Cover Laporan Imunologi Jumlah sel leukosit.pdf
description
Transcript of Cover Laporan Imunologi Jumlah sel leukosit.pdf
LAPORAN PRAKTIKUM IMUNOLOGI
PENENTUAN JUMLAH SEL LEUKOSIT
OLEH :
NUR ALIMIN [0901037]
KELOMPOK V-A/ GANJIL
TANGGAL PRAKTIKUM :
KAMIS, 6 DESEMBER 2012
DOSEN PEMBIMBING:
ADRIANI SUSANTY, M.Farm.,Apt.
ASISTEN :
ALFIONITA SERAGIH
ONA SISCANOVA
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
PEKANBARU
2012
PENENTUAN JUMLAH SEL LEUKOSIT
1. TUJUAN PERCOBAAN
– Menghitung jumlah sel leukosit pada mencit dengan pewarnaan
giemsa
2. TINJAUAN PUSTAKA
1. Leukosit
Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh. Leukosit
ini sebagaian besar diproduksi di sumsum tulang (granulosit, monosit dan sedikit
limfosit) dan sebagian lagi di jaringan limfe (limfosit dan sel-sel plasma). Setelah
dibentuk, sel-sel ini diangkut dalam darah menuju berbagai bagian tubuh untuk
digunakan. Manfaat sesungguhnya dari sel darah putih ialah kebanyakan
ditranport ke daerah yang terinfeksi dan mengalami peradangan serius, jadi,
sel-sel tersebut dapat menyediakan pertahanan terhadap semua hal yang infeksius.
Terdapat enam macam sel darah putih yang secara normal ditemukan di
dalam darah. Keenam sel tersebut adalah netrofil polimorfonuklear, basofil
polimorfonuklear, eosinofil polimorfonuklear, monosit, limfosit dan terkadang sel
plasma. Ketiga tipe pertama dari sel yaitu sel-sel polimorfonuklear, seluruhnya
memiliki gambaran granular, sehingga sel-sel tersebut disebut granulosit.
Pada manusia dewasa, leukosit dapat dijumpai sekitar 7000 sel per
mikroliter darah. Presentasi normal dari sel darah putih kira-kira sebagai berikut:
Tabel presentasi normal sel leukosit pada manusia dewasa
Nama Sel Leukosit Presentasi
Netrofil polimorfonuklear 62,0%
Eosinofil polimorfonuklear 2,3%
Basofil polimorfonuklear 0,4%
Monosit 5,3%
Limfosit 30,0%
Pembentukan sel darah putih dimilai dari diferensiasi dini dari sel stem
hemopoietik pluripoten menjadi berbagai tipe sel stem committed. Selain sel-sel
committed tersebut, untuk membentuk eritrosit dan membentuk leukosit. Dalam
pembentukan leukosit terdapat dua tipe yaitu mielositik dan limfositik.
Pembentukan leukosit tipe mielositik dimulai dengan sel muda yang berupa
mieloblas sedangkan pembentukan leukosit tipe limfositik dimulai dengan sel
muda yang berupa limfoblas.
Granulosit dan monosit banyak ditemukan di sumsum tulang. Limfosit dan
sel plasma diproduksi terutama dalam organ-organ limfogen, seperti kelenjar
limfe, limpa, timus, tonsil dan berbagai kantong jaringan limfoid dalam sumsum
tulang dan plaque payeri.
Leukosit yang dibentuk di dalam sumsum tulang, terutama granulosit,
disimpan dalam sumsum sampai sel-sel tersebut diperlukan dalam sirkulasi.
Kemudian, bila kebutuhannya meningkat, beberapa faktor seperti sitokin-sitokin
akan dilepaskan. Dalam keadaan normal, granulosit yang bersirkulasi dalam
seluruh darah kira-kira tiga kali jumlah yang disimpan dalam sumsum. Jumlah ini
sesuai dengan persediaan granulosit selama enam hari. Sedangkan limfosit
sebagian besar akan disimpan dalam berbagai area limfoid kecuali pada sedikit
limfosit yang secara temporer diangkut dalam darah.
Masa hidup granulosit setelah dilepaskan dari sumsum tulang normalnya
4-8 jam dalam sirkulasi darah, dan 4-5 jam berikutnya dalam jaringan. Pada
keadaan infeksi jaringan yang berat, masa hidup keseluruhan sering kali
berkurang. Hal ini dikarenakan granulosit dengan cepat menuju jaringan yang
terinfeksi, melakukan fungsinya, dan masuk dalam proses dimana sel-sel itu
sendiri harus dimusnahkan.
Monosit memiliki masa edar yang singkat, yaitu 10-20 jam, berada di
dalam darah sebelum berada dalam jaringan. Begitu masuk ke dalam jaringan,
sel-sel ini membengkak sampai ukurannya yang sangat besar untuk menjadi
makrofag jaringan. Dalam bentuk ini, sel-sel tersebut dapat hidup hingga
berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Makrofag jaringan ini akan menjadi
dasar bagi sistem makrofag jaringan yang merupakan sistem pertahanan lanjutan
dalam jaringan untuk melawan infeksi.
Limfosit terus menerus memasuki sistem sirkulasi bersama dengan
pengaliran limfe dari nodus limfe dan jaringan limfe lain. Kemudian, setelah
beberapa jam, limfosit berjalan kembali ke jaringan dengan cara diapedesis dan
selanjutnya kembali memasuki limfe dan kembali ke jaringan limfoid atau ke
darah lagi demikian seterusnya. Limfosit memiliki masa hidup
berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun, tetapi hal ini
tergantung pada kebutuhan tubuh akan sel-sel tersebut.
2. Jenis jenis Leukosit
2.1. Granulosit
Granulosit memiliki granula kecil di dalam protoplasmanya, memiliki
diameter sekitar 10 -12 mikron. Berdasarkan pewarnaan granula, granulosit dibagi
menjadi tiga kelompok berikut :
2.1.1. Neutrofil
Neutrofil memiliki granula yang tidak bewarna, mempunyai inti sel yang
terangkai, kadang seperti terpisah-pisah, protoplasmanya banyak berbintik-bintik
halus atau granula, serta banyaknya sekitar 60 -70 % (Handayani, 2008).
Gambar Neutrofil (Hoffbrand, 2006)
Neutrofil merupakan leukosit darah perifer yang paling banyak. Sel ini
memiliki masa hidup singkat, sekitar 10 jam dalam sirkulasi. Sekitar 50 %
neutrofil dalam darah perifer menempel pada dinding pembuluh darah. Neutrofil
memasuki jaringan dengan cara bermigrasi sebagai respon terhadap kemotaktik
(Hoffbrand, 2006).
Neutrofil pada manusia dan hewan menunjukkan perbedaan berdasarkan
sintesis protein, ekspresi receptor, metabolisme oksidatif, fungsi dan pewarnaan
sitokimia. Neutrofil yang cacat dapat dilihat dari jumlah maupun bentuknya.
Bentuk maupun jumlahnya berpotensi untuk menjelaskan tingkat infeksi. Jumlah
neutrofil pada mencit yaitu 0,3- 2,5 103/ μl. Neutrofilia merupakan peningkatan
jumlah neutrofil. Penurunan jumlah sel neutrofil di dalam sirkulasi (neutropenia)
pada hewan domestik dapat terjadi karena adanya peningkatan destruksi sel
neutrofil di dalam peredaran darah, peningkatan pengeluaran neutrofil ke dalam
jaringan tanpa diimbangi oleh pemasukan ke dalam sirkulasi darah dan penurunan
produksi sel neutrofil di sumsum tulang ( Feldman, 2000).
2.1.2. Eosinofil
Eosinofil memiliki granula bewarna merah dengan pewarnaan asam,
ukuran dan bentuknya hampir sama dengan neutrofil, tetapi granula dalam
sitoplasmanya lebih besar, banyaknya kira-kira 24 % (Handayani, 2008).
Gambar Eosinofil (Hoffbrand, 2006)
Sel ini sangat penting dalam respon terhadap penyakit parasitik dan alergi.
pelepasan isi granulnya ke patogen yang lebih besar membantu dekstruksinya dan
fagositosis berikutnya (Hoffbrand, 2006). Fungsi utama eosinofil adalah
detoksifikasi baik terhadap protein asing yang masuk ke dalam tubuh melalui
paru-paru ataupun saluran cerna maupun racun yang dihasilkan oleh bakteri dan
parasit. Eosinofilia pada hewan domestik merupakan peningkatan jumlah
eosinofil dalam darah. Eosinofilia dapat terjadi karena infeksi parasit, reaksi alergi
dan kompleks antigen-antibodi setelah proses imun (Frandson, 1992).
2.1.3. Basofil
Basofil memiliki granula bewarna biru dengan pewarnaan basa, sel ini
lebih kecil daripada eosinofil, tetapi mempunyai inti yang bentuknya teratur, di
dalam protoplasmanya terdapat granula-granula yang besar, banyaknya kira-kira
0,5 % di sumsum merah (Handayani, 2008).
Gambar Basofil (Hoffbrand, 2006)
Jumlah basofil di dalam sirkulasi darah relatif sedikit. Di dalam sel basofil
terkandung zat heparin (antikoagulan). Heparin ini dilepaskan di daerah
peradangan guna mencegah timbulnya pembekuan serta statis darah dan limfe,
sehingga sel basofil diduga merupakan prekursor bagi mast cell. Basofilia
meupakan peningkatan jumlah basofil dalam sirkulasi. basofilia pada hewan
domestik dapat terjadi karena hipotirodismus ataupun suntikan estrogen.
Penurunan jumlah sel basofil dalam sirkulasi darah atau basopenia dapat terjadi
karena suntikan corticosteroid pada stadium kebuntingan (Frandson, 1992).
2.2. Agranulosit
2.2.1. Limfosit
Limfosit memiliki nucleus besar bulat dengan menempati sebagian besar
sel limfosit berkembang dalam jaringan limfe. Ukuran bervariasi dari 7 sampai
dengan 15 mikron. Banyaknya 20-25% dan fungsinya membunuh dan memakan
bakteri masuk ke dalam jaringan tubuh. Limfosit ada 2 macam, yaitu limfosit T
dan limfosit B (Handayani, 2008).
Gambar Limfosit (Hoffbrand, 2006)
Sistem imun tubuh terdiri atas dua komponen utama, yaitu limfosit B dan
limfosit T. Sel B bertanggung jawab atas sintesis antibodi humoral yang
bersirkulasi yang dikenal dengan nama imunoglobulin. Sel T terlibat dalam
berbagai proses imunologik yang diperantarai oleh sel. Imunoglobulin plasma
merupakan imunoglobulin yang disintesis di dalam sel plasma. Sel plasma
merupakan sel khusus turunan sel B yang menyintesis dan menyekresikan
imonoglo-bulin ke dalam plasma sebagai respon terhadap pajanan berbagai
macam antigen (Murray, 2003).
Semua sel darah (limfosit, granulosit,eritrosit dan megakariosit) berasal
dari sejenis sel (stem cell) dalam sumsum tulang. Sebagian dari sel-sel limfosit
yang baru terbentuk dari "stem cells" akan mengalir menuju kelenjar thymus.
Dalam thymus sel-sel limfosit ini akan mengalami semacam proses pematangan
menjadi sel limfosit yang nantinya akan berfungsi dalam reaksi imunitas seluler
(cellular immunity). Sel limfosit yang telah diproses dalam kelenjar thymus ini
dinamakan sel limfosit T. Sel limfosit yang tidak mengalami proses pematangan
dalam kelenjar thymus, mengalami proses pematangan dalam sumsum tulang dan
mungkin dalam kelenjar getah bening. Sel-sel yang disebut terakhir ini setelah
mengalami proses pematangan akan mempunyai kemampuan untuk membentuk
antibodi dalam reaksi imunitas. Sel ini dinamakan sel limfosit B. Sel lomfosit T
dan limfosit B yang baru terbentuk akan mengalir dalam pembuluh darah dan
pembuluh limfe seperti terlihat dalam gambar di bawah ini (Harryadi, 1980).
Gambar. Bagian sirkulasi limfosit (Harryadi, 1980)
Limfosit merupakan komponen yang beradaptasi dengan sistem imun.
Beberapa bagian limfosit telah dijelaskan dan sel-sel tersebut mengatur
pembentukan antibodi (Feldman, 2000).
Sebagian besar dari sel limfosit (T dan B) akan masuk ke dalam kelenjar
getah bening dan menetap sementara di dalamnya, sedang sebagian lain akan
meninggalkan kelenjar getah bening dan masuk kembali dalam sirkulasi. Begitu
masuk ke dalam kelenjar getah bening sel limfosit ini akan langsung menempati
tempat-tempat yang telah ditentukan untuk masing-masing sel T dan sel B.
Limfosit B akan masuk ke dalam folikel sedang limfosit T menempati daerah
para-cortex dan medulla (Harryadi,1980).
Jika ada antigen masuk ke dalam tubuh kita maka limfosit T juga akan
bertransformasi menjadi imunoblast. Sedangkan pada limfosit B, rangsangan
antigen menyebabkan transformasi sel yang akhirnya menghasilkan sel-sel
plasma. Sel plasma inilah yang membentuk antibodi ("reaksi immunitas
humoral"). Sel plasma yang merupakan produk akhir dari limfosit B tidak lagi
memiliki imunoglobulin pada permukaan selnya. Sel-sel ini juga tidak memiliki
reseptor terhadap komplemen, namun sebaliknya ia memiliki imunoglobulin
intraseluler (intracytoplasmic immunoglobulin).
Limfosit T :
Limfosit T merupakan ekspresi dari TCR (T-cell Receptor) yang memberikan
antigen yang unik dan spesifik pada sel. Sel limfosit yang belum dewasa
dikeluarkan dari sumsum sehingga mengalami perkembangan dan maturasi dalam
timus. Sel limfosit CD4+ atau CD8+ yang telah dewasa meninggalkan timus dan
menyebar ke jaringan peripheral limfoid, bagian tertentu lymph node paracortex,
splenic periarteriolar lymphoid sheath atau daerah perrifolicular dari hubungan
antara jaringan mukosa dan limfosit. Limfosit T memiliki kebutuhan untuk
aktivasi. Antigen utuh secara umum tidak mampu merangsang sel T. Aktivasi sel
T membutuhkan pengiriman sinyal intrasitoplasmik setelahnya:
• Pengenalan peptide antigen dan residu MHC dari TCR
• Interaksi seluruh APC dan sel T pada permukaan molekul yang lain
• melepaskan costimulatory cytokines APC yang mengikat reseptor
cytokine pada sel T
Limfosit T meninggalkan sumsum tulang dan berkembang lama, kemudian
bermigrasi menuju ke timus. Setelah meninggalkan timus, sel-sel ini beredar
dalam darah sampai mereka bertemu dengan antigen-antigen dimana mereka telah
diprogram untuk mengenalinya. Setelah dirangsang oleh antigennya, sel-sel ini
menghasilkan bahan-bahan kimia yang menghancurkan mikroorganisme dan
memberitahu sel-sel darah putih lainnya bahwa telah terjadi infeksi (Handayani,
2008).
Limfosit B :
Limfosit B terbentuk di sumsum tulang lalu bersirkulasi dalam darah sampai
menjumpai antigen dimana mereka telah diprogram untuk mengenalinya. Pada
tahap ini, limfosit B mengalami pematangan lebih lanjut menjadi sel plasma serta
menghasilkan antibodi (Handayani, 2008). Setiap antibodi bersifat spesifik untuk
antigen tertentu. Hal ini disebabkan oleh struktur unik antibodi yang tersusun atas
asam-asam amino pada bagian yang dapat berubah dari kedua rantai ringan dan
berat. Susunan asam amino tersebut memiliki bentuk yang berbeda untuk setiap
spesifisitas antigen (Guyton, 1983).
2.2.2. Monosit
Monosit memiliki ukuran yang lebih besar daripada limfosit,
protoplasmanya besar, warna biru sedikit abu-abu, serta mempunyai bintik-bintik
sedikit kemerahan. Inti selnya bulat atau panjang. Monosit dibentuk di dalam
sumsum tulang, masuk ke dalam sirkulasi dalam bentuk imatur dan mengalami
proses pematangan menjadi makrofag setelah masuk ke jaringan. Fungsiya
sebagai fagosit. Jumlahnya 34% dari total komponen yang ada di sel darah putih
(Handayani, 2008).
Gambar Monosit (Handayani, 2008)
Monosit adalah leukosit terbesar yang berdiameter 15 sampai 20 μm dan
berjumlah 3 sampai 9% dari seluruh sel darah putih. Terdapat kesulitan dalam
identifikasi monosit dengan adanya bentuk transisi antara limposit kecil dan besar,
karena terdapat kemiripan satu sama lain. keadaan ini jelas bila mempelajari
sediaan ulas darah sapi. Uraian tentang bentuk transisi akan diberikan pada
pembahasan tiap spesies yang berbeda. Sitoplasma monosit lebih banyak dari
limfosit, dan berwarna biru abu-abu pucat. Sering tampak adanya butir azurofil
halus seperti debu. Inti berbentuk lonjong , seperti ginjal atau mirip tapal kuda,
jelasnya memiliki lekuk cukup dalam. Kromatin inti mengambil warna lebih pucat
dari limfosit. Inti memiliki satu sampai tiga nukleus, tetapi tidak tampak pada
sediaan ulas yang diwarnai. Monosit darah tidak pernah mencapai dewasa penuh
sampai bermigrasi ke luar pembuluh darah masuk jaringan. Selanjutnya dalam
jaringan menjadi makrofag tetap, seperti pada sinusoid hati, sumsum tulang,
alveoli paru-paru, dan jaringan limfoid. Sering terletak berdekatan dengan endotel
pembuluh darah. Dalam jaringan limfoid sumsum tulang dan sinusoid hati,
makrofag tetap lazimnya melekat pada penjuluran dendritik dari sel retikuler
(Anonim, 2009).
Monoblas adalah sel progenitor yang hampir identik dengan mieloblas,
dilhat dari ciri morfologinya. Diferensiasi selanjutnya menghasilkan promonosit,
yakni suatu sel besar (berdiameter sampai 18 μm) dengan sitoplasma basofilik
dengan sebuah inti besar yang sedikit berlekuk. Kromatinnya jarang dan anak
intinya jelas. Promonosit membelah dua kali dalam perkembangannya menjadi
monosit. Monosit matang memasuki alitran darah, beredar sekitar 8 jam dan
kemudian memasuki jaringan ikat, tempat sel ini mengalami pematangan menjadi
makrofag (Junqueira, 2007).
Makrofag terutama berasal dari sel precursor dari sum-sum tulang, dari
promonosit yang akan membelah menghasilkan monosit yang beredar dalam
darah. Pada tahap kedua monosit berimigrasi kedalam jaringan ikat tempat mereka
menjadi matang dan inilah yang disebut makrofag. Di dalam jaringan makrofag
dapat berproliferasi secara lokal menghasilkan sel sejenis lebih banyak (Effendi,
2003).
Sel-sel sistem makrofag terdapat pada:
1. Jaringan ikat Inggar berupa makrofag atau histiosit
2. Didalam darah berupa monosit
3. Didalam hati melapisi sinusoid dikenal sebagai sel Kupffer
4. Makrofag perivaskuler sinusod limpa, limfonodus, dan sum-sum tulang.
5. Pada susunan syaraf pusat berupa mikroglia yang berasal dari mesoderm.
(Effendi, 2003).
3. ALAT & BAHAN
a. Alat
– objek gelas
– pipet tetes
– silet
– mikroskop cahaya
b. Bahan
– pewarna giemsa
– methanol
– alkohol 70%
– air suling
– larutan NaCl fisiologis
– buffer posfat pH 6.8-7.8
– oil emersi
– darah mencit putih jantan
4. CARA KERJA
– bersihkan ekor mencit dengan kapas yang dibasahi dengan alkohol 70%
– potong ekor mencit sepanjang 1 cm, darah tetesan pertama dibuang dan
satu tetes berikutnya diteteskan pada salah satu ujung dari objek gelas
– ratakan dengan ujung objek gelas yang lain dengan membentuk sudut 30°,
lalu tarik dengan cepat dan tekan sama, sehingga diperoleh lapisan darah
yang rata (metoda hapus darah)
– biarkan kering
– tetesi dengan methanol sehingga membasahi seluruh permukaan darah
pada objek gelas, biarkan 5 menit
– tambahkan satu tetes larutan giemsa : buffer posfat pH 6.8-7.8 (1:19),
biarkan 20 menit
– cuci dengan air suling, keringkan, teteskan 1 emersi oil dan lihat di bawah
mikroskop. Sel yang akan terlihat adalah sel neutrofil batang, neutrofil
sekmen, monosit, limfosit dan eusinofil
– hitung sel fagosit dengan total 100 sel, sehingga masing-masing jenis sel
leukosit dapat ditentukan secara persentase
5. Hasil & Pembahasan
A. Hasil pengamatan
Tabel pengamatan semua kelompok praktikum kelas A
Kel.
Jenis Sel Leukosit
Granulosit Agranulosit
Neutrofil Eusinofil Basofil Limfosit Monosit
1 ~ - - 40 3
2 ~ - 3 60 -
3 ~ - 11 53 -
4 ~ - 6 55 4
5 ~ - - 45 7
Catatan :
~ = jumlah sel tak hingga - = sel tidak terlihat
B. Pembahasan
Limfosit berbentuk seperti bola dengan ukuran diameter 6-8 µm yang berfungsi
membunuh dan memakan bakteri yang masuk ke dalam jaringan tubuh.
Gambar sel darah
Jumlah limfosit ditentukan dengan menghitung limfosit yang dapat dilihat pada
setiap 100 sel leukosit . Sehingga sel limfosit total pada pengamatan kelompok
V-A/ Ganjil (ditandai dengan high light abu-abu pada tabel pengamatan) dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan di bawah ini :
Limfosit Total=JumlahSel LeukositPersentasi Limfosit
×Sel Limfosit Terhitung
Limfosit Total=100 sel
20×45 Sel
Limfosit Total=225Sel
Hasil dari limfosit total yang didapat, akan digunakan sebagai pembanding karena
pada pengamatan jumlah sel neutrofil (jenis sel leukosit granulosit) jumlahnya tak
hingga. Jadi pembandingnya sebanyak 225 sel limfosit.
Persen Limfosit=Sel Limfosit Terhitung
Limfosit Total×100 persen
Persen Limfosit=45Sel225 Sel
×100 persen
Persen Limfosit=20Persen
Neutrofil memiliki nukleus yang terdiri dari tiga samapi lima lobus. Sel-sel ini
berukuran sekitar 8 µm dalam keadaan segar. Neutrofil bersifat fagosit dengan
cara masuk ke jaringan yang terinfeksi.
Dalam diktat penuntun praktikum Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau, range/ jarak
persentasi untuk sel neutrofil sebesar 60-70%. Pada perhitungan dibawah ini
menggunakan batas maksimum neutrofil dengan menggunakan persamaan
dibawah ini.
Neutrofil Total=PersenNeutrofil×Sel Limfosit Total
Neutrofil Total=70100
×225Sel
Neutrofil Total=157.5 Sel dianggapmenjadi 157 Sel
Sel neutrofil total dalam perhitungan didapat sebanyak 157,5 sel. Disederhanakan
menjadi 157 sel karena dihitung sel yang bulat (keadaan sempurna) bukan dalam
kondisi separoh/ setengah.
Kemudian untuk menentukan persen neutrofil dihitung menggunakan persamaan
dibawah ini.
PersenNeutrofil=Sel Neutrofil Terhitung
Limfosit Total×100 persen
PersenNeutrofil=∞Sel
225Sel×100 persen
PersenNeutrofil=∞
Persen neutrofil tidak didapatkan karena dalam pengamatan jumlah sel neutrofil
terhitung terlalu banyak/ sulit dihitung (jumlahnya tak hingga) sehingga dalam
perhitungan kali ini besar persentasi didapat tidak bisa ditafsirkan.
Monosit memiliki satu nukleus besar dan berbentuk bulat telur atau seperti ginjal.
Diameter monosit berukuran 9-12 µm. Monosit dapat berpindah dari aliran darah
ke jaringan . Di dalam jaringan, monosit membesar dan bersifat fagosit menjadi
makrofag. Makrofag ini bersama neutrofil merupakan leukosit fagosit utama,
paling efektif, dan berumur panjang.
Sel monosit merupakan jenis leukosit agranulosit. Perhitungan monosit total
menggunakan persamaan di bawah ini dengan persentasi 34%.
Monosit Total=Persen Monosit×Sel Limfosit Total
Monosit Total=34100
×225 Sel
Monosit Total=76.5Sel dianggapmenjadi 76Sel
Sel monosit total dalam perhitungan didapat sebanyak 76,5 sel. Disederhanakan
menjadi 76 sel karena dihitung sel yang bulat (keadaan sempurna) bukan dalam
kondisi separoh/ setengah.
Kemudian untuk menentukan persen neutrofil dihitung menggunakan persamaan
dibawah ini.
PersenMonosit=Sel Monosit Terhitung
Limfosit Total×100 persen
PersenMonosit=7 Sel
225 Sel×100 persen
PersenMonosit=3.11Persen
Persen didapatkan pada percobaan kali ini sebesar 3.11 % masuk pada range
normal.
Tabel batas normal hitung jenis sel leukosit (Hari Saktiningsih, S.Pd.Bio Juni
2012 diposkan di http://aaknasional.wordpress.com)
Jenis Nilai normal
Basofil 0-1 %
Eosinofil 1-3%
Neutrofil batang 1-5 %
Neutrofil segmen 50-70 %
Limfosit 20-40%
Monosit 2-8%
6. KESIMPULAN
– Dari pengamatan yang dilakukan perhitungan jumlah sel limfosit total,
neutrofil total, sel monosit total dan persen sel monosit berturut-turut
sebesar 225 sel, 157 sel, 76 sel dan 3.11 % (normal).
DAFTAR PUSTAKA
– Guyton AC, Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9.
Jakarta: EGC: 543-45; 1265-69.
– Aryulina, Ph.D, Diah dkk. 2004. Biologi SMA. Jakarta: esis, 112-113.
– Farhana, Nur. 2001. Hubungan Pemberian Beras Angkak Merah
(Monascus purpureus) Terhadap Hitung Limfosit Pada MENCIT Balb/C
Model Sepsis. Skripsi FK Universitas Sebelas Maret .Surakarta.
– Dian Natalia Eka Saputri, Awik Puji Dyah N, S.si, M.si, Dra. Nurlita
Abdulgani, M.si. 2011. JUMLAH TOTAL DAN DIFERENSIAL
LEUKOSIT MENCIT (Mus Musculus) PADA EVALUASI IN VIVO
ANTIKANKER EKSTRAK SPONS LAUT Aaptos Suberitoides .Program
Studi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut
Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Keputih Sukolilo: Surabaya.
– http://aaknasional.wordpress.com/2012/06/09/leukosit/