lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20251925-T28656-Peran sekretariat.pdflib.ui.ac.id
Chychy's File
-
Upload
hajarullah-sjahir -
Category
Documents
-
view
215 -
download
2
description
Transcript of Chychy's File
TUGAS
FILSAFAT HUKUM
O L E H :
ASTRID YUDI PURNAMASARI H1 A1 07 161EKA DEWI SITTI AISYAH H1 A1 07 205
FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI2009
KASUS HUKUM MANOHARA ODELIA PINOT
Manohara Odelia Pinot. Mungkin tiga kata yang sekarang yang sedang hangat diperbincangkan orang-orang. Manohara, seperti yang diketahui sudah kembali ke Indonesia dan berdasarkan pengakuannya ternyata dia benar-benar disiksa oleh suaminya yang merupakan Pangeran Kelantan. Dia bisa kabur ke Indonesia saat keluarga kerajaaan sedang medical chek up di Singapura. Dengan bantuan polisi Singapura dia berhaasil kembali ke tanah air.
Terlepas dari kedramatisan peroses ‘pembebasan’ Manohara, menarik untuk diperhatikan akankah kasus Manohara, terutama kasus terhadapnya bisa diselesaikan lewat jalur hukum atau tidak. Pengacara Manohara, Yri Ander Darmas, sudah menyatakan akan membawa masalah ini lewat jalur hukum. Kalaupun di Indonesia atau di Malaysia tidak bisa diselesaikan, maka kasus ini akan dibawa ke Pengadilan Internasional. Sebuah pernyataan heroik dari sang pengacara.
Kasus penyiksaan Manohara ini boleh dibilang kasus KDRT yang istimewa karena melibatkan seorang pangeran. Dalam hal ini Manohara menjadi istri seorang warga Malaysia dan tinggal disana. Otomatis KDRT itu-pun terjadi di Malaysia sana. Ada asas hukum yang paling tradisional yang menyatakan bahwa suatu tindakan pidana harus diselesaikan di Negara tempat kejadian itu terjadi dengan mengikuti hukum Negara tersebut. Karena peristiwa KDRT Manohara dilakukan oleh orang Malaysia dan terjadi di Malaysia, maka kasus itu harus diurus disana. Akan sia-sia kalau Manohara melaporkan kasus ini ke polisi Indonesia. Kasus ini diluar yurisdiksi Kepolisian Republik Indonesia.
Meskipun berbekal bukti yang sangat kuat sepertinya sulit untuk melaporkan kasus KDRT yang dialami Manohara ke Kepolisian Malaysia, karena biar bagaimanapun Manohara dan Tim berhadapan langsung dengan keluarga kerajaan. Tidak mudah berurusan dengan penguasa. Apalagi kehidupan di Malaysia sepertinya belum benar-benar demokratis. Media konon disetir pemerintah. Rakyat tidak berhak mengkritik penguasa. Etnis Melayu diutamakan sementara etnis lainnya dipinggirkan, serta beberapa bukti kekurang demokratisnya pemerintah Malaysia. Apalagi keluarga kerajaan kebal hukum, artinya keluarga kerajaan tidak bisa dikenai hukum seperti layaknya orang biasa. Kalau kekebalan hukum itu benar ada, maka praktis langkah hukum Manohara di Malaysia juga akan terhenti.
Kuasa hukum Manohara mengatakan akan membawa kasus ini ke Pengadilan Internasional, sedangkan Pengadilan Internasional baiasanya mengadili keajahatan HAM berat, seperti di Yugoslavia ataupun di Sudan. Jadi, membawa masalah Manohara ke Pengadilan Internasional, kecil kemungkinan untuk dapat dilayani atau masuk ke ketentuan perkara.
Jadi, Manohara hanya mempunyai satu pilihan apabila ingin memperkarakan suaminya beserta keluarganya, yaitu dengan menyampaikan laporan kepada Kepolisian Diraja Malaysia dengan didampingi oleh Pengacara/ advokat yang punya
izin praktek di Malaysia dan visum dilakukan atas permintaan Kepolisian Malaysia pula.
Analisis dengan landasan berpikir filosofis/ hakiki
Kasus hukum Manohara ini tergolong KDRT, tidak seharusnya kasus ini dibeberkan ke publik secara terang-terangan sampai harus mengungkap tindak pidana kesusilaan yang sudah memasuki wilayah pribadi seseorang. Dalam pasal 153 ayat 2 bertujuan untuk melindungi hak-hak dan martabat para pihak yang terkait, baik terdakwa maupun saksi korban dalam kasus yang mengandung unsur kesusilaan, karena mungkin keterangan-keterangan yang diungkapkan bisa menimbulkan malu bagi mereka serta untuk menghormati hak-hak korban.
Karena kasus Manohara ini TKP-nya diluar wilayah Indonesia, maka tidak seharusnya kasus ini dibawah dan diperkarakan di Indonesia. Sesuai dengan ketentuan pasal 2 KUHP yang berbunyi : “ Ketentuan Pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan delik di Indonesia’’.
Landasan filosofisnya adalah “ Sebaik-baiknya wanita adalah yang mampu menjaga kehormatan keluarganya dan sebaik-baiknya lelaki adalah yang baik sikapnya kepada wanita-wanitanya’’.
CONTOH KASUS THE GANDHI MEMORIAL SCHOOL
Pada tahun 1947, The Bombay Merchans Association (BMA) membangun
sebuah gedung sekolah di Jalan Pasar Baru yang dinamakan “The Gandhi Memorial
School” (GMS). R ditunjuk sebagai kepala sekolah GMS. Pada tahun 1973, lahan
sekolah terkena pelebaran jalan oleh Pemda DKI. Oleh Gubernur DKI ditunjuk lahan
tanah pengganti di kawasan Ancol Barat. Pada tahun 1974, R mendirikan
perkumpulan yang diberi nama ”The Ghandi Memorial Foundation” (GMF) yang
anggotanya terdiri dari : 1. R (ketua); Anggota : 2. G.S., 3. N.J., 4. N.P., 5. G.G..
GMF dikukuhkan dengan Akta Notaris No. 72 tahun 1974. Dalam membuat akta
Pendirian No. 72 tahun 1974 tersebut, R menyerahkan kepada Notaris ”Surat Kuasa
Mutlak”, dimana G.G. tidak dapat hadir dan memberikan kuasa kepada R Surat kuasa
ini dibuat sendiri oleh R.
Berpegang pada Akta No. 72 tahun 1974 tentang Pendirian GMF, kemudian dibuat
lagi Akta Notaris No. 15 dan No. 16 tahun 1981 yang mengubah susunan pengurus
GMF :
- G.G. diganti oleh S. (istri R.)
- G.S. diganti oleh J.S. (keponakan R).
Selanjutnya, R membangun gedung sekolah diatas tanah dikawaasan Ancol Barat,
pemberian atas penunjukan Gubernur DKI Jakarta yang kemudian diberi nama : ” The
Gandhi Memorial Foundation School (GMFS)” yang terlepas dari sekolah GMS yang
berlokasi di Jln. Pasar Baru Selatan. Padahal, maksud semula, tanah di Ancol Barat
itu diberikan oleh Gubernur DKI, kepada GMS untuk perluasan sekolah ini, karena
ada rencana pelebaran jalan di Pasar Baru, sehingga sebenarnya tanah di Ancol Barat
tersebut adalah aset milik GMS. Kemudian, terjadi kemelut intern antara pengurus
GMS Jalan Pasar Baru dengan GMFS di kawasan Ancol (GMFS), selanjutnya
diambil alih dan dikelola oleh BMA.
Sengketa intern antara dua pihak memuncak hingga ke meja hijau.
Pengadilan Negeri No. 67/Pid/B/1993/PN Jakarta Pusat memutuskan antara
lain sebagai berikut :
- Tindakan terdakwa mengadakan perubahan susunan pengurus GMF melalui
Akta Notaris No. 15 dan No. 16 tahun 1981 dengan cara menyuruh
memasukan keterangan palsu (menunjuk Akta Notaris No. 72/1974 yang cacat
hukum tersebut), jelas dimasukan oleh terdakwa agar dengan Akta Notaris No
15 dan No. 16 tahun 1981 tersebut, akta yang cacat hukum tersebut dapat
dibenarkan (seolah-olah benar).
- Fakta membuktikan bahwa dengan menggunakan Akta-Akta Notaris No. 72
tahun 1972 dan Akta No. 15 dan No. 16 tahun 1981 maka melalui atau
memakai yayasan yang terdakwa dirikan The Gandhi Memorial Foundation
(GMF), terdakwa telah melakukan tindakan pengalihan kepemilikan tanah dan
pembangunan sekolah asing di Ancol Barat, yang sebenarnya berdasarkan
penunjukan Gubernur DKI Jakarta / BPPP Ancol, tanah tersebut merupakan
aset ”The Gandhi Memorial School” Pasar Baru Selatan Jakarta Pusat.
- Fakta-fakta diatas cukup membuktikan bahwa perbuatan menyuruh
memasukan keterangan palsu oleh terdakwa, telah dilakukan bebarapa kali
sebagai perbuatan berlanjut.
Pengadilan Tinggi No. 71/Pid/1994/PT DKI memutuskan antara lain sebagai
berikut :
Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
Tindak Pidana : ” Menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam Akta
Autentik yang dilakukan secara berlanjut:”
Mahkamah Agung RI (Pemeriksaan Kasasi) No. 02.K/Pid/1995 dalam
putusannya berpendirian bahwa judex facti telah salah mengambil kesimpulan
dalam pembuktian untuk menyatakan terdakwa bersalah melakukan ”pemalsuan”
seperti dalam ” Dakwaan Kesatu Primer”. Oleh karena unsur ”Keterangan Palsu”
dalam Dakwaan Kesatu Primer, adalah tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.
Akhirnya, Putusan Mahkamah Agung RI (pemeriksaan peninjauan kembali) dalam
kasus The Gandhi Memorial School menetapkan antara lain sebagai berikut :
”Menyatakan terdakwa R terbukti dengan sah dan meyakinkan bersalah
melakukan Tindak Pidana: Menyuruh memasukan ”keterangan palsu” ke
dalam Akta Autentik yang dilakukan secara berlanjut (voortgezette
handeling), eks Pasal 266 ayat (1) tentang menyuruh memasukan keterangan
palsu ke dalam suatu akta autentik jo. Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana tentang
perbuatan berlanjut.”