Chapter III Vii

115
BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pengendalian Kualitas Statistik Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi dan melebihi harapan. 1 Pengendalian kualitas statistik merupakan teknik penyelesaian masalah yang digunakan untuk memonitor, mengendalikan, menganalisis, mengelola dan memperbaiki produk dan proses menggunakan metode-metode statistik. Pengendalian kualitas statistik (Statistikal Quality Control) sering disebut sebagai pengendalian proses statistik (Statistikal Process Control). Selanjutnya penyelesaian masalah dengan statistik mencakup dua hal, seperti melebihi batas pengendalian bila proses dalam kondisi terkendali atau tidak melebihi batas pengendalian bila proses dalam kondisi di luar kendali. Karena itu, peta pengendalian (Control Chart) mengsumsikan bahwa proses berada dalam batas pengendalian dan acceptanc sampling mengasumsikan bahwa produk dapat diterima tanpa kontradiksi dengan tingkat kapasitas yang tinggi. 2 Pengendalian kualitas proses dan produk juga dapat dibagi menjadi dua golongan menurut jenis datanya, yaitu data variabel dan data atribut. Data variabel 1 Iskandar indranata.2008.Pendekatan Kualitatif Untuk Pengendalian Kualitas.Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.Hal. 33-38 2 Malayu Ariani, Dorothea, Pengendalian Kualitas Statistik,( Yogyakarta : Edisi Pertama, Andi Offset,1999), pp. 54. Universitas Sumatera Utara

description

yf

Transcript of Chapter III Vii

Page 1: Chapter III Vii

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Pengendalian Kualitas Statistik

Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan

produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi dan melebihi

harapan.1

Pengendalian kualitas statistik merupakan teknik penyelesaian masalah

yang digunakan untuk memonitor, mengendalikan, menganalisis, mengelola dan

memperbaiki produk dan proses menggunakan metode-metode statistik.

Pengendalian kualitas statistik (Statistikal Quality Control) sering disebut sebagai

pengendalian proses statistik (Statistikal Process Control). Selanjutnya

penyelesaian masalah dengan statistik mencakup dua hal, seperti melebihi batas

pengendalian bila proses dalam kondisi terkendali atau tidak melebihi batas

pengendalian bila proses dalam kondisi di luar kendali. Karena itu, peta

pengendalian (Control Chart) mengsumsikan bahwa proses berada dalam batas

pengendalian dan acceptanc sampling mengasumsikan bahwa produk dapat

diterima tanpa kontradiksi dengan tingkat kapasitas yang tinggi.2

Pengendalian kualitas proses dan produk juga dapat dibagi menjadi dua

golongan menurut jenis datanya, yaitu data variabel dan data atribut. Data variabel

1 Iskandar indranata.2008.Pendekatan Kualitatif Untuk Pengendalian Kualitas.Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.Hal. 33-38 2 Malayu Ariani, Dorothea, Pengendalian Kualitas Statistik,( Yogyakarta : Edisi Pertama, Andi

Offset,1999), pp. 54.  

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter III Vii

memberikan lebih banyak informasi daripada atribut. Namun demikian, data

variabel tidak dapat digunakan untuk mengetahui karakteristik kualitas seperti

banyaknya kesalahan atau persentase kesalahan suatu proses. Data variabel dapat

menunjukkan seberapa jauh penyimpangan dari standar proses, sementara data

atribut tidak dapat menunjukkan informasi tersebut.

Sementara itu, menurut Gryna (2001) terdapat langkah dalam menyusun

peta pengendali proses atau control chart, yaitu :

1. Memilih karakteristik yang akan direncanakan, yang meliputi :

a. Memberikan prioritas yang tinggi pada karakteristik yang dijalankan saat

ini dengan tingkat kesalahan yang paling tinggi. Untuk itu dapat digunakan

analisis pareto.

b. Mengidentifikasi variabel-variabel proses dan kondisi-kondisi yang dapat

memberikan kontribusi dalam karakteristik produk akhir.

c. Memeriksa dan memastikan proses pengukuran telah memenuhi syarat

ketepatan dan keakuratan pemberian data yang tidak mengaburkan variasi

dalam proses manufaktur maupun pelayanan. Variasi atau penyimpangan

dalam proses tersebut menunjukkan tidak hanya penyimpangan proses

manufaktur tetapi juga kombinasi penyimpangan dan pengukuran proses.

d. Penentuan titik paling awal dalam proses produksi yang dapat dilakukan

untuk mendapatkan informasi tentang penyebab khusus bahwa peta

pengendali digunakan sebagai peringatan awal untuk mencegah kesalahan.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter III Vii

2. Memilih jenis peta kendali / peta kontrol.

Alat untuk menyelidiki sebab-sebab variasi dalam kegiatan proses adalah peta

kendali (control chart). Peta kontrol adalah suatu alat statistik yang dapat

digunakan untuk mempertahankan variasi-variasi di dalam kualitas keluaran

yang disebabkan karena ketidaksesuaian spesifikasi yang diinginkan. Manfaat

dari peta kontrol adalah memberitahukan kapan harus membiarkan suatu

proses berjalan seadanya atau kapan harus mengambil tindakan untuk

mengatasi gangguan. Penghapusan sebab-sebab yang menimbulkan fluktuasi

yang menyimpang ini disebut sebagai pengaturan sebuah proses menjadi

terkendali, dan hal ini merupakan sebab utama bagi terjadinya penuruanan

biaya akibat pengendalian mutu statistik. Peta kontrol yang digunakan dalam

penelitian ini adalah : peta kontrol bagian yang ditolak (p). Peta kontrol bagian

yang ditolak (p) yaitu kontrol untuk bagian yang ditolak karena tidak sesuai

dengan spesifikasi (fraction defective or fraction non conforming). Bagian

yang ditolak (pi) adalah rasio dari banyak item yang tidak sempurna yang

ditemukan dalam pemeriksaan atau sederetan pemeriksaan terhadap total

jumlah item yang benar-benar diperiksa. Bagian yang ditolak atau tidak sesuai

selalu dinyatakan dalam bentuk pecahan.

3. Menentukan garis pusat (control line) yang merupakan rata-rata data masa lalu

atau rata-rata yang dikehendaki.

4. Pemilihan sub kelompok. Tiap titik pada peta pengendali menunjukkan sub

kelompok yang berasal dari beberapa unit produk. Untuk tujuan pengendalian

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter III Vii

proses sub kelompok yang dipilih, sehingga unit-unit yang ada dalam sub

kelompok memiliki kemungkinan besar menjadi berbeda.

5. Penyediaan sistem pengumpulan data. Jika peta pengendali untuk alat

pengendali diwajibkan, maka harus dibuat sederhana dan memenuhi

pemakaian.

6. Perhitungan batas pengendali dan penyediaan instruksi-instruksi khusus dalam

interpretasi terhadap hasil dan tindakan para karyawan produksi tersebut.

7. Penempatan data dan membuat interpretasi terhadap hasilnya.

3.2. Critical-to-Quality (CTQ)

Critical-to-Quality (CTQ) merupakan atribut-atribut yang sangat penting

untuk diperhatikan karena berkaitan langsung dengan kebutuhan dan kepuasan

pelanggan. Merupakan elemen dari suatu produk, proses, atau praktek-praktek

yang berdampak langsung pada kepuasan pelanggan.3

3.3. Process Capability

Process Capabilty merupakan kemampuan proses untuk memproduksi

atau menyerahkan output sesuai dengan ekspektasi dan kebutuhan pelanggan.

Process Capability sering dinotasikan sebagi Cp, merupakan suatu ukuran kinerja

kritis yang menunjukkan proses mampu menghasilkan sesuai dengan spesifikasi

produk yang ditetapkan oleh manajemen berdasarkan kebutuhan dan ekspektasi

produk.

3 Vincent Gasverz, Total Quality Manajement, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, , 2001),

pp. 308-309. 

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter III Vii

Perlu dipahami bahwa indeks Cp mengacu kepada Critical-to-Quality

(CTQ) tunggal atau item karakteristik kualitas individual. Indeks Cp mengukur

kapabilitas potensial atau yang melekat dari suatu proses yang diasumsikan stabil,

dan biasanya didefinisikan sebagai :

deviasi standard6

LSLUSLCp

Kedua nilai USL (Upper Specification Limit) dan LSL (Lower

Specification Limit) ditentukan berdasarkan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.

Sedangkan standar deviasi merupakan ukuran variasi proses atau penyimpangan

dari nilai target yang ditetapkan. Process Capability hanya diukur untuk proses

yang stabil, sehingga apabila dianggap tidak stabil, maka proses itu harus

distabilkan terlebih dahulu. Dengan demikian nilai standar deviasi yang digunkan

dalam pengukuran process capability (Cp) harus berasal dari proses yang stabil,

sehingga merupakan variasai yang melekat pada proses yang stabil itu.

3.4. DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve and Control)

DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve and Control) merupakan

proses untuk peningkatan terus menerus menuju target Six Sigma. DMAIC

dilakukan secara sistematik, berdasarkan ilmu pengetahuan dan fakta (systematic,

scientific and fact based). Proses closed-loop ini (DMAIC) menghilangkan

langkah-langkah proses yang tidak produktif, serta berfokus pada pengukuran-

pengukuran baru dan menerapkan teknologi untuk peningkatan kualitas menuju

target Six Sigma.

3.5. Pengukuran, Analisis dan Peningkatan Kualitas

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter III Vii

Peningkatan kualitas merupakan aktivitas teknik dan manajemen, melalui

karakteristik kualitas dari produk (barang dan/atau jasa) diukur, kemudian

membandingkan hasil pengukuran itu dengan spesifikasi produk yang diinginkan

pelanggan, serta mengambil tindakan peningkatan yang tepat apabila ditemukan

perbedaan di antara kinerja aktual dan standard.4

Berdasarkan uraian diatas, peningkatan kualitas didefinisikan sebagai

metodologi pengumpulan dan analisis data kualitas, serta menentukan dan

menginterpretasikan pengukuran - pengukuran yang menjelaskan tentang proses

dalam suatu sistem industri, untuk meningkatkan kualitas produk, guna memenuhi

kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.

3.6. Definisi Variasi dalam Konteks Peningkatan Proses

Variasi adalah ketidakseragaman dalam proses operasional sehingga

menimbulkan perbedaan dalam kualitas produk (barang dan/atau jasa) yang

dihasilkan. Pada dasarnya dikenal dua sumber atau penyebab timbulnya variasi,

yang diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Variasi Penyebab Khusus (special-causes variation) adalah kejadian-kejadian

di luar sistem manajemen kualitas yang mempengaruhi variasi dalam sistem

itu. Penyebab khusus dapat bersumber dari faktor-faktor : manusia, mesin dan

peralatan, material, lingkungan, metode kerja, dan lain-lain. Penyebab khusus

ini mengambil pola-pola non acak (nonrandom pattens) sehingga dapat

diidentifikasi/ditemukan, sebab mereka tidak selalu aktif dalam proses tetapi

4 Vincent, Gaspers, Metode Analisis Untuk Peningkatan Kualitas (Jakarta : Penerbit PT. Gramedia

Pustaka Utama, 2001), pp. 1-10 

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter III Vii

memiliki pengaruh yang lebih kuat pada proses, sehingga menimbulkan

variasi. Dalam konteks analisis data menggunakan peta-peta kendali atau

kontrol (control chart), jenis variasi sering ditandai dengan titik-titik

pengamatan yang melewati atau keluar dari batas-batas pengendalian yang

didefinisikan (defined control limits).

2. Variasi Penyebab Umum (common - causes variation) adalah faktor - faktor

di dalam sistem manajemen kualitas atau yang melekat pada proses yang

menyebabkan timbulnya variasi dalam sistem itu beserta hasil-hasilnya.

Penyebab umum sering disebut juga disebut sebagai penyebab acak

(random causes) atau penyebab sistem (system causes). Karena penyebab

umum ini selalau melekat pada sistem manajemen kualitas, untuk

menghilangkannya harus menelusuri elemen-elemen dalam sistem itu dan

hanya pihak manajemen yang dapat memperbaikinya, karena pihak

manajemen yang mengendalikan sistem manajemen kualitas itu. Dalam

konteks analisis data dengan menggunakan peta - peta kendali atau kontrol

(control chart), jenis variasi ini sering ditandai dengan titik-titik pengamatan

yang berada dalam batas-batas pengendalian yang didefinisikan (defined

control limits).

Suatu proses hanya mempunyai variasi penyebab umum (common-causes

variation) yang mempengaruhi produk atau out-comes merupakan proses

yang stabil karena penyebab sistem yang mempengaruhi variasi biasanya

relatif stabil sepanjang waktu. Variasi penyebab umum dapat diperkirakan

dalam batas-batas pengendalian yang ditetapkan dengan menggunakan peta-

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter III Vii

peta kontrol. Sedangkan apabila variasi penyebab khusus terjadi dalam

proses, proses itu akan menjadi tidak stabil. Upaya-upaya menghilangkan

variasi penyebab khusus akan membawa proses ke dalam pengendalian

proses menggunakan peta-peta kontrol statistikal (statistikal control charts).

3.7. Six Sigma Motorola (Tahun 1988)

Motorola Corporation mengembangkan metode kualitas dengan

menetapkan program/proyek Six Sigma ke segenap aktivitas prosesnya (dalam

Malcolm Baldridge National Quality Award). Tujuan program/proyek tersebut

mereduksi berbagai variasi proses yang timbul di setiap fungsi proses. Dasar

pertimbangan awal program tersebut adalah menetapkan tingkat standar

penyimpangan () sebesar 6. Harga 6 adalah nilai tengah dari tebaran spesifikasi

proses. Motorola mengalokasikan sebesar 1,5 yang ditarik () dari nilai tengah

(6). Lalu sisanya 4,5 adalah batasan aman dan batasan respektif. Jika rata-

rata proses berada ditengah-tengah kurva (6), berarti Cp = 2,00 atau dapat

diartikan bahwa setiap 1.000.000 proses hanya akan terjadi 54 kali kegagalan

proses.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter III Vii

Gambar 3.1. Interpretasi dari Program Six Sigma Motorola

3.7.1. Six Sigma dan Kapabilitas Proses

Konsep dasar dari kapabilitas proses adalah sebagai berikut :

1. Aktualisasi rata-rata kinerja proses harus sebanding dengan level kinerja ideal

atau harga/nilai target;

2. Tebaran kinerja proses harus relatif lebih kecil dari batasan fungsional;

Berdasarkan pada filosofi Six Sigma “do the right thing, and do thing

right all the time”, kapabilitas proses menjadi permasalahan yang cukup serius.

Jika proses dapat terlaksana dengan kinerja yang tinggi, akan dapat timbul

masalah-masalah ketidakkonsistenan dari proses dan kualitas produk yang

disebabkan oleh upaya pemenuhan target terhadap waktu (asumsi; volume

produksi tinggi akan meningkatkan nilai profitabilitas = kinerja proses). Hal ini

sering dijumpai pada produk-produk jasa pelayanan. Six Sigma adalah kunci

strategis dalam menghadapi masalah tersebut. Hal ini karena dalam daur hidup

LSL

4,5 Sigma

1,5 Sigma

1,5 Sigma

4,5 Sigma

Mean Proses

USL

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter III Vii

proses seperti kasus di atas, maka strategi yang paling tepat adalah menerapkan

berbagai metode pendekatan kualitas (produk/proses) dan manajemen proses

sesuai dengan dasar kepentingannya. Tujuan dari inisiatif six Sigma tersebut

adalah untuk memastikan bahwa aktivitas proses berjalan dengan

mempertimbangkan seluruh faktor yang mempengaruhi proses yang ada agar

berada pada derajat konsistensi yang tinggi.

3.7.2. Perspektif Six Sigma

Six sigma adalah sebuah konsep dan metodologi yang terfokus pada upaya

penciptaan nilai produk dan jasa yang bertaraf “world-class”, yang bergerak

seiring dengan upaya pengembangan dan peningkatan kinerja di dalam aktivitas

bisnis, pembangunan struktur organisasional kerja yang terlibat di dalamnya, serta

penyusunan peta proses kerja bisnis korporosi secara aktual dan nyata.

Six Sigma adalah konsep pengembangan dan peningkatan kinerja bisnis

yang memiliki dua maksud. Maksud yang pertama adalah “world-class Standard”

atau sebagai tolok ukur dalam penilaian karakteristik produk/jasa dan parameter

proses dalam aktivitas bisnis. Maksud kedua adalah sebagai metode dan aplikasi

pengembangan serta peningkatan struktur-struktur proses bersamaan dengan

struktur organisasional bisnis sebagai bagian dari standar operasional yang

mendekati nilai kesempurnaan. Perbedaan maksud tersebut hanya akan dapat

dilihat dan dibuktikan dengan metode serta aplikasi statistika modern.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter III Vii

3.7.3. Prinsip Six Sigma

Dalam memahami perbedaan interpretasi dan sudut pandang berbagai

konsep manifestasi kualitas adalah dengan memperhatikan prinsip-prinsip

aktivitas proses kerja, esensi metodologi yang digunakan, atau dengan menilai

ekpresi dari pendekatan multi - fungsi yang ada di dalamnya. Sehubungan dengan

itu, perbedaan antara six sigma dengan model pendekatan statistika lainnya adalah

six sigma merupakan sebuah konsep strategi pengembangan dan peningkatan

proses/produk/jasa yang menggunakan pendekatan pada berbagai prinsip - prinsip

dan model - model statistika. Pendekatan prinsip-prinsip dan model - model

statistik tersebut diterapkan dalam mendukung aktivitas pendefinisian

subjek-objek, pemetaan matriks kerja atau proses, perhitungan level-level sigma,

dan pengukuran tingkat kinerja proses maupun produk/jasa. Dalam aktivitas

proses pengembangan dan peningkatan six sigma akan dipengaruhi oleh tiga

elemen dasar, yaitu :

1. Pendekatan proyek-proyek

2. Infrastruktur organisasional kerja

3. Peningkatan kompetensi dan kapabilitas dari personil atau sumber daya

manusia yang terlibat di dalamnya.

3.8. Tahapan –Tahapan Dalam Six Sigma

Penentuan kualitan Six Sigma dapat dilakukan dengan menggunakan

pendekatan Define, Measure, Analyze, Improve, Control (DMAIC). Adapun

tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut.

3.8.1. Define

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter III Vii

3.8.1.1.Diagram SIPOC (Supplier-Input-Process-Output-Customer)5

Diagram SIPOC adalah peta tingkat tinggi yang digunakan untuk

menentukan batasan proyek Six Sigma dengancara mengidentifikasi proses yang

sedang dipelajari, input dan output proses tersebut serta pemasok dan

pelanggannya. Dengan informasi yang cukup mengenai fungsi-fungsi yang terkait

dalam perusahaan itu, dapat dipahami dan diketahui jalannya proses yang ada di

dalam perusahaan dari awal sampai akhir sehingga dapat melakukan perbaikan

terhadap masalah yang ada di dalam proses secara tepat. Pembuatan diagram ini

biasanya dilakukan pada awal dari penelitian, bila menggunakan metode DMAIC

maka pembuatan diagram SIPOC berada pada tahap define karena akan digunakan

sebagai dasar pedoman bagi perbaikan yang akan dilakukan. Bentuk dari diagram

SIPOC dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Bentuk Diagram SIPOC

Adapun penjelasan dari masing-masing bagian pada diagram SIPOC di atas yaitu:

5 James R. Evans dan William M. Lindsay, Op. cit, hlm. 93-94  

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Chapter III Vii

1. Supplier (Pemasok)

Supplier adalah orang, proses, perusahaan yang menyalurkan dan

menyediakan bahan dan segala sesuatu yang dikerjakan di dalam proses. Pihak

supplier ini bisa berupa supplier eksternal dan supplier internal. Yang

dimaksud dengan supplier eksternal adalah adalah supplier yang berasal dari

luar perusahaan. Sedangkan yang dimaksud dengan supplier internal adalah

supplier yang berasal dari dalam perusahaan yang biasanya berasal dari proses

sebelumnya.

2. Input (Masukan)

Input adalah barang atau jasa yang dibutuhkan oleh suatu prosesuntuk

menghasilkan output. Input tidak hanya berupa material atau bahan mentah

yang diperlukan untuk proses produksi, akan tetapi juga dapat pula berupa

informasi yang kemudian input ini akan diolah lebih lanjut di dalam proses.

3. Process (Proses)

Proses adalah langkah-langkah yang diperlukan baik langkah-langkah yang

memberikan nilai tambah terhadap produk maupun yang tidak untuk membuat

produk mulai dari bahan mentah sampai menjadi produk jadi.

4. Output (Hasil)

Output adalah produk jadi, baik itu barang ataupun jasa atau informasi, yang

dihasilkan oleh proses dimana hasil ini kemudian dikirimkan kepada

konsumen.

5. Customer (Pelanggan)

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Chapter III Vii

Pelanggan adalah orang, departemen atau perusahaan yang menerima output,

dan juga bisa bersifat eksternal maupun internal terhadap

perusahaan.Pelanggan eksternal adalah pelanggan yang berasal dari luar

perusahaan yang biasanya membeli produk jadi, sedangkan pelanggan internal

adalah pelanggan yang berasal dari dalam perusahaan yang biasanya berupa

proses atau divisi yang selanjutnya yang akan menerima hasil dari proses

sebelumnya.

3.8.1.2.Peta Kerja 6

Peta-peta kerja merupakan alat sistematis untuk mengumpulkan semua

fakta-fakta, yang kemudian dengan mengemukakan peta-peta kerja pula fakta-

fakta ini dikomunikasikan kepada orang lain dengan sistematis dan jelas. Untuk

bisa mengemukakan fakta-fakta dengan baik, perlu ditinjau secara makro dan

mikro. Peninjauan secara makro berarti bahwa fakta-fakta yang ada ditinjau secara

menyeluruh sedangkan secara makro fakta-fakta yang ada ditinjau secara

terperinci disetiap stasiun kerja. Kedua cara peninjauan ini dipenuhi dengan

menggunakan peta kerja artinya peta-peta kerja yang ada sekarang pada dasarnya

bisa dibagi dalam dua kelompok besar yaitu peta-peta kerja yang menganalisa

secara keseluruhan (makro), dan peta-peta kerja yang menganalisa kerja setempat

(mikro).

6 Iftikar Z. Sutalaksana, Teknik Tata Cara Kerja, (Bandung : Penerbit ITB, 1979)  

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Chapter III Vii

  Peta-peta kerja sangat berguna untuk mengumpulkan fakta-fakta dan

penyajiannya dalam langkah penganalisisan masalah. Peta-peta kerja merupakan

salah satu alat yang sistematis dan jelas untuk berkomunikasi secara luas dan

sekaligus melalui peta-peta kerja ini bisa didapatkan informasi-informasi yang

diperlukan untuk memperbaiki suatu metoda kerja. Contoh informasi-informasi

yang diperlukan untuk memperbaiki suatu metoda kerja, terutama dalam suatu

proses produksi ialah sebagai berikut:

1. Jumlah benda kerja yang harus dibuat.

2. Waktu operasi mesin.

3. Kapasitas mesin.

4. Bahan-bahan khusus yang harus disediakan.

5. Alat-alat khusus yang harus disediakan.

6. Dan sebagainya.

Peta Proses Operasi (Operation Process Chart)

Peta proses operasi merupakan suatu diagram yang menggambarkan

langkah-langkah proses yang akan dialami bahan baku mengenai urutan-urutan

operasi dan pemeriksaan, mulai dari awal sampai menjadi produk jadi utuh

maupun sebagai komponen, dan juga memuat informasi-informasi yang

diperlukan untuk analisa lebih lanjut, seperti waktu yang dihabiskan, material

yang digunakan, dan tempat atau alat atau mesin yang dipakai.

  Kegunaan peta proses operasi antara lain:

1. Bisa mengetahui kebutuhan akan mesin dan penganggarannya.

2. Bisa memperkirakan kebutuhan akan bahan baku.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Chapter III Vii

3. Sebagai alat untuk latihan kerja.

4. Sebagai alat untuk menentukan tata letak kerja.

Prinsip-prinsip pembuatan peta proses operasi adalah sebagai berikut:

1. Pertama-tama pada baris paling atas dinyatakan kepalanya “Peta Proses

Operasi” yang diikuti oleh identifikasi lain, seperti: nama objek, nama

pembuat peta, tanggal dipetakan, cara lama atau cara sekarang, nomor peta

dan nomor gambar.

2. Material yang akan diproses diletakkan di atas garis horizontal, yang

menunjukkan bahwa material tersebut masuk ke dalam proses.

3. Lambang-lambang ditempatkan dalam arah vertikal, yang menunjukkan

terjadinya perubahan proses.

4. Penomoran terhadap suatu kegiatan operasi diberikan secara berurutan sesuai

dengan urutan operasi yang dibutuhkan untuk pembuatan produk tersebut atau

sesuai dengan proses yang terjadi.

5. Penomoran terhadap suatu kegiatan pemeriksaan diberikan secara tersendiri

dan prinsipnya sama dengan penomoran untuk kegiatan operasi.

3.8.2. Measure

3.8.2.1.Critical To Quality(CTQ)7

Critical To Quality adalah kebutuhan yang sangat penting dari produk

yang diperlukan oleh pelanggan. Identifikasi CTQ membutuhkan pemahaman

7 Peter SPande, Neuman, Robert P., Cavanagh, Roland R, Op.cit, hlm. 31  

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Chapter III Vii

akan suara pelanggan (voice of customer) yaitu kebutuhan pelanggan yang

diekspresikan dalam bahasa pelanggan itu sendiri.

Perusahaan yang bersangkutan harus dengan jelas mendefinisikan

bagaimana karakteristik CTQ ini dapat diukur dan dilaporkan. CTQ yang

merupakan karakteristik kualitas yang ditetapkan seharusnya berhubungan

langsung dengan kebutuhan spesifik pelanggan yang diturunkan secara langsung

dari persyaratan-persyaratan output dan pelayanan. Pada akhirnya, perusahaan

tersebut harus menghubungkan pengukuran CTQ pada kunci proses dan

pengendalian sehingga perusahaan dapat menentukan bagaimana meningkatkan

proses.

3.8.2.1.Uji Kenormalan Data Metode Kolmogorov-Smirnov 8

Metode Kolmogorov-Smirnov, yang merupakan uji kenormalan paling

populer, didasarkan pada nilai D. Langkah-langkah penyelesaian dan penggunaan

rumus namun pada signifikansi metode Kolmogorov-Smirnov menggunakan tabel

pembanding Kolmogorov-Smirnov. Adapun rumus perhitungannya yaitu:

SD

XZ X i

Rumus untuk menguji nilai signifikan = [FT – FS]

Keterangan :

Xi = Angka pada data

Z = Transformasi dari angka ke notasi pada distribusi normal

8 http://exponensial.wordpress.com/tag/uji-normalitas

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Chapter III Vii

FT = Probabilitas komulatif normal

FS = Probabilitas komulatif empiris

FT = komulatif proporsi luasan kurva normal berdasarkan notasi Zi, dihitung dari

luasan kurva mulai dari ujung kiri kurva sampai dengan titik Z.

data pada angkaseluruh Banyaknya

n ke angka sampai angka Banyaknya iSF

1. Persyaratan

a. Data berskala interval atau ratio (kuantitatif)

b. Data tunggal / belum dikelompokkan pada tabel distribusi frekuensi

c. Dapat untuk n besar maupun n kecil.

2. Siginifikansi

Signifikansi uji, nilai | FT – FS | terbesar dibandingkan dengan nilai tabel

Kolmogorov Smirnov. Jika nilai | FT – FS | terbesar kurang dari nilai tabel

Kolmogorov Smirnov, maka Ho diterima ; H1 ditolak. Jika nilai | FT – FS |

terbesar lebih besar dari nilai tabel Kolmogorov Smirnov, maka Ho ditolak ;

H1 diterima. Tabel Nilai Quantil Statistik Kolmogorov Distribusi Normal

3. Keunggulan Kolmogorov Smirnov (KS)

a. Tidak memerlukan data yang berkelompok

b. Bisa digunakan untuk sampel yang kecil

c. Tidak bersifat kategorik

d. Lebih fleksibel, dapat mengestimasi variasi standar deviasi

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Chapter III Vii

3.8.2.2.Peta Kontrol9

Peta kontrol pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Walter Andrew

Shewhart, oleh karena itu peta kontrol ini juga sering disebut dengan peta kendali

Shewhart.Maksud dari peta kontrol ini adalah untuk menghilangkan variasi yang

disebabkan oleh penyebab khusus dan umum.Pada dasarnya setiap peta kontrol

memiliki:

1. Garis tengah (Central Line), yang dinotasikan sebagai CL.

2. Sepasang batas kontrol (Control Limits). Satu batas kontrol ditempatkan di

atas CL yang dikenal dengan batas kontrol atas (Upper Control Limit),

yang dinotasikan sebagai UCL. Sedangkan yang satu lagi batas kontrolnya

ditempatkan di bawah CL yang dikenal dengan batas kontrol bawah

(Lower Control Limit), yang dinotasikan sebagai LCL.

3. Tebaran nilai-nilai karakteristik kualitas yang menggambarkan keadaan

dari proses. Jika nilai yang diplot di peta kontrol masih berada dalam batas

kontrol, maka proses yang berlangsung dianggap terkontrol. Sedangkan

jika nilai diplot berada di luar batas kontrol, maka proses dianggap di luar

kontrol sehingga perlu diambil tindakan perbaikan.

Batas kontrol adalah suatu batas atas dan batas bawah dari suatu proses

yang selalu berfluktuasi, dimana dengan mudah dapat diidentifikasi apakah suatu

proses dapat dikatakan terkendali atau tidak. Adapun contoh dari peta kontrol

dapat dilihat pad Gambar 3.3.

9 James R. Evans dan William M. Lindsay, Op.cit, hlm. 242-258  

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Chapter III Vii

0.00

0.10

0.20

0.30

0.40

0.50

0.60

0.70

0.80

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22

Subgroup Number

Kesalahan

 (Unit)

Data

CL

UCL

LCL

Gambar 3.3 Contoh Peta Kontrol

Peta kontrol dapat digunakan untuk tiga tujuan yaitu:

1. Untuk membantu mengidentifikasi sebab khusus variasi dan menciptakan

status pengendalian statistik

2. Untuk mengawasi proses dan menandakan kapan proses tersebut keluar dari

batasan pengedalian

3. Untuk menentukan kapabilitas proses.

Dalam membuat peta kendali pertama-tama yang harus dilakukan adalah

menentukan jenis data yang akan diolah dalam peta kendali. Jenis data yang akan

diolah terdiri dari data variabel (variables data) dan data atribut (attributes data).

Data variabel merupakan data kuantitatif yang diukur untuk keperluan analisis dan

data atribut merupakan data kualitatif yang dapat dihitung untuk pencatatan dan

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Chapter III Vii

analisis. Data atribut biasanya diperoleh dalam bentuk unit-unit ketidaksesuaian

dengan spesifikasi atribut yang ditetapkan.

Peta Kontrol p

Peta kontrol p adalah peta kontrol untuk mengamati proporsi atau

perbandingan antara produk yang cacat dengan total produksi. Dengan demikian,

peta kontrol p digunakan untuk mengendalikan proporsi dari item-item yang tidak

memenuhi syarat spesifikasi kualitas atau proporsi dari produk yang cacat yang

dihasilkan dalam suatu proses.Proporsi yang tidak memenuhi syarat didefinisikan

sebagai rasio banyaknya item yang tidak memenuhi syarat dalam suatu kelompok

terhadap total banyaknya item dalam kelompok itu. Item-item itu dapat

mempunyai beberapa karakteristik kualitas yang diperiksa atau diuji secara

simultan oleh pemeriksa. Jika item-item itu tidak memenuhi standar pada satu

atau lebih karakteristik kualitas yang diperiksa, item-item itu digolongkan sebagai

tidak memenuhi syarat spesifikasi atau cacat.

Pembuatan peta kontrol p, dapat dilakukan mengikuti langkah-langkah

berikut:

1. Tentukan ukuran contoh yang cukup besar (n>30)

2. Hitung nilai proporsi cacat dan simpangan baku

3. Hitung batas-batas kontrol 3-Sigma

p = eljumlahsamp

Jumlahdata

CL = p

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Chapter III Vii

UCL = 1

)1(3

n

ppp

LCL = 1

)1(3

n

ppp

Untuk peta kontrol atribut ini, ketika nilai LCL bernilai positif maka nilai

LCL diubah menjadi nol (LCL= 0). Hal ini dikarenakan jika nilai proporsi

dari suatu subgrup berada di bawah nilai LCL maka akan dianggap out of

control (diluar batas kendali), sedangkan dalam pengertian pengendalian

kualitas suatu proses produksi dikatakan memiliki kualitas baik apabila

proporsi kecacatannya mendekati nol. Untuk menghindari masalah seperti

itu, maka batas kendali LCL yang positif ini dibuat menjadi nol. Demikian

juga untuk nilai LCL yang bernilai negatif dibuat menjadi nol (LCL= 0),

karena dalam kenyataan tidak ada proporsi kecacatan yang bernilai negatif.

4. Plot atau tebarkan data proporsi (atau persentase) yang cacat dan lakukan

pengamatan apakah data itu berada dalam pengendalian statistikal.

5. Apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses berada pada

pengendalian statistikal, gunakan peta kontrol p untuk memantau proses

terus-menerus. Tetapi apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses

tidak berada pada pengendalian statistikal, proses itu harus diperbaiki

terlebih dahulu sebelum menggunakan peta kontrol itu untuk pengendalian

kualitas terus-menerus.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Chapter III Vii

6. Apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses berada pada

pengendalian statistikal, tentukan kapabilitas proses menghasilkan produk

yang sesuai (tidak cacat) sebesar: (100% x p ).

3.8.2.3.Perhitungan Tingkat Sigma10

Dalam pendekatan Six Sigma, proses yang terjadi dalam suatu pabrik atau

perusahaan diukur kinerjanya dengan menghitung tingkat sigmanya. Semakin

nilai Sigma mendekati enam Sigma maka kinerja dari proses dapat dikatakan

sangat baik. Dasar perhitungan tingkat Sigma adalah menggunakan DPMO untuk

data atribut.

Perhitungan DPMO dan Tingkat Sigma untuk data atribut dapat dilakukan

sesuai langkah-langkah perhitungan berikut ini:

1. Defect Per Unit (DPU). Ukuran ini merefleksikan jumlah rata-rata dari cacat,

semua jenis, terhadap jumlah total unit dari unit yang dijadikan sampel.

Dimana:

D = jumlah defective atau jumlah kecacatan yang terjadi dalam proses

produksi

U = jumlah unit yang diperiksa

2. Defect Per Opportunity (DPO). Menunjukkan proporsi cacatatas jumlah total

peluang dalam sebuah kelompok.

Dimana:

10 Peter SPande, Neuman, Robert P., Cavanagh, Roland R, Op.cit, hlm. 237-246  

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Chapter III Vii

OP (Opportunity) = karaketristik yang berpotensi untuk menjadi cacat.

3. Defect Per Million Opportunities (DPMO). DPMO mengindikasikan berapa

banyak cacatakan muncul jika ada satu juta peluang.

4. Mengkonversikan nilai DPMO menggunakan tabel konversiuntuk mengetahui

proses berada pada tingkat Sigma berapa.

5. Perhitungan tingkat Sigma dapat dengan mudah dihitung dengan

menggunakan Microsoft Excel yaitu dengan menggunakan formula berikut ini

(Evan&Lindsay, 2007, hal.46):

NORMSINV (1-DPMO/1.000.000)

3.8.3. Analyze

3.8.3.1.Diagram Pareto11

Kata Pareto berasal dari nama seorang ahli ekonomi berkebangsaan Italia,

Wilfredo Pareto lengkapnya, lahir di Paris tahun 1848. Di usia senjanya, Pareto

gusar melihat kepincangan penyebaran tingkat kekayaan masyarakat di negerinya.

Maka pada tahun 1906, diciptakanlah sebuah formula matematis untuk

menggambarkan penyebaran kekayaan di negerinya yang tidak merata.

Dikemukakan bahwa ternyata 20% orang Italia telah menguasai 80% kekayaan di

negerinya.

Hasil penelitian Pareto ini sejak tahun 1897 akhirnya diresmikan menjadi

sebuah rumus atau formula dengan berbagai macam nama: Pareto Principle; The

11 Iskandar Indranata, Pendekatan Kualitatif untuk Pengendalian Kualitas (Jakarta : Penebit Universitas Indonesia (UI-Press), 2008), h. 239-242  

Universitas Sumatera Utara

Page 25: Chapter III Vii

Pareto Law; The 80/20 rule; The Principle of Least Effort; atau The principle of

Imbalance. Konon karena Pareto dinilai kurang artikulatif dalam menjajakan

temuannya ini berdasarkan perkembangan metodologi dan konteks penelitian,

akhirnya mendorong para pakar untuk ikut terjun melengkapi rumus atau temuan

yang dinilai sangat berguna bagi pencerahan peradaban manusia ini. Tahun 1949,

George K Zipf, seorang professor dari Harvard University, mengembangkan

wilayah penelitian dengan menjadikan temuan Pareto sebagai acuan. Hasilnya

bahwa manusia, benda-benda, waktu, keahlian, atau semua alat produksi telah

memiliki aturan alamiah yang berkaitan antara hasil dan aktivitas dengan jumlah

perbandingan mulai dari 80/20 atau 70/30.

Contoh di bidang lain mengindikasikan bahwa 20% kesalahan atau

penyimpangan akan menyebabkan 80% masalah yang timbul. Para manajer

proyek akan mengatakan bahwa 20% pekerjaan akan menyita 80% waktu dan

sumber daya. Para pengusaha akan mengatakan bahwa 20% stok barang akan

memakan 80% tempat penyimpanan, atau 80% stok barang berasal dari 20%

pemasok. Para peritel mengatakan bahwa 20% pelanggan akan menghasilkan 80%

penjualan.

Pareto diagram adalah suatu diagram yang menggambarkan urutan

masalah menurut bobotnya yang dinyatakan dengan frekuensinya. Kegunaannya

adalah untuk:

1. Menentukan jenis persoalan utama.

2. Membandingkan masing-masing jenis persoalan terhadap keseluruhan.

3. Menunjukkan tingkat perbaikan yang berhasil dicapai.

Universitas Sumatera Utara

Page 26: Chapter III Vii

4. Membandingkan hasil perbaikan masing-masing jenis persoalan sebelum dan

setelah perbaikan.

Langkah-langkah pembuatan Pareto diagram sebagai berikut:

1. Stratifikasi dari problem, dinyatakan dalam angka.

2. Tentukan jangka waktu pengumpulan data yang akan dibahas untuk

memudahkan melihat perbandingan sebelum dan sesudah penanggulangan

(jangka waktu harus sama).

3. Atur masing-masing penyebab (sesuai dengan stratifikasi) secara berurutan

sesuai besarnya nilai dan gambarkan dalam grafik kolom. Penyebab dengan

nilai lebih besar terletak di sisi kiri, kecuali ”dan lain-lain” terletak di paling

kanan.

4. Gambarkan grafik garis yang menunjukkan jumlah persentase (total 100%)

pada bagian atas grafik kolom dimulai dengan nilai yang terbesar dan di

bagian bawah/keterangan kolom tersebut.

5. Pada bagian atas dan samping berikan keterangan/nama diagram dan jumlah

unit seluruhnya.

Adapun diagram pareto dapat dilihat pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4. Diagram Pareto

Universitas Sumatera Utara

Page 27: Chapter III Vii

Cara untuk membuat diagram Pareto dengan menggunakan Software

MINITAB 14 adalah sebagai berikut:

1. Masukkan data yang akan diproses.

2. Klik Stat>Quality Tools>Pareto Chart.

3. Masukkan data CTQ ke dalam Labels in dan jumlah unit cacat ke dalam

Frequencies in. Klik OK.

4. Tampilan data diagram Pareto.

3.8.3.2.Diagram Sebab Akibat (Cause-Effect Diagram)12

Cause-Effect Diagram adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan

antara sebab dan akibat. Diagram ini digunakan untuk menganalisis persoalan dan

faktor yang menimbulkan persoalan yang terjadi. Diagram ini dibuat oleh Dr.

Kaoru Ishikawa pada tahun 1943 dan kadang-kadang juga dikenal sebagai

diagram Ishikawa.

Cause-Effect Diagram adalah diagram yang menunjukkan kumpulan dari

sekelompok sebab-sebab (yang disebut sebagai faktor) serta akibat yang timbul

(yang disebut sebagai karakteristik mutu) yaitu masalah yang dihadapi.Cause-

Effect Diagram ini digunakan untuk menyelidiki akibat-akibat yang buruk dari

suatu masalah untuk dicari solusinya atau akibat-akibat yang baik untuk dipelajari

penyebab-penyebabnya. Untuk setiap akibat, bisa terdiri dari banyak penyebab.

12 Iskandar Indranata, Op.cit, hlm. 208-212  

Universitas Sumatera Utara

Page 28: Chapter III Vii

Prinsip yang dipakai untuk membuat diagram sebab-akibat ini adalah

sumbang saran (brainstorming). Untuk mempermudah menemukan faktor

penyebab, pada umumnya faktor-faktor tersebut dikelompokkan dalam 5 faktor

utama yaitu man, machine, material, method serta environment.

Langkah pertama dalam membuat Diagram Sebab-akibat adalah tim

proyek mengidentifikasi akibat atau masalah kualitas. Ini ditempatkan di sisi

kanan kertas yang besar oleh pemimpin team. Kemudian penyebab-penyebab

utama diidentifikasi dan ditempatkan di diagram. Adapun model diagram sebab

akibat dapat dilihat pada Gambar 3.5.

Masalah

ManusiaMetode

bahanMesin/peralatanLingkungan

Gambar 3.5. Model Diagram Sebab Akibat

Langkah selanjutnya adalah mencari faktor-faktor yang lebih terperinci

yang berpengaruh pada faktor utama tersebut. Tulis faktor tersebut di kiri dan

kanan panah penghubung tadi dan buatlah panah di bawah faktor tersebut menuju

garis penghubung.

Dari diagram yang sudah lengkap cari penyebab utama dengan

menganalisa data yang ada dan buatlah urutannya dengan memakai diagram

Pareto. Bila analisa data tidak dapat dilakukan, pilihlah faktor-faktor yang diduga

sangat berpengaruh dalam menentukan urutan menggambarkan pada diagram.

Universitas Sumatera Utara

Page 29: Chapter III Vii

Cause-Effect diagram mempunyai kegunaan yang cukup banyak baik

dalam peningkatan kualitas maupun dalam hal-hal lain. Beberapa kegunaan dari

Cause-Effect diagram adalah:

1. Sebagai alat untuk training.

2. Sebagai alat untuk mengarahkan diskusi pada faktor-faktor yang dominan.

3. Dapat dijadikan petunjuk dalam pengumpulan dan pencatatan data.

4. Dapat menunjukkan tingkat kemampuan dari pekerja.

3.8.3.3.Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)13

FMEA atau analisis mode kegagalan dan efek adalah suatu prosedur

terstruktur untuk mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode

kegagalan. Suatu metode kegagalan adalah apa saja yang termasuk dalam

kecacatan/kegagalan dalam desain, kondisi diluar batas spesifikasi yang

ditetapkan, atau perubahan-perubahan dalam produk yang menyebabkan

terganggunya fungsi dari produk itu. Dengan menghilangkan mode kegagalan,

maka FMEA akan meningkatkan keandalan dari produk sehingga meningkatkan

kepuasan pelanggan yang menggunakan produk tersebut. Langkah-langkah dalam

membuat FMEA adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi proses atau produk/jasa.

13 Dyadem Press, Guidelines for Failure Mode and Effects Analysis for Automotive, aerospace, and General Manufacturing Industries, (New York : CRC Press, 2003), hlm. 41-46  

Universitas Sumatera Utara

Page 30: Chapter III Vii

2. Mendaftarkan masalah-masalah potensial yang dapat muncul, efek dari

masalah-masalah potensial tersebut dan penyebabnya. Hindarilah masalah-

masalah sepele.

3. Menilai masalah untuk keparahan (severity), probabilitas kejadian (occurance)

dan detektabilitas (detection).

4. Menghitung Risk Priority Number atau RPN yang rumusnya adalah dengan

mengalikan ketiga variabel dalam poin 3 diatas dan menentukan rencana

solusi-solusi prioritas yang harus dilakukan.

Dari contoh tabel FMEA14 dalam Gambar 3.6, berikut ini akan dijelaskan

langkah-langkah dalam pengisian tabel FMEA, yaitu:

Gambar 3.6. Contoh Tabel FMEA

14 Dyadem Press, Guidelines for Failure Mode and Effects Analysis for Automotive, aerospace, and General Manufacturing Industries, (New York : CRC Press, 2003), hlm. 98 

Universitas Sumatera Utara

Page 31: Chapter III Vii

1. Fungsi proses

Merupakan gambaran dari proses produksi yang akan dianalisa beserta dengan

penjelasan secara singkat fungsi dari proses tersebut. Jika prosesnya ada

beberapa operasi dengan potensi kegagalan yang berbeda, daftarkan operasi

sebagai proses terpisah.

2. Jenis kegagalan yang terjadi

Potensi kegagalan proses yang diidentifikasi adalah proses yang terjadi gagal

dalam memenuhi persyaratan proses. Gunakan pengalaman proses yang sama

untuk mereview klaim pelanggan sehubungan dengan komponen yang sama.

Asumsikan bahwa part atau material yang masuk sudah baik.

3. Efek dari kegagalan yang terjadi

Akibat yang ditimbulkan dari kegagalan yang terjadi terhadap konsumen

maupun efek terhadap kelangsungan proses selanjutnya.

4. Severity

Nilai tingkat keparahan dari akibat yang ditimbulkan terhadap konsumen

maupun terhadap kelangsungan proses selanjutnya yang secara tidak langsung

juga merugikan. Terdiri dari rating dari 1 – 10. Tabel 3.1. memperlihatkan

kriteria dari setiap nilai rating severity. Makin parah efek yang ditimbulkan,

makin tinggi nilai rating yang diberikan.

5. Penyebab kegagalan

Penyebab kegagalan didefinisikan sebagai penjelasan mengapa kegagalan-

kegagalan pada proses tersebut bisa terjadi. Setiap kemungkinan penyebab

kegagalan yang terjadi didaftarkan dengan lengkap.

Universitas Sumatera Utara

Page 32: Chapter III Vii

6. Occurrence

Seberapa sering kemungkinan penyebab kegagalan terjadi. Nilai occurrence

ini diberikan untuk setiap penyebab kegagalan. Terdiri dari rating dari 1 – 10.

Tabel 3.2. memperlihatkan kriteria dari setiap nilai rating occurrence. Makin

sering penyebab kegagalan terjadi, makin tinggi nilai rating yang diberikan.

7. Kontrol yang dilakukan

Kontrol yang dilakukan untuk mendeteksi penyebab kegagalan yang terjadi.

8. Detection (detectability)

Seberapa jauh penyebab kegagalan dapat dideteksi. Terdiri dari rating dari 1 –

10. Tabel 3.3. memperlihatkan kriteria dari setiap nilai rating detectability.

Makin sulit mendeteksi penyebab kegagalan yang terjadi, makin tinggi nilai

rating yang diberikan.

9. Risk Priority Number (RPN)

RPN merupakan perkalian dari rating occurrence (O), severity (S) dan

detectability (D):

RPN = O x S x D

Angka ini digunakan sebagai panduan untuk mengetahui masalah yang paling

serius, dengan indikasi angka yang paling tinggi memerlukan prioritas

penanganan serius.

Universitas Sumatera Utara

Page 33: Chapter III Vii

Tabel 3.1. Nilai Severity

Rating Criteria of Severity Effect

10 Tidak berfungsi sama sekali

9 Kehilangan fungsi utama dan menimbulkan peringatan

8 Kehilangan fungsi utama

7 Pengurangan fungsi utama

6 Kehilangan kenyamanan fungsi penggunaan

5 Mengurangi kenyamanan fungsi penggunaan

4 Perubahan fungsi dan banyak pekerja menyadari adanya masalah

3 Tidak terdapat efek dan pekerja menyadari adanya masalah

2 Tidak terdapat efek dan pekerja tidak menyadari adanya masalah

1 Tidak ada efek

Tabel 3.2. Nilai Occurence

Rating Probability of Occurrence

10 1 dalam 2

9 1 dalam 3

8 1 dalam 8

7 1 dalam 20

6 1 dalam 80

5 1 dalam 400

4 1 dalam 2.000

3 1 dalam 15.000

2 1 dalam 150.000

1 <1 dalam 1.500.000

Universitas Sumatera Utara

Page 34: Chapter III Vii

Tabel 3.3. Nilai Detection

Rating Detection Design Control

10 Tidak mampu terdeteksi

9 Kesempatan yang sangat rendah dan sangat sulit untuk terdeteksi

8 Kesempatan yang sangat rendah dan sulit untuk terdeteksi

7 Kesempatan yang sangat rendah untuk terdeteksi

6 Kesempatan yang rendah untuk terdeteksi

5 Kesempatan yang sedang untuk terdeteksi

4 Kesempatan yang cukup tinggi untuk terdeteksi

3 Kesempatan yang tinggi untuk terdeteksi

2 Kesempatan yang sangat tinggi untuk terdeteksi

1 Pasti terdeteksi

3.8.4. Improve

Perbaikan merupakan tahapan operasional keempat dalam six sigma.

Setelah sumber-sumber dan akar penyebab dari masalah-masalah kualitas

teridentifikasi maka langkah selanjutnya adalah mencari solusi atas permasalahan

tersebut. Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui permasalahan mana yang

perlu mendapatkan prioritas perbaikan. Untuk mendapatkan langkah-langkah

perbaikan dapat diperoleh melalui pengumpulan ide-ide.

Universitas Sumatera Utara

Page 35: Chapter III Vii

3.8.4.1. Eksperimental Faktorial15

Apabila tiap faktor terdiri atas beberapa taraf, maka kombinasi tertentu

dari taraf tiap faktor menentukan sebuah kombinasi perlakuan. Jika semua, atau

hampir semua kombinasi antar taraf setiap faktor kita perhatikan, maka

eksperimen yang terjadi karenanya disebut eksperimen faktorial . Dengan kata

lain dapat dikatakan bahwa Eksperimen Faktorial adalah eksperimen yang semua

(hampir semua) taraf sebuah faktor tertentu dikombinasikan atau disilangkan

dengan semua (hampir semua) taraf tiap faktor lainnya yang ada dalam

eksperimen itu.

Model Acak Desain Eksperimen Faktorial a x b x c

Untuk eksperimen faktorial yang meliputi tiga buah faktor, misalnya

faktor-faktor A, B, dan C yang masing-masing terdiri dari a, b, dan c taraf, bila

eksperimennya dilakukan dengan menggunakan desain acak sempurna, dalam tiap

kombinasi perlakuan terdapat n buah unit eksperimen atau observasi, mak model

linier yang tepat untuk desain eksperimen faktorial a x b x c ini adalah:

Yijkl = + Ai + Bj + ABij + Ck + ACik + BCjk + ABCijk + l(ijk)

Dengan: i = 1, 2, …, a

j = 1, 2, …, b

k = 1, 2, …, c

l = 1, 2, …, n

15 Sudjana, Prof, Dr. M.A, Msc, Desain Eksperimen, Penerbit Tarsito Bandung, 1985, hal 105-115

Universitas Sumatera Utara

Page 36: Chapter III Vii

Yijkl = variabel respon hasil observasi ke-l yang terjadi karena pengaruh

bersama taraf ke-i faktor A, taraf ke-j faktor B, dan taraf ke-k faktor

C.

μ = rata-rata yang sebenarnya (berharga konstan)

Ai = efek taraf ke-i faktor A

Bj = efek taraf ke-j faktor B

Ck = efek taraf ke-k faktor C

ABij = efek interaksi antara taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B

ACik = efek interaksi antara taraf ke-i faktor A dan taraf ke-k faktor C

BCjk = efek interaksi antara taraf ke-j faktor B dan taraf ke-k faktor C

ABCijk = efek terhadap variabel respon yang disebabkan oleh interaksi antar

taraf ke-i faktor A, taraf ke-j faktor B, dan taraf ke-k faktor C

l(ijk) = efek unit eksperimen ke l dikarenakan oleh kombinasi perlakuan

(ijk)

Seperti biasa diasumsikan l(ijk) DNI (0, 2).

Untuk keperluan ANAVA, maka jumlah kuadrat-kuadrat semua nilai

pengamatan Y2 dan jumlah kuadrat-kuadrat untuk rata-rata Ry dihitung seperti

halnya untuk eksperimen faktorial dua faktor.

n

1l

2 ijkl

c

1k

b

1j

a

1i

2 abcndkdengan , YY

1dkdengan , abcnYR

2n

1lijkl

c

1k

b

1j

a

1iy

Universitas Sumatera Utara

Page 37: Chapter III Vii

Jumlah kuadrat-kuadrat lainnya yang diperlukan akan mudah dapat dihitung

apabila data hasil observasi dipecah dan disusun dalam beberapa buah daftar yaitu

daftar a x b x c, daftar a x b, daftar a x c, dan daftar b x c.

Dari daftar-daftar baru ini berturut-turut dapat dihitung

Jabc = jumlah kuadrat-kuadrat antara sel untuk daftar a x b x c

= y 2ijk

c

1k

b

1j

a

1i

RnJ

dengan Jijk = elemen dalam sel (ijk) dari daftar a x b x c =

n

1l ijklY

Jab = jumlah kuadrat-kuadrat antara sel untuk daftar a x b

= y 2ij

b

1j

a

1i

RcnJ

dengan Jij = elemen dalam sel (ij) dari daftar a x b =

c

1kijk

n

1l ijkl

c

1k

JY

Jac = jumlah kuadrat-kuadrat antara sel untuk daftar a x c

= y 2ik

c

1k

a

1i

RbnJ

dengan Jik = elemen dalam sel (ik) dari daftar a x c =

b

1jijk

n

1l ijkl

b

1j

JY

Jbc = jumlah kuadrat-kuadrat antara sel untuk daftar b x c

= y 2jk

c

1k

b

1j

RanJ

dengan Jjk = elemen dalam sel (jk) dari daftar b x c =

a

1iijk

n

1l ijkl

a

1i

JY

Jumlah kuadrat-kuadrat untuk sumber variasi perlakuan A adalah:

Ay = 1adkdengan ,RbcnAa

1iy

2i

Ai = jumlah semua nilai observasi untuk taraf ke-i faktor A

=

b

1j

c

1kik

b

1jij

c

1kijk

n

1l ijkl

c

1k

b

1j

JJ JY

Jumlah kuadrat-kuadrat untuk sumber variasi perlakuan B adalah:

Universitas Sumatera Utara

Page 38: Chapter III Vii

By = 1bdkdengan ,RacnBb

1jy

2j

Bj = jumlah semua nilai observasi untuk taraf ke-j faktor B

=

a

1i

c

1kjk

a

1iij

c

1kijk

n

1l ijkl

c

1k

a

1i

JJ JY

Jumlah kuadrat-kuadrat untuk sumber variasi perlakuan C adalah:

Cy = 1cdkdengan ,RabnCc

1ky

2k

Ck = jumlah semua nilai observasi untuk taraf ke-k faktor C

=

a

1i

b

1jjk

a

1iik

b

1jijk

n

1l ijkl

b

1j

a

1i

JJ JY

Selanjutnya jumlah kuadrat-kuadrat interaksi adalah:

ABy = Jab – Ay – By , dengan dk = (a – 1)(b – 1)

ACy = Jac – Ay – Cy , dengan dk = (a – 1)(c – 1)

BCy = Jbc – By – Cy , dengan dk = (b – 1)(c – 1)

ABCy= Jabc – Ay – By – Cy – ABy – ACy – BCy ,

dengan dk = (a – 1) (b – 1)(c – 1)

Ey = Y2 – Ry – Ay – By – Cy – ABy – ACy – BCy – ABCy

dengan dk = abc (n – 1)

Sebagaimana halnya dalam desain faktorial a x b di mana pengujian yang

tepat ditentukan oleh sifat taraf faktor-faktor, maka dalam hal ini pun sifat taraf

faktor tetap dan acak akan menentukan statistik F untuk pengujian yang

diperlukan.

Asumsi lain yang berlaku dalam model acak ini adalah:

Ai ~ DNI (0, A2 ) ;

Bj ~ DNI (0, B2 ) ;

Ck ~ DNI (0, C2 ) ;

ABij ~ DNI (0, AB2 ) ;

ACik ~ DNI (0, AC2 ) ;

Universitas Sumatera Utara

Page 39: Chapter III Vii

BCjk ~ DNI (0, BC2 ) ;

ABCijk ~ DNI (0, ABC2 ) ;

Dan dari asumsi-asumsi di atas maka hipotesa nol yang dapat diuji adalah :

H01 : A2 = 0 ;

H02 : B2 = 0 ;

H03 : C2 = 0

H04 : AB2 = 0 ;

H05 : AC2 = 0 ;

H06 : BC2 = 0 ;

H07 : ABC2 = 0 ;

Maka semua hipotesis nol diatas dapat diuji dengan menggunakan:

F = AB/ABC untuk hipotesis H04

F = AC/ABC untuk hipotesis H05

F = BC/ABC untuk hipotesis H06

F = ABC/E untuk hipotesis H07

Sedangkan untuk H01, H02, H03 tidak ada uji eksak yang dapat digunakan.

Daerah kritisnya ditentukan oleh:

F ((a – 1)(b – 1), (a – 1)(b – 1)(c – 1)) untuk hipotesis H04,

F ((a – 1)(c – 1), (a – 1)(b – 1)(c – 1)) untuk hipotesis H05,

F ((b – 1)(c – 1), (a – 1)(b – 1)(c – 1)) untuk hipotesis H06, dan

F((a – 1)(b – 1)(c – 1), abc(n – 1)) untuk hipotesis H07

Kriterianya adalah tolak hipotesis nol jika F ini terlalu kecil.

Daftar ANAVA untuk desain eksperimen faktorial a x b x c dapat dilihat dalam

Tabel 3.4. berikut.

Universitas Sumatera Utara

Page 40: Chapter III Vii

Tabel 3.4. Daftar ANAVA Desain Eksperimen Faktorial a x b x c Desain Acak Sempurna (n observasi tiap sel)

3.8.5. Tahap Pengendalian (Control)

Pengendalian merupakan tahap operasional terkahir dalam six sigma. Pada

tahap ini ketika sebuah proses dapat ditingkatkan atau perlu diperbaikai, maka

langkah-langkah perbaikan yang telah didapat perlu didokumentasikan dan

disebarluaskan, praktik-praktik terbaik yang sukses dalam meningkatkan kualitas

perlu distandarisasikan dan disebarluaskan. Ukuran-ukuran baru yang telah

diperoleh dapat dijadikan dasar dalam peningkatan kualitas secara terus-menerus.

Sumber Variasi Dk JK KT F

Rata-rata Perlakuan: A B C

1 a – 1 b – 1 c – 1

Ry Ay By Cy

R A B C

Tidak ada uji eksak yang dapat digunakan

Universitas Sumatera Utara

Page 41: Chapter III Vii

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Ditinjau dari tujuannya, penelitian ini termasuk penelitian terapan (applied

research) dimana penelitian ini ditujukan untuk menyelesaikan permasalahan

yang terjadi di perusahaan yang menjadi objek penelitian. Jika ditinjau dari

metode yang digunakan, maka penelitian ini merupakan penelitian deskriptif

dimana penelitian ini ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan

setiap variabel yang mempengaruhi masalah yang ada sekarang secara sistematis

dan faktual. Hasil rancangan yang diberikan dalam penelitian ini akan diusulkan

dan dibandingkan terhadap keadaan aktual yang ada.

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan usulan perbaikan dengan

mengurangi waste (pemborosan) yang terjadi selama proses produksi berlangsung

sehingga dapat meningkatkan kecepatan proses produksi dan kualitas produk

Ribeed Smoke Sheet yang dihasilkan oleh perusahaan. Selain itu, juga dilakukan

estimasi nilai peningkatan yang dapat dicapai oleh perusahaan melalui usulan

perbaikan tersebut.

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di pabrik Karet PT. Perkebunan Nusantara II Batang

Serangan yang beralamat di Jl. Batang Serangan Kabupaten Langkat Sumatera

Universitas Sumatera Utara

Page 42: Chapter III Vii

Utara. Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan bulan Maret

2011.

4.3. Kerangka Berfikir

Penelitian dapat dilaksanakan apabila tersedianya sebuah perancangan

kerangka berpikir sehingga langkah-langkah penelitian lebih sistematis. Penelitian

ini diawali dengan menganalisis dan mengidentifikasi faktor-faktor yang

menyebabkan rendahnya kapabilitas proses yang disebabkan karena besarnya

jumlah produk cacat di lantai produksi dan hal ini menyebabkan pemborosan

biaya yang cukup besar karena produk cacat sebagai parameter tujuan penelitian.

Untuk penyelesaian permasalahan tersebut digunakan metodologi six

sigma yaitu define, measure, analyze, improve dan control. Dengan metodologi ini

maka akan dicapai tujuan sebagai berikut :

1. Menentukan prioritas produk cacat berdasarkan CTQ, kapabilitas proses dan

persentase frekuensi produk cacat departemen

3. Menganalisis penyebab kecacatan dengan menggunakan Failure Mode and

Effect Analysis (FMEA)

4. Menentukan prioritas penyelesaian penyebab permasalahan berdasarkan Risk

Priority Number (RPN)

5. Membuat usulan perbaikan untuk setiap penyebab permasalahan yang telah

dipilih

Hasil akhir dari penelitian ini adalah didapat recommended action (usulan

perbaikan) yang dapat digunakan untuk mengurangi jumlah produk cacat yang

Universitas Sumatera Utara

Page 43: Chapter III Vii

pada akhirnya dapat meningkatkan kapabilitas proses dan juga mengurangi

pemborosan biaya akibat produk cacat. Adapun kerangka berpikir penelitian ini

ditunjukkan pada Gambar 4.1.

Permasalahan

1. Besarnya rata-rata jumlah produk cacat per bulannya

Tujuan Yang Dicapai

1. Meningkatkan kualitas produk dengan mengurangi jumlah kecacatan produksi melalui analitis penyebab terjadinya kecacatan agar kualitas produk yang dihasilkan sesuai dengan permintaan pasar

2. Memberikan usulan perbaikan terhadap keadaan sekarang dengan menggunakan six sigma DMAIC (Define,Measure,Analyze,Improve,Control) untuk menyelesaikan masalah di perusahaan

Langkah-Langkah Pemecahan Masalah1. Analitis dan identifikasi faktor-faktor kecacatan

produk2. Pengumpulan data berupa jumlah kecacatan yang

terjadi selama produksi berlangsung 3. Perumusan alternatif pemecahan masalah melalui

pendekatan six sigma dengan DMAIC4. Rancangan pemecahan masalah dengan pemberian

usulan perbaikan terhadap kualitas produk5. estimasi nilai peningkatan yang dicapai oleh

perusahaan melalui usulan perbaikan tersebut

Six

Gambar 4.1. Kerangka Berpikir Penelitian

4.4. Pengumpulan Data

Data yang diperlukan untuk penelitian ini diperoleh dari data primer dan

data sekunder, yang masing-masing dijabarkan sebagai berikut:

1. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari pengamatan dan penelitian

secara langsung di lapangan. Adapun yang termasuk data primer meliputi :

a. Uraian proses produksi pembuatan Ribbed Smoke Sheet.

b. Pernyataan ahli yang diperoleh dengan wawancara langsung dengan

supervisor dan leader departemen.

Universitas Sumatera Utara

Page 44: Chapter III Vii

c. Nilai severity, occurance, detection yang diperoleh dengan wawancara

langsung dengan supervisor dan leader departemen.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang tidak langsung diamati oleh peneliti. Data

ini termasuk dokumentasi perusahaan, hasil penelitian yang pernah dilakukan, dan

data lainnya, seperti :

a. Data jumlah produksi.

b. Data jenis kecacatan.

c. Data jumlah produk cacat tiap stasiun kerja.

4.5. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Melakukan studi literatur lain yang dapat memberikan masukan dalam

pemecahan masalah.

b. Melihat buku-buku laporan administrasi serta catatan-catatan atau

dokumentasi dari perusahaan yang berhubungan dengan kegiatan penelitian.

c. Melakukan wawancara dan brainstorming mengenai permasalahan dan

pemecahan permasalahan yang ada.

d. Melakukan observasi langsung di lantai produksi.

4.6. Pengolahan Data

Universitas Sumatera Utara

Page 45: Chapter III Vii

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Six Sigma dengan

metode DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control). Tahapan-tahapan

dari metode DMAIC yang digunakan dalam pengolahan data adalah tahap Define

dan tahap Measure yang dijelaskan sebagai berikut :

1. Tahap Define

Pada tahap ini dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Pernyataan tujuan pemilihan proyek six sigma

b. Penentuan criteria pemilihan proyek six sigma

c. Penggambaran alur proses produksi dengan menggunakan Operation

Process Chart (OPC).

d. Pendefenisian karateristik kualitas Critical to Quality (CTQ)

2. Tahap Measure

Pada tahap ini dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Mengidentifikasi standar performansi perusahaan melalui perhitungan

nilai sigma (sigma level) dan tingkat Defect Per Million Opportuunity

(DPMO).

b. Pemilihan karateristik CTQ yang dominant dengan menggunakan diagram

Pareto untuk dijadikan prioritas dalam penyelesaian masalah.

c. Mengidentifikasi kestabilan pada proses produksi menggunakan peta

control p.

Universitas Sumatera Utara

Page 46: Chapter III Vii

3. Analyze

a. Tahap ini dilakukan analisis penyebab terjadinya cacat pada produk

dengan terlebih dahulu mengidentifikasi faktor-faktor penyebab yang

potensial menggunakan Cause & Effect Diagram.

b. Menggunakan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) untuk

menganalisis resiko kegagalan pada proses maupun produk yang

berpengaruh/berdampak langsung terhadap tingkat kualitas produk ribbed

smoke sheet dengan menentukan nilai Risk Priority Number (RPN).

4. Improve

Tahap ini direncanakan tindakan perbaikan untuk mengatasi atau mencegah

terjadinya cacat pada produk. Rekomendasi tindakan perbaikann berdasarkan

hasil analisis yang diperoleh dari fase analyze berupa faktor-faktor potensial

penyebab terjadinya produk cacat.

5. Control

Ini merupakan tahap analisis terakhir yang menekankan pada penyebarluasan

dari tindakan perbaikan yang akan dilakukan. Control dilakukan setelah

rekomendasi tindakan perbaikan diimplementasikan dan memberikan

peningkatan yang signifikan terhadap proses dan produk..

4.7. Metode Analisis Pemecahan Masalah

Analisis pemecahan masalah dilakukan terhadap setiap hasil pengolahan

data dari metode DMAIC yang berkaitan dengan masalah pemborosan (waste)

dan kualitas produk yang terjadi selama proses produksi berlangsung. Kemudian

Universitas Sumatera Utara

Page 47: Chapter III Vii

membandingkan kondisi tersebut dengan standard-standard yang ada dan kondisi

ideal yang seharusnya dipenuhi.

4.8. Kesimpulan dan Saran

Bagian ini memberikan kesimpulan apa yang diperoleh selama penelitian.

Dan saran-saran yang berkaitan dengan rencana perbaikan yang dapat diterapkan

oleh perusahaan.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada blok diagram langkah-langkah

penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Universitas Sumatera Utara

Page 48: Chapter III Vii

Mulai

Studi Pendahuluan

Studi LapanganBesarnya jumlah produk cacatBesarnya pemborosan biaya akibat produk cacat

Perumusan Masalah :Jumlah produk cacat di PTPN. II Kebun Batang Serangan telah menjadi permasalahan yang serius karena telah menyebabkan pemborosan biaya yang cukup besar

Tujuan Penelitian:1. Analisis dan identifikasi faktor-faktor kecacatan produk2. Perumusan alternatif pemecahan masalah melalui pendekatan six sigma

dengan DMAIC3. Rancangan pemecahan masalah dengan pemberian usulan perbaikan terhadap

kualitas produk.

Pengumpulan Data

Data Sekunder:•Data jumlah produksi (dari laporan input-ouput)•Data jenis kecacatan tiap stasiun kerja (dari laporan reject)•Data jumlah produk cacat tiap stasiun kerja (dari laporan reject)•Data jumlah produk cacat tiap jenis kecacatan (dari laporan reject)

Data Primer

• Uraian proses produksi (metode pengamatan langsung)

Pengolahan Data

•Rekapitulasi Jumlah Produk Cacat•Run Chart Jumlah Produk Cacat•Histogram•Pengukuran nilai DPMO dan nilai sigma•Uji kenormalan data•Membuat peta control•Menghitung kapabilitas proses

Analisa Pemecahan Masalah

Define•Pemetaan Proses Produksi•Identifikasi Karakteristik Kualitas (CTQ)

•Diagram SIPOC•Diagram Alir Proses Produksi•Diagram Pareto

Measure• Pengukuran Kapabilitas Sigma• Pemilihan Karakteristik Kualitas (CTQ) Kunci

• Diagram Pareto

Analyze• Failure Mode• Target Pencapaian Sigma

• FMEA

• FMEAImprove• Usulan Perbaikan

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 4.2. Blok Diagram Langkah-langkah Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Page 49: Chapter III Vii

BAB V

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data meliputi jumlah produk cacat mulai bulan Mei 2010

sampai bulan April 2011. Data berupa jumlah produksi dan jumlah produk cacat.

Data diperoleh dari dokumentasi perusahaan.

5.1.1. Data Produksi

Jumlah produksi PTPN. II Kebun Batang Serangan dapat dilihat pada

Tabel 5.1 sebagai berikut :

Tabel 5.1. Jumlah Produksi Ribbed Smoke Sheet (RSS) Periode April 2010 – Mei 2011

No. Periode Jumlah Produksi (Kg)1 Mei 2010 92135 2 Juni 2010 126445 3 Juli 2010 112525 4 Agt 2010 129155 5 Sept 2010 78335 6 Okt 2010 72480 7 Nov 2010 49015 8 Des 2010 42660 9 Jan 2011 58415 10 Feb 2011 72445 11 Mar 2011 77570 12 Apr 2011 77845

Sumber Data Produksi PTPN. II Batang Serangan

5.1.2. Data Cacat Per Bulan

Data jenis cacat yang diperoleh pada periode Mei 2010 – April 2011, dapat

dilihat pada Tabel 5.2. dibawah ini :

Universitas Sumatera Utara

Page 50: Chapter III Vii

Tabel 5.2. Jumlah Produk Cacat Ribbed Smoke Sheet (dalam satuan kg)

No. Bulan Kecacatan

KO HO GU GK S 1 Mei 2010 1482 530 1621 262 717 2 Juni 2010 3525 789 1253 156 1828 3 Juli 2010 3436 712 2712 2152 1589 4 Agt 2010 3067 1146 2591 2183 1755 5 Sept. 2010 2225 934 1212 1755 1124 6 Okt. 2010 1863 112 1607 1373 574 7 Nov. 2010 2021 1176 1166 1713 644 8 Des. 2010 2239 1453 179 1161 195 9 Jan.2011 2348 1012 1423 1046 466 10 Feb.2011 2828 1715 1319 985 630 11 Maret 2010 2792 1914 2637 1091 1261 12 April 2010 1291 957 2085 659 713

Sumber Data Produksi PTPN. II Batang Serangan

Keterangan: KO : Adanya Kotoran HO : Warna Tidak Homogen GU : Adanya Gelembung Udara GK : Terdapat Gumpalan Karet S : Lembaran Sheet Lengket 5.1.3. Data Parameter Kotoran

Data parameter kotoran dikumpulkan secara langsung dengan pembagian

subgroup per lori. Jumlah berat keseluruhan sheet per lori adalah 547 kg,

kemudian dihitung jumlah produk yang cacat per lori. Data yang diperoleh dapat

dilihat pada Tabel 5.3 berikut:

Tabel 5.3. Hasil Pengukuran Parameter Kotoran Subgroup Number

Number Inspected

Number Nonconforming

1 547.8 18.4 2 549.4 26.7 3 546.2 19.2 4 546.8 22.3 5 547.6 24.1 6 546.9 21.6

Universitas Sumatera Utara

Page 51: Chapter III Vii

Tabel 5.3. Hasil Pengukuran Parameter Kotoran (Lanjutan) Subgroup Number

Number Inspected

Number Nonconforming

7 543.1 20.5 8 540.9 23.8 9 546.5 18.7 10 543.7 24.1 11 542.8 18.9 12 549.3 21.1 13 548.9 19.3 14 545.6 19.7 15 548.3 18.5 16 547.9 21.2 17 544.7 20.1 18 546.1 21.1 19 545.8 19.1 20 545.3 22.0 21 544.1 18.4 22 547.8 20.8 23 545.9 18.6 24 546.4 19.5 25 548.6 19.3

5.1.4. Data Parameter Gelembung Udara

Data parameter gelembung udara dikumpulkan secara langsung dengan

pembagian subgroup per lori. Jumlah berat keseluruhan sheet per lori adalah 547

kg, kemudian dihitung jumlah produk yang cacat per lori. Data yang diperoleh

dapat dilihat pada Tabel 5.4 berikut:

Tabel 5.4. Hasil Pengukuran Parameter Gelembung Udara Subgroup Number

Number Inspected

Number Nonconforming

1 547.8 20.2 2 549.4 24.6 3 546.2 18.3 4 546.8 17.7 5 547.6 21.4 6 546.9 19.8 7 543.1 18.5 8 540.9 19.2

Universitas Sumatera Utara

Page 52: Chapter III Vii

Tabel 5.4. Hasil Pengukuran Parameter Gelembung Udara (Lanjutan) Subgroup Number

Number Inspected

Number Nonconforming

9 546.5 20.1 10 543.7 15.3 11 542.8 23.1 12 549.3 19.2 13 548.9 18.4 14 545.6 18.4 15 548.3 19.5 16 547.9 18.9 17 544.7 21.4 18 546.1 20.0 19 545.8 19.7 20 545.3 22.3 21 544.1 15.3 22 547.8 16.8 23 545.9 17.5 24 546.4 18.7 25 548.6 20.1

5.1.5. Data Parameter Gumpalan Karet

Data parameter gumpalan karet dikumpulkan secara langsung dengan

pembagian subgroup per lori. Jumlah berat keseluruhan sheet per lori adalah 547

kg, kemudian dihitung jumlah produk yang cacat per lori. Data yang diperoleh

dapat dilihat pada Tabel 5.5 berikut:

Tabel 5.5. Hasil Pengukuran Parameter Gumpalan Karet Subgroup Number

Number Inspected

Number Nonconforming

1 547.8 19.5 2 549.4 15.3 3 546.2 16.7 4 546.8 18.3 5 547.6 18.0 6 546.9 17.2 7 543.1 16.9 8 540.9 17.0

Universitas Sumatera Utara

Page 53: Chapter III Vii

Tabel 5.5. Hasil Pengukuran Parameter Gumpalan Karet (Lanjutan) Subgroup Number

Number Inspected

Number Nonconforming

9 546.5 18.7 10 543.7 19.1 11 542.8 17.3 12 549.3 17.6 13 548.9 18.5 14 545.6 18.9 15 548.3 17.5 16 547.9 18.9 17 544.7 19.6 18 546.1 19.3 19 545.8 18.1 20 545.3 19.7 21 544.1 20.0 22 547.8 19.7 23 545.9 19.5 24 546.4 17.7 25 548.6 19.3

5.1.6. Data Jumlah Produk Cacat Berdasarkan Kecepatan Roll

Penggilingan, Faktor Lama Pembekuan dan Lama Pengasapan.

Data ini dikumpulkan secara langsung selama bulan Maret 2011 pada saat

penelitian berlangsung. Data yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 5.6 berikut:

Tabel 5.6. Jumlah Produk Cacat (kg) untuk Tiap Taraf Faktor Kecepatan

Roll Penggilingan

Lama Pembekuan 5.4 5.7 6 6.5

Lama Pengasapan Lama Pengasapan

Lama Pengasapan Lama Pengasapan

120 122 125 120 122 125 120 122 125 120 122 125

300 573 695 762 538 689 723 582 634 675 772 801 838 541 674 758 521 672 701 567 612 653 753 784 819

350 530 643 723 506 651 689 425 593 612 738 762 782 528 621 704 489 638 661 408 560 598 721 740 765

375 510 593 686 467 613 634 332 533 551 704 721 730 498 578 651 431 599 612 316 512 524 694 705 721

Universitas Sumatera Utara

Page 54: Chapter III Vii

5.2. Pengolahan Data

Pendekatan Six Sigma yang digunakan dalam sebuah proyek peningkatan

kualitas terdiri dari 5 fase yang disebut DMAIC (Define, Measure, Analize,

Improve, dan Control) yang merupakan sebuah tahapan proses yang sangat

sistematis dan mengacu pada fakta yang terjadi untuk melakukan perbaikan secara

terus-menerus. DMAIC digambarkan sebagai sebuah loop tertutup yang terus

berusaha mengeliminasi tahapan yang tidak produktif. Dalam setiap tahapan yang

dilakukan tersebut diaplikasikan tools Six Sigma.

5.2.1. Define (Tahap Pendefenisian)

5.2.1.1.Penentuan Tujuan dan Kriteria Pelaksanaan Six Sigma

Dalam tahap define yang mana merupakan tahap untuk menentukan tujuan

dan kriteria. Tujuan dari proyek six sigma yang akan dijalankan ini yaitu untuk

meningkatkan kualitas produk ribbed smoke sheet dengan meminimalisasi jumlah

produk cacat sampai pada tingkat terendah, dengan mengendalikan faktor-faktor

yang diindikasikan sebagai penyebab munculnya kecacatan produk. Sedangkan

kriteria pemilihan proyek Six Sigma yaitu mengendalikan jumlah cacat pada

produk yang memiliki persentase kecacatan terbesar dari total produk cacat.

Pada penelitian ini produk yang dihasilkan pada pabrik tempat penelitian

dilaksanakan hanyalah satu jenis produk yaitu Ribbed Smoke Sheet (RSS). Maka

yang menjadi fokus penelitian hanyalah produk tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Page 55: Chapter III Vii

5.2.1.2.Pemetaan Diagram Alir Proses Produksi

Pemetaan bertujuan untuk mengetahui dan mengidentifikasi proses

produksi Ribbed Smoke Sheet (RSS) secara umum. Salah satu alat pemetaan

yang efektif adalah diagram SIPOC. Diagram ini menunjukkan gambaran

umum perusahaan yang terdiri dari suppliers, inputs, processes, outputs dan

customers. Gambar 5.1 menampilkan diagram SIPOC PTP. Nusantara II Kebun

Batang Serangan.

Gambar 5.1. Diagram SIPOC (Supplier-Inputs-Process-Outputs-Customer)

Pemetaan ini juga menggunakan Operation Process Chart (OPC) untuk

memperlihatkan alur proses produksi. Pada gambar 5.2 menampilkan dengan

jelas alur proses produksi yang ada pada PTP. Nusantara II Kebun Batang

Serangan. Gambar 5.2 juga menunjukkan bahwa terdapat beberapa inspeksi

kualitas yang ada di antara departemen. Inspeksi kualitas dilakukan oleh

IPQC (In Process Quality Control) yang bertujuan untuk menjaga agar produk

cacat tidak diproses oleh departemen berikutnya bilamana kecacatan produk

Universitas Sumatera Utara

Page 56: Chapter III Vii

tersebut dianggap tidak dapat ditolerir. Inspeksi oleh IPQC ini dilakukan secara

manual dengan melihat secara langsung kecacatan yang terdapat pada Ribbed

Smoke Sheet (RSS).

Gambar 5.2. Operation Process Chart (OPC) Produk Ribbed Smoke Sheet

Universitas Sumatera Utara

Page 57: Chapter III Vii

5.2.1.3.Penentuan CTQ (Critical to Quality)

Penentuan Critical to Quality (CTQ) dilakukan dengan cara mengolah

suara pelanggan (voice of customer) menjadi bahasa kualitas yang dapat

merepresentasikan karakter produk utama yang diinginkan oleh pelanggan.

Dalam penelitian ini data jenis cacat yang dikelompokkan dapat dilihat

pada Tabel 5.7 sebagai berikut :

Tabel 5.7. CTQ Potensial Ribbed Smoke Sheet

No. Critical to Quality (CTQ) Keterangan

1. Adanya Kotoran Produk yang telah dilakukan proses pengasapan terdapat bercak noda pada setiap sisi lembaran sheet

2. Warna Tidak Homogen Proses pengasapan yang dilakukan tidak merata

3. Adanya Gelembung Udara Dalam lembaran sheet terdapat udara yang terperangkap

4. Terdapat Gumpalan Karet Pada proses penggilingan mesin, lembaran tidak tergiling sempurna, sehingga ada karet yang tergumpal

5. Lembaran Sheet Lengket Pada hari kedua proses pengasapan, lembaran hendaknya di balik agar karet yang masih basah bisa kering sempurna

5.2.2. Measure

5.2.2.1.Pengukuran DPMO (Defect Per Million Opportunities) dan Nilai

Sigma (σ).

Perhitungan besarnya nilai sigma produk dilakukan dengan menggunakan

rumus-rumus perhitungan sigma yang sudah baku, dan juga dengan menggunakan

tabel nilai sigma yang tersedia. Metode perhitungan sigma ini dipakai khususnya

untuk data yang bersifat diskrit. Sebelum dilakukan perhitungan nilai sigma, perlu

diketahui dahulu opportunity yang mempengaruhi nilai sigma tersebut.

Opportunity adalah kesempatan yang memungkinkan terjadinya cacat (defect).

Universitas Sumatera Utara

Page 58: Chapter III Vii

Semakin banyak opportunity yang dipergunakan, maka nilai sigmanya makin

besar. Hal ini memiliki pengaruh yang kurang baik terhadap upaya peningkatan

kualitas, sebab besarnya nilai sigma yang diperoleh tersebut bukanlah nilai sigma

yang sebenernya terjadi pada proses. Untuk itu, banyaknya opportunity yang

digunakan harus benar-benar dapat mewakili kondisi cacat yang terjadi. Nilai

DPMO untuk periode Mei 2010 diperoleh dengan menggunakan persamaan

berikut:

DPOM = 610 iesOpportunitUnit

Defect

= 610592.135

4.612

= 10.011,4 ≈ 10.011

Nilai sigma (σ) merupakan ukuran dari kinerja perusahaan yang

menggambarkan kemampuan dalam menghasilkan produk bebas cacat. Nilai σ

untuk periode Mei 2010 diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut:

Nilai (σ) = Normsinv 5.110

106

6

DPMO

= Normsinv 5.110

011.10106

6

= 3,82

Rekapitulasi hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 5.8 berikut :

Tabel 5.8. Nilai DPMO dan σ Produk Ribbed Smoke Sheet (RSS)

Periode Produksi Cacat Jumlah

CTQ DPMO Nilai σ

Mei 2010 92.135 4612 5 10.011 3.82 Juni 2010 126.445 7551 5 11.944 3.75 Juli 2010 112.525 10601 5 18.842 3.57

Universitas Sumatera Utara

Page 59: Chapter III Vii

Tabel 5.8. Nilai DPMO dan σ Produk Ribbed Smoke Sheet (RSS) (Lanjutan)

Periode Produksi Cacat Jumlah

CTQ DPMO Nilai σ

Agt.2010 129.155 10742 5 16.634 3.62 Sept. 2010 78.335 7250 5 18.510 3.58 Okt.2010 72.480 5529 5 15.257 3.66 Nov. 2010 49.015 6720 5 27.420 3.42 Des. 2010 42.660 5227 5 24.505 3.46 Jan. 2011 58.415 6295 5 21.553 3.52 Feb. 2011 72.445 7477 5 20.641 3.54 Mar. 2011 77.570 9695 5 24.997 3.46 Apr. 2011 77.845 5705 5 14.657 3.67

Proses 989.025 87404 5 17.675 3.60 5.2.2.2. Penentuan CTQ Potensial yang Dominan

Terdapat 5 CTQ potensial yang dapat menimbulkan kecacatan pada

produk. Dari kelima CTQ potensial tersebut terdapat beberapa jenis CTQ yang

bersifat dominant. Criteria CTQ dominant yaitu CTQ yang paling sering muncul

pada produk dengan persentase kecacatan terhadap seluruh jumlah CTQ paling

besar dan terjadi berulang. Persentase cacat untuk jenis cacat kotoran adalah:

% cacat = % 100 lcacat totaJumlah

CTQper cacat Jumlah

= % 100 404.87

117.29

= 33.31 %

Rekapitulasi persentase CTQ potensial untuk produk ribbed smoke sheet dapat

dilihat pada Tabel 5.9 berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 60: Chapter III Vii

Tabel 5.9. Rekapitulasi CTQ Potensial Produk Ribbed Smoke Sheet (RSS)

No.

CTQ Mei’1

0 Jun’1

0 Jul’10

Agt’10

Sept’10

Okt’10

Nov’10

Des’10

Jan’11

Feb’11

Mar’11

Apr’11

Jlh Cacat

% Cacat

1 Kotoran 1482 3525 3436 3067 2225 1863 2021 2239 2348 2828 2792 1291 29.117 33.31

2 Warna Tidak Homogen

530 789 712 1146 934 112 1176 1453 1012 1715 1914 957 12.450 14.24

3 Gelembung Udara 1621 1253 2712 2591 1212 1607 1166 179 1423 1319 2637 2085 19.805 22.66 4 Gumpalan Karet 262 156 2152 2183 1755 1373 1713 1161 1046 985 1091 659 14.536 16.63 5 Sheet Lengket 717 1828 1589 1755 1124 574 644 195 466 630 1261 713 11.496 13.15

Total 4612 7551 10601 10742 7250 5529 6720 5227 6295 7477 9695 5705 87.404 100,00

Setelah diperoleh nilai persentase untuk tiap jeniis CTQ, kemudian CTQ diurutkan mulai dari persentase yang terbesar dan

dhitung kumulatifnya seperti pada Tabel 5.10 berikut:

Tabel 5.10 Persentase Kumulatif CTQ Potensial Produk Ribbed Smoke Sheet (RSS)

No. CTQ Jumlah Cacat % Cacat % Kumulatif 1 Kotoran 29.117 33.31 33.31 2 Gelembung Udara 19.805 22.66 55.97 3 Gumpalan Karet 14.536 16.63 72.60 4 Warna Tidak Homogen 12.450 14.24 86.84 5 Sheet Lengket 11.496 13.15 100.00

Total 87.404 100.00

Universitas Sumatera Utara

Page 61: Chapter III Vii

Untuk mengetahui jenis kecacatan yang dominan digunakan diagram

Pareto seperti pada Gambar 5.3 berikut:

Diagram Pareto

29.117

19.805

14.53612.45 11.496

33.31

55.97

72.6

86.84

100

0

5

10

15

20

25

30

35

Kotoran Gelembung Udara Gumpalan Karet Warna TidakHomogen

Sheet Lengket

Jenis Cacat

Jum

lah

Cac

at

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Ku

mu

lati

f

Gambar 5.3. Diagram Pareto Jenis Kecacatan Produk Ribbed Smoke Sheet

Dari diagram pareto diatas dapat dilihat jenis cacat dengan persentase

terbesar yaitu untuk jenis cacat kotoran, gelembung udara, dan gumpalan karet.

Persentase kumulatif untuk ketiga jenis cacat tersebut mencapai 72,6 %. Nilai

tersebut sesuai dengan prinsip Pareto 80-20, dimana 80 % produk cacat

disebabkan oleh 20 % jenis kecacatan. Sehingga untuk mengurangi jumlah produk

cacat sampai tingkat 80% cukup dengan mengendalikan ketiga jenis cacat

tersebut. Sebab jika mengendalikan semua jenis kecacatan yang terjadi akan tidak

efisien karena akan memakan waktu, biaya dan tenaga yang sangat besar.

5.2.2.3. Perhitungan Kemampuan Proses (Process Capability)

5.2.2.3.1. Perhitungan Kemampuan Proses terhadap Parameter Kotoran

Sebelum kita menghitung kemampuan dari suatu proses, terlebih dahulu

kita memenuhi syarat kenormalan data dan kestabilan data (harus in control).

Universitas Sumatera Utara

Page 62: Chapter III Vii

Maka dilakukan pengujian kenormalan terhadap hasil pengamatan dan

menentukan batas kendali data.

A. Uji Kenormalan data untuk Parameter Kotoran

Langkah-langkah pengujian kenormalan data untuk parameter kotoran

dengan Kolmogorov-Smirnov Test adalah:

1. Data pengamatan diurutkan mulai dari nilai pengamatan terkecil sampai

pengamatan terbesar dan beri penomoran.

2. Setelah data pengamatan diurutkan maka selanjutnya menghitung nilai Fa(X)-

nya dengan:

Fa(X) = data total

datanomor

Contoh, data nomor 1 dan jumlah data 25, maka:

Fa(X) = 04,025

1

3. Hitung nilai Z

20,6813 25

032,517xi

n

1

nx i

σ = 1

)x - (1

2

n

xin

i = 125

895.112

= 2,1688

maka nilai Z untuk data pertama X1 = 18,4 adalah:

Z =

X iX =

1688,2

20,6813 - 8,41 -1,0518

Universitas Sumatera Utara

Page 63: Chapter III Vii

4. Dari nilai Z yang didapat, selanjutnya dicari Fe(X) dengan melihat tabel

distribusi normal atau menggunakan Microsoft Excel. Dalam hal ini untuk

mencari nilai Fe(X) menggunakan Microsoft Exel dengan formulasi:

= NORMDIST(-1,0518) = 0,1464

5. Hitung selisih nilai Fa(X) dengan Fe(X) dan diberi tanda mutlak, serta

notasikan dengan D.

Fa(X) = 0,0400; Fe(X) = 0,1348

D = │Fa(X) – Fe(X)│

= │0,0400 – 0,1464│

= 0.1064

Perhitungan dari pengujian kenormalan data untuk parameter kotoran

dapat dilihat pada Tabel 5.11.

Tabel 5.11. Uji Kenormalan Data dengan Kolmogorov-Smirnov Test untuk Parameter Kotoran

No. Jumlah Produk

Cacat (X) Fa(X) Z Fe(X) D = │Fa(X) – Fe(X)│

1 18.4 0.0400 -1.0518 0.1464 0.1064 2 18.4 0.0800 -1.0472 0.1475 0.0675 3 18.5 0.1200 -1.0057 0.1573 0.0373 4 18.6 0.1600 -0.9367 0.1745 0.0145 5 18.7 0.2000 -0.9135 0.1805 0.0195 6 18.9 0.2400 -0.8213 0.2057 0.0343 7 19.1 0.2800 -0.7511 0.2263 0.0537 8 19.2 0.3200 -0.6830 0.2473 0.0727 9 19.3 0.3600 -0.6369 0.2621 0.0979 10 19.3 0.4000 -0.6221 0.2669 0.1331 11 19.5 0.4400 -0.5589 0.2881 0.1519 12 19.7 0.4800 -0.4524 0.3255 0.1545 13 20.1 0.5200 -0.2614 0.3969 0.1231 14 20.5 0.5600 -0.0836 0.4667 0.0933

Universitas Sumatera Utara

Page 64: Chapter III Vii

Tabel 5.11. Uji Kenormalan Data dengan Kolmogorov-Smirnov Test untuk Parameter Kotoran (Lanjutan)

No. Jumlah Produk

Cacat (X) Fa(X) Z Fe(X) D = │Fa(X) – Fe(X)│

15 20.8 0.6000 0.0633 0.5252 0.0748 16 21.1 0.6400 0.1795 0.5712 0.0688 17 21.1 0.6800 0.1931 0.5765 0.1035 18 21.2 0.7200 0.2392 0.5945 0.1255 19 21.6 0.7600 0.4236 0.6641 0.0959 20 22.0 0.8000 0.6152 0.7308 0.0692 21 22.3 0.8400 0.7463 0.7723 0.0677 22 23.8 0.8800 1.4379 0.9248 0.0448 23 24.1 0.9200 1.5763 0.9425 0.0225 24 24.1 0.9600 1.5763 0.9425 0.0175 25 26.7 1.0000 2.7751 0.9972 0.0028 ∑ X = 517,032 Dmax = 0.1545

Langkah pengujian hipotesanya:

1. H0 : Data tersebut berdistribusi Normal

H1 : Data tersebut tidak berdistribusi Normal

2. Level of Significant (α) = 0,05

3. Wilayah kritis, D > Dα, dimana Dα (n : 25) = 0,624

4. Nilai D (Dmax) = 0,1545

5. Kesimpulan : H0 diterima, karena D (0,1545) < D α (0,624). Hal ini berarti

data parameter kotoran berdistribusi normal.

B. Penentuan Batas Kontrol (Batas Kendali)

Ini bertujuan untuk mengetahui apakah data telah berada di dalam batas

kendali (in control) sebagai syarat untuk perhitungan process capability. Adapun

contoh perhitungan Peta p pada subgroup 1 adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 65: Chapter III Vii

Total kecacatan (∑ np) = 517,032

Total inspeksi (∑n) = 13675

Total inspeksi subgrup 1 (np1) = 547

Total kecacatan subgrup 1 (np1) = 18,4

Maka proporsi kecacatan pada subgrup 1 adalah :

p = 0,03364 547,8

18,4

1

1

n

np

p = 0,03786 13656,4

517,032

n

np

UCL = 1

)1(3

n

ppp

UCL = 8,547

)03786,01(03786,0303786,0

= 0,03786 + 0,0244

= 0,06232

LCL = 1

)1(3

n

ppp

LCL = 8,547

)03786,01(03786,0303786,0

= 0,03786 – 0,0244

= 0,01346 ≈ 0

Universitas Sumatera Utara

Page 66: Chapter III Vii

Dari perhitungan batas kendali di atas, terlihat bahwa nilai dari LCL

adalah positif yaitu 0,01346. Nilai LCL yang positif ini dibuat menjadi nol karena

jika nilai proporsi dari suatu subgrup berada di bawah nilai LCL maka akan

dianggap out of control (diluar batas kendali), sedangkan dalam pengertian

pengendalian kualitas adalah suatu proses produksi dikatakan memiliki kualitas

baik apabila proporsi kecacatannya mendekati nol. Untuk menghindari masalah

seperti itu, maka batas kendali LCL yang positif ini dibuat menjadi nol.

Berdasarkan perhitungan nilai UCL dan LCL, terlihat bahwa proporsi kecacatan

(p) pada subgrup 1 masih berada dalam batas kontrol. Perhitungan np dan p dapat

dilihat pada Tabel 5.12 berikut:

Tabel 5.12. Perhitungan Batas Kontrol Peta p

Subgroup Total

Inspeksi (n)

Total Kecacatan

(np)

Proporsi Kecacatan

(p) LCL UCL Ket.

1 547.8 18.4 0.0336 0 0.0623 In Control 2 549.4 26.7 0.0486 0 0.0623 In Control3 546.2 19.2 0.0352 0 0.0624 In Control 4 546.8 22.3 0.0408 0 0.0623 In Control 5 547.6 24.1 0.0440 0 0.0623 In Control 6 546.9 21.6 0.0395 0 0.0623 In Control 7 543.1 20.5 0.0377 0 0.0624 In Control 8 540.9 23.8 0.0440 0 0.0625 In Control 9 546.5 18.7 0.0342 0 0.0624 In Control 10 543.7 24.1 0.0443 0 0.0624 In Control 11 542.8 18.9 0.0348 0 0.0624 In Control 12 549.3 21.1 0.0384 0 0.0623 In Control 13 548.9 19.3 0.0352 0 0.0623 In Control 14 545.6 19.7 0.0361 0 0.0624 In Control 15 548.3 18.5 0.0337 0 0.0623 In Control 16 547.9 21.2 0.0387 0 0.0623 In Control 17 544.7 20.1 0.0369 0 0.0624 In Control 18 546.1 21.1 0.0386 0 0.0624 In Control 19 545.8 19.1 0.0349 0 0.0624 In Control

Universitas Sumatera Utara

Page 67: Chapter III Vii

Tabel 5.12. Perhitungan Batas Kontrol Peta p (Lanjutan)

Subgroup Total

Inspeksi (n)

Total Kecacatan

(np)

Proporsi Kecacatan

(p) LCL UCL Ket.

20 545.3 22.0 0.0404 0 0.0624 In Control 21 544.1 18.4 0.0338 0 0.0624 In Control 22 547.8 20.8 0.0380 0 0.0623 In Control 23 545.9 18.6 0.0342 0 0.0624 In Control 24 546.4 19.5 0.0356 0 0.0624 In Control 25 548.6 19.3 0.0352 0 0.0623 In Control

Jumlah 13656.4 517,032

Dari perhitungan batas kontrol di atas, dapat disimpulkan bahwa

keseluruhan proporsi kecacatan pada subgrup berada dalam batas kontrol (in

control). sehingga perhitungan kapabilitas proses Quality Control ditunjukkan

oleh nilai tengah dari peta control. Jadi kapabilitas proses terhadap parameter

kotoran sebesar 100% x p = 100% x 0,03786 = 3,786 %. Adapun Peta p untuk

kecacatan kotoran dapat dilihat pada Gambar 5.4.

Peta p Jenis Cacat Kotoran

0.0000

0.0100

0.0200

0.0300

0.0400

0.0500

0.0600

0.0700

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Subgroup

Pro

po

rsi

Kec

acat

an

Gambar 5.4. Peta p untuk Kecacatan Kotoran

Universitas Sumatera Utara

Page 68: Chapter III Vii

5.2.2.3.2.Perhitungan Kemampuan Proses terhadap Parameter Gelembung

Udara.

Sebelum kita menghitung kemampuan dari suatu proses, terlebih dahulu

kita memenuhi syarat kenormalan data dan kestabilan data (harus in control).

Maka dilakukan pengujian kenormalan terhadap hasil pengamatan dan

menentukan batas kendali data.

A. Uji Kenormalan data untuk Parameter Gelembung Udara

Langkah-langkah pengujian kenormalan data untuk parameter gelembung

udara dengan Kolmogorov-Smirnov Test adalah:

3. Data pengamatan diurutkan mulai dari nilai pengamatan terkecil sampai

pengamatan terbesar dan beri penomoran.

4. Setelah data pengamatan diurutkan maka selanjutnya menghitung nilai Fa(X)-

nya dengan:

Fa(X) = data total

datanomor

Contoh, data nomor 1 dan jumlah data 25, maka:

Fa(X) = 04,025

1

3. Hitung nilai Z

19,376 25

40,484xi

n

1

nx i

σ = 1

)x - (1

2

n

xin

i = 125

086,111

= 2,1514

maka nilai Z untuk data pertama X1 = 15,3 adalah:

Universitas Sumatera Utara

Page 69: Chapter III Vii

Z =

X iX =

1514,2

19,376 - 85,31 -1,8946

4. Dari nilai Z yang didapat, selanjutnya dicari Fe(X) dengan melihat tabel

distribusi normal atau menggunakan Microsoft Excel. Dalam hal ini untuk

mencari nilai Fe(X) menggunakan Microsoft Exel dengan formulasi:

= NORMDIST(-1,8946) = 0,0291

5. Hitung selisih nilai Fa(X) dengan Fe(X) dan diberi tanda mutlak, serta

notasikan dengan D.

Fa(X) = 0,0400; Fe(X) = 0,0291

D = │Fa(X) – Fe(X)│

= │0,0400 – 0,0291│

= 0.0109

Perhitungan dari pengujian kenormalan data untuk parameter gelembung

udara dapat dilihat pada Tabel 5.13

Tabel 5.13. Uji Kenormalan Data dengan Kolmogorov-Smirnov Test untuk Parameter Gelembung Udara

No. Jumlah Produk

Cacat (X) Fa(X) Z Fe(X) D = │Fa(X) – Fe(X)│

1 15.3 0.0400 -1.8946 0.0291 0.0109 2 15.3 0.0800 -1.8946 0.0291 0.0509 3 16.8 0.1200 -1.1974 0.1156 0.0044 4 17.5 0.1600 -0.8720 0.1916 0.0316 5 17.7 0.2000 -0.7790 0.2180 0.0180 6 18.3 0.2400 -0.5001 0.3085 0.0685 7 18.4 0.2800 -0.4537 0.3250 0.0450 8 18.4 0.3200 -0.4537 0.3250 0.0050 9 18.5 0.3600 -0.4072 0.3419 0.0181 10 18.7 0.4000 -0.3142 0.3767 0.0233 11 18.9 0.4400 -0.2213 0.4124 0.0276

Universitas Sumatera Utara

Page 70: Chapter III Vii

Tabel 5.13. Uji Kenormalan Data dengan Kolmogorov-Smirnov Test untuk Parameter Gelembung Udara (Lanjutan)

No. Jumlah Produk

Cacat (X) Fa(X) Z Fe(X) D = │Fa(X) – Fe(X)│

12 19.2 0.4800 -0.0818 0.4674 0.0126 13 19.2 0.5200 -0.0818 0.4674 0.0526 14 19.5 0.5600 0.0576 0.5230 0.0370 15 19.5 0.6000 0.1506 0.5599 0.0401 16 18.9 0.6400 0.1971 0.5781 0.0619 17 21.4 0.6800 0.2900 0.6141 0.0659 18 20.0 0.7200 0.3365 0.6318 0.0882 19 20.1 0.7600 0.3365 0.6318 0.1282 20 20.1 0.8000 0.3830 0.6491 0.1509 21 20.2 0.8400 0.9408 0.8266 0.0134 22 21.4 0.8800 0.9408 0.8266 0.0534 23 21.4 0.9200 1.3591 0.9129 0.0071 24 22.3 0.9600 1.7310 0.9583 0.0017 25 23.1 1.0000 2.4282 0.9924 0.0076 ∑ X = 484,40 Dmax = 0.1509

Langkah pengujian hipotesanya:

1. H0 : Data tersebut berdistribusi Normal

H1 : Data tersebut tidak berdistribusi Normal

2. Level of Significant (α) = 0,05

3. Wilayah kritis, D > Dα, dimana Dα (n : 25) = 0,624

4. Nilai D (Dmax) = 0,1509

5. Kesimpulan : H0 diterima, karena D (0,1509) < D α (0,624). Hal ini berarti

data parameter kotoran berdistribusi normal.

Universitas Sumatera Utara

Page 71: Chapter III Vii

B. Penentuan Batas Kontrol (Batas Kendali)

Ini bertujuan untuk mengetahui apakah data telah berada di dalam batas

kendali (in control) sebagai syarat untuk perhitungan process capability. Adapun

contoh perhitungan Peta p pada subgroup 1 adalah sebagai berikut:

Total kecacatan (∑ np) = 484,40

Total inspeksi (∑n) = 13656,40

Total inspeksi subgrup 1 (np1) = 547,8

Total kecacatan subgrup 1 (np1) = 20,2

Maka proporsi kecacatan pada subgrup 1 adalah :

p = 0,0369 547,8

20,2

1

1

n

np

p = 0,03547 13656,4

484,40

n

np

UCL = 1

)1(3

n

ppp

UCL = 8,547

)03547,01(03547,0303547,0

= 03547,0 + 0,02370

= 0,0592

LCL = 1

)1(3

n

ppp

LCL = 8,547

)03547,01(03547,0303547,0

= 0,03786 – 0,02370

= 0,0118 ≈ 0

Universitas Sumatera Utara

Page 72: Chapter III Vii

Dari perhitungan batas kendali di atas, terlihat bahwa nilai dari LCL

adalah positif yaitu 0,0118. Nilai LCL yang positif ini dibuat menjadi nol karena

jika nilai proporsi dari suatu subgrup berada di bawah nilai LCL maka akan

dianggap out of control (diluar batas kendali), sedangkan dalam pengertian

pengendalian kualitas adalah suatu proses produksi dikatakan memiliki kualitas

baik apabila proporsi kecacatannya mendekati nol. Untuk menghindari masalah

seperti itu, maka batas kendali LCL yang positif ini dibuat menjadi nol.

Berdasarkan perhitungan nilai UCL dan LCL, terlihat bahwa proporsi kecacatan

(p) pada subgrup 1 masih berada dalam batas kontrol. Perhitungan np dan p dapat

dilihat pada Tabel 5.14 berikut:

Tabel 5.14. Perhitungan Batas Kontrol Peta p

Subgroup Total

Inspeksi (n)

Total Kecacatan

(np)

Proporsi Kecacatan

(p) LCL UCL Ket.

1 547.8 20.2 0.0369 0 0.0592 In Control 2 549.4 24.6 0.0448 0 0.0591 In Control3 546.2 18.3 0.0335 0 0.0592 In Control 4 546.8 17.7 0.0324 0 0.0592 In Control 5 547.6 21.4 0.0391 0 0.0592 In Control 6 546.9 19.8 0.0362 0 0.0592 In Control 7 543.1 18.5 0.0341 0 0.0593 In Control 8 540.9 19.2 0.0355 0 0.0593 In Control 9 546.5 20.1 0.0368 0 0.0592 In Control 10 543.7 15.3 0.0281 0 0.0593 In Control 11 542.8 23.1 0.0426 0 0.0593 In Control 12 549.3 19.2 0.0350 0 0.0591 In Control 13 548.9 18.4 0.0335 0 0.0592 In Control 14 545.6 18.4 0.0337 0 0.0592 In Control 15 548.3 19.5 0.0356 0 0.0592 In Control 16 547.9 18.9 0.0345 0 0.0592 In Control 17 544.7 21.4 0.0393 0 0.0592 In Control 18 546.1 20 0.0366 0 0.0592 In Control 19 545.8 19.7 0.0361 0 0.0592 In Control

Universitas Sumatera Utara

Page 73: Chapter III Vii

Tabel 5.14. Perhitungan Batas Kontrol Peta p (Lanjutan)

Subgroup Total

Inspeksi (n)

Total Kecacatan

(np)

Proporsi Kecacatan

(p) LCL UCL Ket.

20 545.3 22.3 0.0409 0 0.0592 In Control 21 544.1 15.3 0.0281 0 0.0593 In Control 22 547.8 16.8 0.0307 0 0.0592 In Control 23 545.9 17.5 0.0321 0 0.0592 In Control 24 546.4 18.7 0.0342 0 0.0592 In Control 25 548.6 20.1 0.0366 0 0.0592 In Control

Jumlah 13656.4 484,40

Dari perhitungan batas kontrol di atas, dapat disimpulkan bahwa

keseluruhan proporsi kecacatan pada subgrup berada dalam batas kontrol (in

control). sehingga perhitungan kapabilitas proses Quality Control ditunjukkan

oleh nilai tengah dari peta control. Jadi kapabilitas proses terhadap parameter

kotoran sebesar 100% x p = 100% x 0,03547 = 3,547 %. Adapun Peta p untuk

kecacatan kotoran dapat dilihat pada Gambar 5.5.

Peta p Jenis Cacat Gelembung Udara

0.0000

0.0100

0.0200

0.0300

0.0400

0.0500

0.0600

0.0700

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Subgroup

Pro

po

rsi

Kec

acat

an

Gambar 5.5. Peta p untuk Kecacatan Gelembung Udara

Universitas Sumatera Utara

Page 74: Chapter III Vii

5.2.2.3.3. Perhitungan Kemampuan Proses terhadap Parameter Gumpalan

Karet.

Sebelum kita menghitung kemampuan dari suatu proses, terlebih dahulu

kita memenuhi syarat kenormalan data dan kestabilan data (harus in control).

Maka dilakukan pengujian kenormalan terhadap hasil pengamatan dan

menentukan batas kendali data.

A. Uji Kenormalan data untuk Parameter Gumpalan Karet

Langkah-langkah pengujian kenormalan data untuk parameter gumpalan

karet dengan Kolmogorov-Smirnov Test adalah:

5. Data pengamatan diurutkan mulai dari nilai pengamatan terkecil sampai

pengamatan terbesar dan beri penomoran.

6. Setelah data pengamatan diurutkan maka selanjutnya menghitung nilai Fa(X)-

nya dengan:

Fa(X) = data total

datanomor

Contoh, data nomor 1 dan jumlah data 25, maka:

Fa(X) = 04,025

1

3. Hitung nilai Z

18,3320 25

3,458xi

n

1

nx i

σ = 1

)x - (1

2

n

xin

i = 125

9544,33

= 1,1894

maka nilai Z untuk data pertama X1 = 15,3 adalah:

Universitas Sumatera Utara

Page 75: Chapter III Vii

Z =

X iX =

1894,1

18,332 - 5,31 -2,5491

4. Dari nilai Z yang didapat, selanjutnya dicari Fe(X) dengan melihat tabel

distribusi normal atau menggunakan Microsoft Excel. Dalam hal ini untuk

mencari nilai Fe(X) menggunakan Microsoft Exel dengan formulasi:

= NORMDIST(-2,5491) = 0,0054

5. Hitung selisih nilai Fa(X) dengan Fe(X) dan diberi tanda mutlak, serta

notasikan dengan D.

Fa(X) = 0,0400; Fe(X) = 0,0054

D = │Fa(X) – Fe(X)│

= │0,0400 – 0,0054│

= 0.0346

Perhitungan dari pengujian kenormalan data untuk parameter gumpalan

karet dapat dilihat pada Tabel 5.15 berikut:

Tabel 5.15. Uji Kenormalan Data dengan Kolmogorov-Smirnov Test untuk Parameter Gumpalan Karet

No. Jumlah Produk

Cacat (X) Fa(X) Z Fe(X) D = │Fa(X) – Fe(X)│

1 15.3 0.0400 -2.5491 0.0054 0.0346 2 16.7 0.0800 -1.3721 0.0850 0.0050 3 16.9 0.1200 -1.2039 0.1143 0.0057 4 17.0 0.1600 -1.1199 0.1314 0.0286 5 17.2 0.2000 -0.9517 0.1706 0.0294 6 17.3 0.2400 -0.8676 0.1928 0.0472 7 17.5 0.2800 -0.6995 0.2421 0.0379 8 17.6 0.3200 -0.6154 0.2691 0.0509 9 17.7 0.3600 -0.5313 0.2976 0.0624 10 18.0 0.4000 -0.2791 0.3901 0.0099 11 18.1 0.4400 -0.1950 0.4227 0.0173 12 18.3 0.4800 -0.0269 0.4893 0.0093

Tabel 5.15. Uji Kenormalan Data dengan Kolmogorov-Smirnov Test untuk

Parameter Gumpalan Karet (Lanjutan)

Universitas Sumatera Utara

Page 76: Chapter III Vii

No. Jumlah Produk

Cacat (X) Fa(X) Z Fe(X) D = │Fa(X) – Fe(X)│

13 18.5 0.5200 0.1412 0.5562 0.0362 14 18.7 0.5600 0.3094 0.6215 0.0615 15 18.9 0.6000 0.4775 0.6835 0.0835 16 18.9 0.6400 0.4775 0.6835 0.0435 17 19.1 0.6800 0.6457 0.7408 0.0608 18 19.3 0.7200 0.8138 0.7921 0.0721 19 19.3 0.7600 0.8138 0.7921 0.0321 20 19.5 0.8000 0.9820 0.8369 0.0369 21 19.5 0.8400 0.9820 0.8369 0.0031 22 19.6 0.8800 1.0660 0.8568 0.0232 23 19.7 0.9200 1.1501 0.8750 0.0450 24 19.7 0.9600 1.1501 0.8750 0.0850 25 20.0 1.0000 1.4023 0.9196 0.0804 ∑ X = 458,30 Dmax = 0.0850

Langkah pengujian hipotesanya:

1. H0 : Data tersebut berdistribusi Normal

H1 : Data tersebut tidak berdistribusi Normal

2. Level of Significant (α) = 0,05

3. Wilayah kritis, D > Dα, dimana Dα (n : 25) = 0,624

4. Nilai D (Dmax) = 0,0850

5. Kesimpulan : H0 diterima, karena D (0,0850) < D α (0,624). Hal ini berarti

data parameter kotoran berdistribusi normal.

B. Penentuan Batas Kontrol (Batas Kendali)

Ini bertujuan untuk mengetahui apakah data telah berada di dalam batas

kendali (in control) sebagai syarat untuk perhitungan process capability. Adapun

contoh perhitungan Peta p pada subgroup 1 adalah sebagai berikut:

Total kecacatan (∑ np) = 458,30

Universitas Sumatera Utara

Page 77: Chapter III Vii

Total inspeksi (∑n) = 13656,40

Total inspeksi subgrup 1 (np1) = 547,8

Total kecacatan subgrup 1 (np1) = 19,5

Maka proporsi kecacatan pada subgrup 1 adalah :

p = 0,0356 547,8

19,5

1

1

n

np

p = 0,03356 13656,4

458,30

n

np

UCL = 1

)1(3

n

ppp

UCL = 8,547

)03356,01(03356,0303356,0

= 03356,0 + 0,02308

= 0,0566

LCL = 1

)1(3

n

ppp

LCL = 8,547

)03356,01(03356,0303356,0

= 03356,0 - 0,02308

= 0,0105 ≈ 0

Dari perhitungan batas kendali di atas, terlihat bahwa nilai dari LCL

adalah positif yaitu 0,0105. Nilai LCL yang positif ini dibuat menjadi nol karena

jika nilai proporsi dari suatu subgrup berada di bawah nilai LCL maka akan

dianggap out of control (diluar batas kendali), sedangkan dalam pengertian

pengendalian kualitas adalah suatu proses produksi dikatakan memiliki kualitas

Universitas Sumatera Utara

Page 78: Chapter III Vii

baik apabila proporsi kecacatannya mendekati nol. Untuk menghindari masalah

seperti itu, maka batas kendali LCL yang positif ini dibuat menjadi nol.

Berdasarkan perhitungan nilai UCL dan LCL, terlihat bahwa proporsi kecacatan

(p) pada subgrup 1 masih berada dalam batas kontrol. Perhitungan np dan p dapat

dilihat pada Tabel 5.16 berikut:

Tabel 5.16. Perhitungan Batas Kontrol Peta p

Subgroup Total

Inspeksi (n)

Total Kecacatan

(np)

Proporsi Kecacatan

(p) LCL UCL Ket.

1 547.8 19.5 0.0356 0 0.0566 In Control 2 549.4 15.3 0.0278 0 0.0566 In Control 3 546.2 16.7 0.0306 0 0.0567 In Control 4 546.8 18.3 0.0335 0 0.0567 In Control 5 547.6 18 0.0329 0 0.0566 In Control 6 546.9 17.2 0.0314 0 0.0567 In Control 7 543.1 16.9 0.0311 0 0.0567 In Control 8 540.9 17 0.0314 0 0.0568 In Control 9 546.5 18.7 0.0342 0 0.0567 In Control 10 543.7 19.1 0.0351 0 0.0567 In Control 11 542.8 17.3 0.0319 0 0.0567 In Control 12 549.3 17.6 0.0320 0 0.0566 In Control 13 548.9 18.5 0.0337 0 0.0566 In Control 14 545.6 18.9 0.0346 0 0.0567 In Control 15 548.3 17.5 0.0319 0 0.0566 In Control 16 547.9 18.9 0.0345 0 0.0566 In Control 17 544.7 19.6 0.0360 0 0.0567 In Control 18 546.1 19.3 0.0353 0 0.0567 In Control 19 545.8 18.1 0.0332 0 0.0567 In Control 20 545.3 19.7 0.0361 0 0.0567 In Control 21 544.1 20 0.0368 0 0.0567 In Control 22 547.8 19.7 0.0360 0 0.0566 In Control 23 545.9 19.5 0.0357 0 0.0567 In Control 24 546.4 17.7 0.0324 0 0.0567 In Control 25 548.6 19.3 0.0352 0 0.0566 In Control

Jumlah 13656.4 458,30

Dari perhitungan batas kontrol di atas, dapat disimpulkan bahwa

keseluruhan proporsi kecacatan pada subgrup berada dalam batas kontrol (in

Universitas Sumatera Utara

Page 79: Chapter III Vii

control). sehingga perhitungan kapabilitas proses Quality Control ditunjukkan

oleh nilai tengah dari peta control. Jadi kapabilitas proses terhadap parameter

kotoran sebesar 100% x p = 100% x 0,03356 = 3,356 %. Adapun Peta p untuk

kecacatan kotoran dapat dilihat pada Gambar 5.6.

Peta p Jenis Cacat Gumpalan Karet

0.0000

0.0100

0.0200

0.0300

0.0400

0.0500

0.0600

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Subgroup

Pro

po

rsi

Kec

acat

an

Gambar 5.6. Peta p untuk Kecacatan Gumpalan Karet

5.2.3. Analisis (analyze)

Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap faktor-faktor penyebab

terjadinya cacat dominan pada produk ribbed smoke sheet. Analisis menggunakan

Cause and Effect Diagram dan Failure Mode & Effect Analysis (FMEA).

5.2.3.1.Analisis Cause & Effect Diagram

Diagram sebab-akibat (Cause-Effect Diagram) dikenal dengan istilah

diagram tulang ikan (fishbone diagram). Diagram ini berguna untuk menganalisis

dan menentukan faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan di dalam

menentukan karakteristik kualitas produk berdasarkan kategori rasional.

Universitas Sumatera Utara

Page 80: Chapter III Vii

Disamping itu juga berguna untuk mencari penyebab yang sesungguhnya dari

suatu masalah.

5.2.3.1.1. Cause and Effect Diagram Adanya Kotoran

Dari Pareto Diagram terlihat bahwa jumlah kecacatan terbesar terjadi

pada KO yaitu dengan 29,117 kg. Dengan demikian dilakukan analisis penyebab

kesalahan pada jenis kesalahan tersebut dengan menggunakan Cause and Effect

Diagram, seperti terlihat pada Gambar 5.7.

Kotoran

Banyaknya Debu

Lingkungan KerjaBahan Baku

Mutu Kurang Baik

Manusia

Kurangnya ketelitian

Mesin / Peralatan

Mesin / Peralatan Kotor

Gambar 5.7. Cause and Effect Diagram Kotoran

Penyebab terjadinya cacat kotoran adalah :

1. Bahan Baku

Bahan baku yang diterima tidak sesuai standard, banyak terdapat kotoran.

2. Lingkungan Kerja

Keadaan lingkungan kerja pada saat pencetakan banyak debu yang

berterbangan sehingga tercampur kedalam tangki pencetakan.

Universitas Sumatera Utara

Page 81: Chapter III Vii

3. Manusia

Pekerja kurang konsentrasi pada saat penyaringan sewaktu pencetakan,

sehingga kotoran yang ada tidak benar-benar tersaring.

4. Mesin / Peralatan

Mesin / peralatan tidak terawat dengan baik, sehingga banyak terdapat karat

pada sisi-sisi mesin.

5.2.3.1.2. Cause and Effect Diagram Adanya Gelembung Udara

Dari Pareto Diagram terlihat bahwa jumlah kecacatan terbesar terjadi

pada GU yaitu dengan 214.16 kecacatan. Dengan demikian dilakukan analisis

penyebab kesalahan pada jenis kesalahan tersebut dengan menggunakan Cause

and Effect Diagram, seperti terlihat pada Gambar 5.8.

Manusia

Gelembung Udara

Kurangnya ketelitian

Bahan Baku

Mutu Kurang Baik

Metode Kerja

Cara penggilingan yang kurang baik

Mesin / Peralatan

Putaran Mesin tidak sesuai rpm yang diharapkan

Gambar 5.8. Cause and Effect Diagram Gelembung Udara

Penyebab terjadinya cacat gelembung udara adalah :

Universitas Sumatera Utara

Page 82: Chapter III Vii

1. Bahan Baku

Bahan baku yang diterima tidak sesuai standard, tidak sesuai dengan DRC

yang telah ditetapkan.

2. Metode Kerja

Penggilingan sheet kurang baik, disebabkan putaran mesin yang tidak

sesuai, sehingga banyak sheet yang tidak tergiling sempurna.

3. Manusia

1. Pekerja kurang konsentrasi pada saat penggiilingan, tidak

memperhatikan hasil dari gilingan.

2. Pada saat pengenceran lateks cair, tidak sesuai dengan % DRC yaitu Dry

Rubber Content (DRC) 14-15 %.

4. Mesin / Peralatan

Mesin / peralatan tidak terawat dengan baik, sehingga putaran mesin tidak

sesuai rpm.

5.2.3.1.3. Cause and Effect Diagram Adanya Gumpalan Karet

Dari Pareto Diagram terlihat bahwa jumlah kecacatan terbesar terjadi

pada GK yaitu dengan 148.35 kecacatan. Dengan demikian dilakukan analisis

penyebab kesalahan pada jenis kesalahan tersebut dengan menggunakan Cause

and Effect Diagram, seperti terlihat pada Gambar 5.9.

Universitas Sumatera Utara

Page 83: Chapter III Vii

Gumpalan Karet

Metode Kerja

Pengenceran lateks cair kurang sesuai

Cara penggilingan yang kurang baik

Bahan Baku

Mutu Kurang Baik

Manusia

Pekerja Kurang Konsentrasi

Mesin / Peralatan

Putaran Mesin tidak sesuai rpm yang diharapkan

Gambar 5.9. Cause and Effect Diagram Gumpalan Karet

Penyebab terjadinya cacat gumpalan karet adalah :

1. Bahan Baku

Bahan baku yang diterima tidak sesuai standard DRC.

2. Metode Kerja

Penggilingan sheet kurang baik, disebabkan putaran mesin yang tidak

sesuai, sehingga banyak sheet yang tidak tergiling sempurna.

3. Manusia

1. Pada saat pengenceran lateks cair, tidak sesuai dengan % DRC yaitu Dry

Rubber Content (DRC) 14-15 %.

2. Pekerja kurang konsentrasi pada saat penggiilingan.

4. Mesin / Peralatan

Mesin / peralatan tidak terawat dengan baik, sehingga putaran mesin tidak

sesuai rpm.

Universitas Sumatera Utara

Page 84: Chapter III Vii

5.2.3.2.Analisis Kesamaan Penyebab Terjadinya Cacat Produk

Dari uraian Cause & Effect Diagram, Digram SIPOC (Suppliers-Inputs-

Process-Outputs-Customer dan Operation Process Chart (OPC). Dapat dilihat

sumber penyebab terjadinya jenis cacat dominan pada produk Ribbed Smoke Sheet

(RSS). Faktor metode, manusia, dan lingkungan merupakan penyebab yang umum

untuk semua jenis kecacatan yang ada. Sedangkan faktor mesin dan material

merupakan penyebab kecacatan bersifat khusus, dimana setiap jenis kecacatan

biasanya disebabkan oleh kesalahan mesin dan material yang berbeda. Namun ada

beberapa kesamaan sumber penyebab terjadinya cacat antara dua jenis cacat

dominan dengan jenis kecacatan lainnya, khususnya yang disebabkan faktor

mesin dan material / bahan yang dapat dilihat pada Tabel 5.17

Tabel 5.17. Kesamaan Faktor Penyebab Terjadinya Cacat Produk

Ribbed Smoke Sheet (RSS)

Jenis Cacat Kotoran Gelembung Udara Gumpalan

Karet Warna Tidak

Homogen Penyaringan tidak

maksimal -

Pengasapan tidak sempurna

Lengket - Pengenceran Tidak

Sesuai DRC 14-15 %

Proses Pengasapan

Tidak sempurna

Dengan mengendalikan semua faktor penyebab terjadinya ketiga jenis

cacat dominan, secara tidak langsung terdapat kemungkinan mengurangi

terjadinya jenis cacat yang lain karena kesamaan faktor penyebabnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 85: Chapter III Vii

5.2.3.3.Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

Failure Mode and Effect Analysis(FMEA) merupakan alat yang digunakan

dalam mengidentifikasi dan menilai resiko yang berhubungan dengan potensial

kegagalan. Sebelum membuat Failure Mode and Effect Analysis, terlebih dahulu

ditentukan efek yang diakibatkan dari kegagalan pada proses, penyebab dari

kegagalannya dan kontrol yang dilakukan untuk mencegah terjadinya efek dari

kegagalan proses tersebut. Penyelesaikan masalah yang ada ditentukan dengan

menghitung nilai RPN (Risk Priority Number) yang merupakan hasil perkalian

antara nilai Severity (S), Occurance(O) dan Detectability (D). Penilaian yang

dilakukan terhadap Severity (S), Occurance (O) dan Detectability (D) adalah

berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada lantai produksi dan pencocokkan

dengan data-data perusahaan seperti jumlah kecacatan yang terjadi dan kontrol

Universitas Sumatera Utara

Page 86: Chapter III Vii

yang selama ini dilakukan. Adapun proses analisis dengan FMEA adalah sebagai berikut :

Tabel 5.18. Analisis FMEA Produk Ribbed Smoke Sheet

Nama ProsesProses Produksi Ribbed

Smoke SheetDiselesaikan oleh

Bertanggungjawab Ivan Herbeth H. S Tanggal 28/06/2011

Ivan Herbeth H. S

Fungsi ProsesJenis

KegagalanEfek dari

KegagalanS

Penyebab Kegagalan

OKontrol yang

dilakukanD RPN Penanggulangan

PembekuanGelembung

Udara

Sheet susah untuk

digiling7

Sheet belum

membeku3

Melakukan pembekuan

kembali4

Memberi pengarahan kepada operator agar

mencampurkan secara sempurna larutan asam

semut ke lateks cair

84

Kurangnya konsentrasi dari larutan asam semut

Tidak ada

Menempelkan daftar kadar asam semut yang

akan diberikan di dinding

Tidak ada

Mengadakan pelatihan kerja untuk operator

secara berkala

Operator kurang teliti

5

3

5

5

175

105

PenggilinganGumpalan

KaretTebal sheet tidak rata

7

Tidak adaMengadakan pelatihan kerja untuk operator

secara berkala

Operator kurang teliti

3 5 105

Tidak adaMerawat secara rutin

mesin gilingan

Roll gilingan

tidak stabil5 1755

Universitas Sumatera Utara

Page 87: Chapter III Vii

Tabel 5.18. Analisis FMEA Produk Ribbed Smoke Sheet (Lanjutan)

Nama ProsesProses Produksi Ribbed

Smoke SheetDiselesaikan oleh

Bertanggungjawab Ivan Herbeth H. S Tanggal 28/06/2011

Ivan Herbeth H. S

Fungsi ProsesJenis

KegagalanEfek dari

KegagalanS

Penyebab Kegagalan

OKontrol yang

dilakukanD RPN Penanggulangan

Pengasapan Kotoran

Tampilan Produk tidak

sesuai dengan

spesifikasi

6

Banyaknya debu pada

ruang asap

4 Tidak ada 5Harus sering

membersihkan ruang kamar asap

120

Proses penyaringan

tidak sempurna

Tidak ada

Menggantikan saringan yang sudah berlubang

Tidak ada

Mengadakan pelatihan kerja untuk operator

secara berkala

Operator kurang teliti

5

3

5

5

175

105

Keterangan :

(S) Severity : Keseriusan dari efek kegagalan potensial pada fungsional produk (Skala 1–10)

(O) Occurance : Frekuensi terjadinya kegagalan potensial akibat penyebab tertentu (Skala 1–10)

(D) Detection : Kemungkinan kegagalan potensial dan penyebabnya dapat dideteksi (Skala 1–10)

(RPN) Risk Priority Number : S x O x D

Universitas Sumatera Utara

Page 88: Chapter III Vii

Dari tabel FMEA di atas diperoleh faktor-faktor penyebab kegagalan

proses yang mengakibatkan terjadinya produk cacat. Faktor-faktor tersebut

kemudian diurutkan berdasarkan nilai RPN yang tertinggi. Daftar faktor-faktor

tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.19 berikut:

Tabel 5.19. Urutan Penyebab Kegagalan Proses Berdasarkan RPN

No. Penyebab Kegagalan RPN 1 Proses penyaringan tidak sempurna 175 2 Kurangnya konsentrasi dari larutan asam semut 175 3 Roll mesin giling tidak stabil 175 4 Banyaknya debu pada ruang kamar asap 120 5 Operator kurang teliti 105 6 Operator kurang teliti 105 7 Operator kurang teliti 105 8 Sheet belum membeku 84

5.2.4. Improve

Pada langkah ini diterapkan suatu rencana tindakan peningkatan kualitas

six sigma, melalui perbaikan terhadap sumber-sumber penyebab terjadinya produk

cacat. Perbaikan dilakukan terhadap semua sumber yang berpotensi untuk

menciptakan produk cacat berdasarkan hasil analisis cause and effect diagram,

dan prioritas tindakan perbaikan didasarkan pada nilai RPN hasil dari analisi

FMEA.

Tawaran-tawaran perbaikan yang diusulkan terhadap jenis cacat yang

paling mempengaruhi (frekwensi tertinggi) yaitu jenis cacat adanya kotoran,

gelembung udara dan gumpalan karet adalah sebagai berikut :

Manusia (SDM)

- Memberikan training kepada operator pada unit Pengenceran

Universitas Sumatera Utara

Page 89: Chapter III Vii

Pelatihan/training yang diberikan kepada operator adalah mengenai sistem

kerja serta tindakan-tindakan yang harus dilakukan bila terjadi gangguan

yang tidak bisa diatasi secara manual. Pelatihan/training mengenai cara-

cara penanggulangan dan perbaikan jenis-jenis cacat yang terjadi pada

Ribbed Smoke Sheet (RSS) juga perlu diberikan. Pelatihan ini bertujuan

agar operator tidak terlambat dalam mengantisipasi kerusakan/cacat yang

terjadi.

- Menciptakan kekompakan team

Untuk menciptakan kekompakan team perlu ditanamkan rasa saling

memiliki dan tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan serta

ditumbuhkan rasa kekeluargaan antar sesama pekerja dan atasan. Salah

satu caranya pimpinan/kepala pabrik membaur kepada bawahan dalam hal

memecahkan permasalahan seperti mengantisipasi kerusakan/kecacatan

yang terjadi. Dengan menciptakan kekompakan team diharapkan

operator/karyawan yang sedang bekerja tidak meninggalkan daerah

kerjanya dan keterlambatan dalam menghadapi kerusakan/cacat pada

Ribbed Smoke Sheet (RSS) dapat diatasi.

Metode

- Memberikan Pengarahan tentang Teknik Penyaringan dan Pembekuan

Penyaringan disesuaikan dengan ukuran mess yang telah ditetapkan.

Penyaringan dilakukan operator secara manual dan harus benar-benar

dilakukan secara teliti. Karena dilakukan secara manual maka perlu

Universitas Sumatera Utara

Page 90: Chapter III Vii

diberikan pelatihan khusus sehingga kerusakan/cacat yang terjadi pada

Ribbed Smoke Sheet (RSS) dapat ditanggulangi.

- Memberikan Pengarahan tentang Teknik Penggilingan Sheet

Pelatihan mengenai teknik penggilingan sheet perlu juga diberikan,

sehingga bila terjadi sheet yang rusak/cacat maka dengan cepat dapat

diatasi.

- Memberikan Pengarahan tentang Teknik Pengasapan Sheet

Sebelum proses pengasapan dilaksanakan sebaiknya petugas kebersihan

membersihkan ruang tersebut agat debu dan kotoran yang ditimbulkan

akibat asap tidak menempel pada sheet yang akan dilakukan pengasapan

selanjutnya.

Mesin

- Pengecekan dan pergantian elemen-elemen pada mesin motor listrik dan

mesin giling.

Pengecekan terhadap elemen-elemen mesin khususnya pada mesin motor

listrik dan mesin giling perlu dilakukan seteliti mungkin. Adapun elemen-

elemen yang perlu diamati/dicek dan diganti bila terjadi kerusakan pada

elemen-elemen mesin tersebut adalah :

1. Putaran pada dinamo motor listrik

2. Roll pada mesin giling

Pengecekan terutama dilakukan sebelum proses berjalan. Ini disebabkan

karena selama proses produksi berjalan mesin diharapkan tidak mengalami

gangguan-gangguan yang dapat menyebabkan mesin berhenti sampai

Universitas Sumatera Utara

Page 91: Chapter III Vii

produksi berjalan selesai sesuai dengan kapasitas bahan baku. Bila proses

berhenti sebelum produksi tercapai maka akan terjadi kerusakan yang

besar/banyak pada Ribbed Smoke Sheet (RSS), begitu juga dengan

kerugian waktu karena penyetingan awal membutuhkan waktu yang lama

sehingga dapat menyebabkan waktu yang ditargetkan untuk produksi tidak

tercapai.

- Membersihkan elemen-elemen pada mesin giling.

Pengecekan terhadap kebersihan elemen-elemen mesin dari debu atau

karat yang menempel perlu diperhatikan. Kotoran yang melekat pada

elemen mesin dapat menggangu kinerja mesin dan juga dapat

menimbulkan produk cacat, karena itu pengecekan terhadap kerbersihan

elemen-elemen mesin harus dilakukan sesering mungkin.

Bahan/Material

- Mengawasi kotoran yang ada pada bahan baku

Selama proses produksi berlangsung juga harus selalu diamati/diawasi.

Kotoran yang ada pada bahan baku sebelum proses pembekuan harus

disaring. Operator senantiasa menginspeksi kotoran yang ada pada bahan

baku lateks cair, karena itu operator/karyawan siap sedia di tempatnya

masing-masing sampai tugasnya selesai dan sebelum digantikan oleh

operator/karyawan lainnya.

Untuk kegagalan dikarenakan faktor lama pembekuan, lama pengasapan

dan kecepatan roll penggilingan yang tidak optimal, seharusnya dilakukan dengan

eksperimen. Eksperimen bertujuan untuk mengetahui efek dari setiap faktor

Universitas Sumatera Utara

Page 92: Chapter III Vii

terhadap jumlah produk ribbed smoke sheet yang diakibatkan oleh cacat jenis

kotoran, gelembung udara, gumpalan karet, serta menentukan taraf faktor yang

optimal. Namun karena eksperimen tidak dapat dilakukan maka permasalahan

diselesaikan dengan analisis varians (ANAVA) dengan menggunakan data historis

perusahaan. Adapun tahapan pengerjaannya dapat dilihat dibawah ini.

Untuk melihat apakah data berdistribusi normal maka akan di uji dengan

menggunakan uji Chi Square. Dalam uji kenormalan ini, data pengamatan jumlah

produk cacat (dalam satuan kg) terlebih dahulu diurutkan dari data minimum ke

data maksimum untuk pengklasifikasian data menjadi distribusi frekuensi yang

dapat dilihat pada Tabel 5.20 berikut:

Tabel 5.20. Data Urutan Jumlah Produk Cacat

Data Jumlah Produk Cacat (kg) 316 506 538 593 621 661 695 723 762 332 510 541 593 634 672 701 723 765 408 512 551 598 634 674 704 730 772 425 521 560 599 638 675 704 738 782 431 524 567 612 643 686 705 740 784 467 528 573 612 651 689 721 753 801 489 530 578 612 651 689 721 758 819 498 533 582 613 653 694 721 762 838

Dari tabel 5.21 dapat ditentukan :

Ymin = 316

Ymax = 838

Sehingga : R = Ymax - Ymin

= 838 – 316

= 522

Universitas Sumatera Utara

Page 93: Chapter III Vii

K = 1 + 3,3 Log N dimana N = Jumlah data

= 1 + 3,3 Log 72

= 7,1291 ≈7

I = K

R ; I = interval kelas

= 7

522 = 73,2200 ≈ 73

Dari hasil perhitungan tersebut maka data pada tabel 5.20. dapat diubah

menjadi data distribusi frekuensi seperti pada tabel 5.21 berikut:

Tabel 5.21 Data Distribusi frekuensi untuk Jumlah Produk Cacat

Interval BKB BKA Titik tengah

(xi) fi fi.xi

316 – 389 315.5 389.5 352.5 2 705 390 – 463 389.5 463.5 426.5 4 1706 464 – 537 463.5 537.5 500.5 10 5005 538 – 611 537.5 611.5 574.5 16 9192 612 – 685 611.5 685.5 648.5 12 7782 686 – 759 685.5 759.5 722.5 19 13727.5 760 – 833 759.5 833.5 796.5 8 6372 834 – 907 833.5 907.5 870.5 1 870.5

Jumlah 72 45360

Sehingga diperoleh rata-rata:

630 72

45.360

fi.xi

fiX

Besar standard deviasi ditentukan dengan persamaan:

σ = 1

)( 2

n

XXifi

σ = 71

)6305,870(1...)6305,426(4)6305,352(2 222

σ = 123,42

sedangkan nilai bakunya ditentukan dengan persamaan:

Universitas Sumatera Utara

Page 94: Chapter III Vii

Z =

X - X

Sebagai contoh batas kontiniu 611,5 – 574,5 perhitungan nilai bakunya sebagai

berikut:

Z611,5 = 66,117

630 - 5,611= - 0,14 Z574,5 =

66,117

630 - 5,574= 0,44

Dari data diatas dapat dihitung luas wilayah kurva normal sebagai berikut:

Luas = P(-0,14 < Z < 0,44)

= P(Z < 0,44) – P (Z < -0,14)

= 0,0257

Rekapitulasi perhitungan luas daerah keseluruhan data dapat dilihat pada Tabel

5.22 berikut:

Tabel 5.22. Perhitungan Luas Kurva

Interval Fi(oi) ZBKB ZBKA Luas BKB Luas BKA Luas

Kurva 315,5-389,5 2 - ∞ -1.9486 0 0.0257 0.0257 389,5-463,5 4 -1.9486 -1.3490 0.0257 0.0887 0.0630 463,5-537,5 10 -1.3490 -0.7494 0.0887 0.2268 0.1381 537,5-611,5 16 -0.7494 -0.1498 0.2268 0.4404 0.2136 611,5-685,5 12 -0.1498 0.4496 0.4404 0.6735 0.2331 685,5-759,5 19 0.4496 1.0492 0.6735 0.8530 0.1794 759,5-833,5 8 1.0492 1.6488 0.8530 0.9504 0.0974 833,5-907,5 1 1.6488 + ∞ 0.9504 1 0.0496

72 1 Dari hasil tersebut, diperoleh ekspetasi untuk masing-masing batas kontiniu (ei),

yang ditentukan dengan persamaan:

ei = Pi x N

dimana : Pi = Luas kurva

N = Jumlah data pengamatan

Contoh perhitungan batas kontiniu 315,5 – 389,5 adalah:

ei = Pi x N

Universitas Sumatera Utara

Page 95: Chapter III Vii

= 0,0257 x 72

= 1,8482

Rekapitulasi dari perhitungan ditunjukkan dalam Tabel 5.23 berikut:

Tabel 5.23. Data Frekuensi Observasi dan Frekuensi Ekspetasi untuk Jumlah Produk Cacat

Interval Luas

Kurva (oi) ei

ei

eii 2)0(

315,5-389,5 0.0257 2 1.8482 0.0125 389,5-463,5 0.0630 4 4.5353 0.0632 463,5-537,5 0.1381 10 9.9451 0.0003 537,5-611,5 0.2136 16 15.3819 0.0248 611,5-685,5 0.2331 12 16.7837 1.3634 685,5-759,5 0.1794 19 12.9197 2.8615 759,5-833,5 0.0974 8 7.0156 0.1381 833,5-907,5 0.0496 1 3.5705 1.8506

72 72 6.3144

Berdasarkan data di atas dapat kita lihat bahwa ada nilai oi dan ei yang

lebih kecil dari 5 maka dilakukan revisi atau penggabungan data sehingga

terbentuk kelas baru seperti pada Tabel 5.24 berikut:

Tabel 5.24. Data Revisi Frekuensi Observasi dan Frekuensi Ekspetasi

untuk Jumlah Produk Cacat

Interval Luas

Kurva (oi) ei

ei

eii 2)0(

315,5-463,5 0.0887 6 6.3835 0.0230 463,5-537,5 0.1381 10 9.9451 0.0003 537,5-611,5 0.2136 16 15.3819 0.0248 611,5-685,5 0.2331 12 16.7837 1.3634 685,5-759,5 0.1794 19 12.9197 2.8615 759,5-907,5 0.1470 9 10.5861 0.2376

72 72 4.5108

Universitas Sumatera Utara

Page 96: Chapter III Vii

Tahap Pengujian:

1. Rumusan Hipotesa

H0 = Data berdistriibusi normal

H1 = Data tidak berdistribusi normal

2. Jumlah Kelas (k) = 6

Derajat kebebasan (v) = k – 3, angka 3 menunjukkan bahwa ada 3 besaran

yang dibutuhkan dalam perhitungan nilai ekspektasi yaitu rata-rata, standard

deviasi dan jumlah data.

Sehingga V = 6 – 3 = 3

3. Level of Significant (α) = 0,05

4. Wilayah kritik: X2 > X20,05;3

5. Nilai Chi Kuadrat hitung

X2 =

5

1

2

5148,4)(

i ei

eioi

6. Nilai Chi Kuadrat tabel 23;05,0X = 7,815

7. Chi Kuadrat hitung (4,5148) < Chi Kuadrat tabel (7,815)

Kesimpulan H0 diterima

Sehingga diperoleh hasil berdistribusi normal.

Setelah asumsi kenormalan data dipenuhi, barulah dilakukan perhitungan

varians dengan menggunakan analisis varians (ANAVA) yang dapat dilihat pada

Tabel 5.25, Tabel 5.26, Tabel 5.27, Tabel 5.28 dan Tabel 5.29.

Universitas Sumatera Utara

Page 97: Chapter III Vii

Universitas Sumatera Utara

Page 98: Chapter III Vii

Tabel 5.25. Jumlah Produk Cacat Akibat Perbedaan Ketiga Taraf Faktor

Kecepatan Roll

Penggilingan (c)

Lama Pembekuan (a)

Jumlah 5.4 5.7 6

Lama Pengasapan (b) Lama Pengasapan (b) Lama Pengasapan (b) 120 122 125 120 122 125 120 122 125

300 573 695 762 538 689 723 582 634 675

541 674 758 521 672 701 567 612 653 Jumlah 1114 1369 1520 1059 1361 1424 1149 1246 1328 11570

350 530 643 723 506 651 689 425 593 612

528 621 704 489 638 661 408 560 598 Jumlah 1058 1264 1427 995 1289 1350 833 1153 1210 10579

375 510 593 686 467 613 634 332 533 551

498 578 651 431 599 612 316 512 524 Jumlah 1008 1171 1337 898 1212 1246 648 1045 1075 9640

Total Jumlah 3180 3804 4284 2952 3862 4020 2630 3444 3613 31789

Tabel 5.26. Daftar a x b x c

a1 a2 a3

b1 b2 b3 b1 b2 b3 b1 b2 b3 c1 1114 1369 1520 1059 1361 1424 1149 1246 1328 c2 1058 1264 1427 995 1289 1350 833 1153 1210 c3 1008 1171 1337 898 1212 1246 648 1045 1075

Universitas Sumatera Utara

Page 99: Chapter III Vii

Tabel 5.27. Daftar a x b a1 a2 a3 Jumlah

b1 1008 898 648 2554 b2 1171 1212 1045 3428 b3 1337 1246 1075 3658

Jumlah 3516 3356 2768

Tabel 5.28. Daftar b x c b1 b2 b3 Jumlah

c1 3322 3976 4272 11570 c2 2886 3706 3987 10579 c3 2554 3428 3658 9640

Tabel 5.29. Daftar a x c

a1 a2 a3 c1 4003 3844 3723 c2 3749 3634 3196 c3 3516 3356 2768

Untuk membuat daftar ANAVA maka sebelumnya perlu dihitung

parameter-parameter yang digunakan dalam daftar ANAVA tersebut.

A

1i

B

1j 1 1

22 C

k

n

lijklYY

= 5732 + 5412 + 5302 + 5282 + ........ + 5982 + 5512 + 5242 = 19.230.479

Ry = abcnYA

i

B

j

C

k

n

lijkl /

2

1 1 1 1

= 2333

)789.31( 2

xxx= 18.713.713,4

Jabc =

A

i

B

jy

C

k

ijk Rn

J

1 1 1

2

= 2

)057.1()210.1(....)008.1()058.1()114.1( 22222 - 18.713.713,4

= 510.567,14

Universitas Sumatera Utara

Page 100: Chapter III Vii

Dari tabel 5.27, tabel 5.28, tabel 5.29, dan tabel 5.30 dapat diperoleh:

Jab =

A

iy

B

j

ij RCn

J

1 1

2

= 23

)613.3()444.3(....)804.3()180.3( 2222

x

- 18.713.713,4

= 379.124,15

Jbc =

B

j

C

k

jk

An

J

1 1

2

- Ry

= 2x 3

)658.3()428.3(....)976.3()322.3( 2222 - 18.713.713,4

= 404.438,1

Jac =

A

i

C

k

ik

Bn

J

1 1

2

- Ry

= 2x 3

)768.2()356.3(....)844.3()003.4( 2222 - 18.713.713,4

= 190.163,8

Selanjutnya dapatkan harga-harga:

Ay =

A

i n

i

BC

A

1

2

- Ry, dengan dk = (a-1)

= 2 x 3 x 3

687.9834.10268.11 222 - 18.737.713,4 = 74.139,37

By =

B

j n

j

AC

B

1

2

- Ry, dengan dk = (b-1)

Universitas Sumatera Utara

Page 101: Chapter III Vii

= 2 x 3 x 3

917.111110.11762.8 222 - 18.737.713,4 = 298.488,5

Cy =

C

k n

k

AB

C

1

2

- Ry, dengan dk = (c-1)

= 2 x 3 x 3

917.111110.11762.8 222 - 18.737.713,4 = 103.494,48

ABy = Jab – Ay – By, dengan dk = (a-1)(b-1)

= 379.124,15 - 74.139,37 - 298.488,5 = 6.496,27

BCy = Jbc – By – Cy, dengan dk = (b-1)(c-1)

= 404.438,1 - 298.488,5 - 103.494,48 = 2.455,12

ACy = Jac – Ay – Cy, dengan dk = (a-1)(c-1)

= 190.163,8 - 74.139,37- 103.494,48 = 12.529,95

ABCy = Jabc – Ay – By – Cy - ABy - BCy - ACy, dengan dk = (a-1)(b-1)(c-1)

= 510.567,1481 - 74.139,37 - 298.488,5 - 103.494,48 - 6.496,27 –

2.455,12 - 12.529,95

= 12.963,458

Jika nilai-nilai di atas disusun dalam daftar ANAVA, maka diperoleh hasil

yang dapat dilihat pada Tabel 5.30. berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 102: Chapter III Vii

Tabel 5.30 Daftar ANAVA dengan F tabel

Sumber Variasi Dk Jk KT F uji

F tabel (5%)

Rata-Rata 1 18.713.713,4 18.713.713,4 Perlakuan

A 2 74.139,37

37069,69Tidak ada uji

eksak

B 2 298.488,5

149244,3Tidak ada uji

eksak

C 2 103.494,48 51747,24

Tidak ada uji eksak

AB 4 6.496,27 1.624,068 6,03 3,84 BC 4 2.455,12 613,78 2,28 3,84 AC 4 12.529,95 3.132,488 11,62 3,84

ABC 8 12.963,458 1.620,432 6,01 2,32 Kekeliruan 23 6198,452 269,4979

Jumlah 54 19.230.479 - - Keterangan:

A = Faktor lama pembekuan

B = Faktor lama pengasapan

C = Faktor kecepatan roll penggilingan

AB = Interaksi faktor lama pembekuan dengan lama pengasapan

AC = Interaksi faktor lama pembekuan dengan kecepatan roll penggilingan

BC = Interaksi faktor lama pengasapan dengan kecepatan roll penggilingan

AC = Interaksi faktor lama pembekuan dengan kecepatan roll penggilingan

ABC = Interaksi faktor lama pembekuan, lama pengasapan dan kecepatan roll

penggilingan

JK = Jumlah kuadrat

DK = Derajat kebebasan

Universitas Sumatera Utara

Page 103: Chapter III Vii

Jika nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel 5 %, maka terdapat

perbedaan yang sangat nyata antar faktor terhadap respon. Kesimpulan yang

diperoleh dengan membandingkan F hitung dengan F tabel adalah sebagai berikut:

- AB = terdapat pengaruh interaksi faktor lama pembekuan dengan

lama pengasapan terhadap jumlah produk ribbed smoke sheet

yang cacat.

- AC = terdapat pengaruh interaksi faktor lama pembekuan dengan

kecepatan roll penggilingan terhadap jumlah produk ribbed

smoke sheet yang cacat.

- BC = tidak terdapat pengaruh interaksi faktor lama pengasapan

dengan kecepatan roll penggilingan terhadap jumlah produk

ribbed smoke sheet yang cacat.

- ABC = terdapat pengaruh interaksi faktor lama pembekuan, lama

pengasapan dan dengan kecepatan roll penggilingan terhadap

jumlah produk ribbed smoke sheet yang cacat.

Kemudian dicari rata-rata respon (jumlah produk cacat) dari tiap kombinasi taraf

faktor untuk mengetahui jumlah respon terkecil yang dapat dilihat pada Tabel

5.31 berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 104: Chapter III Vii

Tabel 5.31. Rata-rata Hasil Respon Terhadap Tiap Taraf Faktor

a1 a1 a1 a1

b1 b2 b3 b1 b2 b3 b1 b2 b3 b1 b2 b3 c1 557 684.5 760 529.5 680.5 712 574.5 623 664 762.5 792.5 828.5 c2 529 632 713.5 497.5 644.5 675 416.5 576.5 605 729.5 751 773.5 c3 504 585.5 668.5 449 606 623 324 522.5 537.5 699 713 725.5

Dari tabel 5.32 dapat diketahui bahwa respon terkecil terdapat pada kombinasi taraf faktor a1, b1, c3. jadi dapat disimpulkan

bahwa operasional produksi yang optimal yang pernal dilakukan di lantai produksi selama bulan Juni 2011 yaitu:

- Lama pembekuan : 6 jam

- Lama pengasapan : 120 jam

- Kecepatan roll penggilingan : 375 rpm

Universitas Sumatera Utara

Page 105: Chapter III Vii

5.2.5. Control (Tahap Pengendalian)

Tahapan analisa terakhir dari Six Sigma adalah tahapan Control (tahap

pengendalian). Pada tahapan ini akan dilakukan tindakan pengawasan terhadap

hasil yang telah diperoleh pada tahapan-tahapan sebelumnya. Dan ini merupakan

sebuah langkah awal dari perbaikan terus menerus dan integrasi system Six sigma.

Oleh karena itu dibutuhkan suatu pembakuan, pendokumentasian dan

penyebarluasan dari tindakan perbaikan supaya kegagalan yang pernah terjadi

tidak terulang kembali. Tindakan yang perlu dilakukan adalah:

1. Membuat standar terhadap semua tindakan-tindakan perbaikan pada proses

dalam bentuk Standard Opertaion Procedure (SOP) yang ditempelkan pada

departemen atau stasiun kerja terkait.

2. Melakukan perhitungan DPMO dan level sigma secara rutin tiap periode

untuk mengetahui kemampuan proses dalam menghasilkan produk tanpa

cacat per satu juta kesempatan.

3. Melakukan perhitungan performasi proses secara berkala (Cp dan Cpk) untuk

mengetahui kemampuan proses dalam memenuhi spesifikasi dan pergeseran

nilai tengah proses terhadap target nilai. dalam memenuhi spesifikasi

perusahaan.

Universitas Sumatera Utara

Page 106: Chapter III Vii

BAB VI

ANALISA DAN PEMBAHASAN HASIL

Six Sigma adalah suatu metode peningkatan kualitas yang bertujuan untuk

meminimumkan variance pada produk maupun proses yang menuju tingkat

kesempurnaan (zero defect). Berikut akan diulas kembali apa yang telah diperoleh

dari hasil pengolahan data dengan menggunakan metode DMAIC.

6.1. Analisis Fase Define

Pada fase ini adalah pemilihan produk dari persentase cacat yang paling

besar untuk dijadikan fokus penelitian. Sementara produk yang diproduksi pada

tempat penelitian dilangsungkan hanyalah ribbed smoke sheet, maka fokus pada

penelitian ini adalah ribbed smoke sheet.

Dari dokumentasi catatan bagian quality control dan wawancara, dapat

diketahui terdapat 5 (lima) jenis CTQ dominant untuk produk ribbed smoke sheet

yaitu; adanya kotoran, warna tidak homogen, adanya gelembung udara, terdapat

gumpalan karet dan lembaran sheet lengket.

6.2. Analisis Fase Measure

Pada fase ini akan dibandingkan tingkat pengukuran DPMO dan nilai

sigma pada kondisi aktual dan kondisi ideal. Perbandingan ini dapat dilihat pada

Tabel 6.1. berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 107: Chapter III Vii

Tabel 6.1. Nilai DPMO dan Nilai σ Proses

Periode Kondisi Aktual Kondisi Ideal

DPMO Nilai σ DPMO Nilai σ Mei 2010 10.011 3.82 3.4 6 Juni 2010 11.944 3.75 3.4 6 Juli 2010 18.842 3.57 3.4 6 Agt.2010 16.634 3.62 3.4 6

Sept. 2010 18.510 3.58 3.4 6 Okt.2010 15.257 3.66 3.4 6 Nov. 2010 27.420 3.42 3.4 6 Des. 2010 24.505 3.46 3.4 6 Jan. 2011 21.553 3.52 3.4 6 Feb. 2011 20.641 3.54 3.4 6 Mar. 2011 24.997 3.46 3.4 6 Apr. 2011 14.657 3.67 3.4 6

Proses 17.675 3.60 3.4 6

Hasil tersebut masih jauh dari standard yang diterapkan oleh six sigma

yaitu nilai DPMO sebesar 3,4 dengan nilai sigma sebesar 6σ dan persentase

produk yang tidak cacat sebesar 99,9996%. Namun nilai σ proses sebesar 3,60

sudah cukup baik jika dibandingkan dengan rata-rata industri di Indonesia yang

berkisar antara 3 – 4 σ. Berikut akan ditampilkan pada Gambar 6.1. dan 6.2

peningkatan nilai DPMO dan nilai σ namun jumlahnya tidak terlalu signifikan.

0

5

10

15

20

25

30

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Periode

DP

MO DPMO Periode

DPMO Proses

Gambar 6.1. Grafik Nilai DPMO

Universitas Sumatera Utara

Page 108: Chapter III Vii

0

1

2

3

4

5

6

7

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Periode

Sig

ma Sigma Periode

Sigma Proses

Gambar 6.2. Grafik Nilai Sigma

Semakin rendah nilai DPMO mengakibatkan nilai σ akan semakin tinggi.

Dan semakin tinggi nilai σ sebuah proses akan memperlihatkan bahwa proses

tersebut semakin membaik karena mampu menghasilkan produk yang tidak cacat

semakin tinggi. Perbedaan nilai DPMO dan σ setiap periode disebabkan karena

perbedaan jumlah produksi dan produk cacat tiap bulannya.

Dari diagram pareto diketahui 3 (tiga) jenis cacat yang paling dominant

terjadi, yaitu dapat dilihat pada Tabel 6.2. berikut:

Tabel 6.2. Jenis Cacat Dominan berdasarkan Diagram Pareto

No. Jenis Cacat % 1 Kotoran 33,31 2 Gelembung Udara 19,80 3 Gumpalan Karet 14,53

Jumlah 72,6

Dari 5 (lima) jenis cacat yang ada terdapat 3 (tiga) jenis cacat yang

dominant yang menghasilkan jumlah produk cacat mencapai 72,6 %. Nilai ini

sudah memenuhi prinsip 80-20 Pareto, dimana 80% jumlah produk cacat

Universitas Sumatera Utara

Page 109: Chapter III Vii

disebabkan oleh 20% dari jenis kecacatan yang ada, sehingga hanya perlu

dilakukan perioritas perbaikan untuk ketiga jenis cacat tersebut.

Dari peta control untuk ketiga parameter produk diperoleh informasi

bahwa tidak ada data yang out of control. Process Capability untuk setiap

parameter adalah bersifat atribut (tidak dapat diukur). Process Capability untuk

setiap parameter ditunjukkan oleh nilai tengah peta kontrol p dikali 100

(100% x p ), yaitu untuk kotoran sebesar 3,78%. Ini berarti bahwa proses

menghasilkan produk diluar spesifikasi untuk parameter kotoran rata-rata sebesar

3,78%, begitu juga untuk parameter gelembung udara sebesar 5,54%, dan untuk

gumpalan karet sebesar 3,35%.

6.3. Analisis Fase Analyze

Pada fase ini dilakukan analisis terhadap semua sumber potensial yang

memungkinkan terjadi variasi pada proses maupun pada produk yang

mengakibatkan terjadinya produk cacat. Alat yang digunakan untuk fase ini

adalah Cause and Effect Diagram dan FMEA.

Pada Cause and Effect Diagram sumber-sumber masalah potensial dibagi

menjadi beberapa kategori yaitu; mesin, material, metode, manusia/operator dan

lingkungan. Dari tiap kategori diidentifikasi semua faktor yang mungkin dapat

mempengaruhi terjadinya produk cacat.

Penggunaan FMEA bertujuan untuk menganalisis resiko kegagalan pada

proses maupun produk yang berpengaruh pada tingkat kualitas produk akhir.

Resiko terjadinya kegagalan dibuat berdasarkan rating Severity, Occurance, dan

Universitas Sumatera Utara

Page 110: Chapter III Vii

Detection. Kemudian dihitung nilai RPN dari hasil kali ketiganya. Dari hasil

analisis FMEA diperoleh nilai RPN tertinggi yaitu 175 untuk penyebab kegagalan

proses penyaringan tidak sempurna, dan nilai RPN terendah sebesar 84 untuk

penyebab kegagalan sheet belum membeku.

6.4. Analisis Fase Improve

Fase improve merupakan tahap dimana dilakukan perbaikan terhadap

sumber-sumber permasalahan yang ada. Pemilihan sasaran perbaikan didasarkan

pada hasil analisis cause and effect diagram dan RPN FMEA. Perbaikan

dilakukan pada semua aspek yang dinilai perlu. Namun perbaikan hanya

dilakukan sebatas rekomendasi, tidak diterapkan langsung pada perusahaan karena

keterbatasan waktu dan biaya.

Untuk perbaikan kuantitatif seharusnya dilakukan eksperimen langsung

yang dilakukan dilantai pabrik yang bertujuan untuk menentukan derajat

signifikansi atas faktor-faktor yang dianggap berpengaruh terhadap hasil produksi,

dan taraf faktornya yang paling optimal. Namun karena keterbatasan kesempatan

yang diberikan pihak perusahaan, sehingga tidak memungkinkan untuk

dilakukannya eksperimen. Oleh karena itu penelitian ini hanya melakukan analisis

variansi (ANAVA) terhadap faktor-faktor yang dianggap berpengaruh secara

signifikan terhadap produk ribbed smoke sheet dengan menggunakan data-data

historis perusahaan. Untuk analisa hasil dari perhitungan ANAVA yang didapat

agar hasil produksi optimal dengan produk cacat yang minimal dilakukan:

- Lama pembekuan : 6 jam

Universitas Sumatera Utara

Page 111: Chapter III Vii

- Lama pengasapan : 120 jam

- Kecepatan roll penggilingan : 375 rpm

Berdasarkan dari gambar Cause & Effect Diagram pada gambar 5.7, 5.8,

5.9 maka dapat diusulkan tindakan untuk masing-masing kecacatan dapat dilihat

pada Tabel 6.3 berikut:

Tabel 6.3 Usulan Tindakan Untuk Kegagalan Karena Kotoran

Faktor Penyebab Usulan tindakan perbaikan Bahan Baku 1. Bahan baku kotor dan tidak

sesuai standard 1. Menyampaikan Keluhan

kepada pemasok 2. Melakukan evaluasi terhadap

kinerja pemasok Manusia 1. Kelalaian pekerja penerimaan

bahan. 2. Kelalaian pekerja penyaringan.

1. Melakukan pengawasan yang lebih ketat kepada para pekerja.

2. Memberikan peringatan kepada pekerja apabila melakukan kesalahan

3. Memberikan pengarahan kepada pekerja bagian penerimaan bahan dan penyaringan tentang pentingnya kualitas

Lingkungan 1. Kebersihan lingkungan produksi 1. Menjaga kebersihan lingkungan produksi. Sebaiknya memperkerjakan pekerja khusus bagian kebersihan untuk menjada kebersihan pabrik dan sekitar pabrik.

Mesin / Peralatan 1. Mesin / peralatan tidak terawat

secara teratur 1. Membuat jadwal pemeriksaan

mesin / peralatan secara berkala

Universitas Sumatera Utara

Page 112: Chapter III Vii

Tabel 6.4 Usulan Tindakan Untuk Kegagalan Karena Gelembung Udara Faktor Penyebab Usulan tindakan perbaikan

Manusia 1. Kelalaian pekerja penerimaan bahan.

2. Kelalaian pekerja pengenceran.

1. Melakukan pengawasan yang lebih ketat kepada para pekerja.

2. Memberikan pengarahan kepada pekerja bagian penerimaan bahan dan pengenceran tentang pentingnya kualitas

3. Memberikan peringatan kepada pekerja apabila melakukan kesalahan

Tabel 6.4 Usulan Tindakan Untuk Kegagalan Karena Gelembung Udara (Lanjutan)

Faktor Penyebab Usulan tindakan perbaikan Mesin / Peralatan 1. Mesin / peralatan tidak

terawat secara teratur 1. Membuat jadwal pemeriksaan

mesin / peralatan secara berkala Bahan Baku 1. Bahan baku kotor dan tidak

sesuai standard 1. Menyampaikan Keluhan kepada

pemasok 2. Melakukan evaluasi terhadap

kinerja pemasok

Tabel 6.5 Usulan Tindakan Untuk Kegagalan Karena Gumpalan Karet Faktor Penyebab Usulan tindakan perbaikan

Manusia 1. Kelalaian pekerja bagian pengilingan.

1. Melakukan pengawasan yang lebih ketat kepada para pekerja.

2. Memberikan peringatan kepada pekerja apabila melakukan kesalahan

Mesin / Peralatan 1. Mesin / peralatan tidak terawat secara teratur

1. Membuat jadwal pemeriksaan mesin / peralatan secara berkala

Metode 1. Instruksi kurang jelas 1. Membuat instruksi kerja yang jelas dengan memberikan langkah-langkah pengerjaan yang mudah dipahami dan dilaksanakan secara tertulis namun disertai juga secara lisan

Universitas Sumatera Utara

Page 113: Chapter III Vii

6.5. Analisis Fase Control

Control (tahap pengendalian) merupakan tahapan akhir dari perbaikan

kualitas dengan metode Six sigma, tetapi juga merupakan sebuah langkah awal

dari perbaikan terus menerus dan integrasi system Six sigma. Oleh karena itu

dibutuhkan suatu pembakuan, pendokumentasian dan penyebarluasan dari

tindakan perbaikan supaya kegagalan yang pernah terjadi tidak terulang kembali.

Adapaun Control (tahapan pengendalian) sebagai proyek six sigma yang

menekankan terhadap pembakuan, pendokumentasian dan penyebarluasan

tindakan yang telah dilakukan meliputi:

4. Melakukan perhitungan DPMO dan level sigma secara rutin tiap periode

untuk mengetahui kemampuan proses dalam menghasilkan produk tanpa

cacat per satu juta kesempatan.

5. Melakukan perhitungan pengendalian kualitas produk untuk mengetahui

kestabilan dari proses melalui peta kontrol (control chart) secara rutin untuk

setiap periode.

Universitas Sumatera Utara

Page 114: Chapter III Vii

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Dari keseluruhan penelitian yang dilakukan, maka diperoleh kesimpulan

yang dapat mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan. Kesimpulan tersebut

adalah sebagai berikut :

1. Terdapat 5 jenis kriteria cacat (CTQ) untuk produk ribbed smoke sheet

yaitu ; adanya kotoran, warna tidak homogen, adanya gelembung udara,

terdapat gumpalan karet, dan lembaran sheet lengket. Dan jenis cacat yang

dominan adalah adanya kotoran, adanya gelembung udara dan gumpalan

karet.

2. Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya kerusakan/cacat dominan

yang berhasil dibangkitkan melalui diagram sebab akibat adalah metode

kerja yang kurang dikuasai, kurangnya pengawasan terhadap proses

produksi yang berlangsung dan perawatan mesin yang kurang

diperhatikan.

3. Tawaran-tawaran perbaikan untuk mengurangi tingkat kecacatan yang

terjadi khususnya cacat yang paling mempengaruhi (frekwensi tinggi)

yaitu jenis cacat adanya kotoran, gelembung udara dan gumpalan karet

dapat mendekati target six sigma adalah menerapkan lama pembekuan

selama 6 jam, lama pengasapan selama 120 jam, dan kecepatan roll

penggilingan adalah 375 rpm pada proses produksi.

Universitas Sumatera Utara

Page 115: Chapter III Vii

7.2. Saran

Dari hasil kesimpulan yang diambil maka dapat diberikan saran-saran

perbaikan yang diberikan untuk perusahaan, yaitu :

1. Diharapkan kepada pihak perusahaan untuk dapat menerapkan usulan-

usulan perbaikan yang diberikan untuk meminimisasi cacat seperti; cacat

adanya kotoran dan jenis cacat yang lainnya.

2. Perlunya diciptakan kekompakan team sehingga setiap operator memiliki

rasa saling memiliki dan tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan

serta ditumbuhkan rasa kekeluargaan antar sesama pekerja dan atasan.

Disamping itu perusahaan perlu juga mengawasi dan mengecek posisi

operator/karyawan yang sedang bekerja agar tidak meninggalkan daerah

kerjanya masing-masing, dimana hal ini dapat mengakibatkan

kerusakan/cacat yang besar karena ketelambatan dalam mengantisipasi

kerusakan/cacat yang terjadi.

3. Pembentukan team leader. Hal ini didorong oleh kondisi dimana six sigma

merupakan metodologi yang harus didukung oleh fakta, bukan hanya data.

Team leader diperlukan sebagai motor penggerak, dimana team ini full

time dalam mengimplementasikan six sigma di lingkungan organisasi.

Semua anggota perusahaan juga perlu diberikan pendidikan mengenai six

sigma dan dilibatkan juga dalam implementasi, walaupun tidak full time,

tapi mereka diperlukan sebab mereka yang menjalankan proses bisnis,

sehingga mereka mempunyai pemahaman yang lebih baik mengenai

proses bisnis.

Universitas Sumatera Utara