COVID-19: Bagaimana Melibatkan Kelompok Rentan dan...
Transcript of COVID-19: Bagaimana Melibatkan Kelompok Rentan dan...
COVID-19: Bagaimana
Melibatkan Kelompok Rentan
dan Marjinal dalam
Komunikasi Risiko dan
Pelibatan Masyarakat
Mengapa harus
menggunakan
sudut pandang
perlindungan,
gender, dan inklusi
dalam komunikasi
risiko dan pelibatan
masyarakat?
Perempuan, orang lanjut usia, remaja, kaum muda, anak-
anak, penyandang disabilitas, masyarakat adat, pengunngsi,
migran, dan kaum minoritas lainnya merupakan kelompok
dengan kerentanan dan terpinggirkan dalam kehidupan
sosial ekonomi. Kelompok marjinal ini bahkan menjadi lebih
rentan dalam situasi darurat.1 Ini merupakan dampak dari
minimnya pengawasan dan sistem peringatan dini, dan
layanan kesehatan. Merebaknya wabah COVID-19
diperkirakan akan menimbulkan dampak negative yang
cukup signifikan pada beberapa sektor.
Kelompok masyarakat dengan risiko tertinggi adalah yang:
• Bergantung pada sektor ekonomi informal;
• Bertempat tinggal di area rentan pada guncangan;
• Tidak memiliki akses memadai pada layanan sosial
atau pengaruh politik;
• Memiliki keterbatasan kapasitas dan peluang dalam
mengatasi dampak dan beradaptasi;
• Akses yang terbatas atau bahkan tidak ada sama sekali pada
teknologi.
Dengan memahami faktor-faktor di atas, kita dapat
memberikan dukungan kapasitas pada masyarakat rentan
dalam situasi darurat. Kita juga dapat memprioritaskan
bantuan kepada mereka dan melibatkan mereka dalam proses
pengambilan keputusan untuk melakukan respon, pemulihan,
kesiapsiagaan, dan pengurangan risiko.
Apa saja pembelajaran
yang telah kita
dapatkan tentang
perlindungan, gender,
inklusi, serta
komunikasi risiko dan
pelibatan masyarakat
pada wabah yang
pernah ada?
Epidemi tau wabah yang telah berlalu menggambarkan
pentingnya pelibatan perempuan dalam mengkomunikasikan
risiko:
• Perempuan tidak mendapatkan bagian yang proporsional
sebagai tenaga kesehatan.
• Sebagai pengasuh/pendamping utama untuk anak-
anak, lansia, dan orang yang sedang sakit, penting
untuk kita mengenali dan melibatkan perempuan
dalam komunikasi risiko dan pelibatan masyarakat.
• Saat kita tidak mempertimbangkan dinamika
gender selama wabah berlangsung, kita telah
membatasi upaya-upaya efektif dalam
mengkomunikasikan risiko.
• Akses perempuan pada informasi dan layanan yang
tersedia saat wabah berlangsung akan menjadi
sangat terbatas2 saat kelompok pelibatan masyarakat
didominasi oleh laki-laki.
• Penyesuaian terkait gender, bahasa, budaya
lokal dalam pelibatan masyakarat akan
meningkatkan daya serap masyarakat pada
intervensi yang dilakukan.3
1. https://idpjournal.biomedcentral.com/articles/10.1186/s40249-017-0375-2
2. UNGA A/70/723. Protecting Humanity from Future Health Crises: Report of the High-Level Panel on the Global Response to Health Crises.
3. Deborah Toppenberg-Pejcic, Jane Noyes, Tomas Allen, Nyka Alexander, Marsha Vanderford & Gaya Gamhewage (2019) Emergency Risk Communication: Lessons
Learned from a Rapid Review of Recent Gray Literature on Ebola, Zika, and Yellow Fever, Health Communication, 34:4, 437-455, DOI: 10.1080/10410236.2017.1405488
Masyarakat dengan risiko yang tidak proporsional dalam keadaan
darurat kesehatan dan implikasi utama dalam Komunikasi Risiko
dan Pelibatan Masyarakat (Risk Communication and Community
Engagement/ RCCE)4
Anak-Anak
Latar belakang Langkah RCCE untuk melibatkan kelompok ini
Anak-anak mungkin tidak memiliki akses atau mengalami
kesulitan dalam memahami informasi terkait COVID-19
Anak-anak yang tidak didampingi atau terpisah (dari
keluarganya) akan mengalami kesulitan dalam mengakses
layanan dan informasi yang sesuai dan tepat waktu.
Anak-anak biasanya mengalami kesulitan mengungkapkan
ketakutan / kecemasan yang dialami.
Penutupan sekolah yang lama dan pembatasan gerak dapat
membuat anak-anak resah dan cemas.
Pendamping / pengasuh mungkin tidak akan mampu
merawat anak-anak yang bergantung pada mereka.
Saat orangtua keluar bekerja, sementara anak tinggal
dirumah karena sekolah diliburkan, hal ini akan memberikan
dampak pada keselamatan dan keamanan mereka.
Meningkatnya kecemasan dan frustasi pada orangtua dapat
menimbulkan kekerasan pada anak di rumah.
Jika pengasuh terinfeksi, dikarantina, atau bahkan
meninggal dunia, ini dapat menimbulkan masalah
psikososial dan perlindungan terhadap anak.
Meski nampaknya anak-anak tidak akan sakit parah karena
virus tersebut, namun mereka bisa saja menularkan pada
pengasuhnya yang lebih rentan terinfeksi dan sakit parah.
Lakukan advokasi untuk memastikan pemerintah dan pemangku
kepentingan lain untuk memprioritaskan kebutuhan informasi dan
komunikasi pada anak-anak dan remaja.
Diskusikan dengan anak-anak dan remaja, termasuk yang tanpa
pendamping dan terpisah (dari keluarga), untuk memahami
ketakutan, kebutuhan, dan keprihatinan mereka.
Desain informasi dan materi komunikasi yang ramah anak.
Sediakan informasi terkait psikososial, termasuk kesehatan dan
sanitasi secara umum.
Bekali orangtua dengan kemampuan untuk mengelola
kecemasan yang mereka alami dan membantu anak-anak
mereka yang juga mengalaminya.
Lakukan advokasi untuk kebijakan ruang kerja ramah keluarga
sehingga orangtua dapat memberikan pengasuhan yang lebih baik
bagi anak-anaknya.
Promosikan aktifitas menyenangkan yang dapat dilakukan oleh
orangtua bersama anak-anaknya untuk mengurangi kecemasan dan
tekanan.
Lakukan advokasi untuk layanan dukungan dan konseling untuk
mereka yang terdampak.
Pertimbangkan perbedaan kebutuhan berdasarkan gender, keadaan
dan masyarakat marginal
Penyandang Disabilitas
Latar belakang Langkah RCCE untuk melibatkan kelompok ini
Akses atas informasi seringkali menjadi hambatan utama
pada penyandang disabilitas yang memiliki kebutuhan
komunikasi berbeda.
Mereka seringkali diabaikan di dalam kesempatan
pengambilan keputusan dan tidak memiliki akses yang
setara pada informasi terkait wabah dan layanan yang
tersedia.
Mereka sering kali terpinggirkan secara sosial
jika tidak tergabung di masyarakat, misalnya
dalam pendidikan atau pekerjaan.
Pastikan aktif menerima umpan balik dari penyandang
disabilitas.
Berikan informasi dengan bahasa sederhana dan lugas.
Sediakan informasi yang mudah diakses, misal braille atau
ukuran besar.
Tawarkan format komunikasi yang beragam, misalnya teks
keterangan atau video isyarat untuk Tuli, materi online untuk
yang menggunakan alat bantu teknologi.
Libatkan organisasi atau komunitas penyandang disabilitas
untuk konsultasi dan pengambilan keputusan.
Lakukan pendekatan yang telah disesuaikan dengan kebutuhan
khusus individu penyandang disabilitas, bekerjasama dengan
pendamping dan jejaring sosial lainnya.
Perempuan dan Anak Perempuan
Latar Belakang Langkah RCCE untuk melibatkan kelompok ini
Perempuan adalah bagian besar dari tenaga kesehatan.
Sebagian besar perawat orang sakit adalah perempuan.
Perempuan lebih mungkin terlibat dalam sektor informal dan
paling terpukul secara ekonomi oleh COVID-19.
Perempuan mengalami peningkatan risiko kekerasan berbasis
gender, termasuk eksploitasi seksual.
Faktor budaya dapat mengeluarkan perempuan pada
kesempatan pengambilan keputusan dan membatasi akses
mereka ke informasi tentang wabah dan ketersediaan layanan.
Perempuan mungkin mengalami kesulitan akses pada layanan
kesehatan seksual dan reproduksi, termasuk keluarga
berencana.
Dalam beberapa konteks budaya, peran gender dapat
menentukan bahwa perempuan tidak dapat memperoleh
layanan kesehatan secara mandiri atau dari penyedia
pelayanan laki-laki.
Pastikan bahwa tim pelibatan masyarakat lakukan
keseimbangan dalam gender dan mendorong
kepemimpinan perempuan di dalamnya.
Berikan saran khusus untuk mereka - biasanya perempuan
- yang merawat anak, orang tua dan kelompok rentan
lainnya yang dalam karantina, dan mereka yang tidak bisa
hindari kontak dekat.
Rancang survei online, tatap muka dan kegiatan
pelibatan lainnya sehingga mereka perempuan pekerja
perawatan yang tidak dibayar, dapat berpartisipasi.
Mempertimbangkan aturan pengasuhan anak,
transportasi, dan keselamatan untuk setiap kegiatan
pelibatan masyarakat secara langsung.
Pastikan tenaga medis di garis depan ada kesetaraan
gender dan fasilitas kesehatan juga peka pada budaya
dan gender.
Perempuan Hamil Latar Belakang Langkah RCCE dalam kelompok ini
Pelayanan dapat dialihkan ketika layanan kesehatan
kelebihan beban, sehingga perawatan sebelum dan sesudah
kelahiran menjadi terganggu.
Kontak yang sering atau yang kadangkala tidak diperlukan
dengan fasilitas kesehatan, dapat meningkatkan risiko
infeksi, terutama pada fasilitas kesehatan dengan
pengukuran infeksinya yang kurang memadai.
Mengembangkan materi pendidikan untuk perempuan hamil
tentang praktik kebersihan dasar, langkah pencegahan infeksi,
dan bagaimana mencari perawatan yang berdasar pada
pertanyaan dan kekhawatiran mereka.
Terjemahkan materi-materi berikut ke bahasa lokal dan
mengadaptasi pada konteks lokal.
Studi Kasus Tanggap Ebola
Pelajari lebih lanjut: https://reliefweb.int/report/world/gender-matters-responding-major-disease-outbreaks-ebola
Orang dengan HIV
Alasan Langkah RCCE untuk melibatkan kelompok ini
Sistem kekebalannya mungkin sudah menurun dan
semakin berisiko terhadap penyakit parah.
Mereka mungkin merasa bahwa mereka tidak memiliki
cukup informasi tentang bagaimana melindungi diri
dari penularan.
Mereka mungkin mengalami stigma dan
diskriminasi dalam hal layanan kesehatan,
termasuk dites HIV tanpa kemauan mereka.
Orang dengan HIV mungkin ditolak aksesnya
ke pengobatan vital, termasuk ARV, karena
sistem kesehatan yang terbebani berlebihan.
Menggunakan sistem di masyarakat yang sudah ada untuk
memfasilitasi komunikasi dengan orang dengan HIV,
termasuk menggunakan sistem informal untuk menghindari
disrupsi pengobatan.
Memastikan akses informasi secara spesifik terkait kebutuhan
yang berdasarkan umpan balik mereka, termasuk memperbarui
informasi terkait di mana dan bagaimana mengakses ARV.
Menyusun Panduan Tanya Jawab (FAQ) dengan
berkonsultasi pada komunitas yang telah hidup dengan
HIV untuk menjawab secara spesifk kerentanan dan
kekhawatiran mereka.
Bila memungkinkan, menyediakan resep untuk beberapa
bulan sekaligus agar mereka yang hidup dengan HIV dapat
memiliki suplai ARV dalam beberapa bulan.
Menyarakankan agar orang dengan HIV mendapatkan pasokan
makanan yang tidak mudah rusak, supaya mereka tetap dapat
melanjutkan perawatan mereka.
Menyediakan dukungan psikososial bagi orang yang hidup
dengan HIV dimana mungkin akan merasa cemas,
terstigmatisasi dan rentan.
Penyintas Kekerasan Berbasis Gender
Alasan Langkah RCCE untuk melibatkan kelompok ini
Tekanan untuk merespon kasus-kasus COVID-19
mungkin mengganggu pelayanan dan dukungan
untuk penyintas kekerasan berbasis gender. Ini bisa
mempengaruhi pelayanan di pusat krisis pada rumah
sakit tersier.
Keselamatan, keamanan, dan akses ke keadilan
mungkin terganggu karena alokasi sumber daya
lembaga pemerintahan dialihkan ke krisis kesehatan
masyarakat.
Fasilitas kesehatan primer dan sekunder mungkin
diminta untuk mengambil alih beban kasus penyintas
kekerasan berbasis gender, dan hanya merujuk ke
rumah sakit tersier bila layanan lebih lanjut
dibutuhkan.
Memperbarui jalur rujukan Kekerasan Berbasis Gender untuk
mencerminkan fasilitas kesehatan primer dan sekunder.
Menginformasikan masyarakat dan penyedia pelayanan
tentang jalur rujukan terbaru.
Memastikan bahwa mitigasi risiko Kekerasan Berbasis Gender
dilakukan di fasilitas karantina dan proses evakuasi.
Memperkuat dukungan dan kapasitas yang bisa diperbantukan
di sektor-sektor lain, selain tanggap kesehatan. Misalnya,
memperkuat staf untuk menjawab hotline tanggap darurat di
sektor keselamatan dan keamanan.
Mensirkulasi Kode Etik PSEA dan langkah pengamanan
lainnya, serta mengingatkan staf tentang pentingnya mematuhi
semua itu.
Pengungsi Dan Migran*
Alasan Langkah RCCE untuk melibatkan kelompok ini
Status hukum, diskriminasi dan hambatan bahasa
dapat membatasi akses mereka terhadap materi-
materi pencegahan, pelayanan kesehatan dan
sosial.
Seperti informasi resmi lainnya, informasi dan
pengumuman pemerintah tentang layanan
kesehatan mungkin tidak sampai ke mereka.
Pengungsi dan migran mungkin tidak dilibatkan
dalam strategi/rencana/intervensi nasional.
Mobilitas pengungsi dan migran bisa membuat
mereka sulit dijangkau, termasuk ketika mereka
melintasi batas negara.
Kurangnya dokumen kependudukan dan
kemampuan finansial bisa menghalangi akses
untuk layanan kesehatan yang dapat
menyelamatkan nyawa mereka.
Pengungsi dan migran mungkin bepergian
secara tidak teratur dan tak terduga yang dapat
menghambat proses pengecekan kesehatan di
titik-titik perbatasan.
Dukungan penerjemahan dan diseminasi informasi dan petunjuk
kesehatan dari WHO dan Kementrian Kesehatan mengenai COVID-19,
serta pencegahannya ke dalam bahasa yang dipahami pengungsi
dan migran. Menyebarkan informasi ini melalui saluran-saluran yang
efektif termasuk LSM/NGO, sukarelawan pengungsi/migran dan
komunitas terkait.
Mengadvokasi tentang akses inklusi dan tanpa diskriminasi bagi
pengungsi dan migran terhadap pelayanan kesehatan umum.
Menyertakan pengungsi dan migran ke dalam kontinjensi
tingkatan nasional, provinsi maupun lokal, intervensi dan
rencana tanggap dan juga pencegahan.
Bermitra dengan jejaring komunitas pengungsi dan migran
untuk memonitor risiko yang berkaitan dengan pergerakan
orang di wilayah terdampak.
Mengadaptasi semua kegiatan sesuai dengan konteks,
persepsi, kepercayaan, dan praktik di komunitas
pengungsi dan migran.
Membuat variasi alat dan format komunikasi, serta membuat
pesan lebih sederhana; pastikan untuk mengetes apakah isi pesan
dipahami kelompok sasaran.
Gunakan umpan balik secara terus-menerus untuk
mengadaptasi pesan di dalam situasi yang terus berkembang.
*termasuk pekerja migran dan keluarganya; orang yang berpindah secara tak tentu; populasi pelintas batas (*Meskipun secara legal ada perbedaan, pengungsi dan
migran di sini disatukan karena kelompok ini bisa menghadapi tantangan yang sama dalam krisis kesehatan masyarakat sebagai kelompok penduduk yang bukan-warga
negara atau berpindah-pindah, atau memiliki potensi berpindah).
Kelompok Lanjut Usia
Alasan Langkah RCCE dalam melibatkan kelompok ini
Bukti mengenai COVID-19 menunjukkan bahwa mereka
kelompok yang paling rentan adalah kelompok dengan
tingkat kematian lebih tinggi.
Mereka tidak selalu dapat pergi ke tempat pelayanan
kesehatan, atau kadang pelayanan lain yang tersedia
tidak memadai untuk lansia.
Lansia mungkin sulit merawat diri mereka sendiri dan
terganting pada keluarga dan perawat. Situasi ini
semakin sulit pada saat darurat.
Mereka mungkin tidak mengerti informasi/ pesan yang
tersedia, atau tidak dapat mengikuti instruksi yang
diberikan.
Lansia yang tinggal di fasilitas bersama, tinggal
berdekatan satu sama lain dan mungkin sulit menerapkan
jarak sosial.
Sesuaikan pesan dan pastikan dapat dilakukan untuk kondisi
khusus (termasuk dalam fasilitas tinggal bersama), dan status
kesehatan tertentu.
Libatkan lansia untuk mendapatkan umpan balik dari mereka.
Buat pesan spesifik untuk menjelaskan risiko lansia dan
bagaimana merawat mereka, khususnya di rumah. Pesan ini
ditujukan untuk anggota keluarga, penyedia layanan
kesehatan dan perawat.
Orang Yang Tinggal Di Situasi Darurat
Alasan Langkah RCCE untuk melibatkan kelompok ini
Risiko penularan tinggi jika fasilitas hancur dan
orang tinggal dalam situasi berdesak-desakan tanpa
sanitasi yang memadai.
Akses ke hunian, makanan, air bersih, alat
pelindung, layanan kesehatan, dukungan keluarga
atau masyarakat mungkin tidak memadai atau
terputus.
Setiap orang dalam situasi darurat kemanusiaan
mungkin tidak memiliki akses pada nutrisi dan
pelayanan kesehatan yang memadai selama masa
darurat. Hal ini bisa mengakibatkan turunnya sistem
kekebalan dan mempertinggi risiko.
Kurangnya akses pada informasi yang akurat dan
tepat waktu karena berbagai faktor termasuk wilayah
yang terpencil dan terisolasi.
Ketiadaan dokumen kependudukan dan
sumberdaya finansial dapat menghalangi akses
ke layanan kesehatan yang menyelamatkan
nyawa mereka, termasuk obat-obatan penting
seperti ARV.
Memahami kebutuhan khusus, saluran komunikasi yang lebih disukai,
bahasa yang digunakan, misinformasi dan pertanyaan-pertanyaan
mereka. Sesuaikan semua aktivitas sesuai dengan konteks, sesuai
dengan persepsi, kepercayaan dan praktik mereka.
Diseminasikan informasi melalui saluran komunikasi yang
beragam dan sesuai untuk menjangkau kelompok yang berbeda.
Pastikan informasi dapat diakses perempuan, anak perempuan,
anak laki-laki, dan penyandang disabilitas.
Identifikasi sumber informasi terpercaya atau tokoh yang
berpengaruh untuk mendukung isi pesan.
Membuat variasi alat dan format komunikasi, buat pesan lebih
sederhana; pastikan untuk menguji pesan tersebut dengan
kelompok yang disasar.
Menerjemahkan pesan kunci dan materi-materi
komunikasi ke dalam bahasa yang dipahami masyarakat.
Gunakan umpan balik secara terus-menerus untuk
menyesuaikan pesan dengan situasi yang terus berkembang.
Menghilangkan Stigma dan Salah Informasi
Meningkatnya stereotip yang membahayakan kelompok tertentu, mengakibatkan stigma dan
salah informasi tersebar dengan cepat terkait COVID-19, yang dapat berpotensi memperburuk
masalah kesehatan, penularan yang terjadi, dan kesulitan mengendalikan wabah penyakit.
Stigma dan salah informasi meningkatkan kemungkinan tidak bisanya orang yang berpotensi
terjangkit virus untuk mendapatkan perawatan secepatnya dan membuat mereka
menyembunyikan orang yang sakit dan/atau menghindari perawatan karena menghindari
diskrimiasi. Hal-hal yang perlu diingat:
• Informasi pelayanan kesehatan umum harus sesuai untuk berbagai kalangan. Demi
menghindari stigma, dukung perluasan diseminasi pesan pelayanan kesehatan untuk
menjangkau kelompok marjinal dan/atau kelompok rentan tanpa memberikan label kepada
kelompok tertentu.
• Hindari menyebut: label geografis/etnis (misalnya Virus Wuhan), “korban”, ”kasus
dicurigai/suspek”, “terinfeksi” atau “menyebarkan ke yang lain”.
• Hanya menyampaikan informasi berdasarkan data ilmiah yang terpercaya dan saran dari
pihak yang berwenang di bidang kesehatan (gunakan bahasa sederhana dan hindari
terminologi serta singkatan klinis) – gunakan hal tersebut untuk melawan mitos dan stereotip
jika perlu, dan tekankan pentingnya pencegahan yang memadai, dan lainnya.
• Gunakan berbagai saluran komunikasi (bila perlu offline/online) dan tokoh-tokoh untuk
menyampaikan pesan positif, simpatik dan suara yang beragam, serta sediakan informasi terpercaya
dan akurat ke masyarakat.
Sumber lebih lanjut:
IFRC, UNICEF, WHO (2020). a guide to preventing and addressing social stigma associated with covid-19
Kondisi Medis Tertentu
Alasan Langkah RCCE untuk melibatkan kelompok ini
Secara umum mereka memiliki risiko yang lebih tinggi untuk
terkena penyakit serius.
Tidak selalu mendapatkan informasi dan penjelasan yang
jelas mengapa mereka lebih berisiko.
Mereka sudah membutuhkan perawatan medis tertentu yang
membuat lebih sulit jika mereka sakit.
Mereka tidak selalu mengikuti saran medis atau memiliki
akses yang terbatas terhadap fasilitas kesehatan saat
terjadinya wabah penyakit.
Buatlah informasi terkait kebutuhan khusus dan jelaskan
mengapa mereka memiliki risiko lebih besar.
Dorong mereka untuk lebih siap jika terjadi keterbatasan
pengobatan atau jika mereka tidak bisa mengakses fasilitas
medis.
Minoritas Seksual Dan Gender
Latar Belakang Langkah RCCE untuk melibatkan kelompok ini
Menghadapi kesulitan dalam mengakses sistem layanan
kesehatan karena adanya stigma dan diskriminasi, dan dalam
konteks dimana mereka didiskriminasi, mendapat ancaman
terhadap keamanan dan kehidupan mereka.
Kelompok LGBTIQ yang sudah lanjut usia lebih cenderung
terisolasi.
Keluarga dan hubungan LGBTIQ biasanya menghadapi
kesulitan untuk mengakses layanan COVID-19 dan/atau
bantuan kemanusiaan dalam penanganan multisektoral.
Mengikutsertakan kelompok, komunitas dan lembaga
LGBTIQ dalam pelibatan karena mereka memiliki peran
penting dalam pencegahan dan mendukung akses
terhadap layanan kesehatan.
Susun Panduan Tanya-Jawab (FAQ) dengan
berkonsultasi bersama komunitas LGBTIQ untuk
menjawab kerentanan dan kekhawatiran mereka.
Menjangkau jejaring LGBTIQ di daerah, jika tidak aman
atau tidak memungkinkan dilakukan di level nasional
atau komunitas.
Minoritas Etnis
Alasan Langkah RCCE untuk melibatkan kelompok ini
Mungkin tidak memiliki akses pada kesehatan dan
pelayanan lainnya.
Mungkin tidak bisa meninggalkan area terdampak.
Mungkin mengalami stigma dan diskriminasi di tempat
layanan kesehatan termasuk saat pengobatan.
Terjemahkan informasi ke dalam bahasa lokal.
Berikan setiap orang kesempatan untuk menyampaikan
pertanyaan dan kekhawatiran mereka dalam bahasa mereka.
Hal ini juga berimplikasi pada gender, dimana perempuan
biasanya hanya menguasai satu bahasa.
Langkah Perlindungan, Gender, dan
Inklusi untuk Komunikasi Risiko dan
Pelibatan Masyarakat
Langkah RCCE yang diambil berdasarkan
Panduan Perencanaan Operasional WHO (12 Feb 2020)
Langkah utama untuk Inklusi
RCCE
Lakukan rencana Komunikasi Risiko dan Pelibatan Masyarakat di
tingkat nasional untuk menghadapi COVID-19, termasuk langkah-
langkah antisipasi kesehatan publik secara rinci. Gunakan
prosedur pandemi influenza jika sudah tersedia dan tepat
Adakan penilaian cepat untuk memahami target audiens,
persepsi, kekhawatiran, sumber informasi terpercaya,
preferensi bahasa, tokoh yang berpengaruh dan saluran
komunikasi yang lebih digunakan.
Persiapkan pesan-pesan lokal berdasarkan pertanyaan dan
kekhawatiran masyarakat, dan lakukan pengujian awal melalui
proses partisipatif, khususnya menyasar kelompok utama
pemangku kepentingan dan kelompok yang berisiko.
Identifikasi kelompok masyarakat yang terpercaya (tokoh
yang berpengaruh seperti tokoh masyarakat, kepala adat,
tokoh agama, pekerja kesehatan, relawan masyarakat) dan
jaringan lokal (seperti kelompok perempuan, kelompok
pemuda, kelompok usaha dan tabib tradisional).
Pastikan Rencana Aksi Nasional Komunikasi Risiko dan Pelibatan
Masyarakat diinformasikan dengan analisis gender dan data yang
terpilah terkait jenis kelamin, umur, status kehamilan, dan disabilitas
jika memungkinkan. Buat rencana dengan umpan balik dari jaringan
perempuan dan organisasi penyandang disabilitas.
Pastikan penilaian/asesmen cepat untuk pelibatan masyarakat
dengan mengumpulkan data jenis kelamin dan umur terpilah
untuk memungkinkan kegiatan RCCE pada kelompok rentan.
Terapkan panduan perlindungan dan privasi data dalam
pengkajian dan dokumentasi layanan kesehatan
Tim pengkajian harus mewakili komunitas yang mereka layani.
Mereka harus seimbang dalam hal gender dan melibatkan
perwakilan dari populasi yang termarjinalkan, seperti penyandang
disabilitas.
Pemetaan kelompok komunitas yang ada untuk dilibatkan dalam
RCCE termasuk kelompok perempuan dan jaringan disabilitas
Identifikasi platform tertentu untuk melibatkan kelompok
marjinal seperti pekerja migran dan orang yang mengidap HIV.
Dirikan dan gunakan proses perizinan untuk
menyebarluaskan pesan dan materi yang bersumber dari
pertanyaan dan kekhawatiran masyarakat. Sediakan dalam
bahasa lokal dan gunakan beragam saluran komunikasi.
Libatkan jaringan berbasis masyarakat dan kesehatan
masyarakat, media, LSM lokal, sekolah, pemerintah daerah
dan sektor lainnya seperti penyedia layanan kesehatan, sektor
pendidikan, sektor swasta, sektor pariwisata dan pertanian
menggunakan mekanisme komunikasi yang konsisten.
Gunakan saluran komunikasi dua arah untuk penyebaran
informasi publik dan mengumpulkan umpan balik.
Pertimbangkan hotline (teks/bicara), media sosial yang
responsif seperti U-Report, dan acara radio interaktif.
Terapkan sistem untuk mendeteksi, mendokumentasi,
dan merespon secara cepat informasi yang salah. Jika
aman, gunakan komunikasi tatap muka.
Mempromosikan perubahan sosial dan perilaku dengan skala
besar. Memperkenalkan praktik pencegahan dan kesehatan
masyarakat dan perorangan sesuai dengan rekomendasi
kesehatan masyarakat di tingkat nacional.
Pilah seluruh data terkumpul bedasarkan jenis kelamin, umur,
dan disabilitas (lihat IFRC Starter Feedback Kit).
Libatkan seluruh kelompok rentan dalam pemberdayaan
komunitas, termasuk dalam perubahan sosial dan perilaku.
Sebarkan informasi yang disesuaikan dengan beragam
kebutuhan bedasarkan data komunitas: gangguan
penglihatan, pendengaran, intelektual dan fisik.
Bentuk forum yang ditargetkan untuk berkomunikasi dengan
kelompok rentan. Pertimbangkan berbagai faktor seperti
kebutuhan teknologi dan tingkat literasi mereka.
Pastikan acara radio dan materi komunikasi tidak memperkuat
stereotype gender atau stereotype lainnya. Misalnya, jangan
hanya menggambarkan perempuan dalam konteks pengasuhan
anak atau pekerjaan rumah tangga.
Rencanakan inisiatif pelibatan masyarakat sehingga
kepemimpinan dan peran kelompok rentan terlihat, dan
partisipasi perempuan harus dipromosikan di semua tingkatan.
Berdayakan perempuan lokal, penyandang disabilitas,
orang dengan HIV, LGBTIQ, dan organisasi lainnya,
untuk terlibat dalam intervensi Komunikasi Risiko dan
Pelibatan Masyarakat.
DIrikan mekanisme informasi dan umpan balik masyarakat yang
sistematis. Hal ini didapatkan melalui persepsi masyarakat, survei,
sikap, dan praktik yang ada, dialog langsung dan konsultasi, dan
pemantauan media sosial.
Segala perubahan terhadap pendekatan pemberdayaan
komunitas, didasari bukti dan kebutuhan, dan pastikan segala
keterlibatan sesuai dengan cara budaya dan bersifat empatis.
Dokumentasikan pembelajaran yang didapatkan untuk aktivitas
kesiapsiagaan dan penanganan di masa mendatang.
Pastikan semua pelatihan dan kajian pasca aksi termasuk
pertanyaan target dipelajari. Hal tersebut didasari Kerangka
Kerja Komite Tetap Antar-Lembaga terkait Akuntabilitas Gender,
Kerangka Kerja Antar Lembaga terkait Akuntabilitas Kekerasan
Berbasis Gender, termasuk langkah-langkah mitigasi risiko
kekerasan berbasis gender dan Panduan Komite Tetap Antar-
Lembaga terkait Inklusi Orang dengan Disabilitas dalam Aksi
Kemanusiaan.
Sumber
IFRC (2019) Feedback starter kit.
https://media.ifrc.org/ifrc/document/tool-15-feedback-starter-kit
IFRC, UNICEF, WHO (2020). A Guide to Preventing and Addressing Social Stigma Associated with COVID-19.
www.communityengagementhub.org/wp-content/uploads/sites/2/2020/02/COVID19-Stigma-guide-2002.pdf
IFRC, UNICEF, WHO (2020). COVID-19 Key Tips and Discussion Points For community workers, volunteers and community
networks.
www.communityengagementhub.org/wp-content/uploads/sites/2/2020/02/COVID19-Community-guidance-for-social-mobilizers-
volunteers-2302_EN.pdf
Inter-Agency Standing Committee (2018). Gender Handbook for Humanitarian Action.
http://gihahandbook.org/
WHO (2018). Risk Communication and Community Engagement Considerations: Ebola Response in the Democratic
Republic of the Congo.
https://apps.who.int/iris/rest/bitstreams/1138918/retrieve
Sumber lainnya dengan bahasa yang berbeda:
www.communityengagementhub.org/what-we-do/novel-coronavirus
PERNYATAAN:
Panduan ini dikembangkan dan dipimpin oleh UN Women dan
Translation without Borders mewakili Resiko Komunikasi dan
Kelompok Kerja Pelibatan Masyarakat dalam COVID-19
Kesiapsiagaan dan Respon di Asia dan Pasifik, yang dipimpin
bersama oleh WHO, IFRC dan OCHA. Kami berterima kasih kepada
rekan-rekan dari WHO, IFRC, OCHA, BBC Media Action, Humanity &
Inclusion, UNFPA, UNICEF, UNHCR, IOM, UNAIDS, ASEAN SOGIE
Caucus, dan Tim Penasihat Kekerasan Berbasis Gender Darurat di
Regional atas masukan mereka.
UNTUK INFORMASI LEBIH LANJUT,
SILAHKAN HUBUNGI CO-CHAIRS:
Ljubica Latinovic, Penasihat Komunikasi
Risiko, World Health Organization (WHO)
Email: [email protected]
Viviane Fluck, Kordinator Pelibatan Masyarakat dan
Akuntabilitas Regional, International Federation of
Red Cross and Red Crescent Societies (IFRC)
Email: [email protected]
Husni Husni, Humanitarian Affairs Officer, (Pelibatan
Masyarakat/Akuntabilitas pada Masyarakat Terdampak),
Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA)
Email: [email protected]
DIALIH BAHASAKAN OLEH:
Sholih Muhdlor (SAPDA), Bintang Wahyu Putra (SAPDA),
Avianto Amri (PREDIKT), Tsaairoh (PREDIKT),
Hasna Pradityas (IFRC), Tri Murtiningsih (IFRC),
Widya Setiabudi (Community Engagement-Community of Practice).
adalah platform koordinasi antar lembaga
yang dibentuk untuk memberikan dukungan teknis tentang komunikasi resiko dan pelibatan masyarakat terhadap
kesiapsiagaan dan tanggap baru terhadap wabah novel corona virus
(dikenal sebagai COVID-19) di Asia dan Pasifik. Kelompok kerja ini terdiri dari para ahli dan spesialis RCCE di berbagai organisasi
termasuk badan PBB, Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, International NGO, NGO/LSM di wilayah regional.
adalah platform koordinasi antar lembaga
yang dibentuk untuk memberikan dukungan teknis tentang komunikasi resiko dan pelibatan masyarakat terhadap
kesiapsiagaan dan tanggap baru terhadap wabah novel corona virus
(dikenal sebagai COVID-19) di Asia dan Pasifik. Kelompok kerja ini terdiri dari para ahli dan spesialis RCCE di berbagai organisasi
termasuk badan PBB, Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, International NGO, NGO/LSM di wilayah regional.