Test Pendengaran

38
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Telinga merupakan organ yang penting bagi kehidupan manusia. Fungsi telinga sebagai indra pendengaran mutlak membantu proses komunikasi, proses belajar pada anak-anak terutama, bahkan ada profesi yang membutuhkan kejelian indra pendengaran dalam menerima suara. Dalam fungsinya sebagai indra pendengaran, terkadang mengalami gangguan atau penurunan fungsi, dapat diakibatkan oleh adanya gangguan hantaran udara dan atau tulang, trauma, ataupun karena proses usia. Untuk itu, kita dapat melakukan pemeriksaan tes fungsi pendengaran. Ada beberapa macam test fungsi pendengaran yang lazim dilakukan. Dimulai dari tes yang masih sederhana yakni Tes dengan Penala meliputi Tes Rinne, Webber, dan Swabach. Tes Berbisik, lebih canggih lagi dengan tes audiometri, dan kini sudah kita kenal tes BERA yang merupakan tes neurologik untuk fungsi pendengaran batang otak terhadap rangsangan suara. B. RUMUSAN MASALAH Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam referat ini adalah tes apa saja yang digunakan untuk menilai fungsi pendengaran? 1

Transcript of Test Pendengaran

Page 1: Test Pendengaran

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Telinga merupakan organ yang penting bagi kehidupan manusia. Fungsi

telinga sebagai indra pendengaran mutlak membantu proses komunikasi, proses

belajar pada anak-anak terutama, bahkan ada profesi yang membutuhkan kejelian

indra pendengaran dalam menerima suara.

Dalam fungsinya sebagai indra pendengaran, terkadang mengalami gangguan

atau penurunan fungsi, dapat diakibatkan oleh adanya gangguan hantaran udara dan

atau tulang, trauma, ataupun karena proses usia. Untuk itu, kita dapat melakukan

pemeriksaan tes fungsi pendengaran.

Ada beberapa macam test fungsi pendengaran yang lazim dilakukan. Dimulai

dari tes yang masih sederhana yakni Tes dengan Penala meliputi Tes Rinne,

Webber, dan Swabach. Tes Berbisik, lebih canggih lagi dengan tes audiometri, dan

kini sudah kita kenal tes BERA yang merupakan tes neurologik untuk fungsi

pendengaran batang otak terhadap rangsangan suara.

B. RUMUSAN MASALAH

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam referat ini adalah tes apa

saja yang digunakan untuk menilai fungsi pendengaran?

C. TUJUAN

Dari rumusan masalah diatas, penulis mempunyai tujuan untuk dapat

mengetahui dan mengerti jenis-jenis tes yang digunakan untuk menilai fungsi

pendengaran.

D. MANFAAT PENULISAN

Dari penulisan referat ini diharapkan tercapai manfaat :

1

Page 2: Test Pendengaran

1. Manfaat keilmuan : Sebagai landasan ilmiah mengenai pemeriksaan fungsi

pendengaran.

2. Menfaat praktis : memberikan dasar pemeriksaan fungsi pendengaran bagi

dokter umum di tempat pelayanan kesehatan.

2

Page 3: Test Pendengaran

BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI PENDENGARAN

A. ANATOMI TELINGA

1. Anatomi Telinga Luar

Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (atau pinna) dan kanalis auditorius

eksternus, dipisahkan dari telinga tengah oleh struktur seperti cakram yang

dinamakan membrana timpani. 1

Telinga terletak pada kedua sisi kepala kurang lebih setinggi mata. Aurikulus

melekat ke sisi kepala oleh kulit dan tersusun terutama oleh kartilago, kecuali

lemak dan jaringan bawah kulit pada lobus telinga. Aurikulus membantu

pengumpulan gelombang suara dan perjalanannya sepanjang kanalis auditorius

eksternus. Tepat di depan meatus auditorius eksternus adalah sendi temporal

mandibular. Kaput mandibula dapat dirasakan dengan meletakkan ujung jari di

meatus auditorius eksternus ketika membuka dan menutup mulut. Kanalis

auditorius eksternus panjangnya sekitar 2,5 sentimeter. Sepertiga lateral

mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat di mana kulit terlekat. Dua pertiga

medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis. Kanalis auditorius eksternus

berakhir pada membrana timpani. Kulit dalam kanal mengandung kelenjar khusus,

glandula seruminosa, yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebut serumen.

Mekanisme pembersihan diri telinga mendorong sel kulit tua dan serumen ke

bagian luar telinga. Serumen nampaknya mempunyai sifat antibakteri dan

memberikan perlindungan bagi kulit. 2

Gambar 2.1 Telinga bagian Luar

3

Page 4: Test Pendengaran

2. Anatomi Telinga Tengah

Telinga tengah yang terisi udara dapat dibayangkan sebagai suatu kotak

dengan enam isi. Dinding posteriornya lebih luas daripada dinding anterior

sehingga kotak tersebut berbentuk baji. Promontorium pada dinding medial meluas

ke lateral ke arah umbo dari membran timpani sehingga kotak tersebut lebih sempit

pada bagian tengah.1,2

Telinga tengah berbentuk kubus dengan:

Batas luar : membran timpani

Batas depan : tuba eustachius

Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)

Batas belakang : auditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis

Batas atas : tegmen timpani (meningen/ otak)

Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah, kanalis semi sirkularis

horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round

window), dan promontorium. 3

Gambar 2.2 Telinga dan pembagiannya

4

Page 5: Test Pendengaran

Gambar 2.3 Sketsa telinga tengah

Dinding superior telinga tengah berbatasan dengan lantai fossa kranii media.

Pada dinding bagian atas dinding posterior terdapat auditus ad antrum tulang

mastoid dan dibawahnya adalah saraf fasialis. Otot stapedius timbul pada daerah

saraf fasialis dan tendonnya menembus melalui suatu piramid tulang menuju ke

leher stapes. Saraf korda timpani timbul dari saraf fasialis di bawah stapedius dan

berjalan ke lateral depan menuju inkus tetapi di medial maleus, untuk keluar dari

telinga tengah lewat sutura petrotimpanika. Korda timpani kemudian bergabung

dengan saraf lingualis dan menghantarkan serabut-serabut sekretomotorik ke

ganglion submandibularis dan serabut-serabut pengecap dari duapertiga anterior

lidah. 1,2

Dasar telinga tengah adalah atap bulbus jugularis yang berada di sebelah

superolateral menjadi sinus sigmoideus dan lebih ke tengah menjadi sinus

transversus. Keduanya adalah aliran vena utama rongga tengkorak. Cabang

aurikularis saraf vagus masuk ke telinga tengah dari dasarnya. Bagian bawah

dinding anterior adalah kanalis karotikus. Di atas kanalis tersebut, muara tuba

eustakius dan otot tensor timpani yang menempati daerah superior tuba kemudian

membalik, melingkari prosesus cochleariformis dan berinsersi pada leher maleus.1,2

Dinding lateral dari telinga tengah adalah tulang epitimpanum di bagian atas,

membrana timpani, dan dinding tulang hipotimpanum di bagian bawah. Bangunan

yang paling menonjol pada dinding medial adalah promontorium yang menutup

lingkaran cochlea yang pertama. Saraf timpanikus berjalan melintas promontorium.

Kanalis falopii bertulang yang dilalui saraf fasialis terletak di atas fenestra ovalis

mulai dari prosesus cochleariformis di anterior hingga piramid stapedius di

posterior. 1,2

5

Page 6: Test Pendengaran

Rongga mastoid berbentuk seperti piramid dengan puncak mengarah ke

kaudal. Atap mastoid adalah fossa kranii media. Dinding medial adalah dinding

lateral fossa kranii posterior. Sinus sigmoideus terletak di bawah dura mater pada

daerah tersebut. pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum. Tonjolan

kanalis semi sirkularis lateralis menonjol ke dalam antrum. Di bawah kedua

patokan ini berjalan saraf fasialis dalam kanalis tulangnya untuk keluar dari tulang

temporal melalui foramen stilomastoideus di ujung anterior krista yang dibentuk

oleh insersio otot digastrikus. Dinding lateral mastoid adalah tulang subkutan yang

dengan mudah dapat dipalpasi di posterior aurikula.1

Membrana Timpani

Membrana timpani adalah suatu bangunan berbentuk kerucut dengan

puncaknya, umbo, mengarah ke medial. Membrana timpani umumnya bulat.

Penting untuk disadari bahwa bagian dari rongga telinga tengah yaitu epitimpanum

yang mengandung korpus maleus dan inkus, meluas melampaui batas atas

membrana timpani, dan bahwa ada bagian hipotimpanum yang meluas melampaui

batas bawah membrana timpani. Membrana timpani tersusun oleh suatu lapisan

epidermis di bagian luar, lapisan fibrosa di bagian tengah di mana tangkai maleus

dilekatkan dan lapisan mukosa bagian dalam lapisan fibrosa tidak terdapat diatas

prosesus lateralis maleus dan ini menyebabkan bagian membrana timpani yang

disebut membrana Shrapnell menjadi lemas (flaksid). 1,2,3

Gambar 2.4 Membrana timpani

Tuba Eustachius

Tuba eustachius menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring.

Bagian lateral tuba eustakius adalah bagian yang bertulang. Sementara duapertiga

bagian medial bersifat kartilaginosa. Origo otot tensor timpani terletak di sebelah

6

Page 7: Test Pendengaran

atas bagian bertulang, sementara kanalis karotikus terletak di bagian bawahnya.

Bagian bertulang rawan berjalan melintasi dasar tengkorak untuk masuk ke faring

di atas otot levator palatinum dan tensor palatinum yang masing-masing disarafi

pleksus faringeal dan saraf mandibularis. Tuba eustachius berfungsi untuk

menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membrana timpani. 2

3. Anatomi Telinga Dalam

Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ untuk

pendengaran (cochlea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga

nervus kranial VII (nervus fasialis) dan VIII (nervus cochlea vestibularis)

semuanya merupakan bagian dari komplek anatomi. Cochlea dan kanalis

semisirkularis bersama menyusun tulang labirin. Ketiga kanalis posterior, superior

dan lateral terletak membentuk sudut 90o satu sama lain dan mengandung organ

yang berhubungan dengan keseimbangan. Organ akhir reseptor ini distimulasi oleh

perubahan kecepatan dan arah gerakan seseorang. 2

Cochlea berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm dengan

dua setengah lingkaran spiral dan mengandung organ akhir untuk pendengaran,

dinamakan organ Corti. Di dalam tulang labirin, namun tidak sempurna

mengisinya, labirin membranosa terendam dalam cairan yang dinamakan perilimfe,

yang berhubungan langsung dengan cairan serebrospinal dalam otak melalui

aquaduktus cochlearis. 1

Gambar 2.5 Koklea

7

Page 8: Test Pendengaran

Labirin membranosa tersusun atas utrikulus, akulus, dan kanalis semisirkularis,

duktus cochlearis, dan organan Corti. Labirin membranosa memegang cairan yang

dinamakan endolimfe. Terdapat keseimbangan yang sangat tepat antara perilimfe

dan endolimfe dalam telinga dalam, banyak kelainan telinga dalam terjadi bila

keseimbangan ini terganggu. Percepatan angular menyebabkan gerakan dalam

cairan telinga dalam di dalam kanalis dan merang-sang sel-sel rambut labirin

membranosa. Akibatnya terjadi aktivitas elektris yang berjalan sepanjang cabang

vestibular nervus kranialis VIII ke otak. Perubahan posisi kepala dan percepatan

linear merangsang sel-sel rambut utrikulus. Ini juga mengakibatkan aktivitas

elektris yang akan dihantarkan ke otak oleh nervus kranialis VIII. Di dalam kanalis

auditorius internus, nervus cochlearis, yang muncul dari cochlea, bergabung

dengan nervus vestibularis, yang muncul dari kanalis semisirkularis, utrikulus, dan

sakulus, menjadi nervus cochlearis (nervus kranialis VIII). Yang bergabung dengan

nervus ini di dalam kanalis auditorius internus adalah nervus fasialis (nervus

kranialis VII). Kanalis auditorius internus membawa nervus tersebut batang otak. 2

B. FISIOLOGI PENDENGARAN

Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara

adalah getaran udara yang merambat dari daerah – daerah bertekanan tinggi karena

kompresi (pemadatan) molekul – molekul udara yang berselang seling dengan

daerah – daerah bertekanan rendah karena penjarangan (rafaction) molekul

tersebut. 3

Suara ditandai oleh nada, intensitas, dan timbre. Nada suatu suara ditentukan

oleh frekuensi getaran. Semakin tinggi frekuensi maka semakin tinggi nada.

Telinga manusia dapat mendeteksi gelombang suara dengan frekuensi dari 20 –

20000 siklus per detik, tetapi paling peka terhadap frekuensi antara 1000 – 4000

siklus per detik. Intensitas atau kepekaan suatu suara bergantung pada amplitude

gelombang suara, atau perbedaan tekanan antara daerah pemampatan yang

bertekanan tinggi dan daerah penjarangan yang bertekanan rendah. 3

8

Page 9: Test Pendengaran

Kepekakan dinyatakan dalam desibel (dB). Timbre atau kualitas suara

bergantung pada nada tambahan yaitu frekuensi tambahan yang menimpa nada

dasar. 3

Proses pendengaran dimulai dari masuknya gelombang suara melalui pinna

lalu dibawa ke dalam meatus auditus eksterna hingga mencapai membran timpani.

Gelombang suara yang mencapai membran timpani akan menggetarkan membran

timpani. Telinga tengah akan memindahkan gerakan bergetar membran timpani ke

cairan telinga dalam. Perpindahan ini dipermudah dengan adanya rantai yang

terdiri dari tulang – tulang pendengaran ( maleus, inkus, stapes) yang berjalan

melintasi telinga tengah. Ketika membran timpani bergetar maka rantai tulang

tersebut akan melanjutkan gerakan dengan frekuensi yang sama ke jendela oval.

Tekanan di jendela oval akibat setiap getaran yang dihasilkan menimbulkan getaran

seperti gelombang pada cairan telinga dalam frekuensi yang sama dengan frekuensi

gelombang suara semula. Namun, karena dibutuhkan tekanan yang lebih besar

untuk menggerakkan cairan terdapat dua mekanisme yang berkaitan dengan sistem

tulang pendengaran untuk memperkuat tekanan gelombang suara dari udara untuk

menggetarkan cairan di cochlea. 3

Pertama, karena luas permukaan membran timpani jauh lebih besar

dibandingkan luas permukaan dari jendela oval, terjadi peningkatan tekanan ketika

gaya yang bekerja di membran timpani disalurkan ke jendela oval. 3

Rumus (tekanan=gaya/ luas permukaan).

Kedua, efek pengungkit tulang-tulang pendengaran menghasilkan keuntungan

mekanis tambahan. Kedua mekanisme ini bersama-sama meningkatkan gaya yang

timbul pada jendela oval sebesar dua puluh kali lipat dari gelombang suara yang

langsung mengenai jendela oval. Stapes yang bergetar oleh karena gelombang

suara akan menggetarkan jendela oval lalu cairan perilimfe akan bergerak menuju

jendela bundar melewati helikotrema dan pada saat stapes tertarik dari jendela oval

maka cairan akan kembali menuju jendela oval dari jendela bundar. Gelombang

tekanan frekuensi yang berkaitan dengan penerimaan suara mengambil jalan pintas.

Gelombang tekanan di skala vestibule akan menembus membran Reissner masuk

ke dalam duktus cochlearis dan kemudian melalui membran basiliaris ke skala

9

Page 10: Test Pendengaran

timpani, tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela bundar menonjol keluar

masuk bergantian. Perbedaan utama jalur ini adalah bahwa transmisi gelombang

tekanan melalui membran basiliaris menyebabkan membran ini bergerak naik

turun. Pada saat membran basiliaris bergerak naik, maka akan membuka saluran –

saluran ion gerbang mekanis di sel-sel rambut terbuka sehingga akan menyebabkan

Ca2+ dan K+ masuk ke dalam sel sehingga terjadi depolarisasi sedangkan pada saat

membran basiliaris bergerak turun, maka akan menutup saluran – saluran ion

gerbang mekanis di sel-sel rambut tertutup sehingga akan menyebabkan Ca2+ dan

K+ tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga terjadi hiperpolarisasi. 3

Adanya gerakan naik turun dari membran basiliaris akan menyebabkan

depolarisasi hiperpolarisasi secara bergantian sehingga timbullah aksi potensial

berjenjang pada sel – sel reseptor yang akan menghasilkan neourotansmitter yang

bersinaps pada ujung-ujung serat saraf aferen yang membentuk saraf cochlearis.

Saraf cochlearis akan bergabung dengan saraf vestibularis menjadi saraf

vestibulocochlearis ( N.VIII), dari sini aksi potensial akan disalurkan sebagian ke

inferior kollikulus dan sebagian lagi diteruskan ke medulla oblongata lalu ke

lemniskus lateralis selanjutnya ke mesensefalon dan terakhir ke korteks

pendengaran pada lobus temporalis area Broadmann 41. Di lobus temporalis,

informasi dari saraf akan diterjemahkan menjadi persepsi suara. 3,4

Gambar 2.6 Fisiologi Pendengaran

10

Page 11: Test Pendengaran

BAB III

PEMBAHASAN

TEST PENDENGARAN

A. TEST PENALA

Satu perangkat penala yang memberikan skala pendengaran dari frekuensi

rendah hingga tinggi akan memudahkan survei kepekaan pendengaran. Perangkat

yang lazim mengambil beberapa sampel nada C dari skala musik, yaitu 128, 256,

512, 1024, 2048, 4096 dan 8192 Hz. Hz adalah singkatan dari Hertz yang

merupakan istilah kontemporer dari “siklus per detik” sebagai satuan frekuensi.

Semakin tinggi frekuensi, makin tinggi pula nadanya. Dengan membatasi survei

pada frekuensi bicara, maka frekuensi 512,1024, 2048 sudah memadai. 2

1. Test Rinne

Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran

tulang (HT) dengan hantaran udara (HU) pada satu telinga pasien. 1,2

Ada 2 macam tes rinne , yaitu :

a. Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya

tegak lurus pada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus

eksternus). Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita

pindahkan didepan meatus akustikus eksternus pasien. Tes Rinne positif jika

pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien

tidak dapat mendengarnya.

b. Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya

secara tegak lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garputala

didepan meatus akustikus eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah

bunyi garputala didepan meatus akustikus eksternus lebih keras dari pada

dibelakang meatus skustikus eksternus (planum mastoid). Tes rinne positif jika

pasien mendengar didepan maetus akustikus eksternus lebih keras. Sebaliknya

tes rinne negatif jika pasien mendengar didepan meatus akustikus eksternus

lebih lemah atau lebih keras dibelakang.

11

Page 12: Test Pendengaran

Tabel 3.1

Hasil Uji Rinne, Macam gangguan Pendengaran dan

Lokasi Gangguan Telinga

Hasil Uji Rinne Status Pendengaran Lokus

Positif HU ≥ HT Normal atau gangguan

sensorineural

Tak ada atau koklearis-

retrokoklearis

Negatif HU < HT Gangguan konduksi Telinga luar atau tengah

Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi baik berasal dari

pemeriksa maupun pasien. Kesalahan dari pemeriksa misalnya meletakkan

garputala tidak tegak lurus, tangkai garputala mengenai rambut pasien dan kaki

garputala mengenai aurikula pasien. 2

Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia

sudah tidak mendengar bunyi garputala saat kita menempatkan garputala di

planum mastoid pasien. Akibatnya getaran kedua kaki garputala sudah berhenti

saat kita memindahkan garputala kedepan meatus akustukus eksternus. Juga bisa

karena jaringan lemak planum mastoid pasien tebal. 2

2. Test Weber

Tujuan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara

kedua telinga pasien. Cara kita melakukan tes weber yaitu: membunyikan

garputala 512 Hz lalu tangkainya kita letakkan tegak lurus pada garis horizontal.

Menurut pasien, telinga mana yang mendengar atau mendengar lebih keras. Jika

telinga pasien mendengar atau mendengar lebih keras 1 telinga maka terjadi

lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua pasien sama-sama tidak mendengar

atau sama-sama mendengar maka berarti tidak ada lateralisasi. 1

Getaran melalui tulang akan dialirkan ke segala arah oleh tengkorak,

sehingga akan terdengar diseluruh bagian kepala. Pada keadaan ptologis pada

MAE atau cavum timpani misal : otitis media purulenta pada telinga kanan. Juga

adanya cairan atau pus di dalam cavum timpani ini akan bergetar, bila ada bunyi

segala getaran akan didengarkan di sebelah kanan. 2

12

Page 13: Test Pendengaran

Gambar 3.1 Tes Rinne dan Tes Weber

3. Test Swabach

Membandingkan daya transport melalui tulang mastoid antara pemeriksa

(Normal) dengan pasien. Gelombang-gelombang dalam endolymphe dapat

ditimbulkan oleh getaran yang datang melalui udara. Getaran yang datang melalui

tengkorak, khususnya osteo temporal. 2

Cara pemeriksaan :

Pemeriksa meletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan pada puncak

kepala pasien. Pasien akan mendengar suara garputala itu makin lama makin

melemah dan akhirnya tidak mendengar suara garputala lagi. Pada saat garputala

tidak mendengar suara garputala, maka pemeriksai akan segera memindahkan

garputala itu, ke puncak kepala orang yang diketahui normal ketajaman

pendengarannya (pembanding). Bagi pembanding dua kemungkinan dapat terjadi :

akan mendengar suara, atau tidak mendengar suara. 2

13

Page 14: Test Pendengaran

Gambar 3.2 Test Swabach

Contoh :

Seorang dengan kurang pendengaran pada telinga kanan:

Hasil tes penala :

UJI TELINGA KANAN TELINGA KIRI

Rinne Negative Positif

Weber Lateralisasi kekanan

Schwabach Memanjang Sesuai dengan pemeriksa

Kesimpulan : tuli konduktif pada telinga kanan

Tabel 3.2

Kesimpulan hasil tes penala

TESTDIAGNOSIS

RINNE WEBER SCHWABACH

Positif Tidak ada lateralisasi Sama dengan pemeriksa Normal

NegativeLateralisasi ke telinga yang

sakitMemanjang Tuli konduktif

PositifLateralisasi ke telinga yang

sehatMemendek Tuli sensorineural

CatatanPada tuli konduktif < 30 dB, Rinne bisa masih positif

14

Page 15: Test Pendengaran

B. TES BERBISIK

Pemeriksaan ini bersifat semi-kuantitatif, menentukan derajat ketulian secara

kasar. Hal ini yang diperlukan adalah ruangan yang cukup tenang, dengan panjang

minimal 6 meter. Pada nilai normal tes berbisik : 5/6-6/6. 2

Caranya ialah dengan membisikkan kata-kata yang dikenal penderita dimana

kata-kata itu mengandung huruf lunak dan huruf desis. Lalu diukur berapa meter jarak

penderita dengan pembisiknya sewaktu penderita dapat mengulangi kata - kata yang

dibisikan dengan benar. Pada orang normal dapat mendengar 80% dari kata-kata yang dibisikkan

pada jarak 6 s/d 10 meter. Apabila kurang dari 5 ± 6 meter berarti ada

kekurang pendengaran. Apabila penderita tak dapat mendengarkan kata-kata dengan

huruf lunak , berarti tuli konduksi. Sebaliknya bila tak dapat mendengar kata-kata dengan huruf

desis berarti tuli persepsi. Apabila dengan suara bisik sudah tidak dapat mendengar

dites dengan suara konversasi atau percakapan biasa. Orang normal dapat mendengar

suara konversasi pada jarak 200 meter 2

Penilaian (menurut Feldmann) :

Normal : 6-8 m

Tuli ringan : 4 - <6m

Tuli sedang : 1 - <4 m

Tuli berat : 25 cm - <1 m

Tuli Total : <25 cm

C. AUDIOMETRI

Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu audiometri. Alat ini

menghasilkan nada-nada murni dengan frekuensi melalui earphone. Pada setiap

frekuensi ditentukan intensitas ambang dan diplotkan pada sebuah grafik sebagai

presentasi dari pendengaran normal. Hal ini menghasilkan pengukuran obyektif

derajat ketulian dan gambaran mengenai rentang nada yang paling terpengaruh. 1

Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti mendengar dan

mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur

ketajaman pendengaran, tetapi juga dapat dipergunakan untuk menentukan

lokalisasi kerusakan anatomis yang menimbulkan gangguan pendengaran. 1

15

Page 16: Test Pendengaran

Audiometri adalah sebuah alat yang digunakan untuk mengetahui level

pendengaran seseorang. Dengan bantuan sebuah alat yang disebut dengan

audiometri, maka derajat ketajaman pendengaran seseorang dapat dinilai. Tes

audiometri diperlukan bagi seseorang yang merasa memiliki gangguan

pendengeran atau seseorang yang akan bekerja pada suatu bidang yang

memerlukan ketajaman pendengaran. 1

Dalam mendeteksi kehilangan pendengaran, audiometer adalah satu-

satunya instrumen diagnostik yang paling penting. Uji audiometri ada dua macam:

(1) audiometri nada-murni, di mana stimulus suara terdiri atas nada murni atau

musik (semakin keras nada sebelum pasien bisa mendengar berarti semakin besar

kehilangan pendengarannya), dan (2) audiometri wicara di mana kata yang

diucapkan digunakan untuk menentukan kemampuan mendengar dan membedakan

suara. 1

Ahli audiologi melakukan uji dan pasien mengenakan earphone dan sinyal

mengenai nada yang didengarkan. Ketika nada dipakai secara langsung pada

meatus kanalis auditorius eksternus, kita mengukur konduksi udara. 1

Bila stimulus diberikan pada tulang mastoid, melintas mekanisme konduksi

(osikulus), langsung menguji konduksi saraf. Agar hasilnya akurat, evaluasi

audiometri dilakukan di ruangan yang kedap suara. Respons yang dihasil-kan

diplot pada grafik yang dinamakan audiogram. 1,2

Frekuensi

Merujuk pada jumlah gelombang suara yang dihasilkan oleh sumber bunyi

per detik siklus perdetik atau hertz (Hz). Telinga manusia normal mampu

mendengar suara dengan kisaran frekwensi dari 20 sampai 20.000Hz. 500 sampai

2000 Hz yang paling penting untuk memahami percakapan sehari-hari yang dikenal

sebagai kisaran wicara. 1

Nada adalah istilah untuk menggambarkan frekuensi; nada dengan

frekwensi 100 Hz dianggap sebagai nada rendah, dan nada 10.000 Hz dianggap

sebagai nada tinggi. Unit untuk mengukur kerasnya bunyi (intensitas suara) adalah

desibel (dB), tekanan yang ditimbulkan oleh suara. Kehilangan pendengaran diukur

dalam desibel, yang merupakan fungsi logaritma intensitas dan tidak bisa dengan

mudah dikonversikan ke persentase. Ambang kritis kekerasan adalah sekitas 30 dB.

16

Page 17: Test Pendengaran

Beberapa contoh intensitas suara yang biasa termasuk gesekan kertas dalam

lingkungan yang sunyi, terjadi pada sekitar 15 dB; per kapan rendah, 40 dB; dan

kapal terbang jet sejauh kaki, tercatat sekitar 150 dB. 1

Audiometri nada murni

Suatu sisitem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik yang dapat

menghasilkan bunyi nada-nada murni dari berbagai frekuensi 250-500, 1000-2000,

4000-8000 dan dapat diatur intensitasnya dalam satuan desibel (dB). Bunyi yang

dihasilkan disalurkan melalui earphone dan vibrator tulang ketelinga orang yang

diperiksa pendengarannya. Masing-masing untuk menukur ketajaman pendengaran

melalui hantaran udara dan hantaran tulang pada tingkat intensitas nilai ambang,

sehingga akan didapatkan kurva hantaran tulang dan hantaran udara. Dengan

membaca audiogram ini kita dapat mengetahui jenis dan derajat kurang

pendengaran seseorang. Gambaran audiogram rata-rata sejumlah orang yang

berpendengaran normal dan berusia sekitar 20-29 tahun merupakan nilai ambang

baku pendengaran untuk nada murni. 3

Tabel 3.3

Klasifikasi kehilangan pendengaran

Kehilangan

(Desibel)Klasifikasi

0-15 Pendengaran normal

>15-25 Kehilangan pendengaran kecil

>25-40 Kehilangan pendengaran ringan

>40-55 Kehilangan pendengaran sedang

>55-70 Kehilangan pendenngaran sedang sampai berat

>70-90 Kehilangan pendengaran berat

>90 Kehilangan pendengaran berat sekali

Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran pasien pada

stimulus nada murni. Nilai ambang diukur dengan frekuensi yang berbeda-beda.

Secara kasar bahwa pendengaran yang normal grafik berada diatas. Grafiknya terdiri

17

Page 18: Test Pendengaran

dari skala decibel, suara dipresentasikan dengan aerphon (hantaran udara/air

conduction/AC) dan skala skull vibrator (hantaran tulang/bone conduction/BC). 2

18

Page 19: Test Pendengaran

Gambar 3.3 Pemeriksaan Audiometri

Pada dasarnya tuli mengakibatkan gangguan komunikasi, apabila seseorang

masih memiliki sisa pendengaran diharapkan dengan bantuan alat bantu dengar

(ABD/hearing AID) suara yang ada diamplifikasi, dikeraskan oleh ABD sehingga bisa

terdengar. Prinsipnya semua tes pendengaran agar akurat hasilnya, tetap harus pada

ruang kedap suara minimal sunyi. Karena kita memberikan tes pada frekuensi tertentu

dengan intensitas lemah, kalau ada gangguan suara pasti akan mengganggu penilaian. 1

Pada audiometri tutur, memang kata-kata tertentu dengan vocal dan konsonan

tertentu yang dipaparkan ke penderita. Intensitas pada pemeriksaan audiometri bisa

dimulai dari 20 dB bila tidak mendengar 40 dB dan seterusnya, bila mendengar

intensitas bisa diturunkan 0 dB, berarti pendengaran baik. Tes sebelum dilakukan

audiometri tentu saja perlu pemeriksaan telinga : apakah congek atau tidak (ada cairan

dalam telinga), apakah ada kotoran telinga (serumen), apakah ada lubang gendang

telinga, untuk menentukan penyebab kurang pendengaran.1

D. Brainstem Evoked Response Audiometri (BERA)

Brainstem Evoked Response Audiometri (BERA) merupakan tes neurologik untuk

fungsi pendengaran batang otak terhadap rangsangan suara (click). Pertama kali

diuraikan oleh Jewett dan Williston pada tahun 1971, BERA merupakan aplikasi yang

paling umum digunakan untuk menilai respon yang dibangkitkan oleh rangsangan

suara. Administrasi dan pelaksanaan tes ini biasanya oleh para ahli audiologi. 5

Indikasi BERA :

19

Page 20: Test Pendengaran

Berbagai kondisi yang dianjurkan untuk pemeriksaan BERA antara lain bayi baru

lahir untuk mengantisipasi gangguan perkembangan bicara/bahasa. Jika ada anak yang

mengalami gangguan atau lambat dalam berbicara, mungkin salah satu sebabnya karena

anak tersebut tidak mampu menerima rangsangan suara karena adanya gangguan di

telinga.6

BERA juga dapat dimanfaatkan untuk menentukan sumber gangguan pendengaran

apakah di cochlea atau retro choclearis, mengevaluasi brainstem (batang otak), serta

menentukan apakah gangguan pendengaran disebabkan karena psikologis atau fisik.

Pemeriksaan ini relatif aman, tidak nyeri, dan tidak ada efek samping, sehingga bisa juga

dimanfaatkan untuk Screening Medical Check Up.7

BERA mengarah pada pembangkitan potensial yang ditimbulkan dengan suara

singkat atau nada khusus yang ditransmisikan dari transduser akustik dengan

menggunakan earphone atau headphone (headset). Bentuk gelombang yang ditimbulkan

dari respon tersebut dinilai dengan menggunakan elektrode permukaan yang biasannya

diletakkan pada bagian vertex kulit kepala dan pada lobus telinga. Pencatatan rata-rata

grafiknya diambil berdasarkan panjang gelombang/amplitudo (microvoltage) dalam waktu

(millisecond), mirip dengan EEG. Puncak dari gelombang yang timbul ditandai dengan I-

VII. Bentuk gelombang tersebut normalnya muncul dalam periode waktu 10 millisecond

setelah rangsangan suara (click) pada intensitas tinggi (70-90 dB tingkat pendengaran

normal/normal hearing level [nHL]).5

Meskipun BERA memberikan informasi mengenai fungsi dan sensitivitas

pendengaran, namun tidak merupakan pengganti untuk evaluasi pendengaran formal, dan

hasil yang didapat harus dapat dihubungkan dengan hasil audiometri yang biasa

digunakan, jika tersedia.5

Fisiologi

Brainstem Evoke Response Audiometri (BERA) biasanya menggunakan

rangsangan suara klik yang menghasilkan respon dari regio basilar cochlea. Sinyalnya

berjalan melalui jalur pendengaran/auditori pathway dari kompleks inti cochlear,

proksimal ke colliculus inferior. Gelombang BERA I dan II berkaitan dengan potensial

aksi yang benar. Gelombang selanjutnya mungkin menggambarkan aktivitas postsinaptik

pada pusat auditori batang otak utama secara bersamaan menimbulkan bentuk gelombang

20

Page 21: Test Pendengaran

puncak dan palung. Puncak positif dari bentuk gelombang menunjukkan aktivitas aferen

kombinasi (dan kemungkinan juga eferen) dari jalur axonal pada batang otak auditory.5

Reaksi yang timbul sepanjang jaras-jaras saraf pendengaran dapat dideteksi

berdasarkan waktu yang dibutuhkan (satuan milidetik) mulai dari saat pemberian impuls

sampai menimbulkan reaksi dalam bentuk gelombang. Gelombang yang terjadi sebenarnya

ada 7 buah, namun yang penting dicatat adalah gelombang I, III, dan V.5

Gambar 3.4 BERA dan penempatan elektroda-nya

Komponen Bentuk Gelombang

Gelombang I: Respon gelombang BERA I merupakan gambaran yang luas dari potensial

aksi saraf auditori gabungan pada bagian distal dari nervus cranialis (CN) VIII. Respon

tersebut dipercaya berasal dari aktivitas aferen dari serabut saraf CN VIII (neuron urutan

pertama) saat meninggalkan cochlea dan masuk ke canalis auditori internal.

Gelombang II: gelombang BERA II ditimbulkan oleh nervus VIII proksimal saat

memasuki batang otak.

Gelombang III: gelombang BERA III muncul dari aktivitas aktivitias saraf urutan kedua

arises from (diluar CN VIII) di dalam atau di dekat nukleus cochlearis. Literatur

menyatakan bahwa gelombang III ditimbulkan pada bagian caudal dari pons auditori.

21

Page 22: Test Pendengaran

Nukleus cochlearis mengandung hampir 100.000 neuron, kebanykan dipersarafi oleh

sembilan serabut saraf.

Gelombang IV: gelombang BERA IV, yang sering memiliki puncak yang sama dengan

gelombang V, diperkirakan muncul dari neuron urutan ketiga pontine yang kebanyakan

terletak pada kompleks olivary superior, tetapi kontribusi tambahan untuk terbentuknya

gelombang IV dapat datang dari nukleus cochlearis dan nukleus dari lemniskus lateral.

Gelombang V: pembentukan gelombang V kemungkinan merupakan dari aktivitas dari

struktur auditori anatomik multipel. Gelombang BERA V merupakan komponen yang

paling sering di analisa pada aplikasi klinis BERA. Meskipun terdapat beberapa database

mengenai hal yang tepat dalam pembentukan gelombang V, gelombang V dipercaya

berasal dari sekitar colliculus inferior. Aktivitas neuron urutan kedua mungkin secara

sekunder mempengaruhi beberapa hal dalam pembentukan gelombang V. Colliculus

inferior merupakan sebuah struktur yang komplex, dengan lebih dari 99% akson dari regio

auditori batang otak bawah melewati lemniskus lateral ke colliculus inferior.

Gelombang VI dan VII: Gelombang VI dan VII dianggap berasal dari thalamus (medial

geniculate body), tetapi tempat pembentukan sebenarnya masih diragukan.5

Aplikasi

Identifikasi Patologi Retrocochlear

Brainstem Evoke Response Audiometri (BERA) dipertimbangkan sebagai alat

screening yang efektif dalam mengevaluasi audiometry kecurigaan patologi retrocochlear

seperti acoustic neuroma atau vestibular schwannoma. Meskipun demikian, gambaran

BERA yang abnormal yang menyarankan adanya patologi retrocochlear memiliki indikasi

untuk perlu dilakukannya pemeriksaan MRI pada cerebellopontine. 5

Symptom Pada Patologi Nervus Delapan

Gejala klinis dapat meliputi yang dibawah ini, tapi tidak terbatas hanya pada gejala-gejala

tersebut saja:

Kehilangan pendengaran sensorineural asimetris atau unileteral

22

Page 23: Test Pendengaran

Kehilangan pendengaran frekuensi tinggi asimetris

Tinnitus unilateral

Tingkat mengenali kata-kata yang buruk secara unilateral atau bilateral yang

dibandingkan dengan derajat kehilangan pendengaran sensorineural

Merasakan adanya distorsi suara saat pendengaran perifer normal.5

Evaluasi Respon Pendengaran/Auditori Batang Otak

Dalam hal patologi retrocochlear, banyak faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

hasil pemeriksaan BERA, termasuk derajat kehilangan pendengaran sensorineural,

kehilangan pendengaran asymmetris, batasan pengujian, dan faktor-faktor pasien lainnya.

Pengaruh ini dapat terjadi saat melakukan pemeriksaan maupun saat menganalisa hasil

pemeriksaan BERA.5

Penemuan yang menandakan adanya patologi retrocochlear pathology dapat

meliputi satu atau lebih dari tanda berikut ini:

Perbedaan latensi gelombang V interaural absolut (IT5) – memanjang

Interval antar puncak gelombang I-V interaural - memanajang

Latensi absolut dari gelombang V – memanjang dibandingkan dengan data

normatif

Latensi absolut dan latensi interval antar puncak gelombang I-III, I-V, III-V –

memanjang dibandingkan dengan data normatif

Tidak adanya respon auditori batang otak pada telinga yang dilakukan

pemeriksaan.5

Secara umum, pemeriksaan BERA menujukkan sensitivitas lebih dari 90% dan spesifisitas

mendekati 70-90%.5

Sensitivitas untuk tumor kecil tidak sebesar nilai tersebut diatas. Karena alasan

tersebut, pasien-pasien yang asimptomatik dengan hasil pemeriksaan BERA normal

sebaiknya menjalani audiogram dalam 6 bulan untuk memonitor perubahan yang terjadi

terhadap sensitivitas pendengaran atau tinnitus. Pemeriksaan BERA dapat diulangi jika

terdapat indikasi. Sebagai alternatif lain, MRI yang diperkuat dengan gadolinium, dimana

23

Page 24: Test Pendengaran

telah menjadi patokan standard, dapat digunakan untuk mengidentifikasi vestibular

schwannoma yang sangat kecil (3-mm).5

Aplikasi lainnya dari BERA.

Aplikasi lain dari BERA terus dikembangkan. Penelitian yang baru-baru ini

dilakukan menunjukkan bahwa meskipun latensi gelombang BERA keseluruhan masih

dalam batas normal pada pasien dengan tinnitus, pasien-pasien tersebut memiliki latensi

yang lebih panjang dari pada pasien-pasien kontrol tanpa tinnitus. Hal tersebut

menunjukkan bahwa BERA dapat berguna dalam memonitor dan memahami

tinnitus. BERA juga telah digunakan untuk mengetahui prognostik pasien-pasien koma. 

Penelitian menemukan bahwa pasien-pasien dengan GCS (Glasgow coma scale) 3 dan

yang memiliki hasil pemeriksaan BERA secara signifikan abnormal memiliki

kemungkinan yang lebih besar terhadap kematian dari pada yang memiliki hasil

pemeriksaan BERA normal.5,7

BAB IV

KESIMPULAN

Ada beberapa pemeriksaan fungsi pendengaran yakni :

24

Page 25: Test Pendengaran

1. Tes Penala (Tes Rinne, Webber, dan Swabach), Dengan hasil sebagai berikut :

2. Tes Berbisik.

Penilaian untuk Tes Berbisik menurut Feldmann adalah sebagai berikut :

Normal : 6-8 m

Tuli ringan : 4 - <6m

Tuli sedang : 1 - <4 m

Tuli berat : 25 cm - <1 m

Tuli Total : <25 cm

3. Audiometri, dan

Hasil pemeriksaan audiometri (kehilangan pendengaran)

Kehilangan (Desibel) Klasifikasi

0-15 Pendengaran normal

25

TESTDIAGNOSIS

RINNE WEBER SCHWABACH

Positif Tidak ada lateralisasi Sama dengan pemeriksa Normal

NegativeLateralisasi ke telinga yang

sakitMemanjang Tuli konduktif

PositifLateralisasi ke telinga yang

sehatMemendek Tuli sensorineural

CatatanPada tuli konduktif < 30 dB, Rinne bisa masih positif

Page 26: Test Pendengaran

>15-25 Kehilangan pendengaran kecil

>25-40 Kehilangan pendengaran ringan

>40-55 Kehilangan pendengaran sedang

>55-70 Kehilangan pendenngaran sedang sampai berat

>70-90 Kehilangan pendengaran berat

>90 Kehilangan pendengaran berat sekali

4. Brainstem Evoked Response Audiometri (BERA) yakni tes neurologik untuk fungsi pendengaran batang otak terhadap rangsangan suara. Dapat juga untuk menentukan sumber gangguan pendengaran apakah di cochlea atau retro choclearis, mengevaluasi brainstem (batang otak), serta menentukan apakah gangguan pendengaran disebabkan karena psikologis atau fisik. Pemeriksaan ini relatif aman, tidak nyeri, dan tidak ada efek samping, sehingga bisa juga dimanfaatkan untuk Screening Medical Check Up

26

Page 27: Test Pendengaran

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &

Leher. Edisi 6. Penerbit FKUI Jakarta, 2011.

2. Boies, Adam. Buku Ajar Penyakit THT edisi 6 cetakan VI. Penerbit Buku Kedokteran

EGC : 2010.

3. Guyton,AC, Hall,JE, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, 1997, editor: irawati setiawan,

ed. 9, 1997, Jakarta: EGC

4. Pearce, Evelyn C, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Gramedia, Jakarta,2004

5. Bhattacharyya, Neil, Auditory Brainstem Response Audiometry, dikutp dari situs: http://emedicine.medscape.com, 2009

6. Dr. Wijana, Sp.THT, Apakah Bayiku Tuli?, dikutip dari situs: http://pr.qiandra.net.id, 2010

7. Dr. T. Balasubramanian M.S. D.L.O, BERA, dikutip dari situs: http://www.drtbalu.co.in/bera.html, 2008

27