Cushing’s Disease

5
Cushing’s Disease Cushing’s disease atau hiperadrenokortisme atau hiperkortisolisme adalah suatu kondisi kelainan endokrin yang disebabkan oleh kandungan kortisol yang berlebihan pada darah. Kortisol adalah hormon yang berpotensi sebagai anti- inflamatori yang memiliki efek imunosupresi. Penyebab utama cushing’s disease dikelompokkan menjadi 3 bagian yaitu (1) hiperadrenokortisme akibat aktifitas kelenjar hipofise yang berlebihan, (2) akibat tumor adrenokortikal dan (3) akibat induksi obat yang biasa diberikan kepada hewan sebagai tindakan terapi (kondisi ini disebut sebagai iatrogenic). Sekitar 85% cushing’s disease disebabkan oleh aktivitas kelenjar hipofise yang berlebihan. Kelenjar hipofise adalah kelenjar sebesar kacang yang terletak pada otak yang menghasilkan hormon ACTH. Bilamana kelenjar hipofise memproduksi hormon ACTH secara berlebihan maka akan menimbulkan reaksi umpan balik negatif yaitu menstimulasi kelenjar adrenal untuk memproduksi kortisol dalam jumlah yang berlebihan pula. Hal inilah yang menyebabkan kondisi hiperadrenokortisme. Penyebab kedua dari hiperadrenokortisme adalah tumor pada kelenjar adrenal, meskipun 50% dari tumor tersebut bersifat jinak (benign).

Transcript of Cushing’s Disease

Page 1: Cushing’s Disease

Cushing’s Disease

Cushing’s disease atau hiperadrenokortisme atau hiperkortisolisme adalah suatu

kondisi kelainan endokrin yang disebabkan oleh kandungan kortisol yang berlebihan

pada darah. Kortisol adalah hormon yang berpotensi sebagai anti-inflamatori yang

memiliki efek imunosupresi.

Penyebab utama cushing’s disease dikelompokkan menjadi 3 bagian yaitu (1)

hiperadrenokortisme akibat aktifitas kelenjar hipofise yang berlebihan, (2) akibat tumor

adrenokortikal dan (3) akibat induksi obat yang biasa diberikan kepada hewan sebagai

tindakan terapi (kondisi ini disebut sebagai iatrogenic).

Sekitar 85% cushing’s disease disebabkan oleh aktivitas kelenjar hipofise yang

berlebihan. Kelenjar hipofise adalah kelenjar sebesar kacang yang terletak pada otak yang

menghasilkan hormon ACTH. Bilamana kelenjar hipofise memproduksi hormon ACTH

secara berlebihan maka akan menimbulkan reaksi umpan balik negatif yaitu menstimulasi

kelenjar adrenal untuk memproduksi kortisol dalam jumlah yang berlebihan pula. Hal

inilah yang menyebabkan kondisi hiperadrenokortisme. Penyebab kedua dari

hiperadrenokortisme adalah tumor pada kelenjar adrenal, meskipun 50% dari tumor

tersebut bersifat jinak (benign).

Berbeda dengan 2 penyebab lainnya, iatrogenic hiperadrenokortisme terjadi akibat

penggunaan preparat kortikosteroid sebagai medikasi pada berbagai kasus penyakit.

Adapun contoh-contoh dari preparat kortikosteroid yang sering digunakan adalah

glukokortikoid seperti Dexamethasone, Prednisone dan derivat-derivatnya. Umumnya

preparat-preparat tersebut digunakan untuk pengobatan kelainan pada kulit, peradangan,

atau obat yang diberikan dengan tujuan menurunkan sistem kekebalan tubuh setelah

transplantasi organ. Seringkali kasus hiperadrenokortisme terjadi akibat pemberian

kortikosteroid yang kontinyu dalam jangka waktu yang cukup lama dan lebih sering

terjadi pada pasien dengan pengobatan harian dibandingkan dengan pasien yang

menerima terapi kortikosteroid setiap 48 jam sekali, juga sering terjadi pada pasien

dengan pengobatan injeksi preparat kortikosteroid dengan frekuensi lebih dari 1

Page 2: Cushing’s Disease

kali/bulan.

Kadar kortisol yang berlebihan pada tubuh tersebut selanjutnya memberikan sinyal ke

kelenjar adrenal untuk mengurangi produksi kortisol normalnya, sehingga dalam jangka

panjang berakibat mengecilnya ukuran kelenjar adrenal.

Gejala klinis yang nampak diantaranya adalah makan-minum berlebihan, polyuria,

keadaan cepat lelah, pot-bellied abdomen (bentuk abdomen seperti mengenakan ikat

pinggang; terjadi pembesaran hanya pada bagian perut dan mengecil pada bagian

pinggang), serta infeksi kronis lain. Gejala-gejala tersebut bukan merupakan gejala yang

spesifik pada pasien hiperadrenokortisme dan oleh karenanya maka teman-teman praktisi

harus melakukan beberapa tes laboratorium sebagai tindakan konfirmasi terhadap

diagnosa penyakit dan sekaligus mendeteksi penyebab utama penyakit tersebut. Salah

satu gejala spesifik yang terjadi pada pasien adalah ketika dirasakan sulit mengontrol

kadar insulin pada pasien penderita diabetes. Ketika dosis insulin untuk maintenance sulit

sekali ditetapkan, maka terdapat kemungkinan bahwa pasien tersebut menderita cushing’s

disease.

Test laboratorium secara rutin tidak begitu membantu dalam mendiagnosa cushing’s

disease. Namun, tes-tes tersebut dapat memberikan petunjuk kemungkinan terjadinya

cushing’s disease dan sebagai contoh adalah kadar alkalin phosphatase yang tinggi.

Dalam mendiagnosa cushing’s disease diperlukan tes khusus. Pada pasien tersedia

beberapa pilihan dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Saat ini ahli

endokrinologi cenderung melakukan tes menggunakan tes supresi dexamethasone dosis

rendah (low dose dexamethasone suppression test/LDSS). Selain itu perbandingan kadar

kortisol: kreatinin pada urin juga dapat berguna sebagai screening test terhadap cushing’s

disease meskipun dinilai kurang akurat untuk dijadikan sebagai dasar penentuan

treatment. Keakuratan dari tes-tes yang dilakukan sangat diperlukan untuk

mempertimbangkan sensitifitas dan spesifisitas dalam terapi. LDSS dinilai 95% sensitif

namun hanya 70% spesifik. Kadar kortisol: kreatinin pada urin dinilai kurang lebih 90%

sensitif namun memiliki spesifisitas rendah.

Page 3: Cushing’s Disease

Terapi

Pengobatan terhadap penderita cushing’s disease didasarkan pada usaha untuk

menormalkan kembali kadar kortisol tanpa menyebabkan kondisi defisiensi kortisol

yang tentunya memberikan efek negatif terhadap kesehatan. Pada kasus iatrogenic

cushing’s disease, terapi dilakukan dengan pemberian kortisol secara perlahan dan

pemberiannya harus secara hati-hati mengingat bilamana kelenjar adrenal belum siap

akan penggantian kortisol dari sumber lainnya maka dapat menyebabkan pasien muntah,

diare, kolaps pembuluh darah bahkan kematian.

Prognosa terhadap cushing’s disease bervariasi, tergantung tipe penyakit yang diderita

pasien. Pada kasus tumor kelenjar adrenal, tindakan bedah (adrenalectomy) dapat

mengatasi tumor yang belum menyebar. Namun bilamana telah terjadi penyebaran sel

tumor kelenjar adrenal maka prognosa yang lebih buruk dapat terjadi (pada kasus tumor

ganas). Cushing’s disease akibat aktifitas kelenjar hipofise yang berlebihan memiliki

prognosa yang baik dalam jangka waktu singkat, namun demikian penderita cushing’s

disease dalam jangka waktu yang lama memiliki predisposisi terhadap penyakit-penyakit

lain seperti diabetes mellitus, infeksi saluran urin, penyakit ginjal, hipertensi, dan

pankreatitis. Penderita iatrogenic cushing’s disease memiliki prognosa yang baik

bilamana substitusi kortisol yang sesuai tetap terjaga dengan baik. Umumnya, terapi

terhadap penderita cushing’s disease diberikan dalam jangka waktu cukup lama dengan

senantiasa melakukan monitoring terhadap kadar kortisol tubuh.