copian baru.docx
-
Upload
theresia-witayosi -
Category
Documents
-
view
277 -
download
0
description
Transcript of copian baru.docx
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi HIV merupakan masalah kesehatan anak yang penting di banyak
negara. Pada umumnya, tatalaksana kondisi spesifik dari anak dengan infeksi HIV
mirip dengan penanganan pada anak lainnya.1 Gejala klinis HIV/AIDS pada
umumnya disebabkan oleh gejala infeksi oportunistik. Infeksi oportunistik yang
sering dijumpai di Indonesia adalah infeksi jamur, tuberkulosis, toksoplasma dan
sitomegalo.6
Kasus AIDS pertama kali dilaporkan pada tahun 1981 di California,
sedangkan penyebab AIDS baru ditemukan pada akhir 1984 oleh Robert Gallo dan
Luc Montagner.6 Jumlah penderita HIV pada anak makin lama makin meningkat
sesuai dengan peningkatan jumlah ibu hamil terinfeksi HIV, karena sebagian besar
anak terinfeksi HIV tertular secara vertikal dari ibu ke anak pada saat hamil,
melahirkan dan menyusui.2
Penularan HIV dari ibu ke anak (tanpa pencegahan Antiretroviral)
diperkirakan berkisar antara 15-45%. Berbagai bukti menunjukkan transmisi dapat
sangat dikurangi (menjadi 2% dengan pemberian antiretroviral selama kehamilan dan
saat persalinan dan dengan pemberian makanan pengganti dan bedah kaisar elektif).1
Angka penularan vertikal berkisar antara 14-39% dan risiko penularan pada anak
diperkirakan 24-47%.2 Saat ini di seluruh dunia, setiap harinya sekitar 2000 anak-
anak usia 15 tahun ke bawah terinfeksi HIV akibat penularan dari ibu ke bayinya,
sekitar 1.4000 anak-anak usia < 15 tahun meninggal akibat AIDS, sementara sekitar
6.000 orang alam usia prosuktif antara 15-24 tahun terinfeksi HIV. Diperkirakan
akan ada sekitar 400.000 orang terinfeksi HIV pada tahun 2010, dan 100.000 orang
diantarnya meninggal atau ada 1 juta ODHA pada tahun 2015 dengan kematian
350/000 kematian. 4
Gambaran klinis infeksi HIV pada anak sangat bervariasi. Beberapa anak
dengan HIV positif menunjukkan keluhan dan gejala terkait HIV yang berat pada
tahun pertama kehidupannya.1 Perkembangan kelainan sistem imun dan munculnya
gejala penyakit pada anak terinfeksi HIV lebih cepat dibandingkan orang dewasa.
Munculnya penyakit pnemonia pneumocystis carinii, pnemonia interstisial limfoid,
infeksi bakteri berulang, dan kurang gizi merupakan gejala yang sering ditemukan
pada penderita AIDS. Penyakit lain yang juga merupakan tanda spesifik adalah
1
tuberkulosis milier, diare persisten, dan otitis media. Oleh karena penyakit HIV pada
anak sangat rumit dan kompleks, maka diperlukan tatalaksana yang baik sehingga
munculnya AIDS dapat ditunda dan usia anak dapat diperpanjang.2
2
BAB II
KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
a. Pasien
Nama Pasien : An. HR
Umur/BB : 5 tahun 6 bulan/ 12,5 kg
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir : Kabuli, 12 Februari 2010
Tanggal Masuk : 05 Agustus 2015, jam 08.15 WIB
Alamat : Jl. Pemuda km 6,5 Kuala Kapuas
b. Orang Tua
1) Ayah
Nama : Alm. Tn. R
Umur : 38 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta/pedagang,
Alamat: Jl. -
2) Ibu
Nama : Alm. Ny. NA
Umur : 35 tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jl. -
II. ANAMNESA
Alloanamnesa terhadap tante dan kakek pasien pada tanggal 05 Agustus 2015
pukul 08.15.00 WIB.
a. Keluhan Utama
- Pasien rujukan dari RSUD H Soemarno Kuala Kapuas dengan
diagnosa B-20 dengan hasil laboratorium anti HIV reaktif CD4 72 %.
- Datang dengan keluhan diare lama.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
- BAB cair (+) sejak ± 1 bulan SMRS, frekuensi tiap hari ± 3x, BAB
muncul kadang-kadang dan tidak setiap hari, berwarna kuning, darah
(+) sedikit, ampas (+) sedikit, lendir (+), menyemprot, tidak berbau
khas, tiap BAB sebanyak ± ½ gelas akua (120 cc).
3
- Gatal-gatal di tangan dan kaki disertai bintik-bintik merah ± 1 bulan
bersamaan dengan BAB cair, didiagnosis sebagai alergi saat dibawa
ke poli anak Kuala Kapuas.
- Demam (+) sejak 2 minggu SMRS, demam naik turun dan tidak
terlalu tinggi, demam sering muncul saat sore hari dan saat pasien
mengalami kelelahan setelah bermain, demam tidak disertai menggigil
dan keringat dingin.
- Pasien mengeluh batuk sejak 1 minggu SMRS, batuk muncul kadang-
kadang, batuk berdahak, dahak berwarna putih dan tidak ada darah,
batuk sering muncul saat malam hari, jika sudah muncul batuknya
terus-menerus sehingga pasien susah untuk beristirahat/tidur
- Bercak-bercak putih di lidah sejak 1 minggu, pilek (+) sejak 2
minggu, nyeri menelan (-), nyeri tenggorokan (-), nyeri telinga (-),
keluar cairan dari telinga (-), nyeri perut (-), makan (+) 4x/hari,
minum (+) kuat, muntah (+) 1x saat muncul batuk, BAK (+) berwarna
putih, sering tetapi sedikit-sedikit.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Asma (-), TBC pada pasien (-) , riwayat keluar bintik darah dari kedua mata
saat usia 6 bulan selama 2 hari disertai nyeri pada kedua matanya.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
- Ibu kandung sudah meninggal pernah mengalami keluhan yang sama
sebelumnya berupa gatal-gatal, demam, sariawan, diare, serta didiagnosis
menderita HIV/AIDS(+), riwayat transfusi darah saat melahirkan pasien
(+) karena Hb menurun akibat perdarahan.
- Ayah kandung sudah meninggal, riwayat operasi usus buntu (+), riwayat
transfusi darah (+), pernah menderita panyakit kanker tulang selama 2
tahun. Ayah bekerja bekerja di tempat batu bara, terkadang mangangkut
pasir, terkadang juga jarang pulang kerumah karena pekejaan tersebut.
- Anggota keluarga yang lain tidak ada mengalami keluhan yang sama
seperti pasien.
4
e. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Pada saat hamil ibu tidak rutin melakukan pemeriksaan kehamilan karena
jarak dari rumah ke puskesmas jauh. Pasien lahir secara normal (spontan),
usia kehamilan cukup bulan, saat lahir segera menangis, tubuh kemerahan
dan sedikit kebiruan di tangan dan kaki, berat badan lahir 3500 gram, panjang
badan lahir lupa, penolong kelahiran Bidan dari Puskesmas, tempat di
Puskesmas, pasien lahir tidak ada perawatan khusus.
f. Riwayat Perkembangan
Riwayat perkembangan berupa tiarap, merangkak, duduk, berdiri, dan
berjalan tidak diketahui. Mulai bisa berjalan usia 2 tahun. Saat ini pasien
berusia 5 tahun 6 bulan dan sangat aktif bermain, berbicara jelas, bisa
mengikuti pelajaran di sekolah, melompat, mencoret, menulis.
g. Riwayat Imunisasi
Kelengkapan imunisasi dasar tidak diketahui tetapi imunisasi hepatitis B (+)
segera setelah lahir, imunisasi ulangan tidak dilakukan.
h. Makanan
– Usia 0 – 6 bulan : ASI Eksklusif, diberikan semau anak.
– Usia 4 tahun : ASI masih diberikan ditambah susu formula yang
dibuat dengan cara air hangat dimasukkan terlebih dahulu sebanyak 1 cc
lalu susu dimasukkan, diberikan semau anak.
– Usia 6 bulan : bubur lumat dicampur kentang dihaluskan, diberikan
4 x/ hari
– Usia 9 bulan-12 bulan : diberikan nasi lunak bercampur sayur (biasanya
sayur bayam), daging ayam, ikan patin, kangkung. Diberikan 4x/hari.
– Usia >12 bulan : diberikan nasi keras bercampur sayuran dan daging ayam
(karena pasien suka makan daging ayam yang digoreng) + snack + permen
+ kadang-kadang minum es
5
i. Riwayat Keluarga
Pasien merupakan anak ke 2 dari 2 bersaudara.
Anak pertama usia 11 tahun, perempuan dan sehat.
+ + Riw. HIV (+) Keterangan :
35 tahun
sakit
+ meninggal
sehat
An. Hen An. H
Usia 11 tahun Usia 5,6 tahun
Sehat HIV
j. Riwayat Sosial Lingkungan
Pasien sekarang tinggal di rumah yang terbuat dari kayu ulin dengan atap
seng. Dirumah ditinggali oleh 5 orang. Rumah berukuran sekitar 9x6 m,
mempunyai kamar 3 buah, 2 pintu, jendela 8 buah. Biasanya pasien tidur
bersama tantenya terkadang juga bersama nenek dan kakeknya. Saat tidur
menggunakan kelamu terkadang juga menggunakan obat nyamuk bakar.
Sumber air yang digunakan yaitu dari Hitachi, pasien biasnya minum air aku
yang di beli dalam botol, biasanya juga membeli air isi ulang tetapi dimasak
lagi.
Makan sebanyak 3x/hari menggunakan tangan dengan komposisi nasi, lauk,
sayur. Kebiasaan kakek merokok (+) sudah lama, mempunyai riwayat batuk
lama.
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
2. Tanda-tanda vital
Suhu : 37oC
Nadi : 105x/menit, irreguler, kuat angkat, isi penuh
Respirasi : 26x/menit
TD : 110/70 mmHg
6
Ayah ibu
Kulit Sawo matang (+), ikterik (-), sianosis (-), turgor cepat kembali, lembab,
pucat (+)
Kepala Bentuk kepala : Mesosefal, UUB dan UUK menutup
Rambut : Coklat, tipis, distribusi merata susah dicabut
Mata Palpebra : ptosis (-) endoftalmus (-) eksoftalmus (-)
Alis : tipis
Konjungtiva : Anemis (+/+)
Sklera : Ikterik (-)
Produksi air mata : cukup
Refleks pupil : isokor
Kornea : Jernih
Hidung Nafas cuping hidung (-/-), epistaksis (-), sekret (-)
Telinga Simetris, sekret (-), serumen (-), nyeri (-)
Mulut Bibir lembab, merah muda. Gusi mudah berdarah (-), gusi mudah bengkak (-)
Lidah Pucat (-), Tremor (-), Kotor (+), Bercak putih (+) pada seluruh lidah
Faring Hiperemi (-), Edema (-), Membran / pseudomembran (-)
Tonsil Warna merah muda, Pembesaran (-), Abses (-), Membran / pseudomembran
(-)Leher JVP (tidak meningkat), kaku kuduk (-), massa (-), tortikolis (-),
Pembesaran KGB (+) regio colli sinistra dengan konsistensi lunak,
multiple (2 massa) diameter berukuran 1 mm, mobile, Pembesaran
tiroid (-).
Thoraks Inspeksi : Dinding dada simetris, retraksi (-), dispneu (-), pernafasan
abdominal (-)
Palpasi : Gerakan dada simetris, fremitus teraba di 2 lapang paru
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi:
– ictus cordis teraba di intercostae IV-V midclavicula sinistra
– Thrill (-)
Perkusi:
Batas kiri atas : intercostae II Linea Parasternalis Sinistra
Batas kiri bawah: intercostae IV Linea Midclavicularis Sinistra
7
Batas kanan atas : intercostae II Line Parasternalis Dextra
Batas kanan bawah : intercostae IV Linea Parasternalis Sinistra
Kesan : Pembesaran jantung (-)
Auskultasi : Frekuensi 105 x/menit, irama beraturan
– Suara dasar Bunyi Jantung S1 S2 tunggal reguler, bising (-)
– Gallop (-) murmur (-)
Abdomen Inspeksi : Tampak cembung
Palpasi : cembung, distensi (+), nyeri tekan (-), hepatomegali (-),
splenomegali (-), ginjal tidak teraba.
Perkusi : Timpani, redup di batas hepar dan spleen
Auskultasi : Bising usus (+) 15x/menit
Genitalia Dalam batas normal
Ekstremitas Akral hangat, CRT <2”, sklerema (-), sianosis (-),
paresis (-), pucat (-), Pembesaran KGB axilla (-), Pembesaran KGB
inguinal (-), bintik-bintik kemerahan (+)
Pemeriksaan
Neurologis
Gerakan
Tonus
Trofi
Refleks fisiologis
Refleks patologis
Klonus
Tanda meningeal
Sensibilitas
Tungkai Lengan
Kanan Kiri Kanan Kiri
Bebas
+
-
+
-
-
-
+
Bebas
+
-
+
-
-
-
+
Bebas
+
-
+
-
-
-
+
Bebas
+
-
+
-
-
-
+
Status Gizi Status Antropometri
- Umur : 5,6 tahun
- Berat badan : 12,5 Kg
- Panjang badan : 96 cm
- Lingkar kepala: 51 cm
- Lingkar lengan Atas: 16 cm
Status Gizi menurut Kurva CDC berdasarkan ukuran BB/U
8
(12,5/14) x 100 % = 89 %
Kesan : Gizi kurang menurut Standar CDC
IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal : 04/08/2015
Hasil Evaluasi Darah Tepi Tanggal 04/08/2015Seri Eritrosit : Distribusi sel agak longgar
Mikrositik hipokromik (ovalosit)Sel muda (-)/negatif
Seri Leukosit : Estimasi jumlah normalVakuolisasi (+)Sel muda (-)/ negatif
Seri Trombosit : Estimasi jumlah meningkatBentuk dan ukuran normal
Kesan– Aktivasi neutrofil dengan trombositosis reaktif dd/ Infeksi berat/kromik,
inflamasi– Anemia mikrositik hipokromik dd/ Anemia penyakit kronik, anemia
defisiensi Fe.
9
Indikator Hasil
LeukositNeu%Lym%Mon%Eos%Bas%
HemoglobinLED
7.800/mm3
66 %24 %3 %3 %0 %
9,9 g%45 mm
Hematokrit 34 %
Trombosit 553.000/mm3
GDS 94 mg/dLCD4 72
Hasil Serologi Hb s Antigen (Hb S Ag) (-) negatif Antigen (Hb S Ab) (-) negatif
Hasil Radiologi 04 Agustus 2015 Corakan paru meningkat, tampak bercak infiltrat pada parakardial kanan dan
perihiller kanan Jantung normal Diafragma dan sinus baik
Kesan : Bronkopneumonia
IV. RESUME
Pasien datang dengan keluhan terdapat batuk dan pilek 1 minggu, diare
lama dan berulang, demam 2 minggu, sariawan 1 minggu, gatal dan kemerahan di
kulit sejak 1 bulan. Benjolan muncul disertai demam, demam bersifat hilang timbul
dan tidak tinggi, tidak ada menggigil, mengigau, dan berkeringat banyak
Riwayat perkembangan pasien sulit untuk dinilai karena data yang didapat
kurang lengkap. Riwayat Imunisasi dasar tidak lengkap dan imunisasi ulangan
tidak di lakukan.Riwayat menderita HIV/AIDS(+) pada ibu pasien, riwayat
menderita TBC (+) pada kakek pasien.
Berdasarkan pemeriksaan fisik keadaan umum OS tampak sakit sedang.
Dari penilaian status gizi menurut standar WHO pasien dengan status gizi kurang,
Sedangkan dari pemeriksaan laboratorium didapatkan CD4 sebanyak 72 %, LED
45 mm (meningkat), Hb, dan trombosit menurun jumlahnya sedangkan GDS dalam
batas normal. Dari hasil evaluasi darah tepi dicurigai terdapat trombositosis reaktif
dd/ Infeksi berat/kronik, inflamasi, anemia mikrositik hipokromik dd/ Anemia
penyakit kronik, anemia defisiensi Fe. Hasil pemeriksaan radiologi memperlihatkan
adanya bercak infiltrat pada parakardial kanan yang menandakan
bronkopneumonia.
V. DAFTAR MASALAH
- Batuk - Diare - Bercak kemerahan di kulit
- Demam - Kandidiasis oral 10
VI. DIAGNOSIS BANDING
Malaria
Demam
Diare Batuk
VII. DIAGNOSIS
- TBC - Anemia
- Diare persisten - Gizi Kurang
- HIV - Kandidiasis oral
VIII. PENATALAKSANAAN
- 2 tablet 3 FDC berupa Isoniazid 50 mg, rifampisin 75 mg, pirazinamid
150 mg
- Multivitamin
- Besi Elemental
IX. PROGNOSIS
a. Ad vitam : dubia ad malam
b. Ad sanam : dubia ad malam
c. Ad fungsionam : dubia ad malam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
11
Non Malaria- TBC- Imunologi HIV- Demam Tifoid- ISK
- Persisten - pneumonia
- Bukan pneumonia :TBCISPA– Kronik
Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah sindroma penyakit
defisiensi imunitas seluler yang didapat, disebabkan oleh Human Immunodeficiency
Virus (HIV) yang merusak sel yang berfungsi untuk sistem kekebalan tubuh yaitu
CD4 (Lymphocyte T-helper).7
3.2 Epidemiologi
Infeksi HIV/AIDS pada anak umumnya ditularkan oleh ibu secara vertikal
pada saat hamil, melahirkan, dan menyusui. Oleh karena itu, penderita terbanyak
ditemukan pada anak yang berusia di bawah 5 tahun (lebih dari 66%), sedangkan
anak yang berusia antara 5-10 tahun sebanyak 26%, dan yang berusia lebih dari 10
tahun hanya 7,9%. Sebagian besar penderita (92,7%) berasal dari daerah perkotaan,
kemudian sisanya berasal dari pedesaan. Sekitar 26% penderita sudah kehilangan
orang tua (ibu atau ayah) karena meninggal akibat menderita penyakit HIV/AIDS. 2
3.3 Cara Penularan
Sebagian besar bayi dan anak memperoleh infeksi HIV secara vertikal dari
ibu yang terinfeksi HIV. Cara penularan lain adalah melalui transfusi darah serta
komponen komponennya, secara parenteral melalui tusukan jarum suntik untuk
pengobatan dan penggunaan obat terlarang, dan melalui hubungan seksual bebas
tanpa alat pelindung.2
3.4 Patofisiologi
Dalam tubuh ODHA, partikel virus bergabung dengan DNA sel yang
diinfeksi.5Secara ringkas perjalanan infeksi HIV dapat dijelaskan dalam tiga fase,
yaitu:
(1) Fase Infeksi Akut (Sindroma Retroviral Akut)
(2) Fase Infeksi Laten
(3) Fase Infeksi Kronis. 2
3.5 Gejala Klinis
12
Anak dengan HIV positif lainnya mungkin tetap tanpa gejala atau dengan
gejala ringan selama lebih dari setahun dan bertahan hidup sampai beberapa tahun.
Gejala yang menunjukkan kemungkinan infeksi HIV adalah sebagai berikut :
- Infeksi berulang
- Thrush
- Parotitis kronik .
- Limfadenopati generalisata
- Hepatomegali tanpa penyebab yang jelas tanpa adanya infeksi virus lain
seperti sitomegalovirus.
- Demam yang menetap dan/atau berulang
- Disfungsi neurologis
- Herpes zoster
- Dermatitis HIV1
Gejala yang umum ditemukan pada anak dengan infeksi HIV, tetapi juga lazim
ditemukan pada anak sakit yang bukan infeksi HIV antara lain :
- Otitis media kronik
- Diare persisten
- Gizi kurang atau gizi buruk1
3.6 Tahapan Klinis
Gambar 2 Diagnosis HIV pada Bayi dan Anak < 18 tahun pajanan HIV tidak diketahui
World Health Organization. Pedoman Penerapan Terapi HIV pada Anak. Kementerian Republik Indonesia : Jakarta. 2014
13
3.6.1 Diagnosis presumtif HIV pada anak< 18 bulan
Bila perangkat laboratorium untuk PCR HIV tidak tersedia :
World Health Organization. Pedoman Penerapan Terapi HIV pada Anak. Kementerian Republik Indonesia : Jakarta. 2014]
3.6.2 Penetapan Kelas Immunodefisiensi
Kelas immunodefisiensi ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan CD4,
terutama persentase pada umur < 5 tahun.
Tabel 3.1 Kelas ImmunodefisiensiWorld Health Organization. Pedoman Penerapan Terapi HIV pada Anak. Kementerian Republik Indonesia : Jakarta. 2014
3.6.3 Stadium Klinis
14
Digunakan untuk anak yang berumur < 13 tahun dengan konfirmasi
laboratorium untuk infeksi HIV.
Tabel
3. 2 Stadium Klinis WHO untuk Bayi dan Anak yang Terinfeksi HIV World Health Organization. Pedoman Penerapan Terapi HIV pada Anak. Kementerian Republik Indonesia : Jakarta. 2014
3.8 Tatalaksana
Anak berumur < 5 tahun bila terdiagnosis infeksi HIV maka terindikasi untuk
mendapat pengobatan ARV (Anti Retro Viral) sesegera mungkin.
3.8.1 Obat Anti Retro Viral (ARV)
15
Tabel 3.4 Penggolongan obat ARV yang direkomendasikan untuk anak di
fasilitas dengan sumber daya terbatasTim Adaptasi Indonesia, penyusun. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Cetakan 1. Jakarta : WHO. 2009
3.8.2 Pengobatan Lini Pertama
Rejimen Lini Pertama
Zidovudine + Lamivudine + Nevirapine / Efavirenz
Stavudine + Lamivudine + Nevirapine / Efavirenz
Abacavir + Lamivudine + Nevirapine / Efavirenz
Tabel 3.3 Pengobatan Lini Pertama untuk Anak Tim Adaptasi Indonesia, penyusun. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Cetakan 1. Jakarta : WHO. 2009
3.8.3 Pengobatan TB
Pada tubekulosis yang seringkali didiagnosis (tetapi umumnya hanya
diduga) pada anak dengan infeksi HIV, pengobatan ARV dapat dimulai
setelah pemberian anti tuberkulosis dimulai sedikitnya 2 minggu.
16
Nucleoside analogue reverse transcripptase inhibitors
(NRTI)
– Zidovudine ZDV (AZT)
– Lamivudine 3TC
– Stavudine d4T
– Didanosine ddl
– Abacavir ABC
Non-nucleoside reverse trancriptase inhibitors (NNRTI)
– Nevirapine NVP
– Efavirenz EFV
Protease Inhibitors
– Nelfinavir NFV
– Lopinafir/ritonavir LPV/r
– Saquinavir SQV
Pedoman internasional merekomendasikan bahwa TB pada anak yang
terinfeksi HIV harus diobati dengan paduan selama 6 bulan seperti pada anak
yang tidak terinfeksi HIV.
Tabel 3.4 Dosis rekomendasi obat anti-TB lini pertama World Health Organization. Pedoman Penerapan Terapi HIV pada Anak. Kementerian Republik Indonesia : Jakarta. 2014
BAB IV
PEMBAHASAN
Seorang anak berusia 5,6 tahun dengan berat badan 12,5 kg datang ke Poli
Anak RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya merupakan rujukan dari RSUD
Kuala Kapuas. Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium saat itu pasien didiagnosa HIV/AIDS.
AIDS merupakan kumpulan gejala/ sindrom penyakit akibat defisiensi imunitas
yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Gejala yang biasanya
muncul yaitu dengan adanya infeksi berulang (misalnya pneumonia, selulitis,
meningitis, sepsis), thrush, parotitis kronik, limfadenitis generalisata, otitis media
kronik, gizi kurang/gizi buruk, demam yang menetap/berulang, difungsi neurologis,
diare persisten. Faktor-faktor yang berisiko terinfeksi yaitu mempunyai riwayat
transfusi darah, tusukan jarum suntik (misalnya untuk pengobatan) yang tidak steril
17
atau obat-obatan terlarang, hubungan seksual yang bebas, dan bayi atau anak yang
lahir dari ibu yang terinfeksi HIV. Pemeriksaan fisik yang ditemukan adanya thrush,
parotitis kronik, pembesaran kelenjar getah bening pada dua atau lebih daerah ekstra
inguinal, hepatomegali, ruam yang erimatous dan papular misalnya pada kulit
kepala.1 Pemeriksaan laboratorium yang ditemukan yaitu :
Anemia,
neutrofil < 1.000/mm3,
trombositopenia <100.000/mm2,
limfopenia CD4+,
hipergammaglobulinemia. 6
Pada pasien ini diagnosis HIV/AIDS berdasarkan anamnesis berupa BAB cair
(+) sejak ± 1 bulan SMRS, gatal-gatal di tangan dan kaki disertai bintik-bintik merah
± 1 bulan, demam (+) sejak 2 minggu SMRS, batuk sejak 1 minggu, sariawan di
lidah, bercak-bercak putih di lidah sejak 1 minggu. Pemeriksaan fisik yang
ditemukan berupa adanya konjungtiva anemis, eritema pseudomembran putih di
lidah, dermatitis berupa bercak-bercak kemerahan pada ekstremitasnya, terlihat
pucat. Faktor yang kemungkinan menyebabkan pasien terinfeksi HIV adalah riwayat
ibu yang terinfeksi HIV dan ASI yang diberikan oleh ibu tersebut kepada pasien.
Dari pemeriksaan penunjang pada pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan
hemoglobin 9,9 g% dan hematokrit 34 % yang menandakan anemia, peningkatan laju
endap darah (LED) 45 mm menandakan adanya penyakit kronis, dan anti HIV reaktif
atau CD4 sebesar 72% yang menandakan adanya infeksi HIV.
Pada pasien ini juga didiagnosis TB paru yang ditegakkan dengan skoring TB
paru. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberculosis yang bersifat sistemik sehingga dapat bermanifestasi
pada hampir seluruh organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya
merupakan loaksi infeksi primer.(buku rscm). Pada TBC terdapat demam lama (≥ 2
minggu) dan terdapat pembesaran KGB. Pembesaran KGB biasanya terjadi pada
KGB di regio kolli, multipel, tidak nyeri dan saling melekat. Pada TBC biasanya
ditemukan gejala selain demam yaitu batuk lama ≥ 3 minggu, nafsu makan
berkurang, berat badan turun, malaise, diare persisten dan kejang, kesadaran
menurun, atau defisit neurologis (pada meningitis). 8Dari pemeriksaan fisik selain
ditemukan pembesaran KGB juga bisa terdapat gejala iritabel, nyeri kepala, kaku
18
kuduk, penurunan kesadaran, kejang, gangguan saraf intrakranial, pembengakakan
sendi, konjungtivitis fliktenularis dan tuberkel koroid.
Pada pasien ini, diagnosis TBC dapat ditegakkan dengan skoring TBC seperti
berikut.
• Kontak TB 3
Kontak TB yang didapatkan dari kakek yang berumur 50 tahun dengan riwayat
batuk lama dengan pengobatan 6 bulan.
• Uji Mantoux 0
Keluarga pasien (tante) mengaku tidak ada dilakukan tes mantoux baik di
kapuas maupun saat di poli anak RSUD dr. Doris Sylvanus.
• Berat badan menurun 1
Berat badan yang menurun ditentukan berdasarkan perhitungan status gizi
menurut CDC dengan hasil 89% yang berarti gizi anak tersebut adalah gizi
kurang. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemenuhan gizi pasien
masih kurang dari target berat badan yang seharusnya. Dari anamnesis, nafsu
makan pasien masih baik dan tidak berkurang, pasien makan sebanyak 3x
sehari, isi makanan berupa nasi, sayur bayam terkadang sayur kangkung,
daging ayam yang digoreng. Makanan yang dimakan selalu habis. Tetapi
kemungkinan penyebabnya adalagh infeksi kronik dan dari kurangnya kualitas
dari makanan yang dimakan yang dinilai dari jenis makanan yang kurang dari
seharusnya atau tidak mencukupi 4 sehat 5 sempurna.
• Demam yang tidak diketahui penyebabnya 1
Pasien mempunyai keluhan demam yang sudah berlangsung selama 2 minggu
yang tidak terlalu tinggi, naik turun, demam yang muncul kadang-kadang dan
lebih sering saat sore hari atau saat sedang kelelahan.
• Batuk kronik 0
Tidak ada batuk lama yang ditemukan pada pasien. Batuk yang dikeluhkan
hanya berlangsung selama 1 minggu.
• Pembesaran kelenjar limfe 1
Teraba adanya massa pada leher kiri yang tidak terlalu besar berjumlah dua,
dengan konsistensi lunak. Kemungkinan diameter berukuran 1 mm, mobile,
suhu hangat, tidak ada kemerahan.
• Pembengkakkan tulang/sendi/panggul/lutut/falang 0
19
Tidak ada ditemukan pada pasien.
• Foto Rontgen 1
Dari hasil, didapatkan bahwa corakan paru meningkat, tampak bercak infiltrat pada parakardial kanan dan perihiller kanan. Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena infeksi pada paru-paru pasien.
Skoring TBC pada pasien ini mendapat skor 7. Diagnosis TBC baru dapat
ditegakkan apabila skoring TBC bernilai 6 atau lebih. Sehingga diagnosis TB pada
pasien ini sesuai. Pada pasien ini tes tuberkulin tidak dilakukan mungkin disebabkan
karena apabila dilakukan tes tersebut juga akan bisa menghasilkan hasil anergi atau
dengan (-) palsu. Namun sebaiknya tetap dilakukan.
Pada pasien ini juga didiagnosis dengan anemia. Anemia didefinisikan sebagai
berkurangnya 1 atau lebih parameter sek darah merah : konsentrasi hemoglobin,
hematokrit atau jumlah sel darah merah. Anemia selalu merupakan keadaan tidak
normal dan harus dicari penyebabnya.9
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis sebagai anemia berdasarkan anamnesis
bahwa anak sering mengeluh lemah dan pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien
terlihat pucat serta konjungtiva anemis sedangkan pada pemeriksaan penunjang
dilihat dari kadar hemoglobin dan hematokrit menurun. Namun diperlukan
pemeriksaan penunjang lain untuk mengetahui penyebab dari anemia tersebut yaitu
dengan pemeriksaan kadar MCH, MCV, MCHC, kadar ferritin, MDT.
Pada pasien ini juga didiagnosis dengan gizi kurang. Berdasarkan perhitungan
status gizi menurut CDC dengan hasil 89% yang berarti gizi anak tersebut adalah gizi
kurang. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemenuhan gizi pasien masih
kurang dari target berat badan yang seharusnya.
Dalam hal ini, terdapat keluhan diare yang lama. Diagnosis banding diare
persisten. Diare persisten adalah diare dengan atau tanpa disertai darah dan berlanjut
sampai 14 hari atau lebih. Diare persisten dibagi menjadi melalui diare sekretorik dan
diare osmotik. Pada diare sekretorik, konsistensi feses encer, menetap selama puasa,
adanya darah dan peningkatan sel darah putih dalam feses. Sedangkan pada diare
osmotik, konsistensi feses juga encer, diare berkurang atau berhenti saat puasa, tidak
ditemukannya darah dan leukosit tidak meningkat dalam feses. Perbedaan dari
keduanya bahwa pada diare kronik digolongkan ke dalam non-infeksi atau diare
osmotik yang biasanya disebabkan karena intoleransi laktosa, alergi terhadap susu
20
sapi (CMPSE), atau sindrom malabsorbsi. Sedangkan diare persisten digolongkan ke
dalam infeksi atau diare sekretorik yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri, diare
karena antibiotik, atau infeksi persisten.1
Pada pasien ini, diare dikeluhkan sudah lama dan lebih dari 14 hari serta
kemungkinan disebabkan karena adanya infeksi bakteri. Maka diare ini termasuk ke
dalam diare persisten yang dilihat dari adanya bercak darah yang keluar dari feses
pasien. Namun perlu dilakukan pemeriksaan penunjang yang mendukung ke arah
diare persisten tipe sekretorik yaitu feses lengkap dan kultur feses.
Pada pasien juga didapatkan adanya kandidiasis oral. Infeksi kandida kronis
sering dijumpai pada pasien HIV anak, dan dapat terjasi di orofaring, laring, dan
esofagus dan berperan dalam timbulnya penyakit refluks gastro esofagus.3 Bercak
putih di mulut (thrush) biasanya berupa eritema pseudomembran putih di langit-
langit mulut, gusi dan mukosa pipi. Diobati dengan larutan nistatin (100.000
unit/ml). olesi 1-2 ml di dalam mulut sebanyak 4x sehari selama 7 hari.1
Sedangkan pada pasien tidak diberikan pengobatan tersebut tidak ada
diberikan pengobatan tersebut. Tetapi sebaiknya pada seseorang dengan kandidiasis
pngobatan tersebut harus diberikan.
Selain di diagnosis sebagai HIV/AIDS dan TBC, pasien ini juga mengalami
demam sejak 2 minggu yang dapat di diagnosis sebagai prolonged fever. Prolonged
fever adalah suatu kondisi suhu tubuh lebih dari 380C yang menetap selama lebih
dari 8 hari dengan penyebab yang sudah atau belum diketahui.10 Diagnosis yang
ditegakkan prolonged fever ini selain dari keganasan adalah malaria demam tifoid,
Infeksi Saluran Kemih (ISK).
Malaria menjadi diagnosis banding pada kasus ini karena pada malaria
terdapat gejala demam dan pembesaran organ berupa hepatosplenomegali. Demam
pada malaria biasanya disertai menggigil dan keringat dingin. Gejala malaria yang
lain yaitu mialgia, sakit kepala, nausea, infeksi saluran nafas, muntah, diare ringan
dengan tinja mukoid hijau gelap, diare berat dengan dehidrasi, kejang demam, nyeri
daerah perut dan atralgia. Dari pemeriksaan fisik pada malaria bisa didapatkan kulit
pucat atau ikterik. Pada malaria berat dapat ditemukan hipoglikemi, oliguria,
hiperpireksia, syok, gangguan asam basa atau edema paru. Pada pasien ini tidak
terdapat gejala-gejala tersebut.10 Untuk diagnosis malaria perlu dilakukan
21
pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan mikroskop menggunakan sediaan darah
atau rapid diagnostic test.11
Diagnosis banding yang lain pada pasien ini yaitu tifoid karena pada demam
tifoid terdapat demam lama dan dari pemeriksaan fisik dapat di temukan
hepatomegali atau splenomegali. Pada demam tifoid tidak di temukan pembesaran
KGB seperti pada pasien ini. Gejala klinis demam tifoid yang lain yaitu malaise,
letargi, anoreksia, nyeri kepala, nyeri perut, diare atau konstipasi, muntah, perut
kembung, terdapat lidah tifoid (dibagian tengah kotor dan bagian pinggir hiperemis,
dan meteorismus. 10
Gejala klinis tersebut juga tidak ditemukan pada pasien ini. Untuk diagnosis
demam tifoid perlu dilakukan pemeriksaan penunjang yang mendukung ke arah
demam tifoid yaitu pemeriksaan serologi Widal, kadar IgM dan IgG, dan kultur
darah (biakan Salmonella).
Infeksi Saluran Kemih (ISK) menjadi diagnosis banding karena pada ISK
biasanya terjadi demam lama tanpa sebab yang jelas. Gejala ISK pada anak antara
lain nyeri pinggang, nyeri perut bagian bawah, mengedan waktu berkemih, disuria,
polakisuria, enuresis, nyeri ketok daerah kosto-vertebral dan kelainan genitalia
(fimosis) hipo/epispadia, sinekia vulva).
Pada pasien ini tidak ditemukan gejala-gejala tersebut. Namun perlu
dilakukan pemeriksaan penunjang yang mendukung ke arah ISK yaitu urinalisis dan
kultur urin.
Untuk pemberian terapi menurut Pedoman Penerapan Terapi HIV Pada Anak
tahun 2014 merekomendasikan bahwa jika anak berumur < 5 tahun bila terdiagnosis
infeksi HIV maka terindikasi untuk mendapat pengobatan ARV sesegera mungkin
dan bayi umur < 18 bulan yang didiagnosis terinfeksi HIV dengan cara presumtif
harus segera mendapat terapi ARV. 4
Tetapi pada pasien ini pemberian ARV tidak diberikan karena berdasarkan
teroti bahwa apabila sudah ditegakkan diagnosis TB maka segera berikan terapi TB.
Karena terapi TB harus dimulai lebih dahulu dan ARV mulai diberikan mulai
minggu ke 2-8 setelahnya. Terapi TB lebih dahulu dimaksudkan untuk menurunkan
risiko sindrom pulih imun (immune reconstitution inflammatory syndrome, IRIS). 4
Tabel 4.1 Dosis kombinasi pada TB anak FDC
22
World Health Organization. Pedoman Penerapan Terapi HIV pada Anak. Kementerian Republik Indonesia :
Jakarta. 2014
Pada pasien ini, telah diberikan berikan obat FDC fase intensif untuk 1 bulan
dengan dosis 1 x 2 tablet, obat diberikan pada saat perut kosong atau paling cepat 1
jam setelah makan. Tablet yang diberikan mengandung Isoniazid 50 mg, rifampisin
75 mg, pirazinamid 150 mg. Pada fase intensif awal pasien kontrol tiap 1 bulan untuk
melihat kepatuhan, toleransi dan kemungkinan adanya efek samping.
Selain itu, juga ditambahkan obat suplemen berupa multivitamin dan curcuma
1x 300 mg yang mungkin diberikan untuk menambah energi dan stamina karena
pada umumnya pasien dengan HIV/AIDS yang mengkonsumsi obat OAT-FDC
mempunyai efek samping yang muncul berupa hilangnya nafsu makan. Obat ini
diberikan setelah makan.
Pasien juga diberikan besi elemental 1x15 mg. Obat ini kemungkinan diberikan
untuk membantu memenuhi kebutuhan zat besi (suplemen Fe) untuk mengatasi
anemia defisiensi zat besi. Zat besi juga dapat diberikan sebagai profilaksis untuk
mengurangi risiko berkembangnya defisiensi besi, terapi defisiensi absolute, dan
terapi defisiensi zat besi fungsional, yaitu dimana keadaan cadangan zat besi cukup
tetapi saturasi transferin <20%.
Pada pasien ini juga didiagnosis dengan gizi kurang. Pemenuhan diet pada
pasien dengan gizi kurang yaitu dengan berdasarkan perhitungan status gizi menurut
CDC dengan hasil 89% yang berarti gizi anak tersebut adalah gizi kurang. Oleh
sebab itu, kebutuhan gizi yang harus diberikan berupa energi sebanyak 80-100
kkal/kgBB/hari dan protein sebanyak 1-1,5 g/kgBB/hr, cairan 100 ml/kgBB/hari,
untuk menstabilisasi. Makanan diberikan dalam makanan lunak. Prinsip pemberian
nutrisi adalah dengan porsi kecil tetapi sering, diberikan secara oral berupa malakan
lunak dan semua jenis nutrien tersedia dalam bentuk makanan yang berasal dari
hewan ataupun tumbuhan (sayur-sayuran). Pemberian nutrisi di monitoring sesuai 23
dengan penyakitnya, usia anak, maupun kemampuan fungsi oral motor dan saluran
cernanya.
Sedangkan pada pasien ini berdasarkan anamnesis didapatkan pemberian
nutrisi tidak memenuhi dari kebutuhan gizi yang seharusnya.
Prognosis pada infeksi bergantung kepada tahapan klinis yang sudah dialami
oleh pasien. Tahapan klinis dapat mengenali tahapan yang progresif dari yang ringan
sampai yang paling berat, makin tinggi tahapan klinisnya makin buruk prognosisnya.
Untuk klasifikasi, bila didapatkan kondisi klinis stadium 3, prognosis anak akan tetap
pada stadium 3 dan tidak akan membaik menjadi stadium 2, walaupun kondisinya
membaik, atau timbul kejadian klinis 2 yang baru.1
Tabel 4.2 Tahapan klinis
24
World Health Organization. Pedoman Penerapan Terapi HIV pada Anak. Kementerian Republik Indonesia :
Jakarta. 2014
Jika dilihat dari tabel tahapan klinis tersebut, pasien dikategorikan ke dalam
stadium klinis ke-3 dimana pasien sudah mempunyai keluhan berupa diare persisten,
demam lama selama 2 minggu, kandidiasis oral, TB paru, anemia, dan gizi kurang.
Jika sudah mencapai tahapan klinis ini, maka sesuai dengan teori bahwa prognosis
dari penyakit ini tidak akan membaik menjadi tahapan kedua walaupun kondisinya
membaik. Semakin tinggi tahapannya, maka semakin buruk prognosisnya.
Tindak lanjut dalam pemantauan yang perlu dilakukan adalah memantau anak
minimal setiap 3 bulan, lebih sering bila secara klinis tidak stabil, menilai kepatuhan
pengobatan dan harus melihat anak setiap bulan. Pemantauan lain yang harus
dilakukan yaitu berupa :
- Berat dan tinggi badan (setiap bulan)
- Perkembangan (setiap bulan)
- Kepatuhan pengobatan (setiap bulan)
- CD4 (%) jika tersedia (selanjutnya setiap 3-6 bulan)
- Hb pada awal atau Ht
- Darah tepi
- Pemeriksaan SGOT/SGPT1
25
BAB V
KESIMPULAN
Seorang anak berusia 5,6 tahun dengan berat badan 12,5 kg datang ke Poli
Anak RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya merupakan rujukan dari RSUD
Kuala Kapuas.
Diagnosis HIV/AIDS pada pasien ini berdasarkan anamnesis berupa BAB cair
(+) sejak ± 1 bulan SMRS, gatal-gatal di tangan dan kaki disertai bintik-bintik merah
± 1 bulan, demam (+) sejak 2 minggu SMRS, batuk sejak 1 minggu, sariawan di
lidah, bercak-bercak putih di lidah sejak 1 minggu. Pemeriksaan fisik yang
ditemukan berupa adanya konjungtiva anemis, eritema pseudomembran putih di
lidah, dermatitis berupa bercak-bercak kemerahan pada ekstremitasnya, tidak ada
hepatomegali, terlihat pucat. Faktor yang kemungkinan menyebabkan pasien
terinfeksi HIV adalah riwayat ibu yang terinfeksi HIV dan ASI yang diberikan oleh
ibu tersebut kepada pasien.
Dari pemeriksaan penunjang pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
penurunan hemoglobin dan hematokrit yang menandakan anemia, peningkatan laju
endap darah (LED) menandakan adanya penyakit kronis, dan anti HIV reaktif atau
CD4 sebesar 72% yang menandakan adanya infeksi HIV.
Dasar diagnosis dari kasus ini berdasarkan sistem skoring diagnosis TB pada
anak yaitu berjumlah 6. Dengan hasil tersebut, pasien ini dapat didiagnosis dengan
tuberkulosis. Pada pasien ini, tata laksana umum yaitu diberikan obat anti
tuberkulosis (OAT). Pengobatan TB dibagi menjadi dua fase yaitu fase intensif (dua
bulan pertama) dan dilanjutkan dengan fase lanjutan (empat bulan atau lebih).
26
Prognosis pada kasus ini adalah dubia ad malam karena penderita dapat terdeteksi
sebelum mengalami komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Tim Adaptasi Indonesia, penyusun. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.
Cetakan 1. Jakarta : WHO. 2009. p. 43
2. Setiawan MI. Tatalaksana Infeksi HIV/AIDS pada Bayi dan Anak. Jurnal
Majalah Kesehatan. 2009. 59 (12) : 607
3. Akib APA, Munasir Z, Windiastuti E, Endyarni B, Muktiarti D, pemyumyimg.
HIV Infection in Infants and Children in Indonesia : Current Challenges in
Management. Jakarta : Departemen Ilmu Kesehatan Anka FKUI-RSCM. 2009.
4. World Health Organization. Pedoman Penerapan Terapi HIV pada Anak.
Kementerian Republik Indonesia : Jakarta. 2014
5. Sudoyo WA, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S, editor. Buku Ajar
Ilmu Pnyakit Dalam. Jilid I. Edisi V. Jakarta : Interna Publishing. 2009.
6. Sudoyo WA, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S, editor. Buku Ajar
Ilmu Pnyakit Dalam. Jilid II. Edisi V. Jakarta : Interna Publishing. 2009.
7. Astari L, Sawitri, Safitri EY, Hinda D. Viral load pada Infeksi HIV.
Departemen/Staf Medik Fungsional Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga/Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo
Surabaya. Jurnal Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelami. 2009. 21 (1) : 32
8. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Penyakit Anak. Jakarta: RSUP
Nasional dr. Cipto Mangunkusumo. 2007:140; 173;221;437.
9. Irawan H. Pendekatan Diagnosis Anemia pada Anak. Jurnal CDK. 2013. 20 (6) :
423.
27
10. Bakry AB, Tumbelaka AR. Etiologi dan Karakteristik Demam Berkepanjangan
pada Anak di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta. Sari Pediatri. Agustus 2008; 10
(2): 83.
11. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Penatalaksanaan Kasus malaria di
Indonesia. Jakarta : Gebrak Malaria. 2011.
28