chairy timteng.doc

4
Chairy Yakuna 4415137082 Pendidikan Sejarah A 2013 Tugas Timur Tengah Pada 29 Oktober 1914 Kekhalifahan Utsmani memihak Blok Sentral. Inggris mulai berencana untuk membubarkan Imperium Utsmani dan memperluas kekuasaan Inggris di Timur Tengah. Dimana Inggris telah mengendalikan India sejak tahun 1857 dan Mesir sejak tahun 1888. Kekhalifahan Utsmani di Timur Tengah berada di tengah-tengah dua koloni Inggris, Inggris pun bertekad untuk memusnahkannya sebagai bagian dari perang dunia. Strategi Inggris lainnya ialah membantu dan memanasi penduduk Arab di Imperium Utsmani (pemberontak) untuk melawan pemerintah (memecah belahkan) dan Inggris melakukan bekerjasama dengan Sharif Hussein bin Ali, yakni Amir (Gubernur) dari Makkah dan juga menandatangani perjanjian dengan pemerintah Inggris untuk memberontak melawan Imperium Utsmani. Alasan pemberontakan yang dilakukan Gubernur itu ialah ketidaksetujuannya dengan tujuan nasionalis “Tiga Pasha” Turki, perseteruan pribadi dengan pemerintah Utsmani, atau hanya keinginan bagi kerajaannya sendiri. Sebagai imbalannya, Inggris berjanji untuk memberikan uang dan senjata kepada para pemberontak untuk membantu Inggris agar bisa melawan tentara Utsmani dengan jauh lebih terorganisir. Juga, Inggris berjanji bahwa setelah perang, dia akan diberi kerajaan Arab tersendiri yang akan mencakup seluruh Semenanjung Arab, termasuk Suriah

Transcript of chairy timteng.doc

Chairy Yakuna

4415137082

Pendidikan Sejarah A 2013

Tugas Timur TengahPada 29 Oktober 1914 Kekhalifahan Utsmani memihak Blok Sentral. Inggris mulai berencana untuk membubarkan Imperium Utsmani dan memperluas kekuasaan Inggris di Timur Tengah. Dimana Inggris telah mengendalikan India sejak tahun 1857 dan Mesir sejak tahun 1888. Kekhalifahan Utsmani di Timur Tengah berada di tengah-tengah dua koloni Inggris, Inggris pun bertekad untuk memusnahkannya sebagai bagian dari perang dunia. Strategi Inggris lainnya ialah membantu dan memanasi penduduk Arab di Imperium Utsmani (pemberontak) untuk melawan pemerintah (memecah belahkan) dan Inggris melakukan bekerjasama dengan Sharif Hussein bin Ali, yakni Amir (Gubernur) dari Makkah dan juga menandatangani perjanjian dengan pemerintah Inggris untuk memberontak melawan Imperium Utsmani. Alasan pemberontakan yang dilakukan Gubernur itu ialah ketidaksetujuannya dengan tujuan nasionalis Tiga Pasha Turki, perseteruan pribadi dengan pemerintah Utsmani, atau hanya keinginan bagi kerajaannya sendiri. Sebagai imbalannya, Inggris berjanji untuk memberikan uang dan senjata kepada para pemberontak untuk membantu Inggris agar bisa melawan tentara Utsmani dengan jauh lebih terorganisir. Juga, Inggris berjanji bahwa setelah perang, dia akan diberi kerajaan Arab tersendiri yang akan mencakup seluruh Semenanjung Arab, termasuk Suriah dan Irak. Surat-surat di mana kedua belah pihak menegosiasikan dan membahas pemberontakan ini dikenal sebagai Korespondensi McMahon Hussein, saat Sharif Hussein berkomunikasi dengan Komisaris Tinggi Inggris di Mesir, Sir Henry McMahon.

Pada bulan Juni tahun 1916, Sharif Hussein memimpin sekelompok prajurit Bedouin dari Hijaz dalam kampanye bersenjata melawan Utsmani. Dalam beberapa bulan, para pemberontak Arab berhasil menaklukan berbagai kota di Hijaz (termasuk Jeddah dan Makkah) dengan bantuan dari tentara dan angkatan laut Inggris. Inggris memberikan dukungan dalam bentuk tentara, senjata, uang, dan penasehat (termasuk penasehat legendaris Lawrence of Arabia), dan bendera. Di Mesir, Inggris membuat bendera untuk Arab untuk digunakan dalam pertempuran, yang dikenal sebagai Bendera Revolusi Arab. Bendera itu nantinya akan menjadi model bagi bendera Arab lainnya dari negara-negara seperti Yordania, Palestina, Sudan, Suriah, dan Kuwait. Pada saat Perang Dunia I berkembang selama tahun 1917 dan 1918, para pemberontak Arab berhasil menaklukkan banyak kota-kota besar dari Utsmani. Saat Inggris memasuki Palestina dan Irak, mereka menaklukkan kota-kota seperti Yerusalem dan Baghdad, dan orang-orang Arab membantu mereka menaklukkan Amman dan Damaskus. Rencana Sharif Hussein untuk menciptakan kerajaan Arab sendiri sejauh itu telah berhasil, jika bukan karena janji-janji yang dibuat Inggris.

Perjanjian Sykes Picot Sebelum Revolusi Arab dimulai dan bahkan sebelum Sharif Hussein bisa menciptakan kerajaan Arabnya, Inggris dan Perancis sudah punya rencana lain. Pada musim dingin tahun 1915-1916, dua orang diplomat, Sir Mark Sykes dari Inggris dan Franois Georges Picot dari Perancis diam- diam bertemu untuk memutuskan nasib dunia pasca Utsmani-Arab. Menurut Perjanjian Sykes Picot, Inggris dan Perancis sepakat untuk membagi dunia Arab diantara mereka berdua. Inggris mengambil kendali dari apa yang sekarang menjadi Irak, Kuwait, dan Yordania. Perancis diberi Suriah modern, Lebanon, dan Turki selatan. Status Palestina akan ditentukan kemudian, dengan memperhitungkan ambisi Zionis. Di wilayah lain, Inggris dan Perancis dijanjikan kontrol total. Perjanjian Sykes Picot secara langsung bertentangan dengan janji Inggris yang dibuat bagi Sherif Hussein dan menyebabkan ketegangan besar antara Inggris dan Arab. Namun, hal ini tidak menjadi perjanjian yang bertentangan yang terakhir yang dibuat Inggris.

Kelompok lain yang menginginkan suara dalam lanskap politik di Timur Tengah adalah Zionis. Zionisme adalah gerakan politik yang menyerukan pembentukan sebuah negara Yahudi di Tanah Suci Palestina. Hal ini dimulai pada tahun 1800 sebagai sebuah gerakan yang berusaha untuk menemukan tanah air yang jauh dari Eropa bagi orang-orang Yahudi (yang sebagian besar tinggal di Jerman, Polandia, dan Rusia). Akhirnya Zionis memutuskan untuk menekan pemerintah Inggris selama Perang Dunia I untuk memungkinkan mereka agar bisa menetap di Palestina setelah perang usai. Di dalam pemerintah Inggris, ada banyak orang yang bersimpati kepada gerakan politik ini. Salah satunya adalah Arthur Balfour, Menteri Luar Negeri Inggris. Pada tanggal 2 November 1917, dia mengirim surat kepada Baron Rothschild, pemimpin komunitas Zionis. Surat itu menyatakan dukungan resmi pemerintah Inggris untuk tujuan gerakan Zionis untuk mendirikan sebuah negara Yahudi di Palestina

Tahun 1917, Inggris membuat tiga perjanjian yang berbeda dengan tiga kelompok yang berbeda dan menjanjikan tiga masa depan politik yang berbeda bagi dunia Arab. Orang-orang Arab bersikeras mereka masih mendapatkan kerajaan Arab yang dijanjikan kepada mereka melalui Sharif Hussein. Perancis (dan Inggris sendiri) diharapkan membagi tanah yang sama diantara mereka sendiri. Dan Zionis diharapkan akan diberikan Palestina seperti yang dijanjikan oleh Balfour. Pada tahun 1918 perang berakhir dengan kemenangan Sekutu dan kehancuran total Imperium Utsmani. Meskipun Utsmani hanya sebagai nama hingga tahun 1922 (dan kekhalifahan sebagai nama sampai tahun 1924), semua tanah bekas Utsmani kini di bawah pendudukan Eropa.