Thymoma Disease

12
THYMOMA Wega Sukanto Pendahuluan Thymus berasal dari bahasa Yunani “thymos”, yang berarti kekuatan kehidupan (life force), bangkit membara. 1 Fungsi kelenjar thymus sendiri baru diketahui seiring perkembangan dari imunologi. Pada abad ke-17 dan 18, banyak kasus kematian mendadak yang dikaitkan dengan kelenjar timus yang membesar, mengarahkan pada teori status limfatikus di abad ke-19. Paltauf 1 menyatakan bahwa status limfatikus adalah suatu sindrom akhir pada kematian mendadak pasien dengan pembesaran kelenjar timus dengan kerusakan trachea dan atau nervus vagus. Tindakan operasi timektomi tidak diketahui sudah dimulai sejak kapan. Tetapi laporan kasus yang tercatat adalah pada tahun 1914 oleh McLennan sebanyak 8 kasus. Tumor kelenjar timus hampir selalu merupakan tumor mediastinum anterior. Timoma selalu merupakan tumor kelenjar timus yang berasal dari sel epitel timus Embriologi dan Anatomi Kelenjar Timus Kelenjar timus berasal dari lapisan endoderm kantung brachial 3 dan 4 pada usia gestasi 6 minggu. Kelenjar timus terus berkembang hingga minggu ke-8, hubungan dengan faring terputus. Tetapi pulau-pulau jaringan timus dapat ditemukan di rongga tympani, leher , mediastinum atau paru pada 20-25% populasi. Kelenjar timus terdiri dari 3 jenis sel, yaitu sel epitelial, hematopoietik, dan aksesorius. Kelenjar timus mencapai proporsi berat terbesar jika dibandingkat berat tubuh pada saat lahir, berat absolut kelenjar timus terbesar adalah saat pubertas. Involusi fisiologis berjalan sesuai pertambahan usia ditandai dengan kehilangan jaringan parenkim diganti dengan jaringan lemak. Proses normal ini berbeda dengan proses involusi yang disebabkan tingginya kadar kortikosteroid dalam darah. Kelenjar Timus terletak di rongga mediastinum anterior superior, berwarna merah muda keabuan dengan permukaan berlobulasi. Batas superior kelenjar timus adalah tepi inferior dari kelenjar tiroid, batas inferior adalah kartilago interkostal 4, Batas anterior adalah sternum (gbr.1). Kelenjar timus terdiri dari 2 lobus, biasanya lobus kanan sedikit lebih besar. Kedua lobus dihubungkan dengan jaringan ikat longgar di tengah nya. Kelenjar timus hampir selalu terhubung dengan kelenjar tiroid oleh ligamen thyrothymic yang mengandung pembuluh-pembuluh darah kecil. Pada bagian anterior, kelenjar timus pars cervical tepat dibelakang origin dari muskulus sternohyoid dan muskulus sternohyoid; kelenjar timus pars mediastinal tepat dibelakang sternum. Posterior dari kelenjar timus terdapat Vena brakiosefalika (v. inomminate) dan arkus aorta beserta cabang-cabangnya; terhubung dengan kelenjar timus melalui selapis fascia. Inferior dari kelenjar timus melekat pada perikardium melalui jaringan ikat. Sisi lateral kelnjar timus terdapat pleura dan sangat dekat dengan jaringan lemak mediastinal dan nervus phrenikus.

description

Thymoma Disease

Transcript of Thymoma Disease

Page 1: Thymoma Disease

THYMOMA

Wega Sukanto

Pendahuluan

Thymus berasal dari bahasa Yunani “thymos”, yang berarti kekuatan kehidupan (life force),

bangkit membara.1 Fungsi kelenjar thymus sendiri baru diketahui seiring perkembangan dari

imunologi. Pada abad ke-17 dan 18, banyak kasus kematian mendadak yang dikaitkan dengan

kelenjar timus yang membesar, mengarahkan pada teori status limfatikus di abad ke-19. Paltauf1

menyatakan bahwa status limfatikus adalah suatu sindrom akhir pada kematian mendadak pasien

dengan pembesaran kelenjar timus dengan kerusakan trachea dan atau nervus vagus. Tindakan

operasi timektomi tidak diketahui sudah dimulai sejak kapan. Tetapi laporan kasus yang tercatat

adalah pada tahun 1914 oleh McLennan sebanyak 8 kasus.

Tumor kelenjar timus hampir selalu merupakan tumor mediastinum anterior. Timoma selalu

merupakan tumor kelenjar timus yang berasal dari sel epitel timus

Embriologi dan Anatomi Kelenjar Timus

Kelenjar timus berasal dari lapisan endoderm kantung brachial 3 dan 4 pada usia gestasi 6

minggu. Kelenjar timus terus berkembang hingga minggu ke-8, hubungan dengan faring terputus.

Tetapi pulau-pulau jaringan timus dapat ditemukan di rongga tympani, leher , mediastinum atau

paru pada 20-25% populasi. Kelenjar timus terdiri dari 3 jenis sel, yaitu sel epitelial, hematopoietik,

dan aksesorius. Kelenjar timus mencapai proporsi berat terbesar jika dibandingkat berat tubuh pada

saat lahir, berat absolut kelenjar timus terbesar adalah saat pubertas. Involusi fisiologis berjalan

sesuai pertambahan usia ditandai dengan kehilangan jaringan parenkim diganti dengan jaringan

lemak. Proses normal ini berbeda dengan proses involusi yang disebabkan tingginya kadar

kortikosteroid dalam darah.

Kelenjar Timus terletak di rongga mediastinum anterior superior, berwarna merah muda

keabuan dengan permukaan berlobulasi. Batas superior kelenjar timus adalah tepi inferior dari

kelenjar tiroid, batas inferior adalah kartilago interkostal 4, Batas anterior adalah sternum (gbr.1).

Kelenjar timus terdiri dari 2 lobus, biasanya lobus kanan sedikit lebih besar. Kedua lobus

dihubungkan dengan jaringan ikat longgar di tengah nya. Kelenjar timus hampir selalu terhubung

dengan kelenjar tiroid oleh ligamen thyrothymic yang mengandung pembuluh-pembuluh darah

kecil. Pada bagian anterior, kelenjar timus pars cervical tepat dibelakang origin dari muskulus

sternohyoid dan muskulus sternohyoid; kelenjar timus pars mediastinal tepat dibelakang sternum.

Posterior dari kelenjar timus terdapat Vena brakiosefalika (v. inomminate) dan arkus aorta beserta

cabang-cabangnya; terhubung dengan kelenjar timus melalui selapis fascia. Inferior dari kelenjar

timus melekat pada perikardium melalui jaringan ikat. Sisi lateral kelnjar timus terdapat pleura dan

sangat dekat dengan jaringan lemak mediastinal dan nervus phrenikus.

Page 2: Thymoma Disease

Gbr.1 Anatomi kelenjar timus1

Gbr 2. Arteri dan Vena kelenjar timus1

Perdarahan kelenjar timus berasal dari cabang-cabang arteri di sekitarnya, tetapi terdapat 3

sumber arteri utama (gbr.2). (1) A. Thymic superior, mayoritas berasal dari a. thyroid inferior, kadang

berasal dari a. thyroid medial. (2) A. thymic lateral berasal dari a. mammaria interna (lebih banyak di

kanan), terkadang berasal dari a. phrenikus superior. (3) A. Thymic posterior, berasal dari a.

brakiosefalika dan aorta (gbr.3).

Sistem drainase Vena pada kelenjar timus tidak paralel dengan sistem arteri-nya (gbr.3).

Biasanya terdapat Vena besar pada septa interlobar masuk kedalam kapsul timus dan vena-vena

kecil dari korteks membentuk pleksus vena pada sisi posterior kelenjar timus. Vena thymic posterior

(grand veins of Keynes) terbentuk dari fusi beberapa vena kecil dan bermuara pada vena

brakiosefalika, proksimal dari pangkal vena intercostal superior.

Kelenjar timus tidak memiliki sistem limfatik afferen. Terdapat 3 grup drainase limfatik yang

diketahui, yaitu:

1. duktus limfatikus superior; drainase dari bagian kaudal kelenjar timus ke nodal jugular interna,

innominate, atau mediastinal anterior

2. Duktus-duktus limfatikus anterior; drainase ke nodal parasternal

3. Duktus limfatikus posterior; drainase ke nodal tracheobronchial

Aliran limfe dari (2) dan (3) biasanya akan bermuara pada vena jugular interna dan subklavia

ipsilateral

Page 3: Thymoma Disease

Gbr.3 Aspek posterior dari kelenjar timus1

Klasifikasi & Staging

Klasifikasi histologik dan staging klinis timoma terus berkembang hingga sekarang. Klasifikasi

histologis yang pertama kali dikenal luas adalah yang diajukan oleh Bernatz, et al2 yang membagi

timoma menjadi 4 kategori berdasarkan jenis sel yang dominan, yaitu lymphocytic, epithelial, mixed

epithelial and lymphocytic, dan tipe spindle-cell. Klasifikasi ini tidak mempunyai korelasi dengan

prognosis. Klasifikasi Muller-Hermelink, et al3 membagi timoma menjadi cortical, medullary, mixed

cortical & medullary dan well-differentiated thymic carcinoma. Tetapi klasifikasi ini tidak mempunyai

korelasi yang konsisten dengan jenis timoma berdasarkan asal sel epitelnya. Klasifikasi yang paling

banyak digunakan saat ini adalah klasifikasi histologik yang dikeluarkan oleh The World Health pada

morfologi sel epitel dan jumlah sel-T.4,5 Tipe A terdiri dari sel-sel epitelial neoplastik berbentuk oval

atau kumparan tanpa atipia ataupun sel-sel limfosit. Tipe AB serupa dengan tipe A, tetapi disertai

fokus limfosit. Tumor tipe B terdiri dari sekumpulan sel epiteloid dan dibagi menjadi 3 subtipe

berdasarkan proporsi sel-sel epitelial dan tingkat atipia sel. Tipe B1 adalah korteks timus normal

dengan area menyerupai medulla timus. Tipe B2 memiliki sel-sel epitelial neoplastik dengan nuclei

vesicular dengan anak inti, tersebar diantara sebukan sel-sel limfosit; dapat ditemukan sel-sel tumor

pada rongga perivaskular. Tipe B3 terdiri dari sel-sel epitelial berbentuk bulat atau poligonal dengan

atipia ringan dengan sedikit komponen limfosit. Tipe C merupakan karsinoma timus dimana sel-sel

tumor jelas atipik dan memiliki semua ciri sel ganas, tidak sama dengan sel timus.

Page 4: Thymoma Disease

Selain klasifikasi histologik, dibutuhkan juga klasifikasi stadium klinis untuk menentukan

prognosis. Sistem stadium klinis yang paling berkorelasi dengan prognosis saat ini adalah yang dibuat

oleh Masaoka tahun 19816. Sistem ini juga pernah dimodifikasi oleh Koga tahun 1994. Sistem

penentuan stadium lainnya adalah yang dibuat oleh Bergh et al7 dan Wilkins dan Castleman8 (tabel

1). Di Perancis, terdapat sistem stadium Groupe d’Etudes des Tumeurs Thymiques (GETT)9 yang

menitik beratkan pada luas reseksi yang dapat dilakukan (tabel 2).

Tabel 1. Stadium Timoma berdasarkan Bergh et al dan Wilkins dan Castleman (diadaptasi dari Masaoka A.Staging system of thymoma.J Thorac Oncol 2010;5(10):5304-11

Tabel 2. Sistem penentuan stadium GETT9

Klasifikasi stadium yang paling banyak digunakan saat ini adalah klasifikasi dari Masaoka (tabel

3)6. Klasifikasi ini dibuat berdasarkan karakteristik timoma, yaitu:6

1. Tumor yang bertumbuh sangat lambat. Berdasarkan pengalaman Masaoka, timoma non-

invasif akan menjadi invasif dalam waktu 30 tahun bila tidak direseksi

2. Beberapa timoma non-invasif yang telah direseksi mengalami rekurensi di lokasi yang sama

3. Beberapa pasien dengan timoma invasif yang berhasil dilakukan reseksi komplit dapat

bertahan hidup

4. Diseminasi pada pleura merupakan lokasi progresif sel tumor yang paling sering

5. Hanya beberapa pasien mengalami metastasi limfogenik maupun hematogenik

Masaoka6 menjelaskan progresifitas timoma berdasarkan lapisan-lapisan anatomis di sekitar tumor

(gambar 4). Masaoka menekankan dua poin penting dalam sistem klasifikasinya:

1. Timoma stadium II ditegakkan pada evaluasi perioperatif walaupun tidak ada bukti secara

histologik

2. Stadium IV dibagi menjadi 2 kategori IVa dan IVb. Stadium IVa bila adanya diseminasi sel

tumor pada jaringan serosa (pleura atau pericardium). Stadium IVb bila terbukti adanya

metastasis limfogenik maupun hematogenik (adanya metastasis KGB di regio manapun)

Page 5: Thymoma Disease

Tabel 3. Sistem Klasifikasi Masaoka

Gambar 4. Proses invasi timoma. Jalur kiri mengarah pada rongga pleura dan jalur kanan mengarah pada mediastinum

Klasifikasi tumor-node metastasis (TNM) pada timoma hingga saat ini belum seragam. Banyak

asosiasi dan peneliti yang mengajukan klasifikasi TNM dengan argumen kelebihan klasifikasi TNM

masing-masing. Klasifikasi TNM sulit diaplikasikan pada timoma karena :

1. Bermacam-macam klasifikasi histologik dan pemahaman progresifitas timoma

2. Timoma jarang bermetastasis

3. Adanya rekurensi pada timoma yang non-invasif

Sampai saat ini terdapat 4 macam klasifikasi TNM yang diajukan oleh (1) Yamakawa dan Masaoka,

tahun 1991; (2) National Cancer Center Hospital of Japan (NCCHJ), tahun 1994; (3) WHO, tahun

2004; (4) National Cancer Institute of Italy (NCII), tahun 2005.

Myasthenia Gravis

Myasthenia gravis adalah kelainan autoimunitas pada otot skeletal. Kelainan ini ditandai dengan

kelemahan otot skeletal. Kelemahan ini disebabkan adanya gangguan transmisi neuromuskular

karena berkurangnya reseptor neurotransmiter asetilkolin (ACh) di postsynaptic neuromuskular

junction. Proses ini disebabkan aksi dari antibodi anti-asetilkolin reseptor (anti-AChR).

Hubungan antara kelenjar timus dan myasthenia gravis pertama kali ditemukan pada autopsi

pasien-pasien dengan myasthenia gravis oleh Oppenheim, tahun 1889 dan Weigert, tahun 1901.

Alfred Blalock berpendapat bahwa pada pasien dengan myasthenia gravis sebaiknya dilakukan

timektomi. Myasthenia gravis juga sering menyertai kelainan tirotoksikosis, rheumatoid arthritis,

dan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan sistem imunitas lainnya. 10

Page 6: Thymoma Disease

Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya kelainan pada sistem motorik, tanpa kehilangan refleks,

sensorik dan koordinasi. Penegakkan diagnosis dibantu dengan test farmakologik dan

elektrofisiologik. Tes Harvey-Masland atau repetitive nerve stimulation test pada pasien dengan

myasthenia gravis akan menunjukkan pola menurun dan akan kembali normal dengan pemberian

agen asetilkolinesterase (gambar 6). Kadar antibodi Anti-AChR juga saat ini sudah dapat diukur dan

positif pada 85-90% pasien dengan myasthenia gravis.11

Gambar 5. Skema neuromuscular junction pada otot skeletal.

Gambar 6. Perbandingan transmisi neuromuskular pada pasien normal dengan myasthenia gravis. Pada stimulasi repetitif

dengan respon normal, terdapat penurunan efisiensi dari pengeluaran asetilkolin yang kemudian akan kembali ke level

normal.

Hal ini tampak pada kurva amplitudo endplate potential, yang sedikit menurun di batas normal dan kembali ke nilai

optimalnya dengan stimulus tetap diberikan dan aksi potensial pada otot dapat dipertahankan. Berbeda dengan kurva

pada pasien myasthenia gravis, yang mengalami penurunan dengan stimulus repetitif (diadaptasi dari Levinson AI.

Myasthenia gravis. In: Rich RR, Fleisher TA, Shearer WT, Schroeder HW, Frew AJ, Weyand CM, editors. Clinical Immunology:

Principles and Practice. 4th

ed.2013.782-92)

Gejala yang timbul pada myasthenia gravis diklasifikasikan menjadi derajat keparahan dalam The

modified Osserman scale (tabel 4).10 Selain itu ada juga klasifikasi klinis yang dibuat oleh Myasthenia

Gravis Foundation of America yang digunakan untuk kepentingan penelitian.

Page 7: Thymoma Disease

Tabel 4. Modified Osserman Classification10

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan radiologik sederhana foto toraks PA merupakan pemeriksaan yang terpercaya

untuk mendeteksi adanya timoma (massa mediastinum anterior). Gambarannya berupa massa

radioopaq berbatas halus atau berlobulasi di regio superior rongga dada, diatas dari bayangan

jantung, didekat pembuluh darah besar. Bayangan ini dapat terlihat di midline, tetapi lebih sering

membesar ke arah salah satu hemitoraks (gambar 7A). Pada foto toraks lateral, timoma tampak

sebagai massa radioopaq pada anterior dari window cardiac (gambar 7B). Foto lateral berguna untuk

melihat massa timoma yang kecil. Saat ini CT scan thorax merupakan pemeriksaan radiologis yang

paling baik untuk diagnosis dan evaluasi pengobatan. CT scan dapat melihat luas, ekstensi dan massa

timoma yang tidak terdeteksi pada foto toraks.

Page 8: Thymoma Disease

Gambar 7. A. Foto toraks posteroanterior dari timoma yang membesar ke hemitoraks kanan. B. Foto lateral dari pasien

yang sama. C. Foto toraks dengan massa timoma yang membesar ke hemitoraks kiri. D. CT scan dari lesi yang sama

menunjukkan gambaran paru normal diantara massa timoma dengan aortic knob. (diadaptasi dari Shields TW. Thymic

tumors. In: Shields TW, Locicero J, Ponn RB, Rusch VW, editors. General thoracic surgery. 6th

ed. LWW:2005.2581-2616)

Shields12 berpendapat pemeriksaan biopsi preoperatif pada timoma asimptomatik tidak

diperlukan dan cenderung merusak kapsul dari tumor. Tindakan biopsi ini ditakutkan mempengaruhi

hasil dari operasi yang saat ini terbukti memuaskan. Bila massa mediastinal anterior tidak dapat

dibedakan dengan massa maligna mediastinum anterior lainnya (e.g., lymphoma, germ cell tumor

maligna, metastasis), menimbulkan gejala, atau jelas tidak dapat direseksi, tindakan biopsi

diindikasikan untuk penegakkan diagnosis untuk penentuan terapi. Biopsi jarum halus yang baik

sudah cukup untuk diagnosis, kadang membutuhkan punch biopsy ataupun open biopsy.

Seluruh pasien dengan kecurigaan timoma harus dievaluasi ada tidaknya myasthenia gravis

dengan pemeriksaan yang sudah dibahas diatas. Pada pasien laki-laki usia muda dengan massa

mediastinum tanpa parathymic syndrome sebaiknya diperiksakan kadar serum -fetoprotein dan β-

human chorionic gonadotropin untuk menyingkirkan kemungkinan germ cell tumor.

Page 9: Thymoma Disease

Tatalaksana Timoma

Prinsip tatalaksana timoma sama seperti keganasan lainnya adalah mengangkat tumor sebersih

mungkin. Tatalaksana ini bergantung pada manifestasi klinis dan karakteristik dari timoma tersebut,

(apakah timoma tersebut berkapsul, bebas atau menemple pada jaringan sekitarnya, bagaimana

hasil pemeriksaan histopatologiknya). Oleh karena itu banyak klasifikasi yang disusun untuk

menentukan staging dan grading dari timoma. Klasifikasi stadium yang banyak diadaptasi adalah

sistem staging Masaoka (tabel 3 & 5). Selain Masaoka, klasifikasi histologik WHO pada timoma juga

mempengaruhi keputusan tatalaksana.

Shields12 mengungkapkan bahwa semua pasien dengan timoma, kecuali pasien dengan timoma

yang sangat besar, tidak resektabel, dan sudah metastasis ke luar rongga thorax, harus dilakukan

operasi reseksi timoma sebersih mungkin. Teknik dan pendekatan operasi untuk timoma juga

bermacam-macam dan hingga sekarang teknik yang paling baik masih menjadi perdebatan.

Masaoka6, membagi operasi timoma menjadi 3 yaitu:

1. Simple thymectomy. Operasi pengangkatan massa timus intrakapsular dengan rute

transcervical ataupun transsternal

2. Extended thymectomy. Operasi pengangkatan seluruh jaringan timus, yaitu massa timus

intrakapsular, kelnjar timus dan seluruh jaringan adiposa mediastinal.

3. Simple thymomectomy. Operasi pengangkatan jaringan timoma (massa dan kelenjar timus)

Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA)13 mencoba membuat klasifikasi berbagai teknik

timektomi berdasarkan literatur. MGFA melakukan klasifikasi berdasarkan pendekatan operasi

(transcervical, videoscopik, transsternal, atau kombinasi) (tabel 6).

Transcervical timektomi dibagi menjadi 2 tipe, “basic” dan “extended” (gambar 8). Reseksi

“basic” mengangkat thymus mediastinal intrakapsular dan hanya terbatas pada lobus cervical

mediastinal. Reseksi “extended” menggunakan retraktor manubrial spesial untuk memperluas

lapang operasi dan mengangkat kelenjar timus dan lemak yang terlihat. Pendekatan ini dapat

divariasikan dengan sternotomi mediana parsial dan penggunaan mediastinoskopi. Variasi

pendekatan ini dengan sternotomi mediana dikenal dengan nama Transcervical-Transsternal

Maximum Thymectomy, mengangkat semua jaringan timus di leher dan mediastinal.

Videoskopik timektomi juga dibagi menjadi 2 tipe, yaitu “classic” dan “VATET”. Tipe “classic”

merupakan VATS unilateral dengan pengangkatan kelenjar timus yang terlihat beserta sejumlah

jaringan lemak mediastinal anterior. Tipe Video-assisted Thoracoscopic Extended Thymectomy

Page 10: Thymoma Disease

(VATET) menggunakan bilateral torakoskopik sehingga kedua sisi mediastinum dapat dicapai dan

pengangkatan jaringan timoma dan lemak lebih luas.

Transsternal Timektomi dibagi menjadi tipe “standard” dan “extended” (gambar 9). Tipe

“extended” mengangkat seluruh timus mediastinal dan jaringan lemak perithymic.

Tabel 5. Tatalaksana berdasarkan staging Masaoka5

Tabel 6. Klasifikasi Timektomi MGFA

Page 11: Thymoma Disease

Gambar 8. Transcervical timektomi

Gambar 9. Transsternal timektomi

Masaoka6 dan Shields12, mengatakan bahwa transsternal timektomi adalah pendekatan yang

paling baik. Tetapi pendekatan posterolateral juga dapat digunakan pada kasus-kasus dengan massa

timus yang sangat besar ke arah salah satu hemitoraks. Mengutip dari Shields12, Patterson

menggunakan pendekatan torakotomi anterior di sela iga 4 yang dilanjutkan dengan insisi

transversal sternum (clamshell incision) untuk kasus-kasus massa di mid-line yang sangat besar.

Pada kasus tumor yang terfiksasi ke jaringan non-vital (pleura, paru, atau pericardium), eksisi

harus meliputi seluruh tumor dan kelenjar timus residual. Bila tumor menginvasi nervus phrenicus

unilateral, eksisi dari nervus tersebut dapat dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi pasien.

Bila kedua nervus phrenikus sudah terinvasi jaringan tumor yang dilakukan adalah debulking. Pada

kasus tumor yang menginvasi dinding vena kava superior, tanpa adanya sindroma vena kava

Page 12: Thymoma Disease

superior (SVKS), dapat dilakukan reseksi dinding lateral atau eksisi komplit dari vena kava dan repair

pembuluh darah tersebut dengan graft vena safena atau dengan prosthesis polytetrafluoroethylene

(gambar 10).

Gambar 10. Skema rekonstruksi VKS dengan graft prosthesis PTFE pada 3 pasien dengan timoma invasif. PA, Arteri Pulmonal; RA, Atrium Kanan; SVC, Vena kava Superior. Diambil dari Nakahara K, et al: Thymoma: results with complete resection and adjuvant postoperative irradiation in 141 consecutive patients. J Thorac Cardiovasc Surg 95:1041, 1988

Referensi

1. Safieddine N, Keshavjee S. Anatomy of the thymus gland. Thorac Surg Clin 2011;11:191-5 2. Bernatz PE, Harrison EG, Clagett OT. Thymoma: a clinicopathologic study. J Thorac Cardiovasc Surg 1961;42:424–44. 3. Müller-Hermelink HK, Marino M, Palestro G, Schumacher U, Kirchner T. Immunohistological evidences of cortical and medullary differentiation in thymoma. Virchows Arch (Pathol Anat) 1985;408:143– 61. 4. Detterbeck FC. Clinical value of the WHO classification system of thymoma. Ann Thorac Surg 2006;81:2328-34 5. Fujii Y. Published guidelines for management of thymoma. Thorac Surg Clin 2011;12:125-9 6. Masaoka A.Staging system of thymoma.J Thorac Oncol 2010;5(10):5304-11 7. Bergh NP, Gatzinsky P, Larsson S, et al. Tumors of the thymus and thymic region. I. Clinicopathological studies on thymomas. Ann Thorac Surg 1978;25:91–98. 8. Wilkins EW Jr, Castleman B. Thymoma: a continuing survey at the Massachusetts General Hospital. Ann Thorac Surg 1979;28:252–256. 9.Kondo K.Tumor-node metastasis staging system for thymic epithelial tumors.J Thorac Oncol 2010;5(10):S352-6 10. Singhal S, Kaiser LR. Surgery for myasthenia gravis. In: Patterson GA, Pearson FG, Cooper JD, Deslauriers J, Rice TW, Luketich JD, et al, editors. Pearson's Thoracic and Esophageal Surgery. 3

rd ed. 2008.Churchill Livingstone Elsevier.

Philadelphia. 1549-61 11. Levinson AI. Myasthenia gravis. In: Rich RR, Fleisher TA, Shearer WT, Schroeder HW, Frew AJ, Weyand CM, editors. Clinical Immunology: Principles and Practice. 4

th ed.2013.782-92

12. Shields TW. Thymic tumors. In: Shields TW, Locicero J, Ponn RB, Rusch VW, editors. General thoracic surgery. 6th

ed. LWW:2005.2581-2616. 13. Jaretzki III A, Barohn RJ, Ernstoff RM, Kaminski HJ, Keesey JC, Penn AS, et al. Myasthenia gravis: recommendation for clinical research standards. Ann Thorac Surg 2000;70:327-34. 14. Nakahara K, et al: Thymoma: results with complete resection and adjuvant postoperative irradiation in 141 consecutive patients. J Thorac Cardiovasc Surg 95:1041, 1988