Coal Bed Methane

13
COAL BED METHANE (CBM) Energi Tidak Terbarukan Kelompok: Ira Sofyana Zanuba Ely Amalia 13/348345/TK/40891 Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

description

CBM

Transcript of Coal Bed Methane

Page 1: Coal Bed Methane

COAL BED METHANE (CBM)

Energi Tidak Terbarukan

Kelompok:

Ira Sofyana

Zanuba Ely Amalia 13/348345/TK/40891

Departemen Teknik Kimia

Fakultas Teknik

Universitas Gadjah Mada

2015

Page 2: Coal Bed Methane

A. PENGERTIAN

Coal Bed Methane (CBM) adalah suatu bentuk gas alam yang berasal dari batu bara (coal). Istilah CBM merujuk kepada gas metana yang teradsorbsi ke dalam matrik padat batu bara. Gas ini digolongkan “sweet gas” lantaran tidak mengandung hidrogen sulfida (H2S). Keberadaan gas ini diketahui dari pertambangan batu bara di bawah permukaan bumi yang kehadiranya menjadi sebuah resiko pekerjaan. CBM berbeda dari sandstone biasa dan reservoir konvensional lainnya, lantaran gasnya tersimpan di dalam batuan melalui proses adsorbsi. Metananya berada dalam keadaan yang hampir cair disekeliling dalam pori-pori batu bara. Rekahan – rekahan terbuka di dalam batu bara (yang disebut cleats) dapat pula mengandung atau terisi/tersaturasi oleh air.

Tidak seperti gas alam di reservoir konvensional, Coal Bed Methane sangat sedikit mengandung hidrokarbon berat seperti propana atau butana dan tidak memiliki kondensat gas alam juga mengandung beberapa persen karbondioksida.

Batubara memiliki kemampuan menyimpan gas dalam jumlah yang banyak, karena permukaannya mempunyai kemampuan mengadsorpsi gas. Meskipun batubara berupa benda padat dan terlihat seperti batu yang keras, tapi di dalamnya banyak sekali terdapat pori-pori yang berukuran lebih kecil dari skala mikron, sehingga batubara ibarat sebuah spon. Kondisi inilah yang menyebabkan permukaan batubara menjadi sedemikian luas sehingga mampu menyerap gas dalam jumlah yang besar. Jika tekanan gas semakin tinggi, maka kemampuan batubara untuk mengadsorpsi gas juga semakin besar.

Gas yang terperangkap pada batubara sebagian besar terdiri dari gas metana, sehingga secara umum gas ini disebut dengan Coal Bed Methane atau disingkat CBM. Di dalam lapisan batubara banyak terdapat rekahan (cleat), yang terbentuk ketika berlangsung proses pembatubaraan atau biasa disebut coalification. Melalui rekahan itulah air dan gas mengalir di dalam lapisan batubara. Adapun bagian pada batubara yang dikelilingi oleh rekahan itu disebut dengan matriks (coal matrix), tempat dimana kebanyakan CBM menempel pada pori-pori yang terdapat di dalamnya. Dengan demikian, lapisan batubara pada target eksplorasi CBM selain berperan sebagai reservoir, juga berperan sebagai source rock.

Page 3: Coal Bed Methane

Gambar 1. Coal Bed Methane Well

Gambar 2. Struktur Batubara

B. PROSES TERBENTUKNYA CBM

Mengenai pembentukan CBM, maka berdasarkan riset geosains organik dengan menggunakan isotop stabil karbon bernomor masa 13, dapat diketahui bahwa terdapat 2 jenis pola pembentukan yaitu proses thermogenesis dan proses biogenesis

Sebagian besar CBM adalah gas yang terbentuk ketika terjadi perubahan kimia pada batubara akibat pengaruh panas, yang berlangsung di kedalaman tanah. Ini disebut dengan proses thermogenesis. Sedangkan untuk CBM pada lapisan brown

Page 4: Coal Bed Methane

coal (lignit) yang terdapat di kedalaman kurang dari 200 m, gas metana terbentuk oleh aktivitas mikroorganisme yang berada di lingkungan anaerob. Ini disebut dengan proses biogenesis. Baik yang terbentuk secara thermogenesis maupun biogenesis, gas yang terperangkap dalam lapisan batubara disebut dengan CBM.

Kuantitas CBM berkaitan erat dengan peringkat batubara, yang makin bertambah kuantitasnya dari gambut hingga medium volatile bituminous, lalu berkurang hingga antrasit. Tentu saja kuantitas gas akan semakin banyak jika lapisan batubaranya semakin tebal.

Coalbed Methane (CBM) merupakan hasil produk dari proses coalification selain air dan batubara itu sendiri. Coalification adalah proses pembentukan batubara (dan produk sampingan berupa air dan gas) dari akumulasi peat yang tertimbun di bawah permukaan pada temperatur tertentu dan waktu yang lama. Gas hasil produk dari proses coalification didominasi oleh metana dengan kandungan lebih dari 90% sisanya adalah karbon dioksida dan nitrogen. Proses coalification tersebut dibagi dalam beberapa coal rank sesuai tahapan prosesnya menjadi Lignite, Sub Bituminous, Bituminous, Anthracite dan Graphite. CBM akan dapat diproduksikan dengan baik pada coal rank Sub Bituminous – Bituminous karena memiliki komposisi dan kandungan air dan gas yang sesuai.

Gambar 3. Proses Pembentukan Batubara dan Coal Rank

C. CARA DAN TEKNOLOGI PENGAMBILAN CBM CBM bisa keluar (desorption) dari matriks melalui rekahan, dengan

menurunkan tekanan air pada target lapisan. Untuk memperoleh CBM, sumur produksi dibuat melalui pengeboran dari permukaan tanah sampai ke lapisan batubara target. Karena di dalam tanah sendiri lapisan batubara mengalami tekanan yang tinggi, maka efek penurunan tekanan akan timbul bila air tanah di sekitar lapisan batubara dipompa (dewatering) ke atas. Gas metana kemudian akan mengalir melalui rekahan batubara (cleat) dan akhirnya keluar menuju lobang sumur.

Dalam penambangan gas alam dari batu bara syarat-syarat yang dilakukan untuk eksplorasi antara lain adalah:

1. Gas methane yang dikandung oleh lapisan batu bara adalah sejumlah 50-70 cubic feet per ton batu bara.

2. Lapisan batu bara dalam kerak bumi sebesar 20 feet atau lebih (minimal 60 sentimeter).

Page 5: Coal Bed Methane

3. Gas alam dari batu bara ini umumnya muncul pada daerah yang kandungan airnya memiliki natrium bikarbonat dan uap airnya cukup memiki tekanan untuk menahan munculnya gas alam ke udara terbuka.

Perbedaan karakteristik reservoir antara CBM dengan Gas Bumi konvensional menyebabkan perbedaan pula pada profil produksinya. Pada Gas Bumi konvensional laju produksi gas akan besar di awal produksi dan terus mengalami penurunan produksi secara berkala sampai akhir produksi, sedangkan pada CBM laju produksi gas sedikit di awal dengan dominasi produksi air (dewatering) hingga saat tertentu produksi gas mencapai maksimum kemudian mengalami penurunan secara berkala sampai akhir produksi.

Gambar 4. Profil produksi CBM dan Gas Bumi Konvensional

Selain dengan dewatering produksi CBM bias dilakukan dengan komplesi. Komplesi sendiri terdapat berbagai macam antara lain : cased open hole, multi-zone open hole completion,cased hole completion. Pada makalah ini teknik pengambilan CBM akan difokuskan pada cased hole completion.

Pada cased hole completions, dimana seluruh lapisan termasuk lapisan batubara

dilapisi dengan casing (Gambar 10). Casing merupakan pipa pelindung yang direkatkan

pada batuan dengan menggunakan semen. Komplesi ini sering dilakukan pada sumur yang

memiliki beberapa lapisan batubara yang ingin diproduksi batubaranya sehingga CBM

dari lapisan-lapisan yang berbeda dapat diproduksi baik bergantian maupun bersamaan

sesuai keinginan. Setelah dicasing dan dilakukan penyemenan, maka dilakukan perforasi

untuk membuka jalur masuk CBM ke lubang sumur. Perforasi merupakan proses

menembak casing hingga berlubang.

Pada komplesi cased hole sering juga dilakukan hydraulic fracturing, yaitu

merekahkan lapisan batuan batubara, dengan tujuan mempermudah CBM untuk mengalir.

Prosesnya adalah dengan penyuntikan fluida perekah dengan tekanan tinggi sehingga

batuan rekah, dan selanjutnya diganjal dengan suatu bahan tertentu (proppant) sehingga

rekahan tidak tertutup kembali. Secara umum, cased hole tidak perlu dilakukan fracturing,

Page 6: Coal Bed Methane

hanya perforasi saja, apabila CBM cukup mudah untuk mengalir. Namun demikian, baik

perforasi maupun fracturing dapat menimbulkan kerusakan bagi lapisan batubara.

Hal ini akan menyebabkan gas metana terlepas dari lapisan batubara yang

memerangkapnya, dan selanjutnya akan mengalir ke permukaan tanah melalui sumur

produksi tadi. Selain gas, air dalam jumlah yang banyak juga akan keluar pada proses

produksi ini.Pada metode produksi CBM secara konvensional, produksi yang ekonomis

hanya dapat dilakukan pada lapisan batubara dengan permeabilitas yang baik.Tetapi,

dengan kemajuan teknik pengontrolan arah pada pengeboran, arah lubang bor dari

permukaan dapat ditentukan dengan bebas, sehingga pengeboran memanjang (horizontal)

dalam suatu lapisan batubara dapat dilakukan. Seperti ditunjukkan oleh gambar di bawah,

produksi gas dapat ditingkatkan volumenya melalui satu lubang bor dengan menggunakan

teknik ini.

Gambar 5. Sumur Gas dengan Arah Horizontal

Teknik ini juga memungkinkan produksi gas secara ekonomis pada suatu lokasi yang

selama ini tidak dapat diusahakan, terkait permeabilitas lapisan batubaranya yang jelek.

Sebagai contoh adalah apa yang dilakukan di Australia dan beberapa negara lain, dimana

produksi gas yang efisien dilakukan dengan sistem produksi yang

mengkombinasikansumur vertikal dan horizontal, seperti terlihat pada gambar di bawah.

Page 7: Coal Bed Methane

Gambar 6. Kombinasi Sumur Horizontal dan Vertikal

Lebih jauh lagi, telah muncul pula ide berupa sistem produksi multilateral, yakni

sistem produksi yang mengoptimalkan teknik pengontrolan arah bor. Lateral yang

dimaksud disini adalah sumur (lubang bor) yang digali arah horizontal, sedangkan

multilateral adalah sumur horizontal yang terbagi-bagi menjadi banyak cabang.

Pada produksi yang lokasi permukaannya terkendala oleh keterbatasan instalasi

fasilitas akibat berada di pegunungan misalnya, maka biaya produksi memungkinkan

untuk ditekan bila menggunakan metode ini. Secara praktikal, misalnya dengan

melakukan integrasi fasilitas permukaan.

Teknik pengeboran yang menggunakan down hole motor (pada mekanisme ini, hanya

bit yang terpasang di ujung down hole motor saja yang berputar, melalui kerja fluida

bertekanan yang dikirim dari permukaan) dan bukan mesin bor rotary (pada mekanisme

ini, perputaran bit disebabkan oleh perputaran batang bor atau rod) yang selama ini lazim

digunakan, untuk melakukan pengeboran sumur horizontal dari permukaan. Pada teknik

ini, alat yang disebut MWD (Measurement While Drilling) terpasang di bagian

belakang down hole motor, berfungsi untuk memonitor arah lubang bor dan melakukan

koreksi arah sambil terus mengebor.

Page 8: Coal Bed Methane

Gambar 7. Pemgeboran CBM

D. ENHANCED COAL BED METHANE RECOVERY( ECBM )

ECBM (Enhanced Coal Bed Methane Recovery) adalah teknik untuk meningkatkan

keterambilan CBM. Pada teknik ini, gas injeksi yang umum digunakan adalah N2 dan CO2.

Disini, hasil yang diperoleh sangat berbeda tergantung dari gas injeksi mana yang

digunakan. Gambar di bawah ini menunjukkan produksi CBM dengan menggunakan gas

injeksi N2 dan CO2.

Gambar 8. Penggunaan Gas Nitrogen dan Karbon Dioksida untuk ECBM

Bila N2 yang digunakan, hasilnya segera muncul sehingga volume produksi juga

meningkat. Akan tetapi, karena N2 dapat mencapai sumur produksi dengan cepat, maka

volume produksi secara keseluruhan justru menjadi berkurang. Ketika N2 diinjeksikan ke

dalam rekahan (cleat), maka kadar N2 di dalamnya akan meningkat. Dan karena

Page 9: Coal Bed Methane

konsentrasi N2 di dalam matriks rendah, maka N2 akan mengalir masuk ke matriks

tersebut. Sebagian N2 yang masuk ke dalam matriks akan menempel pada pori-pori. Oleh

karena jumlah adsorpsi N2 lebih sedikit bila dibandingkan dengan gas metana, maka

matriks akan berada dalam kondisi jenuh (saturated) dengan sedikit N2 saja.

Gambar 9. Grafik Absorpsi versus Tekanan Ntrogen, Metana, dan Karbondioksida

Namun tidak demikian dengan CO2. Gas ini lebih mudah menempel bila

dibandingkan dengan gas metana, sehingga CO2 akan menghalau gas metana yang

menempel pada pori-pori. CO2 kemudian segera saja banyak menempel di tempat tersebut.

Dengan demikian, di dalam matriks akan banyak terdapat CO2 sehingga volume gas itu

yang mengalir lebih sedikit bila dibandingkan dengan N2. Akibatnya, CO2 memerlukan

waktu yang lebih lama untuk mencapai sumur produksi. Selain itu, karena CO2 lebih

banyak mensubstitusi gas metana yang berada di dalam matriks, maka tingkat

keterambilan (recovery) CBM juga meningkat.

Gambar 10. Keberadaan Nitrogen dan Karbondioksida pada Formasi CBM

Page 10: Coal Bed Methane