Cushing’s Disease
-
Upload
alitharachma -
Category
Documents
-
view
16 -
download
5
Transcript of Cushing’s Disease
Cushing’s Disease
Cushing’s disease atau hiperadrenokortisme atau hiperkortisolisme adalah suatu
kondisi kelainan endokrin yang disebabkan oleh kandungan kortisol yang berlebihan
pada darah. Kortisol adalah hormon yang berpotensi sebagai anti-inflamatori yang
memiliki efek imunosupresi.
Penyebab utama cushing’s disease dikelompokkan menjadi 3 bagian yaitu (1)
hiperadrenokortisme akibat aktifitas kelenjar hipofise yang berlebihan, (2) akibat tumor
adrenokortikal dan (3) akibat induksi obat yang biasa diberikan kepada hewan sebagai
tindakan terapi (kondisi ini disebut sebagai iatrogenic).
Sekitar 85% cushing’s disease disebabkan oleh aktivitas kelenjar hipofise yang
berlebihan. Kelenjar hipofise adalah kelenjar sebesar kacang yang terletak pada otak yang
menghasilkan hormon ACTH. Bilamana kelenjar hipofise memproduksi hormon ACTH
secara berlebihan maka akan menimbulkan reaksi umpan balik negatif yaitu menstimulasi
kelenjar adrenal untuk memproduksi kortisol dalam jumlah yang berlebihan pula. Hal
inilah yang menyebabkan kondisi hiperadrenokortisme. Penyebab kedua dari
hiperadrenokortisme adalah tumor pada kelenjar adrenal, meskipun 50% dari tumor
tersebut bersifat jinak (benign).
Berbeda dengan 2 penyebab lainnya, iatrogenic hiperadrenokortisme terjadi akibat
penggunaan preparat kortikosteroid sebagai medikasi pada berbagai kasus penyakit.
Adapun contoh-contoh dari preparat kortikosteroid yang sering digunakan adalah
glukokortikoid seperti Dexamethasone, Prednisone dan derivat-derivatnya. Umumnya
preparat-preparat tersebut digunakan untuk pengobatan kelainan pada kulit, peradangan,
atau obat yang diberikan dengan tujuan menurunkan sistem kekebalan tubuh setelah
transplantasi organ. Seringkali kasus hiperadrenokortisme terjadi akibat pemberian
kortikosteroid yang kontinyu dalam jangka waktu yang cukup lama dan lebih sering
terjadi pada pasien dengan pengobatan harian dibandingkan dengan pasien yang
menerima terapi kortikosteroid setiap 48 jam sekali, juga sering terjadi pada pasien
dengan pengobatan injeksi preparat kortikosteroid dengan frekuensi lebih dari 1
kali/bulan.
Kadar kortisol yang berlebihan pada tubuh tersebut selanjutnya memberikan sinyal ke
kelenjar adrenal untuk mengurangi produksi kortisol normalnya, sehingga dalam jangka
panjang berakibat mengecilnya ukuran kelenjar adrenal.
Gejala klinis yang nampak diantaranya adalah makan-minum berlebihan, polyuria,
keadaan cepat lelah, pot-bellied abdomen (bentuk abdomen seperti mengenakan ikat
pinggang; terjadi pembesaran hanya pada bagian perut dan mengecil pada bagian
pinggang), serta infeksi kronis lain. Gejala-gejala tersebut bukan merupakan gejala yang
spesifik pada pasien hiperadrenokortisme dan oleh karenanya maka teman-teman praktisi
harus melakukan beberapa tes laboratorium sebagai tindakan konfirmasi terhadap
diagnosa penyakit dan sekaligus mendeteksi penyebab utama penyakit tersebut. Salah
satu gejala spesifik yang terjadi pada pasien adalah ketika dirasakan sulit mengontrol
kadar insulin pada pasien penderita diabetes. Ketika dosis insulin untuk maintenance sulit
sekali ditetapkan, maka terdapat kemungkinan bahwa pasien tersebut menderita cushing’s
disease.
Test laboratorium secara rutin tidak begitu membantu dalam mendiagnosa cushing’s
disease. Namun, tes-tes tersebut dapat memberikan petunjuk kemungkinan terjadinya
cushing’s disease dan sebagai contoh adalah kadar alkalin phosphatase yang tinggi.
Dalam mendiagnosa cushing’s disease diperlukan tes khusus. Pada pasien tersedia
beberapa pilihan dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Saat ini ahli
endokrinologi cenderung melakukan tes menggunakan tes supresi dexamethasone dosis
rendah (low dose dexamethasone suppression test/LDSS). Selain itu perbandingan kadar
kortisol: kreatinin pada urin juga dapat berguna sebagai screening test terhadap cushing’s
disease meskipun dinilai kurang akurat untuk dijadikan sebagai dasar penentuan
treatment. Keakuratan dari tes-tes yang dilakukan sangat diperlukan untuk
mempertimbangkan sensitifitas dan spesifisitas dalam terapi. LDSS dinilai 95% sensitif
namun hanya 70% spesifik. Kadar kortisol: kreatinin pada urin dinilai kurang lebih 90%
sensitif namun memiliki spesifisitas rendah.
Terapi
Pengobatan terhadap penderita cushing’s disease didasarkan pada usaha untuk
menormalkan kembali kadar kortisol tanpa menyebabkan kondisi defisiensi kortisol
yang tentunya memberikan efek negatif terhadap kesehatan. Pada kasus iatrogenic
cushing’s disease, terapi dilakukan dengan pemberian kortisol secara perlahan dan
pemberiannya harus secara hati-hati mengingat bilamana kelenjar adrenal belum siap
akan penggantian kortisol dari sumber lainnya maka dapat menyebabkan pasien muntah,
diare, kolaps pembuluh darah bahkan kematian.
Prognosa terhadap cushing’s disease bervariasi, tergantung tipe penyakit yang diderita
pasien. Pada kasus tumor kelenjar adrenal, tindakan bedah (adrenalectomy) dapat
mengatasi tumor yang belum menyebar. Namun bilamana telah terjadi penyebaran sel
tumor kelenjar adrenal maka prognosa yang lebih buruk dapat terjadi (pada kasus tumor
ganas). Cushing’s disease akibat aktifitas kelenjar hipofise yang berlebihan memiliki
prognosa yang baik dalam jangka waktu singkat, namun demikian penderita cushing’s
disease dalam jangka waktu yang lama memiliki predisposisi terhadap penyakit-penyakit
lain seperti diabetes mellitus, infeksi saluran urin, penyakit ginjal, hipertensi, dan
pankreatitis. Penderita iatrogenic cushing’s disease memiliki prognosa yang baik
bilamana substitusi kortisol yang sesuai tetap terjaga dengan baik. Umumnya, terapi
terhadap penderita cushing’s disease diberikan dalam jangka waktu cukup lama dengan
senantiasa melakukan monitoring terhadap kadar kortisol tubuh.