Contoh Analisa Data Penelitian Kualitatif, Bu Bina
description
Transcript of Contoh Analisa Data Penelitian Kualitatif, Bu Bina
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Karakteristik Informan
Informan adalah ibu yang pernah mengalami hiperemesis gravidarum yang berjumlah 3
orang dan informan kunci (key informan) dalam penelitian ini adalah petugas kesehatan
Rumah Bersalin Budi Indah yang berjumlah 2 orang. Untuk lebih terperinci mengenai
karakteristik informan dan informan kunci dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.1Karakteristik informan (hiperemesis gravidarum) menurut umur, pendididkan dan
pekerjaanNo. Inisial Umur Pendididkan Pekerjaan Riwayat kehamilan1. ”A” 25 tahun SMP IRT G1 P0 A0
2. ”W” 33 tahun SMA IRT G2 P1 A0
3. ”P” 28 tahun SMA IRT G1 P0 A0
Tabel 4.2Karakteristik informan petugas kesehatan menurut umur, pendidikan
No. Inisial Umur Pendidikan
1. ”RA” 24 tahun D III Kebidanan
2. ”RN” 27 tahun D III Kebidanan
4.2 Hasil Penelitian dengan Informan (Hiperemesis Gravidarum)
Pada penelitian ini didapatkan 4 tema yaitu : (1). Perilaku ibu mengatasi hiperemesis
gravidarum, (2) Hambatan dalam mengatasi hiperemesis gravidarum, (3) dukungan keluarga
atau orang terdekat (4) Pendidikan kesehatan
4.2.1 Cara ibu dalam mengatasi hiperemesis gravidarum
Tema 1. Perilaku ibu dalam mengatasi hiperemesis gravidarum
Pada tema perilaku ibu dalam mengatasi hiperemesis gravidarum didapat 4 kategori
yaitu :
Wawancara :”...Nanyo-nanyo ke wong tuo, lari ke petugas kesehatan tu la...”.(A)” ...pegi ke bidan..”.(W)”..majalah ibu dan anak, tapi akhirnyo kan kito ke petugas kesehatan tu la.”(P)
Observasi : - Melihat ke ibu- Menunjukkan majalah yang ada
Fieldnote :- melihat ke atas (berpikir)- senyum
Wawancara : ”...istirahat be..”(A)”..nguling bae, males-malesan..”(W)“..istirahat be, nguling-nguling..”(P)
Fieldnote :- Melihat ke atas- Memperhatikan dengan seksama
Wawancara :- Makanan yang dikonsumsi”...minum air putih, nasi makan la sedikit cak duo tigo sendok. Men ado roti yo roti...”(A)”...makan nasi jugo, roti kadang tu buah-buahan..”(W)”..nyari yang asem-asem, kadang jugo roti apo buah-buah...”(P)- Makanan selingan” Biskuit atau roti-roti tu la...”(A)”..makan roti, buah cak itu lah...”(W)”...seneng makan roti, men dak tu makan buah b...”(P)- Makanan yang dianjurkan”..sering-sering makan..”(A)”...jangan makan yang biso buet kito tu muntah..”(W)”jangan makan yang dingin Atau yang beminyak.”(P)- Makanan yang memicu”Makanan yang baunyo nyenget”(A)” yang amis-amis cak itu na”(W)”...pazti yang dimakan tu nak muntah tu la”(P)
Fieldnote :- Senyum- Mengerutkan kening- Menunjukkan tidak senang
Tinjauan pustaka :
- Didinkaem (2009 dalam Nordvist 2010) menyatakan wanita hamil
yang mengalami mual muntah kebanyakan tidak mengetahui
cara mengatasi keluhan mual muntah. Saat keluhan itu datang,
mereka hanya membiarkannya saja dan tetap melakukan
aktivitasnya. Apabila keluhan tersebut sudah mengganggu
aktivitas, mereka akan pergi ke Rumah sakit, Klinik atau
Puskesmas terdekat.
Kategori Tema
Mencari informasi tentang mual muntah
Tindakan mengatasi mual muntah
Makanan yang dikonsumsi saat mual muntah
Perilaku ibu hiperemesis gravidarum
Wawancara :“ditimbang tiap bulan,pertamo lum hamil tu berat badan ayuk ne 53 kg sudah dari muntah-muntah tu jadi 46..”(A)“Setiap merikso kehamilan, drastis nian turun berat badan..”(W)”waktu masuk klinik, kiro-kiro turun 5 kg dari berat badan biaso..”(P)
Fieldnote :-mengerutkan kening-cemas-menggelengkan kepala
Menimbang berat badan
Tinjauan pustaka :
- Didinkaem (2009 dalam Nordvist 2010) menyatakan wanita hamil
yang mengalami mual muntah kebanyakan tidak mengetahui
cara mengatasi keluhan mual muntah. Saat keluhan itu datang,
mereka hanya membiarkannya saja dan tetap melakukan
aktivitasnya. Apabila keluhan tersebut sudah mengganggu
aktivitas, mereka akan pergi ke Rumah sakit, Klinik atau
Puskesmas terdekat.
- Ogunyemi (2007) menyatakan hyperemesis gravidarum merupakan kondisi parah mual
dan muntah yang terkait dengan 0,3% -2% dari semua kehamilan dan dapat
mengakibatkan kehilangan 5% dari berat badan sebelum hamil, ketonuria,
ketidakseimbangan asam basa, dehidrasi, seringkali memerlukan rawat inap bahkan
kematian.
Pada tema 1. Perilaku ibu hiperemesis gravidarum terdapat 3 kategori yang mewakili tujuan
khusus mengenai cara ibu dalam mengatasi hiperemesis gravidarum, yaitu : 1) Mencari
informasi tentang mual muntah, 2) Tindakan mengatasi mual muntah, 3) Makanan
dikonsumsi saat mual muntah, dan 4) menimbang berat badan saat mual muntah, dapat
dijelaskan sebagai berikut :
4.2.1.1 Cara mendapat informasi menegenai hiperemesis gravidarum
Wawancara mendalam dengan informan (hiperemesis gravidarum):
”Nanyo-nanyo ke wong tuo ayuk tula, cak mano biar dak muntah. Tapi oleh la berlebihan
nian muntahnyo lari ke petugas kesehatan tu la dek”(A). (Bertanya ke orang tua ayuk itu la,
bagaimana biar tidak muntah. Tapi karena sudah berlebihan muntahnya ayuk pergi ke
petugas kesehatan dek).
”Oo(melihat ke atas).. kemaren tu langsung b ayuk pegi ke bidan dek, dak tahan nian muntah
terus cak itu, dak do lagi tenago”(W). (Oo..kemaren itu langsung ayuk pergi ke bidan dek,
tidak tahan karena muntah terus begitu, tidak ada lagi tenaga).
”Kemaren pas waktu hamil aku sering beli majalah ibu dan anak, yo dapet dari situ la
dek,,,tapi akhirnyo kan kito ke petugas kesehatan tu la, dak biso pulo nak sembarangan
minum obatkan...(tersenyum)”(P). (Kemaren waktu hamil aku sering beli majalah ibu dan
anak, ya dapat dapat dari situ dek,,, tapi akhirnya kan kita ke petugas kesehatan itu juga, tidak
bisa sembarangan minum obatkan...).
Observasi : melihat ke ibu dan menunjukkan majalah yang ada
Analisa :
Didinkaem (2009 dalam Nordvist 2010) menyatakan wanita hamil
yang mengalami mual muntah kebanyakan tidak mengetahui cara
mengatasi keluhan mual muntah. Saat keluhan itu datang, mereka hanya
membiarkannya saja dan tetap melakukan aktivitasnya. Apabila keluhan
tersebut sudah mengganggu aktivitas, mereka akan pergi ke Rumah sakit,
Klinik atau Puskesmas terdekat.
Hal ini sejalan dengan pernyataan yang diungkapkan oleh informan bahwa informasi
tentang hiperemesis gravidarum dapat diperoleh dari petugas kesehatan seperti bidan.
4.2.1.2 Tindakan mengatasi mual muntah
Wawancara mendalam dengan informan (hiperemesis gravidarum) :
”Apo ye (melihat ke atas).. paling ayuk istirahat be dek dikamar, terus pada waktu sudah
mual muntah langsung ayuk bawa minum air putih, apo makan makanan ringan cak
biskuit”(A). (Apa ya.. mungkin ayuk istirahat saja dikamar, terus pada waktu ayuk sudah
mual muntah ayuk bawa minum air putih, atau makan makan ringan seperti biskuit).
”Dak katek yang dilakuke sudah nguling bae, males-malesan, kalo nak muntah sudah aku
bangun. Nak minum obat dak tau dek nak minum obat apo, oleh nyo kan dak biso nak
sebasing minum obat dek. yo dibawa ke bidan dek”(W). (Tidak ada yang dilakukan hanya
baring-baring saja, malas-malasan, kalau mau muntah aku bangun. Mau minum obat tidak tau
dek mau minum obat apa, karena kan tidak bisa sembarangan minum obat dek. Yo dibawa ke
bidan dek).
”Kalo sudah muntah tu kan badan lemes. Jadi, ayuk istirahat be dek, nguling-nguling, paling
ayuk oleske minyak angin (memperhatikan dengan seksama)”(P). (kalau sudah muntah itu
kan badan lemas. Jadi, ayuk istirahat saja dek, baring-baring, terus ayuk oleskan dengan
minyak angin).
Pernyataan diatas juga dikuatkan oleh hasil wawancara mendalam dengan petugas
kesehatan, yang diungkapkan sebagai berikut :
“Biasanya kita konsulkan dulu kedokter, stelah itu baru kita berikan terapi obat dan cairan.
Atau kita anjurkan ibu untuk bedrest”(RA).
“Harus istirahat yang cukup, kurangi aktivitas. Kalo hiperemesis tingkatnyo parah yo kito
konsul ke dokter, pake infus, terapi obat cak itu dek misalnyo neurobion”(RN).
(Harus istirahat yang cukup, kurangi aktivitas. Kalau hiperemesis tingkatnya parah kita
konsulkan ke dokter, pake infus, terapi obat dek misalnya neurobion).
Observasi : Ibu rileks
Analisa :
Perubahan tingkah laku yang direkomendasikan untuk pasien yang menderita hiperemesis
gravidarum yaitu untuk meningkatkan waktu istirahat, jalan-jalan mencari udara segar,
menghindari gerak yang tiba-tiba, menghindari menggosok gigi segera setelah makan, dan berdiri
sesaat setelah makan akan mengurangi muntah (Mesics, 2008 dalam Nordvist 2010)
Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh informan (hiperemesis gravidarum) dan
petugas kesehatan bahwa cara mengatasi hiperemesis gravidarum adalah dengan beristirahat.
4.2.1.3 Makanan yang dikonsumsi saat mual muntah
4.2.1.3.1 Makanan yang dikonsumsi saat mengalami hiperemesis gravidarum
Wawancara mendalam dengan informan (hiperemesis gravidarum):
”Kalo bangun tidur tu palingan minum air putih, nasi makan la sedikit cak duo tigo sendok.
Men ado roti yo roti dulu dimakan. Yang penting perut ne ado isinyo dek(senyum)”(A).
(Kalau bangun tidur itu biasanya minum air putih, nasi makan juga sedikit sekitar dua tau tiga
sendok. Kalau ada roti ya makan roti dulu. Yang penting perut ini ada isinya dek)
”Yo makan nasi jugo dek, roti kadang tu buah-buahan cak jeruk, apel, pir. Raso aku kadang
cuma buah ne la dek yang dak buat muntah. Kalo nasi tu pulo kadang dak galak nak makek
sayur, nak kering tu lah. Itu b mase nak muntah tu lah”(W). (Ya makan nasi juga dek, roti
terkadang buah-buahan seperti jeruk, apel, pir. Saya rasa kadang hanya buah ini lah dek yang
tidak buat muntah. Kalau nasi itu juga kadang tidak suka pakai sayur, maunya kering itu lah.
Itu saja masih muntah itu lah).
”Makan nasi buet kito muntah, nah,,, ayuk kemaren sering nyari yang asem-asem dek,
kadang jugo roti apo buah-buah cak itu”(P). (Makan nasi buat kita muntah, nah,,ayuk
kemaren sering cari yang asam-asam dek, kadang juga roti atau buah).
4.2.1.3 Makanan selingan Hiperemesis Gravidarum
Wawancara mendalam dengan informan (hiperemesis gravidarum)::
”Biskuit atau roti-roti tu la,,, yo mungkin itu bae dek makan selingan ayuk”(A). (Biskuit atau
roti-roti itu la,,, ya mungkin itu saja dek makan selingan ayuk).
”Makanan selingan yo kadangan tu makan roti, buah, cak itu lah dek”(W). (Makanan
selingan ya kadang makan roti, buah, seperti itu lah dek).
”Ayuk kemaren seneng makan roti dek, apolagi roti bakar raso keju, seneng nian ayuk
dek,,,men dak tu makan buah b”(P). (Ayuk kemaren seneng makan roti dek, apalagi roti
bakar rasa keju, seneng banget ayuk dek,,selain itu makan buah).
4.2.1.3.3 Makanan yang dianjurkan petugas kesehatan pada hiperemesis gravidarum
Wawancara mendalam dengan informan (hiperemesis gravidarum): :
”Kemaren tu katonyo nak sering-sering makan dek, terutama buah-buah. Olehnyo waktu tu
cuma buah tu la yang dak buat ayuk muntah”(A).
(kemaren itu katanya harus sering sering makan dek, terutama buah-buah. Karena waktu itu
cuma buah itu lah yang buat ayuk dak muntah).
”Kalo dak salah (mengerutkan kening)..jangan makan yang biso buet kito tu muntah.
Yo...makan apo yang kito galak dek, tapi tetep merhatike gizi bayi kito. Cak buah dan roti
tadi la dek. O yo, jangan yang beminyak jugo katonyo”(W). (Kalau tidak salah.. jangan
makan yang bisa buat kita muntah. Ya... makan apa yang kita suka dek, tapi tetap
memperhatikan gizi bayi kita. Seperti buah dan roti itu lah dek. O ya, jangan yang berminyak
juga katanya).
”Katonyo jangan makan yang dingin atau yang beminyak. Olehnyo kan perut kito dak baek
kalo lagi kosong makan yang dingin-dingin, gek tambah sakit pulo perut kito. Kalo yang
beminyak kan mungkin biso buet kito muntah dek”(P). (Katanya jangan makan yang dingin
atau yang berminyak. Karena kan perut kita tidak baik kalau lagi kosong makan yang dingin-
dingin, nanti perut kita tambah sakit. Kalau yang berminyak kan mungkin bisa membuat kita
muntah dek).
Pernyataan diatas juga dikuatkan oleh hasil wawancara mendalam dengan petugas
kesehatan, yang diungkapkan sebagai berikut :
”Kalau soal makanan disini biasanya sama ya,,tapi biasanya kalau untuk ibu yang
hiperemesis ini dianjurkan jangan makan makanan yang dapat memicu muntah ibu, bisa jadi
makanan yang berminyak”(RA).
”Yo..dihindari b makanan yang dak galak dimakan,apo lagi yang buet ibu muntah”(RN).
(Ya...dihindari saja makanan yang tidak suka dimakan, apalagi yang bisa membuat ibu
muntah).
4.2.1.3.4 Makanan yang memicu mual muntah
Wawancara mendalam dengan informan (hiperemesis gravidarum) :
”Makanan yang baunyo nyenget cak itu na dek, bau empek-empek, bau iwak, kadang bau
nasi b ayuk dak galak (menunjukkan tidak senang)”(A). (Makanan yang baunya menyengat
itu dek, bau empek-empek, bau ikan, kadang bau nasi juga ayuk tidak mau).
”Kalo makanan biasonyo (mengerutkan kening).. cak makan iwak, makan mie, yang amis-
amis cak itu na dek. Kadangan tu buat aku nak muntah tu na. Suda tu makan nasi dek, liet
nyo be raso nak muntah. Cuma kalo cak buah-buahan cak apel dak pulo ayuk nak muntah
dek, lain dari buah-buahan tu muntah galo dimakan”(W). (Kalau makanan biasanya..seperti
makan ikan, makan mie, yang berbau amis lah dek. Buat ayuk mau muntah itu lah. Terus itu
makan nasi dek, lihatnya saja rasanya mau muntah. Hanya kalau seperti buah-buahan
misalnya apel dak buat ayuk muntah dek, selain dari buah-buahan itu muntah semua yang
dimakan).
”Yo pazti yang ayuk makan tu nak muntah tu la dek. Cak minum susu, makan sayur pazti nak
dikeluar tu la. Apo yang ayuk makan tu pazti nak muntah tu lah”(P). (Ya pasti yang ayuk
makan itu mau muntah tu la dek. Seperti minum susu, makan sayur, pasti keluat itu lah. Apa
yang ayuk makan mau muntah itu lah).
Analisa :
Menurut Tiran (2008), wanita yang mengalami mual dan muntah sering kali
bereksperimen untuk mencari makanan yang paling cocok dengan mereka dan
menyingkirkan makanan yang memperburuk kondisi mereka. Akan tetapi, praktik ini kadang
kala membuat mereka mengungkapkan kekhawatiran dan membuat mereka mengalami
perasaan bersalah yang besar karena telah memperlemah janin mereka dengan tidak
memakan makanan bernutrisi.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Wiknjosastro (2005) yang menyebutkan pencegahan
terhadap hiperemesis gravidarum perlu dilaksanakan dengan memberikan penjelasan bahwa
kehamilan dan persalinan sebagai suatu proses yang fisiologik, memberikan keyakinan
bahwa mual dan kadang – kadang muntah merupakan gejala yang fisiologik pada kehamilan
muda dan akan hilang setelah kehamilan4 bulan, dan menganjurkan mengubah makan sehari
– hari dengan makanan dalam jumlahkecil tapi sering. Menganjurkan pada waktu bangun
pagi jangan segera turun dari tempat tidur, terlebih dahulu makan roti kering atau biscuit
dengan teh hangat. Makanan yang berminyak dan berbau lemak sebaiknya dihindarkan.
Makanan seyogyanya disajikan dalam keadaan panas atau sangat dingin. Menghindari
kekurangan kardohidrat merupakan factor penting, dianjurkan makanan yang banyak
mengandung gula.
Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh informan (hiperemesis gravidarum) dan
petugas kesehatan mengenai makanan yang dikonsumsi saat mengalami hiperemesis gravidarum
yaitu memakan makanan yang ibu inginkan, makan sedikit tapi sering, menghindari makanan
yang dapat memicu mual muntah, dan menghindari makanan yang berbau dan berminyak.
4.2.1.4 Menimbang berat badan
Wawancara mendalam dengan informan (hiperemesis gravidarum):
”Ooo,,,ditimbang tiap bulan dek, pertamo lum hamil tu berat badan ayuk ne 53 kg sudah
dari muntah-muntah tu...(mengerutkan kening) jadi 46 dek, kiro-kiro cak itu lah dek. Jadi
suda tukan masuk klinik dapet perawatan naek jadi 55 kg kalu dak salah”(A).
(Ooo...ditimbang tiap bulan dek, sebelum hamil itu berat badan ayuk 53 kg setelah dari
muntah-muntah itu,,jadi 46 kg dek, kira-kira begitu lah dek. Jadi setelah itu kan masuk klinik
dapat perawatan naik lagi jadi 55 kg kalau tidak salah).
”Oo..Setiap merikso kehamilan pasti ditimbang oleh bidannyo. Yo cak itu la dek selamo aku
mual muntah drastis nian turun berat badan aku. Laju cemas waktu itu(cemas)”(W).
(Oo..setiap periksa kehamilan pasti ditimbang oleh bidannya. Ya begitu lah dek selama aku
mual muntah sangat drastis turun berat badan aku. Jadi cemas waktu itu).
”Pernah waktu masuk klinik tu kiro-kiro turun 5 kg dari berat badan biaso.tekejut ayuk dek
(menggelengkan kepala)”(P). (Pernah waktu masuk klinik kira-kira turun 5 kg dari berat
badan biasa, sempat terkejut ayuk dek).
Pernyataan diatas juga dikuatkan oleh hasil wawancara mendalam dengan petugas
kesehatan, yang diungkapkan sebagai berikut :
”Biasanya ibu-ibu itu tidak nafsu makan, lemah, berat badan menurun, bahkan kadang
terjadi penurunan tekanan darah”(RA).
Analisa :
Ogunyemi (2007) menyatakan hyperemesis gravidarum merupakan kondisi parah mual dan
muntah yang terkait dengan 0,3% -2% dari semua kehamilan dan dapat mengakibatkan
kehilangan 5% dari berat badan sebelum hamil, ketonuria, ketidakseimbangan asam basa,
dehidrasi, seringkali memerlukan rawat inap bahkan kematian.
Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan informan (hiperemesis gravidarum) dan petugas
kesehatan bahwa hiperemesis gravidarum dapat mengakibatkan penurunan berat badan yang
cukup berarti dari berat badan sebelum hamil.
4.2.2 Kendala ibu dalam mengatasi hiperemesis gravidarum
Tema 2. Hambatan dalam mengatsi hiperemesis gravidarum
Pada tema 2 hambatan dalam mengatasi hiperemesis gravidarum terdapat 3 kategori yang
yaitu:
Wawancara :”..Sering nian, biso dalam sejam tu 10 kali kemaren..”(A)
”..tiap kali makan tiap kali minum pasti muntah tu la..”(W)”..kadang lebih dari 10 kali..”(P)
Observasi :-Ibu memegang perutnya-menggelengkan kepala
Frekuensi mual muntah
Kategori Tema
Wawancara :”...kalo dak katek duit..”(A)”..dak tau cak mano caro biar dak mual muntah..”(W)
”...dak galak makan tu la kendalanyo..”(P)
Observasi :- Ruangan kecil, sempit.
Fieldnote :- mengerutkan kening- Senyum- Tertawa- Bingung
Faktor ekonomi dan penurunan nafsu makan
Wawancara :”..sedih la, Takut nian ayuk..”(A)”..ado jugo cemasnyo..”(W)”..kasian jadinyo..”(P)
Fieldnote :-Sedih-Cemas-Tenang-Senyum
Perasaan cemas
Hambatan mengatasi hiperemesis gravidarum
Pada tema 2. Hambatan dalam mengatasi hiperemesis gravidarum terdapat 3 kategori yaitu 1)
Faktor ekonomi dan penurunan nafsu makan, 2) Frekuensi mual muntah, 3) Perasaan cemas,
yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
Tinjauan pustaka :
- Tiran (2008) menyatakan faktor predisposisi lain untuk hiperemesis gravidarum adalah
keletihan, janin wanita, ulcus pepticum, mual dan muntah di kehamilan sebelumnya,
penggunaan pil kontrasepsi saat prakonsepsi, mual pramenstruasi, merokok, stress, cemas,
dan takut, masalah sosio-ekonomi, kesulitan dalam membina hubungan, dan wanita yang
memiliki keluarga atau ibu yang mengalami mual dan muntah saat hamil.
- Penurunan nafsu makan yang dirasakan oleh wanita yang mengalami hiperemesis
gravidarum berkaitan dengan peningkatan kadar hormon pada arena posterma, suatu
organ circumventricular pada bagian dasar ventricle keempat yang terlatak di luar
penghalang otak darah (blood-brain barrier) (Whitehead, et al., 1992 dalam Wesson,
2002).
- Hiperemesis Gravidarum adalah keadaan dimana penderita mual dan muntah/tumpah
yang berlebihan, lebih dari 10 kali dalam 24 jam atau setiap saat, sehingga mengganggu
kesehatan dan pekerjaan sehari-hari (Arief.B, 2009).
- Simpson (2001 dalam Nordvist 2010) menyatakan secara psikologis hiperemesis dapat
menimbulkan dampak kecemasan, rasa bersalah dan marah jika gejala mual dan muntah
semakin berat. Selain itu dapat terjadi konflik antara ketergantungan terhadap pasangan
dan kehilangan kontrol jika wanita sampai berhenti bekerja.
4.2.2.1 faktor ekonomi dan penurunan nafsu makan
Wawancara mendalam dengan informan (hiperemesis gravidarum):
”Apo yo dek (mengerutkan kening),,,yo mungkin susahnyo kalo dak katek duit tu la dek.
Mano kito muntah-muntah terus, badan dak katek tenago. Yo, pasti nak berobat tu la dek.
Mano nak dirawat inap kan... Apo lagi kito ni makan nyo milih-milih dek, nak banyak duit tu
la dek”(A). (Apa ya dek,,,ya mungkin susahnya kalau nggak ada uang itu la dek. Mana kita
muntah-muntah terus, badan tidak ada tenaga. Ya, pasti mau berobat itu la. Mana mau
dirawat inap kan... Apa lagi kita ini makannya milih-milih dek, harus banyak uang itu lah
dek).
”Aku kemaren dak tau dek cak mano caro biar dak mual muntah ne. Kalo suami emang
selalu ado deket aku, ngasi dukungan, dio bae dak tega dek jingok aku la tekurus dak
betenago. Yo, ujung-ujungnyo kito dak tau nak di apo ke dibawa la oleh laki aku ke klinik.
Syukurlah dek laki aku tu selalu ngedukung(tertawa)”(W).(Aku kemaren tidak tau bagaimana
cara biar tidak mual muntah ini. Kalau suami memang selalau ada dekat aku, beri dukungan,
dia saja tidak tega lihat aku jadi kurus tidak ada tenaga. Ya, ujung-ujungnya kita tidak tau
mau dipakan diwa lah oleh suami aku ke klinik. Syukurlah dek suami aku itu selalu
ngedukung).
”Kalo ayuk oleh dak galak makan tu la dek kendalanyo, oleh nyo cak mano dek kalo makan
nak muntah tu la gawe. Yo mungkin oleh kito jugo dak berani kan nak minum obat
apo(lemas)”(P).(Kalau ayuk karena tidak mau makan itu lah dek kendalanya, karena mau
gimana dek kalau makan mau muntah itu la kerjaannya.Ya mungkin karena kita juga tidak
berani mau minum obat apa).
Pernyataan diatas juga dikuatkan oleh hasil wawancara mendalam dengan petugas
kesehatan, yang diungkapkan sebagai berikut :
”Banyak sich, kendala yang dihadapi ibu-ibu tu biasanya males. Alasannya mual, gak nafsu
makan. Yach,,,kurang kesadaran dari ibu itu sendiri sich. Bisa jadi karena kurangnya
pengetahuan ibu mengenai kehamilan atau dukungan suami”(RA).
”Kebanyakan ibu-ibu ne dak nurut dengan apo yang kito anjurke. Kadang minta balek cepet
lah, padahal kondisi mase lemah. Yo mungkin kareno faktor ekonomi jugo kali”(RN).
(Kebanyakan ibu-ibu ini bantah tidak mendengarkan apa yang kita anjurkan. Kadang minta
pulang cepat lah, padahal kondisi masih lemah. Ya mungkin karena faktor ekonomi juga).
Analisa :
Tiran (2008) menyatakan faktor predisposisi lain untuk hiperemesis gravidarum adalah
keletihan, janin wanita, ulcus pepticum, mual dan muntah di kehamilan sebelumnya, penggunaan
pil kontrasepsi saat prakonsepsi, mual pramenstruasi, merokok, stress, cemas, dan takut, masalah
sosio-ekonomi, kesulitan dalam membina hubungan, dan wanita yang memiliki keluarga atau ibu
yang mengalami mual dan muntah saat hamil.
Penurunan nafsu makan yang dirasakan oleh wanita yang mengalami hiperemesis
gravidarum berkaitan dengan peningkatan kadar hormon pada arena posterma, suatu organ
circumventricular pada bagian dasar ventricle keempat yang terlatak di luar penghalang otak
darah (blood-brain barrier) (Whitehead, et al., 1992 dalam Wesson, 2002).
Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan informan (hiperemesis gravidarum) dan petugas
kesehatan bahwa hambatan ibu dalam mengatasi hiperemesis gravidarum adalah faktor
ekonomi yang lemah dan kurangnya nafsu makan ibu.
4.2.2.2 Frekuensi mual muntah
Wawancara mendalam dengan informan (hiperemesis gravidarum):
”Sering nian dek, biso dalam sejam tu 10 kali kemaren, telemes badan ayuk ne kadang
rasonyo dak tahan lagi dek, apolagi kalo dibawa makan, dibawa minum b cak
itu(menggelengkan kepala)”(A). (Sering sekali dek, dalam sejam itu bisa 10 kali kemaren,
jadi lemas badan ayuk ini kadang rasanya tidak tahan dek, apalagi kalau dibawa makan,
dibawa minum juga begitu).
”Pokoknyo tiap kali makan tiap kali minum pasti muntah tu la, 3 kali makan 3 kali pulo
muntah dek, jadi percumo bae rasonyo makan tu. Dio tu dak pacak ado dimakan, kapan
makan nak muntah tu la. Kalo idak makan idak pulo muntah. Tapi itu lah kalo dak makan
perut kan kosong, galak sakit ulu hati ni(lemas)”(W). (Pokoknya setiap kali makan setiap kali
minum pasti muntah itu lah, 3 kali makan 3 kali juga muntah dek, jadi percuma saja rasanya
makan. Dia ini tidak bisa ada dimakan, kapan makan pasti muntah itu lah. Kalau tidak makan
tidak juga muntah. Tapi itu lah, kalau tidak makan perut kan kosong, jadi sering sakit ulu
hati).
”Dalam sehari tu kadang dak tentu berapo kali, kadang lebih dari 10 kali”(P). (Dalam sehari
tidak tentu berapa kali, kadang lebih dari 10 kali).
Observasi : Ibu memegang perutnya dan menggelengkan kepala.
Analisa :
Hiperemesis Gravidarum adalah keadaan dimana penderita mual dan muntah/tumpah
yang berlebihan, lebih dari 10 kali dalam 24 jam atau setiap saat, sehingga mengganggu
kesehatan dan pekerjaan sehari-hari (Arief.B, 2009).
Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan informan (hiperemesis gravidarum) bahwa
frekuensi mual muntah dapat terjadi lebih dari 10 kali dalam sehari.
4.2.2.3 Perasaan cemas
Wawancara mendalam dengan informan (hiperemesis gravidarum):
”Yo sedih la dek (tampak sedih),, kasian rasonyo dengan bayi yang ayuk kandung. Mano kito
bukan wong ado, rasonyo dak galak hamil kemaren tu. Yo takutnyo gek ngapo-ngapo pulo
dengan bayi yang ayuk kandung ne. Takut nian ayuk dek, takut gek gugur pulo jingok kondisi
ayuk lemah, entah kan cacat piker ayuk kemaren tu(cemas)”(A). (Ya sedih la dek,, kasian
rasanya dengan bayi yang ayuk kandung. Mana kita bukan orang punya, rasanya tidak mau
hamil kemaren itu. Benar-benar takut ayuk dek, takut nanti gugur lihat kondisi ayuk lemah,
entah kan cacat pikir ayuk kemaren itu).
“Alhamdulillah dek oleh suami tu ngasi dukungan ke kito rasonyo walaupun kito lah telemes
tapi tetep semangat dek mikir ke bayi yang dikandung. Tapi ado jugo cemasnyo ayuk
kemaren(tenang)”(W). (Alhamdulillah dek karena suami tu ngasih dukungan ke kita rasanya
walaupun kita jadi lemas tapi tetap semangat dek mikirkan bayi yang dikandung. Tapi ada
juga cemasnya ayuk kemaren).
”Ole dak tau apo-apo tadi dek, kasian jadinyo dengan bayi yang ayuk kandung, baco
majalah ibu dan anak tu kan anak biso prematur, berat badan nyo dak normal pas lahir. Tapi
syukurlah dek, pas di usg kato dokter maknyo bae yang sakit, anaknyo sehat (senyum)”(P).
(Karena tidak tau apa-apa tadi dek, kasihan jadinya dengan bayi yang ayuk kandung, baca
majalah ibu dan anak tu kan anak bisa prematur, berat badan anak tidak normal waktu lahit.
Tapi syukurlah dek, waktu di usg kata dokter ibu nya saja yang sakit, anaknya sehat).
Analisa :
Simpson (2001 dalam Nordvist 2010) menyatakan secara psikologis hiperemesis dapat
menimbulkan dampak kecemasan, rasa bersalah dan marah jika gejala mual dan muntah
semakin berat. Selain tiu dapat terjadi konflik antara ketergantungan terhadap pasangan dan
kehilangan kontrol jika wanita sampai berhenti bekerja.
Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan informan (hiperemesis gravidarum) bahwa
perasaan yang dialami ibu ketika mengalami hiperemesis gravidarum adalah sedih, cemas,
takut bahkan enggan untuk hamil.
4.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi ibu dalam mengatasi hiperemesis gravidarum
Tema 3. Dukungan keluarga atau orang terdekat
4.2.4.1 Dukungan keluarga atau orang terdekat
Wawancara mendalam dengan informan (hiperemesis gravidarum):
”Yo mungkin ado dak nyo kemauan atau kesadaran kito dewek dek. Disisi lain jugo adonyo
perhatian suami, keluargo. Syukurnyo cak itu lah dek (senyum)”(A). (Ya mungkin ada
tidaknya kemauan atau kesadaran kita sendiri dek. Disisi lain juga adanya perhatian suami,
keluarga. Syukurnya begitu lah dek).
Wawancara :”..adonyo perhatian suami, keluargo..”(A)
”...dukungan suami...”(W)
”...faktor kasih sayang, faktor pengetahuan jugo..”(P)
Fieldnote :-senyum-serius
Dukungan suami
Dukungan keluarga atau orang terdekat
Kategori Tema
Tinjauan pustaka :
Berkaitan dengan klien yang mengalami hiperemesis gravidarum, penerapan konsep
ini sangat diperlukan untuk meningkatkan keterlibatan pasangan dan anggota
keluarga dalam menerima kondisi klien, menurut Tiran (2004) respon pasangan
terhadap kondisi klien dalam bentuk kecemasan berlebihan atau kurang
memperdulikan kebutuhan dan psikologis klien. Oleh karena itu keluarga perlu
menggunakan mekanisme koping dalam mengatasi keadaan ini, serta dapat menjadi
sistem pendukung bagi klien dalam menghadapi masa krisis.
”Yang utama tu dek bagi aku adonyo dukungan suami tu la dek. Terus kito kan jugo mikir ke
bayi kito. Jadi,,,kemauan kito tu lah dek galak nyo cak mano”(W). (Yang utama itu dek buat
aku adanya dukungan suami itu lah dek. Terus kita kan juga memikirkan bayi kita.
Jadi,,kemauan kita itu lah dek maunya gimana).
”Kalo menurut ayuk faktor kasih sayang dek, yo kasih sayang suami ke kito, ke bayi yang
kito kandung. Faktor pengetahuan kito jugo dek. Kalo kito paham tentang dampak dari mual
muntah tadi, pasti kito berusaha cak mano caro ngatasinyo(serius)”(P). (Kalau menurut
ayuk faktor kasih sayang dek, ya kasih sayang suami ke kita, ke bayi yang kita kandung.
Faktor pengetahuan juga dek. Kalau kita paham tentang dampak dari mual muntah tadi, pasti
kita berusaha bagaimana cara mengatasinya).
Pernyataan diatas juga dikuatkan oleh hasil wawancara mendalam dengan petugas
kesehatan, yang diungkapkan sebagai berikut:
”Bisa saja dari faktor ekonomi, dimana ibu-ibu yang ekonomi nya rendah tentu saja sulit
mengatasi hiperemesis ini, apalagi sampai dirawat inap tentu saja memerlukan biaya yang
lumayan. Kemudian faktor dukungan suami, sebagaimana kita ketahui kan ibu-ibu yang lagi
hamil tentu saja ingin diperhatikan, dimanja oleh suami. Jadi peranan suami disini sangat
penting, ya,,ngasih semangat lah ke istrinya”(RA).
”Faktor ekonomi tentu,,,apolagi faktor dukungan suami. Untuk faktor pengetahuan sih,,yo
kebanyakan ibu-ibu tu emang dak ngerti tentang caro ngatasi hiperemesis ni”(RN). (Faktor
ekonomi tentu,,,apalagi faktor dukungan suami. Untuk faktor pengetahuan sih,,,ya
kebanyakan ibu-ibu itu memang tidak mengerti tentang cara mengatasi hiperemesis ini).
Analisa :
Berkaitan dengan klien yang mengalami hiperemesis gravidarum, penerapan konsep ini
sangat diperlukan untuk meningkatkan keterlibatan pasangan dan anggota keluarga dalam
menerima kondisi klien, menurut Tiran (2004) respon pasangan terhadap kondisi klien dalam
bentuk kecemasan berlebihan atau kurang memperdulikan kebutuhan dan psikologis klien.
Oleh karena itu keluarga perlu menggunakan mekanisme koping dalam mengatasi keadaan
ini, serta dapat menjadi sistem pendukung bagi klien dalam menghadapi masa krisis.
Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan informan (hiperemesis gravidarum) dan
petugas kesehatan bahwa dukungan keluarga, orang terdekat atau dukungan suami memliki
peranan yang penting dalam mengatsi hiperemesis gravidarum.
4.2.5 Peran petugas kesehatan dalam mengatasi hiperemesis gravidarum
Tema 4. Pendidikan kesehatan
Wawancara ;”Dikasih saran-saran cak itu lah”(A)
”,, ngasih saran dan petunjuk cak itu lah. Ngasih
semangat.”(W)
”...banyak-banyak istirahat samo makan yang bergizi.”(P)
Fieldnote :-Mengerutkan kening-Menjelaskan dengan seksama
Saran petugas kesehatan Pendidikan kesehatan
Kategori Tema
Tinjauan pustaka :
Wanita yang telah menekankan bahwa bagian dari kepuasan mereka pada asuhan
di awal kehamilan adalah berkaitan dengan persepsi mereka bahwa profesional
tenaga kesehatan mempercayai rasa sakit yang mereka derita, bukan
mengabaikan ataupun menganggap mereka bertingkah berlebihan seperti halnya
nyeri, mual merupakan gejala yang dikatakan oleh pasien (subjektif) dan jika
gejala tersebut menyebabkan stres pada wanita, ia berhak diberi cara yang paling
memungkinkan untuk mengatasi masalah tersebut.(Tiran, 2008)
4.2.5.1 Pendidikan kesehatan
Wawancara mendalam dengan informan (hiperemesis gravidarum):
”Dikasih saran-saran cak itu lah dek. Katonyo harus banyak makan, jangan sampai perut
kosong gek dak sembuh-sembuh pulo. Terus katonyo kasian pulo dengan apo dek..
(mengerutkan kening) Ooo,,,dengan janinnyo...katonyo kalo sayang dengan janin kito yo
tergantung dari kitonyo. Trus,,,kito disuruh banyak istirahat dan jangan banyak pikir dek,
kiro-kiro cak itu lah(menjelaskan dengan seksama)”(A). (Dikasih saran seperti itu lah dek.
Katanya harus banyak makan, jangan sampai perut kosong ntar tidak sembuh-sembuh. Terus
katanya kasian dengan apa dek,,,Ooo dengan janinnya...katanya kalau sayang dengan janin
kita ya tergantung dari kitanya. Terus,,, kita disuruh banyak istirahat dan jangan banyak pikir
dek, kira-kira begitu lah).
”Bidan-bidan di sano yo banyak ngasi tau makan apo b yang bagus.kito harus makan yang
bergizi, sayur-sayuran, buah-buahan, soalanyo kan ibu hamil ne kan emang harus makan
yang bergizi dan lebih banyak dari sebelum ibu hamil. Apolagi kito yang muntah-muntah
terus ini dek. Yo,,, ngasih saran dan petunjuk cak itu lah. Ngasih semangat jugo”(W).
(Bidan-bidan di sana ya bnayak beri tau makan apa yang bagus, kita harus makan yang
bergizi, sayur-sayuran, buah-buahan, soalnya kan ibu hamil ini memang harus makan yang
bergizi dan lebih banyak dari sebelum ibu hamil. Apalagi kita yang muntah-muntah terus ini
dek. Ya,,, ngasih saran dan petunjuk itu lah. Ngasih semangat juga).
”Dienjuk tau b kemaren banyak-banyak istirahat samo makan yang bergizi”(P). (Diberi tau
saja kemaren banyak-banyak istirahat dan makan yang bergizi).
Pernyataan diatas juga dikuatkan oleh hasil wawancara mendalam dengan petugas
kesehatan, yang diungkapkan sebagai berikut :
”Kalau ada pasien kasus HEG sich biasanya kita terangkan lebih lanjut, konseling, ya
seperti harus sering makan, yang pasti diberikan penkes pada pasien”(RA).
”Palingan kito jelasin cak mano caro ngatasinyo, yo istirahat yang cukup, cak mano pola
makannyo. Dikasih penkes cak itu lah”(RN).
(Kita jelaskan bagaimana cara mengatasinya, ya istirahat yang cukup, bagaimana pola
makannya. Diberikan penkes itu lah).
Analisa :
Wanita yang telah menekankan bahwa bagian dari kepuasan mereka pada asuhan di
awal kehamilan adalah berkaitan dengan persepsi mereka bahwa profesional tenaga
kesehatan mempercayai rasa sakit yang mereka derita, bukan mengabaikan ataupun
menganggap mereka bertingkah berlebihan seperti halnya nyeri, mual merupakan gejala yang
dikatakan oleh pasien (subjektif) dan jika gejala tersebut menyebabkan stres pada wanita, ia
berhak diberi cara yang paling memungkinkan untuk mengatasi masalah tersebut. (Tiran,
2008).
Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan informan (hiperemesis gravidarum) dan
petugas kesehatan bahwa penerapan yang diberikan oleh petugas kesehatan terhadap pasien
hiperemesis gravidarum adalah dengan diberikannya pendidikan kesehatan berupa saran,
petunjuk dan konseling.
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan maksud mendapatkan informasi
yang mendalam mengenai pengalaman ibu dalam mengatasi hiperemesis gravidarum
trimester 1 di Rumah Bersalin Budi Indah Palembang.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil penelitian ini seperti situasi dan
lingkungan pada saat peneliti melakukan wawancara mendalam kepada informan yaitu situasi
yang ramai dan lingkungan yang kurang bersih. Karena pada saat dilakukan wawancara
mendalam kepada informan, keluarga informan berada diruangan ketika wawancara
berlangsung. Dimana ada yang mengobrol, anak informan menangis dan bermain. Keadaan
ini dapat mempengaruhi informan dalam memberikan informasi. Sehingga pada saat
dilakukan wawancara mendalam kepada informan peneliti selalu mengulang pertanyaan dan
memberikan penjelasan tentang pertanyaan yang diberikan kepada informan agar informan
dapat mengerti dan memahami apa yang diinginkan peneliti.
5.2 Pembahasan hasil Penelitian
Berdasarkan karakteristik informan hiperemesis gravidarum dengan riwayat
kehamilan didapatkan hasil bahwa ibu yang mengalami hiperemesis gravidarum lebih sering
dialami oleh primigravida. Pada hasil penelitian ini didapatkan 4 tema yaitu : 1) Perilaku ibu
hiperemesis gravidarum, 2) Hambatan dalam mengatasi hiperemesis gravidarum, 3)
dukungan keluarga atau orang terdekat, 4) pendidikan kesehatan.
5.2.1 Cara ibu dalam mengatasi hiperemesis gravidarum
Tema 1. Perilaku ibu dalam mengatasi hiperemesis gravidarum
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa perilaku ibu dalam mengatasi hiperemesis
gravidarum adalah dengan beristirahat, minum air putih, makan biskuit, ke petugas
kesehatan, berbaring, malas-malasan, dan menggunakan minyak angin. makan sedikit tapi
sering, menghindari makanan yang bisa memicu mual muntah, menghindari makanan yang
dingin dan berminyak. Serta informasi mengenai hiperemesis gravidarum yang didapatkan
ibu diperoleh dari petugas kesehatan, dan majalah. Kemudian ibu selalu menimbang berat
badan ketika mengalami hiperemesis gravidarum dan terjadi penurunan berat badan yang
cukup berarti sebelum ibu hamil.
Skiner (1983) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon
atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Berdasarkan batasan perilaku
dari skinner tersebut, maka perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme)
terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoadmojo (2000) bahwa perilaku kesehatan
dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor penguat.
Faktor predisposisi meliputi pendidikan, ekonmi (pendapatan), hubungan sosial
(lingkungan, sosial, budaya) dan pengalaman. Pendidikan seseorang mempengaruhi cara
pandangan atau masyarakat yang pendidikannya tinggi akan lebih mudah menerima
informasi atau penyuluhan yang kita berikan dan lebih cepat merubah sikapnya dalam
kehidupan sehari-hari.
Faktor kedua yang dapat mempengaruhi perilaku kesehatan adalah faktor pendukung
mencakup ketersediaan sumber-sumber dan fasilitas yang memadai. Sumber-sumber dan
fasilitas tersebut harus digali dan dikembangkan dari keluarga itu sendiri. Faktor pendukung
ada dua macam yaitu fasilitas fisik dan fasilitas umum. Fasilitas fisik yaitu fasilitas atau
sarana kesehatan, misalnya puskesmas, rumah sakit, klinik, obat-obatan. Sedangkan fasilitas
umum yaitu media massa meliputi tv, radio, majalah ataupun pamflet (Notoatmodjo, 2000)
Faktor penguat sebagai faktor ketiga yang mempengaruhi perilaku kesehatan meliputi
sikap dan perilaku petugas kesehatan. Semua petugas kesehatan baik dilihat dari jenis dan
tingkatannya pada dasarnya adalah pendididk kesehatan. Karenanya petugas kesehatan harus
memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai kesehatan. Selain itu perialku
tokoh masyarakat juda dapat merupakan panutan orang lain untuk berprilaku sehat
(Notoatmodjo, 2000)
5.2.1.1 Mencari informasi mengenai hiperemesis gravidarum
Wanita hamil yang mengalami mual muntah kebanyakan tidak mengetahui cara
mengatasi keluhan mual muntah. Saat keluhan itu datang, mereka hanya membiarkannya saja
dan tetap melakukan aktivitasnya. Apabila keluhan tersebut sudah mengganggu aktivitas,
mereka akan pergi ke Rumah sakit, Klinik atau Puskesmas terdekat (Didinkaem, 2009 dalam
Nordvist 2010). Dalam upaya mencegah dampak buruk pada masa kehamilan, seperti
hiperemesis gravidarum, diperlukan perilaku yang mendukung menuju perubahan yang lebih
baik, khususnya bagi ibu primigravida (Ayu, 2008 dalam Nordvist 2010).
5.2.1.2 Tindakan mengatasi mual muntah
Hal ini sejalan dengan pernyataan Williams (2006) menyatakan bahwa pada awal
kehamilan, sebagian besar wanita mengeluh kelelahan dan ingin tidur terus menerus.
Keadaan ini biasanya mereda dengan sendirinya pada bulan keempat kehamilan dan tidak
memiliki makna tertentu. Hal ini mungkin disebabkan oleh efek mengantuk yang ditimbulkan
oleh progesterone. Wesson (2002) menyatakan bahwa wanita yang megalami tingkat lelah
yang paling tinggi adalah wanita yang mengalami hiperemesis gravidarum.
Prawirohardjo (1997) menyatakan bahwa hiperemesis gravidarum dapat menyebabkan
cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Kekurangan cairan
yang diminum dan kehilangan cairan karena muntah menyebabkan dehidrasi, sehingga
menyebabkan tubuh penderita lemas.
Perubahan tingkah laku yang direkomendasikan untuk pasien yang menderita
hiperemesis gravidarum yaitu untuk meningkatkan waktu istirahat, jalan-jalan mencari udara
segar, menghindari gerak yang tiba-tiba, menghindari menggosok gigi segera setelah makan,
dan berdiri sesaat setelah makan akan mengurangi muntah (Mesics, 2008 dalam Nordvist
2010).
5.2.1.3 Makanan saat mual muntah
Menurut Tiran (2008), wanita yang mengalami mual dan muntah sering kali
bereksperimen untuk mencari makanan yang paling cocok dengan mereka dan
menyingkirkan makanan yang memperburuk kondisi mereka. Akan tetapi, praktik ini kadang
kala membuat mereka mengungkapkan kekhawatiran dan membuat mereka mengalami
perasaan bersalah yang besar karena telah memperlemah janin mereka dengan tidak
memakan makanan bernutrisi.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Wiknjosastro (2005) yang menyebutkan pencegahan
terhadap hiperemesis gravidarum perlu dilaksanakan dengan memberikan penjelasan bahwa
kehamilan dan persalinan sebagai suatu proses yang fisiologik, memberikan keyakinan
bahwa mual dan kadang – kadang muntah merupakan gejala yang fisiologik pada kehamilan
muda dan akan hilang setelah kehamilan4 bulan, dan menganjurkan mengubah makan sehari
– hari dengan makanan dalam jumlahkecil tapi sering. Menganjurkan pada waktu bangun
pagi jangan segera turun dari tempat tidur, terlebih dahulu makan roti kering atau biscuit
dengan teh hangat. Makanan yang berminyak dan berbau lemak sebaiknya dihindarkan.
Makanan seyogyanya disajikan dalam keadaan panas atau sangat dingin. Menghindari
kekurangan kardohidrat merupakan factor penting, dianjurkan makanan yang banyak
mengandung gula.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Williams (2006) bahwa keluhan mual dan muntah ini
dapat diminimalisasi dengan makan porsi kecil tapi sering dan berhenti sebelum kenyang dan
menghindari makanan yang mungkin akan memicu atau memperparah gejala. Rekomendasi
umum yang dapat dipilih adalah makan makanan lunak dan manis, tinggi karbohidrat, rendah
lemak, menghindari makanan berbau menyengat, dan tidak mengkonsumsi tablet besi
(Mesics, 2008 dalam Nordvist 2010).
Mesics (2008, dalam Nordvist 2010) juga merekomendasikan makan dalam porsi kecil
tapi sering. Menghindari bau sangat penting dilakukan. Terlalu sensitif terhadap bau terjadi
pada kehamilan, kemungkinan karena peningkatan hormon estrogen. Bau yang menusuk
hidung umumnya adalah bau makanan tapi kadang-kadang juga bau parfum atau bahan
kimia. Meminimalkan bau dan peningkatan udara segar adalah kunci untuk menghindari
mual.
5.2.1.4 Menimbang berat badan
Hiperemesis Gravidarum (vomitus yang merusak dalam kehamilan) adalah nousea dan
vomitus dalam kehamilan yang berkembang sedemikian luas sehingga menjadi efek sistemik,
dehidrasi dan penurunan berat badan (Ben-Zion, MD).
Ogunyemi (2007) menyatakan hyperemesis gravidarum merupakan kondisi parah mual
dan muntah yang terkait dengan 0,3% -2% dari semua kehamilan dan dapat mengakibatkan
kehilangan 5% dari berat badan sebelum hamil, ketonuria, ketidakseimbangan asam basa,
dehidrasi, seringkali memerlukan rawat inap bahkan kematian.
Menurut Mac Gibbon (2008) penurunan barat badan terjadi karena tubuh kekurangan
cairan tubuh (dehidrasi) dan tubuh tidak memiliki cukup nutrisi untuk menjalankan fungsinya
dengan baik. Jika keadaan ini terus berlanjut dan tidak diatasi dengan akan berdampak buruk
pada ibu dan bayi.
Menurut peneliti sendiri perilaku ibu dalam mengatasi hiperemesis gravidarum yang
mewakili cara ibu dalam mengatasi hiperemesis gravidarum adalah bahwa ibu-ibu yang
mengalami hiperemesis gravidarum tentu harus pergi kepetugas kesehatan karena jika
dibiarkan maka akan mengancam kesehatan ibu dan janin. Dimana ibu harus banyak
beristirahat, mengurangi aktivitas, menghindari makanan yang dapat memicu mual dan
muntah terutama makanan yang berminyak dan bau menyengat. Serta ibu harus selalu
menimbang berat badannya agar ibu dapat menegtahui bagaimana tingkat kesehatannya.
5.2.2 Kendala ibu dalam mengatasi hiperemesis gravidarum
Tema 2. Hambatan dalam mengatasi hiperemesis gravidarum
Dari hasil penelitian didapatkan hasil bahwa hambatan dalam mengatasi hiperemesis
gravidarum adalah faktor ekonomi dan penurunan nafsu makan, mual muntah lebih dari 10
kali dalam sehari dan menimbulkan dampak kecemasan pada ibu.
5.2.2.1 Faktor ekonomi dan penurunan nafsu makan
Pada status ekonomi mempengaruhi tingkah laku seseorang ibu atau masyarakat yang
berasal dari sosial ekonomi tinggi dimungkinkan lebih memiliki sikap positif memandang diri
dan masa depannya tetapi bagi ibu-ibu atau masyarakat yang sosial ekonominya rendah akan
merasa takut untuk mengambil sikap / tindakan. Ekonomi juga selalu menjadi faktor penentu
dalam proses kehamilan yang sehat. Keluarga dengan ekonomi yang cukup dapat
memeriksakan kehamilannya secara rutin, merencanakan persalinan di tenaga kesehatan dan
melakukan persiapan lainnya dengan baik. Namun dengan adanya perencanaan yang baik
sejak awal, membuat tabungan bersalin, maka kehamilan dan proses persalinan dapat berjalan
dengan baik. Selanjutnya pada hubungan sosial, manusia adalah makhluk sosial dimana
kehidupan saling berinteraksi satu sama lain. Keluarga yang berinteraksi secara langsung
akan lebih besar terpapar informasi. (Notoatmodjo, 2000)
Tiran (2008) menyatakan faktor predisposisi lain untuk hiperemesis gravidarum adalah
keletihan, janin wanita, ulcus pepticum, mual dan muntah di kehamilan sebelumnya,
penggunaan pil kontrasepsi saat prakonsepsi, mual pramenstruasi, merokok, stress, cemas,
dan takut, masalah sosio-ekonomi, kesulitan dalam membina hubungan, dan wanita yang
memiliki keluarga atau ibu yang mengalami mual dan muntah saat hamil.
Menurut penelitian Prawirohardjo (1997), menyatakan faktor psikologik juga
merupakan faktor predisposisi dari penyakit ini, rumah tangga yang retak, kehilangan
pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut pada tanggung jawab menjadi ibu,
dapat menyebabkan konflik mental yang memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi
tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian kesukaran hidup.
Penurunan nafsu makan yang dirasakan oleh wanita yang mengalami hiperemesis
gravidarum berkaitan dengan peningkatan kadar hormon pada arena posterma, suatu organ
circumventricular pada bagian dasar ventricle keempat yang terlatak di luar penghalang otak
darah (blood-brain barrier) (Whitehead, et al., 1992 dalam Wesson, 2002). Area ini biasa
dikenal sebagai zona pemicu chemoreceptor (chemoreceptor trigger zone), yang tidak hanya
mencakup muntah, tetapi juga perubahan selera makan, efek hilangnya selera makan
(anorexic), keseimbangan energi dan fungsi-fungsi lainnya (Borison, 1989 dalam Wesson,
2002).
5.2.2.2 Frekuensi mual muntah
Hiperemesis Gravidarum adalah keadaan dimana penderita mual dan muntah/tumpah
yang berlebihan, lebih dari 10 kali dalam 24 jam atau setiap saat, sehingga mengganggu
kesehatan dan pekerjaan sehari-hari (Arief.B, 2009).
5.2.2.3 Perasaan Cemas
Kecemasan adalah suatu keadaan emosional yang biasanya melibatkan ketakutan,
ketegangan dan kekhawatiran serta umumnya dihubungkan dengan antisipasi adanya suatu
ancaman (Moira, 1996:19).
Kecemasan merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak
menyenangkan yang dialami oleh setiap mahluk hidup dalam kehidupan sehari- hari.
Kecemasan merupakan pengalaman subjektif dari individu dan tidak dapat diobservasi secara
langsung serta merupakan suatu keadaan emosi tanpa objek yang spesifik. Kecemasan pada
individu dapat memberikan motivasi untuk mencapai sesuatu dan merupakan sumber penting
dalam usaha memelihara keseimbangan hidup. Kecemasan terjadi sebagai akibat dari
ancaman terhadap harga diri yang sangat mendasar bagi keberadaan individu. Kecemasan
dikomunikasikan secara interpersonal dan merupakan bagian dari kehidupan sehari hari,
menghasilkan peringatan yang berharga dan penting untuk memelihara keseimbangan diri
dan melindungi diri (Suliswati, 2005:108).
Simpson (2001 dalam Nordvist 2010) menyatakan secara psikologis hiperemesis dapat
menimbulkan dampak kecemasan, rasa bersalah dan marah jika gejala mual dan muntah
semakin berat. Selain tiu dapat terjadi konflik antara ketergantungan terhadap pasangan dan
kehilangan kontrol jika wanita sampai berhenti bekerja.
Ansietas pada ibu hamil yang diikuti tanda-tanda mual dan muntah, memiliki hubungan
dengan faktor-faktor psikologi, sosial, ekonomi, dan budaya dari para ibu dan lingkungan
masyarakatnya. Faktor-faktor yang dimaksud, yaitu faktor perorangan, kondisi kualitas
hubungan suami-isteri, hubungan keluarga, sumber sosial, insiden perorangan,
ekonomi/pekerjaan, termasuk juga ketergantungan secara sosial ekonomi kepada suami
(Hetzel 1961: 79, Nuckolls 1972: 431-441, Browner 1980 494-511, Johnson dan Sargent
1990: 129-219).
Menurut peneliti sendiri faktor ekonomi sangat menentukan dalam mengatasi hiperemesis
gravidarum dimana biasanya hiperemesis ini harus dirawat sehingga memerlukan biaya yang
cukup besar. Kemudian penurunan nafsu makan, frekuensi mual muntah yang terjadi setiap
saat, dan tingkat psikologis ibu yang merasa cemas tentu akan menghambat ibu dalam
mengatasi hiperemesis gravidarum.
5.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi ibu dalam mengatasi hiperemesis gravidarum
Tema 3. Dukungan keluarga atau orang terdekat
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
ibu dalam mengatasi hiperemesis gravidarum adalah adanya dukungan suami atau orang
terdekat (keluarga).
Dukungan keluarga memberikan andil yang besar dalam menentukan status kesehatan
ibu. Jika seluruh keluarga mengharapkan kehamilan, mendukung bahkan memperlihatkan
dukungannya dalam berbagai hal maka ibu hamil akan merasa lebih percaya diri lebih
bahagia dan siap menjalani kehamilan, persalinan dan masa nifas (Bobak, 2004).
Orang yang paling penting bagi seorang wanita hamil biasanya ialah ayah sang anak
(Richardson, 1983). Semakin banyak bukti menunjukkan bahwa wanita yang diperhatikan
dan dikasihi oleh pasangan prianya selama masa hamil akan menunjukkan lebih sedikit gejala
emosi dan fisik, lebih sedikit komplikasi kehamilan, dan lebih mudah melakukan
penyesuaian selama masa nifas (Grossman, Eichler, Winckoff, 1980; May, 1982).
Berkaitan dengan klien yang mengalami hiperemesis gravidarum, penerapan konsep ini
sangat diperlukan untuk meningkatkan keterlibatan pasangan dan anggota keluarga dalam
menerima kondisi klien, menurut Tiran (2004) respon pasangan terhadap kondisi klien dalam
bentuk kecemasan berlebihan atau kurang memperdulikan kebutuhan dan psikologis klien.
Oleh karena itu keluarga perlu menggunakan mekanisme koping dalam mengatasi keadaan
ini, serta dapat menjadi sistem pendukung bagi klien dalam menghadapi masa krisis.
Menurut peneliti sendiri faktor-faktor yang mempengaruhi ibu dalam mengatasi
hiperemesis gravidarum adalah adanya dukungan keluarga atau orang terdekat. Karena
dengan adanya dukungan tersebut ibu akan merasa lebuh beraarti dan orang-orang
disekitarnya peduli dan sayang kepadanya sehingga hal ini dapat menjadi mekanisme koping
ibu dalam mengatasi hiperemesis gravidarum.
5.2.4 Peran petugas kesehatan dalam mengatasi hiperemesis gravidarum
Tema 4. Pendidikan kesehatan
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa penerapan petugas kesehatn dalam mengatsi
hiperemesis gravidarum adalah dengan diberikannya pendidikan kesehatan berupa saran,
petunjuk dan kinseling kepada ibu yang mengalami hiperemesis gravidarun.
Pendidikan kesehatan adalah suatu prose yang menjembatani kesenjangan antara
informasi dan tingkah laku kesehatan. Pendidikan kesehatan memotifasi seseorang untuk
menerima informasi kesehatan dan berbuat sesuai dengan informasi tersebut agar mereka
menjadi lebih tahu atau lebih sehat (Budioro, 1998).
Menurut WHO (1954) yang dikutip oleh Notoadmodjo (2003), tujuan pendidikan
kesehatan adalah untuk meningkatkan status kesehatan dan mencegah timbulnya penyakit,
mempertahankan derajat kesehatan yang sudah ada, memaksimalkan funsi dan peran pasien
selama sakit, serta membantu pasien dan keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan.
Peran petugas kesehatan adalah memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Pelayanan kesehatan dapat dilakukan dengan cara persuasi, bujukan, himbauan, memberikan
informasi, memberikan kesadaran dan sebagainya melalui kegiatan penyuluhan kesehatan
agra masyarakat berperilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan tersebut. Bila perilaku
tersebut berhasil diadopsi masyarakat, maka akan langgeng, bahakan selama hidup
(Notoatmodjo, 2003).
Wanita yang telah menekankan bahwa bagian dari kepuasan mereka pada asuhan di
awal kehamilan adalah berkaitan dengan persepsi mereka bahwa profesional tenaga
kesehatan mempercayai rasa sakit yang mereka derita, bukan mengabaikan ataupun
menganggap mereka bertingkah berlebihan seperti halnya nyeri, mual merupakan gejala yang
dikatakan oleh pasien (subjektif) dan jika gejala tersebut menyebabkan stres pada wanita, ia
berhak diberi cara yang paling memungkinkan untuk mengatasi masalah tersebut. (Tiran,
2008).
Hal ini sejalan dengan pernyataan Gorrie (1998 dalam Nengah Runiari 2010) yang
menyatakan adanya permasalahan kesehatan yang dialami wanita dengan hiperemesis
gravidarum membawa implikasi pada asuhan keperawatan. Perawat dituntut untuk mampu
memberikan pelayanan keperawatan profesional melalui perannya sebagai praktisi ahli,
edukator, peneliti, dan konsultan sehingga dapat menjadi model peran, advokat, dan agen
pembaharu. Melalui perannya tersebut, diharapkan perawat dapat membantu mengatasi
berbagai masalah yang ditimbulkan pada kehamilan dengan hiperemesis gravidarum.
Menurut peneliti sendiri peran petugas kesehatan dalam mengatasi hiperemesis
gravidarum adalah memberikan saran, motivasi dan konseling kepada ibu-ibu yang
mengalami hiperemesis gravidarum berupa pendidikan kesehatan mengenai hiperemesis itu
sendiri terutama menjelaskan dampak hiperemesis gravidarum terhadap ibu dan janin,
sehingga ibu berusaha dan termotivasi untuk tidak mengabaikan hiperemesis gravidarum.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang pengalaman ibu dalam mengatasi hiperemesis
gravidarum trimester 1 di Rumah Bersalin Budi Indah 26 Ilir Palembang dapat disimpulkan
bahwa :
1. Perilaku ibu dalam mengatasi hiperemesis gravidarum adalah dengan beristirahat, minum
air putih, makan biskuit, ke petugas kesehatan, berbaring, malas-malasan, makan sedikit
tapi sering, menghindari makanan yang bisa memicu mual muntah, menghindari makanan
yang dingin dan berminyak. Serta informasi mengenai hiperemesis gravidarum yang
didapatkan ibu diperoleh dari petugas kesehatan, dan majalah. Kemudian ibu selalu
menimbang berat badan ketika mengalami hiperemesis gravidarum dan terjadi penurunan
berat badan yang cukup berarti sebelum ibu hamil.
2. Hambatan dalam mengatasi hiperemesis gravidarum adalah faktor ekonomi dan
penurunan nafsu makan, mual muntah lebih dari 10 kali dalam sehari dan menimbulkan
dampak kecemasan pada ibu.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi ibu dalam mengatasi hiperemesis gravidarum adalah
adanya dukungan suami atau orang terdekat (keluarga). Dukungan keluarga memberikan
andil yang besar dalam menentukan status kesehatan ibu. Jika seluruh keluarga
mengharapkan kehamilan, mendukung bahkan memperlihatkan dukungannya dalam
berbagai hal maka ibu hamil akan merasa lebih percaya diri lebih bahagia dan siap
menjalani kehamilan, persalinan dan masa nifas.
4. Penerapan petugas kesehatn dalam mengatsi hiperemesis gravidarum adalah dengan
diberikannya pendidikan kesehatan berupa saran, petunjuk dan kinseling kepada ibu yang
mengalami hiperemesis gravidarun. Pendidikan kesehatan adalah suatu proses yang
menjembatani kesenjangan antara informasi dan tingkah laku kesehatan. Pendidikan
kesehatan memotifasi seseorang untuk menerima informasi kesehatan dan berbuat sesuai
dengan informasi tersebut agar mereka menjadi lebih tahu atau lebih sehat.
6.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas peneliti dapat memberikan beberapa saran yaitu sebagai
berikut :
1. Bagi Rumah Bersalin Budi Indah Palembang
Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan kepada pihak Budi Indah agar :
a. Tetap memberikan pelayanan yang prima dan mempertahankan cara atau strategi
dalam meningkatkan motivasi ibu-ibu dalam mengatasi hiperemesis gravidarum
dengan cara memberikan pendidikan kesehatan kepada ibu yang mengalami
hiperemesis gravidarum.
b. Petugas kesehatan diharapkan tetap memberikan dukungan dan saran-saran kepada
ibu-ibu yang mengalami hiperemesis gravidarum tentang pentingnya mengatasi
hiperemesis gravidarum bila dilihat dari dampak yang akan timbul bila tidak diatasi
baik bagi janin maupun bagi ibu itu sendiri.
2. Bagi peneliti lain
Bagi peneliti lanjutan mengenai pengalaman ibu dalam mengatasi hiperemesis
gravidarum di Rumah Bersalin Budi Indah Palembang, diharapkan dapat melihat variabel-
variabel selain yang telah peneliti lakukan baik dengan metode kualitatif maupun metode
kuantitatif yang lebih baik. Misalnya, mengenai gambaran penatalaksanaan hiperemesis
gravidarum oleh petugas kesehatan dengan pendekatan kuantitatif.