CONTOH PROPOSAL SKRIPSI KEPUSTAKAAN.doc

28
TOPIK : “Pergolakan Batin Perempuan Papua : Kajian Struktural-Feminisme Novel Etnografi Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari” A. Latar Belakang Harapan manusia hidup di dunia antara lain adalah untuk mendapatkan keadilan dan kedamaian. Namun, kenyataan yang ada hingga saat ini adalah peperangan, penindasan, dan ketidakadilan semakin merajalela. Bentuk peperangan, penindasan, dan ketidakadilan pun semakin terlihat sangat rapi dan diperhalus. Rapi dan diperhalus maksudnya yaitu pelaku semakin lebih berkuasa, lebih kuat, lebih sewenang-wenang terhadap korban, dan korban menganggap bentuk-bentuk penyiksaan dan penindasaan tersebut merupakan hal yang biasa, harus diterima sewajarnya, bahkan dianggap sebagai takdir atau kodrat. Bentuk perang pun sekarang bukan lagi sekadar perang antara penjajah dengan yang dijajah karena kebutuhan rempah-rempah atau hasil kekayaan bumi, atau perang antarsuku. Bahkan, perang dalam 1

Transcript of CONTOH PROPOSAL SKRIPSI KEPUSTAKAAN.doc

BAB I

PAGE 18

TOPIK : Pergolakan Batin Perempuan Papua : Kajian Struktural-Feminisme Novel Etnografi Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi LinggasariA. Latar Belakang

Harapan manusia hidup di dunia antara lain adalah untuk mendapatkan keadilan dan kedamaian. Namun, kenyataan yang ada hingga saat ini adalah peperangan, penindasan, dan ketidakadilan semakin merajalela. Bentuk peperangan, penindasan, dan ketidakadilan pun semakin terlihat sangat rapi dan diperhalus. Rapi dan diperhalus maksudnya yaitu pelaku semakin lebih berkuasa, lebih kuat, lebih sewenang-wenang terhadap korban, dan korban menganggap bentuk-bentuk penyiksaan dan penindasaan tersebut merupakan hal yang biasa, harus diterima sewajarnya, bahkan dianggap sebagai takdir atau kodrat. Bentuk perang pun sekarang bukan lagi sekadar perang antara penjajah dengan yang dijajah karena kebutuhan rempah-rempah atau hasil kekayaan bumi, atau perang antarsuku. Bahkan, perang dalam konteks kekinian lebih kritis, yaitu perang antara pemikiran (ideologi), moral, tradisi, budaya, dan modernitas.

Di dalam kehidupan bermasyarakat, dikenal adanya pembedaan laki-laki dan perempuan menurut biologis maupun sosial. Pembedaan secara biologis disebut seks, dibedakan secara jenis kelamin dan kegunaan alat reproduksi. Namun, ternyata manusia membedakan antara laki-laki dan perempuan bukan dari segi biologis saja, tetapi juga dari perilaku, jenis pekerjaan, sifat-sifat yang umumnya dilakukan oleh laki-laki dan perempuan, serta dari selera model dan berbagai kebiasaan, adat atau kebudayaan suatu masyarakat. Jadi, ada pembagian dan pembedaan laki-laki dan perempuan secara sosial yang dikonstruksi oleh masyarakat. Konstruksi pembedaan sosial inilah yang disebut gender.

Gender adalah pembagian peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang ditetapkan masyarakat maupun budaya. Misalnya, keyakinan bahwa laki-laki kuat, kasar dan rasional, sedangkan perempuan lemah, lembut, dan emosional, bukanlah kodrat Tuhan, melainkan hasil sosialisasi melalui sejarah panjang. Karena dalam kenyataannya ada perempuan yang kasar, kuat fisiknya, dan rasional, sementara banyak sekali laki-laki yang lembut, emosional, dan lemah. Pembagian peran, sifat, maupun watak perempuan dan laki-laki tersebut dapat dipertukarkan, berubah dari masa ke masa, dari satu tempat ketempat dan adat satu ke yang lain, dari satu kasta (kelas) ke kasta lain (Sitomurang, 2004: 2).

Pembedaan gender ini bersifat opresif ketika seseorang lahir pilihan hidupnya telah ditentukan terlebih dahulu. Seorang bayi perempuan seolah-olah ditakdirkan untuk menjadi penanggung jawab wilayah domestik, bersifat lemah lembut, patuh, menarik, indah dan sebagainya. Tanpa disadari keluarga telah menjadi tempat sosialisasi pembedaan gender untuk kali pertamanya. Melalui keluarga, anak menyerap pemahaman secara berangsur-angsur terhadap rasa takut dan prasangka. Benih-benih diskriminasi, dan seksisme ditanam lewat sikap orang tua terhadap orang lain, melalui larangan-larangan atau teguran-teguran. Dari sikap orang tua inilah secara tidak sadar telah menjadikan perempuan menjadi suatu objek yang terlihat sangat wajar.

Objektivasi terhadap perempuan tidak hanya dalam keluarga, ketika menjadi anak-anak saja, tetapi akan berlanjut ketika perempuan tersebut telah menikah. Laki-laki sebagai suami telah menjadikan perempuan yang notabene adalah istrinya sendiri menjadi objek yang selalu dia tindas. Para perempuan tersebut tidak mendapatkan hak-haknya dalam bidang hukum, pemerintahan, pendidikan, pekerjaan, maupun kesejahteraan hidupnya sendiri.

Sampai saat ini penindasan hadir dalam bentuk yang lebih elastis, tidak semua kaum perempuan memahami dan menyadari penindasan tersebut. Penindasan ini diciptakan secara struktural dan penguatan mitos-mitos kultural perempuan. Perempuan seolah-olah disediakan untuk melayani keluarga sepanjang hidupnya. Sebenarnya peran domestik perempuan berada di belakang layar kebesaran kaum lelaki (Anshori, 1997: 5)

Isu kesetaraan perempuan dan laki-laki telah merebak dan menjadi fenomena global. Yang melanggengkan hal ini adalah keduanya; perempuan dan laki-laki, pihak perempuan menerima dan pihak laki-laki yang menghendakinya. Semuanya bermula dari rumah/keluarga, sehingga menjadi fenomena global. Berarti juga memberikan hambatan dalam kehidupan beragama, berkeluarga, bermasyarakat, dan bernegara. Akibatnya, berbagai macam tindak kekerasan dan berkuasanya ideologi patriarki mengungkung perempuan berabad-abad mulai dipertanyakan dan dilawan. Tindak kekerasan terhadap perempuan bukan hanya cerita, tetapi fakta. Sampai sekarang masih terus berlangsung, terutama dalam lingkungan keluarga. Dari bentuk-bentuk ketidakadilan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan tersebut yang semakin membuat geram aktivis sosial di Eropa untuk mempelopori gerakan pemberontakan. Gerakan yang sampai sekarang masih diperjuangkan oleh kaum perempuan di dunia, dikenal dengan gerakan feminisme.

Dalam novel etnografi Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari terdapat beberapa persoalan gender yang dihadapi para tokoh perempuan terkait dengan adat yang membelenggu akibat budaya patriarki yang masih mendominasi. Salah satu persoalan gender akibat belenggu budaya patriarki tersebut adalah ketidakadilan. Ketidakadilan tersebut tidak saja dialami tokoh utama perempuan, Liwa, tetapi juga dialami tokoh-tokoh perempuan lainnya, antara lain: ibu kandung Liwa, ibu tiri yang mengasuhnya, dan perempuan suku Dani lainnya.Penyerahan Papua oleh Pemerintahan Belanda kepada pemerintahan Indonesia dan Kristenisasi memasuki bumi Wamena, tidak menjamin perempuan Suku Dani mendapatkan kesejahteraan. Tentara Nasional Indonesia (TNI) memasuki tanah Wamena, Jayapura, untuk melindungi serangan musuh dari luar juga untuk menjaga keamanan dari perang antarsuku. Peran laki-laki yang sebelumnya adalah berperang, kemudian bergeser. Sebagian berkehendak beradaptasi dengan modernisasi, menjadi subjek, sedangkan sebagian tetap berpegang teguh pada adat setempat, menjadi objek. Adat yang tentunya sarat dengan ketidakadilan kepada perempuan Suku Dani.

Ketimpangan tersebut merupakan persoalan besar bagi para perempuan Suku Dani, ibu tiri Liwa lebih memilih tidak menikah lagi ketika suaminya meninggal. Baginya kesendirian adalah bentuk perjuangan untuk mendapatkan kemerdekaan atau kebebasan yang diimpikan sebelumnya. Begitu halnya dengan Liwa yang melakukan perjuangannya dengan meninggalkan Sali (penutup kemaluan perempuan) pada bebatuan, memberati tubuh dengan batu kemudian menerjunkan diri ke dalam sungai Fugima untuk menjemput kebebasan yang sesungguhnya (kebebasan abadi).

Peristiwa tersebut juga menyebabkan timbulnya pergolakan batin pada tokoh Gayatri, seorang dokter muda dan modern yang bekerja di perkampungan Suku Dani. Gayatri merasa bahwa apa yang selama ini dialami oleh perempuan Suku Dani, yakni ketidakadilan dan ketertindasan yang telah membelenggu hidup mereka, sebagai akibat konstruksi sosial masyarakat lingkungan, harus segera dihentikan. Hal ini yang melatarbelakangi penulis mengambil judul Pergolakan Batin Perempuan Papua : Kajian Struktural-Feminisme Novel Etnografi Sali : Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah sangat diperlukan dalam suatu penelitian, agar penelitian tersebut tidak melenceng dari tujuan penelitian. Novel etnografi Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani (selanjutnya disebut SKSWSD) karya Dewi Linggasari, sebagaimana telah penulis sebutkan sebelumnya adalah novel yang menceritakan kisah perempuan Suku Dani dengan segala keterpurukannya dalam kehidupan. Unsur patriarki yang masih mendominasi dan adat setempat yang semakin membelenggu, meskipun sudah terjadi perubahan zaman di dalamnya.

Dalam penelitian ini, penulis akan menganalisis struktur cerita agar menemukan makna yang terkandung di dalamnya. Selanjutnya hasil analisis struktur tersebut penulis manfaatkan untuk mendukung analisis feminisme dan gender. Berdasarkan latar belakang dan uraian persoalan di atas, dapat penulis rumuskan tiga permasalahan, yaitu: 1. Bagaimana kaitan antarunsur struktur dalam novel etnografi Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani?2. Bagaimana isu gender diungkapkan dalam novel etnografi Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani?3. Bagaimana bentuk-bentuk stereotip dan isu kekerasan terhadap perempuan diungkap dalam novel etnografi Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani?C. Tujuan Penelitian

Bertolak dari rumusan masalah di atas, tujuan yang hendak dicapai penelitian ini adalah: 1. Mengungkapkan kaitan antarunsur struktur dalam novel etnografi Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani.2. Mengungkapkan isu gender dalam novel etnografi Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani.3. Mengungkapkan bentuk-bentuk stereotip dan isu kekerasan terhadap perempuan yang terungkap dalam novel etnografi Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani.D. Tinjauan Pustaka

1. Penelitian Sebelumnya

Novel etnografi Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari bercerita tentang kehidupan perempuan suku Dani di Papua. Garis hidup yang bernama adat telah meminggirkan segala hak akan kenyamanan hidup dan menjalani segala pilihan dengan bebas. Setting waktu dalam novel ini adalah pada masa orde baru, sampai dengan tumbangnya rezim, dan peradaban dimulai. Perubahan zaman ternyata tidak berpengaruh pada kehidupan perempuan suku Dani, penderitaan tetap mereka rasakan sepanjang hari. Selain adat yang membelenggu, budaya patriarki pun masih sangat mendominasi suku Dani.

Berdasarkan Katalog Skripsi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro diketahui bahwa novel etnografi Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani belum pernah ada yang meneliti, tetapi pernah ditulis di sebuah blog di internet (A Lil Me blog). Artikel A LiL Me blog belum dikatakan sebagai penelitian, karena hanya menuliskan tentang resensi cerita saja, namun bisa menjadi penambahan pengetahuan bagi penulis. Tentang artikel tersebut penulis akan menguraikannya dalam tinjauan pustaka.

Apabila pada akhirnya penulis berniat mengangkat novel etnografi SKSWSD dengan penggabungan dua pendekatan/metode, yaitu struktural dan feminisme untuk karya penulisan skripsi, selain karena berbagai alasan yang telah dikemukakan, juga karena di lingkungan Fakultas Ilmu Budaya UNDIP, penulis belum menjumpai atau pun menemukan penelitian dengan objek dan pendekatan yang sama. Namun demikian, khusus untuk penelitian tentang gender dan perempuan, penulis berhasil menginventarisir karya ilmiah penulisan skripsi di jurusan Sastra Indonesia UNDIP.

Penelitian yang mendapat perhatian penulis adalah skripsi Anies Widiyarti yang berjudul Bicara Tentang Perempuan: Kebanggaan dan Keterpurukannya (Analisis Struktural-Feminisme Kumpulan Cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminnu) Karya Djenar Maesa Ayu) (2006). Dalam analisisnya, Anies mengambil keseluruhan cerpen dalam kumpulan cerpen JMMdK yang berjumlah sebelas (11) cerpen. Menurut Anies kumpulan cerpen JMMdK sangat terbuka dalam membicarakan dan menggambarkan seks, ditulis oleh seorang perempuan yang tentunya berbeda apabila itu ditulis oleh seorang laki-laki. Anies menggunakan pendekatan struktural untuk menghadirkan pencitraan/penafsiran feminisme dalam kumpulan cerpen JMMdK karya Djenar Maesa Ayu.

Dari kilasan atau intisari penulisan skripsi tersebut, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa dalam penelitian-penelitian yang membicarakan masalah perempuan, gender, ataupun seks, bertujuan untuk mengungkap citra perempuan dan aspirasi feminis dalam konteks atau pun lingkup yang sederhana. Anies menggunakan unsur-unsur struktur (tema, tokoh/penokohan, alur/pengaluran, latar/pelataran, sarana cerita (judul, sudut pandang gaya dan nada) ) sebagai unsur pembangun cerita yang membantu dalam pencitraan/penafsiran.

Penulis hanya menggunakan metode yang sama, yaitu menggunakan unsur-unsur struktur untuk membantu dalam pencitraan/penafsiran, namun penulis juga menggunakan teori gender untuk mengetahui ideologi yang terdapat dalam novel etnografi Sali; Kisah Seorang Wanita Suku Dani karya Dewi Linggasari.2. Landasan TeoriUntuk menganalisis permasalahan yang telah diuraikan di atas, diperlukan adanya landasan teori yang tepat. Teori merupakan alat terpenting dari suatu ilmu pengetahuan, tanpa teori hanya ada pengetahuan tentang serangkaian fakta saja (Koentjaraningrat, 1977: 19). Penulis menggunakan metode feminisme-gender untuk meneliti novel etnografi SKSWSD, namun sebelumnya akan menggunakan pendekatan struktural (mengupas unsur-unsur pembentuk karya sastra). Analisis struktur dimaksudkan untuk meneliti novel etnografi SKSWSD secara lebih cermat.a. Teori StrukturalMenurut Hill yang dikutip oleh Pradopo, karya sastra adalah sebuah struktur yang kompleks, oleh karena itu untuk dapat memahaminya haruslah karya satra dianalisis. Dalam analisis itu karya sastra diuraikan unsur-unsur pembentuknya. Dengan demikian, makna keseluruhan karya sastra akan dapat dipahami. hal ini mengingat pendapat Hawkes melalui Pradopo bahwa karya sastra itu adalah sebuah karya sastra yang utuh. Di samping itu, sebuah struktur sebagai kesatuan yang utuh dapat dipahami makna keseluruhannya bila diketahui unsur-unsur pembentuknya dan saling berhubungan di antaranya dengan keseluruhannya. Unsur-unsur atau bagian-bagian lainnya dengan keseluruhannya (Pradopo, 2005: 108).Sesuai pendapat Pradopo karya sastra merupakan suatu struktur yang otonom yang dipahami bersama-sama unsur pembangunnya, maka yang sangat penting diperhatikan sekarang adalah unsur-unsur pembangunnya. Sayuti menyebutkan, elemen atau unsur-unsur yang membangun sebuah fiksi atau cerita rekaan, novel termasuk di dalamnya, terdiri atas tema, fakta cerita, dan sarana cerita. Fakta cerita terdiri atas tokoh, plot atau alur, dan setting atau latar. Sarana cerita meliputi hal-hal yang dimanfaatkan oleh pengarang dalam memilih dan menata detil-detil cerita sehingga tercipta pola yang bermakna, seperti unsur judul, sudut pandang, gaya dan nada, dan sebagainya (2000: 147).b. Teori FeminismeSecara leksikal, feminisme ialah gerakan perempuan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum perempuan dan laki-laki (Moeliono, 1988: 241). Pengertian yang lain, feminisme ialah teori tentang persamaan antara laki-laki dan perempuan di bidang politik, ekonomi, dan sosial: atau kegiatan terorganisasi yang memperjuangkan hak-hak serta kepentingan perempuan (Goefe, 1986: 837).

Tijsen mengistilahkan gerakan feminisme selalu berkaitan dengan kewarganegaraan penuh, yaitu kesamaan hak-hak sipil, ekonomi, dan sosial dengan laki-laki (melalui Turner, 2000: 246). Gerakan feminisme merupakan perjuangan dalam rangka mentransformasikan sistem dan struktur yang tidak adil menuju ke sistem yang adil bagi perempuan dan laki-laki (Fakih, 1996: 100). Terminal perjuangan tidak hanya sampai pada emansipasi yang masih diartikan sebagai persamaan hak laki-laki dan perempuan, tetapi sampai dengan keadilan bagi seluruh umat manusia (Murniati, 1999: xii). Inti tujuan feminisme adalah meningkatkan kedudukan dan derajat perempuan agar sama atau sejajar dengan kedudukan serta derajat laki-laki (Djajanegara, 2000: 4).

Dalam ilmu sastra, feminisme berhubungan dengan konsep kritik sastra feminisme, yaitu studi sastra yang mengarahkan fokus analisis kepada wanita (Sugihastuti, 2000: 37). Kritik sastra feminisme menunjukkan bahwa pembaca wanita membawa persepsi dan harapan ke dalam pengalaman sastranya (Showalter, 1985: 3). Jika selama ini sastra selalu berpihak kepada laki-laki, maka melalui kritik sastra feminis setidaknya konsep tersebut dapat sedikit bergeser.

Konsep reading as woman (Culler, 1983: 43-64) kiranya semakin memperkuat anggapan bahwa kritik sastra feminis adalah pengkritik memandang sastra dengan kesadaran khusus: kesadaran bahwa ada jenis kelamin yang banyak berhubungan dengan budaya, sastra dan kehidupan (Sugihastuti, 2000: 38). Membaca sebagai wanita akan lebih demokratis dan tak berpihak kepada laki-laki ataupun perempuan (Endraswawa, 2003: 14). Dalam konkretisasi karya ini, ada kemungkinan satu karya sastra memperoleh makna yang bermacam-macam dari berbagai kelompok pembaca wanita berpengaruh besar dalam pemahaman maupun interprestasi sebuah karya sastra. Ini dapat juga dimengerti, bahwa kritik sastra feminis berkaitan dengan teori resepsi pembaca, yang mempertimbangan pembaca dalam proses pembacaan (Sugihastuti; 2000: 38). c. Teori GenderMenurut Sitomurang, Gender adalah pembagian peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang ditetapkan masyarakat maupun budaya. Misalnya, keyakinan bahwa laki-laki kuat, kasar dan rasional, sedangkan perempuan lemah, lembut, dan emosional, bukanlah kodrat Tuhan, melainkan hasil sosialisasi melalui sejarah panjang. Karena dalam kenyataannya ada perempuan yang kasar, kuat fisiknya, dan rasional, sementara banyak sekali laki-laki yang lembut, emosional, dan lemah. Pembagian peran, sifat, maupun watak perempuan dan laki-laki tersebut dapat dipertukarkan, berubah dari masa ke masa, dari satu tempat ketempat dan adat satu ke yang lain, dari satu kasta (kelas) ke kasta lain (2004: 2).Ketidakadilan yang ditimbulkan oleh perbedaan gender merupakan salah satu masalah pendorong lahirnya feminisme. Ketidakadilan gender termanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidakadilan, yaitu marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik, pembentukan stereotip atau melalui pelabelan negatif, kekerasan (violence), beban kerja lebih panjang dan lebih banyak (burden), serta sosialisasi ideologi nilai peran gender (Fakih, melalui Sugihastuti, 2007: 96)

E. Metode Penelitian

Sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini, serta teori yang akan penulis gunakan dalam analisis, maka metode/pendekatan yang akan penulis manfaatkan adalah metode/pendekatan struktural-feminisme dan gender. Yang dimaksud metode/pendekatan struktural-feminisme adalah pendekatan yang bersifat objektif, yaitu pendekatan yang menganggap karya sastra sebagai makhluk yang berdiri sendiri. Karya sastra bersifat otonom, terlepas dari alam sekitarnya, pembaca, dan bahkan pengarangnya sendiri. Oleh karena itu, untuk memahami sebuah karya sastra (novel), karya sastra (novel) itulah yang harus dianalisis struktur intrinsiknya (Pradopo, 1995: 141). Pendekatan feminisme adalah pendekatan yang digunakan untuk mengupayakan pemahaman kedudukan dan peran perempuan yang tercermin dalam karya sastra.Adapun yang dimaksud metode/pendekatan gender adalah pembagian peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang ditetapkan masyarakat maupun budaya. Pendekatan ini digunakan untuk mengungkapkan bentuk-bentuk stereotip dan isu kekerasan terhadap perempuan dalam novel etnografi SKSWSD karya Dewi Linggasari. F. Sistematika PeneletianBab I merupakan pendahuluan, yang berisi latar belakang penulisan, rumusan masalah, tujuan penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian, serta sistematik penelitian.Bab II berupa tinjauan pustaka, yang mencakup penelitian sebelumnya dan landasan teori yaitu teori strukural (tema, tokoh dan penokohan, alur dan pengaluran, latar dan pelataran, judul, sudut pandang, gaya bahasa dan nada), dan teori feminisme-gender.Bab III adalah paparan analisis, yang menjelaskan proses analisis struktural feminisme terhadap novel etnografi SKSWSD.

Bab IV adalah paparan analisis, yang menjelaskan proses analisis isu gender dalam novel etnografi SKSWSD.

Bab V merupakan penutup, yang memuat simpulan hasil analisis bab-bab sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

A Lil Me blog. http://astutytuty.multiply.com/reviews/item/8Abrams, M. H. 1981. A Glossary of Literary Terms. New York : Hoit, Rinehart and Winston.

Anshori, Dadang S. dkk. 1997. Membincangkan Feminisme: Refleksi Muslimah atas Peran Sosial Kaum Wanita. Bandung: Pustaka Hidayah.A

Anwar, Chairul. 2001. Cara Menulis Kreatif. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.Asrini, Asih. 2008. Perempuan yang Dipasung Hak-Haknya (Analisis Feminis Naskah Monolog Mata, Kaki, dan Air Karya Ririrs K.Toha Sarumpet) Skripsi S-1 Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro. Tidak dipublikasikan.Bandel, Katrin. 2006. Sastra, Perempuan, Seks. Yogyakarta: Jalasutra.

Brooks, Ann. 1997. Postfeminisme and Cultural Studies. Yogyakarta: Jalasutra.

Darmono. Ani M. Hasan. 2002. Menyelesaikan Skripsi dalam Satu Semester. Jakarta: Gramedia.

Djajanegara, Soenarjati. 2000. Kritik Sastra Femini: Sebuah Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

El Saadawi, Nawal. 2006. Perjalanan Mengelilingi Dunia. (diterjamahkan oleh Harmoyo). Jakarta : Yayasan Obor.Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra: Epitomologi Model Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.

Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: MedPress.Fakih, Mansour, 1996. Analisis Gender dan Tranformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Irwan, Zoeaini Djamal. 2009. Besarnya Eksploitasi Perempuan dan Lingkungan di Indonesia. Jakarta: Gramedia. Jackson, Stevi dan Jackie Jones. 2009. Pengantar Teori-teori Feminisme Kontemporer. Yogyakarta: Jalasutra.Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia.Linggasari, Dewi. 2007. Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani. Yogyakarta: Kunci Ilmu.

Linggasari, Dewi. 2008. Wanita Asmat (Dimensi Potret Kehidupan). Yogyakarta: Bigraf Publishing.Murniati, A. Nunuk P. 2004. Getar Gender; Buku Pertama. Magelang: Indonesiatera.

Noor, Redyanto. 2005. Pengantar Pengkajian Sastra. Semarang: Fasindo.

Poerwadarminta. W. J. S. 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.Prabasmoro, Aquarini Priyatna. 2006. Kajian Budaya Feminis : Tubuh, Sastra, dan Budaya Pop. Yogyakarta: Jalasutra.Prabasmoro, Aquarini Priyatna dan Nori Andriyani. 2000. Merefleksi Feminisme dalam Perempuan Indonesia dalam Masyrakat yang Tengah Berubah. (ed. Rahayu S. Hidayat dan Kristi Poerwandari). Program Studi Kajian Wanita UI.Sayuti, Suminto A. 2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gama Medis.

Semi, Atar. 1993. Metodologi Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa.Situmorang, Sinta. dkk. 2004. Budhadarma dan Kesetaraan Gender. Jakarta: Yasodhara Puteri.Sugihastutik dan istna Hadi S. 2007. Gender dan Inferioritas Perempuan: Praktik Kritik Sastra Feminis. Yogtakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Teeuw, A. 1983. Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta: Gramedis.Tong, Rosemarie Putnam. 1998. Feminist Thought. Yogyakarta: Jalasutra.Wellek, Rene dan Austin Warren. 1989. Teori Kesusastraan. (Diterjamahkan oleh Melani Budianta). Jakarta: Gramedia.Widiyarti, Anies. 2006. Bicara Tentang Perempuan: Kebanggan dan Keterpurukannya (Analisis Struktural-Feminisme Kumpulan Cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) karya Djenar Maesa Ayu). Skripsi S-1 Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro. Tidak dipublikasikan.

ANA BUNGATerjemahan bebas (Adaptasi) dari puisi Kurt Schwittters, Anne BlummeOleh :Sutardji Calzoum Bachri

Oh kau Sayangku duapuluh tujuh inderaKucinta kauAku ke kau ke kau akuAkulah kauku kaulah ku ke kauKita ?Biarlah antara kita sajaSiapa kau, perempuan tak terbilangKauKau ? - orang bilang kau - biarkan orang bilangOrang tak tahu menara gereja menjulangKaki, kau pakaikan topi, engkau jalandengan keduatanganmuAmboi! Rok birumu putih gratis melipat-lipatAna merah bunga aku cinta kau, dalam merahmu akucinta kauMerahcintaku Ana Bunga, merahcintaku pada kauKau yang pada kau yang milikkau aku yang padakukau yang padakuKita?Dalam dingin api mari kita bicaraAna Bunga, Ana Merah Bunga, mereka bilang apa?Sayembara : Ana Bunga buahku Merah Ana Bunga Warna apa aku?Biru warna rambut kuningmuMerah warna dalam buah hijaumuEngkau gadis sederhana dalam pakaian sehari-hariKau hewan hijau manis, aku cinta kauKau padakau yang milikau yang kau akuyang milikkaukau yang kuKita ?Biarkan antara kita sajapada api perdianganAna Bunga, Ana, A-n-a, akun teteskan namamuNamamu menetes bagai lembut lilinApa kau tahu Ana Bunga, apa sudah kau tahu?Orang dapat membaca kau dari belakangDan kau yang paling agung dari segalaKau yang dari belakang, yang dari depanA-N-ATetes lilin mengusapusap punggungkuAna BungaOh hewan melelehAku cinta yang padakau!1999Catatan: Terjemahan Anna Blume dikerjakan untuk panitia peringatan Kurt Schwitters, Niedersachen, Jerman.OASE: Sajak-sajak Sutardji Calzoum BachriRepublikaedisi : 28 November 1999

IDUL FITRIoleh: Sutardji calzoum bachri

LihatPedang tobat ini menebas-nebas hatidari masa lampau yang lalai dan siaTelah kulaksanakan puasa ramadhanku,telah kutegakkan shalat malamtelah kuuntaikan wirid tiap malam dan siangTelah kuhamparkan sajadahYang tak hanya nuju Kabahtapi ikhlas mencapai hati dan darahDan di malam-malam Lailatul Qadar akupun menungguNamun tak bersua Jibril atau malaikat lainnyaMaka aku girang-girangkan hatiku

Aku bilang:Tardji rindu yang kau wudhukkan setiap malamBelumlah cukup untuk menggerakkan Dia datangNamun si bandel Tardji ini sekali merinduTakkan pernah melupaTakkan kulupa janji-NyaBagi yang merindu insya Allah ka nada mustajab CintaMaka walau tak jumpa denganNyaShalat dan zikir yang telah membasuh jiwaku iniSemakin mendekatkan aku padaNyaDan semakin dekatsemakin terasa kesia-siaan pada usia lama yang lalai berlupa

O lihat Tuhan, kini si bekas pemabuk iningebutdi jalan lurusJangan Kau depakkan lagi aku ke trotoirtempat usia lalaiku menenggak arak di warung duniaKini biarkan aku meneggak marak CahayaMudi ujung sisa usiaO usia lalai yang berkepanjanganYang menyebabkan aku kini ngebut di jalan lurusTuhan jangan Kau depakkan aku lagi ke trotoirtempat aku dulu menenggak arak di warung dunia

Maka pagi iniKukenakan zirah la ilaha illAllahaku pakai sepatu sirathal mustaqimaku pun lurus menuju lapangan tempat shalat IdAku bawa masjid dalam dirikuKuhamparkan di lapanganKutegakkan shalatDan kurayakan kelahiran kembalidi sana

1