Crp Bhp Phop

2
CRP Prevalensi Hipertensi atau tekanan darah di Indonesia cukup tinggi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan, sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis. Hal ini terlihat dari hasil pengukuran tekanan darah pada usia 18 tahun ke atas ditemukan prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7%, dimana hanya 7,2% penduduk yang sudah mengetahui memiliki hipertensi dan hanya 0,4% kasus yang minum obat hipertensi. PHOP Untuk mengelola penyakit hipertensi termasuk penyakit tidak menular lainnya, Kemenkes membuat kebijakan yaitu: 1. Mengembangkan dan memperkuat kegiatan deteksi dini hipertensi secara aktif (skrining) 2. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan deteksi dini melalui kegiatan Posbindu PTM 3. Meningkatkan akses penderita terhadap pengobatan hipertensi melalui revitalisasi Puskesmas untuk pengendalian PTM melalui Peningkatan sumberdaya tenaga kesehatan yang profesional dan kompenten dalam upaya pengendalian PTM khususnya tatalaksana PTM di fasilitas pelayanan kesehatan dasar seperti Puskesmas; Peningkatan manajemen pelayanan pengendalian PTM secara komprehensif (terutama promotif dan preventif) dan holistik; serta Peningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana promotif-preventif, maupun sarana prasarana diagnostik dan pengobatan. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan hipertensi dimulai dengan meningkatkan kesadaran masyarakat dan perubahan pola hidup ke arah yang lebih sehat. Untuk itu Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan dasar perlu melakukan Pencegahan primer yaitu kegiatan untuk menghentikan atau mengurangi faktor risiko Hipertensi sebelum penyakit hipertensi terjadi, melalui promosi kesehatan seperti diet yang sehat dengan cara makan cukup sayur-buah, rendah garam dan lemak, rajin melakukan aktifitas dan tidak merokok. Puskesmas juga perlu melakuka encegahan sekunder yang lebih ditujukan pada kegiatan deteksi dini untuk menemukan penyakit. Bila ditemukan kasus, maka dapat dilakukan pengobatan secara dini. Sementara pencegahan tertier difokuskan pada upaya mempertahankan kualitas hidup penderita. Pencegahan tertier dilaksanakan melalui tindak lanjut dini dan pengelolaan hipertensi yang tepat serta minum obat teratur agar tekanan darah dapat terkontrol dan tidak memberikan komplikasi seperti penyakit ginjal kronik, stroke dan jantung. Penanganan respon cepat juga menjadi hal yang utama agar

Transcript of Crp Bhp Phop

Page 1: Crp Bhp Phop

CRP

Prevalensi Hipertensi atau tekanan darah di Indonesia cukup tinggi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan, sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis. Hal ini terlihat dari hasil pengukuran tekanan darah pada usia 18 tahun ke atas ditemukan prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7%, dimana hanya 7,2% penduduk yang sudah mengetahui memiliki hipertensi dan hanya 0,4% kasus yang minum obat hipertensi.

PHOP

Untuk mengelola penyakit hipertensi termasuk penyakit tidak menular lainnya, Kemenkes membuat kebijakan yaitu:

1. Mengembangkan dan memperkuat kegiatan deteksi dini hipertensi secara aktif (skrining)2. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan deteksi dini melalui kegiatan Posbindu PTM3. Meningkatkan akses penderita terhadap pengobatan hipertensi melalui revitalisasi Puskesmas untuk pengendalian PTM melalui Peningkatan sumberdaya tenaga kesehatan yang profesional dan kompenten dalam upaya pengendalian PTM khususnya tatalaksana PTM di fasilitas pelayanan kesehatan dasar seperti Puskesmas; Peningkatan manajemen pelayanan pengendalian PTM secara komprehensif (terutama promotif dan preventif) dan holistik; serta Peningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana promotif-preventif, maupun sarana prasarana diagnostik dan pengobatan.

Upaya Pencegahan dan Penanggulangan hipertensi dimulai dengan meningkatkan kesadaran masyarakat dan perubahan pola hidup ke arah yang lebih sehat. Untuk itu Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan dasar perlu melakukan Pencegahan primer yaitu kegiatan untuk menghentikan atau mengurangi faktor risiko Hipertensi sebelum penyakit hipertensi terjadi, melalui promosi kesehatan seperti diet yang sehat dengan cara makan cukup sayur-buah, rendah garam dan lemak, rajin melakukan aktifitas dan tidak merokok.

Puskesmas juga perlu melakuka encegahan sekunder yang lebih ditujukan pada kegiatan deteksi dini untuk menemukan penyakit. Bila ditemukan kasus, maka dapat dilakukan pengobatan secara dini.

Sementara pencegahan tertier difokuskan pada upaya mempertahankan kualitas hidup penderita. Pencegahan tertier dilaksanakan melalui tindak lanjut dini dan pengelolaan hipertensi yang tepat serta minum obat teratur agar tekanan darah dapat terkontrol dan tidak memberikan komplikasi seperti penyakit ginjal kronik, stroke dan jantung. Penanganan respon cepat juga menjadi hal yang utama agar kecacatan dan kematian dini akibat penyakit hipertensi dapat terkendali dengan baik. Pencegahan tertier dilaksanakan agar penderita hipertensi terhindar dari komplikasi yang lebih lanjut serta untuk meningkatkan kualitas hidup dan memperpanjang lama ketahanan hidup.

Untuk mendeteksi atau menegakkan diagnosis penyakit hipertensi, sangat sederhana yaitu dengan mengukur tekanan darah menggunakan tensimeter.

Health care memang penting, tetapi ada hal-hal lain yang juga harus diperhatikan:

1. Pemerintahan harus mempromosikan budaya berjalan kaki dan bersepeda.2. Administrator di sekolah mempromosikan kegiatan fisik pada waktu jam belajar dan

membuang/menghindari penjualan soft drinks dan candy bar.3. Swalayan sebaiknya berhenti menjual produk tinggi kalori, tinggi lemak, dan tinggi garam.4. Program televesi sebaiknya berhenti menayangkan hal-hal yang memaksa anak-anak

memilih produk yang tidak sehat.5. Orang tua bertanggung jawab atas kesejahteraan anaknya.6. Orang tua sebaiknya melupakan makanan instan.

Page 2: Crp Bhp Phop

BHP

Informed consent Dokter harus mempertimbangkan perlakuan untuk pasien memang benar-benar di butuhkan

pasien atau tidak.

Hipertensi dapat menyebabkan kerusakan organ yang menyebabkan kesulitan dalam memprediksikan kapan pasien akan meninggal karena kematian bisa datang tiba-tiba atau perlahan-lahan karena heart failure yang progresif misalnya. Beberapa kasus menunjukkan bahwa dokter yang merawat pasien cenderung terlalu optimis dengan prognosisnya dan sering salah paham dengan keinginan pasiennya.

Sehingga komunikasi yang terbuka dan sensitif harus diciptakan dengan pasien, agar pasien dapat mendiskusikan ketakutan mereka, keinginan mereka, dan memungkinkan perencanaan perawatan lanjutan, yang sangat penting untuk perawatan yang optimal. Kesempatan pasien untuk mendiskusikan prognosis harus dibuat pada saat diagnosis awal.

Perhatian harus diberikan untuk mengkontrol gejala-gejala yang tidak nyaman dan resep obat yang tepat. Dukungan psikologis, sosial, dan spiritual juga penting.