Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

50
1 Clinical Leadership profesi medis dalam rangka implementasi clinical governance di rumah sakit Dody Firmanda Ketua Komite Medik RSUP Fatmawati, Jakarta. Pendahuluan Clinical governance adalah suatu cara (sistem) upaya menjamin dan meningkatkan mutu pelayanan secara sistematis dalam satu organisasi penyelenggara pelayanan kesehatan (rumah sakit) yang efisien dan sebagai salah satu dari tiga komponen dalam quality assurance (jaminan kualitas layanan). 1,2 Clinical governance is a framework through which organisations are accountable for continuously improving the quality of their services and safeguarding high standards of care by creating an environment in which excellence in clinical care will flourish . 1,2,3,4,5 Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 631/Menkes/SK/IV/2005 tanggal 25 April 2005 tentang Peraturan Internal Staf Medis ( Medical Staff Bylaws ) di Rumah Sakit, Komite Medik Rumah Sakit mempunyai fungsi menegakkan etik dan mutu profesi medis (dokter). 6 Ruang lingkup instrumen Etik yang digunakan adalah Kode Etik Kedokteran Disampaikan di Majlis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), Jakarta 21 November 2007. 1 British NHS Executive. Clinical Governance: in the new NHS – Revised 13 th March 2001. NHS Health Service Circular HSC 1999/065. 2 Nicholls S, Cullen R, O'Neill S, Halligan A. Clinical governance: its origins and its foundations. Clinical Performance and Quality Health Care 2000; 8(3):172-8. 3 Halligan A, Donaldson L. Implementing clinical governance: turning vision into reality. BMJ 2001;322:1413–7. 4 Degeling PJ, Maxwell S, Iedema R, Hunter DJ. Making clinical governance work. BMJ 2004; 329:679–82. 5 Goodman, Neville W. Accountability, clinical governance and the acceptance of imperfection - issue of the day. The Journal of Royal Society of Medicine 2000; 93(2):56- 8. 6 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 631/Menkes/SK/IV/2005 tentang Peraturan Internal Staf Medis (Medical Staff Bylaws) di rumah sakit, Jakarta 25 April 2005.

Transcript of Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

Page 1: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

1

Clinical Leadership profesi medis dalam rangka implementasiclinical governance di rumah sakit

Dody FirmandaKetua Komite Medik

RSUP Fatmawati, Jakarta.

Pendahuluan

Clinical governance adalah suatu cara (sistem) upaya menjamin danmeningkatkan mutu pelayanan secara sistematis dalam satu organisasipenyelenggara pelayanan kesehatan (rumah sakit) yang efisien dan sebagaisalah satu dari tiga komponen dalam quality assurance (jaminan kualitaslayanan).1,2

Clinical governance is a framework through which organisations areaccountable for continuously improving the quality of their servicesand safeguarding high standards of care by creating an environment inwhich excellence in clinical care will flourish.1,2,3,4,5

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor631/Menkes/SK/IV/2005 tanggal 25 April 2005 tentang Peraturan InternalStaf Medis (Medical Staff Bylaws) di Rumah Sakit, Komite Medik RumahSakit mempunyai fungsi menegakkan etik dan mutu profesi medis (dokter).6

Ruang lingkup instrumen Etik yang digunakan adalah Kode Etik Kedokteran

Disampaikan di Majlis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) KonsilKedokteran Indonesia (KKI), Jakarta 21 November 2007.1 British NHS Executive. Clinical Governance: in the new NHS – Revised 13th March 2001.NHS Health Service Circular HSC 1999/065.2 Nicholls S, Cullen R, O'Neill S, Halligan A. Clinical governance: its origins and itsfoundations. Clinical Performance and Quality Health Care 2000; 8(3):172-8.3 Halligan A, Donaldson L. Implementing clinical governance: turning vision into reality. BMJ2001;322:1413–7.4 Degeling PJ, Maxwell S, Iedema R, Hunter DJ. Making clinical governance work. BMJ 2004;329:679–82.5 Goodman, Neville W. Accountability, clinical governance and the acceptance ofimperfection - issue of the day. The Journal of Royal Society of Medicine 2000; 93(2):56-8.6 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 631/Menkes/SK/IV/2005 tentang PeraturanInternal Staf Medis (Medical Staff Bylaws) di rumah sakit, Jakarta 25 April 2005.

Page 2: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

2

Indonesia (KODEKI)7 dan Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (KODERSI)8.Mutu profesi medis adalah meliputi kompetensi (berkaitan dengan standarpendidikan profesi dan standar kompetensi), standar profesi dan standarpelayanan operasional/SPO (berdasarkan standar pelayanan medis/SPM dariprofesi dan disesuaikan dengan situasi, kondisi dan jenis strata pelayananrumah sakit setempat).9,10

Fungsi dan wewenang Komite Medis adalah menegakkan etika profesi medisdan mutu pelayanan medis berbasis bukti.11 Adapun tugas dan fungsi dariKelompok Staf Medis (KSM)/Staf Medis Fungsional (SMF) adalahmelaksanakan kegiatan pelayanan medis, pendidikan, penelitian danpengembangan keilmuannya yang berpedoman pada ketetapan Komite Medisatas etika profesi Medis dan mutu keprofesian medis. Jadi profesi Medisdalam melaksanakaan profesinya berdasarkan falsafah meliputi etika, mutudan evidence-based medicine. Konsep dan filosofi Komite Medis RS adalahperpaduan antara ketiga komponen yang terdiri dari Etika Profesi, MutuProfesi dan Evidence-based Medicine (EBM) sebagaimana terlihat dalamGambar 1.12

7 PB IDI. Kode Etik Kedokteran Indonesia.8 PERSI. Kode Etik Rumah Sakit Indonesia.9 Firmanda D. Pemberdayaan Peran Komite Medik Rumah Sakit dalam hal implementasiUndang Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Disampaikan padapelatihan Mediko Etikolegal Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) dengan dukunganDepkes RI di Hotel Grand Cempaka, Jakarta 22 – 23 September 2005 dan 29 -30September 2005.10 Firmanda D. ‘Protecting the people, guiding the doctors and empowering the professionals’

dapatkah diwujudkan di Rumah Sakit? Disampaikan pada Pelatihan Audit Medik di RSUD Dr.Muwardi, Solo 8 Maret 2006.

11 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 631/Menkes/SK/IV/2005 tentang PeraturanInternal Staf Medis (Medical Staff Bylaws) di rumah sakit, Jakarta 25 April 2005.12 Firmanda D. Sistem Komite Medik RS Fatmawati, 20 Februari 2003.

Page 3: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

3

Gambar 1. Konsep dan Filosofi Komite Medis RS: Etika, Mutu dan Evidence-based Medicine (EBM)

Meskipun pelayanan kesehatan sangat bervariasi dari dan dalam satu negara,propinsi maupun daerah di negara maju/industri maupun dunia ketiga. Akantetapi ciri dan sifat masalah tersebut tidak jauh berbeda satu sama lainnyadalam hal yang mendasar yakni semakin meningkatnya jumlah populasi usialanjut (perubahan demografi), tuntutan dan harapan pasien akan pelayanan,perkembangan teknologi kedokteran dan semakin terbatasnya sumber dana.

Dalam pengelolaan suatu sarana kesehatan (rumah sakit maupun klinik)seorang manajer maupun dokter akan (bahkan harus) membuat suatu‘keputusan’ dalam penyelenggaraan rumah sakit/klinik tersebut maupun dalampenatalaksanaan pasien sebagai individu maupun kelompok. Keputusantersebut akan mempunyai dampak, terhadap pasien itu sendiri danlingkungannya (dalam hal ini keluarga, masyarakat dan penyandang dana atauasuransi) serta lingkungan dimana pelayanan kesehatan tersebut diberikan/diselenggarakan (dari segi dimensi tempat: poliklinik rawat jalan, ruang gawatdarurat, rawat inap, ruang perawatan intensif, ruang operasi dan lain lain;sedangkan dari segi dimensi fungsi: akan menggerakan/utilisasi mulai dariregistrasi unit rekam medis, penunjang laboratorium, farmasi, bank darah,unit gizi, laundri, penyediaan air, penerangan listrik dan sebagainya sampaiproses pasien itu pulang sembuh dan kembali kontrol atau kembali kepadaperujuk asal atau keluar rumah sakit melalui kamar jenazah) dan penyelesaianadministrasi keuangan. Ini adalah satu proses dalam satu sistem saranapelayanan kesehatan yang berlangsung secara simultan dan berurutan ataskonsekuensi ‘keputusan’ diatas. Biaya atau dana untuk tenaga medis (dokter)hanya sekitar 20% dari seluruh anggaran yang dikeluarkan oleh satu sarana

Page 4: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

4

penyelenggara kesehatan (rumah sakit), sedangkan 80% lainnya sangatberhubungan dengan ‘keputusan’ dokter tersebut.

‘Kesalahan’ diakibatkan oleh faktor manusia hanya sekitar 10-20%,selebihnya (80%) dikarenakan oleh sistem, kebijakan (policy) dan proseduryang tidak jelas serta tidak konsisten. Oleh karena itu dalam upaya mencapaihasil yang optima dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan terhadappasien baik secara individu maupun kelompok serta efisien dan berazasmanfaat, maka diperlukan suatu ‘keputusan’ yang baik dan tepat didalam‘sistem’ yang jelas dan konsisten. Hal ini akan terwujud bila mempunyai jiwakepemimpinan (leadership) yang visioner, ‘survivalist’, konsisten dankonsekuen. Sistem itu sendiri terdiri dari tiga komponen yakni struktur,proses dan hasil (outcome) yang sama pentingnya serta saling berhubungandan saling mempengaruhi.

Pada saat seorang dokter lulus dari institusi pendidikan akan mendapat ijasahdan sertifikat kompetensi sebagai tanda lulus dan pengakuan kemampuankompetensinya sebagai individu dokter dan berhak untuk mendapatkan SuratTanda Registrasi (STR) untuk waktu 5 tahun sesuai dengan Undang UndangSistem Pendidikan Nasional13 dan Undang Undang Praktik Kedokteran14.Pertanyaan akan timbul, apakah dokter tersebut dapat melaksanakan danmempertahankan serta bahkan meningkatkan kompetensi profesinya selamawaktu tersebut? Apakah dokter tersebut dapat memberikan pelayanankesehatan sesuai dengan yang diharapkan berdasarkan Standar Profesi danStandar Pelayanan Medik dalam rangka memenuhi salah satu dari falsafahtujuan dasar Undang Undang Praktik Kedokteran yakni melaksanakan praktikkedokteran yang memberikan perlindungan dan keselamatan pasien?15,16

Apakah dokter tersebut telah dapat memberikan pelayanan sesuai denganFormat Clinical Pathways dan kajian varians dari Sistem Pembiayaanberdasarkan metode DRGs Casemix untuk melaksanakan praktik kedokteransecara kendali mutu dan biaya?17,18,19

13 Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 61.14 Undang Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 7 dan Pasal 8.15 Undang Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 2 dan Pasal 3 ayat 1.16 Firmanda D. Standar Fasilitas dalam penetapan kompetensi profesi di sarana pelayanankesehatan. Disampaikan dalam Semiloka Standar Fasilitas Rumah Sakit berkaitan denganUndang Undang Praktik Kedokteran. Diselenggarakan oleh Konsorsium Pelayanan Medik (KPM)Dirjen Bin Yan Medik Depkes RI di Hotel Mulia Jakarta 7 Februari 2006.17 Undang Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 49 ayat 1.

Page 5: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

5

Disini letak akan pentingnya dimensi tempat, waktu dan individu profesi dalammeninjau kinerja (performance) keprofesiannya. Kinerja atau performancetersebut tercermin dalam satu buku seperti log book individu atau di negaraluar dikenal sebagai PYA (Penultimate Year Assessment) Form.20,21

Kompetensi dan Kinerja (Performance)

Adalah mudah menilai kompetensi seorang individu bila yang bersangkutanmasih dalam status peserta didik dokter (intenship) atau dokter spesialis(PPDSp) karena telah ada parameter (kurikulum dan modul) untuk dapatdinilai/diukur secara obyektif dari segi kualitas maupun kuantitas dalamsatuan waktu/tahap tertentu. Persoalan akan timbul bila yang bersangkutanakan dinilai untuk re-sertifikasi kompetensi, karena belum seluruh profesi ditanah air mempunyai standar profesi dan standar pelayanan medisnya masingmasing. Beberapa organisasi profesi yang telah mempunyai standarprofesinya, 22 meskipun belum secara eksplisit dalam standar kompetensinyamenyatakan secara kuantitatif batasan minimal kompetensi profesi (Perdamidalam hal ini telah lebih maju karena sudah mencantumkan jumlah operasikatarak yang harus dicapai dalam kurun waktu tertentu). 23 Persoalan kembalimuncul bila akan mengukur secara kuantatif, karena kompetensi yang diukurtersebut - sebenarnya secara tidak langsung (indirect) adalah kinerja(performance) individu. Sedangkan kinerja (performance) tersebut banyakdipengaruhi oleh berbagai faktor yang melibatkan antara lain motivasi dan

18 Firmanda D. Integrated Clinical Pathways: Peran profesi medis dalam rangka menyusunSistem DRGs Casemix di rumah sakit. Disampakan pada kunjungan lapangan ke RSUP AdamMalik Medan 22 Desember 2005, RSUP Hasan Sadikin Bandung 23 Desember 2005 danEvaluasi Penyusunan Clinical Pathways dalam rangka penyempurnaan Pedoman DRGs CasemixDepkes RI, Hotel Grand Cempaka Jakarta 29 Desember 2005.19 Firmanda D, Pratiwi Andayani, Nuraini Irma Susanti, Srie Enggar KD dkk. Clinical PathwaysKesehatan Anak dalam rangka implementasi Sistem DRGs Casemix di RS Fatmawati, Jakarta2006 (dalam pencetakan).20 Royal College of Paediatrics and Child Health. Guide to Penultimate Year Assessment.London, 2004.21 Royal College of Medicine. Implementation of Penultimate Year Assessment. London, 2004.22 Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI) dan Kolegium Ilmu KesehatanAnak (KIKA). Standar profesi dan Standar Pendidikan Dokter Spesialis Anak. Badan PenerbitIkatan Dokter Anak Indonesia (BP IDAI), Jakarta, 2005.23 Perdami. Standar Profesi dan Standar Fasilitas Dokter Spesialis Mata, 2003.

Page 6: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

6

barriers sebagaimana bila secara ringkas formula kinerja (performance)tersebut adalah sebagai berikut24:

Oleh karena motivasi sangat bersifat individu dan sulit untuk diukur, makakinerja (performance) akan berhubungan langsung dengan kompetensi danberhubungan terbalik dengan barriers. Di dalam barriers itu sendiri dapatterdiri dari fasilitas (terutama peralatan medis), penunjang medis, obatobatan dan sebagainya yang merupakan komponen struktur yang sangatmenunjang proses implementasi kompetensi seseorang profesi untukmemberikan hasil (oucome/output)25 pelayanan kepada pasien dan secaralangsung memberikan dampak (impact) kepada status derajat kesehatanmasyarakat secara keseluruhan dan indikator mutu sistem kesehatan26 disuatu daerah/negara.

Maka sudah seyogyanya komponen barriers tersebut diminimalkan agarprofesi tersebut dapat memberikan pelayanan seoptimal mungkin dan bahkanmaksimal serta minimal risikonya (clinical risk management) dengankompetensi yang maksimum agar hasilnya baik (quality) dan pasien mendapatperlindungan dan keselamatan (patients safety) selama dirawat dengan biayayang terjangkau (affordable) dan pasti (pre-fixed payment – DRGs Casemix).

Oleh karena itu sudah saatnya secara sinergis dengan profesi, pengadaanfasilitas (terutama peralatan medis) disediakan dan disesuaikan dengankompetensi tenaga profesi tersebut yang mana keberadaan profesi medis danpelayanannya sangat berhubungan erat dan identik dengan klasifikasi stratarumah sakit di tanah air.27

Peralatan medis sebagai sebagai salah satu komponen fasilitas pelayanankesehatan harus dikelola secara profesional sesuai dengan kaidahperkembangan keilmuan Health Technology Assessment dalam mekanisme

24 Firmanda D. Medical Professionalism: Is it a matter of performance and or competencies?Presented at Nuffield Institute for Health, University of Leeds, Leeds 1998.25 Donabedian A. The quality of care – how can it be assessed? JAMA 1988;260(12):1743-8.26 WHO Health Report 2000. Improving Health Systems Development.27 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 131/Menkes/SK/II/2004 tentang SistemKesehatan Nasional.

Performance = Motivation x CompetenciesBarriers

Page 7: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

7

pengambilan keputusan yang baik dan akuntabel sesuai dengan penerapancost-effectiveness analyses 28,29 dalam rangka menuju kendali biaya (valuefor money).30,31

Peran dan fungsi Komite Medik di rumah sakit adalah menegakkan etik danmutu profesi medik.32 Yang dimaksud dengan etik profesi medik disini adalahmencakup Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)33, Kode Etik PenelitianKedokteran Indonesia (untuk saat ini dapat diadopsi dan digunakan Kode EtikPenelitian yang dipakai oleh institusi pendidikan)34 dan Kode Etik PendidikanKedokteran Indonesia (untuk sementara ini bagi profesi medik dapatmengacu kepada KODEKI).4

Sedangkan istilah mutu profesi medik itu sendiri dapat ditinjau dariberbagai sudut yang berbeda tergantung dari nilai pandang (perspektif) dannorma norma yang berlaku serta disepakati secara konsensus. Dapat ditinjaudari segi profesi medis, perawat, manajer, birokrat maupun konsumenpengguna jasa pelayanan sarana kesehatan (Quality is different things todifferent people based on their belief and norms).35

Begitu juga mengenai perkembangan akan ‘mutu’ itu sendiri dari carainspection, quality control, quality assurance sampai ke total quality.J epangmenggunakan istilah quality control untuk seluruhnya, Amerika memakaiistilah ‘continuous quality improvement’ untuk ‘total quality’ dan Inggrismemakai istilah quality assurance untuk ‘quality assurance’, ‘continuous quality

28 Firmanda D. Aplikasi sinergis antara Evidence-based Medicine, Evidence-based Healthcaredan Evidence-based Policy dalam satu sistem peningkatan mutu pelayanan kesehatan dankedokteran (Clinical Governance) : suatu tantangan profesi di masa mendatang – Costeffectiveness Analyses (CEA) Standar Pelayanan Medis. Disampaikan pada Rapat KerjaNasional JPSN/JPKM, Depkes RI, Bogor Maret 2005.29 Firmanda D. Implementasi Cost effectiveness Analyses (CEA) dalam Standar PelayananMedis dalam rangka kendali mutu dan biaya. Fatmawati J Health Science 2005;6(14):570-6.30 Mooney G. Economics, medicine and healthcare. London, Harvester Wheatsheaf, 2002.31 Ranade W. Markets and healthcare – a comparative analyses. London, Longman, 2003.32 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 631/SK/Menkes/IV/2005 tentang PedomanPeraturan Internal Staf Medis (Medical Staff Bylaws) di rumah sakit.33 Undang Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 Pasal 8 huruf f dan penjelasannya.34 Komunikasi pribadi dengan Prof. DR. Dr. FA. Moeloek, Sp.OG (Ketua Konsil Kedokteran)Rabu 16 Mei 2007.35 Adams C, Neely A. The performance prism to boost success. Measuring Health BusinessExcellence 2000; 4(3):19-23.

Page 8: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

8

improvement’ maupun untuk ‘total quality’ dan tidak membedakannya. Dinegara kita dikenal juga akan istilah ‘Gugus Kendali Mutu/GKM’ dan‘Akreditasi Rumah Sakit’.

Bila kita pelajari, evolusi perkembangan mutu itu sendiri berasal dari bidangindustri pada awal akhir abad ke sembilan belas dan awal abad ke dua puluh dimasa perang dunia pertama. Pada waktu itu industri senjata menerapkankaidah ‘inspection’ dalam menjaga kualitas produksi amunisi dan senjata.Kemudian Shewart mengembangkan dan mengadopsi serta menerapkan kaidahstatistik sebagai ‘quality control’ serta memperkenalkan pendekatan siklus P-D-S-A (Plan, Do, Study dan Act) yang mana hal ini kemudian dikembangkanoleh muridnya Deming sebagai P-D-C-A (Plan, Do, Check dan Action). KaidahPDCA ini menjadi cikal bakal yang kemudian dikenal sebagai generic form ofquality system dalam quality assurance dari BSI 5751 (British Standards ofInstitute) yang kemudian menjadi seri EN/ISO 9000 dan 14 000. TatkalaDeming diperbantukan ke Jepang dalam upaya memperbaiki danmengembangkan industri, beliau mengembangkan dengan memadukan unsurbudaya Jepang ‘kaizen’ dan filosofi Sun Tzu dalam hal ‘benchmarking’ maupunmanajemen dan dikenal sebagai ‘total quality’.36,37

Sedangkan untuk bidang kesehatan, Donabedian dengan ‘structure, processdan outcome’ pada awal tahun 80an memperkenalkan tentang cara penilaianuntuk standar, kriteria dan indikator.38 Selang beberapa tahun kemudianMaxwell mengembangkan ‘six dimensions of quality’. Tehnik Donabedian danMaxwell ini lebih menitikberatkan tentang hal membuat standar danpenilaiannya (akreditasi) yang merupakan 2 dari 3 komponen ‘qualityassurance’. Komponen ke tiga (‘continuous quality improvement’) tidakberkembang, sehingga akibatnya meskipun suatu organisasi pelayanankesehatan tersebut telah mendapat akreditasi akan tetapi ‘mutu’nya tetaptidak bergeming dan tidak meningkat. Apa yang yang salah?

Maka tidak heran bila setiap negara maju maupun berkembang berusahameskipun secara implisit untuk memproteksi ‘jasa kedokteran/kesehatan’

36 Brook RH, McGlynn EA, Shekelle PG. Defining and measuring quality of care: aperspective from US researchers. Int J Qual Health Care 2000; 12(4): 281-5.37 Firmanda D. Total quality management in health care (Part One). Indones J CardiolPediatr 1999; 1(1): 43-9.38 Donabedian A. The quality of care: how can it be assessed ? JAMA 1988; 260:1743-8.

Page 9: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

9

yang merupakan sebagai salah satu industri jasa strategis bagi negara masingmasing.39,40,41,42 Sebagai contoh, negara Inggris dengan ClinicalGovernance(yang merupakan suatu pengembangan dari sistem qualityassurance),43,44,45 negara Eropa daratan dengan EFQM46,47,48 15-16 danAmerika dengan MBNQA.49

WHO Executive Board pada tanggal 18 Januari 2002 telah mengeluarkansuatu resolusi untuk membentuk program manajemen resiko untuk patientsafety yang terdiri dari 4 aspek utama yakni: 50,51,52

39 Firmanda D. The evolution and roles of Evidence-based Health Policy in Health ServiceManagement. Presented in seminar and discussion panel on “Evidence-based Policy for theera of Indonesian Health Decentralized System in 21st Century”. Center for Public HealthResearch, Faculty of Medicine, Gadjah Mada University, Yogyakarta 1st March 2001.40 Dollar D, Collier P. Globalization, growth, and poverty: building an inclusive world economy.Oxford University Press; Washington 2002.41 Moss F, Barach P. Quality and safety in health care: a time of transition. Qual Saf HealthCare 2002;11:1.42 Moss F, Palmberg M, Plsek P, Schellekens W. Quality improvement around the world: howmuch we learn from each other. Qual Health Care 2000;8:63-6.43 Scally G, Donaldson LJ. Clinical governance and the drive for quality improvement in thenew NHS in England. BMJ 1998; 317(7150):61-5.44 Heard SR, Schiller G, Aitken M, Fergie C, Hall LM. Continuous quality improvement:educating towards a culture of clinical governance. Qual Health Care 2001; 10:70-8.45 Sausman C. New roles and responsibilities of chief executives in relation to quality andclinical governance. Qual Health Care 2001;10(Suppl II):13-20.46 Nabitz U, Klazinga N, Walburg J. The EFQM excellence model: European and Dutchexperiences with the EFQM approach in health care. Int J Qual Health Care 2000;12(3):191-201.47 Shaw CD. External quality mechanisms for health care: summary of the ExPERT projecton visitatie, accreditation, EFQM and ISO assessment in European countries. Int J QualHealth Care 2000;12(3): 169-75.48 Adams C, Neely A. The performance prism to boost success. Measuring Health BusinessExcellence 2000; 4(3):19-23.49 Brook RH, McGlynn EA, Shekelle PG. Defining and measuring quality of care: a perspectivefrom US researchers. Int J Qual Health Care 2000;12(4): 281-5.50 US Department of Health and Human Services. US and UK sign agreements to collaborateon health care quality. 10 October 2001.51 World Health Organization. World Health Organization Executive Board ResolutionEB109.R16, 18 January 2002.52 Donaldson L. Championing patient safety: going global – a resolution by the World HealthAssembly. Qual Saf Health Care 2002; 11:112.

Page 10: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

10

1. “Determination of global norms, standards and guidelines fordefinition, measurement and reporting in taking preventive action, andimplementing measures to reduce risks;

2. Framing of Evidence-based Policies in global standards that willimprove patient care with particular emphasis on such aspects asproduct safety, safe clinical practice in compliance with appropriateguidelines and safe use of medical products and medical devices andcreation of a culture of safety within healthcare and teachingorganisations;

3. Development of mechanism through accreditation and other means, torecognise the characteristics of health care providers that over abenchmark for excellence in patient safety internationally;

4. Encouragement of research into patient safety.”

Terakhir pada awal Mei 2007 WHO Collaborating Centre for Patient SafetySolutions dengan Joint Commission dan Joint Commission Internationaltelah meluncurkan suatu agenda mengenai patient safety yang dinamakanNine Patient Safety Solutions – Preamble May 2007 sebagaimana dapatdilihat pada Gambar 2 berikut.53 Kesembilan unsur dalam agenda tersebutterdiri dari:

1. Look-Alike, Sound-Alike Medication Names2. Patient Identification3. Communication During Patient Hand-Overs4. Performance of Correct Procedure at Correct Body Site5. Control of Concentrated Electrolyte Solutions6. Assuring Medication Accuracy at Transitions in Care7. Avoiding Catheter and Tubing Mis-Connections8. Single Use of Injection Devices9. Improved Hand Hygiene to Prevent Health Care-Associated Infection

53 WHO Collaborating for Patient Safety, Joint Commission and Joint CommissionInternational. Patient Safety Solutions – Preamble May 2007

Page 11: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

11

Gambar 2. Agenda Nine Patient Safety Solutions dari WHO CollaboratingCentre for Patient Safety, Joint Commission and Joint CommissionInternational.13

Dalam makalah ini akan dibahas mengenai peran Komite Medik RSUPFatmawati dalam upaya meningkatkan mutu profesi secara sistem dan individuprofesi (Clinical Governance) serta langkah langka antisipasi agar tidakterjadi kelalaian atau ketidaksesuain pelaksanaan praktik kedokteran(malpraktek ?).

Bagaimana implementasi dan konsekuensi dari Clinical Governance dirumah sakit?

Secara ringkas kita dapat memadukan kerangka konsep Clinical Governancedengan kondisi struktur perumah sakitan di tanah air pada saat ini dalampenerapan Undang Undang Praktik Kedokteran dan antisipasi (Rancangan)Undang Undang Rumah Sakit dalam suatu model integrasi yangmengedepankan mutu pelayanan dalam bentuk keamanan dan keselamatanpasien (patients safety) (Gambar 3 dan 4) dengan biaya yang terjangkausecara pendekatan activity-based costing dalam sistem pembiayaan DRGsCasemix (diharapkan nantinya berkembang menjadi Health Resource Groups/HRG) melalui suatu mekanisme Clinical Pathways yang jelas dan terintegrasidengan standar fasilitas yang sesuai dengan kompetensi pelaksana sehinggadapat dilakukan evaluasi/audit tidak hanya semata dari segi kriteria indikator

Page 12: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

12

input/struktur, proses dan outcome/output, akan tetapi bergerak lebih jauhlagi dalam bentuk lebih rinci, sensitif dan spesifik yakni Health ImpactIntervention (Gambar 5).

Gambar 3. Ilustrasi mekanisme pertahanan Patients Safety dikaitkan denganperan organisasi profesi, kolegium dan fasilitas penyelenggara pelayanankesehatan.19

Patients Safety

Rumah Sakit

Kolegium

OrganisasiProfesi

Page 13: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

13

Gambar 4. Peran dan hubungan profesi, kolegium, rumah sakit dan saranadalam Clinical Governance dalam rangka keamanan pasien (patients safety).54

54 Firmanda D. Patients Safety di rumah sakit pendidikan dikaitkan dengan proses pendidikanprofesi dokter. Disampaikan pada Muktamar Nasional Ikatan Rumah Sakit Pendidikan(IRSPI) III di Makasar, 28-29 Juli 2005.

Rumah Sakit:

Page 14: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

14

Gambar 5. Skema pendekatan Komite Medik RS Fatmawati dalam ClinicalGovernance dan Sistem DRGs Casemix.55

Sesuai dengan kewenangan Komite Medik di rumah sakit, agak sulit untukmenilai kepastian kompetensi seorang profesi - terutama untuk profesi yangbanyak mengandalkan ketrampilan dan tergantung kepada fasilitas peralatanmedis. Bila sarana/fasilitas peralatan rumah sakit tersebut tidak ataukurang memadai untuk menunjang kinerja (performance) profesi, maka selain

55 Firmanda D. Pedoman Penyusunan Clinical Pathways dalam rangka implementasi SistemDRGs Casemix di rumah sakit. Disampaikan dalam Sidang Pleno Komite Medik RS Fatmawati,Jakarta 7 Oktober 2005.

HealthResources

Groups(HRG)

HealthImpact

Intervention(HII)

Page 15: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

15

ketrampilan klinis profesi itu sendiri akan berkurang bahkan hilang dan bilatetap ’dipaksakan’ dengan fasilitas yang tidak sesuai dan memadai; makadengan secara langsung akan meningkatkan risiko ketidakamanan pasien(insecure of patients safety) di rumah sakit dan risiko akan ligitasimeningkat. Jenis medical errors seperti di atas dapat dikategorikan sebagailatent errors atau system errors dan dengan sendirinya akan terjadi activeerrors. Bila ini terjadi, maka filosofi tujuan dasar dari Undang UndangNomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran - yakni melaksanakanpraktik kedokteran yang memberikan perlindungan dan keselamatan pasientidak akan terwujud. Bila keadaan ini terus berlanjut tanpa ada upayaperbaikan dan peningkatan fasilitas serta kompetensi sesuai dengan standar,maka secara keseluruhan rentetan ini sudah menjadi suatu system failureyang kelak sangat sulit untuk dapat survive dan berkembang dalam rangkaantisipasi modus keempat dari perjalanan globalisasi WTO yang telahdiratifikasi.

Darimana kita mulai?Untuk suatu rumah sakit yang akan mulai berbenah diri, sebaiknya terlebihdahulu membuat Sistem Rumah Sakit (Corporate Governance) yang terdiridari sistem manajemen rumah sakit, sistem profesi medis (Komite Medis danSMF – Clinical Governance), sistem keperawatan, dengan berbagai subsistemuntuk pelayanan, pendidikan/pelatihan serta penelitian rumah sakit denganberbagai peraturan di tingkat rumah sakit (Hospital Bylaws) dan tingkatprofesi medis (Medical Staff Bylaws) dengan mengacu kepada KeputusanMenteri Kesehatan RI Nomor 631/Menkes/SK/IV/2005 tentang PeraturanInternal Staf Medis (Medical Staff Bylaws) di rumah sakit.56

Sebaiknya terlebih dahulu mengetahui dan memahami akan perkembangandisiplin ilmu mutu itu sendiri agar lebih mudah untuk langkah berikutnya danmencapai mkasud dan tujuan bersama.

Mutu (Quality)Istilah dan definisi ‘mutu’ mempunyai arti/makna dan perspektif yangberbeda bagi setiap individu tergantung dari sudut pandang masing masing.Dapat ditinjau dari segi profesi medis/perawat, manajer, birokrat maupun

56 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 631/Menkes/SK/IV/2005 tentang PeraturanInternal Staf Medis (Medical Staff Bylaws) di rumah sakit, Jakarta 25 April 2005.

Page 16: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

16

konsumen pengguna jasa pelayanan sarana kesehatan.57,58 (‘Quality isdifferent things to different people based on their belief and norms’). (LihatGambar 6).

Gambar 6. Berbagai perspektif dari mutu.

Perkembangan (Evolusi) Mutu

Perkembangan akan ‘mutu’ itu sendiri dari cara ‘inspection’, quality control,quality assurance sampai ke total quality sangat bervariasi sesuai denganperkembangan ilmu. Jepang menggunakan istilah quality control untukseluruhnya, sedangkan di Amerika memakai istilah ‘continuous qualityimprovement’ untuk ‘total quality’ dan Inggris memakai istilah qualityassurance untuk ‘quality assurance’, ‘continuous quality improvement’ maupununtuk ‘total quality’ dan tidak membedakannya. (Lihat Gambar 7).

57 Firmanda D. Total Quality Management in Healthcare (Part One). Indones J CardiolPediatr 1999; 1(1):43-9.58 Brook RH, McGlynn EA, Shekelle PG. Defining and measuring quality of care: a perspectivefrom US researchers. Int J Qual Health Care 2000;12(4): 281-5.

Page 17: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

17

Gambar 7. Skema sederhana perkembangan mutu.

Evolusi perkembangan mutu itu sendiri berasal dari bidang industri pada awalakhir abad ke sembilan belas dan awal abad ke dua puluh di masa perang duniapertama. Pada waktu itu industri senjata menerapkan kaidah ‘inspection’dalam menjaga kualitas produksi amunisi dan senjata. Kemudian Shewartmengembangkan dan mengadopsi serta menerapkan kaidah statistik sebagai‘quality control’ serta memperkenalkan pendekatan siklus P-D-S-A (Plan, Do,Study dan Act) yang mana hal ini kemudian dikembangkan oleh muridnyaDeming sebagai P-D-C-A (Plan, Do, Check dan Action). Kaidah PDCA inimenjadi cikal bakal yang kemudian dikenal sebagai ‘generic form of qualitysystem’ dalam ‘quality assurance’ dari BSI 5751 (British Standards ofInstitute) yang kemudian menjadi seri EN/ISO 9000 dan 14 000. (LihatGambar 8). Tatkala Deming diperbantukan ke Jepang dalam upayamemperbaiki dan mengembangkan industri, beliau mengembangkan denganmemadukan unsur budaya Jepang ‘kaizen’ dan filosofi Sun Tzu dalam hal

Page 18: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

18

‘benchmarking’ maupun manajemen dan dikenal sebagai ‘total quality’.59 (LihatGambar 9)

Gambar 8. Contoh dari model Quality Assurance versi ISO 9001:2000

Sedangkan Total Quality Management/Service (TQM/S) adalah suatu carapendekatan organisasi dalam upaya meningkatkan efektifitas, efisiensi danresponsif organisasi secara melibatkan seluruh staf/karyawan dalam segalaproses aktifitas peningkatan mutu dalam rangka memenuhikebutuhan/tuntutan konsumen pengguna jasa organisasi organisasi tersebut.(‘Process driven’ dan ‘customer-focused oriented’). Ini merupakan suatutingkat tertinggi dalam upaya organisasi tersebut untuk mencapai tingkatdunia (World Class Quality Health Care).60 Secara ringkas ada 5 strukturkomponen utama dalam Total Quality Management (TQM) yakni

59 Moss F, Palmberg M, Plsek P, Schellekens W. Quality improvement around the world: howmuch we learn from each other. Qual Health Care 2000;8:63-6.60 Firmanda D. Total Quality Management in Healthcare (Part One). Indones J CardiolPediatr 1999; 1(1):43-9.

Page 19: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

19

understanding the customer, understanding the hospital’s business, qualitysystems, continuous quality improvement dan quality tools. (Lihat Gambar 8).

Gambar 9. Komponen Total Quality Management (TQM)

Untuk dapat menguasai TQM harus menguasai akan kaidah/tehnik dariperkembangan mutu itu sendiri dari inspection, quality control dengan sevenbasic statistics process control/ SPC (Lihat Gambar 10), dan qualityassurance dengan ketiga kompenen utamanya yang terdiri setting standards,checking the standards (audit and accreditation) dan continuous qualityimprovement (CQI).

Page 20: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

20

Gambar 10. Seven basic statistics process control (SPC) dari Total QualityManagement (TQM).

Page 21: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

21

Beberapa rumah sakit di Amerika Serikat yang telah menerapkan pendekatanvarians sistem dari Total Quality Management (TQM) adalah sebagaimanadapat dilihat dalam Gambar 11 berikut.

Gambar 11. Beberapa model TQM di rumah sakit Amerika Serikat.

Ruang lingkup Total Quality Management (TQM) dapat disederhanakansebagaimana dapat dilihat pada Gambar 12 berikut.

Page 22: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

22

Gambar 12. Ruang Lingkup Total Quality Management (TQM)

Page 23: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

23

Quality Assurance (QA)

Quality Assurance (QA) adalah tahap ke tiga dan yang paling penting dalamperkembangan mutu suatu institusi/organisasi menuju tingkat yang lebih luasdan tinggi (‘total quality’). QA itu sendiri terdiri dari beberapa komponensebagai berikut61,62;(Gambar 13)

Gambar 13. Komponen Quality Assurance (QA)

61 Nabitz U, Klazinga N, Walburg J. The EFQM excellence model: European and Dutchexperiences with the EFQM approach in health care. Int J Qual Health Care 2000;12(3):191-201.62 Shaw CD. External quality mechanisms for health care: summary of the ExPERT projecton visitatie, accreditation, EFQM and ISO assessment in European countries. Int J QualHealth Care 2000;12(3): 169-75.

Page 24: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

24

1. Standar

Standar dibuat berdasarkan kebijakan (policy), tujuan (aims) dan objektifyang telah disepakati bersama dalam institusi tersebut untuk dijadikankriteria yang dapat ditinjau dari segi input/struktur, proses danoutput/outcome sebagaimana dapat pada Gambar 13 di bawah. Untuk bidangkesehatan Donabedian63 dengan ‘structure, process dan outcome’ pada awaltahun 80an memperkenalkan tentang cara penilaian untuk standar, kriteriadan indikator. Selang beberapa tahun kemudian Maxwell mengembangkan ‘sixdimensions of quality’. Tehnik Donabedian dan Maxwell ini lebihmenitikberatkan tentang hal membuat standar dan penilaiannya (akreditasi)yang merupakan 2 dari 3 komponen ‘quality assurance’.64, 65

Gambar 14. Hubungan antara tujuan dan objekif suatu organisasi/ institusidalam hal standar, kriteria dan indikator mutu berdasarkan pendekatantehnik Donabedian dan Maxwell.

63 Donabedian A. The quality of care: how can it be assessed ? JAMA 1988; 260:1743-8.64 Firmanda D. Total quality management in health care (Part One). Indones J CardiolPediatr 1999; 1(1):43-9.65 Firmanda D. The pursuit of excellence in quality care: a review of its meaning, elements,and implementation. Global Health Journal 2000;1(2) http://www.interloq.com/a39vlis2.htm

Page 25: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

25

Ada beberapa tehnik/cara dalam membuat standar tersebut: caraDonabedian atau Maxwell atau bahkan kombinasi antar keduanya (cara Don-Max) sebagaimana contoh berikut (Gambar 15 dan 16):

Gambar 15. Contoh Implementasi Hubungan Tehnik Donabedian dan Maxwelldalam hal standar, kriteria dan indikator mutu.

Page 26: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

26

Gambar 16. Contoh implementasi QA untuk pelayanan ibu hamil dalammembuat standar, kriteria dan indikator mutunya.

2. Audit dan Akreditasi

Audit dapat dilaksanakan dalam 3 tahap dengan maksud dan tujuan yangberbeda. 66,67,68

Audit pertama (1st Party Audit) sebagai ‘internal audit’ atau ‘selfassessment’ untuk penilaian promotif dalam rangka deteksi dini danmelakukan perbaikan/peningkatan standar (‘corrective action’). Audit

66 Adams C, Neely A. The performance prism to boost success. Measuring Health BusinessExcellence 2000; 4(3):19-23.67 Lawrence JJ, Dangerfield B. Integrating professional reaccreditation and quality award.Qual Assur Education 2001; 9(2):80-91.68 Coyle YM, Battles JB. Using antecedents of medical care to develop valid quality of caremeasures. Int J Qual Health Care 1999;11(1): 5-12.

Page 27: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

27

pertama ini dilakukan dan diselesaikan pada tingkat SMF masing masing (1st

Party Medical Audit) dengan melibatkan seluruh dokter SMF dan pelaksanaanaudit tersebut dipimpin oleh Koordinator Etik dan Mutu SMF; Bila perludapat mengundang jajaran struktural/manajerial dimana pelayanan tersebutberlangsung (1st Party Managerial Audit).

Audit ke dua (2nd Party Medical Audit) dilakukan oleh Tim Etik dan MutuPelayanan Komite Medis terhadap kasus Medis yang tidak dapat diselesaikanpada tingkat audit pertama atau kasus tersebut melibatkan antar profesiMedis (beberapa SMF), melibatkan tim tim lintas fungsi maupun lintasmanajerial.

Audit ke tiga (3rd Party Audit) merupakan ‘external audit/peer review’ yangdilakukan oleh pihak ketiga dari satu badan independen yang berwenangmemberikan penilaian pendekatan sistem (‘system-approached’) danmemberikan rekomendasi terakreditasi untuk menyelenggarakan pelayananataupun pendidikan suatu bidang tertentu (‘scope’) selama sekian tahun untukdi akreditasi kembali.

Secara ringkas mengenai hubungan antara audit dengan standar sebagaimanadapat dilihat pada Gambar 17 berikut.

Page 28: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

28

Gambar 17. Hubungan antara standar dengan audit

Continuous Quality Improvement (CQI)

Continuous Quality Improvement (CQI) adalah langkah selanjutnya dalamsiklus QA yang merupakan upaya institusi pelayananan tersebutmempertahankan (monitoring) dan meningkatkan mutu melalui berbagaikegiatan sesuai standar, kriteria dan indikator yang telah ditetapkansebelumnya dalam suatu sistem manajemen mutu sebagaimana dapat dilihatpada Gambar 18 berikut.

Page 29: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

29

Gambar 18. Skema ringkas konsep Continuous Quality Improvement (CQI)

Page 30: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

30

Variasi Quality Assurance (QA) : Clinical Governance

Akhir akhir ini QA di bidang kesehatan/kedokteran telah bergeser ke arahsatu variasi yang dinamakan ‘Clinical Governance (CG)’ dengammenitikberatkan dalam hal dampak (impact) yakni PatientsSafety.69,70,71,72,73,74

Konsep garis besar ‘Clinical Governance (CG)’ dikatakan sebagai upaya dalamrangka continuous quality improvement (CQI) berdasarkan pendekatanintegrasi Evidence-based Medicine (EBM), Evidence-based Health Car(EBHC) dan Evidence-based Policy yang terdiri dari empat aspek utama darienam aspek yaitu professional performance, resource use (efficiency), riskmanagement dan patients’ satisfaction. Penerapan ‘Clinical Governance’ dalamsuatu organisasi pelayanan kesehatan memerlukan beberapa persyaratanyakni organisastion-wide transformation, clinical leadership dan positiveorganizational cultures.75,76,77,78

Clinical Governance (CG) adalah suatu cara (sistem) upaya menjamin danmeningkatkan mutu pelayanan secara sistematis dalam satu organisasipenyelenggara pelayanan kesehatan (rumah sakit) yang efisien. Clinical

69 Donaldson L. Championing patient safety: going global – a resolution by the World HealthAssembly. Qual Saf Health Care 2002; 11:112.70 US Department of Health and Human Services. US and UK sign agreements to collaborateon health care quality. 10 October 2001.71 World Health Organization. World Health Organization Executive Board ResolutionEB109.R16, 18 January 2002.72 Moss F, Barach P. Quality and safety in health care: a time of transition. Qual Saf HealthCare 2002;11:1.73 Leach DC. Changing education to improve patient care. Qual Health Care 2001; 10:54-8.74 Lilford RJ. Patient safety research: does it have legs? Qual Saf Health Care 2002;11:113-4.75 Firmanda D. The evolution and roles of Evidence-based Health Policy in Health ServiceManagement. Presented in seminar and discussion panel on “Evidence-based Policy for theera of Indonesian Health Decentralized System in 21st Century”. Center for Public HealthResearch, Faculty of Medicine, Gadjah Mada University, Yogyakarta 1st March 2001.76 Scally G, Donaldson LJ. Clinical governance and the drive for quality improvement in thenew NHS in England. BMJ 1998; 317(7150):61-5.77 Heard SR, Schiller G, Aitken M, Fergie C, Hall LM. Continuous quality improvement:educating towards a culture of clinical governance. Qual Health Care 2001; 10:70-8.78 Sausman C. New roles and responsibilities of chief executives in relation to quality andclinical governance. Qual Health Care 2001;10(Suppl II):13-20.

Page 31: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

31

governance is “a framework through which organisations are accountable forcontinuously improving the quality of their services and safeguarding highstandards of care by creating an environment in which excellence in clinicalcare will flourish.” 79

Secara konsep komponen utama CG terdiri dari:1. Akauntabilitas dan alur pertanggung jawaban yang jelas bagi mutu

pelayanan secara umum dan khusus.2. Kegiatan program peningkatan mutu yang berkesinambumgan.3. Kebijakan manajemen resiko.4. Prosedur profesi dalam identifikasi dan upaya perbaikan/peningkatan

kinerja.

Agar keempat komponen utama tersebut dapat terlaksana dengan baik danhasil yang optimum, maka dalam rencana strategisnya ditekankan akan ‘mutu’dari segi ‘inputs’. Sudah seyogyanya pelayanan kesehatan/kedokteranterstruktur dan dengan baik serta diselenggarakan secara simultan danberkesinambungan melalui suatu sistem dan subsistem yang jelas dankonsisten dalam hal kebijakan (policy) dan panduan (manual).80,81,82,83

79 Buetow SA, Roland M. Clinical governance: bridging the gap between managerial andclinical approaches to quality of care. Qual Health Care 1999;8:184-190.80 Groll R, Baker R, Moss F. Quality improvement research: understanding the science ofchange in health care – essential for all who want to improve health care and education. QualSaf Health Care 2002; 11:110-1.81 Pittilo RM, Morgan G, Fergy S. Developing programme specifications with professionalbodies and statutory regulators in health and social care. Qual Assur Education 2000;8(4):215-21.82 Ancarani A, Capaldo G. Manegement of standarised public services: a comprehensiveapproach to quality assessment. Managing Service Qual 2001;11(5):331-41.83 Carroll JS, Edmondson AC. Leading organisational learning in health care. Qual Saf HealthCare 2002;11:51–6.

Page 32: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

32

Kerangka Konsep Patient Safety Komite Medik RSUP Fatmawati dalamrangka mencegah terjadinya ketidaksesuain pelaksanaan praktikkedokteran (malpraktek ?).

Melalui sidang pleno84 Komite Medik telah diajukan dan ditetapkan tentangKonsep Patient Safety yang diimplementasikan di rumah sakit (Gambar 19).

Gambar 19. Kerangka Konsep Patient Safety Komite Medik RSUP Fatmawati

Impact dalam kerangka konsep tersebut terdiri dari 3 aspek yang terukuryakni cedera (injury), infeksi nosokomial dan tuntutan litigasi (perdata danpidana). Dalam implementasi di rumah sakit harus dilaksanakan secaraterpadu dan terintegrasi - dipersiapkan mulai dari tingkat sistem sampaitingkat individu profesi sebagaimana dalam Gambar 20 berikut.

84 Sidang Pleno Komite Medik adalah rapat rutin tertinggi dalam mekanisme pengambilankeputusan kebijakan untuk profesi medis yang diadakan setiap hari Senin jam 12.30-13.30dan dihadiri oleh seluruh Ketua SMF serta dipimpin oleh Ketua Komite Medik (Lihat SistemKomite Medik RSUP Fatmawati 2003).

Page 33: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

33

Gambar 20. Alur pembagian tugas dalam rangka Patient Safety di rumahsakit.

Sesuai dengan kewenangan Komite Medik di rumah sakit, agak sulit untukmenilai kepastian kompetensi seorang profesi - terutama untuk profesi yangbanyak mengandalkan ketrampilan dan tergantung kepada fasilitas peralatanmedis. Bila sarana/fasilitas peralatan rumah sakit tersebut tidak ataukurang memadai untuk menunjang kinerja (performance) profesi, maka selainketrampilan klinis profesi itu sendiri akan berkurang bahkan hilang dan bilatetap ’dipaksakan’ dengan fasilitas yang tidak sesuai dan memadai; makadengan secara langsung akan meningkatkan risiko ketidakamanan pasien(insecure of patients safety) di rumah sakit dan risiko akan ligitasimeningkat. Jenis medical errors seperti ini dapat dikategorikan sebagailatent errors atau system errors dan dengan sendirinya akan terjadi active

Page 34: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

34

errors. Bila ini terjadi, maka filosofi tujuan dasar dari Undang UndangNomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran - yakni melaksanakanpraktik kedokteran yang memberikan perlindungan dan keselamatan pasientidak akan terwujud. Bila keadaan ini terus berlanjut tanpa ada upayaperbaikan dan peningkatan fasilitas serta kompetensi sesuai dengan standar,maka secara keseluruhan rentetan ini sudah menjadi suatu system failureyang kelak sangat sulit untuk dapat survive dan berkembang dalam rangkaantisipasi modus keempat dari perjalanan globalisasi WTO yang telahdiratifikasi.

Dalam implementasinya Komite Medik RSUP Fatmawati membuat skemasistem Clinical Governance sebagaimana dalam Gambar 21 dan mempersiapkanberbagai panduan serta pedoman sebagaimana dalam Gambar 22 berikut.

Gambar 21. Skema Clinical Governance Komite Medik RSUP Fatmawati

Page 35: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

35

Gambar 22. Beberapa panduan dan pedoman Komite Medik RSUP Fatmawati

Dalam menilai risiko klinis yang telah dan akan terjadi secara sistm KomiteMedik RSUP Fatmawati membuat Manajemen Risiko Klinis (Clinical RisksManagement) dengan langkah langkah sebagaimana dalam Gambar 23.

Sedangkan untuk tingkat individu profesi medis, mulai dari proses rekrutmenpenerimaan dokter sampai kepada tingkat individual performance pelaksanaanpraktik kedokteran sehari hari di rumah sakit. Adapun alur rekrutmen tenagamedis dapat dilihat dalam Gambar 24 dari Lampiran Prosedur tentangPenilaian Kredensial Tenaga Medis di RSUP Fatmawati.85 Kebutuhan dankriteria akan tenaga medis di setiap SMF disesuaikan dengan hasil analisisdan rencana kebutuhan dari SMF serta dilakukan setiap tahun. Sebagaimanacontohnya dapat dilihat dalam Gambar 25.

85 RSUP Fatmawati Nomor Dokumen HK 00.07.1.143 tanggal 12 Mei 2003 revisi HK 00.07.1484 tanggal 17 April 2007 tentang Prosedur Penilaian Kredensial Tenaga Medis di RSUPFatmawati.

Page 36: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

36

Gambar 23. Langkah langkah Manajemen Risiko Klinis (Clinical RisksManagement) Komite Medik RSUP Fatmawati.

Gambar 24. Mekanisme alur rekrutmen tenaga medis di RSUP Fatmawati.85

Page 37: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

37

Gambar 25. Contoh analisis dan kriteria kebutuhan tenaga medis di salah satuSMF di RSUP Fatmawati untuk tahun 2006 sampai dengan tahun 2018.

Rekrutmen tenaga medis di RSUP Fatmawati terdiri dari 2 tahap yakni(Gambar 26):

1. Tahap pertama terdiri dari 2 ujian:a. Tes Psikometrik MMPI-2b. Tes Kepribadian

2. Tahap Kedua : Penilaian kompetensi profesi dan etika profesikedokteran.

Hasil dari kedua tahap tersebut berupa Berita Acara dan Rekomendasi yangbersifat rahasia sebagai bahan pertimbangan peneimaan atau penolakantenaga medis tersebut Gambar 27 dan 28.

Page 38: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

38

Gambar 26. Proses rekrutmen teanga medis di RSUP Fatmawati.85

Page 39: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

39

Gambar 27. Berita Acara Penilaian Kredensial tenaga medis di RSUPFatmawati.85

Page 40: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

40

Gambar 28. Rekomendasi hasil penilaian kredensial tenaga medis.85

Page 41: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

41

Sedangkan selama tenaga medis dokter tersebut melaksanakan praktikkedokteran sehari hari di rumah sakit terikat dengan Sistem SMF danSistem Komite Medik dengan portfolio ruang lingkup dalam aspek pelayanandan pendidikan kedokteran (Gambar 29) dan contoh di salah satu SMF (Gambar 30 dan 31) serta format portfolio individual risk assessment(Gambar 32) dibawah.

Gambar 29. Portfolio ruang lingkup profesi medis di RSUP Fatmawati.

Gambar 30. Contoh portfolio ruang lingkup dokter di RSUP Fatmawati

Page 42: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

42

Gambar 31. Contoh uraian tugas dalam portfolio dokter di salah satu SMF.

Gambar 32. Format Penilaian Risiko Medis Individu (Individual Medical RisksAssessment)

Page 43: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

43

Ilustrasi monitoring Komite Medik RSUP Fatmawati beberapa contoh kasusserta penanganannya melalui pendekatan format Patient Safety (Gambar 33).

Gambar 33. Laporan kasus pengaduan, manajemen risiko klinis (Clinical RisksManagement) dan Patient Safety.

Sedangkan monitoring pelaksanaan etika profesi kedokteran sesuai denganKode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI), Komite Medik RSUP Fatmawatimenerapkan format yang merangkum ke tujuh belas pasal KODEKI untuksetiap individu profesi medis sebagaimana contoh dalam Gambar 34 berikut.

Page 44: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

44

Gambar 34. Contoh hasil evaluasi dari Individual Portfolio tentang Kode EtikKedokteran Indonesia untuk periode tahun 2006.

Beberapa opsi Komite Medik dalam terjadinya ketidaksesuain pelaksanaanpraktik kedokteran (malpraktek ?)

1. Etik Profesi: Bila ditemukan ada kemungkinan kecenderunganpelanggaran dalam hal etik profesi, maka Komite Medik akan menggelarSidang Pleno Etik Profesi yang diselenggarakan oleh Sub Komite Etikdan Mutu Profesi Komite Medik dengan memakai format penilaian Etiksesuai dengan Sistem Komite Medik;

2. Audit Medis: tidak tertutup pelaksanaan nomor 1 di atas tersebutsekaligus dilakukan juga audit medis tingkat pertama (First PartyMedical Audit) dan kedua (Second Party Medical Audit), dansebaliknya (bila dalam hasil audit medis ada unsur unsur pelanggaranetik profesi) – two ways traffic mechanisms.

Page 45: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

45

3. Bila dari kedua mekanisme di atas ada ditemukan unsur hukum, makaakan diadakan koordinasi dengan Komite Etik dan Hukum Rumah Sakitserta Direksi Rumah Sakit.

4. Bila ada kecurigaan kasus berpotensi, maka Komite Medik akanmenempuh jalur 1 dan 2 di atas.

5. Informasi satu pintu: Bila ada kasus pengaduan kasus, ketiga jajaran(Komite Medik, Komite Etik dan Hukum, dan Direksi) segera melakukanrapat koordinasi sesuai dengan kapasitas dan kewenangan masingmasing, serta memutuskan segala pernyataan maupun klarifikasi adalahmelalui satu pintu dan dilaksanakan oleh petugas yang diberikankewenangan (biasanya dalam hal ini Humas Rumah Sakit – sedangkanKomite Medik beserta Komite Etik dan Hukum memberikan masukansesuai tugas dan fungsinya).

6. Kolegialitas: Setiap perkembangan kasus yang telah dilimpahkan kepihak berwajib, Komite Medik beserta Komite Etik dan Hukum RumahSakit senantiasa berkoordinasi dan urun rembug menyelesaikanberbagai alternatif solusi dalam Sidang Pleno Komite Medik.

Sesuai dengan rencana skema Komite Medik RSUP Fatmawati sebagaimanadalam Gambar 5 di atas. Titik penting (crucial point) adalah pada clinicalpathways sebagai entry point dalam melaksanakan kegiatan praktik profesikedokteran sehari hari di rumah sakit – baik untuk tingkat sistem maupunindividu – dalam rangka kendali mutu dan kendali biaya sebagaimanadiamanatkan dalam Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang PraktikKedokteran dengan tujuan memberikan perlindungan kepadapasien/masyarakat (patient safety), profesi kedokteran sendiri danmeningkatkan mutu pelayanan serta mutu kompetensi profesi.

Sedangkan mengenai Clinical Pathways itu sendiri akan dibahas secaratersendiri, di luar dari ruang lingkup pembahasan makalah ini. Akan tetapisecara sekilas dapat dilihat berbagai ilustrasi contoh akan manfaat dariimplementasi Clinical Pathways dalam Gambar 35 sampai 40 berikut.

Page 46: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

46

Gambar 35. Hubungan Clinical Pathways dengan Clinical Risks Management/Patient Safety dan kegiatan Health/High Impact Interventions (HII) diRSUP Fatmawati.

Page 47: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

47

Gambar 36. Hubungan Clinical Pathways dengan jasa dokter dan kinerjaindividu.

Gambar 37. Hubungan Clinical Pathways dengan penggunaan obat rasional.

Page 48: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

48

Gambar 38. Hubungan Clinical Pathways dengan audit medis dan surveilansinfeksi nosokomial

Gambar 39. Hubungan Clinical Pathways dengan sistem pembiayaan DRGCasemix dan mutu pelayanan.

Page 49: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

49

Gambar 40. Hubungan Clinical Pathways dengan perlindungan hukum dan risikotanggung gugat.

Sampai saat makalah ini ditulis, Komite Medik RSUP Fatmawati sedangmenggarap dan menyusun 9 unsur dari agenda WHO Collaborating Centre forPatient Safety Solutions dengan Joint Commission dan Joint CommissionInternational mengenai patient safety yang dinamakan Nine Patient SafetySolutions – Preamble May 2007 (Gambar 2) mengkombinasikannya denganPedoman High Impact Interventions Komite Medik RSUP Fatmawati (Gambar5) yang telah ada untuk agar dapat diterapkan (feasible and applicable) diRSUP Fatmawati.

Penerapan Clinical Governance di rumah sakit atau sarana institusi layanankesehatan memerlukan sistem dan kebijakan yang jelas, konsisten dankonsekuen serta kepemmpinan (leadership) yang mampu melihat ke depan(visioner) – see before the others, mampu menuangkan ide ide dalam bentukkonsep dan model yang layak serta dapat diterapkan di tempatnya; memapu

Page 50: Clinical Leadership Profesi Medis Di Rumah Sakit

50

mengajak dan memotivasi anggota/rekan seprofesinya melalui program yangdibuat bersama untuk mencapai tujuan (objektif) yang terukur dengan misidan visi yang telah ditetapkan bersama.86,87,88,89,90,91,92

86 King S. What is the latest on leadership? Manag Development Review 1994; 7(6):7-9.87 Marquardt JM. Action learning and leadership. The Learning Organization 2000;7(5):233-40.88 Llyod B. A new approach to leadership. Leadership and Organization Development Journal1996; 17(7): 29-32.89 Russell RF. The role values in servant leadership. Leadership and OrganizationDevelopment Journal 2001; 22(2):76-83.90 Stone AG, Russell RF, Patterson K. Transformational versus servant leadership: adifference in leader focus. Leadership and Organization Development Journal 2004;25(4):349-61.91 Stern Z. The future of quality leadership. Int J Qual Health Care 2002: 14(2):85-86.92 Bowerman JK. Leadership development through action learning: an executive monograph-incorporating leadership in health services. Int J Health Care Qual Assur 2003; 16(4): 6-13.