Coal IV Lingkungan Pengendapan Batubara

12
BATUBARA – GENESA BATUBARA supandi.ver 1-2011 | 1 STTNAS Yogyakarta BAB 3 LINGKUNGAN PENGENDAPAN & PETROGRAFI BATUBARA 1. LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA Menurut Diessel (1992) ada beberapa lingkungan pengendapan yang dapat menghasilkan endapan batubara, antara lain: Gravelly braid plain dengan sub-lingkungan environments: bars, channels, overbank plains, swamps, and raised bogs. Sandy braid plain dengan sub-environments: bars, channels, overbank plains, swamps, and raised bogs. Alluvial valley and upper delta plain dengan sub-environments: channels, point bars, flood plains, swamps, fens, and raised bogs. Lower delta plain dengan sub-environments: delta front, mouth bar, splays, channels, swamps, fans, and marshes. Back barrier strand plain dengan sub-environments: off-, near-, and backshore, tidal inlets, lagoons, fens, swamps, and marshes. Estuary dengan sub-environments: channels, tidal flats, fens, and marshes. Horne berdasarkan penelitiannya yang monumental di daerah Missisipi

description

Lingkungan pengendapan Batubara

Transcript of Coal IV Lingkungan Pengendapan Batubara

Page 1: Coal IV Lingkungan Pengendapan Batubara

BATUBARA – GENESA BATUBARA

supandi.ver 1-2011 | 1

STTNAS Yogyakarta

BAB 3 LINGKUNGAN PENGENDAPAN & PETROGRAFI BATUBARA

1. LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA

Menurut Diessel (1992) ada beberapa lingkungan pengendapan yang dapat

menghasilkan endapan batubara, antara lain:

Gravelly braid plain dengan sub-lingkungan environments: bars, channels, overbank

plains, swamps, and raised bogs.

Sandy braid plain dengan sub-environments: bars, channels, overbank plains, swamps,

and raised bogs.

Alluvial valley and upper delta plain dengan sub-environments: channels, point bars,

flood plains, swamps, fens, and raised bogs.

Lower delta plain dengan sub-environments: delta front, mouth bar, splays, channels,

swamps, fans, and marshes.

Back barrier strand plain dengan sub-environments: off-, near-, and backshore, tidal

inlets, lagoons, fens, swamps, and marshes.

Estuary dengan sub-environments: channels, tidal flats, fens, and marshes.

Horne berdasarkan penelitiannya yang monumental di daerah Missisipi

Page 2: Coal IV Lingkungan Pengendapan Batubara

BATUBARA – GENESA BATUBARA

supandi.ver 1-2011 | 2

STTNAS Yogyakarta

Lingkungan barrier

Lingkungan ini mempunyai peran penting, yaitu menutup pengaruh oksidasi dari air laut

dan mendukung pembentukan gambut di bagian daratan. Kriteria utama mengenal

lingkungan barrier adalah pada hubungan lateral dan vertikal dari struktur sedimen dan

pengenalan tekstur batupasir. Kearah laut batupasir butirannya menjadi semakin halus

dan selang-seling dengan serpih gampingan merah kecoklatan sampai kehijauan.

2. ANALISIS CEKUNGAN BATUBARA

Hampir 70% endapan batubara dunia dijumpai pada basin aktif, terutama pada foreland

basins, sedangkan sisanya 30% berada pada cratonic basins. Banyak cekungan batubara

mempunyai sejarah yang kompleks sehingga sulit untuk diklasifikasikan.

2.1 Pengertian analisis cekungan batubara

Analisis cekungan batubara berdasarkan bermacam data geologi yang

dikumpulkan, dikutip, diperiksa, dianalisis, disintesa, dan ditafsirkan untuk mempelajari

proses-proses yang telah berlangsung, sehingga akhirnya diketahui sejarah evolusi

(ubahangsur) suatu cekungan batubara. Sejarah geologi ini meliputi tektonik,

sedimentologi, diagenesa, geokimia, paleoklimatik, paleontologi, dan proses burial,

dimana semuanya dikombinasikan dan diinteraksikan dalam cekungan dari awal hingga

sekarang. Dengan kata lain, analisis cekungan batubara meliputi beberapa fase dari suatu

kegiatan yang memerlukan berbagai sub disiplin ilmu geologi dan merupakan proses

yang berkelanjutan.

Analisis cekungan batubara memerlukan skala peta yang bermacam-macam,

informasi aktual yang selalu berkembang, dan studi regional untuk lebih menunjang

secara lebih spesifik daerah kajian. Langkah awal dari analisis cekungan batubara adalah

identifikasi cekungan, data apa saja yang masih terbatas, mengkompilasikan data

struktur, tektonik, dan tekanan rejim temperatur. Penyempurnaan dari setiap tahap kerja

adalah untuk memulai fase berikutnya.

Page 3: Coal IV Lingkungan Pengendapan Batubara

BATUBARA – GENESA BATUBARA

supandi.ver 1-2011 | 3

STTNAS Yogyakarta

Analisis cekungan batubara adalah alat untuk menentukan secara lebih sempurna

konsep batubara sebagai batuan sedimen, sebagai sistem geokimia, dan sebagai endapan

organik dengan asosiasi batuannya.

2.2 Sasaran analisis cekungan batubara

Analisis cekungan batubara mempunyai kepentingan untuk tujuan keilmuan maupun

alasan ekonomi.

Ada beberapa tujuan ilmiah yang ingin diketahui dari suatu analisis cekungan batubara,

yaitu:

1. Genesa endapan batubara berdasarkan ruang dan waktu.

2. Sebaran endapan batubara berdasarkan ruang dan waktu.

3. Kendali tektonik dan struktur geologi.

4. Lingkungan pengendapan fisik dan biologi.

5. Proses-proses geokimia, biologi, dan fisik.

6. Kendali allocyclic dan autocyclic.

7. Kondisi iklim purba.

8. Proses syngenetik, diagenetik, dan epigenetik.

9. Klasifikasi endapan batubara berdasarkan penentuan umum, derajat dan

jenis batubara, swerta kualitas batubara.

Pada sasaran ekonomi dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu:

1. Tahap pertama adalah evaluasi sumberdaya batubara potensial pada

suatu cekungan. Evaluasi ekonomi harus berdasarkan pada evaluasi dan

analisis secara ilmiah yang melibatkan sejak awal berbagai disiplin untuk

bekerjasama dalam proyek analisis cekungan, antara lain ahli geologi,

ahli tambang, ahli teknik, manager, ahli pemasaran, ahli ekonomi, dan

ahli keuangan, dan disiplin lain yang terkait.

Page 4: Coal IV Lingkungan Pengendapan Batubara

BATUBARA – GENESA BATUBARA

supandi.ver 1-2011 | 4

STTNAS Yogyakarta

2. Tahap kedua adalah keterkaitan antara evaluasi cadangan, perencanaan

tambang, dan pembangunan tambang. Pada tahap ini, kriteria yang

penting adalah:

- Kedalaman lapisan batubara.

- Kemenerusan lateral lapisan batubara.

- Kartakter lapisan penutup.

- Pengaruh struktur terhadap lapisan batubara.

2.3 Data kritis untuk analisis cekungan

Peta geologi adalah dasar untuk memahami sebaran lapisan batubara dan lapisan

pembawa batubara, karena disertai dengan pengeplotan lapisan batubara dan batuan

pembawa lapisan batubara sebagai suatu satuan yang khusus. Peta geologi dibuat dalam

bermacam skala dan disertai dengan peta-peta lain seperti peta isopach, isolith, ratio

map, isocarb, isocal, isovol, isomoist. Isoburden, dll.

Data yang dihimpun adalah data stratigrafi, data lingkungan pengendapan, dan

data struktur geologi.

2.4 Data bawah permukaan untuk analisis cekungan

Data geologi bawah permukaan diperoleh dari pemboran dan metode geofisika,

keduanya akan saling melengkapi, selanjutnya digunakan untuk pengembangan,

pengujian, dan pemodelan dari bermacam hipotesis.

2.5 Data mineralogi dan petrografi organik

Berdasarkan studi mikroskopik dari berbagai jenis batuan sedimen dan endapan

organik. Antara lain studi maceral, paleosoil, dan underclay oleh Cecil dkk. (1985)

untuk menentukan jenis rawa. Hunt (1982) melakukan studi hubungan komposisi

petrografi, kandungan sulfur, dan lingkungan pengendapannya. Ruppet dkk. (1985) studi

karakteristik butiran kuarsa pada batubara untuk menjelaskan asal mula mineral yang

berada di dalam batubara.

Page 5: Coal IV Lingkungan Pengendapan Batubara

BATUBARA – GENESA BATUBARA

supandi.ver 1-2011 | 5

STTNAS Yogyakarta

2.6 Data geokimia dan petrokimia

Membantu penentuan genesa batubara, seperti kondisi geokimia, sedimentasi,

dan evolusi geokimia suatu cekungan batubara.

2.7 Data paleontologi: biostratigrafi dan paleoekologi

Data biostratigrafi berdasarkan flora dan fauna,sedangkan data paleobotani

menyajikan kondisi alamiah rawa purba tempat gambut terakumulasi, termasuk

lingkungan, iklim sekitar rawa, geokimia rawa, juga bergunja untuk korelasi.

Page 6: Coal IV Lingkungan Pengendapan Batubara

BATUBARA – GENESA BATUBARA

supandi.ver 1-2011 | 6

STTNAS Yogyakarta

PETROGRAFI BATUBARA

Jenis batubara (coal type) berhubungan dengan jenis tanaman pembentuk

batubara dan perkembangannya dipengaruhi oleh diegenesa tingkat awal (Cook, 1982).

Menurut Parks dan Donnel (dalam Cook, 1982), menyebutkan bahwa batasan jenis

batubara digunakan untuk mengklasifikasi berbagai macam pembentuk batubara.

Adapun menurut Shierly (dalam Cook, 1982) mengemukakan bahwa jenis batubara

sebagai dasar klasifikasi petrografi batubara yang meliputi berbnagai penyusun batubara

dengan proses kejadian yang berbeda-beda.

Petrologi organik memberikan dasar untuk pemahaman genesa, sifat-sifat, dan

arti penting unsur organik di dalam batubara. Pendekatan empirik, kimiawi, dan fisika

merupakan metode dasar di dalam pengetahuan genesa batubara.

4.1 KELOMPOK MASERAL (MACERAL GROUP)

Komposisi batubara dipengaruhi oleh lingkungan pengendapan dan komunitas

pembentuk gambut. Seperti halnya dengan batuan anorganik yang mempunyai

komposisi bermacam mineral, maka demikian juga dengan batubara yang

mempunyai komponen yang disebut maseral (maceral). Maseral berasal dari

material tumbuhan yang dikelompokan menjadi tiga kelompok utama, yaitu

berdasarkan kejadiannya, sifat fisik, dan sifat kimia maseral. Kelompok atau group

tersebut adalah vitrinit (huminite), liptinit (exinite), dan inertinit (Tabel 4.1). Dalam

ukuran yang lebih kecil, masing-masing kelompok maseral dibagi lagi menjadi sub

group maseral, maseral, dan sub-maseral

Page 7: Coal IV Lingkungan Pengendapan Batubara

BATUBARA – GENESA BATUBARA

supandi.ver 1-2011 | 7

STTNAS Yogyakarta

Tabel 4.1 Klasifikasi maseral batubara

KELOMPOK MASERAL MASERAL

TELOVITRINIT

Textinit

Texto-ulminit

Eu-ulminit

Telokolinit

DETROVITRINIT

Attrinit

Densinit

Desmokolinit

VITRINIT

GELOVITRINIT

Korpovitrinit

Porigelinit

Eugelinit

LIPTINIT

Liptodetrinit

Sporinit

Kutinit

Suberinit

Resinit

Fluorinit

Eksodatinit

Bituminit

Alginit

INERTINIT

Slerotinit

Semifusinit

Fusinit

Makrinit

Mikrinit

Inertodetrinit

Page 8: Coal IV Lingkungan Pengendapan Batubara

BATUBARA – GENESA BATUBARA

supandi.ver 1-2011 | 8

STTNAS Yogyakarta

Ketiganya merupakan dasar pembentuk batubara, masing-masing maseral

berasosiasi satu sama lain dalam proporsi yang berbeda. Komponen penyusun

batubara mempunyai komposisi tertentu sesuai dengan bahan tumbuhan asal dan

proses-proses yang terjadi selama pembentukannya.

Di bawah mikroskop mempunyai karakteristik optik tersendiri di bawah mikroskop,

yaitu berdasarkan morfologinya. Selanjutnya juga dapat dibagi berdasarkan sifat

kimia, sifat optis, dan morfologinya (Tabel 4.2).

MASERAL

SIFAT-

SIFAT

VITRINITE LIPTINITE INERTINITE

Bahan asal Tumbuhan yang

mengandung serat

kayu, batang, dahan,

akar, serat daun

Ganggang, alga,

spora, dinding sel,

kulit luar daun,

getah, serbik sari,

lemak, parafin

Kayu dan serat kayu

Densitas 1,2-1,8 gm/ml 1,18-1,28 gm/ml Bervariasi antara

vitrinite sampai agak

berakar sedikit

Sifat

pengkokasan

Bereaksi selama

proses karbonisasi

menjadi bagian

terbesar dari kokas

Menguap menjadi

gas dan tar

(kandungan gas dan

tar >>>), sebagai

masa dasar kokas

Sangat lamban

bereaksi

Kimiawi Kandungan C sedang

Kekasaran

setelah dipoles

Relatif negatif Relatif positif, gores-

gores kasar

Relief positif, kasar

Reflektan Abu-abu tua sampai

Page 9: Coal IV Lingkungan Pengendapan Batubara

BATUBARA – GENESA BATUBARA

supandi.ver 1-2011 | 9

STTNAS Yogyakarta

(sinar pantul) abu-abu terang

Di bawah sinar

langsung

Fluorencence

Keterdapatan

Lain-lain

Kegunaan studi maseral adalah untuk:

1. Menentukan pemanfaatannya berdasarkan perbedaan kimiawi dan sifat fisik

maseral. Perbedaan sifat kimiawi penting dalam penentuan sifat-sifat pada nilai

kalori, pengkokasan, dan kemampuan pencairan batubara, sedangkan sifat fisdik

penting untuk menentukan faktor grinability dan potensi pengkokasan.

2. Mengetahui posisi lapisan batubara, menurut Cook (1982) sedikitnya

kandungan vitrinit menunjukan lapisan batubara tersebut relatif berada di bagian

atas dan sebaliknya banyaknya kandungan vitrinit menunjukan lapisan batubara

erada relatif di bagian bawah.

3. Menentukan lingkungan pengendapan, pada lingkungan lower delta plain,

sedangkan pada meandering fluvial biasanya vitrinite sedikit.

4. Menentukan kecepatan penurunan dasar cekungan, bila vitrinit banyak

ditafsirkan kecepatan penurunan cekungan berjalan cepat, artinya muka air

tinggi, sedangkan bila kandungan vitrinit sedikit ditafsirkan kecepatan

penurunan berjalan lambat artinya muka air rendah.

4.1.1 Grup Vitrinit

Vitrinit merupakan maseral utama dan paling dominan dalam batubara,

berasal dari pengawetan hancuran bahan-bahan tumbuhan seperti batang,

akar, daun, termasuk jaringan kayu, jaringan mesotil daun, dan beberapa

pengisi jaringan sel dalam berbagai bentuk.

Page 10: Coal IV Lingkungan Pengendapan Batubara

BATUBARA – GENESA BATUBARA

supandi.ver 1-2011 | 10

STTNAS Yogyakarta

Di bawah mikroskop cahaya pantul pada medium imersi minyak, maseral

vitrinit terlihat berwarna abu-abu sedang, sangat kontras dengan maseral

liptinit yang berwarna abu-abu gelap dan maseral inertinit yang berwarna abu-

abu terang.

Munculnya maseral vitrinit pada pita-pita vitrain setebal 3-12 mm

menunjukan proses pengawetan dan pembatubaraan berasal dari akar besar,

kulit kayu, dan batang tumbuhan. Ciri seperti ini disebut dengan telocollinit,

sedangkan struktur sel yang terlihat jelas dinamakan telinit. Maseral vitrinit

juga dapat terbentuk dari jaringan tumbuhan yang lebih kecil, seperti rumput

dan alang-alang. Jaringan tersebut bergradasi menjadi fragmen-fragmen,

sering berupa attrital dengan maseral lain. Ciri ini dikenali sebagai

desmocollinit.

Kerusalkan jaringan ligno-selulose oleh bakteri, jamur, atau akibat aksi kimia

menghasilkan gel koloid. Gel koloid ini dapat mengisi rekahan dan rongga sel

lumen. Ciri ini dikenali sebagai gelocollinit. Maseral vitrinit yang berbentuk

lingkaran, elips, atau berbentuk batang yang terjadi pada proses isolasi atau

sebagai pengisi sel. Ciri ini dikenal sebagai corpocollinit.

Inertodetrinit terkomposisi dari fragmen (pecahan) maseral-maseral inertinit.

Menurut ICCP (1971) fragmen dari fusinit atau semifusinit yang kurang dari

satu sel komplit dapat dikelompokkan ke dalam inertoderinit. Sclerotinit

berasal dari perombakan sisa-sisa jamur dan mempunyai reflektansi yang

tinggi. Sclerotinit umum muncul pada batubara Tersier, berbentuk spora

bundar, mempunyai diameter beberapa puluh mikron, serta mempunyai

rongga-rongga sel yang cenderung berbentuk gelembung dengan struktur sel

yang teratur.

Page 11: Coal IV Lingkungan Pengendapan Batubara

BATUBARA – GENESA BATUBARA

supandi.ver 1-2011 | 11

STTNAS Yogyakarta

4.1.2 Grup Liptinit

Merupakan maseral yang agak dominan, maseral grup ini berasal dari spora,

pollen, kutikel, resin, dan ganggang dinamakan exinit (Stopes, 1935).

4.1.3 Grup Inertinit

Merupakan maseral yang relatif sedikit yang tervbentuk dari oksidasi

material-material lain pembentuk batubara maupun karena alterasi kimiawi

material kayu.

4.2 LITOTIPE DAN MIKROLITOTIPE (LITHOTYPE AND

MICROLITHOTYPE)

Asosiasi masing-masing maseral dibedakan sebagai litotipe dan mikrolitotipe.

Keduanya dibedakan dalam skala ukuran, litotipe dibedakan secara makroskopis,

sedangkan mikrolitotipe dibedakan secara mikroskopis.

Litotipe adalah lapisan (pita-pita) tipis (bands) di dalam batubara yang secara

makroskopis bisa dikenali, selanjutnya disebut sebagai vitrain, clarain, durain, dan

fusain (Tabel 4.2).

Page 12: Coal IV Lingkungan Pengendapan Batubara

BATUBARA – GENESA BATUBARA

supandi.ver 1-2011 | 12

STTNAS Yogyakarta

Tabel 4.2 Klasifikasi litotipe batubara.

LITOTIPE KETERANGAN

Vitrain Berbentuk lapisan atau lensa, ketebalan sekitar 3-5 mm, cemerlang,

pecahan berbentuk kubus, secara mikroskopis kaya akan vitrinit.

Clarain Berbentuk lapisan-lapisan tipis, cemerlang dan kusam, ketebalan

beberapa milimeter, secara mikroskopis kaya akan vitrinit dan liptinit.

Fusain Berwarna hitam atau hitam keabu-abuan, mempunyai kilap sutera,

berserabut, mudah diremas, secara mikroskopis kaya akan fisunit.

Durain Berwarna abu-abu sampai hitam kecoklatan, mempunyai kilap

berminyak dan permukaan kasar, secara mikroskopis kaya akan liptinit

dan inertinit.

Mikrolitotipe dibedakan berdasarkan asosiasi masing-masing maseral dengan tebal

ukuran minimum lapisan (bands) sekitar 50 mikrometer yang diidentifikasi di

bawah mikroskop. Penamaannya sesuai dengan nama asosiasi maseral yang ada,

hanya dibedakan akhiran it untuk mikrolitotipe dan akhiran nite untuk maseral.

MIKROLITOTIPE KOMPOSISI MASERAL

Monomaseral Vitrit

Liptit

Inertit

Bimaseral Klarit

Vitrinertit

Durit

Trimaseral Duroklarit

vitrinertoliptit