Contoh Tugas

38
Contoh Tugas :Manajemen Sumber Daya Manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adalah kenyataan yang tidak dapat disangkal bahwa motivasi dasar bagi kebanyakan orang menjadi pegawai pada suatu organisasi tertentu adalah untuk mencari nafkah. Berarti apabila di satu pihak seseorang menggunakan pengetahuan, keterampilan, tenaga dan sebahagian waktunya untuk berkarya pada suatu organisasi, di lain pihak ia mengharapkan rnenerima kompensasi tertentu. Berangkat dan pandangan demikiann, dewasa ini masalah kompensasi dipandang sebagai salah satu tantangan yang harus dihadapi oleh manajemen suatu organisasi. Dikatakan merupakan tantangan karena kompensasi oleh para pekerja tidak lagi dipandang sernata-mata sebagai alat pemuasan kebutuhan materielnya, akan tetapi sudah dikaitkan dengan harkat dan martabat manusia. Sebaliknya organisasi cenderung melihatnya sebagai beban yang harus dipikul oleh organisasi tersebut dalam rangka upaya pencapaian tujuan dan berbagai sasarannya. Berarti bahwa dalam mengembangkan dan menerapkan suatu sistem kompensasi tertentu, kepentingan organisasi dan kepentingan para pekerja mutlak perlu diperhitungkan. Kepentingan para pekerja harus mendapat perhatian dalam arti bahwa kompensasi yang diterimanya atas jasa yang diberikan kepada organisasi harus memungkinkannya mempertahankan harkat dan martabatnya sebagai insan yang terhormat. Tegasnya kompensasi tersebut memungkinkannya mempertahankan taraf hidup yang wajar dan layak serta hidup mandiri tanpa menggantungkan pemenuhan berbagai jenis kebutuhannya pada orang lain.

Transcript of Contoh Tugas

Page 1: Contoh Tugas

Contoh Tugas :Manajemen Sumber Daya Manusia

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar BelakangAdalah kenyataan yang tidak dapat disangkal bahwa motivasi dasar bagi kebanyakan orang menjadi pegawai pada suatu organisasi tertentu adalah untuk mencari nafkah. Berarti apabila di satu pihak seseorang menggunakan pengetahuan, keterampilan, tenaga dan sebahagian waktunya untuk berkarya pada suatu organisasi, di lain pihak ia mengharapkan rnenerima kompensasi tertentu.

Berangkat dan pandangan demikiann, dewasa ini masalah kompensasi dipandang sebagai salah satu tantangan yang harus dihadapi oleh manajemen suatu organisasi. Dikatakan merupakan tantangan karena kompensasi oleh para pekerja tidak lagi dipandang sernata-mata sebagai alat pemuasan kebutuhan materielnya, akan tetapi sudah dikaitkan dengan harkat dan martabat manusia.

Sebaliknya organisasi cenderung melihatnya sebagai beban yang harus dipikul oleh organisasi tersebut dalam rangka upaya pencapaian tujuan dan berbagai sasarannya. Berarti bahwa dalam mengembangkan dan menerapkan suatu sistem kompensasi tertentu, kepentingan organisasi dan kepentingan para pekerja mutlak perlu diperhitungkan.Kepentingan para pekerja harus mendapat perhatian dalam arti bahwa kompensasi yang diterimanya atas jasa yang diberikan kepada organisasi harus memungkinkannya mempertahankan harkat dan martabatnya sebagai insan yang terhormat. Tegasnya kompensasi tersebut memungkinkannya mempertahankan taraf hidup yang wajar dan layak serta hidup mandiri tanpa menggantungkan pemenuhan berbagai jenis kebutuhannya pada orang lain.

Kepentingan organisasi harus terjamin dalam arti bahwa melalui pengerahan kemampuan, pengetahuan, keterampilan, waktu dan tenaga para pekerjanya, organisasi dapat mencapai tujuan dan sasarannya yang pada gilirannya memungkinkan organisasi tidak hanya sekedar mempertahankan eksistensinya, melainkan juga untuk bertumbuh dan berkembang, baik dalam arti kuantitatif maupun kualitatif.

Dengan perkataan lain suatu sistem kompensasi yang baik adalah sistem yang mampu menjamin kepuasan para anggota organisasi yang pada gilirannya memungkinkan organisasi memperoleh, memelihara dan mempekerjakan sejumlah orang yang dengan berbagai sikap dan perilaku positif bekerja dengan produktif bagi kepentingan organisasi.Jika para anggota organisasi diliputi oleh rasa tidak puas atas kompensasi yang diterimanya, dampaknya bagi organisasi akan sangat bersifat negatif. Artinya, jika ketidakpuasan tersebut tidak terselesaikan dengan baik, merupakan hal yang wajar apabila para anggota organisasi menyatakan keinginan untuk memperoleh kompensasi yang bukan saja jumlahnya lebih besar, akan tetapi juga lebih adil. Dikatakan wajar sebab

Page 2: Contoh Tugas

ada kaitannya dengan berbagai segi kehidupan kekaryaan para anggota organisasi seperti prestasi kerja, keluhan, tingkat kemangkiran yang tinggi, seringnya terjadi kecelakaan dalam pelaksanaan tugas dan bahkan pemogokan serta keinginan pindah bekerja ke organisasi yang lain. Kalaupun para pegawai tidak meninggalkan organisasi dan pindah ke organisasi lain, yang sangat mungkin terjadi ialah timbulnya berbagai masalah dalam kekaryaannya yang bersifat psikologis, teknis dan adininistratif.

Apabila suatu organisasi tidak mampu mengembangkan dan menerapkan suatu sistem kompensasi yang memuaskan, organisasi bukan hanya akan kehilangan tenaga-tenaga terampil dan berkemampuan tinggi, akan tetapi juga akan kalah bersaing di pasaran tenaga kerja. Jika situasi demikiann terus berlanjut, organisasi yang bersangkutan akan tidak mampu menghasilkan produk yang memungkinkannya mencapai tujuan dan berbagai sasarannya. Jelaslah bahwa pentingnya pengembangan dan penerapan suatu sistem kompensasi yang handal sangat penting bagi semua bentuk dan jenis organisasi, tidak hanya berlaku bagi organisasi niaga.

Memang benar bahwa dalam mengembangkan dan menerapkan suatu sistem kompensasi tertentu, suatu organisasi menghadapi berbagai kondisi dan tuntutan yang tidak hanya bersifat internal, seperti kemampuan organisasi membayar upah dan gaji yang wajar, akan tetapi sering pula bersifat eksternal seperti berbagai peraturan perundang-undangan, persaingan di pasaran kerja dan lain sebagainya.

B. Landasan Teori

Kompensasi, seperti yang didefinisikan oleh Dessler (1997), merupakan semua bentuk pembayaran atau kompensasi yang diberikan kepada karyawan dan timbul dari pekerjaan karyawan tersebut. Agar dapat memberikan keuntungan baik bagi individu maupun organisasi, maka sistem kompensasi harus dikelola dengan baik dan efektif.Sistem kompensasi yang efektif harus dapat memenuhi tujuan sebagai berikut:

a. Penghargaan atas prestasi kerja.

Kompensasi, terutama dalam bentuk gaji masih merupakan salah satu bentuk yang efektif untuk menghargai hasil kerja atau prestasi kerja. OIeh karena itu, pemberian kompensasi dalam bentuk apapun harus betul-betul dapat memberikan kepuasan bagi karyawan sehingga mereka dapat lebih termotivasi dalam bekeija dan meningkatkan kineija.

b. Menjamin asas keadilan.

Sebuah penghargaan tidak akan memacu motivasi kerja jika dalam pemberian kompensasi tidak dilakukan secara adil. Asas keadilan mengandung arti bahwa karyawan akan menerima kompensasi sesuai dengan besarnya konstribusi yang mereka berikan terhadap organisasi.

c. Mempertahankan karyawan yang ada.

Page 3: Contoh Tugas

Ketidakpuasan karyawan yang disebabkan oleh ketidak-adilan dalam sistem kompensasi cenderung mengakibatkan rendahnya loyalitas karyawan yang pada akhirnya membuka kesempatan kepada karyawan untuk pindah keija ke tempat lain.

d. Memperoleh tenaga yang berkualitas.

Sistem kompensasi yang memuaskan dewasa ini telah menjadi tren bagi organisasi dalam rangka menghimpun tenaga-tenaga yang berkualitas.

e. Pengendalian biaya.

Komposisi pengeluaran organisasi dalam pemberian kompensasi cenderung lebih banyak dibanding pengeluaran-pengeluaran Iainnya. Tingginya pengeluaran kompensasi (gaji dan insentif) secara Iangsung akan meningkatkan kebutuhan terhadap modal kerja. Modal kerja yang besar pada akhirnya akan meningkatkan produk yang dihasilkan.

f. Memenuhi peraturan pemerintah.

Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, Pemerintah telah mengatur dan menetapkan besarnya kompensasi (gaji) yang harus diberikan organisasi kepada karyawannya.

BAB II

PERMASALAHAN KOMPENSASI BAGI KEPEGAWAIAN

Bagian kepegawaian memikul tanggung jawab utama untuk mengembangkan sistem kompensasi bagi suatu organisasi yang diterapkan secara seragam di seluruh jajaran organisasi. Agar mencapai sasarannya serta didasarkan pada berbagai prinsip seperti keadilan, kewajaran dan kesetaraan, perlu selalu diperhatikan bahwa sistem kompensasi itu harus merupakan instrumen yang ampuh untuk berbagai kepentingan.1. Sistem kompensasi harus mempunyai daya tarik bagi tenaga kerja yang berkualitas tinggi untuk bergabung dengan organisasi. Artinya, karena setiap organisasi bersaing dengan organisasi lainnya di pasaran kerja, kompensasi yang ditawarkan seyogianya sedemikiann rupa sehingga menarik bagi para pencari lapangan perkerjaan yang memiliki kemampuan, keterampilan dan pengetahuan tinggi. Bahkan apabila yang ingin direkrut adalah mereka yang sudah bekerja di organisasi lain, kompensasi tersebut haruslah sedemikiann rupa sehingga melebihi jumlah kompensasi yang diterimanya sekarang. Memang hal ini perlu dipertimbangkan dengan matang karena mungkin saja menyangkut

Page 4: Contoh Tugas

norma-norma etika yang berlaku di masyarakat. Akan tetapi tanpa mengurangi pentingnya pertimbangan etika tersebut, tidak mustahil timbul tuntutan akan kehadiran para pekerja yang meiniliki pengetahuan, keterampilan atau pengalaman tertentu yang belum diiniliki oleh tenaga kerja yang belum berpengalaman sehingga satu-satunya jalan yang harus ditempuh adalah dengan merekrut tenaga kerja yang sudah berkarya di organisasi lain.

2. Sistem kompensasi harus merupakan daya tarik kuat untuk mempertahankan tenaga kerja yang sudah berkarya dalam organisasi. Meskipun benar bahwa kompensasi bukan satu-satunya faktor pengikat bagi para pegawai untuk tetap tinggal dalam suatu organisasi, tetapi tidãk dapat dipungkiri bahwa apabila jumlah kompensasi yang diperolehnya lebih rendah dan kompensasi yang diterima oleh rekan-rekannya yang melakukan tugas sejenis di organisasi lain, godaan untuk berhenti dapat menjadi lebih kuat, apalagi apabila pegawai yang bersangkutan meiniliki pengetahuan atau keterampilan tertentu yang mudah “dijual”nya. Berarti bahwa suatu sistem kompensasi harus memperhitungkan berbagai sistem kompensasi yang berlaku di organisasi-organisasi lain itu.

3. Sistem kompensasi yang mengandung prinsip keadilan. Untuk kepentingan pengembangan dan penerapan sistem kompensasi, yang dimaksud dengan prinsip keadilan ialah bahwa secara internal para pegawai yang melaksanakan tugas sejenis mendapat kompensasi yang sama pula. Tentunya ada faktor-faktor lain yang harus dipertimbangkan, seperti masa kerja, jumlah tanggungan dan sebagainya, yang dapat berakibat pada perbedaan penghasilan para pegawai meskipun melaksanakan pekerjaan yang sejenis. Tegasnya prinsip keadilan didasarkan pada nilai relatif dan berbagai jenis pekerjaan dalam organisasi. Di samping itu berbagai faktor eksternal pun harus juga mendapat perhatian. Inisalnya, tingkat upah dan gaji yang berlaku di organisasi-organisasi yang bergerak dalam kegiatan sejenis dengan organisasi yang bersangkutan, tidak bisa diabaikan.

4. Menghargai perilaku positif. Idealnya, sistem kompensasi harus pula mencerminkan penghargaan organisasi terhadap perilaku positif. para pegawai yang mecakup berbagai hal seperti prestasi kerja yang tinggi, pengalaman, kesetiaan, kesediaan memikul tanggung jawab yang lebih besar, kejujuran, ketekunan dan berbagai perilaku positif lainnya. Kesukaran dalam praktek bisa timbul karena tidak mudah menerjemahkan perilaku tersebut ke dalam bentuk “nilai uang” untuk diberikan kepada para pegawai.

5. Pengendalian pembiayaan. Telah umum diketahui bahwa salah satu komponen biaya yang jumlahnya tidak kecil dalam menjalankan organisasi ialah belanja pegawai. Oleh karena itu sistem kompensasi harus pula mampu berfungsi sebagai alat pengendali biaya dilcaitkan dengan produktivitas kerja organisasi sebagai keseluruhan. Artinya, dengan tetap berpegang teguh pada prinsip keadilan, kewajaran dan kemampuan organisasi, sistem kompensasi harus dapat menjainin bahwa upah dan gaji yang dibayarkan kepada pegawai tidaklah sedemikiann tingginya sehingga merupakan beban yang terlalu berat untuk dipikul oleh organisasi, tetapi juga tidak sedemikiann rendahnya sehingga berdampak negatif terhadap penilaku para pegawai dalam organisasi.

Page 5: Contoh Tugas

6. Kepatuhan kepada peraturan perundang-undangan. Di negara manapun pemerintah selalu berusaha menjainin agar tenaga kerja mendapat perlakuan yang baik dan organisasi tempat mereka berkarya. Berbagai peraturan perundang-undangan diterbitkan untuk kepentingan tersebut, termasuk di bidang penggajian dan pengupahan. Sudah barang tentu jumlah dan jenis peraturan perundang-undangan itu berbeda dan satu negara ke negara lain. Akan tetapi terlepas dani perbedaan jumlah dan jenisnya, berbagai ketentuan normatif yang lumrah dikeluarkan oleh instansi pemerintah yang berwenang mencakup berbagai hal seperti hak cuti, kehidupan kekaryaan wanita, pembatasan umur kerja, asuransi, upah ininimum, upah lembur, keselamatan kerja dan lain sebagainya. Kesemuanya itu dimaksudkan untuk menjainin bahwa para pekerja menerima haknya secara utuh apabila para pekerja tersebut menunaikan kewajibannya dengan baik. Semua organisasi wajib taat kepada semua ketentuan normatif tersebut. Tegasnya sistem kompensasi yang diterapkan harus menggambarkan kepatuhan itu.

7. Terciptanya adininistrasi pengupahan dan penggajian yang berdaya guna dan berhasil guna. Artinya, sistem kompensasi itu harus dibuat sedemikiann rupa sehingga mudah diterapkan dalam praktek. Harus diusahakan agar jangan sampai penerapannya hanya menambah mata rantai birokrasi dalam manäjemen sumber daya manusia. Hal ini sangat penting karena baik buruknya suatu sistem, termasuk sistem kompensasi, terlihat pada pelaksanaannya.

Karena pentingnya ketujuh prinsip tersebut dipegang teguh dan diterapkan secara baik, jelaslah bahwa di bagian kepegawaian mutlak perlu tersedia tenaga profesional yang benar-benar ahli dalam mengembangkan suatu sistem kompensasi yang tepat.

BAB III

SISTEM KOMPENSASI YANG EFEKTIF

Dalam usaha mengembangkan suatu sistem kompensasi, para spesialis di bidang manajemen sumber daya manusia perlu melakukan empat hal.

1. Melakukan analisis pekenjaan. Artinya perlu disusun deskripsi jabatan, uraian pekerjaan dan standar pekerjaan yang terdapat dalam suatu organisasi.

2. Melakukan penilaian pekerjaan dikaitkan dengan keadilan internal. Dalam melakukan penilaian pekerjaan diusahakan tersusunnya urutan peringkat pekerjaan, penentuan “nilai” untuk setiap pekerjaan, susunan perbandingan dengan pekeiaan lain dalam organisasi dan pemberian “point” untuk setiap pekerjaan.

3. Melakukan survai berbagai sistem kompensasi yang berlaku guna memperoleh bahan yang berkaitan dengan keadilan eksternal. Organisasi yang disurvai dapat berupa ins4nsi pemerintah yang secara fungsional berwenang mengurus ketenagakerjaan, kamar dagang

Page 6: Contoh Tugas

dan industri, organisasi profesi, serikat pekerja, organisasiorganisasi pemakai tenaga kerja lain dan perusahaan konsultan, terutama yang mengkhususkan din dalarn manajemen sumber daya manusia.

4. Menentukan “harga” setiap pekerjaan dihubungkan dengãn “harga” pekerjaan sejenis ditempat lain. Dalam mengambil langkah ini dilakukan perbandingan antara nilai berbagai pekerjaan dalam organisasi dengan nilai yang berlaku di pasaran kerja.

A. Penilaian Pekerjaan dan Sistem Kompensasi.

Telah dimaklumi bahwa sistem kompensasi dimaksudkan sebagai pemberian salah satu bentuk penghargaan kepada para karyawan atas “sumbangannya” kepada organisasi yang terutama tercermin dari prestasi kerjanya. Di sinilah terlihat pentingnya penilaian pekerjaan yang rasional dan obyektif dan oleh karenanya perlu penekanan khusus.Penilaian pekerjaan adalah prosedur yang sistematik untuk menentukan nilai relatif dan berbagai pekerjaan dalam suatu organisasi. Tujuannya adalah untuk menentukan pekerjaan mana yang dibayar lebih tinggi atau lebih rendah dan pekerjaan-pekerjaan lain. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan antara lain ialah besar kecilnya tanggung jawab pelaksananya, pengetahuan atau keterampilan yang dituntut, berat ringannya upaya yang harus dikerahkan dan kondisi pekerjaan yang harus dipenuhi.Tidak dapat disangkal bahwa dalam melakukan penilaian, Seorang penilai tidak bebas dan subyektivitas. Untuk mengurangi subyektivitas tersebut, banyak organisasi yang menempuh cara melakukan penilaian bukan oleh seorang saja, melainkan oleh suatu panitia yang khusus dibentuk untuk itu. Panitia yang dibentuk dapat terdiri dan para ahli analisis pekerjaan dan bagian kepegawaian dan para manajer yang menjadi atasan langsung dan para pekerja yang dinilai.Berdasarkan informasi yang mereka peroleh tentang berbagai hal, seperti kewajiban, tanggung jawab dan tuntutan pekerjaan, pardtia menentukan nilai bagi suatu pekerjaan dengan menggunakan metode tertentu. Berbagai metode yang lumrah digunakan adalah seperti dikemukakan berikut ini.

1. Penentuan peningkat pekerjaan. Metode ini sangat sederhana dan karenanya banyak digunakan, meskipun sebenarnya metode ini mempunyai kelemahan dasar, dalani anti bahwa secara relatif tidak menggambarkan secara tepat nilai suatu pekerjaan dibandingkan dengan pekerjaan lain. Artinya peringkat pekerjaan hanya bersifat umum meskipun para anggota pamtia penilai mungkin saja mempertimbangkan berbagai faktor seperti berat ringannya tanggungjawab, keterampilan yang dituntut, usaha yang harus dibuat dan kondisi setiap pekerjaan. Dalam menentukan peringkat pekerjaan, tidak mustahil bahwa unsur-unsur penting dan suatu pekerjaan kurang mendapat bobot, sedangkan sebaliknya unsurunsur yang kurang penting dibeni bobot yang lebih besar. Lebth buruk lagi peringkat pekerjaan tidak membuat perbedaan tentang penting tidaknya pekerjaan tertentu. Inisalnya, pekerjaan seorang pesuruh mendapat peningkat 1, pekerjaan seorang sekretaris mendapat peringkat 2 dan pekerjaan seorang kepala bagian tata usaha mendapat peringkat 3. Jika tanpa penjelasan, pembenian peringkat demikiann akan menimbulkan kesan pada orang lain bahwa pekerjaan seorang sekretaris dua kali lebih

Page 7: Contoh Tugas

penting dan pekenjaan seorang pesuruh dan pekerjaan seorang kepala bagian tata usaha satu setengah kali lebih penting dan pekerjaan sekretanis. Dapat segera timbul pertanyaan apakah memang demikiann halnya. Tambahan pula apabila perbandingan demikiann dipegang teguh, mestinya tercerinin dalam skala gaji dan upah yang diperuntukkan bagi pana pegawai yang memangku jabatan atau melakukan pekerjaan tersebut.Kelemahan tersebut tidak lalu berarti bahwa penentuan peringkat pekerjaan tidak boleh digunakan. Yang penting mendapat perhatian ialah agar skala peringkat yang diciptakan sedekat mungkin dengan situasi nyata dalam praktek melakukan berbagai pekerjaan dalam suatu organisasj.

2. Klasifikasi pekerjaan. Metode ini sedikit lebih canggih, meskipun tidak selalu lebih akurat, dan metode peringkat yang telah dibahas di muka. Metode ini dikenal pula dengan istilah “Golongan jabatan”. Menggunaka.n metode ini berarti membuat deskripsi tentang berbagai pekerjaan yang harus dilakukan dalam organisasj, mulai dan yang paling sederhana hingga yang paling ruinit; juga mulaj dan pekerjaan yang sangat bersifat teknis operasional hingga tugas pekerjaan yang sifatnya manajerial. Untuk kepentingan penggajian, tentunya pelaksana tugas yang lebih ruinit dibayar lebih tinggi dibandingkan dengan yang dibayarkan kepada pelaksana tugas yang sederhana.

3. Metode perbandingan faktor-faktor kritikal. Metode ini cukup populer karena hasilnya dipandang cukup obyektjf. Obyektivitas tersebut diperoleh karena penilaian didasarkan pada perbandingan komponen kritikal dan berbagai pekerjaan, seperti berat ringannya tanggung jawab, jenis dan tingkat keterampilan yang dituntut, tingkat upaya mental yang diperlukan, persyaratan fisik yang harus dipenuhi dan kondisi kerja di mana para pegawai berkarya dan sebagainya. Masing-masjng faktor kritikal ini dibandingkan untuk setiap pekerjaan dengan pekerjaanpekerjaan lain. Hasilnya ialah bahwa relativjtas pentingnya setiap pekerjaan diketahuj dengan tingkat kepastian yang dapat dipertanggungjawabkan.Penggunaan metode ini melibatkan lima langkah, yaitu:

a. penentuan faktor-faktor kritikal,

b. penentuan pekerjaan-pekenjaan kunci,

c. penentuan tingkat gaji bagi setiap komponen yang dipandang kritikal,

d. pembandingan satu faktor tertentu pada berbagai pekerjaan,

e. penilaian pekerjaan-pekerjaan lainnya.

4. Sistem point. Peneitian dan pengalaman banyak organisasi menunjukkan bahwa sistem ini paling banyak digunakan dibandmgkan dengan sistem lainnya yang dikenal dalam teori penggajian dan pengupahan. Ciri khas sistem ini ialah bahwa faktor-faktor kritikal suatu pekenjáan tidak langsung dinilai dalam bentuk uang, melainkan menggunakan point.

Penggunaan sistem ini melibatkan enam langkah, yaitu:

Page 8: Contoh Tugas

a. menentukan faktor-faktor kritikal,

b. menentukan tingkat faktor-faktor kritikal tersebut,

c. alokasm point pada faktor-faktor yang diidentifikasikan,

d. alokasi point pada masing-masing tmngkat,

e. pengembangan pedoman bagi setiap point,

Dan penjumlahan point untuk berbagai tingkat-tingkat itulah ditentukan besar kecilnya gaji atau upah yang diberikan kepada para pekerja yang melakukan kegiatan tertentu. Dengan demikiann diharapkan bahwa sistem kompensasi yang diberlakukan telah mencerminkan segi keadilan dalam sistem tersebut yang pada gilirannya diharapkan menumbuhkan semangat kerja yang tinggi di kalangan para pegawai.

B. Survey Upah dan Gaji

Telah ditekankan di muka bahwa salah satu prinsip yang dianut dalam mengembangkan dan menerapkan suatu sistem kompensasi adalah prinsip keadilan. Telah ditekankan pula bahwa yang dimaksud dengan prinsip keadilan ialah kompensasi yang diterima oleh seorang pekerja didasarkan pada perhitungan yang didasarkan pada paling sedikit tiga hal, yaitu;

a. Para pegawai yang melaksanakan tugas yang sejenis, dalam arti faktor-faktor kritikalnya relatif sama, memperoleh kompensasi yang sama pula. Inilah yang dimaksud dengan “keadilan internal.”

b. Para pegawai dalam suatu organisasi menerima kompensasi yang sarna dengan para pegawai lain dalam organisasi lain yang terlibat dalam kegiatan sejenis dalam suatu wilayah keria yang sama. Berarti terdapat “keadilan eksternal.”

c. Kompensasi yang diterima oleh para pegawai berada pada jumlah dan tingkat yang wajar, dalam arti dapat meyakin taraf hidup yang layak bagi din sendiri dan orang-orang yang menjadi tanggungaflnya.

Karena itu suatu organisasi tidak dapat secara arbitrer menetapkan begitu saja tingkat upah dan gaji yang akan dibayarkan kepada berbagai golongan pegawai yang bekerja dalam organisasi tersebut. Dengan perkataan lain, merupakan suatu tindakan terpuji dan tepat apabila suatu organisasi melakukan survai pengupahan dan penggalian yang hasilnya menjadi dasar penetapan struktur upah dan gaji bagi para pekeija dalam organisasi yang bersangkutan. Melalui survai demikian akan ditemukan tingkat upah dan gaji yang berlaku di suatu kawasan tertentu untuk berbagai jenis pekerjaan, baik bagi mereka yang melakukan tugas teknikal, adininiStratif, profesional maupun bagi tenaga

Page 9: Contoh Tugas

manajerial. Sudah barang tentu rumit tidaknya survai yang perlu dilakukan tergantung pada banyak faktor, seperti kondisi perekonomian, situasi pasaran kerja, langka tidaknya tenaga kerja tertentu dan berbagai faktor lainnya.

Karena melakukan survai pengupahan dan penggajian sangat bersifat teknikal dan memenlukan pengetahuan yang sangat spesialistik, survai tersebut bisa dilakukan oleh organisasi yang bersangkutan sendiri, akan tetapi dapat pula diserahkan kepada pihak lain — seperti perusahaan konsultan — jika suatu organisasi merasa bahwa organisasi tersebut tidak mampu melakukannya sendiri.

Akan tetapi siapa pun yang rnelakukannya, yang penting diketahui terlebih dahulu ialah sumber-sumber informasi tentang ketenagakerjaan dan berbagai tingkat upah dan gaji yang berlaku pada berbagai organisasi.

C. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Sistem Kompensasi

Bukanlah merupakan suatu pemyataan klise apabila dikatakan bahwa suatu sistem kompensasi harus didasarkan pada serangkaian prinsip iliniah dan metode yang serasional mungkin. Akan tetapi merupakan kebenaran pula bahwa dapat tidaknya suatu sistem diterapkan tergantung pada berbagai faktor yang mempengaruhinya. Berarti dalam mencari dan menetapkan suatu sistem kompensasi, faktor-faktor tersebut tidak bisa tidak harus diperhitungkan. Berbagai faktor tersebut diidentifikasikan dan dibahas berikut ini.

1. Tingkat upah dan gaji yang berlaku. Dan pembahasan di muka kiranya telah tenlihat bahwa melalui survai pelbagai sistem upah dan gail yang diterapkan oleh berbagai organisasi dalam suatu wilayah kerja tertentu, diketahui tingkat upah dan gaji yang pada umumnya benlaku. Akan tetapi tingkat upah dan gaji yang berlaku umum itu tidak bisa diterapkan begitu saja oléh suatu organisasi tertentu. Kebiasaan tersebut masih harus dikaitkan dengan berbagai faktor lain. Salah satu faktor yang harus dipertimbangkan ialah langka tidaknya tenaga kerja yang meiniliki pengetahuan dan keterampilan khusus tertentu dan sangat dibutuhkan oleh organisasi yang bersangkutan. Dalam hubungan ini perlu ditekankan bahwa situasi kelangkaan tersebut dapat terjadi pada sernua jenjang jabatan dan pekerjaan. Inisalnya, jika pada suatu saat tertentu industri automotif berkembang dengan sangat pesat, tidak mustahil permintaan akan tenaga tukang las yang terampil dan berpengalaman melonjak sedemikian rupa sehingga tenaga teknikal demikiann akan menuntut dan memperoleh tingkat upah atau gaji yang lebih tinggi dibandmgkan dengan situasi apabila tenaga mereka tidak terlalu dibutuhkan. Contoh lain adalah bahwa jika pada suatu ketika terbuka kesempatan luas untuk membuka bank baru atau kesempatan bagi bank yang sudah lama berdiri terdorong untuk membuka cabang-cabang baru, jelas akan diperlukan calon-calon manajer untuk ditugaskan meinimpin cabangcabang yang baru dibentuk itu. Dalam hal demikiann, perrnintaan akan tenaga manajerial mungkin saja melebihi suplai yang terdapat cli pasaran keia. Berarti tingkat kompensasi yang akan mereka tuntut pasti akan meningkat pula.

2. Tuntutan serikat pekerja. Di masyarakat di mana eksistensi serikat pekerja diakui,

Page 10: Contoh Tugas

sangat mungkin terdapat keadaan bahwa serikat pekerja berperan dalam mengajukan tuntutan tingkat upah dan gaji yang lebih tinggi dan tingkat yang berlaku. Tuntutan serikat pekerja itu dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Inisalnya dalam usaha serikat pekerja untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan para anggotanya. Atau karena situasi yang menurut penilaian serikat pekerja itu memang memungicinkan perubahan dalam struktur upah dan gaji atau berbagai faktor lainnya. Peranan dan tuntutan serikat pekerja ini pun perlu diperhitungkan sebab apabila tidak, bukanlah yang mustahil bahwa para pekerja akan melancarkan berbagai kegiatan yang pada akhirnya akan merugijcan manajemen dan serikat pekerja sendiri, seperti dalam hal terjadinya usaha memperlambat proses produksi, tingkat kemangkiran yang tinggi, dan dalam bentuknya yang paling gawat melancarkan pemogokan. Mogoknya para penerbang di suatu neara tetangga belum lama berselang merupakan contok kongkret. Bagi banyak orang yang terlibat dalam pemogokan tersebut sehingga dampak negatifnya dirasakan oleh berbagai kelompok masyarakat di negara tersebut seperti para pemakai jasa penerbangan, biró peialanan, restoran, “cleaning service” dan lain sebagainya. Dampak negatif tersebut begitu kuatnya sampai kehidupan perekonoinian negara tersebut turut goyah.

3. Produktivitas. Agar mampu mencapai tujuan dan berbagai sasarannya, suatu organisasi memerlukan tenaga kerja yang produktif. Apabila para pekerja merasa bahwa mereka tidak memperoleh kompensasi yang wajar, sangat mungkin mereka tidak akan bekerja keras. Artinya, tingkat produktivitas mereka akan rendah. Apabila demikiann halnya, organisasi tidak akan mampu membayar upah dan gaji yang oleh para pekerja dianggap wajar. Berarti kedua belah pihak — manajemen dan para pekerja — perlu sama-sama menyadari kaitan yang sangat erat antara tingkat upah clan gaji dengan tingkat produktivitas keija.

4. Kebijaksanaan organisasi mengenai upah dan gaji. Pada analisis terakhir, kebijaksanaan suatu organisasi mengenai upah dan gaji bagi para karyawannya tercerinin pada jumlah uang yang dibawa pulang oleh para karyawan tersebut. Berarti bukan hanya gaji pokok yang penting, akan tetapi berbagai komponen lain dan kebijaksanaan tersebut, seperti tunjangan jabatan, tunjangan istri, tunjangan anak, tunjangan transportasi, bantuan pengobatan, bonus, tunjangan kemahalan dan sebagainya. Bahkan juga kebijaksanaan tentang kenaikan gaji berkala perlu mendapat perhatian.

5. Peraturan perundang-undangan. Pemerintah berkepentingan dalam bidang ketenagakerjaan dan oleh karenanya berbagai segi kehidupan kekaryaan pun diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Inisalnya tingkat upah minimum, upah lembur, mempekerjakan wanita, mempekerjakan anak di bawah umur, keselamatan kerja, hak cuti, jumlah jam kerja dalam seininggu, hak berserikat dan lain sebagainya. Tidak ada satu pun organisasi yang bebas dan kewajiban untuk taat kepada semua ketentuan hukum yang bersifat normatif tersebut.Jelaslah bahwa suatu sistem kompensasi yang baik tidak bisa dilihat hanya dan satu sudut kepentingan saja, inisalnya kepentingan organisasi pemakai tenaga keija saja atau kepentingan para karyawan saja, akan tetapi kepentingan dafl berbagai pihak yang turut terlibat, baik langsung maupun tidak.

Page 11: Contoh Tugas

D. Sistem InsentifGuna lebih mendorong produktivitas kerja yang lebih tinggi, banyak organisasi yang menganut sistem insentif sebagai bagian dan sistem kompensasi yang berlaku bagi para karyawan organisasi. Berbagai sistem insentif yang dikenal dewasa ini dapat digolongkan pada dua kelompok utama, yaitu sistem insentif pada tingkat individual dan pada tingkat kelompok. Yang termasuk pada sistem insentif individual ialah “piecework”, bonus produksi, komisi, kurva “kematangan” dan insentif bagi para eksekutif. Sedangkan sistem insentif pada tingkat kelompok mencakup, antara lain, insentif produksi, bagi keuntungan dan pengurangan biaya.

1. Piecework

Salah satu teknik yang lumrah digunakan untuk mendorong para karyawan meningkatkan produktivitas kerjanya adalah dengan jalan memberikan insentif finansial berdasarkan jumlah hasil pekerjaan karyawan yang dinyatakan dalam unit produksi. Contoh yang baik adalah dalam kegiatan perakitan. Jika pada satu kurun waktu tertentu, inisalnya satu han atau satu ininggu, satu kelompok kerja menghasilkan sejumlah unit produksi, penghasilan setiap karyawan dihitung atas dasar jumlah unit yang mereka hasilkan. Dasar perhitungannya ialah bahwa makin banyak unit produksi yang mereka hasilkan, makin tinggi pula insentif yang diterimanya.

Meskipun pada dasarnya sistem ini baik, agar benar-benar mencapai sasaran yang dikehendaki, dua hal perlu mendapat perhatian.

a. Tidak semua jenis pekerjaan yang dapat dinyatakan dalam unit produksi. misalnya, operator telpon di suatu hotel berbintang lima. Produktif tidaknya operator telepon tersebut tidak mungkin bisa ditentukan oleh operator sendiri. Berarti sistem ini tidak bisa diterapkan pada karyawan tersebut dalam menentukan insentif yang wajar atau pantas diterimanya. Perlu dicari sistem insentif lain.

b. Karena para karyawan biasanya terikat pada norma-norma kerja kelompok di mana Ia menjadi anggota, sistem ini tidak selalu dengan sendirinya mendorong produktivitas individual. Artinya, mungkin saja seorang karyawan sangat ingin meningkatkan produktivitas kerjanya, tetapi keinginan tersebut tidak dapat diwujudkannya karena ia terikat pada tingkat produktivitas yang telah ditentukan oleh kelompok yang bersangkutan.

2. Bonus.

Insentif dalam bentuk bonus diberikan pada karyawan yang mampu bekerja sedemikiann rupa sehingga tingkat produksi yang baku terlampuli. Meiampaui tingkat produksi itu dapat dalam salah satu dan tiga bentuk.

a. Berdasarkan jumlah unit produksi yang dihasilkan dalam satu kurun waktu tertentu.

Page 12: Contoh Tugas

Jika jumlah unit produksi yang dihasilkan melebihi jumlah yang telah ditetapkan, karyawan menerima bonus atas kelebihan jumlah yang dihasillcannya itu.

b. Apabila terjadi penghematan waktu. Artinya, jika karyawan menyelesaikan tugas dengan hasil yang memuaskan dalam waktu yang lebih singkat dan waktu yang seharusnya, karyawan yang bersangkutan menerima bonus dengan alasan bahwa dengan menghemat waktu itu, lebih banyak pekerjaan yang dapat diselesaikan. misalnya, jika untuk mengganti suatu bagian mesin kendaraan bermotor roda empat sebenarnya diperlukan waktu tiga jam pada hal karyawan (montir) tertentu mampu menyelesaikannya dalam waktu dua jam, bonus yang diberikan kepadanya ialah berdasarkan perhitungan seolah-olah yang bersangkutan bekeija tiga jam dan dibayar untuk tiga jam itu.

c. Bonus yang diberikan berdasarkan perhitungan progresif. Artinya, jika seorang karyawan makin lama makin mampu memproduksikan barang dalam jumlah yang semakin besar, makin besar pula bonus yang diterimanya untuk setiap kelebihan produk yang dihasilkannya.

3. Komisi.

Sistem insentif lain yang lumrah diterapkan adalah pemberian komisi. Pada dasarnya ada dua bentuk sistem ini.

a. Para karyawan memperoleh gaji pokok, tetapi penghasilannya dapat bertambah dengan bonus yang diterimanya karena keberhasilan melaksanakan tugas.

b. Karyawan memperoleh penghasilan semata-mata berupa komisi. Cara kedua ini paling sering diterapkan bagi tenaga-tenaga penjualan di perusahaan-perusahaan tertentu seperti penjualan kendaraan bermotor dan real estate.

4. Kurva “Kematangan.”

Dalam organisasi yang mempekerjakan tenaga teknikal dan profesional inilah, sering terjadi bahwa para karyawan — terutama yang merupakan “pekerja otak” — tidak bergairah untuk menduduki jabatan adininistratif atau manajerial. Mereka ada kalanya lebih senang terus menekuni bidang profesinya. Misalnya tidak jarang ditemukan peneliti yang bergerak di bidang penelitian dan pengembangan lebih senang terus berkarya di bidang penelitian daripada dipromosikan pada jabatan manajerial. Situasi serupa dapat pula ditemukan di lembaga-lembaga pendidikan, khususnya lembaga pendidikan tinggi. Tidak sedikit guru besar yang lebih menyenangi pekerjaan mengajar, melakukan penelitian dan menulis karya-karya ilmiah daripada menjadi pembantu dekan, dekan, pembantu rektor atau merjadi rektor sekali pun.Dalam hal demikiann, timbul pertanyaan: Cara apa yang dapat ditempuh untuk memberikan insentif kepada mereka? Artinya, pada saat tertentu mereka akan mencapai jenjang pangkat yang paling tinggi yang mungkin dicapainya dengan tingkat penghasilan yang sudah maksimal pula. Untuk mengatasi hal seperti itulah diciptakan apa yang dikenal dengan istilah “kurva kematangan” atau “maturity curve.” Dalam praktek

Page 13: Contoh Tugas

penggunaan kurva ini berarti bahwa apabila ada tenaga profesional yang karena masa kerja dan golongan pangkat serta gaji tidak bisa mencapai pangkat dan penghasilan yang lebih tinggi lagi, dibuat suatu kurva prestasi keia. Jika kurva tersebut menunjukkan bahwa prestasi kerja mereka lebili besar dan prestasi kerja “normal”, kepada mereka diberikan insentif tertentu. Dengan demikiann, meskipun golongan pangkat dan niang gaji sudah maksimal, 5enghasilan nil mereka masih dapat ditingkatkan. Dengan demikiann diharapkan prestasi kerja mereka terus meningkat, inisalnya dalam bentuk hasil penelitian, dan lain sebagainya.

5. Insentif Bagi Eksekutif.

Mengingat pentingnya peranan para manajer dalam menjalankan dan mengemudikan roda organisasi, sistem insentif bagi para manajer tersebut pada umumnya mendapat perhatian serius, baik yang diperuntukkan bagi manajer yang relatif muda maupun bagi para manajer yang lebih senior.

Bentuk insentif bagi para eksekutif tersebut dapat beraneka ragam pula. Inisalnya, para manajer yang relatif muda sangat mungkin mendambakan insentif finansial berupa bonus tunai karena penghasilan ekstra itu mereka butuhkan untuk membiayai kebutuhan keluarga. Artinya penghasilan tambahan itu mungkin diperlukannya untuk berbagai keperluan seperti mencicil utang beli rumah, membei kendaraan bermotor,biaya pendidikan anak-anaknya dan lain sebagainya.

Sebaliknya para manajer yang lebih senior mungkin lebih mengutamakan insentif yang dapat dinikmati di han tua, inisalnya setelah pensiun pada waktu mana penghasilannya akan berkurang. Untuk kepentingan seperti itu banyak perusahaan yang menawarkan pembelian saham perusahaan oleh para manajer senior tersebut dengan harga yang mempunyai daya tank kuat bagi para manajer untuk membelinya. Sistem ini sering dipandang menarik bagi para manajer senior untuk meningkatkan prestasi kerjanya karena apabila perusahaan berhasil nilai saham yang mereka miliki akan meningkat sehingga dividen yang akan mereka terima kelak akan semakin besar pula. Atau jika mereka akan menjual saham tersebut di kemudian han, harganya akan jauh lebih tinggi dan harga pembeliannya yang tentunya berupa penghasilan yang lebih besar bagi peiniliknya.Sistem insentif apapun yang diterapkan bagi para eksekutif yang jelas ialah bahwa sistem tersebut dikaitkan dengan prestasi organisasi, bukan atas prestasi karyawan atau satuan kerja tententu saja.

Page 14: Contoh Tugas

BAB IV

MERIT PAY MENINGKATKAN ATAU MENGHALANGI KINERJA MERIT PAY

Tujuan utama setiap organisasi merancang system imbalan (reward) adalah untuk memotivasi karyawan dalam meningkatkan kinerjanya serta mempertahankan karyawan yang kompeten. Dengan merancang sistem imbalan yang baik akan memiliki dampak ganda bagi organisasi, karena di satu sisi imbalan akan berdampak pada biaya operasi, di sisi lain imbalan akan mempengaruhi perilaku serta sikap kerja karyawan sesuai dengan keinginan organisasi agar karyawan dapat meningkatkan kinerjanya. Hal ini dapat dipahami karena salah satu tujuan seseorang bekerja mengharapkan imbalan dari organisasi dimana ia bekerja, sedangkan pihak perusahaan mengharapkan karyawan memberikan kinerja yang terbaik bagi organisasi. Akibatnya , jika imbalan yang diberkan kepada karyawan terlalu tinggi dan tidak mencapai sasaran karena imbalan tersebut tidak mempengaruhi kinerja karyawan , maka hal ini akan sia-sia saja. Di sisi lain imbalan yang terlalu tinggi akan meningkatkan biaya operasi.Agar hal ini tidak terjadi maka manajemen harus melakukan trade off antara besarnya imbalan bagi karyawan dengan biaya tenaga kerja yang ditanggung organisasi, serta memastikan bahwa imbalan yang di bayar dapat mempengaruhi kinerja karyawan ( performance based pay ). Organisasi harus benar-benar merancang sistem imbalan secara efektif dan efisien. Namun demikian dalam penerapannya masih terdapat kendala, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor , antara lain : perubahan desain pekerjaan , komposisi dan skill tenaga kerja semakin beragam tambah mempersulit penilaian kinerja serta keakuratan penilaian kinerja itu sendiri.

Sistem pembayaran yang didasarkan kinerja (performance based pay) merupakan salah satu alternatif untuk menjebatani kepentingan kedua pihak tersebut. Merit pay merupakan sistem imbalan yang dikaitkan dengan kinerja karena semakin tinggi kinerja dicapai karyawan maka akan semakin tinggi pula imbalan yang diterimanya. Kenyataannya sistem merit pay tidak dapat berjalan sesuai dengan harapan bahkan banyak karyawan tidak menerima sepenuhnya keberadaan sistem imbalan dengan merit pay , karena masih banyak kekurangan dari penerapan sistem pembayaran tersebut.Konsep Merit Pay dan Penilaian KinerjaKata merit pay berasal dari bahasa Inggris yang memiliki arti jasa, manfaat serta prestasi. Dengan demikian merit pay merupakan pembayaran imbalan (reward) yang dikaitkan dengan jasa atau prestasi kerja (kinerja) sesorang maupun manfaat yang telah diberikan karyawan kepada organisasi. Secara sederhana konsep merit pay merupakan sistem pembayaran yang mengkaitkan imbalan (reward) dengan prestasi kerja (performance)

Page 15: Contoh Tugas

karyawan. Implikasi dari konsep merit pay bahwa seseorang yang memiliki kinerja yang baik, maka akan memperoleh imbalan yang lebih tinggi begitu pula sebaliknya. Artinya, semakin tinggi kinerja yang diraih karyawan akan semakin tinggi pula kenaikan imbalannya.

Perencanaan merit pay merupakan prosedur untuk membedakan gaji yang didasarkan kinerja yakni sistem kompensasi yang didasrkan gaji individu atau gaji yang diukur melebihi periode tertentu. Untuk pembayaran didasarkan prestasi atau kinerja yang merupakan bagian dari sistem pembayaran reguler maka para pekerja harus dievaluasi secar reguler kinerjanya ( performance appraisal). Penilaian kinerja karyawan merupakan syarat mutlak yang harus dilakukan manajemen agar merit pay dapat diterapkan dengan baik, sebab asumsi umum dalam bisnis bahwa merit pay merupakan pembayaran imbalan kepada karyawan yang memiliki kinerja tinggi serta pemberian insentif untuk kelanjutan kinerja yang baik.

Untuk mengetahui kinerja karyawan tersebut tingi atau rendah diperlukan penilaian yang baik dari pihak manajemen. Sebab jika sistem penilaian tidak baik, maka penerapan merit pay juga tidak akan efektif . Jadi salah satu kunci bekerjanya merit pay akan tergantung pada seberapa baik sistem penilaian kinerja ( performance appraisal) dalam organisasi tersebut (Brookes, 1993). Hal ini dikemukakan oleh Wikerson (1995) bahwa kebanyakan penilaian kinerja selama ini tidak bisa diterima karena memiliki kelemahan, yakni :

1. Pekerja staf, manager diikat banyak sistem, proses dan orang. Tetapi fokus penilaian kinerja hanya pada individu, hal ini menghasilkan penilaian yang bersifat individual bukan sebagai suatu sistem dalam suatu organisasi.

2. Penilaian kinerja menganggap sistem dalam organisasi tersebut konsisten, dan dapat diprediksi. Padahal dalam kenyataan sistem dan proses merupakan subyek yang dapat berubah karena secara sadar manajemen harus melakukan perubahan sesuai dengan kemampuannya serta tuntutn bisnis.

3. Penilaian kinerja menuntut persyaratan proses penilaian yang objektif, konsisten dapat dipercaya serta adil, tetapi disisi lain penilaian kinerja akan dapat dilihat karyawan sebagai hal yang mendadak dan didasarkan favoritisme.Schuler dan Jackson (1999) menganjurkan agar sebelummenerapkan sistem imbalan berdasarkan kinerja perlu melakukan penilaian yang mendalam terhadap pertanyaan-pertanyaan ini. Terdapat sepuluh pertanyaan yang harus dijawab sebelum menerapkan sistem imbalan berdasarkan kinerja, yakni :

1. Apakah pembayaran dinilai oleh karyawan .2. Apakah sasaran yang akan dicapai oleh sistem imbalan berdasarkan imbalan.

3. Apakah nilai-nilai organisasi menguntungkan bagi sistem pembayaran kinerja.

4. Dapatkah kinerja diukur secara akurat.

Page 16: Contoh Tugas

5. Seberapa sering kinerja diukur dan dievaluasi.

6. Tingkat kesatuan apa ( individu,kelompok, atau organisasi) yang akan digunakan untuk mendistribusikan imbalan.

7. Bagaimana bayaran akan dikaitkan dengan kinerja (misalnya: melalui peningkatan jasa,bonus,komisi atau insentif).

8. Apakah organisasi mempunyai sumber keuangan yang memadai untuk membuat agar pembayaran berdasarkan kinerja bermakna.

9. Tahap-tahap apa saja yang akan ditempuh untuk memastikan bahwa karyawan dan manajemen punya komitmen trhadap sistem itu.

10. Serta tahap-tahap apa yang akan ditempuh untuk memantau dan mengendalikan sistem tersebut.

Agar penilaian kinerja dapat dilaksanakan dengan baik diperlukan metode yang memenuhi persyaratan dibawah ini yakni :

1. Yang diukur adalah benar-benar prestasi dan bukan faktor-faktor lain, seperti yang menyangkut pribadi seseorang.

2. Menggunakan tolok ukur yang jelas dan yang pasti menjamin bahwa pengukuran itu bersifat objektif.

3. Dimengerti, dipahami dan dilaksanakan sepenuhnya oleh semua anggota organisasi yang terlibat.

4. Dilaksankan secara konsisten, dan didukung sepenuhnya oleh pimpinan puncak organisasi (Ruky,1996).

Penerapan Merit Pay

Pelaksanaan pembayaran dengan sistem merit pay dilakukan dengan pembayaran reguler (satu kali) atau kenaikan imbalan untuk pekerjaan yang memiliki kualitas tinggi. Pembayaran ini dapat berupa satu kali bonus, tambahan ekstra ( incremental pay scale) atau persen tambahan upah biasa (Pass,et.al.,1996).Aspek lainnya dari pembayaran jasa (merit pay) mempunyai tiga sifat kunci: jenis ini menekankan kinerja individu, kinerja yang dihargai biasanya diukur secara subjektif dan jenis ini memberikan kenaikan yang permanen, begitu kenaikan jasa diberikan,gaji pokok yang diperoleh akan lebih tingi tanpa memandang kinerja yang akan datang. Sebaliknya, sebagian besar metode pembayaran untuk kinerja lainya bersifat berskala. Yaitu pembayaran yang diberikan untuk sekali kejadian kinerja ( kinerja mungkin berlangsung sehari,seminggu,sebulan, atau selama sebuah proyek sedang dikerjakan) dan tidak

Page 17: Contoh Tugas

berpengaruh selamanya terhadap gaji pokok yang akan datang. Bayaran selanjutnya ditentukan oleh jumlah kontribusi kinerja itu. Dalam sistem ini peluang mendapatkan bayaran tambahan pada episode kinerja selanjutnya mendorong karyawan untuk mengerahkan upaya dimasa mendatang. Imbalan berdasarkan kinerja mengacu pada semua metode imbalan kinerja yang tidak membutuhkan perubahan gaji pokok (Lawler dan Jenkins, 1992).

Penerpan sistem imbalan yang berbasis kinerja akan memiliki dampak positif bagi karyawan karena dapat meningkatkan kinerja serta kepuasan kerja. Namun dalam prakteknya manajer banyak mengalami kendala, yang berkaitan dengan : pertama, penjabaran dan menilai kinerja karyawan yang baik hal ini disebabkan adanya perubahan sifat-sifat kerja yang dilaksanakan karywan, sifat multidimensional kerja (pekerjaan semakin komplek), penerpan teknologi baru ditempat kerja dan kurangnya pelatihan manajerial mengenai kinerja yang baik. Kedua, kesulitan dalam mengidentifikasi imbalan yang bernilai bagi karyawan, karena untuk mengidentifikasi imbalan bagi karyawan perlu dilakukan dengan dua tahap yaitu mengelompokan jenis imbalan baik yang intrinsik maupun yang extrinsik. Imbalan yang intrinsik memiliki dimensi keanekaragaman kerja, otonomi pekerjaan, identitas produk,umpan balik terhadap tugas, arti pentingnya tugas. Dimensi ukuran waktu dan waktu pemberian imbalan harus memiliki arti penting. Ukuran yang memadai agar dapat memberikan motivasi serta semakin cepat imbalan yang diberikan akan semakin berarti. Ketiga, kesulitan dalam menciptakan keterkaitan atau keselarasan yang kurang tepat antara imbalan dengan kinerja , hal ini berkaitan dengan kegagalan menciptakan keselarasan desain imbalan dengan kinerja karyawan ,terciptanya keselarasan yang kurang tepat, terdapat sebagian karyawan terutama level buruh tidak menginginkan imbalan yang sesuai dengan kinerja yang dicapainya atau kesalahan manajer dalam memahami laporan penilaian kinerja (performance appraisal).Untuk mengantisipasi hambatan dalam penerapan sistem imbalan yang efektif, manajemen dapat melakukan penjabaran dan pengukuran kinerja secara jelas, dengan cara menciptakan dimensi kinerja, melatih dan memotivasi para manajer dalam melakukan penilaian kinerja serta mengidentifikasi imbalan yang dihargai karyawan maupun menciptakan keterkaitan antara kinerja dengan imbalan yaitu merancang dan menerapkan sistem yang benar-benar memberikan imbalan dengan perilaku yang diinginkan. Jika hambatan dalam penerapan sistem imbalan yang efektif tersebut dapat diatasi,sehingga apapun bentuk keputusan manajemen mengenai kompensasi maupun imbalan akan memiliki manfaat ganda bagi organisasi.

Walaupun program merit pay didukung secara luas dan penerapan secara extensif namun hanya ada sedikit bukti bahwa keberadaannya efektif. Hal ini disebabkan untuk mengevaluasi merit pay cukup sulit karena :

diperlukan parameter pengukuran praktek merit pay yang aktualdiperlukan untuk memperoleh data tingkat kinerja lintas organisasi (cross-level organizational performance data).

Page 18: Contoh Tugas

Menurut McGinty dan Hanke (1992), masalah yang dihadapi manajemen dalam penerapan system penerapan merit pay meliputi :

kesulitan dalam mendefinisikan dan mengukur kinerja individu.tidak tepatnya proses penilaian yang berkaitan dengan sistem merit paykesenjangan kepercayaan dan kerja sama antara manajemen dengan karyawanmerit pay relatif tidak cukup untuk karyawan yang menggunakan base payskeptisme para karyawan dimana pembayaran mereka dikaitkan dengan kinerja.Selain masalah penerapannya, untuk menentukan apakah merit pay benar-benar mencerminkan tingkat kinerja ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu :

1. distribusi relatif merit pay meningkat melalui seluruh organisasi harus berbeda secara signifikan. Pembayaran harus mencerminkan perbedaan tingkat imbalan melalui kelompok dari variasi pekerjaan.

2. dalam kelompok kerja distribusi pembayaran harus berbeda secara signifikan berdasarkan kinerja relatif.Penilaian kinerja oleh supervisor harus berbeda secara signifikan diantara tingkat kinerja sebab penilaian tersebut merupakan basis untuk menentukan merit pay. Jika setiap orang dalam departemen menerima pembayaran yang besarnya hampir sama, maka tidak ada korelasi antara tambahan imbalan dengan kinerja, karena ini bukan sistem merit pay yang benar (McGinty dan Hanke.,1992).

Sisi Positif dan Negatif Merit Pay

Penerapan merit pay bagi karyawan dipandang cukup adil, sebab karyawan diberi imbalan yang berbeda sesuai dengan prestasi kerja yang diraihnya. Karyawan yang menghasilkan kinerja yang tinggi akan memperoleh kenaikan gaji yang lebih tinggi dibandingkan karyawan yang memperoleh level kinerja dibawahnya. Artinya karyawan harus berprestasi lebih baik dulu baru mendapat kenaikan imbalan. Dengan demikian jika merit pay dapat diterapkan secara efektif maka akan memiliki dampak positif bagi organisasi karena dapat meningkatkan kinerja serta kepuasan kerja karyawan.Persoalannya apakah merit pay benar-benar meningkatkan kinerja serta memberi kontribusi yang tinggi bagi produktifitas atau tidak.Kebanyakan praktisi dan akademik setuju bahwa secara teori merit pay merupakan ide yang baik ( Brookes,1993). Berdasarkan pandangan yang digunakan secara luas berkaitan dengan expectancy theory, merit pay seharusnya memungkinkan organisasi (1) mendorong tingkat rata-rata motivasi kerja individual (2) meningkatkan pencapaian yang berorientasi individual (3) mempertahankan penilaian yang tinggi bagi karyawan yang memiliki kinerja tinggi (Kopelmen. Et.al.,1991).

Walaupun sebenarnya kebijakan memotivasi karyawan yang terbaik adalah harus memiliki tujuan yang jelas dan menantang namun keryawan harus merasa bahwa mereka dibayar secara adil untuk usaha pencapaian tujuan tersebut (Basset,1994).Riset menemukan bukti kuat bahwa penggunaan imbalan sebagai motivator dari

Page 19: Contoh Tugas

outcome. Penyesuaian imbalan tahunan berdasarkan kebijakan pay for performance dari perbedaan pemberian imbalan yang meningkat , tidak secara konsisten memotivasi kinerja yang tinggi. Karyawan harus secara palsu mengkaitkan usaha dengan imbalan dalam cara yang menciptakan harapan bahwa usahanya harus dihargai untuk kenaikan pembayaran imbalan menjadi adil (Basset,1994).Masalah utama dari program merit pay adalah banyak desainnya tidak baik atau penerapannya tidak efektif, khususnya bagi pekerja kerah putih (white colar) serta untuk metode pengukuran yang sistematik yang dikaitkan dengan produktivitas (McGinty dan Hanke, 1992).

Oleh karena sistem pembayaran ini mengkaitkan kinerja yang dicapai oleh seorang karyawan, maka semakin tinggi kinerja akan semakin tinggi pula kenaikan imbalan yang diberikan organisasi kepadanya. Dengan demikian pembayaran dengan sistem ini dapak dilakukan jika memiliki data tentang kinerja karyawan yang telah dicapainya pada masa lalu. Hal ini merupakan kelemahan dari merit pay, karena hanya memfokuskan pada masa lalu, tanpa memperhatikan kinerja masa yang akan datang. Karyawan yang mencapai kinerja masa lalu yang tinggi akan memperoleh imbalan yang tinggi tanpa sedikitpun mengkaitkannya dengan kinerja yang akan datang. Sebab sistem ini mengasumsikan bahwa kinerja yang akan datang merupakan cerminan kinerja masa lalu, padahal tidak selamanya hal itu terjadi.

Survei yang telah dilakukan McGinty dan Hanke (1992) menunjukan bahwa kebanyakan pekerja tidak melihat banyak hubungannya antara imbalan yang mereka terima dengan seberapa baik hasil kerja mereka.Kebanyakan para karyawan diperlakukan sama, artinya mereka diberi imbalan hanya didasarkan semata-mata pada waktu yang dihabiskan untuk bekerja.

Faktor Penyebab Kegagalan Program Merit PayMenurut Wilkerson (1995), sistem merit pay sekarang dipandang tidak adil dan tidak ada kaitannya dengan kinerja serta hanya mempertimbangkan pembauran hak kepada karyawan. Oleh karenanya banyak program merit pay yang tidak berhasil. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa terdapat dua hal yang menjadi penyebab tidak bekerjanya merit pay :

1. Dari sudut statistik penerapan merit pay mengacu pada Bell-Shape Curve yang berdistribusi normal. Implikasi dari bentuk distribusi ini bahwa seluruh karyawan memiliki kemampuan yang sama, sehingga prestasi kerja karyawan dianggap secara random dan usaha yang dilakukan departemen sumber daya manusia untuk meningkatkan kinerja tidak bermanfaat, seperti sistem seleksi karyawan , training, peningkatan pendidikan serta promosi atau lainnya. Pada hal dalam kenyataannya prestasi kerja karyawan berbeda-beda sesuai dengan kemampuan serta pengalaman kerjanya, akibatnya karyawan yang memiliki kinerja dibawah rata-rata lebih sedikit setelah ditraining serta usaha peningkatan kinerja lainnya yang dilakukanperusahaan.Jadi seharusnya yang digunakan adalah distribusi yang menceng kanan bukan atas dasar bentuk distribusi normal. Akibatnya dalam penerapan anggaran untuk imbalan mengacu

Page 20: Contoh Tugas

pada distribusi normal. Kesalahan ini akan berimplikasi pada pihak manajemen serta menciptkan dilema bagi supervisor untuk melakukan tiga hal kemungkinan, yakni :

1) Memberikan peringkat kepada karyawan lebih rendah dari kinerja yang sesungguhnya untuk menyesuaikan dengan anggarannya.

2) Memberi peringkat karyawan lebih tinggi dan harus menjelaskan mengapa peningkatan imbalan tidak sesuai dengan peringkat.

3) Menaikan anggaran merit .

2. Perbedaan dari merit pay antara kinerja yang tinggi dengan yang rendah begitu kecil dan tak ada nilai insentif serta tidak jelasnya bagaimana seorang memperoleh imbalan lebih tinggi dan lebih rendah yang dapat diperoleh secara adil, sehingga bagi karyawan sulit memutuskan apakah imbalan benar-benar dikaitkan dengan kinerja.Pendapat tersebut didukung Filipowski (1991), sekalipun sebagian besar karyawan diberi tahu bahwa kenaikan gajinya didasarkan pada prestasi kerja, tetapi hanya sepertiga yang mempercayainya. Hal ini disebabkan banyak program yang tidak dirancang secara sistematis.

Survey yang dilakukan Don Eskew dan Heneman (1996) bertujuan menjawab pertanyaan dasar untuk para eksekutif dalam membuat keputusan strategis berkaitan dengan penggunaan merit pay ,yaitu : kesuksesan rancangan merit pay, kriteria yang digunakan untuk mengukur kesuksesan serta keberhasilan praktek merit pay. Hasil survey menunjukan bahwa rancangan merit pay sekarang dipandang sebagai signifikan yang marginal, sedangkan hasil survey sebelumnya menunjukan merit pay signifikan secara moderat. Jadi selama kurun waktu 10 tahun antara riset sekarang dengan sebelumnya menunjukan terdapat penurunan dampak merit pay terhadap kinerja karyawan. Kesuksesan merit pay disini diukur dalam bentuk perbaikan sikap dan perilaku karyawan dan keberhasilan tersebut disebabkan sistem penilaian kinerja telah diperbaiki dan kesuksesan program merit pay tergantung pada kejelasan melihat hubungan antara pembayaran dengan kinerja serta melihat keadilan prosedur yang digunakan. Hasil survey ini menyatakan masih diperlukannya program merit pay tetapi harus mempunyai banyak fokus yang lebih sempit dalam organisasi.

Program merit pay harus digunakan untuk mendukung tujuan perilaku yang sangat spesifik (team work, Customer service) dan tidak mencakup pada masalah yang lebih berorientasi hasil seperti pengurangan biaya tenaga karyawan serta produktivitas . Tambah lagi untuk peran yang lebih membatasi perencanaan dan target strategis dalam program kompensasi secara total, rancangan merit pay perlu diperbaiki kembali agar lebih efektif serta dapat diterapkan untuk mendukung strategis pemberian imbalan seperti gainsharing, team-based pay dan profit sharing.

Jika merit pay mengarah untuk perbaikan perilaku dan sikap karyawan, maka untuk selanjutnya tidak hanya jumlah kenaikan imbalan yang harus dilihat keadilanya, tetapi

Page 21: Contoh Tugas

juga keadilan prosedurnya merupakan masalah penting sebab keadilan prosedur digunakan untuk membangun persepsi karyawan tentang prosedur yang adil seperti ditunjukan praktek organisasi sekarang. Penelitian yang dilakukan oleh Lowery,Petty dan Thompson (1996) terhadap 8000 karyawan ternyata 4788 responden memberikan respon bahwa karyawan setuju terhadap konsep merit pay tetapi ada masalah dalam hal implementasi. Karyawan menghargai kesempatan dinilai dengan sistem merit, penawaran imbalan dngan program tersebut serta insentif untuk meningkatkan kinerja. Karyawan juga menaruh perhatian pada kualitas tujuan yang dirancang dan kesenjangan keadilan atau persepsi favoritisme dalam menetapkan imbalan.

Pada penelitian ini perusahaan mengimplementasikan sistem pembayaran yang baru yang diberikan kepada kartawan dengan dua dasar pembayaran yang didasrkan pada kinerjanya. Sebelum mengimplementasikan program imbalan yang baru, kinerja karyawan terlebih dahulu dinilai dengan menggabungkan kombinasi merit dan senioritas yang membolehkan karyawan untuk meningkatkan melalui dasar klasifikasi jabatan dan tingkatan imbalan pada penyesuaian tahunan.

Bonus insentif memiliki keuntungan dibandingkan dengan merit pay karena dapat lebih baik mencerminkan kinerja saat ini ( Lawler,1990). Bonus tidak menjadi anuitas sebab pembayaran tahun yang berurutan berkaitan dengan tingkat kinerja seperti pada kasus merit yang meningkat. Hasil penelitian ini secara menyeluruh mendukung konsep merit pay. Respon karyawan tersebut menunjukan bahwa karyawan percaya ide dibalik program merit pay sangat baik, tetapi masalah utamanya terletak pada pelaksanaannya. Jadi organisasi dapat mempertahakan merit pay tersebut, asal saja penerapannya hrus diarahkan untuk kepuasan karyawan sehingga tidak menyebabkan kegagalan. Menurut Simamora (1997), faktor-faktor yang menyebabkan gagalnya penerapan merit pay adalah :1. Nilai insentif imbalan yang ditawarkan terlampau rendah. Seseorang yang mendapatkan merit sebesar lima persen dari pendapatannya hanya akan mendapatkan sedikit kenaikan gaji setelah pajak yang diperoleh.

2. Kaitan antara kinerja dan imbalan sangat lemah. Jika kinerja dihitung secara tahunan pada satu skala pengukuran maka para karyawan akan tetap tidak jelas mengenai apa yang diberikan imbalan. Tambah pula waktu pemberian gaji merit dapat mempunyai dampak kecil atau tidak relevan terhadap kinerja dari perilaku yang diinginkan.

3. Supervisor serikali menolak penilaian kerja, sebab hanya sedikit supervisor yang terlatih dalam seni pemberian umpan balik secara akurat, menyenangkan, dan dengan sedikit kemungkinan menciptakan masalah lain.

4. Kontrak serikat pekerja mempengaruhi keputusan gaji untuk kinerja di dalam dan di antara organisasi. Kontrak bertahun-tahun menciptakan tekanan pada gaji level lainnya dan bagi karyawan non serikat pekerja. Kegagalan mencocokan gaji serikat pekerja dalam periode 3-4 tahun (khususnya dalam periode inflasi yang tinggi) akan mengundang perselisihan dan perputaran karyawan.

Page 22: Contoh Tugas

5. Tingginya permasalahan anuitas karena pada saat pembayaran merit yang lalu dimasukkan kedalam suatu gaji individu, pembayaran membentuk anuitas (suatu jumlah uang yang diterima pada interval yang teratur) dan memungkinkan individu yang sebelumnya produktif menjadi merosot untuk beberapa tahun d dalam suatu pekerjaan, individu sering kali mencapai puncak rentang gaji dari pekerjaan mereka. Akibatnya,gaji tidak lagi berfungsi sebagai motivator karena gaji tersebut tidak lagi meningkat sebagai akibat suatu kinerja.

Efektivitas Penerapan Sistem Merit Pay

Pertanyaan paling penting dalam menerapkan merit pay adalah sebenarnya program tersebut cocok untuk siapa. Merit pay hanya cocok diterapkan untuk sasaran karyawan yang memiliki sikap pencapaian prestasi (achievement) yang tinggi. Biasanya sistem ini lebih cocok diterapkan pada manajemen tingkat atas seperti direktur, manajer atau staf yang kinerjanya dapat dilihat secara konkrit. Disamping itu fokus penerapan program merit pay harus berubah, misalnya dengan mengacu Wilkerson (1995).Meskipun sistem pembayaran berdasarkan kinerja secara substansial dapat meningkatkan produktivitas,desain dan implementasi yang jelek dapat menekan potensi efektivitasnya. Supaya efektif ,sistem imbalan berdasarkan kinerja harus berhubungan dengan tiga persoalan utama: penentuan dan pengukuran kinerja, penentuan imbalan juga harus mendapatkan penerimaan karyawan (Kohn,1993). Oleh sebab itu semua persoalan penilaian kinerja harus ditujukan pada sistem yang menghubungkan bayaran dengan kinerja sangat efektif. Jika sistem pengukuran kinerja memusatkan diri pada satu komponen kinerja dan insentif diberikan bagi komponen yang berbeda, maka karyawan akan bingung dan para manajer akan bertanya-tanya mengapa insentif tidak berhasil. Agar pembayaran berdasarkan kinerja efektif, menurut Schuler dan Jackson (1999) dalam merancang sistem imbalan diperlukan tiga syarat,yakni :

1. Menentukan dan mengukur kinerja.

2. Menentukan imbalan (pengakuan atau uang, besarnya imbalan, bentuk pembayaran).

3. Mendapatkan penerimaan karyawan.

Sedangkan Simamora (1997) menyarankan agar sistem merit pay efektif dapat dilakukan langkah sebagai berikut :

Membuat standar kinerja yang tinggi sebab pengharapan yang rendah cenderung menjadi pemenuhan ramalan sendiri dan puncak prestasi jarang dihsilkan dari pengharapan yang sedang-sedang saja.

Mengembangkan sistem penilaian kinerja yang akuran dan memiliki fokus pada kriteria yang berorientasi pada hasil dan spesifik pekerjaan.Melatih supervisor dalam mekanisme penilaian kerja dan dalam seni pemberian

Page 23: Contoh Tugas

pemberian umpan balik kepada bawahan sedangkan kinerja yang tidak efektif harus dikelola secara kontruktif.

Mengkaitkan secara erat imbalan dengan kinerja serta menggunakan penilaian kinerja semi tahunan untuk memberikan atau menolak peningkatan merit.Menggunakan suatu rentang peningkatan merit yang luas dan membuat peningkatan gaji menjadi lebih bermakna.

Menurut Schuler dan Jackson (1999) suatu program imbalan berdasarkan kinerja kemungkinan besar berhasil jika:

1. program dikomunikasikan secara jelas, dapat dipahami, bonus mudah dihitung;

2. karyawan ikut serta dalam menetapkan dan menjalankan program dan mereka percaya bahwa mereka akan diperlakukan adil.

3. karyawan yakin mereka dapat mempercayai perusahaan dan karena itu merasa aman dalam bekerja.

4. bonus diberikan segera mungkin setelah kinerja yang diinginkan terlihat.Disisi lain Simamora (1997) mengusulkan agar manajer perlu mempertimbangkan isu-isu berikut bersamaan dengan gaji merit :

Mengkonsultasikan ketentuan kontrak serikat pekerja mengenai siapa yang mesti dilibatkan dalam perancangan, penerapan sistem merit pay dan prosedur keluhan.Melaksanakan suatu analisis pekerjaan yang cermat untuk menangkap perilaku kerja yang digunakan untuk menilai kinerja. Brbagai hasil analisis ini dengan pemegang jabatan dan mencapai konsensus atas persyaratan-persyaratan kerja sebelum meneruskan lebih jauh.

Membuat suatu rentang gaji untuk setiap kelas pekerjaan.Titik tengah (midpoint) suatu rentang gaji merupakan basis untuk membandingkan karyawan dalam hubungan dengan level gaji mereka. Level gaji mewakili suatu tingkat gaji yang tepat untuk seorang karyawan yang berpengalaman yang bekerja secara memuaskan.Karyawan yang tidak berpengalaman dan baru diangkat normalnya dibayar pada titik minimal dari rentang gaji.Bagaimanapun, penyesuaian pasar (berdasarkan permintaan dan penawaran tenaga kerja) dapat menyebabkan tingkat gaji permulaan diatas titik minimal untuk pekerjaan tertentu.

Pekerja berpengalaman yang memasuki suatu kelas pekerjaan normalnya dibayar satu tingkat gaji yang konsisten dengan pengalaman mereka (misalnya, pada titik tengah dari suatu rentang gaji).

Karyawan yang memuaskan dapat menanjak dari tingkat gaji awal mereka menuju titik tengah di rentang gaji mereka atas dasa merit.

Page 24: Contoh Tugas

Karyawan diatas rata-rata dapat meningkatkan diatas kenaikan rata-rata menuju titik tengah dan maksimal.

Karyawan superior dapat meningkat menuju titk maksimal dari rentang gaji.Adapun faktor suksesnya penerapan merit pay menurut McGinty dan Henke (1992) akan tergantung seberapa jauh manajemen mau melakukan perbaikan dari program tersebut,seperti : Pertama, jika masalah pembayaran merit merupakan hasil pembayaran yang tidak dipandang sebagai pengikat kinerja maka manajemen harus dapat menyakinkan karyawan melalui perbaikan komunikasi bahwa mereka dibayar berdasarkan kinerja relatif terhadap yang lainnya dalam perusahaan.Kedua, jika besarnya merit pay dipandang tidak cukup, maka harus dinaikan. Ketiga, jika sistem penilaian tidak dapat dipercaya, reliably dan tidak valid perbedaanya antara kinerja yang tinggi dengan yang rendah, intrumen penilaian yang baru harus dibentuk, mulai dari mengumpulkan informasi pekerjaan melalui job analysis. Untuk menjamin sistem merit pay berjalan terus maka harus diaudit secara regular.

Jadi pada dasarnya konsep merit pay walaupun secara teori dianggap baik, namun dalam prakteknya perlu syarat-syarat yang harus dipenuhi agar dapat meningkatkan kinerja karyawan. Ada tiga elemen yang harus saling terkait agar penerapan merit pay efektif, yakni : Manajemen, penilaian kinerja dan karyawan.

Manajemen harus mendesain tugas dengan baik agar penilaian kinerja memberikan hasil yang akurat dan adil serta menentukan besarnya kenaikan imbalan yang dihargai karyawan sebagai hasil dari prestasi kerja mereka sehingga penerapan merit pay tersebut betul-betul memenuhi standart yang diinginkan kedua belah pihak. Untuk itu manajemen harus mensosialisasikannya serta mengkomunikasikan kepada karyawan agar mereka mengetahui apa yang diinginkan organisasi dan dapat berpartisipasi dalam penerapan merit pay.

BAB V

KESIMPULAN

Dari uraian diatas dapat diambil beberapa kesimpulan tentang penerapan kompensasi di suatu organisasi yaitu sbb :

1. Permasalahan kompensasi bagi kepegawaian bahwa bagian kepegawaian mutlak perlu tersedia tenaga profesional yang benar-benar ahli dalam mengembangkan sistem kompensasi yang tepat. Sistem kompensasi harus didasari pada prinsip keadilan, kewajaran dan kesetaraan.

Page 25: Contoh Tugas

2. Sistem Kompensasi yang efektif harus melakukan

a) Penilaian pekerjaan dan sistem kompensasi yang akan digunakan.

b) Survey Upah dan Gaji.

c) Kajian faktor-faktor yang mempengaruhi sistem kompensasi.

d) Menentukan sistem Insentif

3. Walaupun merit pay memiliki keuntungan bagi kedua pihak yakni karyawan maupun organisasi, namun dalam penerapannya memiliki kendala berkaitan dengan penilaian kinerja yang akurat dan adil serta penentuan besarnya kenaikan imbalan atas dasar kinerja yang dihargai karyawan. Disisi lain karyawan sulit memahami mengapa imbalan yang mereka terima berbeda, apalagi jika dikaitkan kinerja karena karyawan lebih mudah memahami perbedaan pangkat dan senioritas dari pada perbedaan kinerja. Agar penerapan merit pay efektif maka sudah selayaknya manajemen mensosialisasikan program tersebut kepada karyawan sehingga merit pay dapat dipahami seluruh anggota organisasi.