cvi 10

17
Chronic Venous Insufficiency (Insufisiensi Vena Kronis) Chronic venous insufficiency (CVI) atau insufisiensi vena kronik adalah stadium lanjut dari penyakit venosa yang dapat disebabkan oleh kejadian patologis yang menyebabkan gangguan venous return atau aliran balik vena, yang dapat terjadi pada vena-vena superfisialis ataupun profunda. Gangguan ini biasanya berlangsung progresif selama beberapa tahun. CVI merupakan akibat dari disfungsi katup-katup vena yang menyebabkan aliran darah vena yang anterograd untuk mengalir dalam dua arah, yaitu secara antegrad dan retrograde, swehingga terjadi refluks darah dalam pembuluh darah (vena). Hal ini menyebabkan vena tidak saja menerima darah yang dipompa oleh jantung dari ventrikel kiri, tetap juga aliran darah dari dalam pembuluh darah yang gagal dipompa ke atrium kanan (atau dari aliran vena yang tidak efisien). Struktur Vena Vena terdiri dari tiga lapisan, yaitu: 1) Tunika intima (paling dalam) yang memiliki selapis sel endothelial dan membrane dasarnya, sejumlah kecil jaringan penyambung subendotelial, serta selapis otot polos; 2) Tunika media yang menempel erat dengan tunika intimanya dan relative tipis. Lapisan ini terdiri selapis otot polos dan serat kolagen serta fibroblast; dan 3) Tunika adventisia yang tebal. Lapisan ini terdiri dari lapisan otot polos longitudinal yang tebal, serat-serat kolagen, elastin, serta fibroblast. Serta terdapat pembuluh darah yang mengalirkan nutrisi untuk pembuluh darahnya sendiri.

description

n

Transcript of cvi 10

Page 1: cvi 10

Chronic Venous Insufficiency (Insufisiensi Vena Kronis)

Chronic venous insufficiency (CVI) atau insufisiensi vena kronik adalah stadium lanjut dari penyakit venosa yang dapat disebabkan oleh kejadian patologis yang menyebabkan gangguan venous return atau aliran balik vena, yang dapat terjadi pada vena-vena superfisialis ataupun profunda. Gangguan ini biasanya berlangsung progresif selama beberapa tahun.

CVI merupakan akibat dari disfungsi katup-katup vena yang menyebabkan aliran darah vena yang anterograd untuk mengalir dalam dua arah, yaitu secara antegrad dan retrograde, swehingga terjadi refluks darah dalam pembuluh darah (vena). Hal ini menyebabkan vena tidak saja menerima darah yang dipompa oleh jantung dari ventrikel kiri, tetap juga aliran darah dari dalam pembuluh darah yang gagal dipompa ke atrium kanan (atau dari aliran vena yang tidak efisien).

Struktur VenaVena terdiri dari tiga lapisan, yaitu: 1) Tunika intima (paling dalam) yang memiliki selapis sel endothelial dan membrane dasarnya, sejumlah kecil jaringan penyambung subendotelial, serta selapis otot polos; 2) Tunika media yang menempel erat dengan tunika intimanya dan relative tipis. Lapisan ini terdiri selapis otot polos dan serat kolagen serta fibroblast; dan 3) Tunika adventisia yang tebal. Lapisan ini terdiri dari lapisan otot polos longitudinal yang tebal, serat-serat kolagen, elastin, serta fibroblast. Serta terdapat pembuluh darah yang mengalirkan nutrisi untuk pembuluh darahnya sendiri.

Tipe

Pada keadaan (status) insufisiensi vena, darah yang refluks akan turun kembali ke vena-vena pada kaki yang telah kongesti. Inkompetensi atau kegagalan katup vena ini dapat terjadi pada:

1) System venosa superfisialis yang bertekanan rendah. Ini merupakan tipe yang paling sering terjadi. Pada tipe ini, vena-vena profunda normal, tetapi darah vena akan keluar dari system vena profunda yang normal tersebut dan mengalir secara retrograde melalui vena-vena superfisialis yang dilatasi dimana telah terjadi kegagalan katup pembuluh darahnya. Lokasi yang paling sering terlibat adalah pada ekstremitas inferior, pada vena saphena parva et magna yang menyebabkan truncal varices, cabang-cabangnya yang menyebabkan branch varicosities, atau keduanya.

Kegagalan katup ini dapat terjadi karena beberapa hal. Yang pertama adalah kelemahan dinding pembuluh darah yang congenital seperti pada sindrom Klippel-Trenaunay-Weber (KTW) dan sindrom Parkes-Weber, kedua adalah tekanan vena yang memang terlalu tinggi, dan yang terakhir adalah adanya perubahan hormonal, seperti pada kehamilan. Perubahan hormonal ini menyebabkan pembuluh darah dan katup yang normal untuk menjadi sangat-sangat mudah berdilatasi.

Page 2: cvi 10

Yang paling sering adalah dinding pembuluh darahnya memang lemah secara kongenital, sehingga mudah berdilatasi walaupun dengan tekanan normal. Sedangkan, tekanan vena yang tinggi menyebabkan kegagalan sekunder katup ketika vena superficial yang biasanya normal, berdilatasi dengan sangat luas sehingga tepi-tepi katup-katup vena tidak dapat saling bertemu ditengah-tengah pembuluh darah, sehingga dengan mudah kolaps. Kebocoran bertekanan tinggi dari vena dalam ke system superficial dapat terjadi jika terjadi kegagalan katup junctional (junctional valve failure) dan kegagalan katup perforator (perforator valve failure) pada posisi-posisi kunci dimana system profunda dan system superficial bertemu. .

Junctional high-pressure disease atau yang tipe junctional paling sering disebabkan oleh kegagalan primer pada titik pertemuan antara vena saphena magna dan vena femoralis communis di region inguinal (saphenofemoral junction). Inkompetensi katup vena akan berkembang dari area tersebut ke daerah distalnya (ke arah bawah) di kaki. Bentuk lebih jarang terjadi adalah kegagalan katup primer pada titik pertemuan antara vena saphena parva serta vena poplitea di articulatio poplitea atau sendi lutut (saphenopopliteal junction).

Perforator high-pressure disease atau yang tipe perforator disebabkan oleh kegagalan katup pada vena perforantes manapun. Area yang paling sering terkena kegagalan katup perforator primer adalah bagian proksimal tengah paha (Hunterian perforator) dan pada bagian proksimal lutut (Boyd perforators). Jika titik tersebut berada didistal, yang pertama kali terlihat adalah adanya sekelompok vena-vena besar di lutut (kaki bagian bawah), dengan vena yang membesar menjalar ke atas ke arah inguinal.

2) System venosa profunda yang bertekanan tinggi. Insifisiensi vena profunda terjadi jika ketup-katup vena profunda rusak oleh karena thrombosis vena dalam atau Deep Venous Thrombosis (DVT). Karena vena tidak memiliki katup untuk mencegah refluks, tekanan hidrostatik vena pada extremitas bawah akan meningkat dengan tajam. Kondisi inilah yang sering disebut sebagai sindrom postphlebitis. Seperti pada system superficial, system profunda juga memiliki dua kelompok penyebab yang sama, yaitu non trombotik (primer atau idiopatik) dan post-trombotik (sekunder). Kedua tipe ini dapat menyebabkan refluks, obstruksi atau kombinasi keduanya (ini merupakan patofisiologi yang paling umum). Pasien dengan refluk vena perforator atau segmental (single valve) cenderung asimptomatik. Untuk menumbulkan gejala, harus terjadi refluks pada lebih dari satu area (satu katup) saja. Bentuk yang sangat simptomatik dan berat contohnya adalah refluks axial dengan kegagalan semua katup femoropopliteal.

3) Keduanya. Ini merupakan tipe yang paling jarang ditemui.

Obstruksi vena illiaca, yang seringkali tersembunyi, merupakan penyebab tersering timbulnya gejala-gejala pada pasien dengan penyakit post-trombosis walaupun pasien tersebut memiliki obstruksi vena yang lebih nyata diarea lain, seperti pada vena-vena cruris, femoris, dan vena cava inferior. Pada 60% pasien asimptomatik dan 90% pasien simptomatik, terjadi obstruksi nontrombotik vena iliaca pada tempat ia bertemu dengan arteri iliaca atau arteri hypogastrica oleh karena trauma yang disebabkan oleh denyut arteri-arteri tersebut.

Page 3: cvi 10

Jika tidak diobati, insufisiensi venosa, naik pada vena superfisialis atau profunda dapat menyebabkan sindrom klinis progresif yang berupa rasa nyeri, pembengkakan (edema), perubahan kulit, dan berakhir pada rusaknya (breakdown) jaringan yang terlibat. Kerusakan jaringan ini terjadi karena proses peradangan perivaskuler di area tersebut. Pada sepertiga kasus, dapat juga terjadi disfungsi system limfatik yang akan menghilang jika kelainan venanya disembuhkan.

Pathophysiology

Tekanan Vena yang Tinggi

Jika katup vena bekerja dengan baik, tiap kali kaki kita bergerak, darah yang berada dalam pembuluh vena akan terpompa ke dalam dan ke atas (antegrade). Pada saat berdiri, darah dari arteri akan mengisi satu kolom vena secara bertahap dan perlahan, kemudian akan segera diangkut kolom berikutnya. Saat itu, tekanan vena hanya berasal dari tekanan hidrostatik darah yang berada dalam kolom vena tersebut. Pada insufisiensi vena, jika berdiri terlalu lama, venanya akan terisi penuh dan semua katup vena akan mengembang terbuka. Ini akan membentuk sebuah kolom panjang yang berasal dari kepala hingga ke kaki, sehingga tekanan hidrostatiknya sangatlah tinggi. Karena katupnya tidak dapat menutup, tekanannya akan tetap tinggi walaupun pasien telah berada dalam posisi tidur. Inilah yang menyebabkan kongesti vena.

Tekanan vena yang tinggi akan mendorong cairan plasma darah untuk keluar ke jaringan perivaskuler. Oleh karena itu daerah yang dengan tekanan hidrostatik tertinggi dan dengan kandungan pembuluh darah-lah yang paling cepat dan sering membengkak (edema), yaitu daerah pergelangan kaki. Tekanan tinggi ini juga dapat menyebabkan deposit-deposit protein jaringan, perivascular fibrin cuffing, ekstravasasi sel darah merah, gangguan aliran masuk (inflow) arteri, serta gangguan-gangguan local lainnya.

Page 4: cvi 10

Gambar 1. Bagaimana hipertensi venosa dapat menyebabkan gejala

Tiga minggu setelah tekanan vena meningkat, jumlah granulosit, monosit, makrofag, dan limfosit di sekitar katup akan meningkat. Kadar MMP-2 dan MMP-9 juga akan meningkat. Selain itu, akan terjadi perubahan morfologis pada katupnya itu sendiri. Terjadi pengurangan tinggi dan lebar daun katup, bahkan bisa menghilang sama sekali. Pada area bertekanan tinggi juga terjadi peningkatan leukocyte rolling, adhesi, dan migrasi, mikrohemorrhagia serta kematian sel parenkim.

Shear Stress Alam hal ini, shear stress adalah besarnya friksi yang diberikan oleh cairan pada endotel pembuluh darah yang berada dalam jalur aliran cairan tersebut (darah). Normalnya, aliran darah di vena akan berjalan secara bertahap, secara pulsatile ke satu arah. Shear stress yang laminar dan pulsatile tersebut akan mencetuskan pengeluaran faktor-faktor yang mengurangi inflamasi dan pembentukan radikal bebas. Jika terjadi aliran darah yang turbulen atau lebih parah lagi, terbalik (melawan arah/refluks)dengan shaer stress yang randah atau tidak ada sama sekali, ini akan mencetuskan pengeluaran faktor-faktor yang merrangsang inflamasi dan pembentukan thrombus. Jika diberikan shear stress, leukosit akan menarik pseudopodianya dan melepaskan molekul adhesi CD18 Leukosit dan netrofil akan membulat dan melepaskan diri dari endotel. Respon-respons ini akan ditekan oleh mediator inflamasi dan didukung oleh NO.

Page 5: cvi 10

Tidak semua gejala atau komplikasinya disebabkan oleh karena tingginya tekanan vena. Pada vena yang mengalami kerusakan katup, terjadi resirkulasi darah baik ke atas ataupun ke bawah (refluks) melalui varicose-varicosanya, Sehingga, walaupun kecepatan aliran darah vena itu normal, karena terjadi resirkulasi darah, waktu transit rata-rata darah untuk mengalir dari jantung dan paru-paru melalui kaki dan kembali ke sirkulasi sentral semakin lama. Ini juga akan memperpanjang clearance time atau waktu bersihan untuk zat tertentu juga akan memanjang. Hal ini dapat dibuktikan jika kita mengukur waktu yang dibutuhkan untuk darah yang diberi radiolabel untuk mengalir melalui arteri femoralis hingga kembali ke sirkulasi sentral atau aliquot transit time.

Semakin lama aliquot transit time dan waktu bersihan untuk sebuah ekstrimitas, semakin besar volume aliran retrograde melalui vena yang refluks. Maka, semakin banyak asam laktat, karbondioksida, serta produk-produk buangan respirasi seluler yang tertahan pada area tersebut. Produk-produk ini akan merusak jaringan sekitarnya. Hingga akan terbentuk luka atau ulserasi. Umumnya ulser ini terbentuk pada kelainan system vena superficial, jarang karena system vena profunda.

Peran InflamasiPada pasien dengan penyakit vena kronis, darah yang telah berada dalam pembuluh darah (vena) kakai selama 40-60 menit mengandung jumlah leukosit yang sangat rendah. Hal ini mendukung dugaan bahwa leukosit yang hilang tersebut berakumulasi dalam endotel pembuluh-pembuluh darah halus, terutama venula-venula postkapiler kaki ketika tekanan vena tinggi. Selain itu, juga terjadi pelepasan activator plasminogen ke pembuluh darah yang kongesti, yang mengindikasikan bahwa leukosit yang terakumulasi teraktivasi. Hal-hal diatas menunjukkan bahwa terjadi reaksi inflamasi yang membuat perubahan kulit pada penyakit venosa kronis. Ini disebut sebagai Microvascular Leukocyte-Trapping Hypothesis.

Page 6: cvi 10

Gambar 2. Interaksi leukosit/endotel yang menyebabkan destruksi katup, refluks, hipertensi venosa, dan vena varicose.

Page 7: cvi 10

Hubungan antara Inflamasi dan Perubahan Kulit Oleh karena inflamasi, dalam darah pasien akan terjadi peningkatan ekspresi MMP (terutama MMP-2). Ini akan mempercepat penghancuran (break down) matriks ekstraseluler dan mempercepat pembentukan ulser serta memperlambat respon perbaikan jaringan. Selain itu, juga akan terjadi peningkatan Nitric Oxide (NO) dan Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) yang meningkatkan permeabilitas mikrovaskuler, sehingga terjadi kebocoran plasma, sel darah merah dan leukosit ke jaringan sekitar pembuluh darah. Ini akan terlihat seperti hiperpigmentasi kulit. Extravasasi sel darah merah juga akan menyebabkan peningkatan kadar ferritin dan ion ferri di kulit, ini akan menyebabkan stress oksidatif, aktivasi MMP, dan terbentuknya lingkungan yang mendukung kerusakan jaringan. TGF-β juga akan meningkat. TGF-β atau Tumor Growth Factor Beta adalah sitokin fibrogenik yang merangsang produksi kolagen dari fibroblast dermal, sehingga menyebabkan fibrosis dermal.

Inflamasi dan NyeriLeukosit yang teraktivasi dan merusak dinding endotel akan melepaskan mediator kimia yang merangsang serat saraf sensorik C nosiseptor pada dinding vena. Serat saraf jenis ini sangat sensitive terhadap mediator-mediator kimia tersebut, sehingga walau lesi yang diderita masih dalam tahap-tahap awal penyakit, pasien sudah mengeluhkan rasa sakit. Selain itu, sel endotel yang rusak akan melepas Nitric Oxide yang akan lebih mensensitisasi serat saraf tersebut.

Epidemiologi

Insufisiensi vena ini lebih sering terjadi pada Negara-negara barat atau Negara industry, yang kemungkinan besar disebabkan oleh gaya hidup dan aktivitas penduduknya. Lebih sering terjadi pada wanita daripada pria, prevalensinya juga akan meningkat seiring dengan pertambahan usia dengan prevalensi:

Pria muda sebanyak 10% berbanding wanita muda sebanyak 30%,

Pria berusia lebih dari 50 tahun sebanyak 20% berbanding wanita berusia lebih dari 50 tahun sebanyak 50%.

Faktor resiko Chronic Venous Disease adalah obesitas, usia lanjut, berjenis kelamin wanita, wanita postmenopause (karena sudah tidak dilindungi oleh estrogen), gaya hidup yang menyebabkan obesitas, aktivitas tubuh yang kurang olah raga, kecenderungan genetic/herediter, terlalu banyak stress, dan sering mengkonsumsi obat-obatan atau minuman atau makanan yang menyebabkan stress oksidatif, seperti soda.

Gejala Klinis

Gejala yang biasanya dirasakan adalah rasa seperti terbakar, bengkak, keram, throbbing, rasa nyeri, berat, kaki gelisah, kaki cepat lelah. Keluhan-keluhan tersebut dapat timbul secara episodic atau permanen. Munculnya gejala tidak dipengaruhi oleh besarnya atau luasnya lesi.

Page 8: cvi 10

Bahkan telangiektasia yang hanya berukuran satu sentimeter dapat menimbulkan gejala. Gejala yang paling sering diderita oleh pasien dengan lesi pada system vena profunda adalah kaki terasa nyeri, berat, dan pegal. Hal-hal yang dapat memperingan gejalanya antara lain adlaah berjalan atau mennaikkan kaki lebih tinggi daripada jantung untuk menghilangkan rasa nyeri, suhu dingin, serta compression stockings untuk mencegah perburukan kondisi dan memperingan rasa nyeri.

Perbedaan insifusiensi vena dengan insufisiensi arteri antara lain adalah:

Rasa nyeri pada insufisiensi arteri akan bertambah parah jika berjalan dan saat menaikkan kaki.

Suhu dingin cenderung memperparah gejalanya, dan suhu hangat cenderung memperingan gejalanya.

Memakai compression stockings justru memperberat gejalanya.

Kelainan Fisik

Tanda-tanda fisik yang paling sering ditemukan pada insufisiensi vena adalah pitting edema atau pembengkakan pada kaki yang jika ditekan oleh jari akan membekas seperti bentuk jari yang menekan dan lama kembalinya, terutama pergelangan kaki; edema system limfatik; perubahan warna kulit., hiperpigmentasi, dermatitis venosa, selulitis kronis, atrophie blanche, serta ulserasi.

Ulserasi yang tidak kunjung sembuh. Ini dapat disebabkan oleh insufisiensi vena superficial ataupun profunda, insufisiensi arteri, gangguan rematologis, kanker, atau penyebab lainnya yang lebih jarang.

Selain itu juga terlihat adanya distensi vena-vena kaki dan pergelangan kaki, kadang di fossa poplitea juga. Pembesaran vena diatas pergelangan kaki biasanya menandakan adanya proses patologis pada vena.

Penyakit in juga akan menurunkan kualitas hidup, karena akan menyebabkan rasa nyeri, gangguan fungsi fisik, dan gangguan mobilitas. Juga akan menyebabkan depresi dan isolasi social. Gangguan pada kelas C5 dan C6 CEAP juga berhubungan dengan gagal jantung.

Klasifikasi

Untuk mengevaluasi dan mengklasifikasikan kondisi, pengobatan, serta akibat atau komplikasi dari penyakit ini, dipakailah beberapa skala penilaian. Yang pertama adalah klasifikasi CEAP yang berdasarkan tanda-tanda klinis (Clinical), penyebab (Etiologic), Anatomic, dan Pathophysiology atau CEAP. Komponen klasifikasi Klinis menilai derajat keparahan penyakit dari tidak ada (0 poin) hingga ulser aktif (6 poin). Klasifikasi etiologi memisahkan penyakit berdasarkan apakah penyakitnya itu bersifat congenital, primer, atau sekunder. Kelas anatomiknya dipisah berdasarkan apakah vena yang terkena itu termasuk vena superfisial,

Page 9: cvi 10

profunda, atau perforantes. Sedang klasifikasi patofisiologiknya mengidentifikasikan apakah ada refluks pada system-sistem superficial, communicantes, atau profunda, serta obstruksi outflow. Kekurangan utama system ini adalah karena sifatnya yang statis, klasifikasi jenis ini sulit dipakai untuk menilai perubahan yang terjadi sebagai respons terhadap terapi yang telah diberikan.  

Yang kedua adalah Venous Severity Scoring (VSS). System penilaian ini diambil dari klasifikasi CEAP, tetapi dimodifikasi agar dapat dipakai untuk menilai perkembangan penyakitnya. Ada tiga komponen system penilaian ini, yaitu:

1. Venous Disability Score (VDS). Sistem ini menilai apakah pasien mampu untuk bekerja selama 8jan dengan atau tanpa alat penyokong eksternal, dengan diberi nilai 0-3. Nilai totalnya mewakili tingkat disability yang disebabkan oleh penyakit vena.

2. Venous Segmental Disease Score (VSDS). Sistem ini menggunakan klasifikasi anatomic dan patofisiologik sistem CEAP untuk menghasilkan nilai yang berdasarkan refluks atau obstruksi vena. Nilainya didapat dengan mengambil gambar vena menggunakan phlebography atau duplex Doppler.

3. Venous Clinical Severity Score (VCSS). Sistem ini memakai 9 tanda-tanda utama penyakit venosa yang diberi nilai dari 0-3. Sistem ini dapat dipakai untuk menilai repons terhadap terapi.

Tabel 2. Venous Clinical Severity Score

Variabel Score0 1 (ringan) 2(sedang) 3 (berat)

Nyeri Tidak Kadang- tidak perlu analgesic

Setiap hari – kadang menggunakan analgesic

Penggunaan konstan analgesic

Page 10: cvi 10

nonnarkotik narkotika Vena varicosa Tidak Sedikit- tersebar Multiple Luas Edema Tidak Sore hari – hanya

pergelangan kaki Sore hari- diatas pergelangan kaki

Pagi hari diatas pergelangan kaki

Hiperpigmentasi Tidak Terbatas Diffusa di1/3 distal kaki

Tersebar luas

Inflamasi dan selulitis Tidak Ringan Sedang Berat Indurasi Tidak Fokal Kurang dari 1/3 distal

kaki Seluruh 1/3 distal kaki atau lebih

Ulser aktif – jml 0 1 2 >2Durasi ulser aktif – bln Tidak <3 3-12 >12 Tidak sembuh Diameter ulser aktif – cm Tidak <2 2-6 >6Menggunakan stocking Tidak Kadang Sering (most days) Konstan

Imaging Studies 1. Duplex Ultrasonography atau Duplex Doppler merupakan cara pilihan untuk mengevaluasi.

Alat ini dapat memperlihatkan arah aliran darah dalam pembuluh darah. Warna merah menandakan bahwa aliran berjalan searah dengan transduser dan biru menandakan bahwa alirannya berlawanan arah. Alat-alat yang terbaru dapat juga mengukur kecepatan dan volume aliran darah. Untuk mendiagnosa DVT, alat ini lebih baik daripada venografi kontras.

2. Magnetic resonance venography (MRV) adalah alat yang paling sensitive dan spesifik untuk mengevaluasi gangguan sistem superficial dan profunda pada ekstremitas inferior dan pelvis. Dan juga dapat mendeteksi penyebab nonvaskuler nyeri dan edema pada kaki.

3. Direct contrast venography. Cara ini yang paling rumit dan invasive, karena harus memasukkan kateter intravena pada vena dorsum pedis. Disebagian besar tempat, lebih dipilih dengan cara yang no. 1. Tetapi cara ini dapat mendiagnosa kasus-kasus yang sulit didiagnosa dengan cara lain.

4. Tes fisiologis untuk mengukur fungsi vena, dapat dilakukan dengan mengukur Venous Refilling Time (VRT) atau waktu yang dibutuhkan untuk betis agar dipenuhi dengan darah setelah pompa otot betis telah mengosongkan pembuluh darah kaki semaksimal mungkin, normalnya adalah paling tidak 2 menit; Maximum Venous Outflow (MVO) test. Ini dipakai untuk mendeteksi adanya obstruksi outflow vena dari betis, apapun penyebabnya. Hasilnya akan mencerminkan kecepatan darah dapat mengalir keluar dari betis yang kongesti ketika tourniquet dip aha dilepas; Calf Muscle Pump Ejection Fraction (MPEF) atau kemampuan pompa otot betis untuk mengeluarkan darah dari betis. Pada pasien normal, dibutuhkan 10-20 kali dorsifleksi atau beridiri dengan jari kaki untuk mengosongkan vena-vena betis.

5. Uji Trendelenberg. Ini dipakai untuk membedakan kongesti vena distal yang disebabkan oleh refluks vena superficial dengan kegagalan sistem vena profunda.

Page 11: cvi 10

Penatalaksanaan Terapi Medis

Tujuan dari terapi adalah untuk memperbaiki atau meringankan gejala yang diderita, dan jika mungkin, memperbaiki kelainan yang mendasarinya. Jika yang terkena adaalh sistem profunda, maka akan sulit diobati, kelainan sistem superficial dapat diobati dengan ablasi vena yang terkena. Hal ini dapat dilakukan tanpa adanya sequelae.

Kompresi bergradasi, merupakan inti dari terapi terbaru. Stocking kompresi dengan gradient tekanan antara 30-40 atau 40-50mmHg pada pergelangan kaki, yang perlahan-lahan berkurang tekananannya semakin ke atas. Dapat dipakai untuk kelainan sistem profunda dan superficial.

Terapi Bedah

Tujuan utama terapi ini adalah untuk memperbaiki sirkulasi venosa dengan membuang jalur-jalur refluks utamanya. Yang termasuk terapi bedah adalah ligasi dengan stripping, simple ligation and division, sclerotherapy (dengan atau tanpa ligasi), serta stab avulsion (dengan atau tanpa ligasi). Dua metode baru venoablasi adalah RFA dan EVLT.[8 ]

Pencegahan Hindari duduk atau berdiri terlalu lama. Perbaiki masalah penyebab untuk mencegah progresi penyakit.

Pakai stocking kompresi gradient dengan gradient tekanan antara kaki dan sendi lutut sebesar 30 hingga 40 mmHg.

Komplikasi Komplikasi yang sering diderita adalah rasa nyeri, parestesia, stasis dermatitis, ulser

venosa yang tidak kunjung sembuh, pendarahan, sellulitis rekurens, trombophlebitis superficial dan profunda, emboli pulmoner, dan kematian.

Komplikasi insufisiensi venosa yang tidak diobati:

o Rekrutmen vena-vena lainnya disekitarnya.

o Deep venous thrombosis

o Emboli pulmoer

o Ulserasi

o Limfedema sekunder

Komplikasi potensial ablasi vena:

Page 12: cvi 10

o Infeksi

o Cedera saraf

o Cedera arteri

o Penampakan yang buruk (jaringan parut bekas luka operasi)

Komplikasi potensial RFA dan EVLT

o Luka bakar

o Cedera termal ke jaringan sekitar

o Tidak sengaja mencederai vena-vena profunda

Komplikasi potensial sclerotherapy

o Reaksi alergi terhadap zat sclerosants

o Nekrosis kulit karena ekstravasasi

o Tidak sengaja menyuntik ke dalam arteri (dapat menyebabkan kehilangan extremitas yang dialiri oleh arteri tersebut)

Referensi tambahan dari akuhttp://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMcp0802444