Coomb test
-
Upload
yosafat-mustikoarto -
Category
Documents
-
view
475 -
download
49
description
Transcript of Coomb test
MAKALAH
DIRECT COOMBS TEST
Oleh:
Veronika Febrianti
28102493 J
PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2012
MAKALAH
INDIRECT COOMBS TEST
Oleh:
Veronika Febrianti
28102493 J
PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2012
DIRECT COOMBS TEST
A. Definisi
Direct Coombs test merupakan tes antibodi terhadap eritrosit secara
langsung. Normalnya, antibodi akan mengikat benda asing seperti bakteri dan
virus dan menghancurkannya sehingga menyebabkan destruksi eritrosit
(hemolisis)
Tes ini dilakukan pada sampel eritrosit langsung dari tubuh. Tes ini
akan mendeteksi antibodi yang ada di permukaan eritrosit. Terbentuknya
antibodi ini karena adanya penyakit atau berasal dari transfuse darah. Tes ini
juga dapat dilakukan pada bayi baru lahir dengan darah Rh positif dimana
ibunya mempunyai Rh negatif. Tes ini akan menunjukkan apakah ibunya telah
membentuk antibodi dan masuk ke dalam darah bayinya melalui plasenta.
Beberapa penyakit dan obat-obatan (kuinidin, metildopa, dan prokainamid)
dapat memicu produksi antibodi ini. Antibodi ini terkadang menghancurkan
eritrosit dan menyebabkan anemia. Tes ini terkadang menunjukkan diagnosis
penyebab anemia atau jaundice.
B. Indikasi Diagnosis
Indikasi : untuk diagnosis
HDN (Hemolytic Disease of the Newbor )
AIHA (Autoimmune Hemolytic Anemia)
Reaksi transfusi hemolytik
Drug Induced Hemolytic Anemia
Untuk mendeteksi incomplete antibody yang melapisi eritrosit penderita in
vivo
Cara :
Eritrosit penderita dicuci dengan salin untuk menghilangkan globulin
plasma yang tidak bersifat antibodi spesifik
Campur dengan serum Coombs tambahkan pada antibodi spesifik
“incomplete“ yang diabsorbsi/melapisi eritrosit in vivo
C. Sistem Rhesus
Sistem Rhesus merupakan suatu sistem yang sangat kompleks. Masih
banyak perdebatan baik mengenai aspek genetika, nomenklatur maupun
interaksi antigeniknya.
Rhesus positif (rh positif) adalah seseorang yang mempunyai rh-
antigen pada eritrositnya sedang Rhesus negatif (rh negatif) adalah seseorang
yang tidak mempunyai rh-antigen pada eritrositnya. Antigen pada manusia
tersebut dinamakan antigen-D, dan merupakan antigen yang berperan penting
dalam transfusi. Tidak seperti pada ABO sistem dimana seseorang yang tidak
mempunyai antigen A/B akan mempunyai antibodi yang berlawanan dalam
plasmanya, maka pada sistem Rhesus pembentukan antibodi hampir selalu
oleh suatu eksposure apakah itu dari transfusi atau kehamilan. Sistem
golongan darah Rhesus merupakan antigen yang terkuat bila dibandingkan
dengan sistem golongan darah lainnya. Dengan pemberian darah Rhesus
positif (D+) satu kali saja sebanyak ± 0,1 ml secara parenteral pada individu
yang mempunyai golongan darah Rhesus negatif (D-), sudah dapat
menimbulkan anti Rhesus positif (anti-D) walaupun golongan darah ABO nya
sama.
Anti D merupakan antibodi imun tipe IgG dengan berat molekul
160.000, daya endap (sedimentation coefficient) 7 detik, thermo stabil dan
dapat ditemukan selain dalam serum juga cairan tubuh, seperti air ketuban, air
susu dan air liur. Imun antibodi IgG anti-D dapat melewati plasenta dan
masuk kedalam sirkulasi janin, sehingga janin dapat menderita penyakit
hemolisis.
Penyakit hemolisis pada janin dan bayi baru lahir adalah anemia
hemolitik akut yang diakibatkan oleh alloimun antibodi ( anti-D atau
inkomplit IgG antibodi golongan darah ABO) dan merupakan salah satu
komplikasi kehamilan. Antibodi maternal isoimun bersifat spesifik terhadap
eritrosit janin, dan timbul sebagai reaksi terhadap antigen eritrosit janin.
Penyebab hemolisis tersering pada neonatus adalah pasase transplasental
antibodi maternal yang merusak eritrosit.
Pada tahun 1892, Ballantyne membuat kriteria patologi klinik untuk
mengakkan diagnosis hidrops fetalis. Diamond dkk. (1932) melaporkan
tentang anemia janin yang ditandai oleh sejumlah eritroblas dalam darah
berkaitan dengan hidrops fetalis.
Pada tahun 1940, Lansstainer menemukan faktor Rhesus yang
berperan dalam patogenesis kelainan hemolisis pada janin dan bayi. Levin dkk
(1941) menegaskan bahwa eritroblas disebabkan oleh Isoimunisasi maternal
dengan faktor janin yang diwariskan secara paternal. Find (1961) dan freda
( 1963) meneliti tentang tindakan profilaksis maternal yang efektif.
D. Genetik
Ada tiga subtipe antigen spesifik C,D,E dengan pasangannya c, e, tapi
tidak ada d. Hanya gen D dipakai sebagai acuan faktor rhesus. Istilah yang
sekarang digunakan adalah Rhesus (D), bukan hanya Rhesus. Sel rhesus (D)
positif mengandung substansi (antigen D) yang dapat merangsang darah
rhesus (D) negatif memproduksi antibodi. Gen c, e, dan E kurang berperan
disini. Hal ini dapat menjelaskan mengapa antibodi yantg dihasilkan oleh
wanita Rhesus negatif disebut anti-D (anti-rhesus D).
Seorang wanita Rhesus (D) positif tak akan memproduksi antibodi,
karena darah yang positif tak akan memproduksi anti-d, tak ada anti Rhesus d.
Seseorang mempunyai Rhesus (D) negatif, jika diwariskan gen d dari
tiap orang tua. Mungkin saja anak Rhesus (D) negatif, jika ibu Rhesus (D)
negatif dan bapak Rhesus (D) positif. Bapak dapat mempunyai gen D atau d,
sehingga bayi dapt mewarisi gen d dari bapaknya. Sebaliknya, wanita Rhesus
(D) negatif dengan pasangan Rhesus (D) negatif, dan tak akan timbul
inkompatibilitas Rhesus, walaupun ibu telah membawa anatibodi Rhesus (D)
dari kehamilan sebelumnya.
INDIRECT COOMBS TEST
Tes ini dilakukan pada sampel dari bagian cair dari darah (serum). Tes ini
akan mendeteksi antibodi yang ada dalam aliran darah dan dapat mengikat
eritrosit tertentu yang memicu terjadinya masalah bila terjadi percampuran darah.
Tes ini biasanya dilakukan untuk menemukan antibodi pada darah donor atau
resipien sebelum dilakukan transfusi.
Indikasi :
Skrining Antibodi
Deteksi Ab IgG; IgG anti Rh (D), lain2 Ig G
Deteksi thd variant Rh yg bereaksi lemah, Ag Kell & Duffy
Pada keadaan hipo/a- gamaglobuliemia/a-gamaglobulinemia
Pada cross matching (reaksi silang)
Untuk mendeteksi incomplete antibody IgG incomplete yang terdapat didalam
serum penderita
Cara :
Eritrosit normal dari golongan darah yg sama atau gol darah O disuspensikan
ke dalam serum penderita dan diinkubasikan pada 370 C
Sesudah dicuci dengan salin, tambahkan serum Coombs, disentrifus 1 menit
pada 1000 rpm agglutinasi berarti serum penderita mengandung antibodi tsb
sehingga hasilnya positif.
A. Diagnosis Isoimunisasi dengan Direct Coombs test
Diagnosis isoimunisasi berdasarkan deteksi antibodi pada serum ibu.
Metode paling sering digunakan untuk menapis antibodi ibu adalah tes
Coombs tak langsung. (penapisan antibodi atau antiglobulin secara tak
langsung). Tes ini bergantung kepada pada kemampuan anti IgG (Coombs)
serum untuk mengaglutinasi eritrosit yang dilapisi dengan IgG. Untuk
melakukan tes, serum darah pasien dicampur dengan eritrosit yang diketahui
mengandung mengandung antigen eritrosit tertentu, diinkubasi, lalu eritrosit
dicuci. Suatu substansi lalu ditambahkan untuk menurunkan potensi listrik
dari membran eritrosit, yang penting untuk membantu terjadinya aglutinasi
eritrosit. Serum Coombs ditambahkan, dan jika imunoglobulin ibu ada dalam
eritrosit, maka aglutinasi akan terjadi. Jika test positf, diperlukan evaluasi
lebih lanjut untuk menentukan antigen spesifik.
B. Aplikasi Direct Coombs test
Pemeriksaan eritrosit sampel dengan test Coombs direk memakai anti
globulin manusia untuk mengetahui adanya anti bodi dan komplemen yang
meliputi eritrosit secara in vitro. Serum sampel di periksa dengan tes Coombs
indirek untuk mengetahui anti bodi imun yang bebas. Untuk menentukan jenis
anti bodi yang terdapat pada serum pasien dilakukan tes Coombs indirek
dengan mempergunakan 10 panel anti bodi eritrosit pada eluate. Prinsip tes
Coombs adalah sebagai berikut : anti bodi-anti human IgG (dan/atau anti
human komplemen) di produksi dari rabit. Anti bodi ini akan mengaglutinasi
eritrosit cuci dengan anti bodi human IgG dan/atau komplemen yang terdapat
pada permukaan sel. Terdapat dua tipe dasar dari anti globulin atau tes
Coombs, yaitu direk dan indirek. Tes Coombs direk untuk mengetahui
sensitisasi eritrosit secara invivo pada pasien. Tes Coombs indirek untuk
mengetahui sensitisasi secara invitro, di mana sensitisasi terjadi di dalam
tabung reaksi pada kondisi yang optimal.
Kasus AIHA yang ditemukan pada pasien tanpa riwayat tranfusi darah
sebelumnya adalah termasuk penyakit anemia yang disebabkan oleh kelainan
sistem imun di mana terbentuk anti bodi terhadap sel eritrositnya sendiri yang
di sebut dengan penyakit auto imun. Penyebab dari keadaan ini umumnya
idiopatik. Dari kasus AIHA dengan riwayat tranfusi darah yang kompatibel
sebelumnya di duga terjadi karena hal-hal sebagai berikut alloantibody
induced haemolytik anemia. Dari data yang di peroleh, darah yang
ditranfusikan kepada 84% pasien adalah darah lengkap (whole blood) dan
kepada 16% pasien adalah eritrosit (packed red cells). Dalam jenis darah ini
terdapat bermacam-macam anti gen yang bila ditranfusikan kepada pasien
akan merupakan allogenic stimulant. Stimulasi alogenik dapat mengganggu
toleransi tubuh terhadap sel eritrositnya sendiri (self tolerance), seperti pada
interaksi graft versus host, di mana dalam serum dapat di deteksi adanya auto
anti bodi. Auto anti bodi terbentuk terhadap sel epitel, sel eritrosit, timosit,
anti gen nuklear dan DNA. Dalam hal AIHA auto anti bodi terbentuk terhadap
eritrosit, yang menyebabkan lisis dan destruksi dari eritrosit tersebut. Oleh
karena itu pemberian tranfusi darah haruslah aman, yaitu kompatibel secara
imunologi dan bebas infeksi. Hal yang akan bereaksi dengan eritrosit donor.
Di samping itu harus dipastikan bahwa eritrosit donor tidak akan
menyebabkan terbentuknya anti bodi yang tidak di inginkan pada resepien.
Terjadi kesalahan penentuan sistem rhesus pada waktu pemeriksaan rutin
Rh pre tranfusi dengan mempergunakan tes serum inkomplet dalam
albumin, di mana dapat terjadi reaksi positif yang tidak spesifik. Hal ini terjadi
karena reaksi langsung dengan albumin. Akibatnya pasien akan membentuk
anti bodi isoimun terhadap anti gen eritrosit, sehingga self tolerance
terganggu. Hal ini diperlihatkan pada percobaan binatang, di mana jika tikus
di suntik dengan eritrosit rat, akan ditemukan adanya auto anti bodi terhadap
eritrositnya sendiri pada tikus.
Terjadinya reaksi hiper sensitifitas pada resepien yang mendapat
tranfusi lebih dari satu kantong, di mana reaksi terjadi secara individual pada
kontak kedua dengan partikel anti gen yang sudah di kenal pada tranfusi darah
sebelumnya. Acquired AIHA dapat terjadi secara primer (idiopatik) atau
sekunder terhadap penyakit yang di derita pasien. Auto anti bodi yang
terbentuk pada AIHA, yang terjadi secara sekunder terhadap penyakit tidak
dapat dibedakan baik secara serologis maupun imunokemikal dengan auto anti
bodi yang terbentuk pada AIHA primer. Auto anti bodi bebas dapat di lihat
pada serum pasien dengan tes anti globulin indirek. Pada sebagian besar kasus
auto anti bodi klas IgG tidak beraglutinasi, karena itu di sebut inkomplet.
Hasil tes yang positif berhubungan dengan beratnya hemolisa.
Jika dipergunakan enzim, sensitifitas tes akan meningkat karena
pengurangan tahanan permukaan yang akan menyebabkan sel lebih sanggup
untuk beraglutinasi, kira-kira dua pertiga pasien memperlihatkan adanya auto
anti bodi bebas. Pada penelitian ini ertrosit dengan IgG dan C3 coated pada
permukaannya terdapat pada 68% kasus, IgG saja 21% dan C3 saja 10.5%.
Sedangkan pola reaksi pada AIHA umumnya adalah 50% dengan IgG dan C3
yang coated pada permukaan eritrosit, 40% dengan IgG saja dan 10% dengan
C3 saja.