Karnaugh MAP (K-Map) Pokok Bahasan : 1. K-map 2 variabel 2. K ...
Concept Map BPH.doc
-
Upload
rifky-octavio-p -
Category
Documents
-
view
219 -
download
0
Transcript of Concept Map BPH.doc
Tn. Y
Seorang laki – laki berusia 65
tahun datang ke UGD RSUA
dengan keluhan susah buang air
kecil sudah 2 bulan.
Diagnosa Medis : BPH
Faktor Resiko
a. Usia
b. Memiliki
riwayat infeksi
c. Klien memiliki
riwayat sering
mengonsumsi
alkohol
d. Kurang
konsumsi
makanan
berserat
Genitourinary
(BPH Grade I)
a. Klien mengatakan harus
mengejan saat BAK
b. Saat miksi, hanya sedikit
urin yang keluar,
pancaran lemah
c. Sering bangun pada
malam hari karena BAK
Hasil. Lab
BUN/Ureum : 8,8 mg/dl
(rendah) kelebihan cairan
Adanya residual urin
Hasil lab lain normal
Retens
i Urin
Retens
i Urin
Terapi Farmakologi
5-ARI agents
Alpha-blocking agents
Terapi Farmakologi
5-ARI agents
Alpha-blocking agents
Terapi Alternatif
Saw palmetto
Lycopene
Terapi Alternatif
Saw palmetto
Lycopene
Anjurkan untuk BAK
setiap 2-4 kali/jam
apabila ada tekanan dari
VU
Anjurkan untuk BAK
setiap 2-4 kali/jam
apabila ada tekanan dari
VU
Anjurkan untuk BAK
setiap 2-4 kali/jam
apabila ada tekanan dari
VU
Anjurkan untuk BAK
setiap 2-4 kali/jam
apabila ada tekanan dari
VU
Observasi dan catat
jumlah, pancaran
urin
Observasi dan catat
jumlah, pancaran
urin
Monitor dan catat
waktu & frekwensi
BAK
Monitor dan catat
waktu & frekwensi
BAK
Observasi distensi
bladder
Observasi distensi
bladder Observasi intake dan
output
Observasi intake dan
output
Ggn
Pola
Tidur
Ggn
Pola
TidurKaji Pola Tidur &
Ciptakan suasana
nyaman
Kaji Pola Tidur &
Ciptakan suasana
nyaman
Batasi konsumsi
alkohol, kafein dan
diuretik
Batasi konsumsi
alkohol, kafein dan
diuretik
Atur jadwal
pemberian obat agar
tidak mengganggu
waktu istirahat
Atur jadwal
pemberian obat agar
tidak mengganggu
waktu istirahat
Gunakan alat bantu
tidur (mis : air hangat
utk kompresi relax
otot)
Gunakan alat bantu
tidur (mis : air hangat
utk kompresi relax
otot)
Resiko
infeksi
Resiko
infeksi Atur diet dengan
gizi seimbang
Atur diet dengan
gizi seimbang
Dorong asupan
cairan adekuat
Dorong asupan
cairan adekuat
Kriteria Hasil :
Pengosongan VU dapat
dilakukan saat ingin
berkemih
Dapat tidur dengan
nyenyak
Terhindar dari Infeksi
Saluran Kemih
Kriteria Hasil :
Pengosongan VU dapat
dilakukan saat ingin
berkemih
Dapat tidur dengan
nyenyak
Terhindar dari Infeksi
Saluran Kemih
Nama : Rifky Octavia P
NIM : 131211132019
Kelas : B
Hasil Skoring IPPS (INTRENATIONAL PROSTATE SYMPTOM SCORE)
Dalam satu bulan terakhir: a. Terasa sisa kencing 0 1 2 3 4 5 b. Sering kencing 0 1 2 3 4 5 c. Terputus-putus 0 1 2 3 4 5 d. Tidak bisa menunda 0 1 2 3 4 5e. Pancaran lemah 0 1 2 3 4 5f. Mengejan 0 1 2 3 4 5g. Kencing malam 0 1 2 3 4 5
Total : 7 (Ringan)
a. Derajat berat Hiperplasia prostat bedasarkan gambaran klinik
Derajat I, colok dubur : penonjolan prostat, batas atas mudah diraba, sisa
volume urin <50ml.
b. Rektal grading, dengan rektal toucher
Stage 1 : prostat teraba 1 – 2 cm, berat 10 -25 gram
c. Clinical Grading
Pada pagi hari atau setelah klien minum banyak, klien diminta untuk miksi sampai habis, dengan kateter diukur sisa urin dalam buli – buli.
Grade 1 : sisa urin 0 -50 cc
Intervensi
Pemberian terapi pada klien dengan BPH didasarkan pada berat atau ringannya gejala yang timbul. Pada kasus Tn.Y, dengan melihat gejala yang
timbul, maka masih tergolong keluhan ringan. Hal ini didasarkan pada hasil pemeriksaan dengan sistem skoring IPSS. Dari skoring IPSS, klien
mendapat skor 7 atau dengan menggunakan skoring Madsen Inversen mendapat skor kurang dari 9. Tindakan yang dilakukan diantaranya :
1. Observasi (Watchfull Waiting)
Observasi dilakukan dengan melakukan pemeriksaan ulang setiap 3 hingga 6 bulan kemudian setiap tahun bergantung keadaan penderita.
Pada pemeriksaan ulang dilakukan skoring terhadap simtom, fisik, laboratorium dan flow urinnya.
2. Medikamentosa
Indikasi dari terapi medikamentosa adalah BPH dengan keluhan ringan, sedang dan berat tanpa disertai penyulit dan BPH dengan indikasi
terapi pembedahan namun masih terdapat kontra indikasi. Beberapa obat yang dapat digunakan adalah :
a. Penghambat Adrenergik Alfa
Obat yang biasa digunakan adalah prazosin, doxazosin, terazoxin, alfuzoxin atau yang lebih spesifik adalah alfa 1a (tamulosin).
Penggunaan antagonis alfa 1a secara selektif mengurangi obstruksi pada buli –buli tanpa merusak kontraktilitas detrusor. Obat – obat
ini menghambat reseptor yang banyak ditemukan pada otot polos trigonum, leher vesica, prostatdan kapsul prostat sehigga terjadi
relaksasi si daerah prostat. Hal ini akan menurunkan tekanan di daerah uretra pars prostatika sehingga gangguan aliran seni dan gejala
– gejala akan berkurang. Biasanya pasien akan merasakan keluhan berkurang setelah 1 hingga 2 minggu mengonsumsi obat. Efek
samping yang mungkin timbul adalah pusing (dizziness), rasa lelah, sumbatan hidung dan lemas selain itu juga dapat menurunkan
tekanan darah sehingga harus diperhatikan tekanan darah klien sebelum memberikan obat untuk mencegah terjadinya hipotensi.
b. Penghambat Enzim Reduktase
Menggunakan obat finasteride (proscar) dengan dosis 1 x 5 mg/hari. Obat golongan ini akan menghambat pembentukan DHT
sehingga prostat yang membesar akan berangsur dapat mengecil. Obat ini berkerja lebih lambat dari golongan alfa bloker dan
manfaatnya hanya pada pembesaran prostat yang besar. Hingga saat ini efektivitas finasteride masih dalam penelitian lebih lanjut
karena hanya menunjukkan sedikit perbaikan pada klien setelah 6 – 12 bulan pengobatan. Salah satu efek samping obat ini adalah
melemahkan libido, ginekomastia dan dapat menurunkan PSA (masking effect).
Cara pengobatan konservatif dengan obat yang lain adalah menggunakan obat – obat anti androgen yang berpengaruh pada
tingkat hipofisis. Misalnya dengan pemberian Gn-RH analogue sehingga menekan produksi testoteron oleh sel Leydig berkurang.
Cara ini dapat menyebabkan penurunan libido karena penurunan testoteron darah.
Pada tingkat prostat dapat diberikan obat anti androgen yang mekanismenya mencegah hidrolise testoteron menjadi DHT
dengan memberikan penghambat 5 alfa reduktase inhibitors, sehingga jumlah DHT berkurang tetapi jumlah testoteron tidak
berkurang, sehingga libido tidak berkurang.
Obat anti androgen lain yang juga berkerja pada tingkat prostat adalah obat yang mempunyai mekanisme kerja sebagai inhibitors
kompetitif terhadap reseptor DHT sehingga DHT tidak dapat membentuk kompleks DHT- reseptor. Obat ini juga tidak menurunkan
kadar testoteron dalam darah, sehingga libido tidak turun.
Pada keadaan lebih lanjut, seperti BPH dengan penyulit maka perlu dilakukan tindakan pembedahan. Tindakan / Intervensi Medis yang
paling tepat dan menjadi Gold standart pada klien dengan kasus di atas adalah TURP (Transurethral Resection of the Prostate), yaitu suatu
tindakan dimana bagain pembesaran prostat (benigna prostat) akan dihilangkan melalui bantuan alat endoskopi.
Rasional dari tindakan ini adalah klien memenuhi kriteria indikasi dilakukan tindakan TURP karena klien di atas memiliki berbagai
indikasi seperti: retensi urin, inkontinensia urin, hematuria, ISK (prostatitis), serta klien mengalami pembesaran prostat sehingga terjadi
obstruksi jaringan prostat yang menyebabkan klien kesulitan dalam berkemih untuk itu Dokter harus melakukan tindakan pembedahan TURP
tersebut. Indikasi tindakan operasi TURP antara lain:
1. Retensi urin akut
2. ISK kronik sekunder dengan residu urin pada bladder
3. Hematuria
4. Hidronefrosis
Sumber :
1. AUA practice guidelines committee. AUA guideline on management of benign prostatic hyperplasia (2003). Chapter 1: diagnosis and treatment recommendations. J Urol 170: 530-547, 2003
2. Ignatavicius & Workman. 2010. Medical Surgical Nursing Patient Centered Collaborative Care 6th Edition. Canada: Elsevier. Hal 1712-1716
3. Purnomo, Basuki B. 2000. Dasar-Dasar Urologi. Sagung Sto, Jakarta.