Ciri-ciri, Tipologi, Jenis-jenis Korupsi, Pendekatan Sosiologis

7
1 Korupsi, Bisa Dirasakan tapi Sulit Dirumuskan Oleh Satrio Arismunandar Meski sudah seperti kanker yang mengancam kehidupan seluruh bangsa, korupsi tidak mudah didefinisikan. Ada banyak konsep tentang korupsi. Ketika DPR-RI kompak memilih komisioner KPK yang "lunak," itu pun sudah termasuk kategori korupsi. Korupsi dapat dipandang sebagai fenomena penyimpangan dalam kehidupan sosial, budaya, kemasyarakatan, dan kenegaraan. Meski demikian, studi tentang korupsi tidaklah harus didasarkan pada pendekatan yuridis atau ekonomi, karena korupsi juga dapat dianggap sebagai isu moral dan filosofis. Perilaku korupsi sudah sejak lama dikaji oleh para filsuf. Filsuf Yunani, Aristoteles, yang diikuti oleh Machiavelli, misalnya, sejak awal sudah merumuskan sesuatu yang disebutnya sebagai "korupsi moral." Korupsi moral merujuk pada berbagai bentuk penyimpangan konstitusi, sehingga para penguasa rezim --termasuk dalam sistem demokrasi-- tidak lagi dipimpin oleh hukum dan tidak lagi melayani kepentingan rakyat, tetapi tak lebih hanya berupaya melayani dirinya sendiri. Penggunaan istilah "korupsi" dalam diskusi-diskusi filsafat tak jarang berbentuk pengkontrasan antara wujud yang murni bersifat spiritual dengan manifestasinya yang "sudah terkorupsi" (corrupted) di dunia fisik. Banyak filsuf menganggap dunia fisik sebagai sesuatu yang "korup." Plato adalah contoh filsuf yang paling ternama dari aliran pemikiran ini. Dalam pendekatan moralitas, korupsi umumnya merujuk ke kondisi dekadensi atau hedonisme. Sedangkan dalam perdebatan teologis, beberapa sudut pandang tertentu terkadang dituduh merupakan bentuk korupsi dari sistem-sistem kepercayaan yang ortodoks. Dengan kata lain, sudut pandang tersebut dituduh telah menyimpang dari cara pandang lama yang sudah benar.

description

Menguraikan sulitnya mendefinisikan korupsi. Ciri-ciri dan jenis-jenis korupsi.

Transcript of Ciri-ciri, Tipologi, Jenis-jenis Korupsi, Pendekatan Sosiologis

Page 1: Ciri-ciri, Tipologi, Jenis-jenis Korupsi, Pendekatan Sosiologis

1

Korupsi, Bisa Dirasakan

tapi Sulit Dirumuskan

Oleh Satrio Arismunandar

Meski sudah seperti kanker yang mengancam kehidupan seluruh bangsa,

korupsi tidak mudah didefinisikan. Ada banyak konsep tentang korupsi.

Ketika DPR-RI kompak memilih komisioner KPK yang "lunak," itu pun

sudah termasuk kategori korupsi.

Korupsi dapat dipandang sebagai fenomena penyimpangan dalam

kehidupan sosial, budaya, kemasyarakatan, dan kenegaraan. Meski demikian,

studi tentang korupsi tidaklah harus didasarkan pada pendekatan yuridis atau

ekonomi, karena korupsi juga dapat dianggap sebagai isu moral dan filosofis.

Perilaku korupsi sudah sejak lama dikaji oleh para filsuf. Filsuf Yunani,

Aristoteles, yang diikuti oleh Machiavelli, misalnya, sejak awal sudah

merumuskan sesuatu yang disebutnya sebagai "korupsi moral." Korupsi moral

merujuk pada berbagai bentuk penyimpangan konstitusi, sehingga para penguasa

rezim --termasuk dalam sistem demokrasi-- tidak lagi dipimpin oleh hukum dan

tidak lagi melayani kepentingan rakyat, tetapi tak lebih hanya berupaya melayani

dirinya sendiri.

Penggunaan istilah "korupsi" dalam diskusi-diskusi filsafat tak jarang

berbentuk pengkontrasan antara wujud yang murni bersifat spiritual dengan

manifestasinya yang "sudah terkorupsi" (corrupted) di dunia fisik. Banyak filsuf

menganggap dunia fisik sebagai sesuatu yang "korup." Plato adalah contoh filsuf

yang paling ternama dari aliran pemikiran ini.

Dalam pendekatan moralitas, korupsi umumnya merujuk ke kondisi

dekadensi atau hedonisme. Sedangkan dalam perdebatan teologis, beberapa sudut

pandang tertentu terkadang dituduh merupakan bentuk korupsi dari sistem-sistem

kepercayaan yang ortodoks. Dengan kata lain, sudut pandang tersebut dituduh

telah menyimpang dari cara pandang lama yang sudah benar.

Page 2: Ciri-ciri, Tipologi, Jenis-jenis Korupsi, Pendekatan Sosiologis

2

Dalam perspektif agama, korupsi dipandang sebagai suatu perbuatan yang

sangat tercela. Dalam perspektif ajaran Islam, korupsi termasuk perbuatan fasad

atau perbuatan yang merusak kemaslahatan, kemanfaatan hidup, dan tatanan

kehidupan. Pelakunya dikategorikan melakukan jinayah kubro (dosa besar).

Dalam konteks ajaran Islam yang lebih luas, korupsi merupakan tindakan yang

bertentangan dengan prinsip keadilan (al-’adalah), akuntabilitas (al-amanah),

dan tanggung jawab.

Sulitnya Mendefinisikan Korupsi

Salah satu definisi korupsi yang paling terkenal adalah: "Korupsi

merupakan penyalahgunaan kekuasaan oleh seorang pejabat publik, demi meraih

keuntungan pribadi." Jelas, bahwa penyalahgunaan kantor publik untuk

keuntungan pribadi (privat) adalah wujud paradigmatik korupsi.

Namun, korupsi tidak selalu terkait dengan kantor publik. Jika seorang

petaruh menyuap seorang petinju agar "mengalah" dalam suatu pertandingan

tinju, ini adalah korupsi untuk kepentingan privat, meski tidak melibatkan

pemegang jabatan publik manapun. Si petaruh maupun si petinju bukanlah

pejabat publik.

Salah satu cara menanggapi hal ini, adalah dengan membedakan antara

korupsi publik dengan korupsi privat. Serta berargumentasi dengan mengatakan

bahwa definisi di atas hanya khusus berlaku untuk korupsi publik.

Namun, ketika seorang warga biasa berbohong saat memberi kesaksian

dalam sidang pengadilan, ini adalah sebuah korupsi terhadap sistem peradilan

kriminal atau kantor publik. Walaupun dalam kasus ini tidak ada penyalahgunaan

kantor publik oleh seorang pejabat publik.

Dalam kasus lain, ketika seorang petugas polisi merekayasa bukti palsu,

untuk menjerat seorang tersangka pemerkosa --yang ia yakini memang betul-

betul pelaku pemerkosaan yang membahayakan masyarakat-- ini adalah sebuah

korupsi terhadap kantor publik. Walaupun petugas polisi itu melakukannya bukan

karena untuk keuntungan pribadi.

Page 3: Ciri-ciri, Tipologi, Jenis-jenis Korupsi, Pendekatan Sosiologis

3

Karena begitu luasnya cakupan korupsi, upaya merumuskan sebuah

definisi atau konsep teoritis tentang korupsi terbukti cukup sulit. Maka, dilakukan

langkah lain, yaitu mencoba mengidentifikasi korupsi lewat pelanggaran-

pelanggaran hukum dan/atau moral yang spesifik. Misalnya, suap adalah

pelanggaran hukum dan moral yang jelas termasuk bentuk korupsi.

Masalahnya, daftar yang berisi berbagai contoh dan ragam korupsi itu bisa

panjang sekali. Lebih jauh, banyak dari tindakan-tindakan korupsi di dalam daftar

tersebut --misalnya, nepotisme-- tidak bisa dimasukkan sebagai contoh

penyuapan. Banyak perdebatan juga bisa muncul tentang mana yang layak

dimasukkan dalam daftar dan mana yang tidak layak. Praktisi penegak hukum,

misalnya, sering membedakan antara fraud (penipuan, kecurangan) dengan

korupsi.

Terdapat satu strategi lagi untuk membuat garis demarkasi tentang

perilaku korupsi. Secara tersirat, di dalam banyak literatur tentang korupsi,

terdapat pandangan bahwa korupsi pada dasarnya adalah sebuah pelanggaran

hukum, atau lebih spesifik lagi: sebuah pelanggaran hukum di ranah ekonomi.

Sejalan dengan itu, kita dapat berupaya mengidentifikasi korupsi dengan

kejahatan-kejahatan ekonomi, seperti penyuapan, penipuan, kecurangan, dan

insider trading. Sampai tahap tertentu, cara pandang ini mencerminkan

dominannya perspektif ekonomi dalam literatur akademis tentang korupsi.

Tetapi banyak tindakan korupsi tidak selalu dianggap melawan hukum.

Contohnya, penyuapan. Sebelum tahun 1977, perusahaan-perusahaan Amerika

yang menawarkan suap untuk bisa memperoleh kontrak-kontrak di negara lain

(baca: di Indonesia) tidak dianggap pelanggaran hukum. Peraturan yang melarang

suap semacam itu baru muncul kemudian.

Jadi, korupsi tidak selalu berarti pelanggaran hukum. Hal ini karena pada

dasarnya, korupsi bukanlah semata-mata masalah hukum, namun secara

fundamental korupsi adalah masalah moralitas. Meskipun begitu, tidak semua

tindakan imoralitas adalah tindakan korupsi. Korupsi hanyalah salah satu spesies

dari imoralitas.

Page 4: Ciri-ciri, Tipologi, Jenis-jenis Korupsi, Pendekatan Sosiologis

4

Ciri-ciri dan Tipologi Korupsi

Sebagai suatu gejala sosial yang rumit, korupsi tidak dapat dirumuskan

secara sederhana dalam satu kalimat saja. Yang mungkin dan coba dilakukan

adalah membuat gambaran yang masuk akal mengenai gejala tersebut, agar dapat

dipisahkan dari gejala lain yang bukan korupsi.

Misalnya, sekadar kesalahan administratif atau salah kelola dalam urusan

perkantoran/ pemerintahan. Meskipun dampaknya bisa sama-sama merugikan

kepentingan publik, kesalahan semacam itu bukan termasuk korupsi.

Inti korupsi adalah penyalahgunaan kepercayaan untuk kepentingan

pribadi. Berdasarkan induksi kasus demi kasus dari masyarakat masa lalu sampai

zaman moderen, oleh pakar masalah korupsi Syed Hussein Alatas telah disusun

sejumlah ciri korupsi.

Ciri-ciri korupsi dapat diringkas sebagai berikut: (a) suatu pengkhianatan

terhadap kepercayaan, (b) penipuan terhadap badan pemerintah, (c) dengan

sengaja melalaikan kepentingan umum untuk kepentingan khusus, (d) dilakukan

dengan rahasia, kecuali dalam keadaan di mana orang-orang yang berkuasa atau

bawahannya menganggapnya tidak perlu, (e) melibatkan lebih dari satu orang

atau pihak, (f) adanya kewajiban dan keuntungan bersama, dalam bentuk uang

atau yang lain, (g) terpusatnya kegiatan (korupsi) pada mereka yang menghendaki

keputusan yang pasti dan mereka yang dapat mempengaruhinya, (h) adanya usaha

untuk menutupi perbuatan korup dalam bentuk-bentuk pengesahan hukum, dan (i)

menunjukkan fungsi ganda yang kontradiktif pada mereka yang melakukan

korupsi.

Ciri-ciri tersebut sebetulnya masih bisa diperluas lagi. Dari segi tipologi,

korupsi dapat dibagi dalam tujuh jenis, yaitu: korupsi transaktif (transactive

corruption), korupsi yang memeras (extortive corruption), korupsi investif

(investive corruption), korupsi perkerabatan (nepotistic corruption), korupsi

defensif (defensive corruption), korupsi otogenik (autogenic corruption), dan

korupsi dukungan (supportive corruption).

Korupsi transaktif merujuk kepada adanya kesepakatan timbal-balik

antara pihak pemberi dan pihak penerima demi keuntungan kedua belah pihak,

Page 5: Ciri-ciri, Tipologi, Jenis-jenis Korupsi, Pendekatan Sosiologis

5

dan dengan aktif diusahakan tercapainya keuntungan ini oleh kedua-duanya.

Korupsi jenis ini biasanya melibatkan dunia usaha dan pemerintah, atau antara

masyarakat dan pemerintah.

Korupsi yang memeras adalah jenis korupsi di mana pihak pemberi

dipaksa untuk menyuap guna mencegah kerugian yang sedang mengancam

dirinya, kepentingannya, atau orang-orang dan hal-hal yang dihargainya.

Misalnya, polisi memaksa seseorang menyerahkan sejumlah uang, agar kasus

anaknya yang kedapatan mengutil barang di sebuah pasar swalayan, tidak

diteruskan oleh polisi ke proses hukum.

Korupsi investif adalah pemberian barang atau jasa tanpa ada pertalian

langsung dengan keuntungan tertentu, selain keuntungan yang dibayangkan akan

diperoleh di masa yang akan datang.

Misalnya, ada konglomerat atau elite politik yang memantau bahwa

seorang perwira menengah di jajaran kepolisian memiliki prospek karir yang

bagus, untuk suatu saat diangkat jadi jenderal dan akan memegang jabatan

strategis di kepemimpinan Polri. Maka, sejak perwira itu masih "miskin" dan

belum jadi apa-apa, hubungan baik sudah dipupuk sejak dini lewat berbagai

pemberian yang "tidak mengikat."

Ketika suatu saat perwira muda itu akhirnya menjadi jenderal dan

menjabat Kepala Polri atau Kabareskrim, hubungan dekat pribadi yang sudah

dirintis sejak lama ini bisa dimanfaatkan untuk berbagai hal lebih lanjut. Seperti,

melindungi kepentingan bisnis sang konglomerat manakala terlibat kasus korupsi

dan sebagainya.

Korupsi perkerabatan atau nepotisme, adalah penunjukan yang tidak sah

terhadap teman atau sanak saudara untuk memegang jabatan dalam pemerintahan,

atau tindakan yang memberikan perlakuan yang mengutamakan mereka.

Pengistimewaan ini bisa dalam bentuk uang atau bentuk-bentuk lain, secara

bertentangan dengan norma dan peraturan yang berlaku.

Korupsi defensif adalah perilaku korban korupsi dengan pemerasan.

Korupsinya adalah dalam rangka mempertahankan diri. Contohnya, seorang

pengusaha impor terpaksa menyuap pejabat bea cukai agar barang yang

diimpornya segera dikeluarkan dari terminal pelabuhan. Karena, jika barang itu

Page 6: Ciri-ciri, Tipologi, Jenis-jenis Korupsi, Pendekatan Sosiologis

6

secara sengaja diproses secara berlama-lama oleh pejabat bea cukai di pelabuhan,

ongkos sewa gudangnya makin meningkat, dan barang itu mungkin akan

mengalami kerusakan sehingga tak bisa dijual lagi.

Korupsi otogenik adalah jenis korupsi yang dilakukan seorang diri, dan

tidak melibatkan orang lain. Misalnya, anggota DPR yang mendukung

berlakunya sebuah rancangan undang-undang tanpa menghiraukan akibat-

akibatnya, dan kemudian ia menarik keuntungan finansial dari pemberlakuan

undang-undang itu, karena pengetahuannya tentang undang-undang yang akan

berlaku tersebut.

Sedangkan, korupsi dukungan tidak secara langsung menyangkut uang

atau imbalan langsung dalam bentuk lain. Tindakan-tindakan yang dilakukan

adalah untuk melindungi dan memperkuat korupsi yang sudah ada. Tindakan

menghambat seorang yang jujur dan cakap untuk menduduki jabatan strategis

tertentu, bisa dimasukkan dalam kategori ini.

Contohnya, para anggota fraksi di DPR-RI diam-diam bersepakat untuk

memilih komisioner atau Ketua KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), yang

relatif "lebih bisa diajak berkompromi" ketimbang kandidat-kandidat lain dalam

penanganan kasus korupsi. Maka, kesepakatan para anggota fraksi DPR ini sudah

termasuk kategori korupsi tersendiri.

Bila semua pengejawantahan tentang korupsi yang empiris dalam bentuk

barang, jasa dan transaksi dipisahkan dari gejalanya, maka yang tinggal adalah

ciri-cirinya yang hakiki: penipuan, pencurian, dan pengkhianatan. (Diolah dari

berbagai sumber)

Jakarta, 7 Desember 2013

Ditulis untuk dimuat di Majalah AKTUAL dan www.aktual.co

Biodata Penulis:

* Satrio Arismunandar adalah anggota-pendiri Aliansi Jurnalis Independen atau AJI (1994),

Sekjen AJI (1995-97), anggota-pendiri Yayasan Jurnalis Independen (2000), dan menjadi DPP

Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) 1993-95. Pernah menjadi jurnalis Harian Pelita (1986-

88), Kompas (1988-1995), Majalah D&R (1997-2000), Harian Media Indonesia (2000-Maret

Page 7: Ciri-ciri, Tipologi, Jenis-jenis Korupsi, Pendekatan Sosiologis

7

2001), Produser Eksekutif Divisi News Trans TV (Februari 2002-Juli 2012), dan Redaktur Senior

Majalah Aktual – www.aktual.co (sejak Juli 2013). Alumnus Program S2 Pengkajian Ketahanan

Nasional UI ini sempat jadi pengurus pusat AIPI (Asosiasi Ilmu Politik Indonesia) 2002-2011.

Kontak Satrio Arismunandar:

E-mail: [email protected]; [email protected]

Blog pribadi: http://satrioarismunandar6.blogspot.com

Mobile: 081286299061