Crazy Little Thing Called Love

download Crazy Little Thing Called Love

of 8

Transcript of Crazy Little Thing Called Love

Crazy Little Thing Called Love First Love(Thailand) Gendre :

Drama, Comedy Pemain :

Nam (Pimchanok Lerwisetpibol), Shone (Mario Maurer), Guru Inn (Sudarat Budtporm) Sutradara :

Puttipong Pormsaka Na-Sakonnakorn, Wasin Pokpong, Durasi 118 menit :

(Work Point/Sahamongkol Film International, 2010)

Thailand merupakan negara tetangga Indonesia yang memiliki industri perfilman yang cukup baik dan terkenal dengan film horror yang benarbenar menakutkan dan benar-benar menjual kisah cerita dan hantu untuk menarik penonton. Ya pada awalnya saya rasa film dari thailand yang seru hanya film hantu saja dan tidak memandang film-film comedy atau romantis yang saya anggap seperti film indonesia pada umumnya. Namun pandangan tersebut seketika berubah setelah saya melihat film dengan judul Crazy Little

Thing Called Love atau First Love.

Masihkah kamu ingat masa dimana kamu mulai tertarik dengan sesorang dan merasa jatuh cinta kepadanya? Masa dimana kamu akan melakukan berbagai hal untuk dapat menarik perhatian orang yang kamu sukai, mulai dari melakukan berbagai hal cheesy seperti menyukai segala hal yang ia sukai hingga berusaha menjadi sosok yang selama ini berbeda dari kepribadian yang selama ini kamu tampilkan. Cinta memang sebuah kekuatan yang aneh. Pada beberapa orang, cinta dapat memberikan sebuah pengaruh buruk. Namun untungnya, pada banyak orang lainnya, cinta membuat mereka untuk menjadi sesosok manusia yang lebih baik bagi orang yang mereka cintai. Nah hal yang semacam inilah yang dihadirkan dalam film arahan duo Puttipong Pormsaka Na-Sakonnakorn dan Wasin Pokpong yang cukup berhasil membangun kisah yang menggelitik dan renyah untuk diikuti. Dalam Crazy Little Thing Called Love, Pimchanok Lerwisetpibol artis muda cantik thailand ini berperan sebagai Khun Nam seorang gadis berusia 14 tahun dengan kulit hitam, jelek dan dandanan culun murid kelas 1, untuk pertama kalinya merasakan adanya getaran cinta di dalam hatinya kepada salah satu seniornya, yaitu Shone yang diperankan oleh Mario Maurier. Shone adalah murid baru kelas 3 yang sangat popular di sekolah. Masalahnya, dengan wajah Shone yang sangat tampan dan ditambah dengan kepribadian yang menarik serta kemampuan olahraga sepakbola yang mengagumkan, Nam bukanlah satu-satunya gadis di sekolah tersebut yang jatuh hati terhadap Shone. Dengan wajah dan kepribadian yang biasa saja, jelas Nam bukanlah seorang kontender favorit yang dapat memenangkan hati Shone. Dengan bantuan teman-temannya, dan sebuah buku yang berisi berbagai metode untuk mendapatkan hati seorang pria, Nam mulai melakukan berbagai prubahan pada dirinya. Mulai dari memutihkan kulit, memasang kawat gigi hingga melepas kaca mata. Kemudian pada saat naik kelas 2,

Nam memperoleh peran sebagai putri salju dan didandani menjadi seorang gadis yang manis. Tetap saja usaha tersebut Nam kira belum membuat Shone tertarik kepadanya karena Shone mengatakan jika Nam didandani menjadi putri salju tetap sama saja seperti gadis dengan kawat gigi dan besoknya Nam langsung copot kawat gigi. Suatu perubahan yang secara perlahan, tanpa disadari Nam, malah membuatnya menjadi seorang yang lebih baik dari sebelumnya. Kemudian waktu berlalu hingga suatu waktu Nam peran menjadi marching band, mendapatkan sebuah Nam disini Mayoret

semakin cantik saja hingga teman Shone bernama Tom suka. lalu Tom menembak Nam namun ditolak. Sebelumnya, Tom pernah membuat perjanjian dengan Shone agar tidak menyukai gadis yang sama. Lalu waktu terus berjalan dan Nam akhirnya mengungkapkan suka kepada Shone, namun ternyata sebelumnya Shone telah jadian dengan wanita lain seminggu sebelumnya. Pada akhirnya Nam yang mendapatkan rangking 1 dikelasnya pergi ke Amerika untuk belajar dan Shone menjadi pemain sepak bola professional di Bangkok.

Dan disela-selanya terdapat adegan dimana sebenarnya Shone sudah memperhatikan Nam dari awal, dengan membuat album foto yang semuanya berisi tentang Nam, sungguh adegan yang mengharukan. Kemudian 9 tahun berlalu dan Nam diundang ke acara seperti reality show dan tanpa diduga Shone ternyata memang diundang keacara tersebut. Terdapat pertemuan

yang mengharukan karena ,penasaran? silahkan tonton filmnya sendiri. Sama seperti film-film drama komedi sejenis yang mengisahkan mengenai transformasi seorang karakter yang biasa saja pada awalnya menjadi seorang karakter yang menarik di akhir cerita, Crazy Little Thing Called Love juga berjuang untuk mempertahankan sisi menarik kisahnya ketika sang karakter utama telah berubah menarik. Namun, Crazy Little Thing Called

Love adalah fantasi. Rasanya kita tidak bisa menafikan hal tersebut setelahmenonton filmnya. Bagaimana pun kisah itik buruk rupa menjelma menjadi angsa putih yang cantik biasanya hanya merupakan hasil olahan kisah fiksi belaka. Belum lagi proses transformasi Nam disini rasanya terlalu cepat dan kurang menimbulkan efek pukau, meski harus diakui kinerja tim make-up untuk merubah fisik Pimchanok Lerwisetpibol menjadi lebih kumuh dari aslinya yang cakep bangeeet, haha. Sayangnya, usaha ini dapat dikatakan kurang begitu dapat dieksekusi dengan baik ketika bagian pertengahan film ini terasa sedikit hambar jika dibandingkan dengan bagian sebelumnya. Plot cerita tambahan mengenai guru Nam, Inn (Sudarat Budtporm), yang dikisahkan mengejar perhatian guru lainnya, juga kurang berhasil mengisi kekosongan ruang dalam film ini dan seringkali hanya terasa sebagai perulangan kisah cinta Nam namun berasal dari karakter yang lebih dewasa. Sehingga durasi yang mencapai 118 menit memang sedikit terlalu panjang mengingat beberapa adegan di film ini justru terasa hambar akibat eksekusi atas jalan cerita yang dilakukan kurang menggigit.

Terlepas dari kisah dongeng tadi, jalan cerita Crazy Little Thing Called Love sangatlah sederhana dan cenderung cheesy. Sama sederhana dan cheesynya dengan pengalaman siapapun pada saat mereka sedang mengalami jatuh cinta untuk pertama kalinya. Ya.Crazy Little Thing Called Love, menyimpan realisme yang kuat dalam kisah yang dipaparkannya. Terutama bagi yang sempat mengalami kisah cinta tak berbalas saat masih duduk dibangku sekolah menengah. Konon lagi jika itu adalah cinta pertamanya. Adegan-adegan tertentu di film seperti mengulang kembali perasaan yang mengharu-biru itu dan sempat terpendam beberapa lamanya di benak. Dengan jalan cerita yang sangat familiar, jelas keunggulan utama film ini bukan berada pada departemen penulisan naskah. Walau begitu, naskah cerita yang ditulis oleh dua sutradara film ini, Putthiphong Promsakha na Sakon Nakhon dan Wasin Pokpong, sama sekali tidak buruk mengingat mereka berhasil memadukan jalan cerita yang sederhana dan familiar tersebut dengan elemen komedi yang banyak tercermin dari dialog-dialog yang segar di sepanjang film ini serta, tentu saja, kisah cinta yang mampu menyentuh siapapun yang pernah merasakan jatuh cinta itu sendiri. Cukup manis huh?

Selain itu kelebihan lain film adalah menampilkan perasaan itu dalam porsi yang cukup tanpa harus berlebihan. Yang lebih penting lagi adalah dengan elaborasi secara lebih realistik pada adegan-adegan pendukung untuk itu, sehingga membuat penonton dapat merasakan sentimen pribadi Nam pada Shone dan begitu juga sebaliknya. Pada akhirnya setiap kelucuan yang menggelitik di film dibangun melalui keluguan dan ketidaktahuan Nam dalam menghadapi perasaanya terhadap Shone. Masalah apakah dia itik-buruk-rupa-menjelma-menjadi-angsa disini menjadi tidak penting lagi. Karena toh, setelah dia berubah bukan berarti hubungan dirinya dengan Shone menjadi lebih mulus. Meski secara fisik berubah, namun didalam ia tetaplah Nam yang clueless dan kebingungan. Inilah kelebihan film ini, karena karakter-karakternya ditampilkan lekat dengan keseharian dan membumi. Membuat film menjadi terasa menggemaskan dan juga.mengharukan. Menjelang akhir, unsur komedi pun mulai berkurang dan melankolia serta elemen-elemen yang sentimentil pun mulai mengambil peran yang lebih besar. Akan tetapi, tetap saja film mampu membangun emosi yang dibutuhkan untuk film sejenis ini. Dan akhirnya film ditutup dengan ending yang cukup manis dan memuaskan, setidaknya bagi saya.

Sutradara film ini berhasil mendapatkan jajaran pemeran bawakan, yang mampu setiap khususnya dengan karakter sangat yang baik menghidupkan mereka

Pimchanok Luevisetpaibool yang berhasil memerankan karakter sesosok Nam karakter dan sebagai yang menjadikannya

sangat menyenangkan di balik seluruh keluguannya dalam sendiri begitu dapat diandalkan dalam mengenal menjadi hidup cinta terasa berkat berbagai Mario pertamanya. Karakter Nam

dukungan tiga karakter sahabatnya yang selalu memberikan aktor adegan komedi untuk film ini. Sebagai lawan main Pimchanok Luevisetpaibool, muda, Maurer, memang sangat tepat untuk memerankan Shone yang menjadi idola seluruh gadis di sekolahnya. Walau sepertinya hal tersebut tidak membutuhkan kemampuan akting yang terlalu mendalam, penampilan Maurer sebagai Shone tidak sepenuhnya mengecewakan. Setidaknya ia juga berhasil dalam menampilkan sisi sensitif karakternya yang datang ketika karakter tersebut berhubungan dengan masalah masa lalu sang ayah atau perjuangannya dalam berusaha untuk membuktikan kemampuannya dalam bidang fotografi dan sepakbola. Keberhasilan lain dari film ini, selain chemistry dengan takaran yang pas antara Mario Maurer dan Pimchanok Lerwisetpibol, adalah kemampuan merangkai cerita yang meski sederhana dan tipikal menjadi sesuatu yang menyegarkan dan sangat menghibur. Bukan sebuah karya yang istimewa namun cukup berhasil menjadi sebuah hiburan yang menyegarkan. Menghadirkan semua yang kita inginkan pada sebuah film komedi-romantis berbalut melodrama. Mungkin masih berada di jalur aman dan belum berani mendobrak streotipe, akan tetapi setelah menyaksikan filmnya secara utuh membuat saya tersadar jika kisah kasih tak sampai/tak berbalas pada dasarnya mempunyai pola yang sama untuk setiap orang. Dan film seolah menegaskan jika remaja adalah pribadi labil dan clueless. Akan tetapi bukankah kita pada dasarnya dulu juga seperti itu? a.deathman red

Referensi

:

jalangfilm.wordpress.com,

amiratthemovies.wordpress.com,

awangjivi.com