Chap 4: Penerapan Ensembel Kanonik Klasik

34
Chap 4: Penerapan Ensembel Kanonik Klasik 1. Paramagnetism (non fluida) 2. Osilator Harmonik Kuantum (diskrit)

Transcript of Chap 4: Penerapan Ensembel Kanonik Klasik

Page 1: Chap 4: Penerapan Ensembel Kanonik Klasik

Chap 4:Penerapan

Ensembel Kanonik Klasik

1. Paramagnetism (non fluida)

2. Osilator Harmonik Kuantum (diskrit)

Page 2: Chap 4: Penerapan Ensembel Kanonik Klasik

ParamagentismModel lain yang akan ditinjau adalah model dipol magnet yang dapat berputar bebas dibawah pengaruh medan luar 𝐡. Energi potensial sebuah dipol magnet dengan momen dipol 𝝁 dibawah pengaruh medan eskternal 𝑩adalah : πœ–π‘– = βˆ’ππ’Š. 𝑩. Misalkan medan luar berarah Z, sehingga :

πœ–π‘– = βˆ’πœ‡π΅ cos πœƒπ‘–Dengan πœƒπ‘– adalah sudut antara vector momen dipol dengan sumbu Z.

Fungsi partisi kanonik klasik berarti dilakukan integrasi diseluruh kemungkinan orientasi arah dipol, yaitu sudut ruang Ξ© (πœƒ, πœ™).

Page 3: Chap 4: Penerapan Ensembel Kanonik Klasik

Fungsi Partisi Kanonik 1 DipolDefinisi sudut ruang, tinjau elemen luas 𝑑𝐴 dipermukan bola berjarisin πœƒ π‘‘πœƒ cosπœ™ π‘‘πœ™-jari r:

𝑑𝐴 = π‘Ÿ2

Sudut ruang 𝑑Ω didefinisikan sebagai : 𝑑𝐴 = π‘Ÿ2𝑑Ω, sehingga jelas: 𝑑Ω = sin πœƒ π‘‘πœƒ cos πœ™ π‘‘πœ™

Dengan demikian ungkapan fungsi partisi sebuah dipol adalah :

𝑄1 = ΰΆ± π‘’βˆ’π›½πœ–π‘– 𝑑Ω = ΰΆ±

0

2πœ‹

ΰΆ±

0

πœ‹

π‘’πœ‡π›½π΅ π‘π‘œπ‘ πœƒ sin πœƒ π‘‘πœƒ cosπœ™ π‘‘πœ™

𝑄1 = 2πœ‹ΰΆ±

0

πœ‹

π‘’πœ‡π›½π΅π‘π‘œπ‘ πœƒ sin πœƒ π‘‘πœƒ

Page 4: Chap 4: Penerapan Ensembel Kanonik Klasik

Fungsi Partisi Kanonik N DipolIntegral terakhir dapat dilakukan dengan mudah melalui subsitusi : π‘₯ = cos πœƒ, sehingga:

𝑄1 = 2πœ‹ ΰΆ±

βˆ’1

1

π‘’πœ‡π›½π΅π‘₯ 𝑑π‘₯ =4πœ‹

πœ‡π›½π΅sinh(πœ‡π›½π΅)

Misal terdapat N dipol magnet yang tidak saling berinteraksi, maka fungsi partisi sistemnya adalah:

𝑄𝑁 = ΰΆ± π‘’βˆ’π›½πœ–1 𝑑Ω1… ΰΆ± π‘’βˆ’π›½πœ–π‘ 𝑑ΩN = ΰΆ± π‘’βˆ’π›½πœ–π‘– 𝑑Ωi

𝑁

Atau 𝑄𝑁 = 𝑄1

𝑁

Page 5: Chap 4: Penerapan Ensembel Kanonik Klasik

Momen Dipol Magnet Rata-rataMomen dipol magnet rata-rata:

< πœ‡π‘§>=0πœ‹πœ‡π‘§ 𝑒

πœ‡π›½π΅π‘π‘œπ‘ πœƒ sin πœƒ π‘‘πœƒ

0

πœ‹π‘’πœ‡π›½π΅π‘π‘œπ‘ πœƒ sin πœƒ π‘‘πœƒ

=πœ‡ 0

πœ‹cos πœƒ π‘’πœ‡π›½π΅π‘π‘œπ‘ πœƒ sin πœƒ π‘‘πœƒ

0

πœ‹π‘’πœ‡π›½π΅π‘π‘œπ‘ πœƒ sin πœƒ π‘‘πœƒ

Dengan

𝑄1 = 2πœ‹ΰΆ±

0

πœ‹

π‘’πœ‡π›½π΅π‘π‘œπ‘ πœƒ sin πœƒ π‘‘πœƒ

Maka:

πœ•π‘„1πœ•π΅

= 2πœ‹πœ‡π›½ΰΆ±

0

πœ‹

cos πœƒ π‘’πœ‡π›½π΅π‘π‘œπ‘ πœƒ sin πœƒ π‘‘πœƒ

Page 6: Chap 4: Penerapan Ensembel Kanonik Klasik

Momen Dipol Magnet Rata-rataSehingga:

< πœ‡π‘§ >=1

𝛽

πœ•π‘„1πœ•π΅π‘„1

=1

𝛽

πœ• ln𝑄1πœ•π΅

< πœ‡π‘§ >= πœ‡ cothπœ‡π΅

π‘˜π‘‡βˆ’π‘˜π‘‡

πœ‡π΅

Fungsi :

𝑓 π‘₯ = coth π‘₯ βˆ’1

π‘₯Dikenal sebagai fungsi Langevin.

Total momen dipol rata-ratanya (dalam arah z) :< 𝐷𝑧 >= 𝑁 < πœ‡π‘§ >

< 𝐷𝑧 >=πœ•NkT ln𝑄1

πœ•π΅= βˆ’

πœ•π΄

πœ•π΅Serupa dengan hubungan P dengan V:

𝑃 = βˆ’πœ•π΄

πœ•π‘‰

Page 7: Chap 4: Penerapan Ensembel Kanonik Klasik

Hukum Curie untuk ParamagnetMomen dipol magnet total rata-rata

< 𝐷𝑧 >= π‘πœ‡ coth π‘₯ βˆ’1

π‘₯= π‘πœ‡πΏ(π‘₯)

Dengan π‘₯ = π›½πœ‡π΅ =πœ‡π΅

π‘˜π‘‡. Untuk kasus x kecil (misal T tinggi) maka :

coth π‘₯ =1

π‘₯+

π‘₯

3βˆ’

π‘₯3

45+β‹―

Sehingga:

< 𝐷𝑧 >β‰ˆπ‘πœ‡2𝐡

3π‘˜π‘‡Definisi susceptibilitas magnetic:

πœ’π‘š = lim𝐻→0

πœ• < 𝐷𝑧 >

πœ•π΅=𝐢

𝑇𝐢 =

π‘πœ‡2

3π‘˜Dikenal sebagai hokum Curie.

Page 8: Chap 4: Penerapan Ensembel Kanonik Klasik

Entropi dan Energi

Entropi diberikan oleh :

𝑆 = βˆ’πœ•π΄

πœ•π‘‡= π‘π‘˜ ln

4πœ‹ sinh π‘₯

π‘₯βˆ’π‘πœ‡π΅

𝑇𝐿(π‘₯)

Melalui hubungan 𝐴 = π‘ˆ βˆ’ 𝑇𝑆 maka energi U dapat dihitung:π‘ˆ = 𝐴 + 𝑇𝑆 =β‰Ί 𝐷𝑧 > 𝐡

Dengan < 𝐷𝑧 >= π‘πœ‡ 𝐿(π‘₯). Kapasitas kalor bias diperoleh:

𝐢𝐻 = α‰šπœ•π‘ˆ

πœ•π‘‡ 𝐡,𝑁=

πœ•π‘ˆ

πœ•π‘₯

πœ•π‘₯

πœ•π‘‡=

π‘π‘˜

𝐡1 βˆ’ π‘₯2/ sinh2 π‘₯

Dapat dibuktikan :

𝑇 β†’ ∞ maka π‘ˆ β†’ 0 𝐢𝐻 β†’ 0

Page 9: Chap 4: Penerapan Ensembel Kanonik Klasik

Osilator Harmonik Kuantum

β€’ Tinjau SEBUAH osilator harmonis versi kuantum dengan energi yang diskrit

πœ–π‘› = β„πœ” 𝑛 +1

2𝑛 = 0,1,2,… .

β€’ Fungsi Rapat keadaan ruang fasa kanonik klasik untuk 1 partikel diberikan oleh :

𝜌 π‘ž, 𝑝 = π‘’βˆ’π›½π» π‘ž,𝑝𝑄1 𝑇,𝑉

𝑄1 =1

β„ŽΰΆ± 𝑑3π‘žπ‘‘3𝑝 π‘’βˆ’π›½π»(π‘ž,𝑝)

Karena energi osilator harmonis versi kuantum hanya bergantung indeks diskrit dan bukannya koordinat (q,p) maka perlu dilakukan penyesuaian fungsi rapat ruang fasa tsb menjadi:

Page 10: Chap 4: Penerapan Ensembel Kanonik Klasik

Probabilitas

πœŒπ‘› =π‘’βˆ’π›½πœ–π‘›

σ𝑖=1 π‘’βˆ’π›½πœ–π‘›

=π‘’βˆ’π›½πœ–π‘›

𝑄1β€’ Pengertian πœŒπ‘›: probabilitas menemukan 1 osilator harmonis

memiliki status keadaan n dengan energi πœ–π‘›β€’ 𝑄1 adalah fungsi partisi kanonik 1 osilator harmonisβ€’ Jika system terdiri dari N osilator harmonis yang tidak saling

berinteraksi, maka energi total system :

𝐸{𝑛1, 𝑛2, … } =

𝑖=1

πœ–π‘›π‘–

β€’ Karena tidak saling berinteraksi, maka pada dasarnya setiap osilator harmonis menempati salah satu dari status keadaan kuantum system energi 1 osilator harmonis.

Page 11: Chap 4: Penerapan Ensembel Kanonik Klasik

Fungsi Partisi Kanonik (semi kuantum)

Misalkan system N osilator harmonis tsb terbedakan, maka fungsi partisi sistemnya merupakan jumlahan seluruh keadaan yang mungkin dari status keadaan N osilator tsb:

𝑄 𝑁, 𝑉, 𝑇 =

𝑛1=0

∞

𝑛2

…

𝑛𝑁

π‘’βˆ’π›½Οƒπ‘–=1𝑁 πœ–π‘›π‘–

β€’ Fungsi ini bias disederhanakan karena osilator tidak saling berinteraksi, sehingga penjumlahan terhadap masing-masing indeks 𝑛𝑖 saling bebas:

𝑄 𝑁, 𝑉, 𝑇 =

𝑛1=0

∞

π‘’βˆ’π›½πœ–π‘›1 … .

𝑛𝑁=0

∞

π‘’βˆ’π›½πœ–π‘›π‘ =

𝑛=0

∞

π‘’βˆ’π›½πœ–π‘›

𝑁

Page 12: Chap 4: Penerapan Ensembel Kanonik Klasik

Osilator Harmonik Tak Berinteraksi

Jadi jika 𝑄1 adalah fungsi partisi 1 osilator, maka

𝑄 𝑁, 𝑉, 𝑇 = 𝑄1𝑁

β€’ Berbagai hubungan thermodinamika diperoleh seperti biasa melalui fungsi energi bebas Helmhotz:

𝐴 = βˆ’π‘˜π‘‡ ln𝑄 𝑁, 𝑉, 𝑇 = βˆ’π‘π‘˜π‘‡ ln𝑄1Kita hitung dulu 𝑄1

𝑄1 =

𝑛=0

π‘’βˆ’π›½πœ–π‘› =

𝑛=0

π‘’βˆ’π›½β„πœ” 𝑛+

12 = π‘’βˆ’

π›½β„πœ”2

1

1 βˆ’ π‘’βˆ’π›½β„πœ”

𝑄1 =1

π‘’π›½β„πœ”2 βˆ’ π‘’βˆ’

π›½β„πœ”2

=1

2sinh

π›½β„πœ”

2

βˆ’1

Page 13: Chap 4: Penerapan Ensembel Kanonik Klasik

Energi Bebas Helmhotz

Maka :

𝐴 = βˆ’π‘π‘˜π‘‡ ln𝑄1 = βˆ’π‘π‘˜π‘‡ ln π‘’βˆ’π›½β„πœ”2

1

1 βˆ’ π‘’βˆ’π›½β„πœ”

= π‘β„πœ”

2+ π‘˜π‘‡ ln(1 βˆ’ π‘’βˆ’π›½β„πœ”)

Atau menggunakan :

𝐴 = π‘π‘˜π‘‡ ln 2 sinhπ›½β„πœ”

2

Suku β„πœ”

2adalah berasal dari zero point energy.

Page 14: Chap 4: Penerapan Ensembel Kanonik Klasik

Tekanan, Entropi dan Energi

Berbagai hubungan thermodinamika bias diperoleh:

𝑃 = βˆ’πœ•π΄

πœ•π‘‰= 0

Tekanan NOL sebab osilator tidak memiliki energi translasional untuk menimbulkan tekanan. Entropi diperoleh dari:

𝑆 = βˆ’πœ•π΄

πœ•π‘‡= 0

𝑆 = π‘π‘˜β„πœ”

π‘˜π‘‡

1

π‘’π›½β„πœ” βˆ’ 1βˆ’ ln 1 βˆ’ π‘’βˆ’π›½β„πœ”

Energi dalam dapat dihitung dari A=U-TS

π‘ˆ = π‘β„πœ”1

2+

1

π‘’π›½β„πœ” βˆ’ 1

Page 15: Chap 4: Penerapan Ensembel Kanonik Klasik

Alternatif : Perhitungan Energi

Energi dalam dapat juga dihitung melalui:

π‘ˆ = βˆ’πœ• lnπ‘„π‘πœ•π›½

= βˆ’π‘πœ• ln𝑄1πœ•π›½

= π‘πœ•

πœ•π›½ln 2 sinh

π›½β„πœ”

2

π‘ˆ = 𝑁1

sinhπ›½β„πœ”2

β„πœ”

2cosh

π›½β„πœ”

2

π‘ˆ = π‘β„πœ”

2cot

π›½β„πœ”

2= 𝑁

β„πœ”

2

π‘’π›½β„πœ”2 + π‘’βˆ’

π›½β„πœ”2

π‘’π›½β„πœ”2 βˆ’ π‘’βˆ’

π›½β„πœ”2

Sedikit aljabar .....

Page 16: Chap 4: Penerapan Ensembel Kanonik Klasik

Energi

π‘₯ + 1/π‘₯

π‘₯ βˆ’ 1/π‘₯=π‘₯2 + 1

π‘₯2 βˆ’ 1= 1 +

2

π‘₯2 βˆ’ 1

Dengan π‘₯ = π‘’π›½β„πœ”

2 , maka :

π‘’π›½β„πœ”2 + π‘’βˆ’

π›½β„πœ”2

π‘’π›½β„πœ”2 βˆ’ π‘’βˆ’

π›½β„πœ”2

= 1 +2

π‘’π›½β„πœ” βˆ’ 1

Sehingga:

π‘ˆ = π‘β„πœ”

21 +

2

π‘’π›½β„πœ” βˆ’ 1= 𝑁

β„πœ”

2+

β„πœ”

π‘’π›½β„πœ” βˆ’ 1

Hasil yang serupa dengan sebelumnya . Suku di dalam (...) adalah energi rata-rata 1 osilator harmonis.

Page 17: Chap 4: Penerapan Ensembel Kanonik Klasik

Rata-rata Bilangan Kuantum

< πœ– > =β„πœ”

2+

β„πœ”

π‘’π›½β„πœ” βˆ’ 1= β„πœ”

1

2+< 𝑛 >

Dengan

< 𝑛 > =1

π‘’π›½β„πœ” βˆ’ 1Adalah rata-rata bilangan kuantum n, yaitu tingkat eksitasi rata-rata osilator pada temperature T. Hasil ini akan tetap benar ketika dipakai perumusan mekanika statistika kuantum!Hal lain adalah tidak berlakunya prinsip ekipartisi energi disini (telah diturunkan untuk osilator harmonis klasik U=NkT)

Page 18: Chap 4: Penerapan Ensembel Kanonik Klasik

Limit Klasik Energi

Pada suhu tinggi (𝛽 β†’ 0), maka :

< 𝑛 > =1

π‘’π›½β„πœ” βˆ’ 1β‰ˆ

1

1 + π›½β„πœ” +12π›½β„πœ” 2 +β‹― .βˆ’1

=1

π›½β„πœ”

1

1 +12π›½β„πœ” +β‹―

β‰ˆ1

π›½β„πœ”1 βˆ’

1

2π›½β„πœ” +β‹―

Sehingga energi system :

π‘ˆ β‰ˆ π‘β„πœ”1

2+

1

π›½β„πœ”1 βˆ’

1

2π›½β„πœ” +β‹― β‰ˆ

𝑁

𝛽= π‘π‘˜π‘‡

Jadi pada suhu tinggi kita berhasil menunjukkan bahwa energi total system kembali ke system klasik.

Page 19: Chap 4: Penerapan Ensembel Kanonik Klasik

Perbandingan : Klasik, Planck, Schrodinger

Pada suhu rendah (𝛽 β†’ ∞), terjadi deviasi terbesar dari pendekatan klasik:

< 𝑛 > =1

π‘’π›½β„πœ” βˆ’ 1β‰ˆ 0

Sehingga energi system :

π‘ˆ β‰ˆ π‘β„πœ”1

2+β‹― β‰ˆ 𝑁

1

2β„πœ”

Jadi pada suhu rendah energi relative konstan thd T nilainya mendekati zero point energy.Planck pertama kali mengajukan model energi diskrit untuk osilator harmonis, tanpa zero point energy:

πœ–π‘› = β„πœ”Kurva 1: mekanika kuantumKurva 2: klasikKurva 3: Model Planck asli

Page 20: Chap 4: Penerapan Ensembel Kanonik Klasik

Rapat Keadaan dan Degenerasi

Dalam perumusan ensemble kanonik klasik, fungsi rapat keadaan (DOS) diberikan oleh 𝑔(𝐸) sbb:

𝑄 𝑁, 𝑉, 𝑇 = ΰΆ± 𝑔 𝐸 π‘’βˆ’π›½π»{π‘ž,𝑝}𝑑3π‘π‘žπ‘‘3𝑁𝑝

Ketika energi system diskrit, maka ungkapan rapat keadaannya menjadi 𝑔𝑛:

𝑄 𝑁, 𝑉, 𝑇 =

𝑛

π‘”π‘›π‘’βˆ’π›½πΈπ‘›

Dan sekarang 𝑔𝑛 dikenal sebagai degenerasi tingkat energi 𝐸𝑛 tersebut.

Page 21: Chap 4: Penerapan Ensembel Kanonik Klasik

Energi Total Sistem

Sedangkan 𝐸𝑛 menyatakan energi total system tsb untuk suatu distribusi bilangan kuantum {𝑛𝑖} di antara N osilator harmonis tsb. Untuk masing-masing bilangan kuantum, maka osilator harmonis terkait akan memiliki energi sebesar:

πœ–π‘›π‘– = β„πœ” 𝑛𝑖 +1

2𝑛𝑖 = 0,1,2, . .

Sehingga total energi yang terjadi adalah :

𝐸{𝑛𝑖} =

{𝑛𝑖}

πœ–_𝑛𝑖 = β„πœ”

{𝑛𝑖}

𝑛𝑖 +1

2

Penjumlahan tsb dilakukan terhadap i=1,2,3,...N. Sehingga suku kedua di atas akan menghasilkan (

𝑁

2β„πœ”)

Page 22: Chap 4: Penerapan Ensembel Kanonik Klasik

Energi Total Sistem & Degenerasi

Persoalan diatas dapat ditinjau dari sudut yg berbeda. Selang terkecil nilai-nilai energi total adalah β„πœ”, sehingga energi total yang mungkin terjadi bisa dituliskan sebagai :

𝐸𝑛 = β„πœ”

𝑛=0

𝑛 +𝑁

2

Suku kedua berasal dari penjumlahan zero point energy tiap osilator. Maka sekarang persoalan menjadi untuk tiap nilai energi 𝐸𝑛 dihasilkan oleh karena ada kuanta energi β„πœ” sebanyak n buah, ada berapa cara mendistribusikan kuanta energi tsb di antara N osilator harmonis!

Page 23: Chap 4: Penerapan Ensembel Kanonik Klasik

Rapat Keadaan dan Degenerasi

Persoalan menghitung degenerasi ini dapat dirumuskan sbb: β€œDiberikan n buah bola identik (indistuishable) untuk di distribusikan kepada N buah kotak (distinguishable), satu kotak boleh tidak berisi atau berisi sampai semua bola. Carilah semua kombinasi berbeda untuk mendistribusikan hal tsb”

1 2 3 n

Kotak ke 1 2 3 4 5 6=N

Partisi ke 1 2 3 4 5

Page 24: Chap 4: Penerapan Ensembel Kanonik Klasik

Rapat Keadaan dan Degenerasi

Persoalan tsb dapat dipandang sebagai kita memiliki n buah obyek dan (N-1) partisi (ekivalen dengan N buah kotak!). Berapa banyak cara berbeda mendistribusi n buah indistinguishable obyek tsb dan (N-1) partisi. Berarti total cara mendistribusikannya ada sebanya (n+N-1)!. Akan tetapi karena baik obyek maupun partisi masing-masing identic (indistinguishable), maka permutasi diantara masing-masing jenis obyek tsb tidak menghasilkan keadaan/konfigurasi baru! Sehingga banyak cara mendistribusikannya menjadi :

𝑔𝑛 =𝑛 + 𝑁 βˆ’ 1 !

𝑛! 𝑁 βˆ’ 1 !=

𝑛 + 𝑁 βˆ’ 1𝑛

Terakhir digunakan notasi kombinasi!

1 2 3 n

Kotak ke 1 2 3 4 5 6=N

Partisi ke 1 2 3 4 5

Page 25: Chap 4: Penerapan Ensembel Kanonik Klasik

Degenerasi & Banyak Keadaan

Degenerasi ini terkait dengan jumlah status keadaan microstate Ξ© 𝐸𝑛, 𝑁 yg memiliki energi tertentu (mikrokanonik), jadi

Ξ© 𝐸𝑛, 𝑁 = 𝑔𝑛 =𝑛 + 𝑁 βˆ’ 1

𝑛Mengetahui ini maka dapat dihitung entropi dari system ini :

𝑆 = π‘˜ lnΞ© 𝐸𝑛, 𝑁𝑆 = π‘˜ ln 𝑛 + 𝑁 βˆ’ 1 ! βˆ’ ln 𝑛! βˆ’ ln 𝑁 βˆ’ 1 !

Dengan bantuan aproksimasi Stirling untuk N,n besar, maka :𝑆 β‰ˆ π‘˜ 𝑛 + 𝑁 ln 𝑛 + 𝑁 βˆ’ π‘˜π‘› ln 𝑛 βˆ’ π‘π‘˜ ln𝑁

Selanjutnya ungkapan energi total masuk melalui substitusi variable n:

𝑛 =𝐸

β„πœ”βˆ’π‘

2

Page 26: Chap 4: Penerapan Ensembel Kanonik Klasik

Entropi & EnergiAkan diperoleh ungkapan entropi S sebagai fungsi energi total system E:

𝑆 = π‘˜πΈ

β„πœ”+𝑁

2ln

𝐸

β„πœ”+𝑁

2βˆ’ π‘˜

𝐸

β„πœ”βˆ’π‘

2ln

𝐸

β„πœ”βˆ’π‘

2βˆ’ π‘π‘˜ ln𝑁

Seperti biasa hubungan thermodinamika dapat dicari melalui entropi, misalnya:

1

𝑇=

πœ•π‘†

πœ•πΈπ‘,𝑉

=π‘˜

β„πœ”ln

𝐸 +𝑁2β„πœ”

𝐸 βˆ’π‘2β„πœ”

Atau:

𝐸 =𝑁

2β„πœ”

exp{π›½β„πœ”} + 1

exp{π›½β„πœ”} βˆ’ 1Buktikan bahwa hasil ini ekivalen dengan yang sebelumnya diturunkan!

Page 27: Chap 4: Penerapan Ensembel Kanonik Klasik

Gas dengan derajat kebebasan dalam

β€’ Dalam model gas ideal, massa dianggap titik saja. Padahal pada kenyataannya terdiri dari molekul yang memiliki gerak internal selain translasi molekul, seperti vibrasi atom-atomnya ataupun rotasi.

β€’ Misalkan Hamiltonian sebuah molekul terdiri atas sbb:

β€’ 𝐻 = π»π‘‘π‘Ÿπ‘Žπ‘›π‘  𝒓, 𝒑 + π»π‘Ÿπ‘œπ‘‘ πœ™π‘– , πΏπœ™ + 𝐻𝑣𝑖𝑏(π‘žπ‘– , 𝑝𝑖)

β€’ Suku π»π‘‘π‘Ÿπ‘Žπ‘›π‘  : translasi pusat massa molekulβ€’ Suku π»π‘Ÿπ‘œπ‘‘ : rotasi molekul yg merupakan fungsi sudut-

sudut Euler (πœ™ = (πœ™, πœƒ, πœ“)β€’ Suku 𝐻𝑣𝑖𝑏 bergantung pada posisi relative thd PM dan

kecepatan getar dalam koordinat normal.

Page 28: Chap 4: Penerapan Ensembel Kanonik Klasik

Komponen Fungsi Partisi Kanonik

β€’ Ketiga Hamiltonian tsb saling bebas, sehingga fungsi partisi kanonik 1 partikelnya dapat dinyatakan sbg:

𝑄1 = π‘„π‘‘π‘Ÿπ‘Žπ‘›π‘ π‘„π‘Ÿπ‘œπ‘‘π‘„π‘£π‘–π‘

π‘„π‘‘π‘Ÿπ‘Žπ‘›π‘  =1

β„Ž3ΰΆ± 𝑑3π‘Ÿπ‘‘3𝑝 𝑒 βˆ’π›½π»π‘‘π‘Ÿπ‘Žπ‘›π‘ 

π‘„π‘Ÿπ‘œπ‘‘ =1

β„Ž3ΰΆ± 𝑑3πœ™π‘‘3π‘πœ™ 𝑒

βˆ’π›½π»π‘Ÿπ‘œπ‘‘

𝑄𝑣𝑖𝑏 =1

β„Žπ‘“ΰΆ± π‘‘π‘“π‘Ÿπ‘‘π‘“π‘ 𝑒 βˆ’π›½π»π‘£π‘–π‘

Page 29: Chap 4: Penerapan Ensembel Kanonik Klasik

Translasi Pusat Massa

β€’ Fungsi partisi kanonik untuk gerak translasi pusat massa sudah dipecahkan untuk gas ideal monoatomic:

π»π‘‘π‘Ÿπ‘Žπ‘›π‘  =𝒑 2

2π‘š

π‘„π‘‘π‘Ÿπ‘Žπ‘›π‘  =1

β„Ž3ΰΆ± 𝑑3π‘Ÿπ‘‘3𝑝 π‘’βˆ’

𝛽𝑝2

2π‘š =𝑉

πœ†3

πœ† = β„Ž/ 2πœ‹π‘šπ‘˜π‘‡

Page 30: Chap 4: Penerapan Ensembel Kanonik Klasik

Rotasi

β€’ Hamiltonian planar rotator

π»π‘Ÿπ‘œπ‘‘ =π‘πœƒ2

2𝐼1+π‘πœ“2

2𝐼3+

π‘πœ™ βˆ’ π‘πœ“ cos πœƒ2

2𝐼1 sin2 πœƒ

Sudut-sudut tsb memiliki nilai sbb: πœƒ ∈ 0, πœ‹ , πœ™ ∈0,2πœ‹ , πœ“ ∈ 0,2πœ‹

Fungsi partisi kanoniknya adalah:

π‘„π‘Ÿπ‘œπ‘‘

=1

β„Ž3ΰΆ± ΰΆ± π‘‘πœ“π‘‘πœ™π‘‘πœƒ π‘‘π‘πœƒπ‘‘π‘πœ“π‘‘πœ™ exp βˆ’π›½

π‘πœƒ2

2𝐼1+π‘πœ“2

2𝐼3+

π‘πœ™ βˆ’ π‘πœ“ cos πœƒ2

2𝐼1 sin2 πœƒ

Integrand tidak bergantung πœ“ dan πœ™, sehingga:π‘„π‘Ÿπ‘œπ‘‘

=2πœ‹ 2

β„Ž3ΰΆ± ΰΆ± π‘‘πœƒ π‘‘π‘πœƒπ‘‘π‘πœ“π‘‘πœ™ exp βˆ’π›½

π‘πœƒ2

2𝐼1+π‘πœ“2

2𝐼3+

π‘πœ™ βˆ’ π‘πœ“ cos πœƒ2

2𝐼1 sin2 πœƒ

Page 31: Chap 4: Penerapan Ensembel Kanonik Klasik

Fungsi Partisi Kanonik Rotasiπ‘„π‘Ÿπ‘œπ‘‘

=2πœ‹ 2

β„Ž3ΰΆ±

βˆ’βˆž

∞

π‘‘π‘πœƒπ‘’βˆ’π›½

π‘πœƒ2

2𝐼1 ΰΆ± π‘‘πœƒ π‘‘π‘πœ“π‘‘π‘πœ™ exp βˆ’π›½π‘πœ“2

2𝐼3+

π‘πœ™ βˆ’ π‘πœ“ cos πœƒ2

2𝐼1 sin2 πœƒ

Integral thd π‘πœƒ menghasilkan : 2𝐼1πœ‹π‘˜π‘‡,

π‘„π‘Ÿπ‘œπ‘‘

=2πœ‹ 2

β„Ž32𝐼1πœ‹π‘˜π‘‡ ΰΆ± π‘‘πœƒ ΰΆ± π‘‘π‘πœ“ 𝑒

βˆ’π›½π‘πœ“2

2𝐼3 ࢱ

βˆ’βˆž

∞

π‘‘π‘πœ™ exp βˆ’π›½π‘πœ™ βˆ’ π‘πœ“ cos πœƒ

2

2𝐼1 sin2 πœƒ

Integral thd π‘‘π‘πœ™ adalah gaussian integral juga dengan pusat tergeser,

hasilnnya :

2πœ‹πΌ1π‘˜π‘‡ sin πœƒ

π‘„π‘Ÿπ‘œπ‘‘ =2πœ‹ 2

β„Ž32𝐼1πœ‹π‘˜π‘‡ 2πœ‹πΌ1π‘˜π‘‡ΰΆ±

0

πœ‹

π‘‘πœƒ sin πœƒ ΰΆ±

βˆ’βˆž

∞

π‘‘π‘πœ“ π‘’βˆ’π›½

π‘πœ“2

2𝐼3

Page 32: Chap 4: Penerapan Ensembel Kanonik Klasik

Fungsi Energi Bebas HelmhotzSelanjutnya integral thd π‘πœ“ kembali bertipe gaussian, sehingga:

π‘„π‘Ÿπ‘œπ‘‘ =πœ‹

ℏ32πΌπœ‹π‘˜π‘‡ 2πœ‹πΌ1π‘˜π‘‡ 2πœ‹πΌ3π‘˜π‘‡

Fungsi partisi vibrasi telah dilakukan seperti pada osilator harmonis. Jadi secara umum untuk N molekul yang tak terbedakan maka fungsi partisi kanoniknya dapat dituliskan sbg:

𝑄 𝑇, 𝑉, 𝑁 =1

𝑁!𝑄1

𝑁 =1

𝑁!π‘„π‘‘π‘Ÿπ‘Žπ‘›π‘ π‘ π‘„π‘Ÿπ‘œπ‘‘

𝑁 𝑄𝑣𝑖𝑏𝑁

Fungsi energi bebas Helmhotz: untuk N >>1𝐴 𝑇, 𝑉, 𝑁 = βˆ’π‘˜π‘‡ ln𝑄 𝑇, 𝑉, 𝑁

𝐴 𝑇, 𝑉, 𝑁

= βˆ’π‘π‘˜π‘‡ lnπ‘„π‘‘π‘Ÿπ‘Žπ‘›π‘ π‘

+ 1 βˆ’ π‘π‘˜π‘‡ lnπ‘„π‘Ÿπ‘œπ‘‘ βˆ’π‘π‘˜π‘‡ ln𝑄𝑣𝑖𝑏

𝐴 𝑇, 𝑉, 𝑁 = π΄π‘‘π‘Ÿπ‘Žπ‘›π‘  + π΄π‘Ÿπ‘œπ‘‘ + 𝐴𝑣𝑖𝑏

Page 33: Chap 4: Penerapan Ensembel Kanonik Klasik

Kasus Diatomik

Dalam hal ini momen inersia 𝐼3 β‰ˆ 0, tapi kita tak bias langsung memasukkan hal tsb di Hamiltonian. Dalam perumusan

Dalam hal ini momen inersia 𝐼3 β‰ˆ 0, tapi kita tak bias langsung memasukkan hal tsb di Hamiltonian. Dalam perumusan Hamiltoniannya derajat kebebasan yang terkait 𝐼3 yaitu terkait variable sudut πœ“ mesti dihilangkan, sehingga hasil Hamiltonian diatomic berbentuk:

π»π‘Ÿπ‘œπ‘‘ =π‘πœƒ2

2𝐼1+

π‘πœ™2

2𝐼1 sin2 πœƒ

Page 34: Chap 4: Penerapan Ensembel Kanonik Klasik

Kasus Diatomik

π‘„π‘Ÿπ‘œπ‘‘ =1

β„Ž2ΰΆ± π‘‘πœ™π‘‘πœƒ π‘‘π‘πœƒπ‘‘π‘πœ™ exp βˆ’π›½

π‘πœƒ2

2𝐼1+

π‘πœ™2

2𝐼1 sin2 πœƒ

π‘„π‘Ÿπ‘œπ‘‘ =2πœ‹

β„Ž22πœ‹πΌ1π‘˜π‘‡ ΰΆ± ΰΆ± π‘‘πœƒ π‘‘π‘πœ™ exp βˆ’π›½

π‘πœ™2

2𝐼1 sin2 πœƒ

π‘„π‘Ÿπ‘œπ‘‘ =2πœ‹

β„Ž22πœ‹πΌ1π‘˜π‘‡ 2πœ‹πΌ1π‘˜π‘‡ ΰΆ±

0

πœ‹

π‘‘πœƒ sin πœƒ

π‘„π‘Ÿπ‘œπ‘‘ =2𝐼1π‘˜π‘‡

ℏ2