program dana bergulir. Selain segipembiayaan, program Cobild juga memberi perhatianterhadap pengembangan social capital dengantujuan agar program dana bergulir perumahan dapatberlanjut berdasarkan kekuatan dan kemampuanyang dimiliki masyarakat. Sementara program NUSSPmerupakan kegiatan kerjasama antara PemerintahIndonesia melalui Departemen Pekerjaan Umumdengan Asian Development Bank (ADB) diarahkanuntuk perbaikan lingkungan permukiman kumuh diperkotaan yang dilaksanakan melalui kemitraanantara pemerintah, sektor swasta dan masyarakatserta upaya penguatan kelembagaan pada tingkatkomunitas.

Berkaitan dengan pelaksanaan proyek yangdiluncurkan oleh pemerintah ini, oleh Effendi, J.(2007), mengungkapkan program-program inimenggunakan pola penanganan yang berbeda-beda.dan mengkaji dampak dari program yang telahdilaksanakan sesuai dengan persepsinya, Akantetapi, kajian dampak dari pelaksanaan program iniumumnya dilaksanakan oleh pengelola/pemilikproyek/program sehingga evaluasi program hanyabersifat formal saja bagi kepentingan akuntabilitaspengelola. Sebaliknya, pendapat warga penghunisendiri terhadap keberhasilan program jarangdiikutsertakan dalam evaluasi tersebut. Berkaitandengan hasil pelaksanaan dari beberapa programperbaikan permukiman kumuh yang telahdilaksanakan oleh Pemerintah, maka tujuan dalampenelitian ini adalah mencoba menganalisiskesesuaian antara prasyarat kampung sasarandengan kampung terapan terhadap hasil pelaksanaandari program tersebut dan melakukan penilaian

Jurnal Bumi Lestari, Volume 12 No. 2, Agustus 2012, hlm. 201 - 210

Page 3: d 4807-7402-1-SM

203

tentang keberhasilan dari kegiatan yang sudahdilakukan.

2. Metode Penelitian

2.1 Waktu dan Tempat PenelitianWaktu penelitian dilakukan selama 1 tahun

dengan mengambil 2 lokasi penelitian kotametropolitan di Indonesia yang menjadi lokasipelaksanaan proyek program penangananpermukiman kumuh perkotaan, yakni: DKI Jakarta,dan Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan.Kemudian dipilih 4 (empat) buah program perbaikanuntuk mengamati perkembangan karakteristik polapenanganan permukiman kumuh dan kemudian darimasing-masing pola penanganan dipilih 1 Kampungyang mewakili untuk melihat bagaimana perubahanantar pola itu terjadi untuk menjawab setiappertanyaan penelitian. Keempat pola penanganantersebut dengan kampung kasusnya adalah: (1)Program Perbaikan Kampung (KampungImprovement Program/KIP), dengan KampungPenjaringan, Jakarta; (2) Program PenanggulanganKemiskinan di Perkotaan/P2KP, dengan KampungBallaparang; (3) Community Based Initiatives forHousing and Local Development/ CoBILD, denganKampung Cambayya, dan Neighborhood Upgradingand Shelter Sector Project/NUSSP, denganKampung Rappokaling).

2.2 Rancangan PenelitianMetodologi penelitian yang digunakan adalah

metode kualitatif dengan melakukan analisisdeskriptif pada hasil-hasil survei primer dengan alatbantu kuesioner dan observasi lapangan. Surveiprimer dilakukan dengan alat bantu kuesioner untukmemperoleh 3 (tiga) hal yakni, kondisi nyata kampungterapan yang menjadi kasus untuk setiap polapenanganan, keadaan keberhasilan komponenperbaikan di setiap pola penanganan, dan tentangkeadaan keberhasilan upaya tambahan atau mandiriyang dilakukan oleh warga setelah program perbaikanyang ada pada setiap pola penanganan selesaidilaksanakan. Responden adalah pimpinan RT/RWserta pemuka masyarakat dan warga kampung saatini dan warga kampung kasus dahulu yang sudahberdiam di luar kampung kasus yang dianggapmengetahui kondisi awal kampung tersebut.

2.3 Teknik Pengumpulan DataTeknik pengumpulan data dilakukan dengan

cara pengamatan langsung (direct observation), danwawancara kepada responden secara langsung.Responden adalah pimpinan RT/RW serta pemukamasyarakat dan warga kampung saat ini dan wargakampung kasus dahulu yang sudah berdiam di luarkampung kasus yang dianggap mengetahui kondisiawal kampung tersebut. Penelitian ini menggunakanteknik snowballing sehingga diperoleh sejumlahpurposive sample dari ketiga macam respondentersebut (Haryani, N.S,. 1997 dan Effendi,J.2007).Jenis data yang diambil meliputi data primer dansekunder yang antara lain:

Pengumpulan data primerData primer merupakan data yang didapat dari

sumber pertama baik individu atau perorangan.Pengumpulan data primer dilakukan melalui beberapacara antara lain; wawancara dan observasi/pengamatan.

Pengumpulan data sekunderPengumpulan data sekunder dilakukan melalui

pengumpulan data ke beberapa instansi yang terkaitberupa laporan akhir pengelola proyek dari keempatprogram pola penanganan terhadap keempatkampung yang telah dilaksanakan. Informasi yangdiperoleh digunakan untuk mendukungpermasalahan/tema studi yang diangkat dan menjadiarahan dasar bagi pelaksanaan survei primer dantahapan studi selanjutnya. Dalam hal ini, adalahkesesuaian antara karakteristik pola penanganan/perbaikan dengan kondisi nyata permukiman kumuhyang akan dikaji melalui penilaian kesesuaian antarakondisi komponen permukiman yang dipersyaratkan.Dimana persyaratan yang harus terpenuhi padapermukiman atau target kampung yang akandiperbaiki disebut sebagai kondisi prasyaratkomponen kampung sasaran. Sedangkan kondisinyata/aktual komponen-komponen pada permukimanatau kampung yang dipilih untuk diperbaikiselanjutnya disebut kondisi nyata komponenkampung terapan.

2.4 Teknik Analisis DataAnalisis ini merupakan hasil wawancara

terhadap pengelola proyek tentang prasyarat bagi

Jauhari Effendi, dkk. : Analisis Kesesuaian Prasyarat Kampung Sasaran dengan Kampung .....

Page 4: d 4807-7402-1-SM

204

kampung sasaran untuk menangani kampung kumuh.Wawancara ini sebagai cross check terhadapjawaban dari ketiga responden dari masyarakatkampung terapan sebagai tempat pelaksanaanproyek.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Hasil Penelitian

Pola Penanganan Program KIPPerbaikan lingkungan fisik adalah karakteristik

dasar dalam pola Kampung Improvement Program(KIP) yang diterapkan pada kampung kasus yaituKampung Penjaringan di Daerah Khusus IbukotaJakarta di Tahun 1990-an. Lingkungan fisik yangdimaksud dalam pola penanganan ini adalahkomponen-komponen permukiman yang selanjutnyadirinci menjadi komponen jalan, drainase,pengelolaan sampah, pengadaan air minum atau airbersih, dan fasilitas mandi cuci kakus (MCK).Prasyarat pola Kampung Improvement Program(KIP) yang diperoleh dari pengelola proyek (datasekunder) adalah rendahnya ketersediaan ataurusaknya komponen-komponen rinci tersebut.Indikasinya dinyatakan dengan persentase, yaitu80% dalam kondisi rusak (untuk jalan, drainase,MCK) atau 80% komponen tidak tersedia (gerobaksampah untuk pengelolaan sampah).

Dalam penelitian ini membandingkan prasyaratpola KIP kampung sasaran dengan kampung terapanyang direpresentasikan dengan kampung kasus,melalui pengamatan kondisi kampung kasus untukbeberapa komponen berupa jalan, drainase,pengelolaan sampah, pengadaan air bersih, danfasilitas MCK. Hasil penelitian menunjukkan bahwakondisi jalan di kampung kasus menunjukkankerusakan jauh di bawah 80%, yaitu hanya 20% saja

jalan yang rusak, sedangkan sebagian besar jalantelah berupa rabat beton dan aspal. Demikian halnyadengan kondisi drainase yang mengalami kerusakansebesar 64% dari 80% yang disyaratkan. Temuan inimenunjukkan bahwa adanya ketidaksesuaian antaraprasyarat dengan penerapannya pada komponenjalan, sedangkan dalam kasus drainase, perbaikandiperlukan karena dalam kondisi banjir saluran aireksisting tidak dapat menampung debit air yang akanmenggenangi kampung tersebut.

Hal yang sama juga terjadi pada pengelolaansampah di kampung kasus menunjukkan bahwasebesar 77% sampah telah diangkut oleh petugaskebersihan, sedangkan sisanya dibuang sendiri, baikke lahan kosong maupun ke laut. Ketidaksesuaiandalam aspek persampahan juga terjadi, walaupunselisihnya dengan persentase prasyarat tidak sebesarkomponen jalan dan drainase. Selanjutnya,pengadaan air bersih dan air minum di kampung kasusmenggambarkan kondisi 53% penduduk membeli airgalon, 38% menggunakan saluran Perusahaan DaerahAir Minum (PDAM), dan sisanya, 4%, menggunakanhidran umum. Kondisi ini tidak sesuai denganprasyarat kampung sasaran, yang mengindikasikankekurangan air bersih dan air minum. Kemudian,fasilitas Mandi Cuci Kakus (MCK) yang menjadiperhatian dalam pola penanganan ini, menunjukkanbahwa 81% warga kampung telah memiliki septictank pribadi dan 14% warga memiliki septic tankbersama (komunal) dalam keadaan baik. Hal inimenunjukkan ketidaksesuaian yang signifikan,mengingat prasyarat pola penanganan KIP yaitu 80%fasilitas MCK dalam keadaan rusak. Untuk lebihjelasnya, seluruh komponen rinci yang menunjukkanketidaksesuaian prasyarat KIP dengan hasilpenelitian di Kampung Terapan seperti dalamTabel 1.

Tabel 1. Presentase Komponen Rinci Pelaksanaan Program KIP

Jurnal Bumi Lestari, Volume 12 No. 2, Agustus 2012, hlm. 201 - 210

Page 5: d 4807-7402-1-SM

205

Pola Penanganan Program P2KPPerbaikan usaha ekonomi masyarakat

merupakan karakteristik dasar dalam PolaPenanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)yang diterapkan di Kampung kasus, yaitu padaKampung Ballaparang di Kota Makassar. Pendekatanpola P2KP yaitu perbaikan ekonomi denganmenggulirkan dana sebesar 80% untuk usahaekonomi dan 20% untuk perbaikan lingkungan.Prasyarat pola P2KP yang diperoleh dari pengelolaproyek (data sekunder) adalah rendahnya tingkatdan ketersediaan komponen-komponen rinci yangmeliputi ekonomi, pendidikan, dan lingkungan.Indikasi dinyatakan dengan persentase, yaitu 80%dalam tingkat rendah (untuk usaha ekonomi skalakecil dan tingkat pendidikan dasar) dan 60%komponen tidak tersedia (gerobak untuk pengelolaansampah).

Pengamatan kondisi kampung kasus untuk tiapkomponen rinci meliputi, usaha ekonomi, tingkatpendidikan, dan pengelolaan sampah. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa kondisi usahaekonomi di kampung kasus menunjukkan keragamanskala usaha, yaitu 40% usaha skala kecil dan 60%berupa skala menengah dan besar. Temuan ini

Hasil penelitian ini juga mengungkapkan bahwapendidikan keterampilan yang dimiliki penduduksudah memadai, yang ditunjukkan melalui lulusanakademi (2%) serta keberadaan tukang bangunandan pekerja bengkel. Seperti halnya komponenekonomi, tingkat pendidikan yang disyaratkan tidaksesuai dengan kondisi nyata di kampung kasus.Berbeda dengan kedua komponen di atas,pengelolaan sampah di kampung kasus telahmencukupi sebesar 40%. Hal ini sesuai denganprasyarat pengelolaan sampah yaitu tidaktersedianya gerobak sampah sebesar 60% walaupunpengoperasian pengelolaannya diindikasikan kurangterealisasi. Ketiga temuan tersebut mengindikasikanbahwa terjadi ketidaksesuaian antara kondisi yangdisyaratkan untuk kampung sasaran pola P2KPdengan kondisi awal kampung terapan, dalam hal inikondisi Kampung Kasus Ballaparang di tahun 1999.Dua dari tiga komponen rinci ini menunjukkanketidaksesuaian yang signifikan, yaitu komponenekonomi dan pendidikan, sedangkan komponenpengelolaan sampah menunjukkan kesesuaian walaudinilai rendah pada pelaksanaannya. Indikasiprasyarat program ini dengan hasil penelitian dilapangan dapat dilihat dalam Tabel 2.

Tabel 2. Presentase Komponen Rinci Pelaksanaan Program P2KP

mengungkapkan ketidaksesuaian yang signifikan,antara prasyarat ekonomi usaha kecil kampungsasaran dengan kampung terapan (kampung kasus),yang hanya memiliki usaha kecil setengah dariprasyarat komponen tersebut. Kemudian pola inimengindikasikan tingkat pendidikan kampungsasaran, yaitu 80% penduduk hanya mengenyamtingkat pendidikan dasar, sedangkan kondisi dikampung kasus menunjukkan bahwa lebih dari 50%penduduk telah tamat pendidikan dasar danmenengah (36%) dan tamat Sekolah Lanjutan TingkatAtas (30%).

Pola Penanganan Program CobildCobild merupakan salah satu pendekatan

penanganan pembangunan perumahan dengankonsep berbasis pada prakarsa komunitasmasyarakat. Pola ini mengembangkan danmenerapkan pendekatan pembangunan perumahanyang menekankan pada penerapan polapembangunan perumahan yang bertumpu padamasyarakat berdasarkan pemberdayaan masyarakat,pengembangan mekanisme pembangunan yangberbasis pada komunitas masyarakat, dan penciptaansistem pendukung kelembagaan pemberdayaan

Jauhari Effendi, dkk. : Analisis Kesesuaian Prasyarat Kampung Sasaran dengan Kampung .....

Page 6: d 4807-7402-1-SM

206

komunitas masyarakat. Perbaikan struktur bangunanrumah serta prasarana lingkungan merupakankarakteristik dasar pola CoBILD yang diterapkanpada kampung Kampung Cambayya di KotaMakassar (Effendi, J. 2007). Pendekatan pola CoBILDyaitu mengalokasikan dana sebesar 100% untukperbaikan struktur bangunan dan prasaranalingkungan melalui pengguliran dana kepadamasyarakat. Prasyarat pola CoBILD yang diperolehdari pengelola proyek (data sekunder) adalahrendahnya ketersediaan komponen-komponen rinciyang meliputi struktur bangunan rumah, kepemilikansertifikat, dan pengelolaan sampah. Indikasidinyatakan dengan persentase, yaitu 60% komponendalam tingkat rendah (untuk struktur bangunanrumah tidak layak huni dan gerobak sampah) dan80% komponen yang tidak dimiliki, dalam hal inikepemilikan sertifikat tanah.

Pengamatan kondisi kampung kasus untukuntuk pola ini meliputi komponen rinci, yakni:struktur bangunan, kepemilikan sertifikat danpengelolaan sampah. Hasil penelitian menunjukkanbahwa kondisi jalan di kampung kasus mengalamikerusakan di bawah 60%, yaitu hanya 40% jalan yangrusak dan tidak berfungsi, sedangkan 60% jalan telahberupa rabat beton. Kemudian kondisi strukturbangunan di kampung kasus menunjukkan sebagianbesar bangunan rumah dalam kondisi layak huni.Temuan ini mengungkapkan ketidaksesuaian antaraprasyarat struktur bangunan kampung sasarandengan kampung terapan (kampung kasus).

Selanjutnya, mengenai kepemilikan sertifikattanah di kampung kasus mengungkapkan bahwa95% warga memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan(HGB) atau girik, 3% warga telah memiliki sertifikat,dan hanya 2% warga yang belum sama sekalimemiliki sertifikat. Temuan ini mengindikasikanketidaksesuaian, mengingat prasyarat yangditetapkan adalah 80% penduduk belum memiliki

sertifikat. Demikian halnya dengan komponenpengelolaan sampah juga menunjukkan gejalaketidaksesuaian, walau tidak sebesar komponenstruktur bangunan dan kepemilikan sertifikat.Kampung kasus telah menyediakan 58% gerobaksampah (42% belum tersedia) namun pengelolaanyabelum dapat direalisasikan dengan baik. Temuan-temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwaterjadi ketidaksesuaian antara kondisi yangdisyaratkan untuk kampung sasaran Pola CoBILDdengan kondisi awal kampung terapan, dalam hal inikondisi Kampung Kasus Cambayya di tahun 2002.Indikasi ketidaksesuaian prasyarat kampung sasarandengan pelaksanaan program CoBILD di KampungTerapan dapat dilihat dalam Tabel 3.

Pola Penanganan Program NUSSPKombinasi perbaikan prasarana lingkungan dan

perbaikan perumahan dengan pengguliran kreditmikro merupakan karakteristik dasar pola NUSSPyang diterapkan pada kampung kasus, yaituKampung Rappokaling di Kota Makassar (Effendi,J. 2007). Prasyarat pola NUSSP yang diperoleh daripengelola proyek (data sekunder) adalah rusaknyakomponen-komponen rinci yang meliputi komponenjalan, drainase, fasilitas MCK, pengelolaan sampah,dan kredit mikro perumahan. Indikasi kerusakandinyatakan dengan persentase, yaitu 60% dalamkondisi rusak untuk seluruh komponen rinci, kecualifasilitas MCK (40% dalam kondisi rusak).

Pengamatan kondisi kampung kasus untuk polaNUSSP dilakukan dengan menggunakan beberapakomponen rinci, yaitu jalan, drainase, fasilitas MCK,pengelolaan sampah, dan kredit mikro perumahan.Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisidrainase mengalami kerusakan sebesar 73% dariminimal 60% yang disyaratkan, sedangkankomponen jalan terdapat kesesuaian antara prasyaratdengan penerapannya. Kemudian fasilitas Mandi

Tabel 3. Presentase Komponen Rinci Pelaksanaan Program CoBILD

Jurnal Bumi Lestari, Volume 12 No. 2, Agustus 2012, hlm. 201 - 210

Page 7: d 4807-7402-1-SM

207

Cuci Kakus (MCK) di kampung kasus, menunjukkanbahwa 92% warga kampung telah memiliki septictank pribadi dan dalam keadaan berfungsi. Hal inimenunjukkan ketidaksesuaian yang signifikan,mengingat prasyarat pola penanganan yangmentargetkan 40% fasilitas Mandi Cuci Kakus dalamkeadaan rusak. Untuk pengelolaan sampah dikampung kasus menunjukkan bahwa sebesar 57%sampah sudah ditangani, sedangkan sisanyadibuang sendiri, baik ke lahan kosong maupun kesungai. Ketidaksesuaian dalam aspek persampahanjuga terjadi, walaupun selisihnya dengan persentaseprasyarat tidak sebesar komponen jalan dan MCK.

Komponen rinci lain, yakni kredit mikroperumahan yang dinilai menurut persepsi wargakampung. Hasil penilaian menunjukkan bahwasebagian besar warga (75%) beranggapan bahwabunga kredit terlalu tinggi, 15% pendudukmempertanyakan persyaratan kelengkapan dokumen,dan hanya 10% yang setuju dan tidakmempersoalkan kredit mikro perumahan yangdiberikan pada rumah yang tidak layak huni. Darihasil penelitian ini mengungkapkan adanyaketidaksesuaian antara kondisi yang disyaratkanuntuk kampung sasaran pola NUSSP dengan kondisiawal kampung terapan, dalam hal ini kondisiKampung Kasus Rappokaling di tahun 1999. Empatdari lima komponen rinci menunjukkanketidaksesuaian dengan variasi atau keragamantertentu, dimana komponen jalan dan MCKmenunjukkan ketidaksesuaian yang signifikan,sedangkan komponen drainase menunjukkankesesuaian. Indikasi prasyarat kampung sasarandengan pelaksanaan program NUSSP di KampungTerapan dapat dilihat dalam Tabel 4.

3.2 Pembahasan Hasil PenelitianHasil penelitian menunjukkan bahwa keempat

program ini menggunakan pola penanganan yangberbeda-beda. Program KIP yang dilaksanakan diKampung Penjaringan (Jakarta) menggunakan polaperbaikan lingkungan fisik, sedangkan program P2KPmenggunakan pola pendekatan perbaikan usahaekonomi masyarakat yang dilaksanakan di KampungBallaparang (Sulsel) dengan menggulirkan danasebesar 80% untuk usaha ekonomi dan 20% untukperbaikan lingkungan. Kemudian, program CoBILDmenerapkan perbaikan struktur bangunan rumah danprasarana lingkungan dengan mengalokasikan dana100% di Kampung Cambayya (Sulsel), sedangkanprogram NUSSP menggunakan kombinasi perbaikanprasarana lingkungan dan perbaikan perumahandengan menggulirkan kredit mikro di KampungRappokalling kota Makassar.

Selanjutnya, dalam penelitian ini ditemukanbahwa keempat program yang telah dilaksanakan iniumumnya terdapat ketidaksesuaian antara kondisiyang diisyaratkan untuk kampung sasaran dengankondisi awal kampung terapan. Ketidaksesuaianantara kondisi kampung sasaran dengan kondisinyata kampung terapan, mengindikasikan bahwa polapenanganan / perbaikan permukiman kumuhperkotaan yang telah dilaksanakan dari tahun ketahun belum sepenuhnya mengalami perubahankondisi yang terjadi selama periode tersebut sesuaidengan waktu pelaksanaan pola penaganan yangada . Dengan kata lain, penerapan permukiman kumuhatau kampung yang ditargetkan untuk diperbaiki padasetiap pola penanganan yang diperkenalkan hanyaberdasaarkan kepada asumsi akan sebuah kondisikampung tertentu. Hal ini dapat diuraikan sebagaiberikut:

Tabel 4. Presentase Komponen Rinci Pelaksanaan Program NUSSP

Jauhari Effendi, dkk. : Analisis Kesesuaian Prasyarat Kampung Sasaran dengan Kampung .....

Page 8: d 4807-7402-1-SM

208

Penilaian Kesesuaian Pola KIPDengan berdasarkan hasil presentase

komponen rinci dalam Tabel 1 terlihat perbandinganprasyarat pola KIP kampung sasaran dengankampung terapan yang direpresentasikan dengankampung kasus, pada saat pola tersebutdilaksanakan. Pengamatan kondisi kampung kasusuntuk tiap komponen, yaitu jalan, drainase,pengelolaan sampah, pengadaan air bersih, danfasilitas MCK, menunjukkan kerusakan jauh dibawah 80%, yaitu hanya 20% jalan yang rusak,sedangkan sebagian besar jalan telah berupa rabatbeton dan aspal. Kondisi ini mengungkapkan bahwaterjadi ketidaksesuaian yang signifikan antaraprasyarat kampung sasaran dengan kampungterapan untuk komponen jalan. Sebaliknya, tingkatkeberhasilan dari pola penanganan KIP menunjukkanbahwa perbaikan jalan dan pemanfaatan buruh lokaldinilai sangat baik oleh responden, sedangkansebagian besar komponen lainnya dinilai sedang Halini juga telah diungkapkan oleh Dicky Irawan (2003),bahwa penerapan program KIP hanya mampumemberikan prasarana jalan yang memadai sertalapangan kerja yang bersifat sementara. Dengandemikian, setelah kegiatan proyek berakhirmasyarakat kembali tidak berdaya dan tetap merasamiskin, serta merasa harus tetap dibantu olehpemerintah.

Penilaian Kesesuaian Pola P2KPDari Tabel 2 menunjukkan kondisi usaha

ekonomi di kampung kasus terdapat keanekaragamanskala usaha, yaitu 40% usaha skala kecil dan 60%berupa skala menengah dan besar. Kondisi inimengungkapkan ketidaksesuaian yang signifikan,antara prasyarat ekonomi usaha kecil kampungsasaran dengan kampung terapa, yang hanya memilikiusaha kecil setengah dari prasyarat komponentersebut. Selain itu, pola ini mengindikasikan tingkatpendidikan kampung sasaran, yaitu 80% pendudukhanya mengenyam tingkat pendidikan dasar,sedangkan kondisi di kampung kasus menunjukkanbahwa lebih dari 50% penduduk telah tamatpendidikan dasar dan menengah (36%) dan tamatSekolah Lanjutan Tingkat Atas (30%). Hasilpenelitian ini mengungkapkan bahwa pendidikanketerampilan yang dimiliki penduduk sudah memadai,yang ditunjukkan melalui lulusan akademi (2%) sertakeberadaan tukang bangunan dan pekerja bengkel.

Berbeda dengan kedua komponen di atas,pengelolaan sampah di kampung kasus telahmencukupi sebesar 40%. Hal ini sesuai denganprasyarat pengelolaan sampah yaitu tidaktersedianya gerobak sampah sebesar 60%.Walaupun, pengoperasian pengelolaannyadiindikasikan kurang terealisasi. Ketiga kondisitersebut mengindikasikan bahwa, terjadiketidaksesuaian antara kondisi yang disyaratkanuntuk kampung sasaran pola P2KP dengan kondisiawal kampung terapan.

Selanjutnya, keberhasilan pola penangananP2KP berdasarkan responden hanya tertuju padakomponen perbaikan usaha kecil dan pemberdayaanekonomi, sedangkan sebagian komponen lainnya(jalan, drainase, dan sampah) dinilai kurang berhasil.Ketidakberhasilan komponen ini oleh Nina Fatma(2007) dalam penelitiannya mengungkapkan, adanyafaktor tingkat partisipasi masyarakat masih rendahdalam kegiatan fisik P2KP. Hal ini didukung denganditemukannya beberapa sarana dan prasarana fisikyang dibangun melalui bantuan P2KP, ternyatakondisinya sekarang malah bertambah parah, bahkanada yang tidak berfungsi lagi.

Penilaian Kesesuaian Pola CoBILDBerdasarkan hasil penelitian yang telah

diuraikan dalam Tabel 3 menunjukkan bahwa kondisijalan di kampung kasus mengalami kerusakan dibawah 60% (hanya 40% jalan yang rusak dan tidakberfungsi), sedangkan 60% jalan telah berupa rabatbeton. Hal ini mengungkapkan ketidaksesuaian antaraprasyarat kampung sasaran dengan kampungterapan untuk komponen jalan. Kemudian kondisistruktur bangunan di kampung kasus menunjukkansebagian besar bangunan rumah dalam kondisi layakhuni. Mengenai kepemilikan sertifikat tanah dikampung kasus mengungkapkan bahwa 95% wargamemiliki sertifikat HGB atau girik, 3% warga telahmemiliki sertifikat, dan hanya 2% warga yang belumsama sekali memiliki sertifikat. Kedua komponen inimengindikasikan ketidaksesuaian antara prasyaratstruktur bangunan kampung sasaran dengankampung terapan.

Demikian juga komponen pengelolaan sampahmenunjukkan gejala ketidaksesuaian, walau tidaksebesar komponen struktur bangunan dankepemilikan sertifikat. Kampung kasus telahmenyediakan 58% gerobak sampah (42% belum

Jurnal Bumi Lestari, Volume 12 No. 2, Agustus 2012, hlm. 201 - 210

Page 9: d 4807-7402-1-SM

209

tersedia) namun pengelolaanya belum dapatdirealisasikan dengan baik dengan merujuk padaprasyarat yang menetapkan 60% gerobak sampahyang belum tersedia. Kondisi ini menunjukkanketidaksesuaian komponen rinci yang disyaratkandengan variasi dan keragaman tertentu (Supranto,1973 dan LP3ES,1982). Ditinjau dari keberhasilanprogram CoBild terlihat hanya pada perbaikan rumahdan penambahan kamar yang dinilai sangat baik,sedangkan sebagian besar komponen lainnya dinilairendah (sertifikat tanah, jalan, drainase, dan sampah)oleh responden.

Penilaian Kesesuaian Pola NUSSPPerbandingan prasyarat pola kampung sasaran

dengan kondisi kampung terapan yangdirepresentasikan dalam Tabel 4, menunjukkankondisi drainase mengalami kerusakan sebesar 73%dari minimal 60% yang disyaratkan dan 92% wargakampung memiliki fasilitas MCK, dari 40% yangditargetkan. Sedangkan komponen jalan danpengelolaan sampah, terdapat kesesuaian antaraprasyarat dengan penerapannya. Tingkatkeberhasilan penanganan pola NUSSP cukup baikpada sebagaian besar komponen-komponen yangterdiri dari jalan, drainase, MCK, sampah, kemitraan,pemberdayaan kemampuan kelembagaan. bahanbangunan lokal, dan pemanfaatan buruh lokal. Hanyakomponen kredit mikro dan perencanaan partisipatifsaja yang dinilai rendah. Aprianto Patabang (2010)dalam hasil penelitiannya mengungkapkan,rendahnya tingkat partisipatif masyarakat dalamprogram NUSSP dipengaruhi oleh kepemimpinanpara tokoh masyarakat setempat dan sumber dayamanusia yang tersedia. Empat dari lima komponenrinci ini menunjukkan ketidaksesuaian antara kondisiyang disyaratkan untuk kampung sasaran polaNUSSP dengan kondisi awal kampung terapan,dimana komponen jalan dan MCK menunjukkanketidaksesuaian yang signifikan.

4. SimpulanBerdasarkan hasil pembahasan yang telah

dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:1. Ketidaksesuaian antara kondisi prasyarat

kampung sasaran dengan kondisi nyatakampung terapan, mengindikasikan bahwa polapenanganan/perbaikan permukiman kumuh ataukampung perkotaan yang dilaksanakan dariperiode ke periode belum sepenuhnyamemperhatikan perubahan kondisi yang terjadiselama periode tersebut sesuai dengan waktupelaksanaan pola penanganan yang ada.

2. Penetapan permukiman kumuh atau kampungyang ditergetkan untuk diperbaiki pada setiappola penanganan yang diperkenalkan hanyadidasarkan kepada asumsi akan sebuah kondisikampung tertentu yang didasarkan kepadapemahaman umum terhadap kondisi kampungyang terjadi (general condition) pada periodetersebut dan belum kepada kondisi nyata yangdipunyai kampung-kampung tersebut (sitespecific),

3. Bagaimanapun bentuk program penanganankawasan permukiman kumuh di perkotaandilaksanakan, maka yang paling pentingdilakukan oleh pemerintah adalah mengajakserta masyarakat untuk ikut andil mulai dariusulan program, perencanaan, pelaksanaansampai dengan pengoperasiannya danpemeliharaannya, sehingga program-programtersebut benar-benar bermanfaat bagimasyarakat. Selain itu, pemerintah harus dudukbersama-sama dengan masyarakat untukmensosialisasikan program-program yang akandilaksanakan secara transparan sehinggamasyarakat mengerti benar akan hal-hal yangharus dilaksanakan sesuai dengan kapasitasnyasebagai penerima program.

Jauhari Effendi, dkk. : Analisis Kesesuaian Prasyarat Kampung Sasaran dengan Kampung .....

Page 10: d 4807-7402-1-SM

210

Daftar Pustaka

Anonimm. 1975. Pelaksanaan Proyek MH Thamrin DKI Jakarta. BAPPEM MHT. Jakarta.

Aprianto Patabang. 2010. “Faktor-Faktor Pendorong dan Penghambat Partisipasi Masyarakat PadaPelaksanaan Program NUSSP Di Kel.Rappocini – Kel. Pannampu Kota Makassar”. Tugas Akhirtidak diterbitkan, Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik UniversitasDiponegoro, Semarang.

D.T. Saraswati. 2004. “Analisis Kebijakan Penataan Kawasan Permukiman Kumuh Perkotaan di DKIJakarta (Studi Kasus Kelurahan Kapuk, Kecamatan Cengkareng, Kotamadya Jakarta Barat”.Tugas Akhir tidak diterbitkan, Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Indonesia,Jakarta.

Dicky Irawan. 2003. “Peran Serta Masyarakat Dalam Penyediaan Perkotaan Melalui Community Contractdi Kota Pentianak”. Tugas Akhir tidak diterbitkan, Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota,Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang.

Effendi,J. 2005. “Kawasan Kumuh dan Pengembangannya. Makalah disajikan pada Seminar Nasional ASPI,Universitas Taruma Negara.

Effendi,J.2007. “Perubahan Kondisi Permukiman Perkotaan dan Perkembangan Karakteristik PolaPenanganannya”. Tugas Akhir tidak diterbitkan, Program Doktor Perencanaan Wilayah dan Kota,Institut Teknologi Bandung.

Hidayat. 1983. “Situasi Pekerjaan, Setengah Pengangguran dan Kesempatan Kerja di Sektor Informal”.Makalah disampaikan pada Lokakarya Angkatan Kerja dan Kesempatan Kerja. Jakarta.

Haryani, N.S,. 1997. Hubungan Kondisi Fisik Lingkungan Permukiman Kumuh dengan Kondisi SosialEkonomi Penghuni. Program Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta.

Krause, G.H. 1975. “The Kampong of Jakarta, Indonesia: A Study of Spatial Patterns in Urban Poverty”.Tugas Akhir tidak diterbitkan, Ph.D Disertasi. University of Pittsburgh.

LP3ES. 1982. “Studi Monitoring dan Evaluasi Program Perbaikan Kampung”. Jakarta.

Nina Fatma. 2007. “Upaya Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Mendukung KeberlangsunganKegiatan Pembangunan Fisik dari Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP)(Studi Kasus : Kelurahan Situsaeur dan Kelurahan Sukahaji, Kota Bandung). Tugas Akhir tidakditerbitkan, Institut Teknologi Bandung.

Supranto. 1973. “Hasil Survey Kampung-kampung DKI yang Terkena Proyek M. Husni Thamrin, Prisma”.LP3ES. Jakarta.

Turner, J.F.C. 1976. “Housing by People, Towards Autonomy in Building Environments, Morion Boyars”.London.

Werlin, H. 1999. “The Slum Upgrading Myth”. Urban Studies, 36(9). 1523-1534.

Jurnal Bumi Lestari, Volume 12 No. 2, Agustus 2012, hlm. 201 - 210