Chapter II[1]

download Chapter II[1]

of 28

Transcript of Chapter II[1]

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Mekanika proses pemotongan logam membutuhkan parameter yang melibatkan kondisi pemotongan dan geometri serta kemampuan pahat potong. Semakin besar kecepatan potong semakin besar pula konsumsi tenaga mesinnya. Besarnya penampang geram dalam proses pemotongan tergantung kepada laju suapan (laju pemakanan) (mm/put) atau dalam/tebalnya kedalaman potong (mm). Dalam proses pemesinan, untuk mencapai kondisi pemotongan yang optimal dan stabil sangat perlu diperhatikan adanya kombinasi besaran kecepatan potong, laju pemakanan, dan tebal atau kedalaman pemotongan yang sangat erat kaitannya terhadap umur pahat serta kualitas permukaan bahan termesin.

2.1

Proses Pemotongan Dengan Mesin Bubut Proses pemotongan logam merupakan kegiatan terbesar yang dilakukan pada

industri manufaktur. Proses ini mampu menghasilkan komponen yang memiliki bentuk yang komplek dengan akurasi geometri dan dimensi yang tinggi. Prinsip pemotongan logam dapat didifinisikan sebagai sebuah aksi dari sebuah alat potong yang dikontakkan dengan sebuah benda kerja untuk membuang permukaan benda kerja tersebut dalam bentuk geram. Meskipun definisinya sederhana akan tetapi proses pemotongan logam adalah sangat komplek.

Universitas Sumatera Utara

Salah satu proses pemesinan yang digunakan pada pemotongan logam adalah proses bubut. Proses ini bertujuan untuk membuang material dimana benda kerja dicekam menggunakan sebuah chuck atau pencekam dan berputar pada sebuah sumbu, alat potong bergerak arah aksial dan radial terhadap benda kerja sehingga terjadi pemotongan dan menghasilkan permukaan yang konsentris dengan sumbu putar benda kerja. Gambar 2.1 adalah skematis dari sebuah proses bubut dimana n adalah putaran poros utama, f adalah laju pemakanan dan a adalah kedalaman pemotongan.

a

n

f

Gambar 2.1 Skematis proses bubut Bagian-bagian serta penamaan (nomenclature) dari alat potong yang digunakan pada proses bubut dijelaskan pada Gambar 2.2. Radius pahat potong menghubungkan sisi dengan ujung potong (cutting edge) yang berpengaruh terhadap umur pahat, gaya radial, dan hasil permukaan akhir. Ada beberapa parameter utama yang berpengaruh terhadap gaya potong, peningkatan panas, keausan, dan keutuhan permukaan benda kerja yang dihasilkan.

Universitas Sumatera Utara

(a) Gambar 2.2. Pahat potong dan toolholder

(b)

Tiga diantaranya adalah kecepatan potong (V), laju pemakanan (f), dan kedalaman potong (a). Kecepatan potong adalah kecepatan keliling benda kerja dengan satuan (m/min), laju pemakanan adalah perpindahan atau jarak tempuh pahat tiap satu putaran benda kerja dengan satuan (mm/put), kedalaman potong adalah tebal material terbuang pada arah radial dengan satuan (mm).

2.2 Kondisi pemesinan Menurut Rochim (1993) pada setiap proses pemesinan ada lima elemen dasar yang perlu dipahami, yaitu: a. Kecepatan potong (cutting speed) b. Kedalaman potong (depth of cut) c. Laju pemakanan (feeding speed) d. Waktu pemotongan (cutting time) e. Laju pembuangan geram (material removal rate) : V (m/min) : a (mm) : f (mm/put) : tc (min) :MRR ( /min)

Universitas Sumatera Utara

Kelima elemen dasar tersebut diatas dapat diketahui menggunakan rumus yang dapat diturunkan berdasarkan Gambar 2.3 berikut ini:

Gambar 2.3 Proses bubut Geometri benda kerja: do = diameter awal (mm) dm = diameter akhir (mm) lt Geometri pahat: = panjang pemesinan (mm)

r = sudut potong utama (o)

o = sudut geram (o)

2.2.1

Kecepatan potong (V) Untuk memperoleh putaran mesin atau kecepatan potong digunakan

persamaan sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

V= dimana

. d .n 1000

..

(2.1)

V = kecepatan potong (m/menit) d = dimeter benda kerja (mm) n = putaran spindel (rpm)

2.2.2 Kedalaman potong (a) Menurut Rochim (1993) kedalaman pemotongan minimum dan maksimum yaitu dengan persamaan: Untuk kedalam potong minimum adalah: amin = (2.2) dan kedalaman potong maksimum (amaks) adalah: amaks = 0,7 S sin r dimana = radius ujung pahat (mm) S = panjang sisi pahat (mm) . (2.3) ..... ditentukan oleh nilai

r = sudut potong utama (o)Sudut potong utama (principal cutting edge angle/r) adalah sudut antara mata potong utama pahat dengan laju pemakanan (f), besarnya sudut tersebut ditentukan oleh geometri pahat dan cara pemasangan pada mesin bubut. Untuk nilai laju pemakanan (f) dan kedalaman potong (a) yang tetap maka sudut ini akan mempengaruhi lebar pemotongan (b) dan tebal geram sebelum terpotong (h) adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

Lebar pemotongan

b=

(mm) .

(2.4)

Tebal geram sebelum terpotong

h=

(mm) .

(2.5)

Dengan demikian penampang geram sebelum terpotong adalah: A= f.a =b.h 2.2.3 Laju pemakanan /laju suapan (f) Untuk proses penghalusan permukaan, laju pemakanan atau feeding (f), ditetapkan sesuai dengan kehalusan permukaan produk yang dikehendaki. Hubungan antara kekasaran permukaan, radius ujung pahat, dan laju pemakanan secara empiris adalah (Dawson & Kurfess, 2002): Ra = (2.7) atau dimana f f =r . R a 0,03210.0321 f r2

(mm2) ...

(2.6)

(m)

.

(mm/put) .

(2.8)

= laju pemakanan (mm/put)

Ra = kekasaran permukaan (m) = radius ujung pahat 0,2 (mm) Sehingga kecepatan pemakanan adalah: Vf = lt/tc (mm/min) . ............. dimana lt = panjang pemotongan (mm) tc = waktu pemotongan (menit) (2.9)

Universitas Sumatera Utara

2.2.4 Laju pembuangan geram (MRR) Selama proses pembubutan berlangsung bahan dibuang akibat perputaran benda kerja sebagai suatu geram tunggal yang tergantung pada parameter kerja mesin. Geram yang dihasilkan berupa suatu lembar tali berkelanjutan atau berupa potonganpotongan. Besarnya laju pembuangan geram (MRR) adalah: MRR = A.V dimana (cm3/min) ............................................. (2.10)

A = penampang geram sebelum terpotong A =f.a (mm2) . (2.11)

maka

MRR = f . a . V (cm3/min)

2.3

Kekasaran Permukaan Pada operasi pemesinan penyelesaian atau finishing seperti pada pembubutan

keras, usia akhir dari pemakaian alat (pahat) umumnya didasarkan pada kerusakan yang telah dialami oleh permukaan benda kerja termesin. Sehingga untuk menjelaskan dan memprediksi kekasaran permukaan, penelitian telah dilakukan untuk menentukan efek dari tiga parameter pemotongan, yaitu laju pemakanan (f), kecepatan pemotongan (V) dan keausan pahat (VB). Tabel 2.1. Tingkat kekasaran rata-rata menurut proses pengerjaan Proses pengerjaan Flat and cylindrical lapping Superfinishing diamond turning Selang (N) N1 N4 N1 N6 Harga Ra (m) 0,025 0,2 0,025 0,8

Universitas Sumatera Utara

Flat and cylindrical grinding Finishing

N1 N8 N4 N8

0,025 3,2 0,2 3,2 0,4 50,0 12,5 25,0 0,8 50,0 12,5 25,0 0,8 3,2 0,8 1,6

Face and cylindrical turning, milling and reaming N5 N12 Drilling N10 N11 Shaping, planning, horizontal milling Sandcasting and forging Extruding, cold rolling, drawing Die casting (Sumber : ISO -1302, 2001) N6 N12 N10 N11 N6 N8 N6 N7

Dimana N1 sampai N12 adalah kelas kekasaran permukaan dan Ra adalah rata-rata harga kekasarannya. Pengaruh penyelesaian permukaan benda kerja termesin tidak hanya pada keakuratan dimensi, tetapi juga pada sifat-sifat komponen bahan yang dihasilkan seperti kelelahan dan kekuatan (Kalpakjian & Schmid). Tingkat kekasaran permukaan hasil pengerjaan masing-masing proses pemesinan tidaklah sama, itu tergantung pada proses pengerjaannya. Tabel 2.1 menunjukkan tingkat kekasaran rata-rata menurut proses pengerjaannya. Perbaikan mekanisme proses permukaan benda kerja termesin akan mengoptimalkan proses dan memperbaiki fungsi bagian. Yang mempengaruhi kekasaran permukaan selama proses pemesinan adalah efek dari jumlah dua

variabel bebas (Boothroyd) yaitu: a. kekasaran permukaan ideal yang dihasilkan dari geometri pahat dan laju pemakanan.

Universitas Sumatera Utara

b. kekasaran permukaan alami yang disebabkan oleh penyimpangan dalam operasi pemesinan. Dalam proses pemesinan, adalah mustahil untuk mencapai kekasaran permukaan yang ideal karena kekasaran permukaan alami berkontribusi terhadap sebagian besar dari kekasaran. Built up edge, chatter pada pahat, ketidakakuratan dalam gerakan alat mesin dan cacat pada struktur benda kerja adalah penyebab kekasaran

permukaan alami (Boothroyd). Laju pemakanan dan geometri sudut pahat adalah dua faktor utama yang mempengaruhi kekasaran permukaan. Kemampuan dalam mengasah radius sudut pahat akan meningkatkan tindakan yang sesungguhnya dan meningkatkan kekasaran permukaan. Semakin tinggi laju pemakanan akan selalu meningkatkan kekasaran permukaan. Selanjutnya, untuk memperoleh kekasaran permukaan seperti yang diharapkan (finishing) maka geometri radius ujung pahat perlu dipertimbangkan yang dalam hal ini kaitannya dengan nilai gerak makan (feeding). 2.3.1. Kekasaran permukaan dalam pembubutan keras Kekasaran permukaan memiliki pengaruh terhadap kinerja komponen. Hal ini juga yang menyebabkan banyak orang tertarik melaksanakan penelitian kekasaran permukaan pada pembubutan keras. Thiele & Melkote telah melakukan penelitian yaitu pengaruh geometri radius ujung pahat terhadap kekasaran permukaan pada pembubutan baja AISI 52100.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.4 Pengaruh gerak makan dan radius ujung pahat terhadap gaya geser dan gaya makan Tingkat pemakanan dan geometri radius ujung pahat adalah dua faktor utama yang mempengaruhi kekasaran permukaan. Peningkatan dalam mengasah radius ujung pahat akan meningkatkan tindakan yang sesungguhnya dan meningkatkan kekasaran permukaan. Semakin besar tingkat pemakanan akan selalu meningkatkan kekasaran permukaan. Gambar 2.4 menunjukkan pengaruh tingkat pemakanan dan radius ujung pahat terhadap hasil gaya geser dan gaya makan. Rech & Moisan telah menemukan bahwa kecepatan pemotongan tidak

memiliki dampak signifikan terhadap kekasaran permukaan pada pemesinan baja 27MnCr5. Namun laju pemakanan memiliki pengaruh terhadap kekasaran permukaan.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.5 Pengaruh gerak makan dan radius ujung pahat terhadap kekasaran permukaan (Ra) untuk bahan baja AISI 52.100 kekerasan 47 HRC. Ketika tingkat pemakanan meningkat dari 0,05 mm/put hingga 0,3 mm/put pada kecepatan 150 m/min, kekasaran permukaan meningkat dari 0,3 m hingga 1,4 m. Di sisi lain, ketika kecepatan meningkat dari 50 m/menit sampai 250 m/min pada 0.1 mm/put pemakanan konstan, nilai kekasaran permukaan hanya antara 0,2- 0,4 m. Hal ini membuktikan bahwa kecepatan pemotongan tidak mempengaruhi kekasaran permukaan. Gambar 2.5 menunjukkan pengaruh tingkat pemakanan dan radius ujung pahat pada kekasaran permukaan benda kerja termesin. Kishawy & Elbestawi meneliti integritas permukaan baja AISI D2 dengan kekerasan 62 HRC menggunakan pahat PCBN pada kondisi kecepatan tinggi. Mereka menggunakan kecepatan potong dalam tingkatan 140 500 m/min, laju pemakanan 0,05 0,2 mm/put, kedalaman pemotongan; 0,2 0,6 mm dan sudut awal pahat tajam beralur (20 x 0,1 mm) lalu diasah menjadi radius 0,0125 mm. Hasil mereka menunjukkan bahwa, pada kecepatan pemotongan diatas 350 m/min, kekasaran permukaan meningkat dengan peningkatan keausan alat dan ini dikaitkan dengan aliran sisi material. Bahkan cacat seperti keretakan mikro dan kavitasi terlihat pada permukaan yang dikerjakan. Kepadatan keretakan-keretakan mikro ini ditemukan tergantung pada kecepatan pemotongan dan laju pemakan yang digunakan. Mereka juga menyatakan bahwa lapisan putih yang terjadi pada struktur permukaan dipengaruhi secara termis yang terbentuk karena transformasi fase ketika dikerjakan dengan pahat beralur akan tetapi tidak dengan pahat yang tajam.

Universitas Sumatera Utara

2.3.2. Metode pengukuran kekasaran permukaan Pemeriksaan kekasaran dengan mata telanjang hanya memungkinkan untuk membandingkan permukaan yang satu lebih kasar dari permukaan yang lainnya serta cara ini hanya untuk perbedaan yang menyolok, sementara untuk membedakan

kekasaran yang sangat kecil sulit dideteksi dengan indera mata dan tidak dapat diketahui seberapa besar kekasarannya. Pada saat ini teknologi pemeriksaan permukaan benda kerja/komponen mesin telah ditemukan beberapa cara untuk mengetahui tingkat kekasaran permukaannya. Beberapa metode pengukuran yang dapat digunakan adalah sebagai berikut: 1. Inspection by touch comparation, disini permukaan benda kerja

dibandingkan dengan standar kakasaran permukaan yang mempunyai ukuran mikro inchi. 2. Magnifer with illuminator, permukaan benda kerja disinari dan diperbesar kemudian baru dilaksanakan pemeriksaan. 3. The interference microscope, disini digunakan cermin datar dan lampu satu warna, tinggi kekasaran diperiksa dengan refleksi cahaya lampu antara mikroskop obyektif dengan permukaan benda kerja. Metode ini digunakan dalam prosedur laboratorium dan jarang digunakan dalam bengkel. 4. With profilometer, alat ini digunakan untuk mengetahui dan memeriksa bentuk profil kekasaran permukaan benda kerja/komponen.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan empat macam metode pengukuran kekasaran permukaan di atas dalam penelitian ini digunakan metode with profilometer.

2.4

Konsep Pemesinan Terkini

2.4.1 Pemesinan laju tinggi Meningkatnya permintaan untuk menambah produktivitas dengan biaya produksi rendah, menuntut untuk dilakukannya pemesinan yang cepat maka dilakukan pemesinan dengan cara meningkatkan kecepatan pemesinan. Teknologi pemesinan kecepatan tinggi (high speed machining) merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas. Dengan kecepatan potong yang tinggi, maka volume pelepasan material dari material induk akan meningkat sehingga akan diperoleh penghematan waktu pemesinan yang cukup berarti. Di samping itu pemesinan kecepatan tinggi mampu menghasilkan produk yang halus permukaannya serta ukuran yang lebih presisi. Defenisi tentang proses pemesinan kecepatan tinggi (high speed machining) yang dikemukakan oleh para ahli dan masing masing terdapat perbedaan namun sebagian besar menyatakan bahwa kecepatan potong merupakan variabel penentu terhadap pendefenisian tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.6 Kecepatan potong pada proses laju tinggi Seperti yang dikemukakan oleh Salomon pada tahun 1931 menyatakan bahwa proses pemesinan kecepatan tinggi adalah proses pemesinan dengan kecepatan potong sebesar 5 10 kali lebih besar dari pada proses konvensional. Schulz & Moriwaki mengatakan bahwa proses pemesinan kecepatan tinggi ditentukan berdasarkan jenis bahan yang digunakan. Peneliti lain, yaitu Aslan (2005) melaporkan bahwa pemesinan keras dengan

kekerasan 60 HRC dengan kecepatan potong 200 m/menit atau lebih dan tingkat pemakanan rata-rata 0,1 mm/put dan lebih besar, kedalaman potong aksial 0,2 - 1,0 mm, dengan menggunakan pahat potong advance keramik (CBN) dapat

dikategorikan sebagai operasi pemotongan kecepatan tinggi (HSM). 2.4.2 Pemesinan keras

Universitas Sumatera Utara

Proses pemesinan keras sama dengan bubut biasa, tetapi pada proses pemesinan keras pemotongan dilakukan terhadap komponen logam dengan kekerasan antara 45 HRC 70 HRC. Proses ini dapat dilakukan tanpa media pendingin untuk jenis pahat polycrystalline cubic boron nitride (Daniel 2003 dan Aaron & Tugrul, 2003). Prinsip kerja proses bubut biasa pada dasarnya diterapkan pada proses bubut keras. Bagaimanapun terdapat perbedaan karakteristik sebagai akibat tingginya kekerasan material yang akan dipotong. Material yang keras memiliki sifat abrasive, dan nilai kekerasan atau young modulus ratio yang tinggi. Akibat dari semua itu maka pada proses bubut keras dibutuhkan alat potong yang jauh lebih keras dan tahan terhadap abrasive dibanding proses bubut biasa. Proses bubut keras dapat dilakukan terhadap berbagai macam jenis logam seperti baja paduan (steel alloy), baja untuk bantalan (bearing steel), hot and coldwork tool steel, high speed steel, die steel, dan baja tuang yang dikeraskan (Baggio,1996). Proses bubut keras dapat menjadi solusi untuk mengurangi waktu produksi melalui pengurangan jumlah proses (tahapan), setup peralatan dan waktu untuk inspeksi karena proses bubut keras dapat dilakukan pada mesin bubut yang sama dimana proses bubut konvensional dilakukan, peralatan yang sama dapat digunakan dan tanpa membutuhkan tambahan sebuah mesin gerinda. Bagaimanapun mesin untuk bubut keras memiliki kebutuhan spasi ruangan yang lebih kecil dibandingkan mesin gerinda. Dibutuhkan investasi yang lebih kecil untuk sebuah mesin bubut CNC dibandingkan sebuah mesin gerinda presisi. Keuntungan yang sangat signifikan dari

Universitas Sumatera Utara

pahat potong bermata tunggal (single point cutting tool) sebagaimana yang digunakan pada proses bubut dapat digunakan untuk pekerjaan dengan kontur permukaan yang rumit, tidak demikian halnya dengan proses gerinda. Pertimbangan bagi dunia industri untuk menggunakan proses bubut keras adalah ratio antara biaya peralatan khususnya pahat potong yang digunakan terhadap umur dari pahat tersebut harus rendah (Harrison, 2004). Intan diketahui sebagai material yang paling keras akan tetapi tidak cocok digunakan untuk pemesinan logam ferro karena intan mengandung banyak unsur karbon yang dapat dengan mudah mengalami diffusi kedalam besi dan bagaimanapun intan sangat mahal dan memiliki umur pendek untuk pemesinan tehadap besi. Material yang khusus digunakan untuk proses bubut keras adalah cubic boron nitride (CBN), keramik dan cermet (Dawson). CBN adalah material yang paling keras selain intan, dan sangat cocok digunakan pada proses bubut keras. Pahat (insert) CBN mulai meningkat popularitasnya setelah General Electric menemukan kombinasi CBN dengan serbuk titanium nitride sehingga dapat meningkatkan umur pahat menjadi lima kali (Baggio, 1996). Banyak faktor yang mempengaruhi hasil dari proses hard turning. Untuk menjadikannya sebagai proses yang efisien, diperlukan pemahaman terhadap proses secara komprehensip baik pengaruh tiap faktor maupun kombinasinya. Namun demikian dalam penelitian ini hanya ditinjau sejauh mana pengaruh parameter pemesinan yaitu kecepatan potong, kedalaman pemotongan dan laju pemakanan terhadap kekasaran permukaan produk yang berkekerasan ~55 HRC.

Universitas Sumatera Utara

2.4.3 Pemesinan kering Pada umumnya pemesinan untuk memfabrikasi komponenkomponen mesin dilakukan dengan metode pemesinan basah (wet machining) (Sreejith & Ngoi, 2000). Pada metode ini sejumlah cairan pemotongan dialirkan ke kawasan pemotong selama proses pemesinan dengan tujuan menurunkan suhu pemotongan dan melumasi bagian-bagian pemesinan sehingga diharapkan permukaan pemesinan memiliki suatu keutuhan permukaan (surface integrity) yang baik. Fenomena kegagalan pahat dan penggunaan cairan pemotongan merupakan salah satu masalah yang telah banyak dikaji dan mendapat perhatian dalam kaitannya yang sangat berpengaruh terhadap kekasaran permukaan hasil pengerjaan, ketelitian geometri produk dan mekanisme keausan pahat serta umur pahat (Ginting, 2003). Sreejith & Ngoi (2000) melaporkan bahwa umumnya cairan pemotongan bekas disimpan dalam kontainer dan kemudian ditimbun di tanah. Selain itu, masih banyak praktikan yang membuang cairan pemotongan bekas langsung ke alam

bebas. Hal ini jelas akan merusak lingkungan dan undang undang lingkungan hidup yang berlaku. Menurut Seco (2004), badan administrasi keamanan dan

kesehatan telah merekomendasikan batas unsur-unsur berbahaya pada cairan pemotongan untuk pemesinan yaitu 0,5 5,0 mg/m3 dan Metalworking fluid Standard Advisory Committee (MWFSAC) merekomendasikan sebesar 0.5 mg/m3 (Canter, 2003). Oleh karena itu pemesinan laju tinggi perlu di perhatikan dengan

Universitas Sumatera Utara

menggunakan pemesinan kering,

Pemesinan kering di akui mampu mengatasi

masalah pada dampak yang telah di uraikan diatas. Pilihan alternatif dari pemesinan basah adalah pemesinan kering, karena selain tidak ada cairan pemotongan bekas dalam jumlah besar yang akan mencemari lingkungan juga tidak ada kabut partikel cairan pemotongan yang akan membahayakan operator dan juga serpihan pemotongan tidak terkontaminasi oleh residu cairan pemotongan. Pemesinan kering mempunyai beberapa masalah yang antara lain, gesekan antara permukaan benda kerja dan pahat potong, kecepatan keluar geram, serta temperatur potong yang tinggi dan hal tersebut semuanya terkait dengan parameter pemesinan. Secara umum industri pemesinan pemotongan logam melakukan pemesinan kering adalah untuk menghindari pengaruh buruk akibat cairan pemotongan yang dihasilkan oleh pemesinan basah. Argumen ini secara khusus didukung oleh penelitian yang telah dilakukan Mukun et. al. (1995) secara kuantitatif menyangkut pengaruh buruk pemesinan basah dengan anggapan pada pemesinan kering tidak akan dihasilkan pencemaran lingkungan kerja dan ini berarti tidak menghasilkan kabut partikel cairan pemotongan. Dari pertimbangan hal diatas pakar pemesinan mencoba mencari solusi dengan suatu metode pemotongan alternatif dan mereka merumuskan bahwa pemesinan kering (dry cutting) yang dari sudut pandang ekologi disebut dengan pemesinan hijau (green machining) merupakan jalan keluar dari masalah tersebut. Melalui pemesinan kering diharapkan disamping aman bagi lingkungan, juga bisa mereduksi ongkos produksi.

Universitas Sumatera Utara

2.5 Pahat Potong Prinsip dasar pemesinan adalah kemampuan ketangguhan (toughness)

pahat terhadap benda kerja termesin. Banyak perkembangan pada bahan pahat guna meningkatkan kemampumesinan dimana geometri dan bahan pahat merupakan hal yang perlu di pertimbangkan.

Gambar 2.7 Tingkat kekerasan pahat terhadap ketangguhan pahat. Pada bidang proses pemotongan logam dikenal jenis pahat yang tersedia adalah Baja Karbon, HSS, Paduan Kobalt Cor, Karbida, Keramik, Cubic Boron Nitride (CBN) dan Intan. Agar dapat menetapkan jenis pahat yang tepat, maka perlu pertimbangan pemilihan berdasarkan pada sifat-sifat pahat yang berhubungan dengan kekerasan, ketahanan aus, kekuatan dan ketangguhan seperti yang tertera pada Gambar 2.7 dan 2.8.

Universitas Sumatera Utara

95

100

300

500

700

C e ra m90

ics70 65 60

C ar85

b id aC as

Kekerasa (HRA)

80

t A llo

55

ys

50 45 40 35 30 25 20

Ca

75

gh Hi

lS oo nT rbo

70

65

60 55 0 200 400 600 800 1000 1200 1400

Temperatur ( oF)

Gambar 2.8 Tingkat kekerasan dan ketahanan aus pahat terhadap temperatur Syarat bahan pahat yang harus dipenuhi mencakup: 1. kekerasan terutama pengerasan karena panas, dengan tujuan untuk menjaga suhu pemotongan dan deformation). 2. ketangguhan/keuletannya harus dapat menahan beban kejut sewaktu pemesinan. 3. rendah sifat adhesi terhadap benda kerja untuk mencegah BUE. 4. rendah penyerapan (solubility) pahat terhadap unsur benda kerja untuk mencegah aus pahat (Schey, 2000). 5. tahan aus untuk mendapatkan umur pahat yang panjang. mencegah perubahan bentuk plastik (plastic

Universitas Sumatera Utara

HRC

e Sp ed ls ea St

ls tea

6. kemampuan kesetimbangan secara kimia terhadap (Kalpakjian, 1995).

pengaruh benda kerja

Sesuai dengan topik yang dipilih maka pada penelitian ini jenis pahat di fokuskan pada CBN (Cubic Boron Nitride) untuk proses pemesinan keras dengan kecepatan potong yang tinggi. Jenis pahat potong CBN yang digunakan pada penelitian ini adalah dari perusahaan SANDVIK COROMANT yang di rekomendasikan untuk proses bubut. Tabel 2.2 adalah perbandingan sifat pahat pada kecepatan potong dan temperatur kekerasan yang berbeda. Tabel 2.2 Perbandingan sifat pahat Bahan pahat Baja Karbon HSS Paduan Kobalt Cor Karbida Keramik CBN Intan Kecepatan potong (m/menit) 10 25 65 50 200 650 330 650 500 800 300 1500 Temperatur kekerasan Kekerasan panas (oC) (HRA) 300 650 925 1200 > 2000 1300 > 650 60 83 86 82 84 90 95 91 95 4000 5000 HK 7000 8000 HK

CBN termasuk jenis keramik yang diperkenalkan oleh GE (Borazon, USA, 1957). Dibuat dengan penekanan panas (HIP, 60 kbar, 1500oC) sehingga serbuk graphit putih nitride boron dengan struktur atom heksagonal berubah menjadi struktur kubik. Pahat sisipan CBN dapat dibuat dengan menyinter serbuk BN tanpa atau dengan material pengikut Al2O3 TiN atau Co. Hard hardness CBN ini sangat tinggi, CBN ini dapat digunakan untuk pemesinan berbagai jenis baja dalam keadaan dikeraskan

Universitas Sumatera Utara

(Hardeneed Steel), besi tuang, HSS maupun karbida semen. Afinitas terhadap baja sangat kecil dan tahan terhadap perubahan reaksi kimiawi sampai dengan temperatur pemotongan 1300oC (kecepatan potong yang tinggi). 2.5.1. Umur pahat Umur pahat sangat tergantung pada keausan yang dialaminya. Semakin besar keausan yang dialami pahat maka kondisi pahat akan semakin kritis. Jika pahat tersebut masih tetap digunakan maka pertumbuhan keausan akan semakin cepat dan pada suatu saat ujung pahat akan rusak sama sekali sehingga tidak layak lagi untuk digunakan, artinya pahat telah sampai pada tahapan umur maksimal penggunaannya. Keausan yang terjadi dapat menimbulkan peningkatan gaya pemotongan sehingga akan berdampak pada kerusakan pahat yang lebih fatal, kerusakan mesin perkakas, dan kerusakan pada benda kerja, oleh karena itu perlu ditetapkan batas harga keausan yang dianggap sebagai batas kritis dimana pahat tidak boleh digunakan lagi. 2.5.2. Suhu pemotongan dan aus pahat Hampir seluruh energi pemotongan diubah menjadi panas melalui proses gesekan, yaitu antara serpihan dengan pahat, dan antara pahat dengan benda kerja. Panas ini sebagian besar terbawa oleh serpihan, sebagian merambat melalui pahat dan sisanya mengalir melalui benda kerja seperti di tunjukkan pada Gambar 2.9.

Universitas Sumatera Utara

(a.)Pahattidakbersalut

(b.)Pahatbersalut

Gambar 2. 9 Perbandingan panas yang diserap pahat Karena tekanan yang besar akibat gaya pemotongan serta suhu yang tinggi maka permukaan aktif pahat akan mengalami aus. Aus tersebut makin lama makin

membesar yang selain memperlemah pahat juga akan memperbesar gaya pemotongan sehingga dapat menimbulkan kerusakan dan mempengaruhi kwalitas permukaan benda kerja termesin (Rochim, 1993).

2.6

Bahan Teknik Material (bahan) teknik dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian, yaitu

bahan logam, plastic, ceramics dan komposit. Masing-masing bahan ini mempunyai pembagian lagi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.10. Bahan logam ferro adalah suatu logam yang memiliki dasar paduan besi (ferrous), sedangkan unsur lain hanyalah sebagai unsur tambahan untuk mendapatkan sifat bahan sesuai dengan aplikasi dalam penggunaannya. Bahan logam non ferro adalah bahan yang memiliki unsur logam tetapi tidak ada unsur besi (ferrous).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.10 Struktur pembagian material teknik 2.6.1. Sifat dan karakteristik logam Logam mempunyai beberapa sifat antara lain: sifat mekanis, sifat fisika, sifat kimia dan sifat pengerjaan. Sifat mekanis adalah kemampuan suatu logam untuk menahan beban yang diberikan pada logam tersebut. Pembebanan yang diberikan dapat berupa pembebanan statis (besar dan arahnya tetap), ataupun pembebanan dinamis (besar dan arahnya berubah). Yang termasuk sifat mekanis pada logam, antara lain: kekuatan bahan (strength), kekerasan elastisitas, kekakuan, plastisitas, kelelahan bahan, sifat fisika, sifat kimia, dan sifat pengerjaan. Kekuatan (strength) adalah kemampuan material untuk menahan tegangan tanpa kerusakan. Beberapa material seperti baja struktur, besi tempa, alumunium, dan tembaga mempunyai

Universitas Sumatera Utara

kekuatan tarik dan tekan yang hampir sama. Sementara itu, kekuatan gesernya kirakira dua pertiga kekuatan tariknya. Ukuran kekuatan bahan adalah tegangan maksimumnya, atau gaya terbesar persatuan luas yang dapat ditahan bahan tanpa patah. Untuk mengetahui kekuatan suatu material dapat dilakukan dengan pengujian tarik, tekan, atau geser. Kekerasan (hardness) adalah ketahanan suatu bahan untuk menahan pembebanan yang dapat berupa goresan atau penekanan. Kekerasan merupakan kemampuan suatu material untuk menahan takik atau kikisan. Untuk mengetahui kekerasan suatu material digunakan uji Brinell. Kekakuan adalah ukuran kemampuan suatu bahan untuk menahan perubahan bentuk atau deformasi setelah diberi beban. Kelelahan bahan adalah kemampuan suatu bahan untuk menerima beban yang berganti-ganti dengan tegangan maksimum diberikan pada setiap pembebanan. Elastisitas adalah kemampuan suatu bahan untuk kembali ke bentuk semula setelah menerima beban yang mengakibatkan perubahan bentuk. Elastisitas merupakan kemampuan suatu material untuk kembali ke ukuran semula setelah gaya dari luar dilepas. Elastisitas ini penting pada semua struktur yang mengalami beban yang berubah-ubah terlebih pada alat-alat dan mesin-mesin presisi. Plastisitas adalah kemampuan suatu bahan padat untuk mengalami perubahan bentuk tetap tanpa ada kerusakan. Sifat fisika adalah karakteristik suatu bahan ketika mengalami peristiwa fisika seperti adanya pengaruh panas atau listrik. Yang termasuk sifat-sifat fisika adalah sebagai berikut: titik lebur, kepadatan, daya hantar panas, dan daya hantar

Universitas Sumatera Utara

listrik. Sifat kimia adalah kemampuan suatu logam dalam mengalami peristiwa korosi. Korosi adalah terjadinya reaksi kimia antara suatu bahan dengan lingkungannya. Secara garis besar ada dua macam korosi, yaitu korosi karena efek galvanis dan korosi karena reaksi kimia langsung. 2.6.2 Pemilihan bahan AISI 4140 Baja didefenisikan sebagai paduan antara besi (Fe) dan karbon, dengan kandungan karbon tidak lebih dari 1,7%. Baja karbon yang memiliki satu atau lebih unsur paduan disebut baja paduan (alloy steel), unsur paduan utama adalah Chromium (Cr), Nikel (Ni), Vanadium (V), Molybdenum (Mo), dan Tungsten (W), unsur-unsur paduan ini berpengaruh terhadap sifat mekanik baja. Kekerasan adalah salah satu sifat mekanik baja yang dapat dirubah melalui perlakuan panas (heat treatment), tapi tidak semua jenis baja dapat dirubah kekerasannya melalui perlakuan panas. Kelompok material baja yang dapat dirubah kekerasannya melalui perlakuan panas adalah kelompok baja perkakas (tool material). Baja paduan AISI 4140 adalah bahan logam yang paduan utamanya yaitu molybdenum dan chromium. Unsur molybdenum adalah unsur yang larut dalam austenite maupun ferit dan juga sebagai unsur pembentuk karbida yang kuat. Unsur ini akan menaikkan hardenability, menaikkan kekuatan dan kekerasan di temperatur tinggi juga mencegah terjadinya brittleness. Unsur chrom juga larut dalam ferit dan austenite terutama pada baja dengan kadar karbon rendah. Hal ini akan menaikkan kekuatan dan ketangguhan. Pada penelitian ini dipergunakan material AISI 4140

Universitas Sumatera Utara

berbentuk batang bulat (round bar). Material ini dipilih karena material ini sangat aplikatif dan material ini sangat kuat dan tangguh yang digunakan untuk komponen sistem hidrolik berkehandalan tinggi seperti peralatan minyak dan gas, komponen permesinan, komponen otomotif dan komponen transportasi udara seperti landing gear, gear, crankshafts, roller cyclo speed reducer, connecting rods dan gear shafts. serta aplikasi lainnya (www.matls.com 2004). Landing gear (Gambar 2.10) adalah satu komponen peralatan pada pesawat terbang yang terbuat dari baja perkakas AISI 4140. Kekerasan komponen ini biasanya berkisar antara 52 s/d 62 HRC. AISI 4140 memiliki kemampuan mesin dan stabilitas dimensi saat mengalami perlakuan panas (heat treatment), dengan kekerasan permukaan yang tinggi. Selain untuk landing gear, baja AISI 4140 ini digunakan juga untuk roller cyclo speed reducer pada cyclo speed reducer (Gambar 2.11 & 2.12), untuk single cavity valve body (Gambar 2.13) dan masih banyak lagi penggunaan baja AISI 4140 ini.

Gambar 2.10 Landing Gear

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.11 Cyclo Speed Reducer.

Gambar 2.12 Roller Cyclo Speed Reducer

Gambar 2.13 Single Cavity Valve Body

Universitas Sumatera Utara