Creeping Eruption Koreksian
-
Upload
aulia-anugerah-jamil -
Category
Documents
-
view
225 -
download
0
Transcript of Creeping Eruption Koreksian
-
7/30/2019 Creeping Eruption Koreksian
1/12
Creeping Eruption
Pendahuluan
Creeping eruption atau yang disebut juga cutaneus larva migrans,
dermatosis linearis migrans, sandoworms disease adalah kelainan kulit yang
merupakan peradangan disebabkan oleh invasi larva cacing tambang. Penyakit ini
banyak terdapat di daerah tropis atau subtropis yang hangat dan lembab, misalnya
di Afrika, Amerika Selatan dan Barat, Asia Tenggara begitu juga Indonesia.1-3
Creeping itch atau rasa gatal yang menjalar, merupakan karakteristik
utama dari creeping eruption. Faktor resiko utama penyakit ini adalah kontak
dengan tanah lembab atau berpasir, yang telah terkontaminasi dengan feses anjing
atau kucing. 1-3
Epidemologi
Creeping eruption adalah penyakit yang terdapat pada daerah tropis atau
subtropis yang hangat dan lembab. Penyakit ini dapat mengenai semua jenis
kelamin dan umur. Creeping eruption merupakan urutan kedua diantara infeksi
cacing kremi dinegara maju. misalnya di Afrika, Amerika Selatan dan Barat,
terutama Amerika Serikat bagian tenggara, Karibia, Amerika Pusat, India, Asia
Tenggara, dan banyak dijumpai di Indonesia. 2,4,5
Etiologi
Jenis - jenis cacing yang menjadi penyebab creeping eruption adalah:
Uncinaria (cacing tambang),Necatordan Gnathostoma. Beberapa jenis larva lalat
Hypoderma bovis gasterophylus dan menyebabkan gambaran klinis yang serupa.
Kebanyakan kasus disebabkan oleh Uncinaria, larva yang berasal dari cacing
tambang kotoran anjing dan kucing, yaitu Ancylostoma brazilienze dan
1
-
7/30/2019 Creeping Eruption Koreksian
2/12
Ancylostoma caninum. Pada beberapa kasus ditemukan Echinococcus,
Strongyloides sterconalis, Dermatobia maxiales dan Lucilia caesar, oleh karena
penyakit ini sering terjadi pada orang yang sering kontak dengan tanah atau pasir.
Pada beberapa kasus bisa juga disebabkan oleh A. ceylanicum, A. stenocephala,
Bunostomum sp. danNecator suillus.1,3,6
Selain itu dapat pula disebabkan oleh larva dari beberapa jenis lalat,
misalnya Castrophilus (the horse bot fly) dan Cattle fly. Siklus hidup
Ancylostoma braziliense terjadi pada binatang dan serupa dengan Ancylostoma
duodenale pada manusia. 1,3
Patogenesis
Creeping eruption disebabkan oleh berbagai spesies Uncinaria (cacing
tambang) binatang yang didapat dari kontak kulit langsung dengan tanah yang
terkontaminasi feses anjing atau kucing. Hospes normal cacing tambang ini adalah
kucing dan anjing. Telur cacing diekskresikan kedalam feses, kemudian menetas
pada tanah berpasir yang hangat dan lembab. Kemudian terjadi pergantian bulu
dua kali sehingga menjadi bentuk infektif (larva stadium tiga). Manusia yang
berjalan tanpa alas kaki terinfeksi secara tidak sengaja oleh larva dimana larva
menggunakan enzim protease untuk menembus melalui folikel, fisura atau kulit
intak. Setelah penetrasi stratum korneum, larva melepas kutikelnya. Biasanya
migrasi dimulai dalam waktu beberapa hari. Larva stadium tiga menembus kulit
manusia dan bermigrasi beberapa sentimeter perhari, biasanya antara stratum
germinativum dan stratum korneum. Larva ini tinggal di kulit berjalan-jalan tanpa
tujuan sepanjang dermoepidermal. Hal ini menginduksi reaksi inflamasi
eosinofilik setempat. Setelah beberapa jam atau hari akan timbul gejala di kulit.
Larva bermigrasi pada epidermis tepat di atas membran basalis dan jarang
menembus ke dermis. Manusia merupakan hospes aksidental dan larva tidak
mempunyai enzim kolagenase yang cukup untuk penetrasi membran basalis
sampai ke dermis. Sehingga penyakit ini menetap di kulit saja. Enzim proteolitik
yang disekresi larva menyababkan inflamasi sehingga terjadi rasa gatal dan
2
-
7/30/2019 Creeping Eruption Koreksian
3/12
progresi lesi. Meskipun larva tidak bisa mencapai intestinum untuk melengkapi
siklus hidup, larva sering kali migrasi ke paru-paru sehingga terjadi infiltrat pada
paru. Pada pasien dengan keterlibatan paru-paru didapatkan larva dan eosinofil pada
sputumnya. Kebanyakan larva tidak mampu menembus lebih dalam dan mati
setelah beberapa hari sampai beberapa bulan.2,3,5
Gejala Klinik
Pada creeping eruption yang disebabkan oleh Uncinaria (cacing
tambang), awal masuknya larva tidak menimbukan gejala. Infeksi biasanya
menyerang kaki, tungkai, bokong atau punggung. Terowongan cacing tambang
tampak sebagai ruam yang menyerupai benang kusut (Gambar 1). Timbul rasa
gatal yang hebat. Gatal dapat menjadi sangat menyakitkan dan jika tergores
memungkinkan terjadi infeksi bakteri sekunder, gatal akan berhenti setelah
parasit mati. 1,6,7
Gambar 1. Creeping eruption pada kaki
Creeping eruption yang disebabkan oleh Gnathostoma (gnathostomiasis)
manifestasi klinis bervariasi tergantung pada organ yang terlibat, antara lain:
saluran pencernaan, saluran kemih dan kelamin, ginjal, paru-paru, otak, mata dan
telinga. Kulit adalah organ yang paling sering terlibat dan lebih mudah untuk
mendeteksi:3
3
-
7/30/2019 Creeping Eruption Koreksian
4/12
1) Bentuk peradangan atau migrasi Panniculitis dengan intensitas yang
bervariasi. Hal ini ditandai dengan eritematosa, edematous, circular atau
irregular, plak meninggi perlahan-lahan. Permukaan yang hangat, nyeri
atau rasa terbakar dengan kulit kemerahan, dan mereka dapat berpindah 1-
5 cm per hari (Gambar 2). Lesi menghilang secara spontan (minggu, bulan
atau tahun) atau dengan pengobatan, dan mereka secara berkala muncul
kembali di daerah sekitarnya atau jauh dari tempat sebelumnya. Daerah
yang paling sering terpajan yaitu perut tungkai atas dan bawah, leher dan
wajah.
2) Bentuk permukaan atau track serpiginous yang muncul irregular,
berkelok-kelok disertai dengan reaksi inflamasi ringan (Gambar 3).
Gambar 2.Migrasi Panniculitis oleh Gnasthostoma
Gambar 3. Superficial Gnathostomiasis
4
-
7/30/2019 Creeping Eruption Koreksian
5/12
Pseudofurunculous berukuran kecil, terdapat plak inflamasi superfisial
dengan nekrosis sentral. Larva migrans karena Strongyloides (anguillulidos) fase
ini ditandai dengan larva currens sistemik, berkembang pesat (5 sampai 15 cm /
jam) lesi seperti ular dapat menghilang secara spontan dalam hitungan jam. Larva
sering ditemukan disekitar anus dan daerah glutealis, lumbal, pelvis dan thorax.
Lesi kulit disertai rasa gatal dan kadang-kadang ruam papular, pseudourticarial.
Pada pasien dengan imunosupresi atau pada mereka dengan terapi steroid
berkepanjangan, mungkin mempercepat pertumbuhan larva dan dewasa dengan
invasi besar viseral. Larva migrans disebabkan oleh larva lalat juga dikenal
sebagai migratory myasis. Jenis Gasterophylus merupakan agen penyebab utama,
dan spesies G. intestinalis, G. haemorrhoidalis dan G. precorum antara lain paling
sering terlibat. Parasit ini normal pada lambung dan rektum kuda. Pada manusia
larva membuat terowongan didalam epidermis dan berbentuk linear sampai 1-2
cm per hari. Pruritus dan aktivitas larva lebih sering terjadi pada malam hari. 3
Diagnosis
Anamnesis
Terdapat keluhan utama berupa: 1,3,8
Onset tiba-tiba
Gatal pada kulit
Kecepatan penjalaran dapat sampai 2-3 cm/hari
Riwayat kontak dengan tanah atau pasir yang lembab
Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan antara lain: 3,7,8
Papul eritem pada tempat masuknya larva
Setelah 2-3 hari bekas jalur larva mengalami erupsi
Erupsi tersebut berkelok-kelok ke arah yang tidak menentu dan larva dapat
hidup sampai 1 tahun.
5
-
7/30/2019 Creeping Eruption Koreksian
6/12
Diagnosis Banding
Scabies
Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitasi
terhadap sarcoptes scabiei var. hominis dan produknya. Cara penularan bisa
melalui kontak langsung (kontak dengan kulit), misalnya berjabat tangan, tidur
bersama dan hubungan seksual. Dan melalui kontak tidak langsung (melalui
benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal dan lain-lain. 8-10
Gambar 4. Scabies
Scabies memiliki gejala klinis seperti pruritus nocturnal, adanya
terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau
keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada
ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel (Gambar 4). Menemukan tungau,
merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat ditemukan satu atau lebih stadium
hidup tungau ini. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok, misalnya
dalam sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Dengan
melihat adanya terowongan harus dibedakan dengan scabies. Pada scabies
terowongan yang terbentuk tidak akan sepanjang seperti pada creeping
eruption.3,8,10
6
-
7/30/2019 Creeping Eruption Koreksian
7/12
Herpes Zoster
Gambar 5. Herpes zoster
Bila invasi larva yang multiple timbul serentak papul-papul lesi dini sering
menyerupai herpes zoster stadium permulaan. Herpes zoster adalah penyakit yang
yang disebabkan infeksi virus varisela zoster yang menyerang kulit dan mukosa
(Gambar 5). Infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah reaksi
primer. Kadang-kadang infeksi primer berlangsung subklinis. Frekuensi pada pria
dan wanita sama, lebih sering mengenai usia dewasa. 11,12
Daerah yang sering terkena adalah daerah torakal. Terdapat gejala
prodromal sistemik seperti demam, pusing, malaise. Sedangkan gejala lokal
berupa gatal, pegal, nyeri otot-tulang, dan sebagainya. Disamping gejala kulit
berupa papul yang timbul serentak dijumpai pembesaran kelenjar getah bening
regional. Lokalisasi unilateral dan bersifat dermatomal sesuai tempat persarafan.
4,11,12
Insect bite
Insect bite merupakan kelainan kulit yang disebabkan oleh gigitan dari
hewan. Kelainan kulit disebabkan oleh masuknya zat farmakologis aktif dan
sensitasi antigen dari hewan tersebut. Dalam beberapa benit akan muncul papul
persisten yang seringkali disertai central hemmoragic punctum. Reaksi bulosa
sering terjadi pada kaki anak-anak. Pada permulaan timbulnya creeping eruption
akan ditemukan papul yang menyerupai insect bite (Gambar 6). 4,13
7
-
7/30/2019 Creeping Eruption Koreksian
8/12
Gambar 6. Insect bite
Dermatofitosis
Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat
tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku, yang
disebabkan golongan jamur dermatofita. Dermatofita dibagi menjadi genera
Microsporum, Trichophyton dan Epidermophyton. Golongan jamur ini
mempunyai sifat mencernakan keratin. Hingga kini dikenal sekitar 40 spesies
dermatofita, masing-masing dua spesies Epidermophyton, 17 spesies
Microsporum dan 21 spesies Trichophyton. 6,14,15
Superfisial dermatofitosis meliputi tinea capitis, tinea cruris, tinea
magnum, tinea pedis, onchomyosis, dan tinea imbricate. Bergantung pada berat
ringannya reaksi radang dapat dilihat berbagai macam lesi kulit. Bentuk lesi
beraneka ragam ini dapat berupa hiperpigmentasi dan skuamasi, menahun oleh
Tricophyton rubrum sampai kerion Celsi yang disebabkan Microsporum canis
(Gambar 7). Bila meilhat bentuk yang polisiklik pada creeping eruption sering
dikacaukan dengan dermatofitosis6,14,15
8
-
7/30/2019 Creeping Eruption Koreksian
9/12
Gambar 7. Dermatofitosis pada kaki (tinea pedis)
Terapi
Sistemik (oral) 1-3
1. Albendazol (Albenza), dosis 20mg/kg/ hari (400mg/3 hari) dosis
tunggal, diberikan tiga hari berturut turut.
2. Tia bend azo l (Mintezol), antihelmintes spektrum luas. Dosis 20-
50mg/kgBB/hari, sehari 2 kali, diberikan berturut-turut selama 2 hari. Dosis
maksimum 3 gram sehari. Efek sampingnya mual, pusing, dan muntah.
3. Ivermectin (Stromectol) Dewasa12 mg atau 200 ug/kgBB dosis tunggal, antiparasit
semi sintetik makrosiklik yang berspektrum luas terhadap nematoda. Cara
kerjanya dengan menghasilkan paralisis flaksid melalui pengikatan kanal
klorida yang diperantarai glutamat. Merupakan drug of choice karena
keamanan,toksisitas rendah dan dosis tunggal.
4. Antihistamin diberikan untuk mengurangi rasa gatal.
9
-
7/30/2019 Creeping Eruption Koreksian
10/12
Topikal 1-3
1. Topikal solusio tiabendazol dalam DMSO. Diberikan 3 kali sehari
dalam seminggu. Campuran ini memberikan jaringan kadar antihelmintes
yang cukup untuk membunuh parasit, tanpa disertai efek samping
sistemik.
2 . C ry ot he r ap y d en ga n C O 2snow (d ry i ce ) d en g an p en ek an an
selama 45 detik sampai 1 menit, selama 2 hari berturut turut.
Prognosis
Prognosis penyakit ini biasanya baik dan merupakan penyakit self-limited,
dimana larva akan mati dan lesi membaik dalam waktu 4-8 minggu. Dengan
pengobatan progresi lesi dan rasa gatal akan hilang dalam waktu 48 jam. 5
Komplikasi
Ekskoriasi dan infeksi sekunder oleh bakteri akibat garukan. Infeksi umum
disebabkan oleh streptococcus pyogenes. Bisa juga terjadi selulitis dan reaksi
alergi. 6,7
10
-
7/30/2019 Creeping Eruption Koreksian
11/12
DAFTAR PUSTAKA
3. Aisah S. Creeping eruption. In: Djuanda A, editor. Ilmu Penyakit kulit dan
kelamin. 5th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2007. p.
125-6.
4. Bolognia JL. Cutaneus larva migrans. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP,
editors.Dermatology. 2nd ed. USA: Mosby; 2008. p. 9-10.
5. Estrada R. Larva migrans (Larva migrans syndrome). In: Arenas R, Estrada
R, editors. Tropical dermatology. Goergetown, Texas: Landes Bioscience;
2001. p. 213-8.
6. Habif TP. Infestations and Bites. In: Hodgson S, editor. Clinical dermatology
fourth edition A color guide to diagnosis and therapy. 4th ed. Hanover, NH,
USA: Mosby; 2003. p. 499, 537.
7. Wilson ME, Caumes E. Helmintic infection. In: Wolff K, Goldsmith LA,
Katz SI, Gilcrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick's
dermatology in general medicine. 7th ed. New York: Mc Graw Hill; 2008. p.
2016.
8. Vega-Lopez F, Hay RJ. Parasitic Worms and protozoa. In: Burns T,
Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors.Rook's textbook of dermatology. 7th
ed: Blackwell; 2004. p. 17-8.
9. Micantonio T, Peris K. Pruritic, serpiginous eruption in a returning traveller.
CMAJ.JAMC2008:51-2.
10. Daili ESS, Menaldi SL, Wisnu IM. Infeksi Parasit: Creeping Eruption,
Skabies. In: Penyakit kulit yang umum di Indonesia. Jakarta: PT Medical
Multimedia Indonesia; 2005. p. 71-2.
11. Handoko RP. Skabies. In: Djuanda A, editor.Ilmu penyakit kulit dan kelamin.
5 ed. Jakarta: FK-UI; 2010. p. 122-4.
11
-
7/30/2019 Creeping Eruption Koreksian
12/12
12. Estrada R. Scabies. In: Arenas R, Estrada R, editors. Tropical dermatology.
Georgetown, Texas: Landes Bioscience; 2001. p. 207-9.
13. Handoko RP. Penyakit Virus: Herpes zoster. In: Djuanda A, editor. Ilmu
penyakit kulit dan kelamin. 5th ed. Jakarta: FK-UI; 2010. p. 110.
14. Gawkroder DJ. Infestations: Insect bite & Scabies. In: Home T, editor.
Dermatology an illustrated colour Text. 3th ed. Sheffield, UK: Churchill
Livingstone; 2002. p. 51, 58-59.
15. Hunter J, Savin J, Dahl M. Infestation: Insect Bite, Scabies, Larva migrans.
In: Taylor S, editor. Clinical dermatology. 3th ed: Blackwell; 2002. p. 224-32.
16. Budimulja U. Mikosis: Dermatofitosis. In: Djuanda A, editor. Ilmu penyakit
kulit dan kelamin. 5th ed. Jakarta: FK-UI; 2010. p. 92-93.
17. Arenas R. Dermatophytosis. In: Arenas R, Estrada R, editors. Tropical
dermatology. Georgetown, Texas: Landes Bioscience; 2001. p. 2-8.
12