Chapter 1
-
Upload
iwan-priambodo -
Category
Documents
-
view
264 -
download
0
description
Transcript of Chapter 1
Sociology of Education: A Unique Perspective on Schools
A. Pendahuluan
Pendidikan merupakan suatu proses sepanjang hayat.Proses tersebut diawali
sejak lahir hingga mati. Pendidikan ada di seluruh masyarakat dan mengambil
segala macam bentuk dari apa yang dinamakan sekolah atau pembelajaran dengan
pengalaman hingga pembelajaran dalam lembaga formal, dari masyarakat industri
maju hingga masyarakat non industri, dari pedesaan hingga perkotaan, dan dari
anak-anak hingga orang tua (Ballantine, 2001: 1).
Kajian sosiologi pendidikan menekankan pada implikasi dan akibat sosial
dari pendidikan dan memandang masalah-masalah pendidikan dari sudut totalitas
lingkup sosial kebudayaan, politik, dan ekonomisnya bagi masyarakat (Karsidi,
2007: 1). Lebih lanjut, Karsidi mengemukakan bahwa apabila psikologi pendidikan
memandang gejala-gejala pendidikan dari konteks perilaku dan perkembangan
pribadi, maka sosiologi pendidikan memandang gejala pendidikan sebagai bagian
dari struktur sosial masyarakat.
Dilihat dari objek penyelidikannya, sosiologi pendidikan adalah bagian dari
ilmu sosial, terutama sosiologi dan ilmu pendidikan yang secara umum juga
merupakan bagian dari kelompok ilmu sosial (Ballantine, 2001: 1). Berdasarkan
penjelasan tersebut di atas, maka kedudukan sosiologi dan ilmu pendidikan dapat
digambarkan secara skematis ke dalam bagan sebagai berikut:
Gambar 1 Sosiologi Pendidikan dalam Kelompok Ilmu-ilmu Sosial(Sumber: Karsidi, 2007: 2)
Sosiologi sebagai ilmu sudah memiliki lapangan penyelidikan, sudut
pandang, metode, dan susunan pengetahuan yang jelas. Objek penelitiannya adalah
tingkah laku manusia dan kelompok (Karsidi, 2007: 2). Lebih lanjut, Karsidi
menjelaskan bahwa sudut pandangnya adalah memandang hakikat masyarakat,
kebudayaan, dan individu secara ilmiah. Sedangkan susunan pengetahuannya terdiri
atas konsep-konsep dan prinsip-prinsip mengenai kehidupan kelompok sosial,
kebudayaan dan perkembangan pribadi.
Objek penelitian sosilogi pendidikan adalah tingkah laku sosial, yaitu
tingkah laku manusia dan institusi sosial yang terkait dengan pendidikan
(Ballantine, 2001: 2). Sebagaimana dalam terminologi sosiologi, sosiologi
pendidikan berbicara mengenai pandangan tentang kelas, sekolah, keluarga,
masyarakat desa, kelompok-kelompok masyarakat, dan lain sebagainya yang
masing-masing terangkum dalam wilayah suatu sistem sosial (Karsidi, 2007: 3).
1
SosiologiPendidikan
Ilmu PendidikanSosiologi
Kelompok Ilmu Sosial
Sistem sosial merupakan suatu kesatuan integral yang mendapat pengaruh
dari: 1) sistem sosial yang lain; 2) lingkungan alam; 3) sifat-sifat fisik dari manusia;
dan 4) karakter mental penghuninya. Selaras dengan pandangan tentang sosiologi
pendidikan tersebut di atas, Payne (dalam Salim, 2002: 4) mengemukakan bahwa
dalam lembaga-lembaga, kelompok-kelompok sosial dan proses sosial terdapat
hubungan yang saling kait-mengait di mana di dalam interaksi sosial tersebut
individu memperoleh dan mengorganisasikan pengalamannya.
Mengacu pada latar belakang di atas, tulisan ini membahas mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan ilmu sosiologi pendidikan. Adapun permasalahan yang
dibahas adalah sebagai berikut: 1) apa saja lingkup cakupan bidang sosiologi
pendidikan?; 2) bagaimana pendekatan-pendekatan teoretis yang digunakan dalam
sosiologi pendidikan?; 3) Bagaimana metode yang digunakan dalam sosiologi
pendidikan?; dan 4) Bagaimana pendekatan sistem terbuka yang digunakan dalam
mengkaji masalah pendidikan?
B. Pembahasan
1. Ruang Lingkup Sosiologi Pendidikan
Bidang cakupan sosiologi pendidikan antara lain meliputi pokok-pokok
sebagai berikut (Ballantine, 2001: 2-5): a) Hubungan sistem pendidikan dengan
aspek-aspek lain dalam masyarakat; b) Hubungan antarmanusia di dalam sekolah; c)
Pengaruh sekolah terhadap perilaku dan kepribadian semua pihak di sekolah/
lembaga pendidikan; dan d) Lembaga pendidikan dalam masyarakat.
a. Hubungan sistem pendidikan dengan aspek-aspek lain dalam masyarakat.
1) Hubungan pendidikan dengan sistem sosial atau struktur sosial;
2
2) Hubungan antara sistem pendidikan dengan proses kontrol sosial dan sistem
kekuasaan;
3) Fungsi pendidikan dalam kebudayaan;
4) Fungsi sistem pendidikan dalam proses perubahan sosial dan kultural atau
usaha mempertahankan status quo; dan
5) Fungsi sistem pendidikan formal berkaitan dengan kelompok rasial, kultural,
dan sebagainya.
b. Hubungan antarmanusia di dalam sekolah. Cakupan ini cenderung menganalisis
struktur sosial di dalam sekolah yang memiliki karakter berbeda dengan relasi
sosial di dalam masyarakat luar sekolah, yaitu antara lain:
1) Hakikat kebudayaan sekolah sejauh ada perbedaannya dengan kebudayaan
di luar sekolah; dan
2) Pola interaksi sosial dan struktur masyarakat sekolah, yang antara lain
meliputi berbagai hubungan kekuasaan, stratifikasi sosial dam pola
kepemimpinan informal sebagaimana terdapat dalam clique serta kelompok-
kelompok murid lainnya.
c. Pengaruh sekolah terhadap perilaku dan kepribadian semua pihak di sekolah/
lembaga pendidikan.
1) Peranan sosial guru-guru/ tenaga pendidikan;
2) Hakikat kepribadian guru/ tenaga pendidikan;
3) Pengaruh kepribadian guru/ tenaga kependidikan terhadap kelakuan anak/
peserta didik; dan
4) Fungsi sekolah/ lembaga pendidikan dalam sosialisasi murid/ peserta didik.
3
d. Lembaga Pendidikan dalam Masyarakat. Dalam cakupan ini dianalisis
mengenai pola-pola interaksi antara sekolah/ lembaga pendidikan dengan
kelompok-kelompok sosial lainnya dalam masyarakat di sekitar sekolah/
lembaga pendidikan. Hal-hal yang tercakup dalam wilayah ini antara lain
meliputi:
1) Pengaruh masyarakat atas organisasi sekolah/ lembaga pendidikan;
2) Analisis proses pendidikan yang terdapat dalam sistem-sistem sosial dalam
masyarakat luar sekolah;
3) Hubungan antarsekolah dan masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan; dan
4) Faktor-faktor demografi dan ekologi dalam masyarakat berkaitan dengan
organisasi sekolah.
Menurut Ballantine (2001: 3) dikatakan bahwa ahli sosiologi
mempelajari tentang orang di dalam berbagai situasi. Dalam kerangka kerja ini,
ada beberapa kekhususan yang dapat dikelompokkan ke dalam kajian-kajian
tentang lembaga-lembaga yang ada di dalam masyarakat, kajian tentang proses-
proses sosial, dan kajian tentang situasi-situasi yang ada di dalam kelompok lain
yang terkait. Lebih lanjut, Ballantine (2001: 2) mengemukakan bahwa struktur
masyarakat diwakili oleh enam lembaga utama yang merupakan bidang kajian
dalam sosiologi, yaitu: keluarga, agama, pendidikan, politik, ekonomi, dan
kesehatan. Sedangkan organisasi formal yang kompleks, seperti sekolah
merupakan bagian dari lembaga struktural yang ada di dalam masyarakat.
Proses merupakan tindakan sebagian dari masyarakat yang menjadikan
struktur tersebut hidup. Melalui proses sosialisasi, orang akan belajar tentang
4
peranan apa yang mereka harapkan. Proses stratifikasi menentukan di mana
orang akan menempatkan diri dalam struktur sosial sesuai dengan kondisinya.
2. Pendekatan-pendekatan Teoretis yang Digunakan dalam Sosiologi
Pendidikan
Sosiologi pendidikan merupakan suatu ilmu yang cukup baru. Pada setengah
abad yang lalu, penekanan diberikan pada pendidikan sebagai suatu lembaga yang
bersifat unik dan merupakan suatu bidang kajian yang bersifat objektif. Dalam masa
itu, kajian difokuskan pada permasalahan sosial di mana pendidikan memainkan
peranan penting, seperti peranan sekolah dalam memberikan peluang bagi kaum
miskin untuk meningkatkan status ekonomi mereka, sistem nilai yang terus menerus
diperdebatkan mengenai apa yang harus diajarkan di sekolah, asimilasi kaum
imigran, dan peranan pendidikan dalam mendorong persamaan (Ballantine, 2001:
6).
Pada abad ke dua puluh satu, karya-karya dalam sosiologi pendidikan dapat
dikelompokkan ke dalam tingkat analisis (levels of analysis) yang berbeda, yaitu
dari tingkatan makro seperti pendidikan sebagai suatu lembaga kemasyarakatan,
hingga ke level mikro tentang interaksi di dalam ruangan kelas (Ballantine, 2001: 6).
Pendekatan teoretis yang digunakan tersebut dapat membantu untuk menentukan
permasalahan yang harus dijawab oleh para peneliti.
Ada tiga pendekatan yang dapat digunakan dalam sosiologi pendidikan.
Pendekatan tersebut antara lain adalah sebagai berikut: 1) teori fungsionalis; 2) teori
konflik; dan 3) teori interaksi dan interpretatif (Ballantine, 2001: 6). Dua pendekatan
yang pertama berfokus pada pandangan-pandangan yang berbeda mengenai
5
bagaimana cara masyarakat bekerja. Sedangkan pandangan yang ketiga berkaitan
dengan interaksi-interaksi dalam situasi-situasi sosial, Ketiga pendekatan tersebut
juga berfokus pada tingkat analisis yang berbeda. Pendekatan fungsional dan konflik
cenderung berkaitan dengan pandangan analisis tentang hubungan-hubungan sosial
dan kultur sekolah tingkat makro; sedangkan pendekatan interaksi lebih berfokus
pada interaksi skala mikro antara individu dengan kelompok-kelompok kecil
(Ballantine, 2001: 7).
a. Teori Fungsionalis
Salah satu pendekatan teoretis utama dalam sosiologi adalah teori
fungsionalisme. Teori ini juga sering disebut sebagai teori fungsionalisme struktural,
konsensus, atau ekuilibrium. Pendekatan ini diawali dengan adanya asumsi bahwa
masyarakat dan lembaga-lembaga yang ada di dalam masyarakat, seperti
pendidikan, terbentuk dari bagian-bagian yang saling tergantung dan saling bekerja
sama satu sama lain, yang masing-masing saling berkontribusi memberikan aktivitas
yang diperlukan bagi berfungsinya masyarakat secara keseluruhan (Ballantine,
2001: 7).
Pendekatan fungsionalisme sering disamakan dengan berfungsinya tubuh
manusia secara biologis. Masing-masing bagian memainkan suatu peranan penting
dalam sistem keseluruhan dan saling tergantung satu sama lain untuk dapat bertahan
hidup.
Tokoh utama dalam pendekatan ini adalah Emile Durkheim (1858 – 1917)
seorang profesor pedagogy dari Universitas Sorbonne, Perancis. Menurut Durkheim
(dalam Ballantine, 2001: 8) dikatakan bahwa pentingnya pendidikan adalah dalam
6
menciptakan nilai-nilai moral sebagai landasan dalam masyarakat. Secara lengkap
Durkheim menulis sebagai berikut:
“Education is the influence excercised by adult generations on those that are not yet ready for social life. Its object is to arouse and to develop in the child a certain number of physical, intellectual and moral states which are demanded of him by both the political society as a whole and the special milieu for which he is specifically destined.”
Menurut Durkheim dikatakan bahwa pendidikan merupakan pengaruh yang
dilatih oleh generasi dewasa kepada mereka yang belum siap untuk menjalani
kehidupan sosial. Tujuannya adalah untuk membangun dan mengembangkan
sejumlah kondisi fisik, intelektual, dan moral yang diharapkan oleh masyarakat dan
lingkungan tertentu di mana ia secara khusus ditakdirkan untuk berada di dalamnya.
Teori fungsionalisme saat ini memandang bahwa fungsi utama sekolah
adalah sebagai pemberi pengetahuan dan perilaku yang diperlukan untuk
memelihara tatanan yang ada di dalam masyarakat (Ballantine, 2001: 9). Para ahli
teori fungsionalisme memandang lembaga sebagai bagian dari masyarakat secara
keseluruhan atau bagian dari sistem sosial. Bagian-bagian dari sistem tersebut
dibahas dalam hal fungsi mereka di dalam sistem secara keseluruhan. Tingkat saling
ketergantungan antar bagian di dalam sistem tersebut berkaitan dengan tingkat
integrasi yang ada di antara bagian-bagian tersebut. Nilai-nilai yang digunakan
bersama antar anggota kelompok atau konsensus merupakan komponen penting
yang ada di dalam sistem tersebut.
Kelemahan dari teori fungsionalisme menurut beberapa ahli fungsionalisme
adalah sebagai berikut: 1) teori ini gagal untuk mengenali sejumlah kepentingan
yang divergen, ideologi, dan konflik kepentingan kelompok (Hurn , 1993: 50 - 55);
7
2) teori ini menghadapi kesulitan dalam menganalisis interaksi-interaksi yang ada di
dalamnya, seperti dinamika yang ada di dalam ruangan kelas, yaitu hubungan antara
guru dengan siswa dan siswa dengan siswa (Karabel dan Halsey, 1977: 11).
b. Teori Konflik
Teori konflik berangkat dari asumsi awal tentang adanya suatu ketegangan
di dalam masyarakat dan bagian-bagiannya yang tercipta karena adanya kepentingan
yang saling bertentangan dari individu dan kelompok. Teori ini dilandasi dari tulisan
Karl Marx dan Max Weber tentang teori konflik.
Marx mendasari teori konflik dari kondisi sosial para pekerja yang
dieksploitasi di dalam sistem kelas sebagai akibat dari kapitalisme. Marx
menyatakan bahwa kelompok-kelompok masyarakat yang bertentangan, yaitu
kelompok masyarakat ‘kaya’ dan ‘miskin’ berada dalam suatu kondisi ketegangan
yang konstan yang kemungkinan dapat menimbulkan pertentangan. Kelompok
‘kaya’ mengendalikan kekuasaan, kekayaan, barang-barang materi, privilese
(termasuk akses terhadap pendidikan yang terbaik), serta pengaruh; sedangkan
kelompok kaum ‘miskin’ menyajikan suatu tantangan yang bersifat konstan karena
mereka terus berusaha mendapatkan suatu bagian yang lebih besar dari kemakmuran
masyarakat. Pertentangan untuk merebut kekuasaan tersebut membantu menentukan
struktur dan berfungsinya organisasi dan hirarkhi yang muncul sebagai akibat dari
hubungan kekuasaan.
c. Teori Interaksi dan Interpretatif
Teori interaksi dan interpretatif berfokus pada interaksi individu dengan
yang lain. Individu saling berbagi suatu kebudayaan dan mau menginterpretasikan
8
dan menentukan beberapa situasi sosial dengan cara yang sama karena adanya
sosialisasi, pengalaman, dan ekspektasi yang sama. Teori ini berakar dari karya
Mead dan Cooley tentang perkembangan diri melalui interaksi sosial baik di dalam
sekolah maupun situasi lainnya.
Dua teori tentang interaksi yang bermanfaat dalam sosiologi pendidikan
adalah teori labeling dan teori pertukaran. Teori labeling mempunyai proposisi
dasar bahwa perilaku menyimpang mempunyai karakteristik dari suatu transaksi
antara orang yang menyimpang dengan yang lain. Istilah lain untuk teori ini adalah
teori transaksional (Becker, 1952: 471). Perilaku tertentu adalah menyimpang
karena perilaku tersebut didefinisikan demikian oleh kelompok dalam masyarakat,
terutama oleh kelompok yang mempunyai kekuatan untuk menentukan bahwa
definisi yang mereka berikan mempunyai bobot.
Teori pertukaran didasarkan pada asumsi bahwa terdapat biaya dan
penghargaan yang ada di dalam interaksi. Interaksi timbal balik akan mengikat
individu maupun kelompok dengan adanya kewajiban (Bernstein, 1990).
3. Metode-Metode yang Digunakan dalam Sosiologi Pendidikan
Sebelum tahun 1950 beberapa penelitian pendidikan menggunakan standar-
standar dan ukuran yang bersifat objektif. Kemudian secara bertahap penekanan
mulai bergeser ke arah penelitian yang bersifat empiris. Beberapa metode yang
digunakan dalam penelitian sosiologi pendidikan antara lain adalah: observasi
partisipasi, survei, analisis sekunder, penelitian laboratorium terkontrol, dan studi
kasus. Untuk menentukan teknik yang digunakan, peneliti harus menentukan
permasalahan yang hendak dikaji dan menentukan tingkat analisis dan sumber
9
informasi yang ada yang berkaitan dengan permasalahan yang hendak dikaji
tersebut.
4. Pendekatan Sistem Terbuka
Pendekatan sistem terbuka memberikan suatu cara yang bermanfaat dalam
memvisualisasikan berbagai elemen yang ada di dalam sistem tersebut. Model ini
menunjukkan bagian-bagian komponen dari suatu sistem keseluruhan. Model ini
dapat membantu dalam menyusun observasi dan data serta mewakili suatu
gambaran umum mengenai elemen-elemen yang saling berinteraksi.
Teori sistem terbuka memandang suatu organisasi sebagai suatu rangkaian
yang terdiri dari bagian-bagian yang saling terkait satu sama lain dan berinteraksi
dengan lingkungan sama seperti layaknya makhluk hidup (Hanson, 1996: 7).
Model sistem persekolahan menurut Olsen (dalam Ballantine, 2001: 18)
digambarkan ke dalam bagan berikut:
Gambar 2 Model Sistem Persekolahan
Gambar tersebut di atas menunjukkan komponen-komponen dasar setiap
sistem sosial.
10
Input OutputORGANISASI:
Struktur dan Proses
143
2LINGKUNGAN
5UMPAN BALIK
C. Penutup
Berdasarkan pembahasan di atas, selanjutnya dapat diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
Bidang cakupan sosiologi pendidikan antara lain meliputi pokok-pokok
sebagai berikut: a) Hubungan sistem pendidikan dengan aspek-aspek lain dalam
masyarakat; b) Hubungan antarmanusia di dalam sekolah; c) Pengaruh sekolah
terhadap perilaku dan kepribadian semua pihak di sekolah/ lembaga pendidikan; dan
d) Lembaga pendidikan dalam masyarakat.
Ada tiga pendekatan yang dapat digunakan dalam sosiologi pendidikan.
Pendekatan tersebut antara lain adalah sebagai berikut: 1) teori fungsionalis; 2) teori
konflik; dan 3) teori interaksi dan interpretatif. Dua pendekatan yang pertama
berfokus pada pandangan-pandangan yang berbeda mengenai bagaimana cara
masyarakat bekerja. Sedangkan pandangan yang ketiga berkaitan dengan interaksi-
interaksi dalam situasi-situasi sosial.
Teori fungsionalisme diawali dengan adanya asumsi bahwa masyarakat dan
lembaga-lembaga yang ada di dalam masyarakat, seperti pendidikan, terbentuk dari
bagian-bagian yang saling tergantung dan saling bekerja sama satu sama lain, yang
masing-masing saling berkontribusi memberikan aktivitas yang diperlukan bagi
berfungsinya masyarakat secara keseluruhan. Tokoh utamanya adalah Emile
Durkheim.
Teori konflik berangkat dari asumsi awal tentang adanya suatu ketegangan
di dalam masyarakat dan bagian-bagiannya yang tercipta karena adanya kepentingan
yang saling bertentangan dari individu dan kelompok. Teori ini dilandasi dari tulisan
Karl Marx dan Max Weber tentang teori konflik.
11
Teori interaksi dan interpretatif berfokus pada interaksi individu dengan
yang lain. Individu saling berbagi suatu kebudayaan dan mau menginterpretasikan
dan menentukan beberapa situasi sosial dengan cara yang sama karena adanya
sosialisasi, pengalaman, dan ekspektasi yang sama. Teori ini berakar dari karya
Mead dan Cooley tentang perkembangan diri melalui interaksi sosial baik di dalam
sekolah maupun situasi lainnya. Dua teori tentang interaksi yang bermanfaat dalam
sosiologi pendidikan adalah teori labeling dan teori pertukaran.
Beberapa metode yang digunakan dalam penelitian sosiologi pendidikan
antara lain adalah: observasi partisipasi, survei, analisis sekunder, penelitian
laboratorium terkontrol, dan studi kasus. Untuk menentukan teknik yang digunakan,
peneliti harus menentukan permasalahan yang hendak dikaji dan menentukan
tingkat analisis dan sumber informasi yang ada yang berkaitan dengan permasalahan
yang hendak dikaji tersebut.
Teori sistem terbuka memandang suatu organisasi sebagai suatu rangkaian
yang terdiri dari bagian-bagian yang saling terkait satu sama lain dan berinteraksi
dengan lingkungan sama seperti layaknya makhluk hidup.
12
Daftar Pustaka
Ballantine, Jeanne H., 2001. The Sociology of Education: A Systematic Approach. Upper Saddle River, New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Becker, Howard S. 1952. “The Career of Chicago Public Schoolteachers”. American Journal of Sociology Vol. 57, 1952, pp: 470 – 477, http://www.proquest.umi.com diakses pada 3 Juni 2010.
Bernstein, Basil. 1990. Class, Codes, and Control: Vol 4. The Structuring of Pedagogic Discourse. London: Routledge.
Hanson, E. Mark. 1996. Educational Administration and Organizational Behavior. Boston: Alyn and Bacon.
Hurn, Christopher. 1993. The Limits and Possibilities of Schooling: An Introduction to Sociology of Education 3rd Edition. New York: Holt and Rinehart, Inc.
Karabel, Jerome and A. H. Halsey. 1977. Power and Ideology in Education. New York: Oxford University Press.
Karsidi, Ravik. 2007. Sosiologi Pendidikan. Surakarta: UNS Press.
Salim, Agus. 2002. Perubahan Sosial; Sketsa, Teori dan Refleksi Metodologi Kasus di Indonesia. Yogyakarta: Tiara Wacana.
13