Cognitive dissonance theory

4
COGNITIVE DISSONANCE THEORY Atmi Ahsani Yusron, 0906492000 Menurut Leo Festinger, cognitive dissonance adalah suatu perasaan ketidaknyamanan yang diakibatkan oleh sikap, pemikiran dan perilaku yang tidak konsisten. Hal ini merupakan suatu perasaan yang dimiliki oleh seseorang ketika mereka menemukan diri mereka melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang mereka ketahui atau pada saat mereka mempunyai pendapat yang ternyata tidak sesuai dengan pendapat lain yang mereka pegang. Konsep inilah yang membentuk inti dari Cognitive Dissonace Theory (CDT). CDT ini berpendapat bahwa dissonance adalah sebuah perasaan tidak nyaman yang memotivasi orang untuk mengambil langkah demi mengurangi ketidaknyamanan itu. menurut Roger Brown, teori ini mengikuti sebuah prinsip sederhana: “Keadaan dissonance kognitif dikatakan sebagai keadaan ketidaknyamanan psikologis atau ketegangan yang memotivasi usaha-usaha untuk mencapai consonance. Dissonance merupakan sebutan bagi ketidakseimbangan dan consonance adalah sebutan untuk keseimbangan. Browns juga menyatakan bahwa teori ini memunginkan dua elemen untuk memiliki tiga hubungan yang berbeda satu sama lain: mungkin saja consonant, dissonant, atau irrelevant. Asumsi CDT CDT adalah penjelasan mengenai bagaimana keyakinan dan perilaku mengubah sikap. Teori ini berfokus pada efek inkonsistensi yang ada di antara kognisi-kognisi. Ada empat asumsi dasar dari teori ini: 1. Manusia memiliki hasrat akan adanya konsistensi pada keyakinan, sikap, dan perilakunya. Asumsi ini menekankan model mengenai sifat dasar dari manusia yang mementingkan adanya stabilitas dan konsistensi. CDT menyatakan bahwa orang tidak akan menikmati inkonsistensi dalam pikiran dan keyakinan mereka. Sebaliknya, mereka mencari konsistensi. 2. Dissonance diciptakan oleh inkonsistensi psikologis. Asumsi ini lebih kepada jenis konsistensi yang penting bagi orang. CDT tidak berpegang pada konsistensi yang logis yang kaku. Sebaliknya, teori ini merujuk pada fakta bahwa kognisi-kognisi harus tidak konsisten secara psikologis (dibandingkan tidak konsisten secara logis)

Transcript of Cognitive dissonance theory

Page 1: Cognitive dissonance theory

COGNITIVE DISSONANCE THEORYAtmi Ahsani Yusron, 0906492000

Menurut Leo Festinger, cognitive dissonance adalah suatu perasaan ketidaknyamanan yang diakibatkan oleh sikap, pemikiran dan perilaku yang tidak konsisten. Hal ini merupakan suatu perasaan yang dimiliki oleh seseorang ketika mereka menemukan diri mereka melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang mereka ketahui atau pada saat mereka mempunyai pendapat yang ternyata tidak sesuai dengan pendapat lain yang mereka pegang. Konsep inilah yang membentuk inti dari Cognitive Dissonace Theory (CDT).

CDT ini berpendapat bahwa dissonance adalah sebuah perasaan tidak nyaman yang memotivasi orang untuk mengambil langkah demi mengurangi ketidaknyamanan itu. menurut Roger Brown, teori ini mengikuti sebuah prinsip sederhana: “Keadaan dissonance kognitif dikatakan sebagai keadaan ketidaknyamanan psikologis atau ketegangan yang memotivasi usaha-usaha untuk mencapai consonance. Dissonance merupakan sebutan bagi ketidakseimbangan dan consonance adalah sebutan untuk keseimbangan. Browns juga menyatakan bahwa teori ini memunginkan dua elemen untuk memiliki tiga hubungan yang berbeda satu sama lain: mungkin saja consonant, dissonant, atau irrelevant. Asumsi CDT

CDT adalah penjelasan mengenai bagaimana keyakinan dan perilaku mengubah sikap. Teori ini berfokus pada efek inkonsistensi yang ada di antara kognisi-kognisi. Ada empat asumsi dasar dari teori ini:

1. Manusia memiliki hasrat akan adanya konsistensi pada keyakinan, sikap, dan perilakunya. Asumsi ini menekankan model mengenai sifat dasar dari manusia yang mementingkan adanya stabilitas dan konsistensi. CDT menyatakan bahwa orang tidak akan menikmati inkonsistensi dalam pikiran dan keyakinan mereka. Sebaliknya, mereka mencari konsistensi.

2. Dissonance diciptakan oleh inkonsistensi psikologis. Asumsi ini lebih kepada jenis konsistensi yang penting bagi orang. CDT tidak berpegang pada konsistensi yang logis yang kaku. Sebaliknya, teori ini merujuk pada fakta bahwa kognisi-kognisi harus tidak konsisten secara psikologis (dibandingkan tidak konsisten secara logis) satu dengan yang lainnya untuk menimbulkan cognitive dissonance.

3. Dissonance adalah perasaan tidak suka yang mendorong orang untuk melakukan tindakan-tindakan dengan dampak yang dapat diukur. Menurut asumsi ini, orang tidak senang berada dalam keadaan dissonance. Festinger menyatakan bahwa dissonance merupakan keadaan pendorong yang memiliki properti rangsangan.

4. Dissonance akan mendorong usaha untuk memperoleh consonance dan usaha untuk mengurangi dissonance.

Konsep dan Proses Cognitive DissonanceBerkembangnya teori ini diikuti juga oleh perbaikan dalam beberapa konsepnya. Ketika

teoritikus dissonance berusaha untuk melakukan prediksi seberapa banyak ketidaknyamanan atau dissonance yang dialami seseorang, mereka mengakui adanya magnitude of dissonance, yang merujuk pada jumlah kuantitatif dissonance yang dialami seseorang. Magnitude of dissonance ini akan menentukan tindakan yang akan diambil seseorang dan kognisi yang mungkin ia gunakan untuk mengurangi dissonance.

1. MAGNITUGE OF DISSONANCE. Dipengaruhi oleh tiga faktor. Yang pertama yaitu degree of importance, atau seberapa signifikan suatu masalah berpengaruh terhadap tingkat dissonance yang dirasakan. Kedua, jumlah dissonance dipengaruhi oleh dissonance ratio, atau jumlah kognisi dissonant berbanding dengan jumlah kognisi consonant, artinya, semakin tidak nyaman kita berada pada suatu kondisi, maka semakin

Page 2: Cognitive dissonance theory

tidak seimbang yang akan kita rasakan. Yang ketiga, rationale, yang merujuk pada alasan yang dikemukakan untuk menjelaskan mengapa sebuah inkonsistensi muncul.

2. MENGATASI DISSONANCE. CDT menjelaskan bahwa dissonance dapat dikurangi baik melalui perubahan perilaku maupun sikap. Kita dapat mengurangi dissonance dengan: (1) mengurangi pentingnya keyakinan dissonant kita, (2) menambahkan keyakinan yang consonant, atau (2) menghapuskan dissonance dengan cara tertentu.

3. COGNITIVE DISSONANCE AND PERCEPTION. CDT berkaitan dengan proses selective exposure, selective attention, selective interpretation dan selective retention karena CDT memprediksi bahwa orang akan menghindari informasi yang meningkatkan dissonance.

a. Selective Exposure. Yaitu mencari informasi yang konsisten yang belum ada, membantu untuk mengurangi dissonance.

b. Selective Attention. Merujuk pada melihat informasi secara konsisten begitu konsistensi itu ada.

c. Selective Interpretation. Melibatkan penginterpretasian informasi yang ambigu sehingga konsistensi itu ada.

d. Selective Retention. Merujuk pada mengingat dan mempelajari informasi yang konsisten dengan kemampuan yang lebih besar dibandingkan yang kita lakukan terhadap informasi yang tidak konsisten.

4. Minimal Justification. Merupakan penawaran insentif minimum yang disyaratkan bagi seseorang untuk berubah. Pendapat Festinger bahwa jika seseorang berkeinginan untuk memperoleh perubahan pribadi selain persetujuan publik, cara terbaik untuk melakukannya adalah menawarkan cukup penghargaan atau hukuman untuk memperoleh persetujuan.

Cognitive Dissonance Theory and Persuasion. Banyak penelitian yang berawal dari penelitian Festinger yang berfokus pada persuasi terutama yang berhubungan dengan pengambilan keputusan. Banyak pula penelitian yang berkonsentrasi pada cognitive dissonance sebagai fenomena pasca pengambilan keputusan. Beberapa studi mempelajari a buyer’s remorse yaitu bahwa dissonance sering kali dialami seseorang setelah memutuskan untuk melakukan suatu pembelian yang besar. Temuan ini akhirnya sangat mendukung CDT.

Kritik terhadap CDT1. Kegunaan. Kritikus berpendapat bahwa CDT ini tidak menyediakan penjelasan

menyeluruh untuk bagaimana dan kapan orang akan mencoba mengurangi dissonance. Pertama, ada yang disebut dengan multiple mode yangterjadi karena dengan adanya situasi yang menghasilkan sebuah dissonance, ada berbagai macam cara untuk mengurangi ketidakpastian seperti mengubah pikiran atau mulai terlibat dalam exposure, attention, interpretation dan retention. Kelemahan dalam CDT adalah bahwa teori ini tidak memberikan predikisi secara pasti.

2. Testability. Kelemahan lain yang ditemukan adalah masalah pengujian. CDT menyatakan bahwa dissonance akan mendorong seseorang untuk bertindak, ketika orang bertindak, pengkritik teori ini dapat mengatakan bahwa dissonance yang ada tidak cukup kuat, daripada menyimpulkan bahwa teori ini salah. Ilmuwan lain percaya bahwa CDT pada dasarnya berguna hanya butuh beberapa perbaikan. Misalnya CDT tidak cukup jelas menerangkan mengenai kondisi-kondisi di mana dissonancemenuntuk pada perubahan sikap.