croup 1

36
1 BAB I PENDAHULUAN Croup atau laringotrakeobronkitis akut (LTBA) merupakan penyakit peradangan akut di daerah subglotis laring, trakea, dan bronkus . 1 Croup adalah istilah umum yang meliputi kelompok heterogen keadaan yang relatif akut (kebanyakan infeksi) yang ditandai dengan batuk keras dan kasar yang khas atau “ croupy ”, yang tidak atau dapat disertai dengan stridor inspiratoir, suara parau, dan tanda-tanda kegawatan pernapasan yang disebabkan oleh berbagai tingkat obstruksi laring. 2 Sekitar 60% kasus disebabkan oleh Human parainfluenza virus type 1 (HPIV-1), HPIV 2,3 dan 4,virus influenza A dan B, Adenovirus, Respiratory Syncytial virus (RSV) dan virus campak. 3 Walaupun jarang, bakteri dan jamur dapat pula menyebabkan croup. Beberapa peneliti yang mengatakan bahwa di Amerika Serikat croup sering diderita oleh anak usia 1-6 tahun dengan rata-rata usia 18 bulan.Puncak insidensi kurang lebih 5 kasus per 100 anak pada tahun kedua kehidupan anak. Di luar negeri penelitian-penelitian tentang croup juga sering dilakukan, menunjukkan bahwa kasus

description

croup

Transcript of croup 1

Page 1: croup 1

1

BAB I

PENDAHULUAN

Croup atau laringotrakeobronkitis akut (LTBA) merupakan penyakit peradangan

akut di daerah subglotis laring, trakea, dan bronkus.1 Croup adalah istilah umum

yang meliputi kelompok heterogen keadaan yang relatif akut (kebanyakan infeksi)

yang ditandai dengan batuk keras dan kasar yang khas atau “croupy”, yang tidak

atau dapat disertai dengan stridor inspiratoir, suara parau, dan tanda-tanda

kegawatan pernapasan yang disebabkan oleh berbagai tingkat obstruksi laring.2

Sekitar 60% kasus disebabkan oleh Human parainfluenza virus type 1 (HPIV-1),

HPIV 2,3 dan 4,virus influenza A dan B, Adenovirus, Respiratory Syncytial virus

(RSV) dan virus campak.3 Walaupun jarang, bakteri dan jamur dapat pula

menyebabkan croup.

Beberapa peneliti yang mengatakan bahwa di Amerika Serikat  croup sering

diderita oleh anak usia 1-6 tahun dengan rata-rata usia 18 bulan.Puncak insidensi

kurang lebih 5 kasus per 100 anak pada tahun kedua kehidupan anak. Di luar

negeri penelitian-penelitian tentang  croup juga sering dilakukan, menunjukkan

bahwa kasus  croup sering dijumpai di klinik ataupun di rumah sakit, namun di

Indonesia tidak diproleh data yang jelas.1

Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang timbul. Pada

pemeriksaan fisis ditemukan suara serak, hidung berair, peradangan faring, dan

frekuensi napas yang sedikit meningkat.4

Tatalaksana utama bagi pasien croup adalah mengatasi obstruksi jalan napas.

Terapi yang digunakan berupa terapi inhalasi, epinefrin, kortikosteroid, heliox,

intubasi endotrakeal atau trakeostomi sesuai dengan algoritma penatalaksanaan

croup pada anak 3 Sindrom croup biasanya bersifat self limited dengan prognosis

yang baik

Page 2: croup 1

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi

Croup adalah terminologi umum yang mencakup suatu grup penyakit heterogen

yang mengenai laring infra/subglotis, trakea, dan bronkus. Karakteristik sindrom

croup adalah batuk yang menggonggong, suara serak, stridor inspirasi, dengan

atau tanpa adanya obstruksi jalan napas.3

Secara umum croup dikelompokan dalam 2 kelompok yaitu3:

Viral croup

Ditandai oleh gejala prodromal infeksi respiratori; gejala obstruksi saluran

respiratori berlangsung selama 3-5 hari. Beberapa penulis menyebutkan kelompok

ini laringotrakeobronkitis.

Spasmodic group

Spasmodic cough, terdapat faktor atopik, tanpa gejala prodromal; anak dapat tiba-

tiba mengalami gejala obstruksi saluran respiratori, biasanya pada waktu malam

menjelang tidur; serangan terjadi sebentar, kemudian normal kembali.

II. Epidemiologi

Sindrom croup biasanya terjadi pada anak berusia 6 bulan-6 tahun, dengan

puncaknya pada usia 1-2 tahun. Akan tetapi , croup dapat juga terjadi pada anak

berusia 3 bulan dan di atas 15 tahun.3

Penyakit ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan dengan

rasio 3:2. Angka kejadiannya meingkat pada musim dingin dan musim gugur,

tetapi penyakit ini tetap dapat terjadi sepanjang tahun. Pasien croup merupakan

15% dari seluruh pasien dengan infeksi respiratori yang berkunjung ke dokter.

Page 3: croup 1

3

Kekambuhan sering terjadi pada usia 3-6 tahun dan berkurang sejalan dengan

pematangan struktur anatomi saluran respiratori atas. Hampir 15% pasien

sindrom croup mempunyai keluarga dengan riwayat penyakit yang sama.

III. Etiologi

a. Virus

Sekitar 60% kasus disebabkan oleh Human parainfluenza virus type 1 (HPIV-1),

HPIV 2,3 dan 4,virus influenza A dan B, Adenovirus, Respiratory Syncytial virus

(RSV) dan virus campak. Menurut Ewig, measles virus dapat menyebabkan croup

berat terutama pada anak kurang dari dua tahun. Gejala croup terjadi paling

sering dua hari setelah exanthema, tetapi dapat terjadi sebelum erupsi kulit.

Herpes simplex virus menyebabkan prolonged croup khususnya jika

dihubungkan dengan gingivostometitis. 1

b. Bakteri

Bakteri juga dapat ditemukan pada penderita croup, jika terjadi infeksi sekuder.

Umumnya Streptococcus pyogenes, S.pneumoniae, Staphylococcus aureus,

Haemophillus influenza, dan Moraxella catarrhalis. Setelah infeksi virus

berlangsung, dapat terjadi infeksi virus sekunder oleh organism yang berasal dari

hidung. Pada biakan bakteri yang paling sering ditemukan yaitu; Streptococcus

hemolyticus, Streptococcus viridians, Staphylococcus aureus, dan

Pneumococcus.1

c. Jamur

Meskipun jarang, pernah juga ditemukan Mycoplasma pneumonia.5

IV. Patogenesis

Seperti infeksi respiratori pada umumnya, infeksi virus pada laringotrakeitis,

laringotrakeobronkitis, dan laringotrakeobronkopneumonia dimulai dari

nasofaring dan menyebar ke epitelium trakea dan laring. Peradangan difus,

eritema, dan edema yang terjadi pada dinding trakea menyebabkan terganggunya

Page 4: croup 1

4

mobilitas pita suara serta area subglotis mengalami iritasi.. Area subglotis

merupakan bagian yang paling sempit pada saluran nafas anak. Area subglotis

dikelilingi oleh kartilago, dan setiap pembengkakan di daerah tersebut akan

berpengaruh terhadap jalan nafas dan menyebabkan pengurangan aliran udara

secara bermakna. Penyempitan jalan nafas menyebabkan stridor inspirasi, dan

pembengkakan atau edem di daerah pita suara menyebabkan suara serak.1 Iritasi

pada subglotis menyebabkan suara pasien menjadi serak (parau).3 Dengan

berlanjutnya penyakit, lumen trakea menjadI tersumbat oleh secret yang semula

encer lalu kental, dan menjadi krusta, sehinga penderita menjadi lebih sulit

bernafas. Usaha mengeluarkan krusta tersebut dengan cara membatukkan,

menghasilkan suara batuk yang khas seperti menggonggong/bergema (croupy).1

Aliran udara yang melewati saluran respiratori atas mengalami turbulensi

sehingga menimbulkan stridor, diikuti dengan retraksi dinding dada (selama

inspirasi). Pergerakan dinding dada dan abdomen yang tidak teratur menyebabkan

pasien kelelahan serta mengalami hipoksia dan hiperkapnea. Pada keadaan ini

dapat terjadi gagal napas atau bahkan henti napas.3

V. Manifestasi Klinis dan Perjalanan Penyakit

Manifestasi klinis biasanya didahului dengan demam yang tidak begitu tinggi

selama 12-72 jam, hidung berair, nyeri menelan, dan batuk ringan. Kondisi ini

akan berkembang menjadi batuk nyaring, suara menjadi parau dan kasar. Gejala

sistemik yang menyertai seperti demam, malaise. Bila keadaan berat dapat terjadi

sesak napas, stridor inspiratori yang berat, retraksi, dan anak tampak gelisah, dan

akan bertambah berat pada malam hari. Gejala puncak terjadi pada 24 jam

pertama hingga 48 jam. Biasanya perbaikan akan tampak dalam waktu satu

minggu. Anak akan sering menangis, rewel, dan akan merasa nyaman jika duduk

di tempat tidur atau digendong.6

Laringotrakeobronkitis akut adalah bentuk angina trakealis yang paling sering

dijumpai, yang pada umumnya disebabkan oleh infeksi virus. Anak sering

kelihatan gelisah dan ketakutan dan demam yang tinggi. Pada penderita, secara

Page 5: croup 1

5

bilateral didapatkan penurunan bunyi pernapasan, ronki dan ronki basah yang

tersebar. Laringitis spasmodic akut atau croup spasmodic merupakan suatu

kesatuan klinik yang berdiri sendiri, yang pada umumnya terjadi pada anak-anak

yang berusia antara 1 sampai 3 tahun, yang penyebabnya belum pasti Awitan

penyakit paling sering dimulai pada malam hari dan dapat didahului oleh koriza

moderat dan suara serak. Anak terbangun dengan batuk menggonggong and

bersuara metalik yang khas dan bunyi pernapasan yang berisik. Anak menjadi

cemas dan ketakutan. Kesukaran bernapas yang terjadi dapat kita lihat dengan

nyata, disertai retraksi ruang supraklavikular, sternum, dan ruang antar iga. Anak

sering afebril.7

Perbandingan antara viral croup (laringotrakeobronkitis) dan spasmodic croup

(spasmodic croup) dapat dilihat pada tabel 1:3

Tabel 1. Perbandingan Viral Croup dan Spasmodic Croup (Sumber : Yangtjik K,

Dadiyanto DW. Croup (laringotrakeobronkitis akut). Dalam Buku ajar respirologi

anak.Edisi pertama. Jakarta: Badan penerbit IDAI; 2010.h.320-29)

Karakteristik Viral Croup Spasmodic Croup

Usia

Gejala prodromal

Stridor

Batuk

Demam

Lama sakit

Riwayat keluarga

Predisposisi asma

6 bulan- 6 tahun

Ada

Ada

Sepanjang waktu

Ada (tinggi)

2-7 hari

Tidak ada

Tidak ada

6 bulan- 6 tahun

Tidak jelas

Ada

Terutama malam hari

Bisa ada, tidak tinggi

2-4 jam

Ada

Ada

Croup entuk obstruksi saluran pernapasan akut yang paling lazim, terutama

disebabkan oleh virus. Tanda-tanda utama yang tampak adalah edema radang,

Page 6: croup 1

6

destruksi epitel bersilia, dan eksudat. Infeksi bakteri sekunder jarang terjadi.

Kebanyakan penderita menderita infeksi pernapasan atas selama beberapa hari

sebelum batuk menjadi jelas. Dengan gangguan saluran pernapasan atas yang

progresif, dan terjadi serangkaian gejala-gejala dan tanda-tanda yang khas. Mula-

mula hanya ringan, batuk keras dan kasar dengan stridor inspiratoir yang

intermitten.1 Ketika obstruksi bertambah, stridor menjadi terus menerus dan

disertai penjelekan batuk, pelebaran lubang hidung dan retraksi suprasternal,

infrasternal, dan interkostal. Ketika radang meluas ke bronkus dan bronkiolus,

kesukaran bernapas bertambah, dan fase ekspirasi pernapasan juga menjadi berat

dan lama. Terjadi berbagai tingkat keterlibatan saluran pernapasan bawah. Suhu

tubuh mungkin hanya sedikit naik. Gejala-gejala khas memburuk pada malam

hari; jarang mencapai 39-40°C dan sering kambuh dengan intensitas yang

menurun selama beberapa hari. Biasanya anak yang lebih tua sakitnya tidak

serius. Anggota keluarga yang lain dapat menderita penyakit pernapasan ringan.3

Lama sakit berkisar dari beberapa hari sampai kadang-kadang beberapa minggu;

sering berulang sejak umur 3-6 tahun, berkurang sejalan dengan pertumbuhan

jalan napas. Pemburukan pada sebagian besar penderita croup hanya sejauh stridor

dan sedikit dispnea sebelum mereka mulai menyembuh. Pada beberapa kasus ada

obstruksi yang lebih jelek. Agitasi dan menangis sangat memperburuk gejala dan

tanda-tanda, dan anak lebih suka duduk tegak di tempat tidur atau dipertahankan

tegak.3

Mungkin ada pengurangan suara pernapasan bilateral, ronki dan krepitasi tersebar.

Pada gangguan jalan napas lebih lanjut, terjadi kelaparan udara dan kegelisahan,

dan kemudian diantikan oleh hipoksemia berat, hiperkapnea, dan kelamahan,

disertai dengan pengurangan pertukaran udara dan stridor, takikardi, dan akhirnya

mati karena hipoventilasi. Pada anak hipoksemia yang mungkin sianosis, pucat,

atau akut, setiap manipulasi faring, termasuk penggunaan penekan lidah, dapat

mengakibatkan henti kardiorespirasi. Karenanya pemeriksaan ini harus ditunda,

dan oksigen harus diberikan sampai penderita dipindahkan ke tempat di rumah

sakit dimana manajemen optimal jalan napas dan pola syok dimungkinkan.

Page 7: croup 1

7

Kadang-kadang pola laringotrakeobronkitis berat mungkin sukar dibedakan dari

epiglotitis, walaupun biasanya epiglotitis bermula lebih eksplosif dan perjalanan

penyakitnya cepat, ia juga memerlukan tindakan pencegahan yang sama.2

VI. Klasifikasi

Berdasarkan buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit, diagnosis croup

dibagi atas ringan dan berat, dengan tanda dan gejala sebagai berikut:7

a. Croup ringan : - Demam

- Suara serak

- Batuk menggonggong

- Stridor yang hanya terdengar jika anak gelisah

b. Croup berat : - Stridor terdengar walaupun anak tenang

- Napas cepat dan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.

c. Gagal napas mengancam; batuk kadang-kadang tidak jelas, terdengar suara

stridor (kadang-kadang sangat jelas ketika pasien beristirahat), gangguan

kesadaran, dan letargi. 2

Berdasarkan derajat kegawatan, croup dibagi menjadi empat kelompok dapat

dilihat pada tabel 2. Pembagian ini juga dapat diperoleh dengan menilai penyakit

melalui Westley Croup Score, tabel 3.6

Page 8: croup 1

8

Tabel 2. Derajat Kegawatan Croup. (Sumber: Delf, Mohlan H. Major Diagnosis

Fisik Anak. Jakarta: EGC; 2014)

Derajat Kegawatan Karakteristik

Ringan Kadang-kadang batuk menggonggong,

tidak terdengar stridor ketika istirahat,

retraksi ringan atau tidak ada.

Sedang Batuk menggonggong yang sering,

stridor yang terdengar pada saat istirahat,

terdapat retraksi pada saat istirahat, anak

tidak gelisah

Berat Batuk menggonggong yang sering,

stridor ekspirasi, terdapat retraksi sternal

yang jelas, anak gelisah dan terdapat

tanda-tanda distress

Ancaman gagal nafas Batuk menggonggong, stridor yang

terdengar saat istirahat, terdapat retraksi

sternal, letargi atau terdapat penurunan

kesadaran dan sianosis

Page 9: croup 1

9

Tabel 3. Skor Westley. (Sumber: Delf, Mohlan H. Major Diagnosis Fisik Anak.

Jakarta: EGC; 2014)

Kriteria Nilai

Retraksi

Masuknya udara

Stridor inspirasi

Sianosis

Derajat kesadaran

Tidak ada

Ringan

Sedang

Berat

Normal

Berkurang

Sangat berkurang

Tidak ada

Gelisah

Istirahat dengan stetoskop

Istirahat tanpa stetoskop

Tidak ada

Gelisah

Istirahat

Sadar

Gelisah, cemas

Penurunan kesadaran

0

1

2

3

0

1

2

0

1

2

4

0

4

5

0

2

5

Skor Westley sangat banyak digunakan untuk menilai derajat

kegawatan croup. Skor 0-1 adalah ringan, skor 2-7 sedang dan skor 8 atau lebih

adalah berat.

VII. Diagnosis

Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang timbul. Pada

pemeriksaan fisis ditemukan suara serak, hidung berair, peradangan faring, dan

frekuensi napas yang sedikit meningkat. Kondisi pasien bervariasi sesuai dengan

derajat stress pernapasan yang diderita. Pemeriksaan langsung area laring pada

pasien croup tidak terlalu diperlukan. Akan tetapi bila diduga terdapat epiglotitis

Page 10: croup 1

10

(serangan akut, gawat napas/respiratory distress, disfagia,drooling), maka

pemeriksaan tersebut sangat diperlukan.4 Laringoskopi langsung harus

dipertimbangkan pada croup yang tidak membaik dan untuk menyingkirkan

penyebab obstruksi lainnya. Pada laringoskopi langsung tampak daerah subglotis

berwarna kemerahan difus, licin, dan udem serta adanya sekret kental. Daerah

glottis dan supraglotis dapat berwarna kemerahan tetapi umumnya dalam batas

normal. Pipa endotrakea dan alat trakeostomi harus tersedia sebelum laringoskopi

dilakukan.1

Gambar 1. Perbandingan antara laring normal dan laring yang terkena croup (Sumber: Darmawan, A.B, Croup (Laringotrakeobronkitis),

Jakarta; Cermin Dunia Kedokteran vol.35, 2008. H.185-188)

Pemeriksaan klinis dapat menemukan adanya nasofaringitis. Meskipun croup

merupakan self-limiting disease, tetapi jika udem subglotis berlanjut akan terjadi

kesulitan bernafas yang ditandai adanya stridor inspirasi.1 Pada pemeriksaan

analisis gas darah didapatkan tekanan parsial CO2 meningkat, tekanan parsial O2

menurun dan pH darah bergeser ke arah asam.1

Page 11: croup 1

11

VIII. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium dan radiologis tidak

perlu dilakukan karena diagnosis biasanya dapat ditegakkan hanya dengan

anamnesis, gejala klinis, dan pemeriksaan fisik. Bila ditemukan peningkatan

leukosit >20.000/mm3 yang didominasi oleh PMN, kemungkinan telah terjadi

superinfeksi, misalnya epiglotitis.4

Pemeriksaan Radiologis dan CT-scan

Pada pemeriksaan radiologis leher posisi postero anterior ditemukan gambaran

udara stepple sign (seperti menara) yang menunjukkan adanya penyempitan

kolumna subglotis ( Gambar 1 ) Gambaran radiologis seperti ini hanya

dijumpai pada 50% kasus. Melalui pemeriksaan radiologis, croup dapat

dibedakan dengan berbagai diagnosis bandingnya. Gambaran foto jaringan lunak

(intensistas rendah) saluran napas atas dapat dijumpai sebagai berikut:

- Pada trakeitis bakterial, tampak gambaran membran trakea yang compang-

camping.

- Pada epiglotitis, tampak gambaran epiglotis yang menebal.

- Pada abses retrofaringeal, tampak gambaran posterior faring yang

menonjol

Pemeriksaan CT Scan dapat lebih jelas menggambarkan penyebab obstruksi pada

pasien dengan keadaaan klinis yanglebih berat, seperti adanya stridor sejak usia di

bawah enam bulan, atau stridor pada saat aktivitas. Selain itu, pemeriksaan ini

juga dilakukan bila pada gambaran radiologis dicurigai adanya massa.8

Endoskopi belum memiliki peran yang jelas dalam diagnosis croup. Adanya

pembengkakan pada daerah subglotis merupakan salah satu pertimbangan untuk

tidak melakukan instrumentasi dan sebaiknya hanya dilakukan pada kecurigaan

selain viral / spasmodik croup.9

Page 12: croup 1

12

Gambar 2. Gambaran Stapple Sign

(Sumber: Bjornson CL, Johnson DW. Croup in the Paediatric Emergency

Department. Paediatr Child Health. 2007; 12(6): 473–477.)

Page 13: croup 1

13

Gambar 3. Kiri : Gambaran daerah subglotis normal pada foto polos leher

anteroposterior. Kanan: penyempitan subglotis (steeple sign) akibat udem pada

foto polos leheer anteroposterior . (Sumber: Darmawan, A.B, Croup

(Laringotrakeobronkitis), Jakarta; Cermin Dunia Kedokteran vol.35, 2008.

H.185-188

IX. Diagnosis Banding

a. Epiglotitis akut

Gejala epiglotitis akut berupa nyeri tenggorok (sore throat), nyeri menelan

(odinofagia) yang mengakibatkan sulit menelan (disfagia), suara berubah (mulled

voice atau hot potato voice), demam sampai menggigil, dan sesak nafas karena

sumbatan jalan nafas. Anak lebih suka posisi duduk, dagu lebih maju dan leher

hiperekstensi untuk menjaga agar jalan nafas tetap terbuka. Kesulitan menelan

yang berlebihan mengakibatkan hipersalivasi atau drooling. Sumbatan jalan nafas

yang berat mengakibatkan stridor inspirasi. Pada epiglotitis akut tidak dijumpai

batuk seperti menggonggong.1

Dari pemeriksaan klinis didapatkan suhu tubuh meningkat, takikardi

(>100x/mnt), nyeri leher (neck tenderness), dan pem- besaran kelnjar limfe leher

Page 14: croup 1

14

(cervical lymphadenopathy). Pada pemeriksaan laringoskopi tampak epiglottis

bengkak dan berwarna merah terang (cherry-red epiglottis). Pemeriksaan radiologi

foto polos soft tissue leher dengan posisi lateral biasanya menunjukkan

pembengkakan epiglottis (thumb sign).

b. Laringitis difteri

Laringitis difteri mempunyai masa inkubasi 1-7 hari. Penderita mengeluh badan

lemas, panas subfebris, batuk menggonggong yang timbul mendadak diikuti suara

serak dan terasa seperti luka di tenggorok. Pada pemeriksaan dijumpai keadaan

umum penderita tampak lemah, suara serak, sesak dengan gejala sumbatan jalan

nafas yang progresif berupa stridor inspirasi.

Pada pemeriksaan orofarings tampak selaput putih keabuan pada tonsil, dan

dinding farings. Larings tampak kemerahan, dan ditutupi selaput putih keabuan

seperti pada farings. Membran melekat erat dan bila dilepaskan mudah berdarah.

Pada beberapa kasus, didapatkan limfadenitis dan menyerupai gambaran leher

banteng (bull neck).1

c. Benda asing laring

Aspirasi benda asing biasanya terjadi pada anak umur 6 bulan - 2 tahun. Jika

terdapat riwayat tersedak, batuk paroksismal dan tidak ada tanda infeksi

kemungkinan benda asing di laring perlu dipikirkan. Pemeriksaan rontgen serta

endoskopi akan memperjelas diagnosis.1

d. Udem angioneurotik

Udem larings karena proses alergi, mungkin disebabkan karena alergi obat, reaksi

transfusi, gigitan serangga, makanan atau bahan yang diinhalasi. Gejala udem

larings karena alergi bersifat progresif, dimulai dengan suara serak, berlanjut

dengan tanda-tanda peningkatan sumbatan jalan nafas seperti stridor, retraksi,

takipneu, dan sianosis. Udem larings oleh karena alergi biasanya akut, dengan

riwayat baru saja kontak dengan alergen. Biasanya ditemukan juga urtikaria atau

angioudem di daerah lain seperti wajah, bibir, tangan dan kaki.1

Page 15: croup 1

15

Page 16: croup 1

16

X. Tatalaksana

Terapi untuk croup infeksius terutama adalah rumatan atau penyediaan pertukaran

pernapasan yang adekuat dan sebagian tergantung pada lokasi primer penyakit

dan penyebabnya. Pada bentuk infeksi bakteri, terapi antibiotic juga penting.

Sebagian besar anak afebris dengan croup spasmodik akut atau penderitademam

dengan laringotrakeobronkitis ringan biasanya dapat secara aman dan efektif

ditatalaksana di rumah. Pengobatan terhadap refluks gastroesofagus, yang menjadi

dasar penyakit, dan yang tidak sering dicurigai, dapat mencegah croup spasmodic

pada anak yang diketahui rentan terhadapnya.2

Tatalaksana utama bagi pasien croup adalah mengatasi obstruksi jalan napas.

Sebagian besar pasien croup tidak perlu dirawat di RS, melainkan cukup di rawat

di rumah. Pasien dirawat di RS bila dijumpai salah satu dari gejala-gejala berikut:

anak berusia di bawah 6 bulan, terdengar stridor progresif, stridor terdengar ketika

sedang beristirahat, terdapat gejala gawat napas, hipoksemia, gelisah, sianosis,

gangguan kesadaran, demam tinggi, anak tampak toksik, dan tidak ada respon

terhadap terapi.3

Pada semua kasus keputusan untuk rawat inap dibuat karena perlu untuk

memerlukan observasi yang terpercaya dan trakeotomi yang relative aman atau

yang lebih sering, intubasi nasotrakea, jika salah satu dari kedua tindakan ini

diperlukan. 2

Algoritma penatalaksanaan sindrom croup dapat dilihat pada Gambar 4.

CROUPDiagnosis banding

-Aspirasi benda asing-Abnormalitas kongenital- epiglotitis

Page 17: croup 1

17

Gambar 4. Algoritma Penatalaksanaan Croup (Sumber: Yangtjik K, Dadiyanto

DW. Croup (laringotrakeobronkitis akut). Buku ajar respirologi anak.Edisi

pertama. Jakarta: Badan penerbit IDAI; 2010.h.320-29)

Beberapa terapi yang dapat diberikan pada anak dengan croup yaitu:

a. Terapi inhalasi

Obstruksi jalan napas yangmengancam jiwa

- Sianosis- Penurunan kesadaran

YATIDAK

- O2 100% dengan sungkup muka dan nebulisasi adrenalin (5ml) 1:1000

- Intubasi anak sesegera mungkin (oleh seorang yang berpengalaman)

- Hubungi pusat rujukan pelayanan kesehatan anak-

Croup derajat ringan- Batuk

menggonggong- Tanpa retraksi dada

Croup derajat sedang- Stridor saat inspirasi- Terdapat retraksi dinding dada

maksimal- Mampu berinteraksi

Croup derajat berat- Stridor menetap saat istirahat- Tracheal tug dan retraksi dinding dada

terlihat jelas.- Apatis dan gelisah- Pulsus paradoksus

- Edukasi orang tua- Pertimbangkan kortikosteroid

dosis tunggal (oral)- Periksa kemampuan orang

tua dan kemampuan dalam menyediakan transportDIPULANGKAN

Kortikosteroid deksametason 0,15-0,30mg/kgATAU prednison 1-2mg/kg (oral)ATAU nebulisasi Budesonid 2mg jika kortikosteroid oral tidak berpengaruhOBSERVASI >4JAM

- Minimal handling- O2 4 liter/menit dan nebulisasi

adrenalin dan kortikosteroid sistemik (dosis sama dengan croup derajat sedang)

- Intubasi

MEMBAIK- Dipulangkan bila tidak ada

stridor saat istirahat- Edukasi orang tua pasien

-Rawat/observasi IGD-Ulangi kortikosteroid oral/12 jam

-Edukasi orang tua pasien-Sediakan penjelasan tertulis untuk dokter umum yang akan follow up

TIDAKMEMBAIK- Evaluasi ulang- Rawat - Hubungi konsulen- Evaluasi diagnosis

-Nebulisasi adrenalin (dosis sama) DAN kostokosteroid sistemik (dosis sama)

-Persiapkan pelayanan untuk tindakan darurat

-Pertimbangkan intubasi

Perbaikan

Sebagian

YA

Page 18: croup 1

18

Sejak abad ke-19, terapi uap telah digunakan untuk mengatasi obstruksi jalan

napas pada sindrom croup. Pemakaian uap dingin lebih baik daripada uap panas,

karena kulit akan melepuh akibat paparan uap panas. Uap dingin akan

melembabkan saluran respiratori, meringankan inflamasi, mengencerkan lendir

pada saluran respiratori, sekaligus memberikan efek yang nyaman dan

menenangkan bagi anak.2

Meskipun terapi uap ini dapat menjadi pilihan yang praktis pada sindrom croup,

kelembaban yang dirirmbulkan oleh terapi uap dapat pula memperberat keadaan

pada anak dengan bronkospasme yang disertai dengan mengi, seperti

laringotrakeobronkitis atau pneumonia. Saat ini beberapa pusat kesehatan tidak

merekomendasikan pengguanaan terapi uap.

Berdasarkan tiga penelitian yang menggunakan air dingin tersaturasi (cold water

fog), tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa penggunaannya untuk mengobati

croup menguntungkan. Gina dkk melakukan penelitian RCT dengan memberikan

terapi oksigen lembab (humidified oxygen) pada pasien croup derajat sedang di

UGD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan perbaikan klinis

antara kelompok yang diberi terapi oksigen lembab dan yang tidak diberikan.2

Humidifikasi mempunyai efek melunakkan sekret atau me ngurangi viskositas

sekret sehingga lebih mudah dikeluarkan, selain itu juga mempunyai efek

mengurangi inflamasi.

Terdapat beberapa jenis terapi humidifikasi yaitu hot mist dan cool mist. Pada hot

mist therapy dulu digunakan ketel croup (croup kettles) atau tenda croup (croup

tents). Tetapi karena efek pemanasan tersebut dapat membakar wajah, anak

menjadi gelisah sehingga mengakibatkan hiperventilasi dan pada akhirnya

memperburuk sumbatan jalan nafas maka saat ini hot mist ditinggalkan dan

beralih ke cool mist therapy.1

b. Epinefrin2

Page 19: croup 1

19

Sindrom croup biasanya cukup diatasi dengan terapi uap saja, tetapi kadang-

kadang membutuhkan farmakoterapi. Nebulasi epinefrin telah digunakan untuk

mengatasi sindrom croup selama hampir 30 tahun, dan pengobatan dengan

epinefrin ini menyebabkan trakeostomi hampir tidak diperlukan. Nebulisasi

epinefrin sebaiknya juga diberikan kepada anak dengan sindrom croup sedang-

berat yang disertai dengan stridor saat istirahat dan membutuhkan intubasi serta

pada anak dengan retraksi dan stridor yang tidak mengalami perbaikan setelah

diberikan terapi uap dingin. Nebulasi epinefrin akan menurunkan permeabilitas

vascular epitel bronkus dan trakea, memperbaiki edema mukosa laring, dan

meningkatkan laju udara pernapasan. Pada penelitian dengan metode double

blind, efek terapi nebulisasi epinefrin ini timbul dalam waktu 30 menit dan

bertahan selama dua jam.

Epinefrin yang dapat digunakan antara lain adalah sebagai berikut:

- Racemic epinefrin

(campuran 1:1 isomer d dan 1 epinerfrin); dengan dosis 0,5 ml larutan racemic

epinephrine 2,25% yang telah dilarutkan dalam 3 ml salin normal. Larutan

tersebut diberikan melalui nebulizer selama 20 menit.

- L- epinephrine

1:1000 sebanyak 5 ml; diberikan melalui nebulizer. Efek terapi terjadi dalam dua

jam.

Racemic epinephrine merupakan pilihan utama, efek terapinya lebih besar, dan

mempunyai sedikit efek terhadap kardiovaskular seperti takikardi dan hipertensi.

Nebulisasi epinephrine masih dapat diberikan pada pasien dengan takikardi dan

kelainan jantung seperti tetralogi Fallot.

c. Kortikosteroid

Page 20: croup 1

20

Kortikosteroid mengurangi edema pada mukosa laring melalui mekanisme

antiradang. Uji klinik menunjukkan adanya perbaikan pada pasien laringotrakeitis

ringan-sedang yang diobati dengan steroid oral atau parenteral dibandingka

dengan placebo.

Deksametason

Deksametason diberikan dengan dosis 0,6 mg/kgBB per oral/ intramuskular

sebanyak satu kali, dan dapat diulang dalam 6-24 jam. Efek klinis akan tampak 2-

3 jam setelah pengobatan. Tidak ada penelitian yang menyokong penambahan

dosis. Keuntungan pemakaian kortikosteroid adalah sebagai berikut:

- Mengurangi rata-rata tindakan intubasi

- Mengurangi rata-rata lama rawat inap

- Menurunkan hari perawatan dan derajat penyakit.

Selain deksametason, dapat juga diberikan prednisone atau prednisolon dengan

dosis 1-2 mg/kgBB. Berdasarkan dua penelitian meta-analisis (24 RCT) tentang

pemakaian kortikosteroid sistemik, dengan pemberian kortikosteroid 6 dan 12

jam, tetapi tidak sampai 24 jam, disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh dari

kortikosteroid sistemik.

Budesonid

Nebulisasi budesonid dipakai sejak tahun 1990. Tingkat efektifitasnya adalah E2

bila dibandingkan dengan placebo. Larutan 2-4 mg budesonid (2 ml) diberikan

melalui nebulizer dan dapat diulang pada 12 dan 48 jam pertama. Efek terapi

nebulisasi budesonid terjadi dalam 30 menit, sedangkan kortikosteroid sistemik

dalam satu jam.

Pemberian terapi ini mungkin akan lebih bermanfaat pada pasien dengan gejala

muntah dan gawat napas yang hebat. Budesonid dan epinefrin dapat digunakan

secara bersamaan. Sebagian besar kasus pemakaian budesonid tidak lebih baik

daripada deksametason oral. Kortikosteroid tidak diberikan pada anak dengan

varisela dan TB (kecuali pada anak yang sedang mendapat OAT). Pemakaian

Page 21: croup 1

21

kortikosteroid dalam jangka waktu lama (1 mg/kgBB/hari selama delapan hari)

dapat meningkatkan infeksi Candida albicans.

Antibiotika tidak diperlukan. Kelembapan dingin bisa mengurangi gejala.

Mungkin diperlukan cairan intravena dengan dibantu dengan inhalasi steroid (atau

injeksi steroid). Pada kasus yang berat anak harus diawasi dengan ketat. Hanya

kurang dari 5% anak di rumah sakit membutuhkan intubasi. Nebulasi adrenalin

dapat mengurangi gejala sementara.

d. Heliox

Merupakan campuran helium dan oksigen. Helium merupa- kan gas dengan

densitas dan viskositas rendah; dapat menu- runkan tahanan aliran udara,

meningkatkan aliran udara dan menurunkan kerja otot pernafasan. Kombinasi

helium dengan oksigen akan meningkatkan oksigenasi darah. Pasien croup berat

yang menghirup campuran gas helium dan oksigen akan menjadi nyaman dan

tidak memerlukan intubasi.1

e. Intubasi endotrakeal atau Trakeostomi

Intubasi atau trakeostomi jarang dilakukan sejak penggunaan steroid secara luas.

Intubasi endotrakeal atau trakeostomi dilakukan pada pasien croup berat yang

tidak responsif ter- hadap pengobatan sebelumnya.1

Keputusan melakukan intubasi endotrakeal atau trakeostomi berdasar pada

kriteria klinik adanya hiperkarbia dan gagal nafas mengancam termasuk

peningkatan stridor inspirasi, frekuensi respirasi, denyut jantung, adanya retraksi,

tanda-tanda sianosis atau terjadi perubahan status mental. Karena udem larings,

maka pipa endotrakeal yang digunakan sebaiknya dua ukuran lebih kecil daripada

yang digunakan untuk anak sehat untuk mencegah penekanan berlebihan pada

trakea yang dapat ber- akibat nekrosis dan stenosis subglotis

XI. Komplikasi

Page 22: croup 1

22

Komplikasi terjadi pada sekitar 15% penderita dengan croup virus. Yang paling

sering adalah perluasan proses infeksi yang melibatkan daerah saluran pernapasan

lainnya, seperti telinga tengah, bronkiolus terminal, atau parenkim paru. Trakeitis

bakteri mungkin merupakan komplikasi croup virus bukannya penyakit tersendiri.

Pneumonia interstisial dapat terjadi, tetapi sukar untuk membedakan pada

rontgenogram daru daerah bercak atelektasis akibat obstruksi. Bronkopneumonia

tidak lazim kecuali kalau ada aspirasi isi lambung yang telah terjadi selama masa

kegawatan pernapasan berat. Walaupun pneumonia bakteri sekunder tidak lazim,

trakeobronkitis supuratif merupakan komplikasi tambahan pada

Laringotrakeobronikitis. Pneumonia, limfadenitis servikal, otitis atau kadang-

kadang meningitis atau artritits septic dapat terjadi selama perjalanan epiglotitis.

Emfisema mediastinum dan pneumotoraks merupakan komplikasi trakeotomi

paling lazim. 10

Sebagian kecil pasien memerlukan tindakan intubasi. Gagal jantung dan gagal

napas dapat terjadi pada pasien yang perawatan dan pengobatannya tidak adekuat.

XII. Prognosis

Sindrom croup biasanya bersifat self limited dengan prognosis yang baik.4

BAB III

Page 23: croup 1

23

KESIMPULAN

Croup adalah terminologi umum yang mencakup suatu grup penyakit heterogen

yang mengenai laring infra/subglotis, trakea, dan bronkus. Karakteristik sindrom

croup adalah batuk yang menggonggong, suara srak, stridor inspirasi, dengan atau

tanpa adanya obstruksi jalan napas. Croup terbagi atas dua, yaitu viral croup dan

spasmodic croup. Sindrom croup biasanya terjadi pada anak berusia 6 bulan-6

tahun, dengan puncaknya pada usia 1-2 tahun.

Manifestasi klinis biasanya didahului dengan demam yang tidak begitu tinggi

selama 12-72 jam, hidung berair, nyeri menelan, dan batuk ringan. Kondisi ini

akan berkembang menjadi batuk nyaring, suara menjadi parau dan kasar. Gejala

sistemik yang menyertai seperti demam, malaise. Bila keadaan berat dapat terjadi

sesak napas, stridor inspiratori yang berat, retraksi, dan anak tampak gelisah, dan

akan bertambah berat pada malam hari.

Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang timbul. Pada

pemeriksaan fisis ditemukan suara serak, hidung berair, peradangan faring, dan

frekuensi napas yang sedikit meningkat. Tatalaksana utama pada croup adalah

mengatasi obstruksi saluran napas, terapi yang dapat diberikan yaitu terapi

inhalasi, epinefrin, kortikosteroid, intubasi endotrakeal jika diperlukan dan

kombinasi oksigen-helium. Croup bisanya bersifat self limited dengan prognosis

baik.

DAFTAR PUSTAKA

Page 24: croup 1

24

1. Darmawan, A.B, Croup (Laringotrakeobronkitis), Jakarta; Cermin Dunia Kedokteran vol.35, 2008. H.185-188

2. Orenstein DM, Acute inflammatory upper airway obstruction. In: Nelson textbook of pediatrics, Behrman RE, Kleigman RM, Jenson HB, editors. Philadelphia: WB Saunders Company; 2000. 1274-9.

3. Yangtjik K, Dadiyanto DW. Croup (laringotrakeobronkitis akut). Dalam

Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku ajar

respirologi anak.Edisi pertama. Jakarta: Badan penerbit IDAI; 2010.h.320-

29

4. Wantania dkk, Infeksi Respiratori Akut, Dalam Rahajoe NN, Supriyatno

B, Setyanto DB, penyunting. Buku ajar respirologi anak.Edisi pertama.

Jakarta: Badan penerbit IDAI; 2010.h.268-71

5. Shah RK. Acute laryngitis.[serial online] 11 Agustus 2014. Didapat dari

http://emedicine.medscape.com/article/864671

6. Delf, Mohlan H. Major Diagnosis Fisik Anak. 9Jakarta: EGC; 2014.

7. Departemen kesehatan RI. Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah

sakit rujukan tingkat pertama di kabupaten/kota. Jakarta: 2008;104-5

8. Bjornson CL, Johnson DW. Croup in the Paediatric Emergency

Department. Paediatr Child Health. 2007; 12(6): 473–477.

9. Muñiz A, Molodow RE, Defendi GL. Croup [cited 2008 Nov 21].

Available at URL: www.emedicine.medscape.com/article/962972-

overview.html

10. Meadow dan Newell. Lecture Notes: Pediatrika. Jakarta: Penerbit

Erlangga; 2010.

Page 25: croup 1

25