Copy 222

40
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tumbuhan Lantana camara L. 1. Taksonomi Tumbuhan Lantana camara L. Lantana camara L. tumbuh sebagai tanaman liar, tersebar di daerah tropis hampir seluruh benua. Ditemukan pada tempat-tempat terbuka yang terkena sinar matahari atau agak ternanung. Tumbuhan yang berasal dari Amerika ini dapat ditemukan di daerah dataran rendah sampai ketinggian 1.700 m di atas permukaan laut dan banyak dipakai sebagai tanaman pagar. Perdu tegak atau agak memanjat dengan tinggi 0,5 - 4 m, daun tunggal, batang berkayu, bercabang banyak, ranting berbentuk segi empat, berduri dan berambut (Wardiyono, 2010). Tumbuhan Lantana camara L. dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Dalimartha, 2003): Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta 5

description

22

Transcript of Copy 222

20

BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. Tinjauan Umum Tumbuhan Lantana camara L.1. Taksonomi Tumbuhan Lantana camara L.Lantana camara L. tumbuh sebagai tanaman liar, tersebar di daerah tropis hampir seluruh benua. Ditemukan pada tempat-tempat terbuka yang terkena sinar matahari atau agak ternanung. Tumbuhan yang berasal dari Amerika ini dapat ditemukan di daerah dataran rendah sampai ketinggian 1.700 m di atas permukaan laut dan banyak dipakai sebagai tanaman pagar. Perdu tegak atau agak memanjat dengan tinggi 0,5 - 4 m, daun tunggal, batang berkayu, bercabang banyak, ranting berbentuk segi empat, berduri dan berambut (Wardiyono, 2010).Tumbuhan Lantana camara L. dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Dalimartha, 2003): Kingdom: PlantaeDivisio: SpermatophytaSub Divisio: EudicotsSub Kelas: AsteridsOrdo: LamialesFamili: VerbenaceaeGenus : LantanaSpesies : Lantana camara Linn

Gambar 2.1. Tumbuhan Lantana camara L.2. Morfologi Tumbuhan Lantana camara L.Tumbuhan Lantana camara L. mempunyai herba batang yang berbulu dan berduri, serta berukuran lebih kurang 2 m. Kulit batang berwarna coklat dengan permukaan kasar. Daunnya kasar, berwarna hijau berbentuk oval, beraroma dan berukuran panjang beberapa sentimeter dengan bagian tepi daun yang bergerigi. Bercabang banyak, ranting berbentuk segi empat, ada varietas berduri dan ada varietas yang tidak berduri. Daun tunggal, tulang daun menyirip. Bunga dalam rangkaian yang bersifat rasemos mempunyai warna putih, merah muda, dan jingga kuning. Buah seperti buah buni berwarna hitam mengkilap bila sudah matang (Dalimartha, 2003).3. Kandungan Kimia dan Manfaat Tumbuhan Lantana camara L.Lantana camara L. adalah gulma berbahaya dari family Verbenaceae yang terdiri dari sekitar 650 spesies yang tersebar lebih dari 60 negara. Tiga varietas Lantana camara L. telah dilaporkan dari India di mana Lantana camara L. varietas aculeata adalah yang paling umum. Minyak esensial dan ekstrak tanaman ini digunakan dalam obat-obatan herbal untuk pengobatan berbagai penyakit manusia seperti kulit gatal, kusta, kanker, cacar air, campak, asma, maag, tumor, tekanan darah tinggi, tetanus, rematik, dan lain-lain (Seth et al., 2012). Seluruh bagian tanaman Lantana camara L. telah dilakukan penelitian untuk kandungan kimianya. Semua studi ini mengungkapkan adanya terpenoid, steroid dan alkaloid sebagai konstituen utama. Kegiatan antimikroba minyak esensial dan ekstrak Lantana camara L. sebelumnya sudah dikaji yang menunjukkan peran potensial terhadap beberapa mikroorganisme patogen sebagai agen antimikroba baru, khususnya terhadap kerja bakteri. Selain itu, tanaman ini telah terbukti memiliki efek beracun dan penolak terhadap hama serangga tertentu (Zoubiri dan Baaliouamer, 2011).Kandungan daun dan bunga Lantana camara L. berpotensi untuk dijadikan sebagai insektisida nabati karena mengandung lantadena A [1], lantadena B [2], lantadena C [3], lantadena D [4], asam lantat [5], asam lantanilat [6], (Nasution, 2003). Selain itu, pada tahun 1994, Rini Asterina melakukan pemeriksaan pada daun Lantana camara L. dan memperoleh adanya senyawa golongan flavanoid. Tumbuhan ini merupakan salah satu tumbuhan yang berpotensi untuk digunakan dan dikembangkan sebagai obat untuk mencegah infeksi pada luka adalah tumbuhan Lantana camara L. Akar berkhasiat mengatasi influenza disertai demam tinggi, TBC kelenjar, rematik, bengkak terbentur (memar), keputihan (leukorea), kencing nanah (gonore), gondongan (parotitis, mumps) dan sakit kulit.Daun berkhasiat mengatasi sakit kulit, gatal-gatal, bisul, luka, batuk, rematik, memar, dan bengkak. Bunga berkhasiat mengatasi, TBC dengan batuk berdarah, sesak napas (Dalimartha, 2003). Air perasan daun Lantana camara L. juga telah digunakan secara tradisional untuk mengobati tuberkulosis (Shari, 2007).

[1] [2]

[3] [4]

[5] [6]B. Senyawa Metabolit SekunderSenyawa metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang umumnya mempunyai bioaktifitas dan berfungsi sebagai pelindung tumbuhan tersebut dari gangguan hama penyakit untuk tumbuhan itu sendiri atau lingkungannya. Senyawa metabolit sekunder telah banyak digunakan sebagai zat warna, racun, aroma makanan, obat-obatan dan sebagainya. Senyawa metabolit sekunder dapat digolongkan ke dalam beberapa golongan senyawa bahan alam seperti terpenoid, steroid, flavonoid, dan alkaloid (Lenny, 2006a).1. TerpenoidTerpenoid merupakan komponen-komponen tumbuhan yang mempunyai bau dan dapat diisolasi dari bahan nabati dengan penyulingan yang disebut sebagai minyak atsiri. Minyak atsiri yang berasal dari bunga pada awalnya dikenal dari penentuan struktur secara sederhana, yaitu dengan perbandingan atom hidrogen dan atom karbon dari suatu senyawa terpenoid yaitu 8 : 5 dan dengan perbandingan tersebut dapat dikatakan bahwa senyawa tersebut adalah golongan terpenoid (Lenny, 2006a).Kata terpenoid mencakup sejumlah besar senyawa tumbuhan, istilah ini digunakan untuk menunjukkan bahwa secara biosintesis semua senyawa tumbuhan itu berasal dari senyawa yang sama. Sebagian besar senyawa terpenoid mempunyai kerangka karbon yang dibangun oleh dua atau lebih unit C-5 yang disebut unit isopren. Unit C-5 ini dinamakan demikian karena kerangka karbonnya sama seperti senyawa isopren (Lenny, 2006b).

Gambar 2.2. Kerangka Isopren dan Unit IsoprenSenyawa-senyawa organik bahan alam yang tergolong terpenoid memperlihatkan keteraturan. Dari segi struktur, molekul terpenoid dibangun oleh dua atau lebih unit isoprena yang umumnya bergabung secara kepala-ke-ekor. Keteraturan ini disebabkan oleh asal usul dari senyawa-senyawa ini dalam jaringan organisme mempunyai banyak persamaan (Achmad, 1985).a. Klasifikasi TerpenoidSenyawa terpenoid dapat diklasifikasikan sesuai dengan jumlah satuan C5 penyusunnya, yang meliputi hemiterpen (C5) [7], monoterpen (C10) [8], seskuiterpen (C15) [9], diterpen (C20) [10], sesterterpen (C25), triterpen (C30) [11], dan tertraterpen (C40) [12] (Matsjeh, 1996).

[7] [8] [9]

[10] [11]

[12]b. Identifikasi TerpenoidAnggota yang rendah dari golongan terpenoid (senyawa C10 dan C15) sering dapat diperoleh dengan cara distilasi uap dari tanaman yang segar atau kering, sedangkan anggota yang lebih tinggi (C20 atau lebih) biasanya diisolasi dengan cara ekstraksi dengan pelarut kemudian dipisahkan dan dimurnikan dengan cara kristalisasi, distilasi, dan kromatografi (Matsjeh, 1996).Identifikasi adanya terpenoid pada ekstrak tumbuhan dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi Liebermenn-Buchard. Terpenoid memberikan reaksi positif (range warna dari merah hingga ungu) ketika dipanaskan dengan asam asetat anhidrat dan diteteskan dengan sedikit asam sulfat (Robinson, 1995).2. AlkaloidSejarah alkaloid hampir setua peradaban manusia. Manusia telah menggunakan obat-obatan yang mengandung alkaloid dalam minuman, kedokteran, teh, tapal, dan racun (Lenny, 2006b). Alkaloid berasa pahit, biasanya banyak dipakai sebagai bahan obat dan juga sebagai zat penolak ataupun penarik serangga (Sukorini, 2006).Alkaloid merupakan komponen senyawa metabolit sekunder yang terbesar dalam tumbuhan dan pada umumnya bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen yang biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem siklik (Harborne, 1987). Alkaloid adalah senyawa organik siklik yang mengandung atom nitrogen. Alkaloid juga merupakan golongan zat metabolit sekunder yang terbesar, yang pada saat ini telah diketahui ada sekitar 5500 buah. Alkaloid pada umumnya mempunyai keaktifan fisiologi yang menonjol, sehingga oleh manusia alkaloid sering dimanfaatkan untuk pengobatan (Taofik, 2010).

Gambar 2.3. Kerangka Dasar Senyawa AlkaloidSebagian besar alkaloid mempunyai kerangka dasar polisiklik termasuk cincinheterosiklik nitrogen serta mengandung substituen yang tidak terlalu bervariasi. Atom nitrogen alkaloid hampir selalu berada dalam bentuk gugus amin (NR2) atau gugus amida (CONR2) dan tidak pernah dalam bentuk gugus nitro (NO2) atau gugus diazo (N=N). Sedang substituen oksigen biasanya ditemukan sebagai gugus fenol (OH), metoksi (OCH3) atau gugus metilendioksi (OCH2O), (Lenny, 2006b).a. Klasifikasi AlkaloidAlkaloid dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis cincin heterosiklik nitrogen yang merupakan bagian dari struktur molekul, maka alkaloid dapat dibedakan atas beberapa jenis seperti alkaloid pirolidin [13], alkaloid piperidin [14], alkaloid isokuinolin [15], alkaloid kuinolin [16], dan alkaloid indol [17].

[13] [14] [15] [16] [17]Beberapa golongan alkaloid yang paling banyak ditemukan di alam antara lain nikotin [18], kafein [19], efedrina [20], koniina [21], kolkhisina [22], sitisina [23], dan atropina [24].

[18] [19] [20] [21]

[22] [23] [24]b. Identifikasi AlkaloidKebanyakan alkaloid yang telah diisolasi berupa padatan/kristal dengan titik lebur yang tinggi. Sedikit alkaloid yang berbentuk amorf seperti nikotin dan koniina yang berwujud cair pada suhu kamar. Pada umumnya, basa bebas alkaloid larut dalam pelarut organik, namun beberapa jenis dari golongan pseudoalkaloid dan protoalkaloid larut dalam air. Juga garam alkaloid dan alkaloid kuarterner sangat larut dalam air (Matsjeh,1996).Identifikasi adanya alkaloid pada ekstrak tumbuhan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan menggunakan berbagai pereaksi seperti pereaksi Mayer, Dragendorff, Wagner, asam silikotungstat 5%, asam tanat 5%, dan larutan asam pikrat jenuh. Pereaksi Mayer paling banyak digunakan untuk mendeteksi alkaloid karena pereaksi ini memberikan endapan putih hampir pada semua senyawa golongan alkaloid. Pereaksi Mayer dapat dibuat dengan cara melarutkan 1,36 gram HgCl2 dalam 60 mL air suling pada bagian lain melarutkan pula 5 gram KI dalam 10 mL air suling. Dicampur dan diencerkan dengan air suling sampai 100 mL (Robinson, 1995).3. FlavonoidFlavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman hijau, kecuali alga. Flavonoid termasuk senyawa fenolik alam yang potensial sebagai antioksidan dan mempunyai bioaktifitas sebagai obat. Senyawa-senyawa ini dapat ditemukan pada batang, daun, bunga, dan buah. Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, dan biru, dan sebagian zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan (Waji dan Sugrani, 2009).

Gambar 2.4. Kerangka Dasar Senyawa FlavonoidFlavonoid berupa senyawa yang larut dalam air, dapat diekstraksi dengan etanol 70% dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstraknya dikocok dengan eter minyak bumi. Flavonoid berupa senyawa fenol, karena itu warnanya berubah jika ditambahkan basa atau amonia; flavonoid mudah dideteksi pada kromatogram atau dalam larutan (Harborne, 1987).a. Klasifikasi FlavonoidFlavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua cincin benzena (C6) terikat pada suatu rantai propana (C3) sehingga membentuk suatu susunan C6-C3-C6. Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis struktur, yakni 1,3-diarilpropan atau flavonoid [25], 1,2-diarilpropan atau isoflavonid [26], dan 1,1-diarilpropan atau neoflavonoid [27] (Waji dan Sugrani, 2009).

[27][26][25]

b. Identifikasi FlavonoidIdentifikasi adanya flavonoid pada ekstrak tumbuhan dapat dilakukan dengan cara menambahkan FeCl3 1% dalam air atau etanol ke dalam larutan cuplikan. Apabila positif flavonoid, pereaksi ini menimbulkan warna hijau, biru atau hitam kuat (Harborne, 1987).4. SteroidSteroid merupakan senyawa yang memiliki kerangka dasar karbon yang spesifik yaitu kerangka 1,2-siklopentanoperhidrofenantren (Achmad, 1986). Steroid juga dapat diartikan sebagai hidrokarbon jenuh dengan 17 atom karbon dalam sistem cincin dimana tiga cincin beranggota enam atom karbon dan satu cincin beranggota lima atom karbon (Harborne, 1987). Kerangka dasar dari steroid ini sekaligus merupakan ciri-ciri khusus yang membedakan steroid dengan senyawa organik bahan alam lainnya.

Gambar 2.5. Kerangka Dasar Senyawa Steroida. Klasifikasi SteroidStruktur senyawa steroid sangat beragam, sebagian besar senyawanya bersifat nonpolar, sehingga untuk mengisolasinya menggunakan senyawa yang bersifat nonpolar (Sulastry dan Kurniawati, 2010). Steroid terdiri atas beberapa kelompok senyawa dan pengelompokan ini didasarkan pada efek fisiologis yang diberikan oleh masing-masing senyawa. Kelompok-kelompok tersebut antara lain sterol seperti stigmasterol [28], asam empedu seperti asam kolat [29], hormon seks seperti testosteron [30], hormon adrenokortikoid seperti aldosteron [31], aglikon kardiak seperti diqitoksigenin [32], dan sapogenin seperti diosgenin [33] (Lenny, 2006a).

[28] [29]

[30] [31]

[32] [33]

b. Identifikasi SteroidIdentifikasi senyawa steroid pada ekstrak tumbuhan dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi Liebermann-Buchard. Apabila positif steroid, pereaksi ini akan menimbulkan warna biru hingga hijau (Robinson, 1995).C. Isolasi Senyawa Bahan AlamIsolasi senyawa bahan alam adalah proses pemisahan komponen-komponen kimia yang terdapat dalam suatu bahan alam. Pemisahan ini didasarkan pada adsorpsi dan partisi senyawa terhadap penyerap dan cairan pengelusi. Salah satu usaha mengefektifkan isolasi senyawa tertentu dengan pemilihan pelarut organik yang akan digunakan pada isolasi tersebut, dimana pelarut polar akan lebih mudah melarutkan senyawa polar dan sebaliknya senyawa nonpolar lebih mudah larut dalam pelarut nonpolar (Harborne, 1987). Isolasi senyawa bahan alam terdiri dari ekstraksi, fraksinasi, pemurnian dan identifikasi.1. EkstraksiEkstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Cara ekstraksi yang tepat tergantung pada bahan tumbuhan yang diekstraksi dan jenis senyawa yang diisolasi. Sebelum ekstraksi dilakukan, biasanya bahan-bahan dikeringkan lebih dahulu kemudian dihaluskan pada derajat kehalusan tertentu (Harborne, 1987).Secara umum, ekstraksi senyawa metabolit sekunder dari seluruh bagian tumbuhan seperti bunga, buah, kulit batang, dan akar menggunakan sistem maserasi. Maserasi merupakan proses perendaman sampel dengan pelarut organik pada suhu ruangan. Proses ini menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel, sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama perendamannya. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan memberikan efektifitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam pada pelarut tersebut. Secara umum pelarut metanol merupakan pelarut yang paling umum digunakan dalam proses isolasi senyawa bahan alam karena sifatnya yang dapat melarutkan seluruh golongan metabolit sekunder (Lenny, 2006c).2. Metode Pemisahan (Fraksinasi)Pemisahan kandungan senyawa pada tumbuhan didasarkan pada adsorpsi dan partisi senyawa terhadap penyerap dan cairan pengelusi. Pemisahan biasanya dilakukan dengan menggunakan teknik kromatografi. Beberapa macam kromatografi yang sering digunakan yaitu kromatografi kolom, kromatografi kertas, kromatografi gas cair dan kromatografi lapis tipis.a) Kromatografi Lapis TipisKromatografi lapis tipis (KLT) digunakan secara luas karena menggunakan peralatan sederhana, murah, cepat, dan daya pisah cukup baik. Identifikasi secara KLT berkaitan dengan fase diam, fase gerak, dan penampak bercak. Fase diam berupa plat lapis tipis seperti silika gel. Pemilihan pelarut sebagai fase gerak sangat menentukan pemisahan senyawa. Penampak bercak yang umum digunakan adalah sinar UV. Dikenal pula penampak bercak yang disemprotkan pada fase diam seperti asam sulfat untuk semua golongan senyawa. Serium sulfat digunakan umumnya untuk golongan senyawa alkaloid, steroid, sapogenin, dan terpenoid. Terdapat pula penampak bercak spesifik terhadap alkaloid yang disemprotkan pada fase diam yakni pereaksi Dragendorff yang akan menampakkan warna bercak jingga (Arnida dan Sutomo, 2008).Pemisahan komponen suatu senyawa pada kromatografi ini tergantung pada adsorben terhadap masing-masing komponen. Komponen yang larut terbawa oleh fase diam (adsorben) dengan perpindahan kecepatan yang berbeda. Pemilihan eluen pada kromatografi sebaiknya dimulai dari pelarut organik dengan tingkat kepolaran rendah, seperti n-heksana dan peningkatan kepolaran dengan etil asetat atau pelarut yang lebih polar lainnya (Harborne, 1987). Jarak pengembangan senyawa pada kromatografi biasanya dinyatakan dengan angka Rf yaitu :Jarak yang ditempuh oleh senyawa Rf = Jarak yang ditempuh oleh pelarutAngka Rf (Rate of follow) menyatakan besaran perbandingan kecepatan bergeraknya komponen terlarut terhadap fase gerak (pelarut).Adsorben (padatan penyerap) yang paling sering dgunakan untuk KLT adalah alumina (Al2O3) dan silika gel (SiO2). Alumina lebih polar daripada silika gel, dan senyawa ini sering dinyatakan lebih aktif daripada silika gel. Alumina lebih cocok untuk analisis senyawa-senyawa nonpolar atau kurang polar (seperti hidrokarbon, eter, aldehida, keton, dan alkil halida) karena senyawa-senyawa polar sangat kuat teradsorpsi pada adsorben ini. Analisis KLT senyawa-senyawa polar pada alumina umumnya menghasilkan nilai Rf yang rendah dan pemisahan yang minimal. Sebaiknya silika gel dipilih sebagai adsorben untuk senyawa-senyawa polar (asam karboksilat, alkohol, amina) karena senyawa-senyawa nonpolar teradsorpsi lemah pada silika gel. Analisis KLT senyawa-senyawa nonpolar pada silika gel umumnya memberikan harga Rf yang tinggi dan pemisahan yang minimal (Firdaus, 2011).Sifat-sifat pelarut pengembang juga merupakan faktor dominan dalam menentukan mobilitas komponen-komponen campuran. Jika pelarut lebih polar daripada komponen campuran, molekul-molekul pelarut akan menggantikan molekul-molekul komponen pada padatan adsorben, dan komponen-komponen tersebut ikut bergerak bersama pelarut (fasa gerak) dan menunjukkan harga Rf yang tinggi. Sebaliknya jika pelarut kurang polar daripada komponen campuran, maka komponen akan tetap berada pada adsorben dan tidak digerakkan oleh pelarut (harga Rf = 0). Umumnya, kemampuan suatu pelarut pengembang untuk menggerakkan senyawa pada suatu adsorben berkaitan dengan polaritas pelarut. Kemampuan ini disebut kekuatan elusi (Firdaus, 2011).Tabel 2.1. Beberapa pelarut pengelusi untuk KLT kekuatanelusi

polaritas

PelarutTitik didih

Metanol65

Etanol78

Aseton56

Etil asetat77

Kloroform61

Dietil eter35

Metilen diklorida41

Benzena80

Toluena111

Karbon tetraklorida77

Heksana68

b) Kromatografi KolomTerjadinya pemisahan komponen-komponen pada plat KLT dengan Rf tertentu dapat dijadikan sebagai panduan untuk memisahkan komponen kimia tersebut dengan menggunakan kromatografi kolom. Sebagai fasa diam digunakan silika gel dan eluen yang digunakan disesuaikan dengan hasil yang diperoleh dari KLT (Lenny, 2006c).Seperti halnya KLT, kromatografi kolom adalah suatu bentuk kromatografi serapan. Kromatografi kolom juga disebut kromatografi elusi karena senyawa-senyawa yang terpisah dielusikan dari dalam kolom. Prinsip kromatografi kolom samadengan prinsip dalam KLT, yakni senyawa-senyawa dalam campuran terpisahkan oleh partisi antara padatan penyerap sebagai fasa diam dan pelarut sebagai fasa gerak yang mengalir melewati padatan adsorben. Semakin kuat terserapnya suatu zat pada fasa diam dan semakin menurun kelarutannya zat dalam fasa gerak, maka semakin lambat zat tersebut bermigrasi sepanjang fasa diam dengan arah yang searah dengan aliran pelarut (Firdaus, 2011).1) Kromatografi Kolom Cair VakumCara ini pertama kali dipublikasikan oleh Coll dkk pada tahun 1977 dengan menggunakan corong Buchner kaca masir atau kolom pendek untuk mengisolasi diterpena sembrenoid dari terumbu karang Australia. Kolom kromatografi dikemas kering dalam keadaan vakum agar diperoleh kerapatan kemasan maksimum. Vakum dihentikan, pelarut yang kepolarannya rendah dituangkan ke permukaan penjerap lalu divakumkan lagi. Kolom dihisap sampai kering dan sekarang siap dipakai (Hostettmann, dkk, 1995).Sampel dilarutkan dalam pelarut yang cocok, dimasukkan langsung pada bagian atas kolom dan dihisap perlahan-lahan ke dalam kemasan dengan memvakumkannya. Kolom dielusi dengan campuran pelarut yang cocok, mulai dari pelarut yang kepolarannya rendah lalu ditingkatkan perlahan-lahan, kolom dihisap sampai kering pada setiap pengumpulan fraksi. Kromatografi cair vakum menggunakan tekanan rendah untuk meningkatkan laju aliran fase gerak (Hostettmann, dkk, 1995).2) Kromatografi Kolom FlashPelarut pengelusi yang digunakan untuk kromatografi kolom sama halnya dengan yang digunakan pada KLT. Semakin polar pelarut yang digunakan maka semakin cepat pula komponen-komponen dalam campuran bermigrasi melalui kolom. Randah atau tidak adanya pemisahan komponen-komponen nonpolar dari suatu campuran dapat terjadi bila digunakan pelarut polar. Namun bila pelarut polar digunakan untuk mendapatkan pemisahan optimum senyawa-senyawa nonpolar, maka komponen-komponen polar dalam campuran tidak dapat terelusikan (Firdaus, 2011).Berkaitan dengan masalah ini, maka untuk mencapai pemisahan yang optimum senyawa polar dan senyawa nonpolar dalam suatu campuran, komposisi pelarut yang melewati kolom dapat diubah secara bertingkat ke pelarut yang lebih polar dengan cara menaikkan komposisi pelarut yang lebih polar dalam suatu campuran dua pelarut (Firdaus, 2011).

3. PemurnianTeknik yang paling sederhana dan efektif untuk pemurnian padatan senyawa organik adalah kristalisasi. Senyawa yang berbentuk kristal mudah ditangani, kemurniannya mudah diperkirakan dan seringkali lebih mudah diidentifikasi daripada cairan atau minyak. Teknik kristalisasi melibatkan pelarutan padatan kotor (impure) dalam volume minimum pelarut panas dan penyaringan untuk memindahkan pengotor yang tidak larut. Kristal dapat terbentuk dengan cara penjenuhan larutan yang diikuti dengan penguapan pelarut perlahan-lahan sampai terbentuknya kristal. Selain itu, pengkristalan dapat pula dilakukan dengan cara mendinginkan larutan jenuh pada temperatur yang sangat rendah (Firdaus, 2011). Proses kristalisasi membutuhkan pelarut yang sesuai untuk melarutkan zat-zat pengotor. Pelarut yang digunakan tidak bereaksi dengan senyawa yang akan dikristalkan, lebih volatil sehingga mudah dipisahkan dari kristal, tidak beracun dan tidak mudah terbakar, dan sangat larut dalam pelarut panas dan tidak larut dalam pelarut dingin (Firdaus, 2011).Tabel 2.2. Pelarut-pelarut untuk kristalisasiKelompok senyawaPelarut-pelarut yang disarankan

HidrokarbonEterHalidaSenyawa karbonilAlkohol, asamGaram organikPetroleum eter, heksana, sikloheksana, toluenaEter, diklorometanaDiklorometana, kloroformEtil asetat, asetonEtanolAir

D. Identifikasi Senyawa Metabolit Sekunder1. Uji PereaksiIdentifikasi senyawa metabolit sekunder yang diperoleh dapat digunakan uji pereaksi seperti pada tabel berikut ini:Tabel 2.3. Beberapa Pereaksi dan Hasil Uji Senyawa Metabolit SekunderNo.PereaksiHasilKeterangan

1Liebermann-Burchardwarna merah hingga unguwarna biru atau hijau+ Terpenoid+ Steroid

2FeCl3warna hijau, biru atau kompleks biru hitam+ Flavonoid

3Dragendorffwarna jingga+ Alkaloid

4Wagnerendapan coklat+ Alkaloid

5Mayerendapan putih+ Alkaloid

2. Uji Titik LelehTitik leleh suatu zat murni adalah termperatur pada tekanan 1 atm di mana fase cair dan fase padat senyawa tersebut berada dalam keadaan kesetimbangan. Temperatur di mana cairan mulai tampak dan temperatur di mana padatan tidak tampak lagi dinyatakan sebagai jarak titik leleh. Titik leleh suatu senyawa padat dapat memberikan petunjuk derajat kemurniannya dan dapat juga membantu dalam mengidentifikasinya. Meskipun tidak selalu benar, namun dapat dipertimbangkan bahwa jarak titik leleh yang tajam (