CONSTITUTIONAL COMPLAINT: ALTERNATIVE PERLINDUNGAN ...

26
CONSTITUTIONAL COMPLAINT : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA Mukhlish, SH.,MH. Abstract The only judicial institution that has a function to maintain the constitution, the Constitutional Court shall have the authority to determine the Constitutional Complaint (filing of case to the Court for violations of constitutional rights that there is no legal instrument to memperkarakannya or no longer available at the point of completion of the legal / judicial) filed individual (individual) citizens who feel their constitutional rights (constitutional rights or fundamental rights) aggrieved by the decision of state institutions, whether legislative, executive, and judiciary. It is intended that the basic rights or the rights possessed by every citizen can not be reduced or completely disrupted, whether by individuals, groups, even by the state. Implementation of the constitutional complaint through the institution of the Constitutional Court is a reflection of renewal, protection and enforcement of constitutional rights of every citizen. Keyword : constitutional complaint, protection and enforcement of constitutional, constitutional rights of every citizen A. Pendahuluan The Rule of Law adalah adanya peran peradilan yang bebas dan tidak memihak untuk memberikan putusan terhadap segala kasus hukum yang terjadi dalam suatu negara 1 . Pada prinsipnya Indonesia harus menyelesaikan segala persoalan hukum melalui proses hukum, 1 F. J. Stahl dan A.V. Dicey ditinjau dari International Comission of Jurist, Mengutip The Dynamic Aspects of The Rule of Law in The Modern Age, International Comission of Jurist, 1965, hlm. 39-50 35

Transcript of CONSTITUTIONAL COMPLAINT: ALTERNATIVE PERLINDUNGAN ...

Page 1: CONSTITUTIONAL COMPLAINT: ALTERNATIVE PERLINDUNGAN ...

CONSTITUTIONAL COMPLAINT : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA

Mukhlish, SH.,MH.

Abstract

The only judicial institution that has a function to maintain the constitution, the Constitutional Court shall have the authority to determine the Constitutional Complaint (filing of case to the Court for violations of constitutional rights that there is no legal instrument to memperkarakannya or no longer available at the point of completion of the legal / judicial) filed individual (individual) citizens who feel their constitutional rights (constitutional rights or fundamental rights) aggrieved by the decision of state institutions, whether legislative, executive, and judiciary. It is intended that the basic rights or the rights possessed by every citizen can not be reduced or completely disrupted, whether by individuals, groups, even by the state. Implementation of the constitutional complaint through the institution of the Constitutional Court is a reflection of renewal, protection and enforcement of constitutional rights of every citizen.Keyword : constitutional complaint, protection and enforcement of constitutional, constitutional

rights of every citizen

A. Pendahuluan

The Rule of Law adalah adanya peran peradilan yang bebas dan tidak memihak untuk

memberikan putusan terhadap segala kasus hukum yang terjadi dalam suatu negara1. Pada

prinsipnya Indonesia harus menyelesaikan segala persoalan hukum melalui proses hukum,

termasuk penegakan hak konstitusional warga negara yang dilindungi oleh UUD 1945. Menurut

Satjipto Rahardjo dalam Anis Ibrahim, komunitas hukum Indonesia yang diharapkan mampu

memposisikan diri sebagai pencerah justru masih lamban dalam menangkap dan menyelesaikan

segala persoalan hukum yang begitu komplek, hal tersebut berimplikasi terhadap lambannya

penegakkan hukum.2

1 F. J. Stahl dan A.V. Dicey ditinjau dari International Comission of Jurist, Mengutip The Dynamic Aspects of The Rule of Law in The Modern Age, International Comission of Jurist, 1965, hlm. 39-50

2 Anis Ibrahim, Merekonstruksi Keilmuan Ilmu Hukum & Hukum Milenium Ketiga, (Malang : In-TRANS, 2007), hlm. 32

35

Page 2: CONSTITUTIONAL COMPLAINT: ALTERNATIVE PERLINDUNGAN ...

Para penegak hukum tidak bisa secara penuh dipersalahkan dalam keterpurukan hukum

yang di alami bangsa Indonesia , karena keterpurukan hukum saat ini sebagai akibat dari tidak

optimalnya berbagai komponen dalam sistem hukum (legal structure, legal substance, legal

culture)3 serta yang terpenting adalah masih rendahnya kesadaran hukum dalam setiap sendi

kehidupan masyarakat.4

Sebagai satu-satunya lembaga peradilan yang memiliki fungsi untuk mengawal

konstitusi, MK selayaknya berwenang untuk memutus Constitutional Complaint (pengajuan

perkara ke MK atas pelanggaran hak konstitusional yang tidak ada instrumen hukum atasnya

untuk memperkarakannya atau tidak tersedia lagi atasnya jalur penyelesaian hukum/peradilan)

yang diajukan perorangan (individu) warga negara yang merasa hak-hak konstitusionalnya

(constitutional rights atau basic rights) dirugikan oleh keputusan suatu institusi negara, baik

legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Hal ini dimaksudkan bahwa hak dasar atau hak asasi yang

dimiliki oleh setiap warga negara tidak bisa dikurangi atau diganggu sedikitpun, baik oleh

individu, kelompok, bahkan oleh negara.

Kewenangan MK untuk memutus constitutional complaint saat ini masih terkendala

karena kewenangan tersebut masih belum termuat secara ekplisit di dalam UUD 1945. Tetapi

dengan mengingat pentingnya perlindungan terhadap hak konstitusional warga negara, maka

fungsi MK sebagai lembaga pengawal konstitusi dipandang perlu memiliki kewenangan

constitutional complaint. Selama ini salah satu kewenangan MK adalah menguji Undang-

Undang terhadap UUD 1945 (Judicial review), yang berarti hanya sebatas pelanggaran hak

konstitusional warga negara dalam bentuk undang-undang.

3 legal structure berarti kerangka, bentuk permanen, lembaga institusionalnya. Struktur hukum berarti lembaga peradilan, hakim, termasuk orang-orang yang terkait dengan berbagai jenis pengadilan. legal substance adalah peraturan-peraturan yang tersusun dan ketentuan yang mengatur bagaimana peran dan perilaku institusi. legal culture berarti elemen sikap dan nilai sosial yang berkembang dalam masyarakat.

4 Lawrence M .Friedman, Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial, (Bandung : Penerbit Nusa Media, 2009), hlm. 15-19

36

Page 3: CONSTITUTIONAL COMPLAINT: ALTERNATIVE PERLINDUNGAN ...

Ketentuan yang mengatur mekanisme constitutional complaint di Indonesia belum

termuat secara eksplisit di konstitusi, artinya tidak tertulis dalam UUD 1945. Namun secara

tersirat terkandung adanya hak-hak konstitusional warga yang dilindungi oleh negara. Sehingga

bagi setiap warga negara yang merasa hak-hak konstitusionalnya dilanggar oleh tindakan

penguasa dapat mengajukan perkara kepada lembaga peradilan yang berwenang, dalam hal ini

adalah MK (sesuai fungsinya sebagai pengawal konstitusi). Hal tersebut terkait erat dengan teori

pembangunan hukum responsif, yakni teori yang menyatakan bahwa bingkai hukum pada

prinsipnya harus partisipatif, serta berisi nilai-nilai yang tepat berdasarkan asas-asas hukum yang

berkembang dalam masyarakat.5

Kasus pelanggaran konstitusi yang paling menyita perhatian publik adalah kasus

pembunuhan aktivis HAM Munir. Putusan Peninjauan Kembali (PK) dengan terpidana

Pollycarpus diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) setelah MA memutus bebas dalam

memori kasasi. Padahal secara teoritis dalam ketentuan hukum acara pidana, PK hanya dapat

diajukan oleh terpidana atau oleh kuasa hukumnya, jadi putusan PK yang Menghukum

Pollycarpus dinilai keliru karena diajukan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Contoh

Pelanggaran konstitusi lain adalah sengketa Pilkada Lampung yang melibatkan Alzier Dianis

Thabrani (Kader Partai Golkar) dengan Sjachroedin Z.P (Kader PDIP). Dalam kasus tersebut,

MA memutuskan untuk memenangkan Alzier sehingga berhak ditetapkan sebagai Gubernur

Lampung. Tetapi hingga berakhirnya masa jabatan Presiden Megawati Soekarnoputri, Alzier

tidak dapat dilantik karena Presiden sudah terlanjur melantik Sjachroedin sebagai Gubernur

Lampung.

B. Konsep Constitutional Complaint

5 Anis Ibrahim, Op.Cit, hlm. 77

37

Page 4: CONSTITUTIONAL COMPLAINT: ALTERNATIVE PERLINDUNGAN ...

Setiap negara yang memiliki lembaga peradilan bernama Mahkamah Konstitusi (MK)

memiliki fungsi sebagai pengawal konstitusi (the guardian of constitution), penegak demokrasi,

penjaga hak asasi manusia, bahkan penafsir tunggal (sole interpreter) konstitusi. Contohnya di

Korea Selatan, lambang dan kredonya adalah “the protector” atau sang pelindung Konstitusi.6

Fungsi pengawalan konstitusi adalah untuk menjaga kesakralan dari sebuah konstitusi.

Sehingga fungsi tersebut hanya dimiliki oleh satu lembaga negara yang berwenang dan

independen, dalam hal ini adalah MK. Karena MK m//erupakan lembaga yang berfungsi untuk

menafsirkan dan menjaga konstitusi. Secara prinsip kewenangan MK tidak hanya terbatas pada

hal-hal yang termuat dalam Pasal 24C UUD 1945 maupun UU MK. Tetapi, secara tersirat

kewenangan MK meliputi pengawalan terhadap konstitusi termasuk menyelesaikan perkara yang

diajukan perorangan (individu) warga negara yang merasa hak-hak konstitusionalnya

(constitutional rights atau basic rights) dirugikan oleh keputusan suatu institusi negara, baik

legislatif, eksekutif, maupun yudikatif.

Berdasarkan ketentuan Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 juncto Pasal 2 UU

Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi, bahwa kedudukan MK adalah 7:

a. Merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman;

b. Merupakan kekusaan kehakiman yang merdeka; dan

c. Sebagai penegak hukum dan keadilan.

Sedangkan tugas dan fungsi MK berdasarkan Penjelasan Umum UU MK adalah

menangani setiap perkara ketatanegaraan atau perkara konstitusi tertentu dalam rangka menjaga

konstitusi agar dilaksanakan secara bertanggung jawab sesuai dengan kehendak rakyat dan cita-

cita demokrasi. Keberadaan MK sekaligus untuk menjaga terselenggaranya pemerintahan yang

6 Abdul Mukhti Fadjar, Konstitusionalisme Demokrasi , (Malang : In-TRANS Publishing, 2010), hlm. 17 Abdul Mukhti Fadjar, Hukum Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi, (Jakarta, Sekreteriat Jendral dan

Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2005), hlm. 119.

38

Page 5: CONSTITUTIONAL COMPLAINT: ALTERNATIVE PERLINDUNGAN ...

stabil, dan juga merupakan koreksi pengalaman ketatanegaraan dimasa lalu yang ditimbulkan

oleh tafsir ganda terhadap konstitusi. Dalam pasal 28 UUD 1945 dinyatakan bahwa

“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan

sebagainya di tetapkan dengan undang-undang”.

Berdasarkan pasal tersebut diatas secara jelas sudah tersirat bahwa kebebasan dan hak-

hak konstitusi warga negara dilindungi oleh UUD 1945, hal ini berarti bahwa negara melalui

perangkatnya tidak bisa melanggar hak-hak warga tersebut. Karena hak-hak konstitusi warga

negara merupakan hak dasar yang wajib untuk dillindungi oleh negara. Kewenangan dalam

menyelesaikan perkara terkait pelanggaran konstitusional warga negara pada umumnya disebut

kewenangan constitutional complaint. Menurut Moh. Mahfud MD,8 pengertian constitutional

complaint adalah pengajuan perkara ke MK atas pelanggaran hak konstitusional yang tidak ada

instrumen hukum atasnya untuk memperkarakannya atau tidak tersedia lagi atasnya jalur

penyelesaian hukum/peradilan.

Dalam pandangan Ahmad Syahrizal, constitutional complaint adalah mekanisme

pengaduan konstitusional bagi setiap warga negara atau masyarakat yang ingin mempertanyakan

dugaan pelanggaran hak konstitusional kepada peradilan konstitusi.9 Sebagai contoh negara yang

sudah menerapkan constitutional complaint dalam sistem peradilannya adalah Jerman dan

Korea, di Jerman constitutional complaint dikenal dengan nama verfassungsbechwerde. Setiap

warga negara yang merasa hak-hak fundamentalnya dilanggar oleh pejabat publik dapat

mengajukan constitutional complaint ke MK. Tetapi pengaduan ini baru bisa dilakukan apabila

sudah melewati sarana pengadilan lain. Pengajuan constitutional complaint tidak dikenai biaya

serta dalam proses beracara pun tidak wajib untuk didampingi pengacara. 8 Moh. Mahfud MD, Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu, (Jakarta : PT. RadjaGrafindo Persada,

2010), hlm. 2879 Ahmad Syahrizal, Peradilan Konstitusi Suatu Studi tentang Adjudikasi Konstitusional Sebagai

Mekanisme Penyelesaian Sengketa Normatif, (Jakarta : PT. Pradnya Paramita, 2006), hlm.102

39

Page 6: CONSTITUTIONAL COMPLAINT: ALTERNATIVE PERLINDUNGAN ...

Berdasarkan pendapat tersebut, pemahaman tentang constitutional complaint hampir

sama dan mengandung makna yang tidak jauh berbeda. Apabila dikaitkan dengan paradigma

hukum yang berkembang saat ini, dimana masih banyak kasus pelanggaran konstitusional

terhadap warga negara, sementara aturan hukum yang tersedia belum mampu melindungi hak-

hak konstitusional mereka. Karena itu, langkah yang tepat dilakukan adalah melalui mekanisme

constitutional complaint.

C. Constitutional Complaint : Cermin Perlindungan dan Penegakan Hukum Terhadap Hak-Hak Konstitusional Warga Negara

Aturan hukum yang ada di Indonesia merupakan produk politik, yakni dibuat oleh

legislatif yang di dalam lembaga tersebut terdiri dari unsur-unsur perwakilan dari partai politik.

Karena itu, setiap aturan hukum yang ada dalam sistem hukum Indonesia kemungkinan bisa

bertentangan dengan konstitusi. Sehingga produk undang-undang yang dihasilkan bisa

dipengaruhi oleh konfigurasi politik yang mungkin memiliki kecenderungan yang tidak sesuai

dengan konstitusi. Karena itu, diperlukan sebuah mekanisme pengujian konstitusionalitas

terhadap aturan hukum, misalnya pengujian terhadap undang-undang. Melalui mekanisme

tersebut, norma yang dianggap melanggar hak konstitusional warga negara diuji dalam lembaga

peradilan sesuai dengan kompetensi perkaranya.

Mekanisme pengujian undang-undang terhadap undang-undang dasar sudah diatur dalam

UU MK, karena itu setiap produk hukum yang dibuat atas konfigurasi politik yang berkembang

di legislatif harus diuji konstitusionalitasnya sehingga tidak bertentangan dengan konstitusi.

Undang-undang yang dibuat dan diberlakukan kepada seluruh lapisan masyarakat Indonesia

tidak bertentangan dengan nilai dan norma dasar yang terkandung di dalam konstitusi.

Salah satu prinsip dari negara hukum adalah pemerintahan berdasarkan undang-undang.

Artinya, setiap penyelenggaraan negara harus memiliki dasar hukum yang jelas sehingga tidak

40

Page 7: CONSTITUTIONAL COMPLAINT: ALTERNATIVE PERLINDUNGAN ...

menimbulkan kesalahan penafsiran suatu produk undang-undang. Dengan adanya mekanisme

pengujian peraturan perundang-undangan yang berpuncak pada konstitusi, maka dapat mencegah

tindakan atau keputusan penyelenggara negara yang melanggar hak konstitusional warga negara.

Meskipun demikian, hal tersebut masih memungkinkan adanya tindakan atau keputusan

penyelenggara negara yang melanggar hak konstitusional warga negara.

Hal itu dapat terjadi paling tidak karena beberapa hal, yaitu; Pertama, pejabat

penyelenggara negara sebagai pemegang kekuasaan tertentu memiliki kesempatan melakukan

penyalahgunaan kekuasaan, baik secara sengaja maupun karena kelalaian. Kedua, banyak

ketentuan hukum yang dalam pelaksanaannya membutuhkan penafsiran dan penyesuaian dengan

kondisi nyata dari aparat pelaksana. Penafsiran yang dilakukan aparat dapat saja keliru dan

mengakibatkan terjadinya pelanggaran hak konstitusional warga negara. Ketiga, salah satu ciri

negara modern adalah negara kesejahteraan yang memberikan kebebasan bertindak kepada

pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Biasanya tindakan itu dimaksudkan untuk

meningkatkan pembangunan ekonomi yang tidak jarang berdampak pada terjadinya pelanggaran

hak konstitusional warga negara.

Pelanggaran hak konstitusional warga negara dalam ketentuan peraturan perundang-

undangan dapat diselesaikan melalui mekanisme judicial review. Untuk tindakan atau keputusan

penyelenggara negara yang melanggar hak konstitusional digunakan mekanisme peradilan biasa,

terutama terhadap pelanggaran yang terjadi karena penyalahgunaan wewenang dan penafsiran

yang keliru, misalnya melalui peradilan pidana, perdata, maupun tata usaha negara.

Prosedur penyelesaian pelanggaran terhadap hak konstitusional warga negara pada

umumnya dikenal dengan mekanisme constitutional complaint. Sebelum menentukan apakah

suatu mekanisme constitutional complaint dapat diterapkan di Indonesia, maka terlebih dahulu

41

Page 8: CONSTITUTIONAL COMPLAINT: ALTERNATIVE PERLINDUNGAN ...

harus ditentukan tindakan pemerintah yang dianggap pantas untuk dimasukkan ke dalam ranah

constitutional complaint.

Aturan hukum tertulis pada umumnya disebut norma, dalam sistem hukum Indonesia

dikenal dua jenis norma, yaitu norma hukum yang berlaku umum dan norma hukum yang

berlaku khusus. Jadi dapat diketahui kebijakan mana yang termasuk kategori pelanggaran

konstitusional sehingga dapat digunakan mekanisme constitutional complaint. Apabila

constitutional complaint sudah termuat secara eksplisit dalam sebuah peraturan perundang-

undangan, maka lembaga yang berwenang menyelesaikan perkara yang dianggap

inkonstitusional akan lebih mudah dalam menentukan perkara yang layak diselesaikan melalui

mekanisme constitutional complaint.

Seperti telah diketahui bahwa norma hukum terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu norma hukum

yang berlaku umum dan norma hukum yang berlaku khusus. Norma hukum umum berupa

peraturan perundang-undangan, peraturan daerah, dan sebagainya. Sebaliknya norma hukum

yang berlaku khusus berupa keputusan (beschikking) yang dikeluarkan oleh pejabat yang

berwenang. Karena itu, letak perbedaan antara kedua jenis norma hukum itu jelas terlihat dari

produk yang dihasilkan, serta pengujian yang dilakukan. Apabila norma hukum yang berlaku

umum, maka pengujiannya terletak pada 2 (dua) kekuasaan kehakiman, apabila menguji

peraturan dibawah undang-undang terhadap undang-undang maka diuji ke MA, sedangkan

pengujian undang-undang terhadap undang-undang dasar dapat diuji ke MK, sesuai hierarki

peraturan perundang-undangan.

Adapun norma hukum yang dapat diajukan melalui mekanisme constitutional complaint

adalah norma hukum yang berlaku khusus, karena norma hukum yang berlaku khusus ditujukan

42

Page 9: CONSTITUTIONAL COMPLAINT: ALTERNATIVE PERLINDUNGAN ...

untuk individu maupun kelompok tertentu. Menurut Paulus E. Lotulung dalam Ni’matul Huda,10

suatu keputusan dari pejabat yang berwenang dapat dibatalkan dengan beberapa alasan. Pertama,

illegal ekstern yakni: (1) tidak berwenang dan (2) kekeliruan bentuk dan prosedur, alasan kedua

yaitu illegal intern yang meliputi: (1) bertentangan dengan undang-undang atau peraturan hukum

lainnya, dan (2) adanya penyalahgunaan kekuasaan.

Berdasarkan alasan-alasan pembatalan keputusan diatas, kedua alasan tersebut tidak

memuat suatu alasan pembatalan sebuah keputusan karena dianggap melanggar hak-hak

konstitusional warga negara, karena dasar terbitnya sebuah keputusan adalah peraturan yang ada

diatasnya, bukan berdasar pada UUD 1945. Karena itu, suatu keputusan yang dianggap

melanggar hak konstitusional warga negara dapat diajukan melalui mekanisme constitutional

complaint, jika substansi dari keputusan tersebut bertentangan dengan hak asasi maupun hak

konstitusional warga negara. Sebagaimana tersirat dalam UUD 1945 tentang jaminan hak

konstitusionalitas warga negara.

Mekanisme constitutional complaint dapat pula diberlakukan terhadap putusan-putusan

MA. Seperti diketahui MA hanya berwenang menguji produk dibawah undang-undang terhadap

undang-undang, jadi yang dijadikan alat uji bukan UUD 1945, karena itulah bisa keluar putusan-

putusan yang melanggar hak konstitusional warga negara. Tetapi sebelum dilakukan mekanisme

constitutional complaint, setiap putusan yang dikeluarkan oleh MA terlebih dahulu dilakukan

upaya hukum sesuai ketentuan yang berlaku. Setelah semua proses hukum dilalui, baru dapat

dilakukan mekanisme constitutional complaint terhadap substansi putusan yang dianggap

melanggar hak konstitusionalitas warga negara.

10 Ni’matul Huda, Negara Hukum, Demokrasi dan Jucial Review, (Yogyakarta : UII Press, 2005), hlm. 75-76

43

Page 10: CONSTITUTIONAL COMPLAINT: ALTERNATIVE PERLINDUNGAN ...

Meskipun semua proses tersebut sudah dilalui, seorang hakim bisa saja keliru dalam

setiap putusan yang dijatuhkan, pada umumnya kekeliruan tersebut berupa salah tafsir suatu

produk hukum. Terkait hal itu, setiap warga negara yang merasa dirugikan hak-hak

konstitusionalnya atas suatu putusan dapat mengajukan perkara konstitusional ke MK, karena

MK sebagai lembaga pengawal konstitusi dianggap pantas dan mampu untuk menyelesaikan

perkara yang termasuk constitutional complaint.

Dalam ketentuan Pasal 24C ayat (1) dan (2) UUD 1945 dan UU Nomor 24 Tahun 2003

tentang MK, secara jelas mengatur mengenai kewenangan dan kewajiban MK, yakni:

1) Menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar (Judicial review);

2) Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya

diberikan oleh undang-undang dasar (disputes regarding state institution’s authority);

3) Memutus pembubaran partai politik (political party’s dissolution);

4) Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum (disputes regarding

General Election’s result); serta

5) Wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran

oleh presiden dan/atau wakil presiden menurut undang-undang dasar (pemakzulan atau

impeachment).11

Setiap produk hukum yang dibuat oleh legislatif, eksekutif maupun yudikatif pada

prinsipnya dapat dilakukan upaya uji konstitusionalitas. Hal ini dimaksudkan agar produk hukum

yang sudah dihasilkan oleh ketiga lembaga negara tersebut tidak disimpangi, bahkan mampu

melindungi hak-hak konstitusional warga negara. Sebelum adanya mekanisme constitutional

complaint praktis hanya produk undang-undang yang dibuat oleh legislatif yang dapat diuji

konstitusionalitasnya. Kewenangan menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar

11 Pasal 24C ayat (1) dan (2) UUD 1945 dan UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Makamah Konstitusi.

44

Page 11: CONSTITUTIONAL COMPLAINT: ALTERNATIVE PERLINDUNGAN ...

mengandung makna melakukan pengujian atas setiap produk hukum yang dihasilkan

berdasarkan proses politik di legislatif terhadap konstitusi, terkait uji konstitusionalitas undang-

undang dengan undang-undang dasar.

Terkait mekanisme pengajuan permohonan agar suatu kasus dapat diselesaikan di MK

melalui constitutional complaint, pada prinsipnya hampir sama dengan pengajuan perkara-

perkara lain yang diajukan ke MK. Adapun yang membedakan pengajuan constitutional

complaint dengan pengajuan perkara lain adalah apabila perkara yang diajukan dianggap

constitutional complaint, maka dalam pengajuannya tidak diwajibkan didampingi kuasa hukum

atau pengacara. Dengan demikian, bagi warga negara yang akan mengajukan perkara

constitutional complaint dapat langsung ke MK untuk membela hak-hak konstitusionalnya yang

merasa dirugikan. Langkah hukum yang dilakukan oleh warga negara tersebut pada akhirnya

akan menumbuhkan pemahaman dan kesadaran dalam berkonstitusi.

Setiap warga negara yang mengajukan sendiri permohonannya ke MK tidak akan

kesulitan meskipun tidak didampingi oleh kuasa hukum maupun pengacara, karena pada

dasarnya konstitusi yang dianut adalah suara rakyat dan selalu bejalan sesuai dengan kehendak

dari rakyat. Jadi, setiap perkara yang diajukan ke MK dan diteliti terkait perkara yang masuk,

maka dianggap sudah memenuhi syarat formil. Karena itu, dalam menentukan perkara-perkara

yang sudah diajukan dan dianggap sudah masuk ranah constitutional complaint, maka perkara

tersebut bisa dilanjutkan.

Menurut Harjono dalam Abdur Rasyid Thalib, terdapat suatu garis besar kewenangan

dari MK yang secara umum dapat dibagi menjadi kewenangan utama dan kewenangan

tambahan. Kewenangan utama meliputi (1) uji materiil konstitusionalitas undang-undang

terhadap undang-undang dasar; (2) memutus pengaduan yang dilakukan oleh rakyat terhadap

45

Page 12: CONSTITUTIONAL COMPLAINT: ALTERNATIVE PERLINDUNGAN ...

pelanggaran hak-hak konstitusi mereka atau biasa disebut constitutional complaint; (3) memutus

sengketa kewenangan antar lembaga negara. Sedangkan kewenangan di luar itu bersifat asesoris

atau tambahan yang dapat bervariasi antara negara yang satu dengan yang lainnya.12

Dalam penegakan supremasi hukum, posisi kekuasaan kehakiman yang bebas dan

mandiri sangat berperan besar. Karena itu, diperlukan suatu lembaga peradilan yang tepat dan

mampu menjalankan tugas, fungsi dan wewenang yang telah diamanahkan oleh UUD 1945

untuk mengawal konstitusi. Peradilan yang bebas dan mandiri diharapkan mampu menjalankan

fungsi melindungi hak-hak konstitusional warga negara, agar setiap individu bisa mendapatkan

perlindungan hukum dan perlindungan hak asasi serta mendapat jaminan hak konstitusionalnya.

Karena itu, peran MK sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sangat penting, karena

MK dianggap lembaga yang tepat untuk menyelesaikan perkara-perkara inkonstitusional dalam

kapasitasnya sebagai pengawal konstitusi.

Sebelum berdirinya MK, setiap penyelesaian perkara terkait pelanggaran konstitusi hanya

dilakukan oleh lembaga peradilan biasa. Hal ini berarti, setiap warga negara dapat mengajukan

gugatan dan/atau permohonan kepada pengadilan, terkait pelanggaran hak-hak konstitusional

yang dialami akibat tindakan dari penguasa atau pejabat publik. Perkara-perkara yang masuk ke

pengadilan tidak terbatas pada hal-hal yang secara umum diselesaikan di tataran peradilan biasa,

tetapi juga termasuk perkara-perkara pelanggaran atas hak konstitusional warga negara.

Akibatnya berimplikasi pada rendahnya kualitas putusan sehingga belum mampu memberikan

rasa keadilan bagi warga negara.

Dengan demikian, pengakuan sekaligus penerapan terhadap mekanisme constitutional

complaint melalui lembaga MK, pada akhirnya diharapkan dapat berjalan dengan baik. Hal ini

12 Abdul Rasyid Thalib, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan Implikasinya dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2006), hlm.187

46

Page 13: CONSTITUTIONAL COMPLAINT: ALTERNATIVE PERLINDUNGAN ...

tentu merupakan bagian dari cerminan pengakuan sekaligus perlindungan dari nilai-nilai

keadilan dan pada hakikatnya merupakan kehendak sebagian besar anggota masyarakat

sebagaimana tercermin dalam UUD 1945 yang menegaskan bahwa cita negara hukum Indonesia

didalamnya mengandung substansi pengakuan, perlindungan sekaligus penegakan terhadap hak-

hak konstitusional masyarakat. Untuk itu, penerapan terhadap constitutional complaint bersinergi

dengan azas hukum yaitu nilai-nilai keadilan, yang pada dasarnya bersumber dari kebutuhan

masyarakat akan rasa aman tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan dan

penghidupan. Masyarakat harus mendapat pelayanan, dan perlindungan dari segala macam

tindak-tanduk yang mengganggu ketenteraman mereka untuk berbuat, memiliki, berusaha, dan

semua kegiatan dan kepemilikan yang sah dan benar. Karena itu setiap tindakan hukum atas

setiap pelanggaran yang bersinggungan dengan kepemilikan dan ketenteraman masyarakt, harus

mencerminkan azas keadilan itu.

Konstitusi selain menjamin hak-hak individu, juga menentukan pula cara atau prosedur

untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin tersebut. Namun yang perlu

dijadikan catatan di sini, budaya kesadaran berkonstitusi bangsa ini juga harus mulai

ditumbuhkembangkan, seiring dengan kesiapan dari MK dalam menerima, mengadili, dan

memutus setiap permohonan constitutional complaint yang masuk kepadanya. Seyogyanya jika

instrumen ini telah nyata menjadi salah satu kewenangan MK, maka dapat diperkirakan MK

akan kebanjiran permohonan mengenai constitutional complaint, sebab hingga saat ini disinyalir

begitu banyak hasil warisan kebijakan publik yang dianggap telah melangkahi basic rights warga

negara Indonesia. Selain membutuhkan kesiapan yang cukup matang, dibutuhkan juga dukungan

dari berbagai stakeholder bangsa ini. Oleh karena itu sebagai batasannya, menurut penulis

47

Page 14: CONSTITUTIONAL COMPLAINT: ALTERNATIVE PERLINDUNGAN ...

sebaiknya permohonan constitutional complaint baru dapat diperiksa apabila upaya-upaya

hukum yang tersedia telah habis (exhausted).

Di lain sisi, dengan adanya instrumen constitutional complaint ini, maka lambat laun

akan tercipta kesadaran di tengah-tengah masyarakat untuk membela diri di hadapan hukum

ketika hak-hak dasar mereka dilanggar. Selain itu, berbagai kebijakan yang menyentuh ranah

publik dan warga negara biasa, dengan sendirinya akan mempunyai kepekaan terhadap

perlindungan dan pemenuhan basic rights atau fundamental rights bagi setiap masyarakat.

Perlindungan terhadap warga negara yang merasa hak-hak konstitusionalnya

(constitutional rights atau basic rights) dirugikan oleh keputusan suatu institusi negara, baik

legislatif, eksekutif, maupun yudikatif harus dijalankan dan ditegakan oleh seluruh komponen

institusi negara, terutama yang memiliki kewenangan dalam mengawal konstitusi, yakni MK.

Pengawalan dan perlindungan hak-hak konstitusional warga negara tidak bisa dilakukan oleh

beberapa pihak dalam negara, melainkan harus dilakukan secara menyeluruh dan komitmen

tinggi dari seluruh komponen negara. Karena itu, perlu dilakukan suatu langkah hukum yang

progresif, konsep yang tepat dan memiliki landasan hukum dalam membuat suatu ketentuan

hukum sebagai landasan normatif yang memuat mekanisme constitutional complaint.

Perlu diketahui bahwa syarat-syarat dari ketentuan hukum yang akan di normakan

kedalam sebuah aturan hukum, tidak boleh merusak tatanan sistem hukum yang sudah kokoh,

sehingga kepastian hukum tetap terjaga. Hal ini merupakan sebuah harapan agar ketentuan

mengenai constitutional complaint dapat dimasukan ke dalam suatu aturan hukum, sebagai acuan

bagi warga negara dalam melakukan gugatan atau permohonan atas pelanggaran konstitusional

yang dialami. Karena itu, MK sebagai lembaga yang berfungsi sebagai pengawal konstitusi layak

untuk diberikan satu kewenangan (perluasan) lagi yakni memiliki kewenangan untuk memutus

48

Page 15: CONSTITUTIONAL COMPLAINT: ALTERNATIVE PERLINDUNGAN ...

constitutional complaint, sehingga mampu menyelesaikan setiap permasalahan warga negara

yang dianggap inkonstitusional melalui mekanisme constitutional complaint.

D. Penutup

Mahkamah Konstitusi (MK) selaku lembaga negara yang diatur dalam UUD 1945 dan

UU MK secara prinsip diposisikan sebagai pengawal konstitusi (the guardian of constitution),

penafsir akhir konstitusi (the final interpreter of constitution), pengawal demokrasi (the guardian

of democracy), pelindung hak-hak konstitusional warga negara (the protector of citizen’s

constitutional rights), dan pelindung hak-hak asasi manusia (the protector of human rights).

Sehingga, sebagai lembaga yang berfungsi untuk mengawal konstitusi, maka MK dalam konteks

perlindungan sekaligus penegakan hukum harus memiliki kewenangan untuk menyelesaikan

constitutional complaint, dengan tujuan untuk melindungi hak-hak warga negara yang telah

dirugikan hak konstitusionalnya. Kewenangan terkait dengan constitutional complaint ini adalah

merupakan bagian dari perluasan kewenangan MK yang tentu akan berimplikasi terhadap

perubahan UU MK. Disamping itu, kewenangan constitutional complaint MK adalah merupakan

cerminan perlindungan sekaligus penegakan hukum terhadap pelanggaran hak-hak konstitusional

warga Nega yang dirugikan oleh keputusan suatu institusi negara, baik legislatif, eksekutif,

maupun yudikatif.

49

Page 16: CONSTITUTIONAL COMPLAINT: ALTERNATIVE PERLINDUNGAN ...

DAFTAR PUSTAKA

Fadjar A. Mukhti, 2005, Hukum Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi, Jakarta: Sekreteriat jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi.

, 2010, Konstitusionalisme Demokrasi , Jakarta : In-TRANS Publishing.

Friedman Lawrence M., 2009, Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial, Bandung : Penerbit Nusa Media.

Huda Ni’matul, Negara Hukum,2005, Demokrasi dan Jucial Review, Yogyakarta: UII Press,.

Ibrahim Anis, 2007, Merekonstruksi Keilmuan Ilmu Hukum & Hukum Milenium Ketiga, Malang : In-TRANS.

Mahfud MD, Moh, 2010, Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu, Jakarta : PT. RadjaGrafindo Persada.

,dkk, 2010, Constitutional Question, Alternati Baru Pencarian Keadilan Konstitusionail, Malang : UB Press.

Strong C.F., 2004, Konstitusi-konstitusi Politik Modern : Kajian tentang Sejarah dan Bentuk-Bentuk Konstitusi Dunia,Bandung : Nuansa dan Nusamedia.

Stahl F.J., A.V. Dicey, 1965, ditinjau dari International Comission of Jurist, Mengutip The Dynamic Aspects of The Rule of Law in The Modern Age, International Comission of Jurist.

Sutiyoso Bambang, Sri mastuti Puspitasari, 2005, Aspek-Aspek Perkembangan Kekuasaan Kehakiman di Indonesia, Yogyakarta : UII Press.

Syahrizal Ahmad, 2006, Peradilan Konstitusi Suatu Studi tentang Adjudikasi Konstitusional Sebagai Mekanisme Penyelesaian Sengketa Normatif, Jakarta : PT. Pradnya Paramita.

Thaib Dahlan, Jazim hamidi, Ni’matul Huda, 2004, Teori dan Hukum Konstitusi, Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada.

Thalib Abdul Rasyid, 2006, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan Implikasinya dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.

Indonesia, Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Indonesia, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, sebagaimana telah dirubah dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

50