Chapter I

55
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan kemiskinan yang cukup kompleks membutuhkan intervensi semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Namun penanganannya selama ini cenderung parsial dan tidak berkelanjutan. Peran dunia usaha dan masyarakat pada umumnya juga belum optimal. Kerelawanan sosial dalam kehidupan masyarakat yang dapat menjadi sumber penting pemberdayaan dan pemecahan akar permasalahan kemiskinan juga mulai luntur. Untuk itu diperlukan perubahan yang bersifat sistemik dan menyeluruh dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Untuk meningkatkan efektivitas penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, pemerintah meluncurkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri mulai tahun 2007. Melalui PNPM Mandiri dirumuskan kembali mekanisme upaya penanggulangan kemiskinan yang melibatkan unsur masyarakat mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. Melalui pembangunan partisipatif, kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat, terutama masyarakat miskin dapat ditumbuhkan sehingga mereka bukan sebagai obyek melainkan sebagai subyek upaya penanggulangan kemiskinan. Pelaksanaan PNPM Mandiri tahun 2007 dimulai dengan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) sebagai dasar pengembangan pemberdayaan masyarakat di perdesaan beserta program pendukungnya seperti PNPM Generasi; Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) sebagai dasar bagi pengembangan pemberdayaan masyarakat di perkotaan; dan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus Universitas Sumatera Utara

Transcript of Chapter I

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Permasalahan kemiskinan yang cukup kompleks membutuhkan intervensi semua

pihak secara bersama dan terkoordinasi. Namun penanganannya selama ini cenderung

parsial dan tidak berkelanjutan. Peran dunia usaha dan masyarakat pada umumnya juga

belum optimal. Kerelawanan sosial dalam kehidupan masyarakat yang dapat menjadi

sumber penting pemberdayaan dan pemecahan akar permasalahan kemiskinan juga mulai

luntur. Untuk itu diperlukan perubahan yang bersifat sistemik dan menyeluruh dalam upaya

penanggulangan kemiskinan.

Untuk meningkatkan efektivitas penanggulangan kemiskinan dan penciptaan

lapangan kerja, pemerintah meluncurkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat

(PNPM) Mandiri mulai tahun 2007. Melalui PNPM Mandiri dirumuskan kembali

mekanisme upaya penanggulangan kemiskinan yang melibatkan unsur masyarakat mulai

dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. Melalui

pembangunan partisipatif, kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat, terutama

masyarakat miskin dapat ditumbuhkan sehingga mereka bukan sebagai obyek melainkan

sebagai subyek upaya penanggulangan kemiskinan.

Pelaksanaan PNPM Mandiri tahun 2007 dimulai dengan Program Pengembangan

Kecamatan (PPK) sebagai dasar pengembangan pemberdayaan masyarakat di perdesaan

beserta program pendukungnya seperti PNPM Generasi; Program Penanggulangan

Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) sebagai dasar bagi pengembangan pemberdayaan

masyarakat di perkotaan; dan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus

Universitas Sumatera Utara

(P2DTK) untuk pengembangan daerah tertinggal, pasca bencana, dan konflik. Mulai tahun

2008 PNPM Mandiri diperluas dengan melibatkan Program Pengembangan Infrastruktur

Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW) untuk mengintegrasikan pusat-pusat pertumbuhan

ekonomi dengan daerah sekitarnya. PNPM Mandiri diperkuat dengan berbagai program

pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan oleh berbagai departemen/sektor dan

pemerintah daerah. Pelaksanaan PNPM Mandiri 2008 juga akan diprioritaskan pada desa-

desa tertinggal (www.pnpm-mandiri.com).

Dengan pengintegrasian berbagai program pemberdayaan masyarakat ke dalam

kerangka kebijakan PNPM Mandiri, cakupan pembangunan diharapkan dapat diperluas

hingga ke daerah-daerah terpencil dan terisolir. Efektivitas dan efisiensi dari kegiatan yang

selama ini sering berduplikasi antar proyek diharapkan juga dapat diwujudkan. Mengingat

proses pemberdayaan pada umumnya membutuhkan waktu 5-6 tahun, maka PNPM

Mandiri akan dilaksanakan sekurang-kurangnya hingga tahun 2015. Hal ini sejalan dengan

target waktu pencapaian tujuan pembangunan milenium atau Millennium Development

Goals (MDGs). Pelaksanaan PNPM Mandiri yang berdasar pada indikator-indikator

keberhasilan yang terukur akan membantu Indonesia mewujudkan pencapaian target-target

MDGs tersebut.

Di dalam tulisan ini, penulis melakukan penelitian khusus terhadap PNPM

Perkotaan. Hal ini dikarenakan tingkat kemiskinan di daerah perkotaan tidak lebih baik dari

pada daerah perdesaan khususnya di wilayah Sumatera Utara. berdasarkan data resmi

Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara No. 32/08/12/Th. X, 1 Agustus 2007

(sumut.bps.go.id/f_brs/Miskin-010807.pdf), penduduk yang berada dibawah Garis

Kemiskinan) di Sumatera Utara pada bulan Maret 2007 sebesar 1,768 juta orang (13,90

Universitas Sumatera Utara

persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada bulan Mei tahun 2006 yang

berjumlah 1,980 juta orang (15,66 persen), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar

211,3 ribu orang. 52,89 persen penduduk miskin Sumatera Utara berada di perdesaan dan

47,11 persen berada di perkotaan. Pada bulan Maret 2007 garis kemiskinan Sumatera Utara

sebesar Rp. 178.132 per kapita per bulan. Untuk daerah perkotaan garis kemiskinan sebesar

Rp. 205.379 per kapita per bulan dan untuk perdesaan sebesar Rp. 154.827 per kapita per

bulan. Berdasarkan indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan dapat disimpulkan bahwa

tingkat kemiskinan di daerah perkotaan tidak lebih baik dari pada daerah perdesaan.

Menurut Jones (1991: 294), pelaksanaan atau implementasi merupakan kegiatan

yang dimaksudkan untuk mengoperasikan sebuah program. Ada tiga pilar kegiatan tersebut,

yaitu: (1) Organisasi: pembentukan atau penataan kembali sumber daya, unit, serta

metode-metode untuk menjadikan program berjalan; (2) Interpretasi: menafsirkan agar

program menjadi rencana dan pengarahan yang tepat yang dapat diterima; (3) Penerapan

ketentuan rutin pelayanan, pembayaran, atau lainnya yang disesuaikan dengan tujuan atau

pelengkapan program.

Salah satu hal yang dikemukakan oleh Jones di atas bahwa untuk mengoperasikan

sebuah program diperlukan organisasi. PNPM Mandiri Perkotaan juga memiliki organisasi

pelaksana untuk mengimplementasikan program pemerintah tersebut agar tujuan dan

sasaran yang diinginkan dapat tercapai.

Menurut Kartono (2005: 15), manajemen adalah inti dari administrasi sedang

kepemimpinan merupakan inti dari organisasi dan manajemen. Karena itu kepemimpinan

merupakan inti dari administrasi, manajemen, dan organisasi. Jadi kepemimpinan

menduduki fungsi kardinal (paling penting, terutama) dan sentral dalam organisasi,

Universitas Sumatera Utara

manajemen, maupun administrasi. Selanjutnya, masih menurut Kartono (2005: 6)

kepemimpinan adalah masalah relasi dan pengaruh antara pemimpin dan yang dipimpin.

Kepemimpinan tersebut muncul dan berkembang sebagai hasil dari interaksi otomatis

diantara pemimpin dan individu-individu yang dipimpin (ada relasi interpersonal).

Kepemimpinan ini bisa berfungsi atas dasar kekuasaan pemimpin untuk mengajak,

mempengaruhi, dan menggerakkan orang-orang lain guna melakukan sesuatu, demi

pencapaian satu tujuan tertentu. Kepemimpinan terdapat di segenap organisasi, dari tingkat

yang paling kecil dan intim, yaitu keluarga sampai ke tingkat desa, kota, negara, dari

tingkat lokal, regional, sampai nasional dan internasional, dimana pun dan kapan pun juga.

Dengan begitu pemimpin tersebut ada bila terdapat kelompok atau satu organisasi. Maka

keberadaan pemimpin itu selalu ada di tengah-tengah kelompoknya (anak buah, bawahan,

rakyat). Berdasarkan berbagai hal tersebut di atas, kita dapat mengambil pemahaman

bahwa kepemimpinan menduduki fungsi sentral dalam pelaksanaan PNPM Mandiri

Perkotaan.

Di dalam menerapkan kepemimpinan, seorang pemimpin tentunya menerapkan

gaya, tingkah laku, atau cara masing-masing. Gaya, cara, atau tingkah laku dari pemimpin

inilah yang dinamakan dengan gaya kepemimpinan. Selanjutnya, menurut Thoha (1995:

49), gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada

saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat. Jadi,

kepemimpinan dan gaya kepemimpinan sangat berkaitan antara satu dengan yang lainnya.

Selanjutnya, faktor gaya kepemimpinan ini juga dapat mempengaruhi kinerja

bawahan. Menurut Rivai (2007: 64), gaya kepemimpinan adalah perilaku dan strategi,

sebagai hasil kombinasi dari falsafah, keterampilan, sifat, sikap, yang sering diterapkan

Universitas Sumatera Utara

seorang pemimpin ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja bawahannya. Hal senada juga

dikemukakan oleh Goleman (2007: 64) bahwa kinerja dipengaruhi oleh gaya

kepemimpinan yang diterapkan oleh pemimpin.

Salah satu badan pelaksana PNPM Mandiri Perkotaan adalah Badan Keswadayaan

Masyarakat (BKM). BKM merupakan dewan pimpinan kolektif masyarakat warga

penduduk kelurahan, dan sebagai lembaga BKM dapat bertindak sebagai representasi

masyarakat warga penduduk kelurahan. Karena merupakan pimpinan kolektif masyarakat

dalam mewujudkan tujuan dari PNPM Mandiri Perkotaan maka BKM merupakan salah

satu badan yang memiliki peran vital dalam pencapaian tujuan PNPM Mandiri Perkotaan.

BKM ini diharapkan menjadi lembaga yang mandiri, yang memiliki rasa keikhlasan dan

tanpa mengharapkan imbalan untuk mewujudkan berbagai tujuan yang telah ditetapkan.

BKM diharapkan memiliki kinerja yang baik demi keberhasilan pelaksanaan PNPM

Mandiri Perkotaan. Hasil penelitian Lenni Linovpa yang berjudul, ”Pengaruh Kinerja

Anggota Badan Keswadayaan Masyarakat terhadap Keberhasilan Program

Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan” (2007: 120) mengemukakan bahwa pengaruh

yang ditimbulkan oleh kinerja anggota BKM terhadap keberhasilan Program

Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) adalah sebesar 39 %. Dari hasil penelitian

ini dapat diambil kesimpulan bahwa kinerja BKM cukup berpengaruh terhadap

keberhasilan dari P2KP. PNPM Mandiri Perkotaan sendiri merupakan program

penyempurnaan dari P2KP. Selanjutnya, dari berbagai teori yang dikemukakan di atas

dapat dipahami bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja adalah gaya

kepemimpinan. Penulis menarik asumsi bahwa hal yang sama juga berlaku terhadap kinerja

dari Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) karena di dalam struktur organisasi PNPM

Universitas Sumatera Utara

Mandiri Perkotaan, BKM juga memiliki pemimpin atau pendamping yang memiliki fungsi

menggerakkan, memfasilitasi, dan membimbing anggota BKM sehingga mampu untuk

mandiri di dalam menjalankan perannya.

Berkaitan dengan kinerja BKM Kelurahan Syahmad, penilaian masyarakat terhadap

hal ini adalah bahwa BKM kurang memiliki indikator yang memang layak untuk dijadikan

pedoman dan ukuran bagi kelompok masyarakat yang akan menerima dana bantuan

langsung masyarakat. BKM kurang jeli di dalam melihat kelompok masyarakat mana yang

lebih membutuhkan dana tersebut (lebih diprioritaskan) dibanding kelompok masyarakat

lain yang juga memberikan usulan kegiatan. Misalnya, dalam hal perbaikan lingkungan.

Berdasarkan hasil pengamatan sementara penulis, ada suatu wilayah di lingkungan III

Kelurahan Syahmad yang sering dilanda banjir ketika musim hujan, banjir selalu melanda

daerah ini setahun sekali bahkan hingga dua tahun sekali. Bahkan ketika tidak turun hujan

pun daerah tersebut bisa kebanjiran karena mendapat banjir kiriman dari daerah lain. Hal

ini karena di lokasi tersebut ada sungai dan tali air yang merupakan sebab permasalahan

yang bisa mendatangkan banjir kiriman dari daerah lain dan ketika musim hujan tiba maka

sungai dan parit ini meluap hingga menimbulkan banjir setinggi lebih dari satu meter.

Ketika banjir seperti ini, penduduk di lokasi tersebut terpaksa mengungsi ke rumah

tetangga yang areanya lebih tinggi. Mereka mengaku kecewa karena sudah mengusulkan

kepada BKM Kelurahan Syahmad agar membangun tembok penghalang terhadap sungai

dan parit tersebut sehingga ketika musim hujan tiba banjir tidak meluap lagi ke rumah

mereka, namun hingga saat ini tidak ada kejelasan apakah BKM menyetujuinya atau tidak

karena hingga saat ini tembok tersebut tidak juga dibangun. Mereka tidak memiliki

informasi yang jelas apakah tembok tersebut akan dibangun nanti atau memang tidak

Universitas Sumatera Utara

dibangun sama sekali. Hal inilah yang membuat mereka kecewa karena di daerah lain WC,

MCK, dan Tong Sampah yang diusulkan dibuat, sedangkan usulan mereka belum juga

dikabulkan padahal lokasi perumahan mereka yang sering kebanjiran bahkan sudah pernah

masuk berita di siaran televisi dikarenakan parahnya kondisi lingkungan mereka apabila

musim penghujan tiba. Mereka mengakui bahwa kalaupun mereka memang tidak dapat

bantuan apa-apa mereka ikhlas, akan tetapi informasi harus jelas sampai kepada mereka

agar mereka tidak tidak kebingungan. Warga lain juga memberikan keterangan bahwa

pemberian informasi terkait perkembangan PNPM Mandiri Perkotaan Kelurahan Syahmad

kurang merata penyebarannya. Ada yang sangat jelas menerima informasi akan tetapi, di

sisi lain bahkan ada yang tidak menerima informasi sama sekali padahal dia terdaftar

sebagai penduduk yang menerima BLM. Hal ini tentunya bisa mengurangi partisipasi

masyarakat untuk mengikuti musyawarah PNPM Mandiri Perkotaan yang dilakukan.

Dari hal ini tampaknya BKM perlu lebih jeli lagi untuk melihat berbagai kebutuhan

yang merupakan aspirasi masyarakat miskin Kelurahan Syahmad. Memang bisa dikatakan

bahwa BKM Kelurahan Syahmad baru terbentuk, karenanya perlu adanya upaya lebih

untuk meningkatkan keterampilan dari BKM yang secara langsung berpengaruh terhadap

kinerja BKM tersebut. Adapun salah satu pihak yang sangat berperan penting dalam

melakukan pendampingan, bimbingan, arahan, dan pelatihan dasar bagi BKM adalah Tim

Fasilitator Kelurahan. Fasilitator Kelurahan merupakan pihak di luar pemerintah daerah dan

di luar Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan khusus untuk menangani dan

melakukan bimbingan bagi BKM di wilayah kerjanya. Hal ini tentu saja dapat memberikan

pemahaman bahwa Fasilitator Kelurahan perlu menerapkan gaya kepemimpinan yang tepat

Universitas Sumatera Utara

untuk membimbing dan mengarahkan BKM agar mampu meningkatkan kinerja dari BKM

itu sendiri.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian

yang berjudul, “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Fasilitator Kelurahan (Faskel)

Terhadap Kinerja Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) dalam Pelaksanaan

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dalam

penelitian ini perumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Adakah pengaruh antara gaya kepemimpinan Fasilitator Kelurahan terhadap kinerja

Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) dalam pelaksanaan Program Nasional

Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan di Kelurahan Syahmad,

Kecamatan Lubuk Pakam?

2. Seberapa besar pengaruh antara gaya kepemimpinan Fasilitator Kelurahan terhadap

kinerja Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) dalam pelaksanaan Program Nasional

Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan di Kelurahan Syahmad,

Kecamatan Lubuk Pakam?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilakukan terhadap suatu masalah pada dasarnya mempunyai tujuan

penelitian dengan maksud untuk memberikan arahan ataupun jalur tertentu terhadap

penelitian itu sendiri. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui gaya kepemimpinan Fasilitator Kelurahan dalam pelaksanaan

PNPM Mandiri Perkotaan di Kelurahan Syahmad, Kecamatan Lubuk Pakam.

Universitas Sumatera Utara

2. Untuk mengetahui kinerja Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) dalam pelaksanaan

PNPM Mandiri Perkotaan di Kelurahan Syahmad, Kecamatan Lubuk Pakam.

3. Untuk mengetahui pengaruh antara gaya kepemimpinan Fasilitator Kelurahan terhadap

Kinerja Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) dalam pelaksanaan PNPM Mandiri

Perkotaan di Kelurahan Syahmad, Kecamatan Lubuk Pakam.

D. Manfaat Penelitian

Dari kegiatan penelitian tentunya akan diperoleh hasil yang diharapkan dapat

memberi manfaat bagi peneliti maupun pihak lain yang memerlukannya. Adapun manfaat

dari penelitian ini adalah:

1. Untuk meningkatkan serta mengembangkan ilmu pengetahuan pada umumnya dan Ilmu

Administrasi Negara pada khususnya.

2. Sebagai kontribusi bagi Kelurahan Syahmad dalam meningkatkan efektivitas

pelaksanaan PNPM Mandiri.

3. Untuk memberikan masukan-masukan kepada pihak-pihak atau lembaga-lembaga yang

membutuhkannya.

4. Untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik, Departemen Ilmu Administrasi Negara Universitas Sumatera Utara.

E. Kerangka Teori

1. GAYA KEPEMIMPINAN FASILITATOR KELURAHAN

1.1. Defenisi Kepemimpinan

Kepemimpinan dan manajemen seringkali disamakan pengertiannya oleh banyak

orang. Walaupun demikian antara keduanya terdapat perbedaan yang penting untuk

diketahui. Pada hakikatnya kepemimpinan mempunyai pengertian agak luas dibandingkan

Universitas Sumatera Utara

dengan manajemen. Manajemen merupakan jenis pemikiran yang khusus dari

kepemimpinan di dalam usahanya mencapai tujuan organisasi.

Menurut Miftah Thoha (1995: 9), dalam arti yang luas kepemimpinan dapat

dipergunakan setiap orang dan tidak hanya terbatas berlaku dalam suatu organisasi atau

kantor tertentu. Masih menurut dia, kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi

perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku manusia baik perorangan maupun

kelompok.

Selanjutnya, Dubrin (2005: 4) memberikan beberapa defenisi mengenai

kepemimpinan, diantaranya: (1) Kepemimpinan adalah upaya untuk mempengaruhi banyak

orang melalui komunikasi untuk mencapai tujuan; (2) Kepemimpinan adalah cara

mempengaruhi orang dengan petunjuk atau perintah; (3) Kepemimpinan adalah tindakan

yang menyebabkan orang lain bertindak atau merespons dan menimbulkan perubahan

positif; (4) Kepemimpinan adalah kekuatan dinamis penting yang memotivasi dan

mengoordinasikan organisasi dalam rangka mencapai tujuan; (5) Kepemimpinan adalah

kemampuan untuk menciptakan rasa percaya diri dan dukungan di antara bawahan agar

tujuan organisasional dapat tercapai.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat dipahami bahwa aspek-aspek penting

dari defenisi-defenisi kepemimpinan di atas, adalah:

1. Adanya seni, cara, kegiatan, upaya, kekuatan, dan kemampuan untuk

mempengaruhi perilaku orang lain baik individu maupun kelompok.

2. Upaya mempengaruhi orang lain tersebut tidak hanya terbatas pada suatu organisasi

atau kantor tertentu, akan tetapi dapat dipergunakan setiap orang.

Universitas Sumatera Utara

3. Adanya tujuan tertentu yang hendak dicapai melalui upaya mempengaruhi orang

lain tersebut.

1.2. Defenisi Gaya Kepemimpinan

Secara etimologi gaya kepemimpinan terdiri dari suku kata ”Gaya” dan

”Kepemimpinan”. Gaya merupakan cara atau tingkah laku, sedangkan kepemimpinan

adalah perihal memimpin. Jadi, secara etimologi gaya kepemimpinan itu sesungguhnya

merupakan cara atau tingkah laku dalam memimpin.

Thoha (1995: 122), mengemukakan bahwa gaya kepemimpinan adalah suatu cara

yang dipergunakan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku orang lain.

Selanjutnya, menurut Rivai (2007: 64) gaya kepemimpinan adalah sekumpulan ciri

yang digunakan pimpinan untuk mempengaruhi bawahan agar sasaran organisasi tercapai

atau dapat pula dikatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola perilaku dan strategi yang

disukai dan sering diterapkan oleh seorang pemimpin. Gaya kepemimpinan

menggambarkan kombinasi yang konsisten dari falsafah, keterampilan, sifat, dan sikap

yang mendasari perilaku seseorang.

Menurut Kartono (2005:34), gaya kepemimpinan adalah sifat, kebiasaan,

temperamen, watak dan kepribadian yang membedakan dari seorang pemimpin dalam

interaksi dengan orang lain.

Gaya kepemimpinan merupakan dasar dalam mengklasifikasikan tipe

kepemimpinan. Gaya kepemimpinan memiliki tiga pola dasar yaitu gaya kepemimpinan

yang berpola mementingkan pelaksanaan tugas secara efektif dan efisien, gaya

kepemimpinan yang berpola mementingkan pelaksanaan hubungan kerja sama, dan gaya

kepemimpinan yang berpola mementingkan hasil yang dapat dicapai (Nawawi, 1995: 83).

Universitas Sumatera Utara

Gaya kepemimpinan yang menunjukkan secara langsung maupun tidak langsung

tentang keyakinan seorang pimpinan terhadap kemampuan bawahannya. Artinya, gaya

kepemimpinan adalah perilaku dan strategi, sebagai hasil kombinasi dari falsafah,

keterampilan, sifat, sikap, yang sering diterapkan seorang pemimpin ketika ia mencoba

mempengaruhi kinerja bawahannya. Sehingga gaya kepemimpinan yang paling tepat adalah

suatu gaya yang dapat memaksimumkan produktivitas, kepuasan kerja, pertumbuhan, dan

mudah menyesuaikan dengan segala situasi (Rivai, 2007: 64).

1.3. Model Gaya Kepemimpinan

Thoha (1995: 50), menguraikan berbagai model gaya kepemimpinan, antara lain: (a)

Gaya kepemimpinan kontinum; (b) Gaya manajerial grid; (c) Tiga dimensi dari Reddin; (d)

empat sistem manajemen dari Likert.

a. Gaya Kepemimpinan Kontinum

Gaya ini sebenarnya termasuk klasik. Orang yang pertama kali mengenalkan ialah

Robert Tannenbaum dan Warren Schmidt. Ada dua bidang pengaruh yang ekstrem.

Pertama, bidang pengaruh pimpinan dan kedua, bidang pengaruh kebebasan bawahan. Pada

bidang pertama pemimpin menggunakan otoritasnya dalam gaya kepemimpinannya,

sedangkan pada bidang kedua pemimpin menunjukkan gaya yang demokratis. Kedua

bidang pengaruh ini dipengaruhi dalam hubungannya kalau pemimpin melakukan aktivitas

keputusan.

b. Gaya Managerial Grid

Salah satu usaha yang terkenal dalam rangka mengidentifikasikan gaya

kepemimpinan yang diterapkan dalam manajemen ialah managerial grid. Usaha ini

dilakukan oleh Robert R. Blake dan Jane S. Mouton.

Universitas Sumatera Utara

Dalam pendekatan manajerial grid ini, manajer berhubungan dengan dua hal, yakni

produksi di satu pihak dan orang-orang di pihak lain. Sebagaimana dikehendaki oleh Blake

dan Mouton, manajerial grid di sini ditekankan bagaimana manajer memikirkan mengenai

produksi dan hubungan kerja dengan manusianya.

c. Tiga Dimensi dari Reddin

Kalau dalam managerial grid, Blake dan Mouton berhasil mengidentifikasikan

gaya-gaya kepemimpinan yang tidak secara langsung berhubungan dengan efektivitas,

maka William J. Reddin seorang dan konsultan dari Kanada menambahkan tiga dimensi

tersebut dengan efektivitas dalam modelnya. Selain efektivitas Reddin juga melihat gaya

kepemimpinan itu selalu dipulangkan pada dua hal mendasar yakni hubungannya pemimpin

dengan tugas dan hubungan kerja. Reddin membagi gaya kepemimpinannya menjadi gaya

yang efektif dan gaya yang tidak efektif. Gaya yang efektif antara lain: (a) eksekutif; (b)

pencinta pengembangan (developer); (c) Otokratis yang baik (Benevolent autocrat); (d)

Birokrat. Sedangkan gaya yang tidak efektif antara lain: (a) Pencinta kompromi

(Compromiser); (b) Missionari; (c) Otokrat; (d) Lari dari tugas (Deserter).

d. Empat Sistem Manajemen dari Likert

Menurut Likert bahwa pemimpin itu dapat berhasil jika bergaya participative

management. Gaya ini menetapkan bahwa keberhasilan pemimpin adalah jika berorientasi

pada bawahan, dan mendasarkan pada komunikasi. Selain itu semua pihak dalam organisasi

bawahan maupun pemimpin menerapkan hubungan atau tata hubungan yang mendukung

(supportive relationship). Likert merancang 4 sistem kepemimpinan dalam manajemen

sebagai berikut: (a) Sistem I, dalam sistem ini pemimpin bergaya sebagai exploitive-

authoritative; (b) Sistem 2, dalam sistem ini pemimpin dinamakan otokratis yang baik hati

Universitas Sumatera Utara

(benevolent authoritative); (c) Sistem 3, dalam sistem ini gaya kepemimpinan lebih dikenal

dengan sebutan manajer konsultatif; (d) Sistem 4, sistem ini dinamakan pemimpin yang

bergaya kelompok berpartisipatif (participative group).

e. Model Kepemimpinan Berdasarkan Kecerdasan Emosional

Goleman, dkk (2007: 64) menyatakan, meskipun semua gaya kepemimpinan yang

akan diuraikan di sini sudah dikenal dengan sebutan lain, tetapi hal baru dari model

kepemimpinan mereka adalah pemahaman tentang latar belakang kemampuan kecerdasan

emosi yang diperlukan untuk setiap gaya, dan yang paling menarik, hubungan sebab akibat

dari setiap gaya terhadap iklim emosi, dan demikian ini berarti kinerja. Hubungan sebab

akibat ini adalah tambahan pengetahuan yang sangat dibutuhkan untuk seni keberhasilan

pemimpin.

Model ini mengemukakan bahwa jika semua hal lainnya setara, para pemimpin

yang menggunakan gaya-gaya kepemimpinan yang berdampak emosi positif jelas

menghasilkan hasil yang lebih baik daripada mereka yang tidak. Dan yang terpenting

adalah bahwa para pemimpin yang mempunyai hasil terbaik ternyata tidak menggunakan

satu gaya saja. Sebaliknya, pada suatu hari atau pekan tertentu, mereka menggunakan

banyak gaya – dengan mulus dan dengan derajat yang berbeda-beda – tergantung situasi.

Adapun gaya kepemimpinan yang dikemukakan oleh Goleman, dkk (2007: 65),

adalah sebagai berikut:

1. Visioner

Pemimpin visioner akan mengartikulasikan suatu tujuan yang baginya merupakan

tujuan sejati dan selaras dengan nilai bersama orang-orang yang dipimpinnya.

Pemimpin visioner mengartikulasikan kemana kelompok berjalan, tetapi bukan

Universitas Sumatera Utara

bagaimana cara mencapai tujuan – membebaskan orang untuk berinovasi,

bereksperimen, dan menghadapi resiko yang sudah diperhitungkan. Pemimpin tipe ini

meyakini visi dapat membimbing orang-orang menuju visi tersebut dengan tegas.

Pemimpin menggerakkan orang-orang ke arah impian bersama. Adapun dampak gaya

ini terhadap iklim emosi adalah yang paling positif. Penggunaannya yang paling tepat

adalah ketika perubahan membutuhkan visi baru, atau ketika dibutuhkan arah yang

jelas.

2. Pembimbing

Pemimpin tipe ini memungkinkan seorang pemimpin untuk mengembangkan orang lain

dan bertindak sebagai penasihat, yang menggali tujuan dan nilai-nilai pegawai dan

membantu mereka mengembangkan kemampuannya sendiri. Mampu menghubungkan

apa yang diinginkan seseorang dengan sasaran organisasi. Adapun dampak gaya ini

terhadap iklim emosi adalah sangat positif. Penggunaan yang tepat adalah ketika

membantu karyawan atau bawahan memperbaiki kinerjanya dengan membangun

kemampuan jangka panjang.

3. Afiliatif

Pemimpin tipe ini ingin memajukan harmoni dan mendorong interaksi yang ramah,

menumbuhkan relasi pribadi yang mengembangkan jaringan relasi dengan orang-orang

yang dipimpinnya. Para pemimpin tipe ini akan memusatkan perhatian pada kebutuhan

emosi pegawai, bahkan lebih daripada tujuan kerja. Pemimpin seperti ini kadang-

kadang juga mengandalkan kompetensi pengelolaan konflik ketika tantangannya adalah

menyatukan perbedaan atau bahkan menyatukan orang-orang yang sedang terlibat

konflik ke dalam kelompok kerja yang harmonis. Dampak gaya ini terhadap iklim

Universitas Sumatera Utara

emosi adalah positif. Penggunaan yang tepat adalah ketika menengahi benturan dalam

tim, memotivasi di saat-saat yang menekan, atau menguatkan hubungan.

4. Demokratis

Pemimpin seperti ini menciptakan perasaan bahwa mereka sungguh-sungguh ingin

mendengarkan pikiran dan kepedulian pegawai dan mereka bersedia mendengarkan.

Pemimpin ini menghargai masukan orang dan mendapatkan komitmen melalui

partisipasi. Mereka juga kolaborator sejati, bekerja sebagai anggota kelompok dan

bukan sebagai pemimpin yang berposisi di atas. Dan mereka tahu cara meredakan

konflik dan menciptakan harmoni, misalnya memperbaiki keretakan di dalam

kelompok. Dampak gaya ini terhadap iklim emosi adalah positif. Penggunaan yang

tepat adalah ketika membangun persetujuan atau kesepakatan, atau mendapat masukan

yang berharga dari pegawai.

5. Penentu Kecepatan

Ciri-cirinya adalah pemimpin memegang teguh dan melaksanakan standar kinerja yang

tinggi. Ia bersikap obsesif bahwa segala sesuatu bisa dilakukan dengan lebih baik dan

lebih cepat, serta meminta hal yang sama dari semua orang lain. Ia akan cepat

menunjuk orang-orang yang berkinerja buruk, menuntut lebih banyak dari mereka, dan

jika mereka tidak meningkatkannya, ia sendiri yang akan melakukannya. Karena

seringkali dilaksanakan secara buruk, dampaknya seringkali sangat negatif. Gaya ini

bisa membangun resonansi (suasana hati yang baik, kemampuan pemimpin untuk

mengatakan sesuatu hal dengan benar, dan menciptakan kegiatan yang terkoordinasi)

pada saat pemimpin menghadapi tantangan dan mencapai tujuan dengan terus

menemukan cara-cara untuk memperbaiki kinerja bersamaan dengan sejumlah inisiatif

Universitas Sumatera Utara

dalam menangkap kesempatan. Penggunaan yang tepat terhadap gaya ini adalah ketika

ingin mendapatkan hasil berkualitas tinggi dari tim yang bermotivasi dan kompeten.

6. Memerintah

Para pemimpin ini menuntut kepatuhan langsung pada perintahnya, tetapi tidak mau

repot-repot menjelaskan alasan yang ada dibalik perintahnya. Jika bawahannya tidak

mengikuti perintahnya begitu saja, para pemimpin ini akan mengancam. Dan bukannya

mendelegasikan kekuasaan, mereka malah ingin mengendalikan setiap situasi dengan

ketat dan memantaunya dengan teliti. Sejalan dengan itu, umpan balik kinerja – jika ada

– lebih berfokus pada kesalahan, bukan pada apa yang telah dilakukan orang dengan

baik. Pemimpin seperti ini jarang memuji tetapi mudah mengkritik bawahan. Karena

sering disalahgunakan, dampaknya sangat negatif. Namun, gaya ini mempunyai tempat

penting dalam perlengkapan pemimpin yang cerdas emosi, jika digunakan dengan

penuh pertimbangan dan tepat sehingga dapat membangun resonansi apabila pemimpin

bertujuan untuk menenangkan rasa takut dengan memberi arah yang jelas di dalam

keadaan darurat.

Dari keenam gaya kepemimpinan yang dikemukakan Goleman di atas ada empat

gaya kepemimpinan yang bisa mendukung terjadinya resonansi diantaranya visioner,

pembimbing, afiliatif, dan demokratis. Selanjutnya, dua gaya kepemimpinan lain yaitu

penentu kecepatan dan memerintah juga mempunyai tempat tersendiri di dalam kotak alat

pemimpin. Tetapi keduanya harus digunakan dengan sangat hati-hati dan terampil jika

ingin mendapatkan dampak positif. Jika pemimpin berlebihan dalam menggunakan gaya

terakhir ini, terlalu sering menggunakannya atau menggunakannya dengan sembrono,

mereka akan membangun disonansi, bukan resonansi (Goleman, 2007: 82). Selanjutnya,

Universitas Sumatera Utara

profesor Harvard, David McClelland (dalam Goleman, 2007: 98), menemukan bahwa

pemimpin yang memiliki kekuatan sedikit-dikitnya enam atau lebih kemampuan EI

(Emotional Intelligence) dalam hal kepemimpinan akan jauh lebih efektif daripada

rekannya yang tidak memiliki kekuatan tersebut. Ia juga menemukan bahwa berbagai jenis

pemimpin yang menonjol menumbuhkan resonansi dari berbagai kombinasi kompetensi

yang unik. Dengan memiliki kekuatan kecerdasan emosi yang lebih lengkap, seorang

pemimpin bisa lebih efektif karena ia bisa fleksibel dalam menghadapi berbagai jenis

tuntutan dalam mengelola organisasi.

Jadi, akan semakin baik jika pemimpin bisa menggunakan keenam gaya

kepemimpinan di atas. Goleman, dkk (2007: 100), menyebutkan:

“Data kami menunjukkan bahwa pemimpin yang telah menguasai empat atau lebih

gaya kepemimpinan – terutama gaya-gaya yang membangun resonansi – membangun iklim

emosi dan kinerja yang sangat baik. Penggunaan gaya kepemimpinan secara berganti-

ganti telah dilakukan oleh para pemimpin berpengalaman yang bisa menjelaskan dengan

tepat bagaimana dan mengapa mereka telah memimpin…”

1.4. Fasilitator Kelurahan

Adapun peran dan fungsi utama fasilitator kelurahan adalah memfasilitasi dan

mendampingi masyarakat selama masa proyek PNPM Mandiri Perkotaan berlangsung

hingga masyarakat telah mampu untuk mandiri di dalam menangani permasalahannya,

dalam rangka menumbuhkan partisipasi dan peran aktif masyarakat pada pelaksanaan

proyek PNPM Mandiri Perkotaan. Adapun tugas utama Tim fasilitator kelurahan adalah

melaksanakan tugas KMW (konsultan Manajemen Wilayah) di tingkat komunitas/

masyarakat kelurahan antara lain sebagai berikut: (www.pnpm-perkotaan.com)

Universitas Sumatera Utara

a. Sebagai pelaksana proyek termasuk mencatat dan mendokumentasikan setiap

perkembangan proyek dan melaporkannya ke KMW (Konsultan Manajemen Wilayah)

sebagai masukan untuk data SIM (Sistem Informasi Manajemen); dan

b. Sebagai pemberdaya masyarakat termasuk mensosialisasikan kepada masyarakat

tentang PNPM Mandiri Perkotaan, melakukan intervensi dalam rangka pemberdayaan

masyarakat dan membantu masyarakat merumuskan serta melaksanakan kegiatan

penanggulangan kemiskinan.

Para fasilitator kelurahan ini akan bekerja dalam satu Tim dan dipimpin oleh

seorang fasilitator senior. Rincian tugas-tugas tim fasilitator sebagai pelaksana proyek dari

tugas-tugas KMW di tingkat masyarakat adalah sebagai berikut: (www.pnpm-

perkotaan.com)

a. Melaksanakan PNPM Mandiri Perkotaan sesuai dengan ketentuan yang telah

ditetapkan dalam Buku-Buku Pedoman PNPM Mandiri Perkotaan;

b. Menjaga proyek dari terjadinya salah sasaran dan salah penanganan;

c. Mencatat dan mendokumentasikan semua kemajuan proyek di lapangan sesuai

dengan format pedoman PNPM Mandiri Perkotaan, SIM dan yang disediakan

KMW sebagai bentuk pelaporan terhadap kegiatan yang dilakukan.;

d. Melaporkan kemajuan proyek kepada KMW melalui koordinator kota sebagai input

SIM.

Rincian tugas-tugas tim fasilitator kelurahan sebagai agen pemberdayaan

masyarakat adalah sebagai berikut : (www.pnpm-perkotaan.com)

a. Melaksanakan kegiatan-kegiatan sosialisasi penyadaran masyarakat Termasuk

didalamnya adalah:

Universitas Sumatera Utara

1. Menyebarluaskan informasi mengenai PNPM Mandiri Perkotaan sebagai

Program Pemberdayaan Masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan

kepada seluruh lapisan masyarakat dimana mereka bertugas.

2. Menyebarluaskan Visi, Misi, Tujuan, Strategi, Prinsip dan Nilai PNPM

Mandiri Perkotaan

3. Bersama relawan masyarakat, melalui serangkaian FGD (Focus Group

Discussion), membangun kesadaran kritis masyarakat agar mampu

mengidentifikasikan masalah kemiskinannya dan perlunya menanggulangi

masalah kemiskinan mereka secara terorganisasi dan sistematis.

4. Mendorong peran serta dan keterlibatan seluruh komponen masyarakat

umumnya dan masyarakat miskin khususnya, di seluruh kegiatan PNPM

Mandiri Perkotaan.

5. Membangkitkan tumbuh berkembangnya kesadaran masyarakat untuk

melakukan sosial kontrol pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di

kelurahannya.

6. Memfasilitasi pembangunan dan pengembangan sosial kapital (nilai-nilai

kemanusiaan dan kemasyarakatan) sebagai kondisi yang dibutuhkan bagi

upaya penanggulangan kemiskinan.

b. Melaksanakan kegiatan-kegiatan pelatihan (training)

Termasuk didalamnya adalah:

1. Memperkuat dan mengembangkan kapasitas relawan-relawan masyarakat

sebagai agen pemberdayaan masyarakat. Termasuk diantaranya pelatihan dasar

Universitas Sumatera Utara

dan lanjutan dalam bentuk pelatihan kelas, praktek atau on the job training dan

latihan serta pendampingan intensif;

2. Memperkuat dan mengembangkan kapasitas BKM sebagai badan perwakilan

masyarakat terpilih. Dalam hal ini difokuskan pada pelatihan dasar serta

pendampingan dan on the job training intensif; dan

3. Memperkuat dan mengembangkan kapasitas KSM sebagai kelompok dinamik.

Termasuk diantaranya membangun tim, mengenali peluang usaha atau

mengembangkan usaha yang ada, menyusun proposol usaha, dan pengelolaan

keuangan secara sederhana. Pelatihan dilaksanakan dalam bentuk kelas maupun

praktek dalam kelompok

c. Melaksanakan kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat

Termasuk didalamnya adalah:

1. Pengorganisasian Masyarakat. Bersama Relawan Masyarakat, memfasilitasi

proses penilaian lembaga masyarakat yang ada dan/atau membentuk baru

lembaga masyarakat sebagai BKM, sesuai kesepakatan bersama masyarakat.

BKM harus merupakan badan perwakilan masyarakat terpilih yang dibentuk dan

dikelola secara partisipatif dan demokratis. Demikian pula halnya dalam

pembentukan Unit-Unit Pengelola (UP-UP). Termasuk fasilitasi

pengorganisasian masyarakat adalah pembentukan KSM-KSM dalam rangka

menggalang potensi masyarakat serta memanfaatkan peluang yang ditawarkan

PNPM Mandiri Perkotaan;

2. Memfasilitasi Penyusunan Rencana Program Jangka Menengah Program

Penanggulangan Kemiskinan (PJM Pronangkis). Bersama dengan relawan

Universitas Sumatera Utara

masyarakat, memfasilitasi BKM untuk mengkoordinir pelaksanaan perencanaan

partisipatif dengan masyarakat menyusun PJM Pronangkis;

3. Bersama dengan relawan masyarakat, memfasilitasi KSM untuk

mengidentifikasi peluang usaha, kebutuhan pembangunan infrastruktur dan

pelayanan lingkungan dasar, serta menyiapkan mereka agar mampu

memformulasikannya dalam bentuk proposal yang layak;

4. Memperkenalkan berbagai inovasi sederhana dalam manajemen pinjaman

bergulir, termasuk sistem audit, transparansi, proses pengambilan keputusan

yang demokratis, tata buku, dan lain-lain;

5. Memfasilitasi dan membimbing masyarakat secara intensif agar mampu

mengikuti ketentuan Pedoman PNPM Mandiri Perkotaan dalam seluruh tahapan

kegiatan pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan; serta

6. Advokasi, mediasi dan membangun jalinan kemitraan strategis (networking)

antar semua pelaku yang bermanfaat bagi masyarakat dan pihak lainnya.

Fasilitator Kelurahan dalam PNPM Mandiri Perkotaan setidaknya memenuhi

harapan dan kualifikasi berikut: (www.pnpm-perkotaan.com)

a. Jujur, berjiwa relawan, tekun, disiplin dan tidak mudah putus asa serta mampu

mengendaliakan emosi.

b. Berempati atau memiliki sikap keberpihakan pada masyarakat miskin.

c. Memiliki kemampuan untuk memfasilitasi orang dewasa. Wajib bertempat tinggal

di lokasi yang strategis untuk menjangkau kelurahan sasaran yang menjadi

tanggung jawab selama masa kontrak.

d. Dapat memahami budaya dan bahasa setempat.

Universitas Sumatera Utara

e. Memilki komitmen dan keberpihakan yang tinggi terhadap masyarakat miskin.

f. Memiliki wawasan dan pengalaman pendampingan yang memadai tentang

Community Based Development.

g. Memiliki kemampuan teknis dalam metoda pemetaan swadaya, misalnya

Partisipatory Rural Appriasal dan Partisipatoy Planning).

h. Syarat pendidikan minimal untuk fasilitator kelurahan adalah sarjana atau sarjana

muda, dengan pengalaman bekerja minimal 3 tahun, dan lebih diutamakan yang

telah memiliki pengalaman di bidang pemberdayaan masyarakat dan dapat

mengoperasikan komputer (spreadsheet dan word processor).

Khusus fasilitator senior, maka tambahan persyaratan adalah sebagai berikut:

(www.pnpm-perkotaan.com)

a. Harus pernah menjadi Fasilitator Kelurahan PNPM Mandiri Perkotaan yang

kinerjanya dinilai berprestasi atau memiliki pengalaman kerja minimal 5 tahun

dalam kegiatan pengembangan masyarakat.

b. Syarat pendidikan minimal adalah sarjana atau sarjana muda.

2. Kinerja Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Dalam Pelaksanaan PNPM

Mandiri Perkotaan

2.1. Kinerja

2.1.1. Pengertian Kinerja

Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu

kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi

yang tertuang dalam strategi planning suatu organisasi. Istilah kinerja sering digunakan

untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan individu maupun kelompok individu.

Universitas Sumatera Utara

Kinerja bisa diketahui hanya jika individu atau kelompok tersebut mempunyai kriteria

keberhasilan yang telah ditetapkan. Kriteria keberhasilan ini berupa tujuan-tujuan atau

target tertentu yang hendak dicapai. Tanpa ada tujuan atau target, kinerja seseorang atau

organisasi tidak mungkin dapat diketahui karena tidak ada tolak ukurnya (Mahsun, 2006:

25).

Kinerja menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000 : 67, dalam situs wikipedia)

“Kinerja ( prestasi kerja ) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh

seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang

diberikan kepadanya”.

Kemudian menurut Malayu S.P. Hasibuan (2001:34) mengemukakan “kinerja

(prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas

yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan

kesungguhan serta waktu”.

Menurut John Whitmore (1997 : 104, dalam situs wikipedia) “Kinerja adalah

pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang, kinerja adalah suatu perbuatan,

suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan”.

Dari berbagai penjelasan di atas dapat didefenisikan bahwa pada hakikatnya kinerja

merupakan prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya atau

pekerjaannya sesuai dengan standar dan kriteria yang ditetapkan untuk pekerjaan itu.

Dengan demikian, kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk

melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya

dengan hasil seperti yang diharapkan. Jika dikaitkan dengan performance sebagai kata

benda dimana salah satu entry-nya adalah hasil dari sesuatu pekerjaan, pengertian

Universitas Sumatera Utara

performance atau kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau

kelompok orang dalam suatu perusahaan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab

masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan secara legal, tidak melanggar

hukum, dan tidak bertentangan dengan moral atau etika.

Oleh karena itu, kinerja organisasi paling tidak mengandung 3 aspek penting yaitu

pemenuhan fungsi, kesesuaian dengan peraturan, dan pencapaian tujuan.

Menurut Dwiyanto (2006: 50), ada beberapa indikator yang biasanya digunakan untuk

mengukur kinerja organisasi publik, yaitu sebagai berikut.

1. Produktivitas

Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga efektivitas

pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio antara input dengan

output. Menurut Hasibuan (1994: 41) produktivitas adalah perbandingan antara output

(hasil) dengan input (masukan). Jika produktivitas naik ini hanya dimungkinkan oleh

adanya peningkatan efisiensi (waktu, bahan, tenaga) dan sistem kerja, teknik produksi

dan adanya peningkatan keterampilan dari tenaga kerja.

2. Kualitas layanan

Banyak pandangan negatif yang terbentuk mengenai organisasi publik muncul karena

ketidakpastian masyarakat terhadap kualitas layanan yang diterima dari organisasi

publik. Dengan demikian, kepuasan masyarakat terhadap layanan dapat dijadikan

indikator kinerja organisasi publik. Secara umum pelayanan yang berkualitas dapat

diartikan sebagai pelayanan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan,

sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata masyarakat, serta penyelenggaraannya sesuai

dengan standar dan prosedur yang telah ditetapkan.

Universitas Sumatera Utara

3. Responsivitas

Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat,

menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-program

pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat

responsivitas di sini menunjuk pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan

dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsivitas dimasukkan sebagai salah

satu indikator kinerja karena responsivitas secara langsung menggambarkan

kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat.

4. Responsibilitas

Responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi publik itu

dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai kebijakan

organisasi, baik yang eksplisit maupun implisit (Lenvine, 1990). Oleh sebab itu,

responsibilitas bisa saja pada suatu ketika berbenturan dengan responsivitas.

Responsibilitas dapat dinilai dari analisis terhadap dokumen dan laporan kegiatan

organisasi. Penilaian dilakukan dengan mengecek apakah pelaksanaan kegiatan dan

program organisasi cocok atau sesuai dengan prosedur administrasi dan ketentuan-

ketentuan yang ada dalam organisasi.

5. Akuntabilitas

Konsep akuntabilitas publik dapat digunakan untuk melihat seberapa besar kebijakan

dan kegiatan organisasi publik itu konsisten dengan kehendak masyarakat banyak.

Suatu kegiatan publik memiliki akuntabilitas yang tinggi kalau kegiatan itu dianggap

benar dan sesuai dengan nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat. Selain

Universitas Sumatera Utara

itu, akuntabilitas juga dapat dilihat dari seberapa jauh kepentingan pengguna jasa

memperoleh prioritas dan orientasi pelayanan dari aparat birokrasi.

2.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Kinerja dalam menjalankan fungsinya tidak berdiri sendiri, tapi berhubungan

dengan kepuasan kerja dan tingkat imbalan, dipengaruhi oleh keterampilan, kemampuan,

dan sifat-sifat individu. Oleh karena itu, menurut model Partner-Lawyer oleh Donnelly,

Gibson, dan Ivancevich (dalam Rivai, 2004: 16), kinerja individu pada dasarnya

dipengaruhi oleh faktor-faktor:

1. Harapan mengenai imbalan.

2. Dorongan.

3. Kemampuan, kebutuhan, dan sifat.

4. Persepsi terhadap tugas.

5. Imbalan internal dan eksternal.

6. Persepsi terhadap tingkat imbalan dan kepuasan kerja.

Selain itu, Goleman (2007: 64) mengemukakan bahwa kinerja dipengaruhi oleh

gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh pemimpin.

Kinerja organisasi merupakan hasil interaksi yang kompleks dan agregasi kinerja

sejumlah individu dalam organisasi (www.wikipedia.org).

Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi (determinan) kinerja individu, perlu

dilakukan pengkajian terhadap teori kinerja. Secara umum faktor fisik dan non fisik sangat

mempengaruhi. Berbagai kondisi lingkungan fisik sangat mempengaruhi kondisi pegawai

dalam bekerja. Selain itu, kondisi lingkungan fisik juga akan mempengaruhi berfungsinya

faktor lingkungan non fisik. Pada kesempatan ini pembahasan kita fokuskan pada

Universitas Sumatera Utara

lingkungan non-fisik, yaitu kondisi-kondisi yang sebenarnya sangat melekat dengan sistem

manajerial perusahaan.

Menurut Prawirosentono (1999, dalam situs wikipedia) kinerja seorang pegawai

akan baik, jika pegawai mempunyai keahlian yang tinggi, kesediaan untuk bekerja, adanya

imbalan/upah yang layak dan mempunyai harapan masa depan. Secara teoritis ada tiga

kelompok variabel yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja individu, yaitu: variabel

individu, variabel organisasi dan variabel psikologis.

Kelompok variabel individu terdiri dari variabel kemampuan dan keterampilan, latar

belakang pribadi dan demografis. Menurut Gibson (1987, dalam situs wikipedia), variabel

kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku kerja

dan kinerja individu. Sedangkan variabel demografis mempunyai pengaruh yang tidak

langsung.

Kelompok variabel psikologis terdiri dari variabel persepsi, sikap, kepribadian,

belajar dan motivasi. Variabel ini menurut Gibson (1987, dalam situs wikipedia) banyak

dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel

demografis.

Kelompok variabel organisasi menurut Gibson (1987, dalam situs wikipedia) terdiri

dari variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan. Menurut

Kopelman (1986), variabel imbalan akan berpengaruh terhadap variabel motivasi, yang

pada akhirnya secara langsung mempengaruhi kinerja individu. Penelitian Robinson dan

Larsen (1990) terhadap para pegawai penyuluh kesehatan pedesaan di Columbia

menunjukkan bahwa pemberian imbalan mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap

kinerja pegawai dibanding pada kelompok pegawai yang tidak diberi. Menurut Mitchell

Universitas Sumatera Utara

dalam Timpe (1999), motivasi bersifat individual, dalam arti bahwa setiap orang

termotivasi oleh berbagai pengaruh hingga berbagai tingkat. Mengingat sifatnya ini, untuk

peningkatan kinerja individu dalam organisasi, menuntut para manajer untuk mengambil

pendekatan tidak langsung, menciptakan motivasi melalui suasana organisasi yang

mendorong para pegawai untuk lebih produktif. Suasana ini tercipta melalui pengelolaan

faktor-faktor organisasi dalam bentuk pengaturan sistem imbalan, struktur, desain

pekerjaan serta pemeliharaan komunikasi melalui praktek kepemimpinan yang mendorong

rasa saling percaya (www.wikipedia.org).

2.2. Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM)

BKM adalah dewan pimpinan kolektif masyarakat warga penduduk kelurahan, dan

sebagai lembaga BKM dapat bertindak sebagai representasi masyarakat warga penduduk

kelurahan (www.pnpm-mandiri.com).

Sebagai wadah masyarakat yang bersinergi, BKM berbentuk pimpinan kolektif,

dimana keputusan dilakukan secara kolektif melalui mekanisme rapat anggota BKM,

dengan musyawarah mufakat menjadi norma utama dalam seluruh proses pengambilan

keputusan. Sedangkan sebagai lembaga kepercayaan (Board of Trusty), anggota-anggota

BKM terdiri dari orang-orang yang dipercaya warga, berdasarkan kriteria kemanusiaan

yang disepakati bersama dan dapat mewakili masyarakat dalam berbagai kepentingan,

termasuk kerjasama dengan pihak luar.

2.2.1. Proses membangun lembaga masyarakat berbasis nilai (BKM)

Tahapan proses yang harus dilakukan masyarakat untuk memutuskan memampukan

dan merevitalisasi lembaga yang ada atau membentuk lembaga baru sebagai BKM adalah,

sebagai berikut (www.pnpm-p2kp.org):

Universitas Sumatera Utara

a. Focus Group Discussion refleksi kelembagaan masyarakat berbasis nilai

Hal penting pertama kali yang perlu dilakukan ialah proses penyadaran kritis

mengenai substansi tatanan masyarakat madani, yang salah satu indikatornya tercermin

pada keberadaan lembaga masyarakat yang benar-benar aspiratif, mengakar, diakui

kemanfaatannya, representatif, dan berbasis pada keikhlasan / kerelawanan, keadilan, dan

kejujuran.

Focus Group Discussion refleksi kelembagaan masyarakat berbasis nilai dilakukan

di seluruh tatanan masyarakat, baik masyarakat pada umumnya maupun masyarakat miskin

pada khususnya. Proses Focus Group Discussion / refleksi lembaga masyarakat berbasis

nilai digerakkan dan difasilitasi oleh relawan-relawan, dengan pendampingan dari

fasilitator dan perangkat kelurahan setempat.

b. Identifikasi profil lembaga-lembaga yang ada

Selanjutnya, relawan-relawan dibantu perangkat kelurahan setempat melakukan

identifikasi profil dari berbagai lembaga masyarakat yang ada di kelurahannya. Identifikasi

menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan landasan keberadaan, mekanisme pembentukan,

visi dan misi, tujuan, organisasi, kepengurusan, mekanisme pemilihan anggota/pengurus,

jenis kegiatan yang dilakukan, dan lain-lain.

Hasil-hasil identifikasi profil lembaga-lembaga tersebut menjadi bahan pembahasan

pada proses rembug warga untuk mengevaluasi dan mereflekasi kebutuhan lembaga

masyarakat.

c. Rembug-rembug warga untuk merefleksi dan mengevaluasi lembaga-lembaga yang ada

Atas dasar kesadaran kritis masyarakat terhadap pemahaman substansi lembaga

masyarakat berbasis nilai serta hasil identifikasi berbagai profil lembaga-lembaga

Universitas Sumatera Utara

masyarakat yang ada, relawan-relawan dibantu perangkat kelurahan setempat selanjutnya

memfasilitasi rembug-rembug warga evaluasi lembaga yang ada, mulai dari tingkat RT/RW

atau dusun hingga kelurahan.

Agenda rembug-rembug warga terfokus pada menggali aspirasi dan apresiasi

masyarakat terhadap kinerja dan kredibilitas berbagai lembaga-lembaga masyarakat yang

ada di wilayah setempat. Refleksi dan evaluasi dititikberatkan pada tingkat pengakaran di

masyarakat, tingkat kemanfaatannya bagi masyarakat, tingkat aspiratifnya, tingkat

representatif, dan tingkat kepercayaan masyarakat.

Aspirasi dan apresiasi warga harus benar-benar berasal dari pendapat dan aspirasi

masyarakat, tanpa rekayasa dari siapapun.

d. Rembug warga tingkat kelurahan untuk memutuskan merevitalisasi lembaga yang ada

atau membentuk lembaga baru.

Hasil refleksi dan evaluasi terhadap profil lembaga-lembaga masyarakat di atas

menjadi masukan utama dalam rembug warga tingkat kelurahan yang akan memutuskan

apakah akan merevitalisasi, menstrukturisasi, dan memampukan lembaga yang ada ataukah

membentuk lembaga masyarakat yang baru sebagai BKM.

Rembug warga dihadiri oleh representasi seluruh warga kelurahan, perangkat

kelurahan, kelompok peduli setempat, dan relawan-relawan.

2.2.2. Anggota BKM

Untuk memimpin masyarakat, dipilih pimpinan kolektif yang terdiri dari pribadi-

pribadi yang dipercaya warga berdasarkan kriteria kemanusiaan yang disepakati bersama

dan dapat mewakili warga dalam berbagai kepentingan. Anggota pimpinan kolektif

masyarakat ini yang kemudian disebut anggota BKM.

Universitas Sumatera Utara

Anggota-anggota BKM tidak digaji atau menerima imbalan secara rutin dengan

menjadi anggota BKM, maka diberi kesempatan dan kepercayaan dari masyarakat untuk

memberi, kontribusi peduli, berkorban, dan ikhlas berbuat nyata bagi warga miskin yang

ada di wilayahnya. Adanya kesempatan kepercayaan itulah yang bagi mereka merupakan

imbalan yang tak ternilai harganya, apalagi dibandingkan materi atau status karena mereka

dapat berbuat baik terhadap sesama, khususnya kaum miskin dan tertinggal/marginal

(www.p2kp.org).

Anggota BKM haruslah relawan dan tidak boleh dibayar. Hal ini tentunya memiliki

alasan. Adapun alasan dari hal tersebut, antara lain (www.pnpm-mandiri.com).

1. Relawan adalah manifestasi dari nilai ikhlas / tanpa pamrih yang merupakan salah

satu kriteria dasar calon anggota BKM.

2. Anggota BKM bukan orang bayaran (terikat kepada yang membayar) melainkan

orang-orang merdeka yang secara sadar memberikan sebagian waktunya untuk

orang lain.

3. Sebagai disinsentif bagi orang-orang yang bermaksud kurang baik.

4. BKM adalah wahana pengabdian bagi orang-orang baik dan murni (ikhlas) yang

akan mengaktualisasikan dirinya sebagai manusia sejati.

5. Bila anggota BKM bukan relawan maka yang justru terjadi adalah:

a. Masuknya orang-orang pencari kerja atau orang-orang yang memiliki pamrih.

b. BKM bukan lagi wahana pengabdian.

c. Anggota BKM juga bukan lagi orang yang merdeka yang mau menolong

sesama melainkan orang bayaran yang setia kepada yang membayar.

Universitas Sumatera Utara

Selain itu, tidak ada satu pun anggota BKM yang memiliki hak istimewa (privilege)

dan semua hasil keputusan BKM ditetapkan secara kolektif melalui mekanisme rapat

anggota BKM.

Anggota-anggota BKM dipilih oleh seluruh utusan-utusan warga setempat dengan

kriteria kualitas sifat kemanusiaan atau track record perbuatan baik dan mekanisme

pemilihan tanpa kampanye, tanpa pencalonan, serta secara tertulis tertulis dan rahasia.

Masa pengabdian anggota BKM adalah 2 tahun dengan kemungkinan dapat

dievaluasi pada setiap tahunnya berdasarkan indikator perbuatan baik serta kualitas sifat-

sifat kemanusiaan.

2.2.3. Struktur BKM

Untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan penanggulangan kemiskinan yang

disepakati seluruh masyarakat setempat, baik dengan sumber dana PNPM Mandiri

Perkotaan maupun sumber dana lainnya (channeling), BKM membentuk unit-unit

pengelola sesuai kebutuhan, yang setidaknya terdiri dari Unit Pengelola Keuangan (UPK),

Unit Pengelola Lingkungan (UPL), dan Unit Pengelola Sosial (UPS).

Unit Pengelola Keuangan (UPK) akan bertanggung jawab terhadap pengelolaan

pinjaman bergulir, akses channeling ekonomi, dan akses kegiatan yang berkaitan dengan

pemupukan dana atau akses modal masyarakat. Unit Pengelola Lingkungan (UPL)

bertanggung jawab dalam hal penanganan Rencana Perbaikan Kampung, Penataan dan

Pemeliharaan Prasarana Lingkungan Perumahan dan Permukiman, Good Governance di

bidang pemukiman, dan lain-lain. Sedangkan Unit Pengelola Sosial (UPS) didorong untuk

mengelola relawan-relawan dan hal-hal yang berkaitan dengan dengan kerelawanan,

mengelola pusat informasi dan pengaduan masyarakat (termasuk media warga untuk sarana

Universitas Sumatera Utara

control social) penangana kegiatan sosial, dan lain-lain sesuai kesepakatan warga

masyarakat setempat.

Oleh karena itu, unit-unit pelaksana tersebut berkewajiban memberi informasi dan

laporan perkembangan dari masing-masing kegiatan yang menjadi tugas pokoknya,

mengusulkan draft konsep pengembangan, serta memberi pertanggungjawaban berkala

maupun akhir kepada BKM. Termasuk juga memberikan saran-saran dan masukan-

masukan secara profesional kepada BKM atas dasar pertimbangan BKM dalam mengambil

kebijakan maupun keputusan yang diperlukan.

Anggota-anggota BKM tidak diperkenankan merangkap menjadi pengelola dari

unit-unit tersebut. Unit-unit pelaksana akan dipimpin seorang manager atau istilah lain dan

beberapa staf sesuai kebutuhan yang dipilih melalui rapat anggota BKM berdasarkan

kriteria kemampuan di bidangnya masing-masing. BKM mengawasi pelaksanaan kegiatan

yang dilaksanakan oleh unit-unit pelaksana sesuai bidang kegiatannya yakni UPL, UPS,

dan UPK.

2.2.4. Peran Utama BKM

Adapun peran utama BKM adalah sebagai berikut (www.pnpm-mandiri.com):

a. Mengorganisasikan warga secara partisipatif untuk merumuskan rencana jangka

menengah (3 tahun) penanggulangan kemiskinan (PJM Pronangkis) dan diajukan ke

PJOK (Penanggung Jawab Operasional Kegiatan) untuk mencairkan dana BLM;

b. Sebagai dewan pengambilan keputusan untuk hal-hal yang menyangkut pelaksanaan

PNPM Mandiri Perkotaan pada khususnya dan penanggulangan kemiskinan pada

umumnya;

Universitas Sumatera Utara

c. Mempromosikan dan menegakkan nilai-nilai luhur (jujur, adil, transparan,

demokratis, dan sebagainya) dalam setiap keputusan yang diambil dan kegiatan

pembangunan yang dilaksanakan;

d. Menumbuhkan berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat miskin agar mampu

meningkatkan kesejahteraan mereka;

e. Mengembangkan jaringan BKM di tingkat kecamatan, kota/ kabupaten sebagai

mitra kerja Pemerintah Daerah dan wahana untuk menyuarakan aspirasi masyarakat

warga yang diwakilinya;

f. Menetapkan kebijakan dan mengawasi proses pemanfaatan dana bantuan langsung

masyarakat (BLM), yang sehari-hari dikelola oleh UPK (Unit Pelaksana Kegiatan).

2.3. Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri

Perkotaan

2.3.1.Pelaksanaan Program

Menurut James P. Lester dan Joseph Stewart (dalam Winarno, Budi, 2002: 101)

implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang luas, merupakan alat

administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik yang bekerja

bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang

diinginkan.

Sementara itu, Van Meter dan Van Horn (dalam Winarno, 2002: 102) membatasi

implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu

(atau kelompok-kelompok) pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai

tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Jones (1991: 294), pelaksanaan atau implementasi adalah suatu proses

interaktif antara suatu perangkat tujuan dan tindakan. Dengan kata lain, pelaksanaan

merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk mengoperasikan sebuah program. Ada tiga

pilar kegiatan tersebut, yaitu:

1. Organisasi: pembentukan atau penataan kembali sumber daya, unit, serta metode-

metode untuk menjadikan program berjalan.

2. Interpretasi: menafsirkan agar program menjadi rencana dan pengarahan yang tepat

yang dapat diterima.

3. Penerapan ketentuan rutin pelayanan, pembayaran, atau lainnya yang disesuaikan

dengan tujuan atau pelengkapan program.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa program merupakan unsur pertama yang

harus ada untuk tercapainya kegiatan impelementasi.

Dengan program segala bentuk rencana akan lebih terorganisir dan lebih mudah

untuk dioperasionalkan. Lebih lanjut Truman, memberikan pengertian program adalah cara

yang disyahkan untuk mencapai tujuan (Jones, 1994: 296). Berhasil atau tidaknya suatu

program diimplementasikan tergantung dari unsur pelaksanaannya. Pelaksanaan penting

artinya karena pelaksana baik itu organisasi maupun perorangan, bertanggung jawab dalam

pengelolaan maupun pengawasan dalam proses implementasi.

Unsur kedua yang harus dipenuhi dalam proses implementasi yaitu adanya

kelompok masyarakat yang menjadi sasaran program, sehingga masyarakat tersebut

mendapat manfaat program yang dijalankan serta terjadinya perubahan dan peningkatan

pada kehidupannya. Tanpa memberikan manfaat pada masyarakat maka dapat dikatakan

program gagal dilaksanakan.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Meter dan Horn (Subarsono, 2005: 99) ada enam variabel yang

mempengaruhi kinerja implementasi, yakni:

a) Standar dan sasaran kebijakan

Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisasikan.

Apabila standar dan kebijakan kabur, maka akan terjadi multi interpretasi dan mudah

menimbulkan konflik diantara para agen implementasi.

b) Sumber daya

Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya manusia

maupun sumber daya non manusia.

c) Komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas

Dalam implementasi program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain.

Untuk itu diperlukan koordinasi dan kerja sama antar instansi bagi keberhasilan suatu

program.

d) Karakteristik agen pelaksana

Agen pelaksana mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan

yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya akan mempengaruhi implementasi suatu

program. Dengan demikian menurut Van Meter dan Van Horn (Budi Winarno, 2002:

121), sifat jaringan kerja komunikasi, tingkat pengawasan hierarkis dan gaya

kepemimpinan dapat mempengaruhi identifikasi individu terhadap tujuan-tujuan dan

sasaran-sasaran organisasi. Apakah pengaruh yang ditimbulkannya mempermudah atau

menghalangi implementasi yang efektif tergantung pada orientasi dari badan pelaksana.

Universitas Sumatera Utara

e) Kondisi sosial, ekonomi, dan politik

Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi, lingkungan yang dapat mendukung

keberhasilan implementasi kebijakan; sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan

dapat memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan; karakteristik para partisipan,

yakni mendukung atau menolak; bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan;

dan apakah elit politik mendukung implementasi kebijakan.

f) Disposisi implementor

Disposisi implementor ini mencakup tiga hal, yakni: (a) respon implementor terhadap

kebijakan yang akan dipengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan; (b)

kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan; dan (c) intensitas disposisi

implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor (Subarsono, 2005:

100).

2.3.2. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan

2.3.2.1. Pengertian PNPM Mandiri dan PNPM Mandiri Perkotaan

Di dalam buku pedoman umum PNPM Mandiri (2007) dikemukakan bahwa PNPM

Mandiri adalah (www.pnpm-mandiri.com)

a. Program nasional dalam wujud kerangka kebijakan sebagai dasar dan acuan

pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan

masyarakat. PNPM Mandiri dilaksanakan melalui harmonisasi dan pengembangan

sistem serta mekanisme dan prosedur program, penyediaan pendampingan, dan

pendanaan stimulan untuk mendorong prakarsa dan inovasi masyarakat dalam upaya

penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan.

Universitas Sumatera Utara

b. Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk menciptakan/ meningkatkan kapasitas

masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok, dalam memecahkan berbagai

persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian, dan kesejahteraannya.

Pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan yang lebih besar dari perangkat

pemerintah daerah serta berbagai pihak untuk memberikan kesempatan dan menjamin

keberlanjutan berbagai hasil yang dicapai.

PNPM Mandiri Perkotaan merupakan program pemerintah yang secara substansi

berupaya dalam penanggulangan kemiskinan melalui konsep memberdayakan masyarakat

dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk Pemerintah Daerah dan kelompok peduli

setempat, sehingga dapat terbangun "gerakan kemandirian penanggulangan kemiskinan dan

pembangunan berkelanjutan", yang bertumpu pada nilai-nilai luhur dan prinsip-prinsip

universal. [Dikutip dari : Buku Pedoman Umum P2KP-3, Edisi Oktober 2005]

2.3.2.2. Tujuan dan Sasaran PNPM Mandiri Perkotaan

Tujuan dari PNPM Mandiri Perkotaan antara lain (http://www.p2kp.org):

a. Terbangunnya lembaga masyarakat berbasis nilai-nilai universal kemanusiaan, prinsip-

prinsip kemasyarakatan dan berorientasi pembangunan berkelanjutan, yang aspiratif,

representatif, mengakar, mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat miskin,

mampu memperkuat aspirasi/suara masyarakat miskin dalam proses pengambilan

keputusan lokal, dan mampu menjadi wadah sinergi masyarakat dalam penyelesaian

permasalahan yang ada di wilayahnya;

b. Meningkatnya akses bagi masyarakat miskin perkotaan ke pelayanan sosial, prasarana

dan sarana serta pendanaan (modal), termasuk membangun kerjasama dan kemitraan

Universitas Sumatera Utara

sinergi ke berbagai pihak terkait, dengan menciptakan kepercayaan pihak-pihak terkait

tersebut terhadap lembaga masyarakat (BKM);

c. Mengedepankan peran Pemerintah kota/ kabupaten agar mereka makin mampu

memenuhi kebutuhan masyarakat miskin, baik melalui pengokohan Komite

Penanggulangan Kemiskinan (KPK) di wilayahnya, maupun kemitraan dengan

masyarakat serta kelompok peduli setempat.

Selanjutnya, kelompok sasaran P2KP pada dasarnya mencakup empat sasaran

utama, yakni masyarakat, pemerintah daerah, kelompok peduli setempat dan para pihak

terkait (stakeholders).

Sedangkan sasaran Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan adalah sebagai berikut

(http://www.p2kp.org):

a. Terbangunnya Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM) yang dipercaya, aspiratif,

representatif, dan akuntabel untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya partisipasi

serta kemandirian masyarakat;

b. Tersedianya Perencanaan Jangka Menengah (PJM) Pronangkis sebagai wadah untuk

mewujudkan sinergi berbagai program penanggulangan kemiskinan yang komprehensif

dan sesuai dengan aspirasi serta kebutuhan masyarakat dalam rangka pengembangan

lingkungan permukiman yang sehat, serasi, berjati diri, dan berkelanjutan;

c. Terbangunnya forum LKM tingkat kecamatan dan kota/kabupaten untuk mengawal

terwujudnya harmonisasi berbagai program daerah;

d. Terwujudnya kontribusi pendanaan dari pemerintah kota/kabupaten dalam PNPM

Mandiri Perkotaan sesuai dengan kapasitas fiskal daerah.

Universitas Sumatera Utara

2.3.2.3.Visi dan Misi PNPM Mandiri Perkotaan (http://www.p2kp.org)

Visi dari PNPM Mandiri Perkotaan yaitu terwujudnya masyarakat madani, yang

maju, mandiri, dan sejahtera dalam lingkungan permukiman sehat, produktif dan lestari.

Sedangkan misi dari PNPM Mandiri Perkotaan adalah membangun masyarakat

mandiri yang mampu menjalin kebersamaan dan sinergi dengan pemerintah maupun

kelompok peduli setempat dalam menanggulangi kemiskinan secara efektif dan mampu

mewujudkan terciptanya lingkungan permukiman yang tertata, sehat, produktif dan

berkelanjutan.

2.3.2.4. Nilai-nilai dan Prinsip-prinsip yang Melandasi PNPM Mandiri Perkotaan

Nilai-nilai yang melandasai PNPM Mandiri Perkotaan antara lain: Nilai-nilai luhur

kemanusiaan, prinsip-prinsip kemasyarakatan yang bersifat universal, dan prinsip-prinsip

pembangunan berkelanjutan, yang melandasi pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan adalah

sebagai berikut (http://www.p2kp.org):

a. Nilai-Nilai Universal Kemanusiaan (Gerakan Moral)

Nilai-nilai universal kemanusiaan yang harus dijunjung tinggi,

ditumbuhkembangkan dan dilestarikan oleh semua pelaku PNPM Mandiri Perkotaan dalam

melaksanakan PNPM Mandiri Perkotaan adalah : 1) Jujur; 2) Dapat dipercaya; 3)

Ikhlas/kerelawanan; 4) Adil; 5) Kesetaraan; 6) Kesatuan dalam keragaman.

b. Prinsip-Prinsip Universal Kemasyarakatan (Good Governance)

Prinsip-prinsip universal kemasyarakatan (Good Governance) yang harus dijunjung

tinggi, ditumbuhkembangkan dan dilestarikan oleh semua pelaku PNPM Mandiri

Perkotaan adalah: 1) Demokrasi; 2) Partisipasi; 3) Transparansi dan Akuntabilitas; 4)

Desentralisasi;

Universitas Sumatera Utara

c. Prinsip-Prinsip Universal Pembangunan Berkelanjutan (Tridaya)

Prinsip-prinsip universal pembangunan berkelanjutan harus merupakan prinsip

keseimbangan pembangunan, yang dalam konteks PNPM Mandiri Perkotaan diterjemahkan

sebagai sosial, ekonomi dan lingkungan yang tercakup dalam konsep Tridaya.

1. Perlindungan Lingkungan (Environmental Protection); dalam pengambilan keputusan

maupun pelaksanaan kegiatan yang menyangkut kepentingan masyarakat banyak,

terutama kepentingan masyarakat miskin, perlu didorong agar keputusan dan

pelaksanaan kegiatan tersebut berorientasi pada upaya perlindungan/pemeliharaan

lingkungan baik lingkungan alami maupun buatan termasuk perumahan dan

permukiman, yang harus layak, terjangkau, sehat, aman, teratur, serasi dan produktif.

Termasuk didalamnya adalah penyediaan prasarana dan sarana dasar perumahan yang

kondusif dalam membangun solidaritas sosial dan meningkatkan kesejahteraan

penduduknya.

2. Pengembangan Masyarakat (Social Development); tiap langkah kegiatan PNPM

Mandiri Perkotaan harus selalu berorientasi pada upaya membangun solidaritas sosial

dan keswadayaan masyarakat sehingga dapat tercipta masyarakat efektif secara sosial

sebagai pondasi yang kokoh dalam upaya menanggulangi kemiskinan secara mandiri

dan berkelanjutan. Pengembangan masyarakat juga berarti upaya untuk meningkatkan

potensi segenap unsur masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang rentan

(vulnerable groups) dan marjinal yang selama ini tidak memiliki peluang/akses dalam

program/kegiatan setempat;

3. Pengembangan Ekonomi (Economic Development); dalam upaya menyerasikan

kesejahteraan material, maka upaya-upaya kearah peningkatan kapasitas dan

Universitas Sumatera Utara

keterampilan masyarakat miskin dan/ atau penganggur perlu mendapat porsi khusus

termasuk upaya untuk mengembangkan peluang usaha dan akses ke sumberdaya kunci

untuk peningkatan pendapatan, dengan tetap memperhatikan dampak lingkungan fisik

dan sosial.

Prinsip-prinsip universal pembangunan berkelanjutan tersebut pada hakekatnya

merupakan pemberdayaan sejati yang terintegrasi, yaitu pemberdayaan manusia seutuhnya

agar mampu membangkitkan ketiga daya yang telah dimiliki manusia secara integratif,

yaitu daya pembangunan agar tercipta masyarakat yang peduli dengan pembangunan

perumahan dan permukiman yang berorientasi pada kelestarian lingkungan, daya sosial

agar tercipta masyarakat efektif secara sosial, dan daya ekonomi agar tercipta masyarakat

produktif secara ekonomi.

2.3.2.5. Organisasi Pelaksana PNPM Mandiri Perkotaan

PNPM Mandiri Perkotaan merupakan satu bagian yang tidak terpisahkan dari

PNPM Mandiri Nasional oleh sebab itu pengelolaan program ini juga merupakan bagian

dari pengelolaan program nasional PNPM Mandiri yang telah diatur dalam Pedoman

Umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri yang diterbitkan oleh Tim

Pengendali PNPM Mandiri.

Organisasi penyelenggaraan yang diuraikan di sini adalah khusus organisasi

penyelenggaraan PNPM Mandiri Perkotaan saja yang secara struktur organisasi berada

di bawah kendali Tim Pengendali PNPM Mandiri Nasional.

Struktur kelembagaan PNPM Mandiri Perkotaan mencakup seluruh pihak yang

bertanggung jawab dan terkait dalam pelaksanaan serta upaya pencapaian tujuan PNPM

Universitas Sumatera Utara

Mandiri, meliputi unsur pemerintah, fasilitator dan konsultan pendamping, serta masyarakat

baik di pusat maupun daerah.

Secara umum, struktur organisasi PNPM Mandiri Perkotaan digambarkan berikut

ini (Pedoman Umum PNPM Mandiri, 2007: 30).

Gambar 1. Struktur Kelembagaan PNPM Mandiri

Universitas Sumatera Utara

Penyelenggaraan PNPM Mandiri Perkotaan tahun 2007 dilakukan secara berjenjang

dari tingkat nasional sampai tingkat desa/kelurahan dengan pengorganisasian sebagai

berikut (http://www.p2kp.org):

A. Tingkat Nasional…………………………………………………

Penanggung jawab pengelolaan program tingkat nasional adalah Direktorat Jenderal

Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum, yang bertindak sebagai penyelenggara

program (executing agency) yang dibantu oleh Satker P2KP (PMU) sebagai

penanggungjawab operasional kegiatan..…………………………………

Untuk melaksanakan tugas tersebut PMU dibantu oleh 2 (dua) Konsultan

Manajemen Pusat (KMP) P2KP yang bertugas melakukan pengawasan, pengkoordinasian

dan pengendalian KMW-KMW (Konsultan Manajemen Wilayah) sesuai pembagian

wilayah dampingan pada pelaksanaan P2KP2 dan P2KP3. PMU juga akan dibantu oleh

Tim Penelitian dan Pengembangan (Litbang) yang bertanggung jawab dalam merumuskan

pengembangan konsep dan penyusunan pedoman umum program, termasuk melakukan

kajian-kajian substantif yang dibutuhkan, selain itu PMU akan dibantu oleh Program

Manager untuk merumuskan strategi dan petunjuk pelaksanaan kegiatan.

Pemerintah Indonesia juga membentuk Tim Pengendali PNPM yang terdiri dari Tim

Pengarah dan Tim Teknis.

Universitas Sumatera Utara

B. Tingkat Propinsi……………………………………………………………………

Di tingkat propinsi dikoordinasikan langsung oleh Gubernur setempat melalui

Bappeda Propinsi dengan menunjuk Tim Koordinasi Pelaksanaan PNPM (TKPP) tingkat

propinsi atau TKPK yang sudah ada. Pelaksana tingkat Propinsi adalah Dinas Pekerjaan

Umum/ Bidang Ke-Cipta Karya-an dibawah kendali/koordinasi Satker Non Vertikal

Tertentu (SNVT) PBL tingkat propinsi. Dalam pelaksanaan dan pengendalian kegiatan

akan dilakukan oleh KMW yang ditugasi oleh Satker/PMU PNPM untuk Propinsi tersebut.

Dalam rangka efektifitas pelaksanaan kegiatan, ditunjuk KMW-KMW PNPM saat

ini dengan penguatan personil sesuai kebutuhan lapangan yang diperlukan.

C. Tingkat Kabupaten/Kota…………………………………………………………

Di tingkat kota/kabupaten dikoordinasikan langsung oleh Bupati/Walikota setempat

melalui Bappeda Kota/Kabupaten dengan menunjuk Tim Koordinasi Pelaksanaan PNPM

P2KP (TKPP) tingkat kota/kabupaten atau TKPK yang sudah ada. Pemkot/kab dibantu oleh

Pejabat Pembuat Komitmen yang diangkat Menteri PU atas usulan Bupati/Walikota

dibawah koordinasi SNVT PBL Propinsi dalam mengendalikan pelaksanaan kegiatan

pendampingan dan pencairan dana BLM.

Pemkot/kab memfasilitasi KBP dan penguatan TKPK-D untuk dapat menyusun

SPK-D dan PJM pronangkis Kota/Kabupaten sesuai ketentuan.

Dalam pelaksanaan dan pengendalian kegiatan ditingkat Kota/Kabupaten akan

dilakukan oleh Koordinator Kota (Korkot), yang dibantu beberapa asisten korkot di bidang

pembukuan, teknik/infrastruktur, management data dan urban planner.

Universitas Sumatera Utara

D. Tingkat Kecamatan…………………………………………………………………

Di tingkat kecamatan akan ditunjuk PJOK (Penanggung Jawab Operasional

Kegiatan). PJOK adalah perangkat kecamatan yang diangkat oleh Kepala Satker PNPM

atas usulan walikota/bupati untuk pengendalian kegiatan ditingkat kelurahan dan berperan

sebagai penanggungjawab administrasi pelaksanaan P2KP di wilayah kerjanya.

E. Tingkat Kelurahan/Desa……………………………………………

Pada tingkat kelurahan/desa, PNPM Mandiri Perkotaan akan memanfaatkan BKM

yang ada atau membentuk BKM baru dengan fungsi utama mengkoordinasikan

pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan, mengakomodasikan berbagai masukan

pembangunan untuk wilayahnya serta membentuk unit-unit/pokja pelaksana dan

mengorganisir relawan-relawan dari warga setempat.

3. Pengaruh Antara Gaya Kepemimpinan Fasilitator Kelurahan Terhadap Kinerja

Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) dalam Pelaksanaan PNPM Mandiri

Perkotaan

Thoha (1995: 49) mengemukakan bahwa jika seseorang berusaha untuk

mempengaruhi perilaku orang lain, maka kegiatan semacam itu telah melibatkan seseorang

ke dalam aktivitas kepemimpinan. Selanjutnya, jika kepemimpinan tersebut terjadi dalam

suatu organisasi tertentu, dan seseorang tadi perlu mengembangkan staf dan membangun

iklim motivasi yang menghasilkan tingkat produktivitas yang tinggi, maka orang tersebut

lantas perlu memikirkan gaya kepemimpinannya.

Universitas Sumatera Utara

PNPM Mandiri Perkotaan sendiri juga memiliki struktur organisasi pelaksana

PNPM Mandiri. Salah satu badan pelaksananya adalah BKM yang merupakan dewan

pimpinan kolektif masyarakat dalam menangani permasalahan yang ada di wilayahnya.

Jika kita mengamati struktur organisasi pelaksana PNPM Mandiri Perkotaan, maka BKM

sendiri juga memiliki pemimpin yang memberikan bimbingan administrasi dan manajemen

terhadap BKM. Hal ini diperlukan agar BKM memiliki kinerja yang baik dalam

menjalankan perannya. Tentunya pemimpin dari BKM tersebut juga menerapkan gaya

kepemimpinannya masing-masing.

Goleman (2007: 64) mengemukakan bahwa kinerja dipengaruhi oleh gaya

kepemimpinan yang diterapkan oleh pemimpin.

Selain itu, secara teoritis ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi perilaku

kerja dan kinerja individu, yaitu: variabel individu, variabel organisasi dan variabel

psikologis (www.wikipedia.org).

Kelompok variabel individu terdiri dari variabel kemampuan dan ketrampilan, latar

belakang pribadi, dan demografis. Menurut Gibson (1987, dalam situs wikipedia), variabel

kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku kerja

dan kinerja individu. Sedangkan variabel demografis mempunyai pengaruh yang tidak

langsung.

Kelompok variabel psikologis terdiri dari variabel persepsi, sikap, kepribadian,

belajar dan motivasi. Variabel ini menurut Gibson (1987, dalam situs wikipedia) banyak

dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel

demografis.

Universitas Sumatera Utara

Kelompok variabel organisasi menurut Gibson (1987, dalam situs wikipedia) terdiri

dari variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan. Menurut

Kopelman (1986), variabel imbalan akan berpengaruh terhadap variabel motivasi, yang

pada akhirnya secara langsung mempengaruhi kinerja individu. Penelitian Robinson dan

Larsen (1990) terhadap para pegawai penyuluh kesehatan pedesaan di Columbia

menunjukkan bahwa pemberian imbalan mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap

kinerja pegawai dibanding pada kelompok pegawai yang tidak diberi. Menurut Mitchell

dalam Timpe (1999), motivasi bersifat individual, dalam arti bahwa setiap orang

termotivasi oleh berbagai pengaruh hingga berbagai tingkat. Mengingat sifatnya ini, untuk

peningkatan kinerja individu dalam organisasi, menuntut para manajer untuk mengambil

pendekatan tidak langsung, menciptakan motivasi melalui suasana organisasi yang

mendorong para pegawai untuk lebih produktif. Suasana ini tercipta melalui pengelolaan

faktor-faktor organisasi dalam bentuk pengaturan sistem imbalan, struktur, desain

pekerjaan serta pemeliharaan komunikasi melalui praktek kepemimpinan yang mendorong

rasa saling percaya.

Jika kepemimpinan adalah perihal memimpin dan gaya kepemimpinan merupakan

cara atau tingkah laku dalam memimpin, maka hal yang hampir sama juga diungkapkan

oleh Meter dan Horn (dalam Winarno, 2002: 121) bahwa salah satu variabel yang secara

tidak langsung mempengaruhi kinerja implementasi adalah gaya kepemimpinan dari badan

pelaksana.

Salah satu unsur yang melakukan pendampingan kepada BKM adalah Fasilitator

Kelurahan yang mengarahkan, membimbing, dan mengajak BKM untuk bersama-sama

mencapai visi dan misi PNPM Mandiri Perkotaan.

Universitas Sumatera Utara

F. HIPOTESA

“Hipotesa adalah merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, dimana rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah

dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan”. Sugiyono (2004: 70).

Adapun hipotesa yang akan diajukan dalam penelitian ini adalah:

“Ada pengaruh antara gaya kepemimpinan Fasilitator Kelurahan (Faskel)

terhadap kinerja Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) dalam pelaksanaan

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan.”

G. DEFENISI KONSEP

Menurut Singarimbun (1989: 33), konsep adalah abstraksi mengenai suatu

fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian,

keadaan, kelompok, atau individu tertentu yang menjadi pusat perhatian.

Pemberian defenisi konsep disini adalah untuk membantu memperjelas fenomena

pengamatan yang akan diteliti sebagai berikut:

1. Gaya kepemimpinan fasilitator kelurahan adalah perilaku dan strategi fasilitator

kelurahan, sebagai hasil kombinasi dari falsafah, keterampilan, sifat, sikap, yang sering

diterapkan seorang pemimpin ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja orang lain atau

BKM/ masyarakat.

2. Kinerja anggota BKM adalah prestasi kerja, prestasi penyelenggaraan suatu kegiatan

dimana menunjukkan seberapa jauh tingkat kemampuan pelaksanaan tugas-tugas

organisasi dengan tingkat produktivitas, kualitas layanan, responsivitas, responsibilitas,

dan akuntabilitas yang tinggi oleh lembaga masyarakat yang harus mengakar,

representatif, dan aspiratif, serta beranggotakan kumpulan warga yang ikhlas, adil,

Universitas Sumatera Utara

jujur, dan tidak dibayar untuk pengabdiannya sehingga menjadi tumpuan kepercayaan

masyarakat.

H. DEFENISI OPERASIONAL

Defenisi operasional adalah unsur-unsur penelitian yang memberitahukan

bagaimana caranya mengukur suatu variabel sehingga dengan pengukuran ini dapat

diketahui indikator-indikator apa saja yang mendukung penganalisaan dari variabel-

variabel tersebut (Singarimbun, 1989: 46).

Tabel 1. Operasionalisasi Variabel Penelitian

Variabel Dimensi Indikator

Variabel Bebas (X1): Gaya Kepemimpinan

A. Visioner B. Pembimbing C. Afiliatif

a.Mampu membimbing bawahan ke arah visi organisasi dengan tegas.

b. Membebaskan orang untuk berinovasi, bereksperimen, dan menghadapi resiko yang sudah diperhitungkan.

c. Kejujuran dalam membagi informasi kepada bawahan.

a. Mampu bertindak sebagai penasihat.

b. Mampu meningkatkan kepercayaan diri bawahan.

c. Mampu menghubungkan apa yang diinginkan seseorang dengan sasaran organisasi.

d. Mampu membantu bawahan untuk mengembangkan kemampuannya sendiri.

a. Mampu memajukan harmoni dan mendorong interaksi yang ramah.

b. Memusatkan perhatian pada kebutuhan emosi bawahan.

Universitas Sumatera Utara

D. Demokratis E. Penentu Kecepatan F. Memerintah

c. Mengandalkan kompetensi pengelolaan konflik ketika menyatukan perbedaan.

a. Menciptakan perasaan bahwa mereka sungguh-sungguh ingin mendengarkan pikiran dan kepedulian bawahan.

b. Menghargai masukan orang lain.

c. Mendapatkan komitmen melalui partisipasi.

d. Bekerja sebagai anggota kelompok dan bukan sebagai pemimpin yang berposisi di atas.

a. Memegang teguh dan melaksanakan standar kinerja yang tinggi.

b. Bersikap obsesif bahwa segala sesuatu bisa dilakukan dengan lebih baik dan lebih cepat.

c. Cepat menunjuk orang-orang yang berkinerja buruk dan menuntut lebih banyak dari mereka untuk bekerja lebih baik.

a. Menuntut kepatuhan langsung pada perintahnya.

b. Ingin mengendalikan setiap situasi dengan ketat.

c. Ingin memantau setiap situasi dengan teliti.

Variabel Terikat (Y): Kinerja Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM)

A. Produktivitas Pengurus

a. Kemampuan mengoptimalkan kegiatan pemeliharaan lingkungan /perlindungan lingkungan.

b. Kemampuan mengoptimalkan kegiatan bantuan sosial kepada masyarakat miskin.

c. Kemampuan meningkatkan keterampilan masyarakat miskin untuk

Universitas Sumatera Utara

B. Kualitas Layanan Pengurus C. Responsivitas Pengurus D. Responsibilitas Pengurus E. Akuntabilitas Pengurus

mengembangkan usaha. d. Memiliki keterampilan

yang diperlukan dalam melaksanakan perannya.

a. Adanya kepuasan masyarakat terhadap pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan.

b. Menunjukkan sikap ikhlas / tanpa pamrih di dalam menjalankan peran.

c. Mementingkan penerapan nilai keadilan.

d. Kesesuaian pelaksanaan program dengan prinsip partisipasi masyarakat.

a.Mengembangkan program kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan / aspirasi masyarakat.

b. Merumuskan Perencanaan Jangka Menengah (PJM) Program Penanggulangan Kemiskinan (Pronangkis) bersama-sama masyarakat.

d. Menyusun prioritas pelayanan yang berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan.

e. Kemampuan menjalankan misi PNPM Mandiri Perkotaan.

a. Memiliki kejelasan tentang prosedur pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan.

b. Kesesuaian pelaksanaan kegiatan dengan petunjuk pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan.

c. Memiliki kejelasan tentang tata cara pencairan dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM).

a. Konsistensi kegiatan dengan kehendak masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

b. Transparansi informasi terkait pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan.

c. Pemberian dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dilakukan secara transparan

d. Pemberian dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dilakukan secara tepat sasaran.

d. Memprioritaskan kepentingan masyarakat miskin.

I. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan yang disusun dalam rangka memaparkan keseluruhan hasil

penelitian ini secara singkat dapat diketahui sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Menguraikan tentang latar belakang masalah. Perumusan

masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian, kerangka

teori, defenisi konsep, defenisi operasional, hipotesa, dan

sistematika penulisan.

BAB II : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi

dan sampel, teknik pengukuran, dan teknik analisa data.

BAB III : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang gambaran atau karakteristik lokasi

penelitian berupa sejarah singkat, visi dan misi, kedudukan,

tugas, dan fungsi.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV : PENYAJIAN DATA

Bab ini berisikan identitas responden, distribusi jawaban

responden, klasifikasi data, pengujian hipotesa, dan koefisien

determinan.

BAB V : ANALISA DATA

Analisa data berisikan gaya kepemimpinan fasilitator kelurahan,

kinerja BKM, pengaruh Gaya Kepemimpinan Fasilitator

Kelurahan Terhdap Kinerja BKM dalam Pelaksanaan PNPM

Mandiri Perkotaan dan selanjutnya disusun dalam bentuk tabel

frekuensi.

BAB VI : PENUTUP

Menguraikan kesimpulan hasil penelitian dan berusaha untuk

merumuskan saran-saran.

DAFTAR PUSTAKA

Universitas Sumatera Utara