Cetak Revisi Materi Terbaru

123
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peristiwa lumpur panas lapindo muncul pertama kali pada tanggal 29 Mei 2006 di desa Renokenongo kecamatan Porong, kabupaten Sidoarjo. Lumpur keluar dari sumber bekas pengeboran PT. Lapindo Brantas Inc terus mengalir menggenangi berbagai sarana dan prasarana milik masyarakat. Luapan lumpur dengan volume yang sangat besar telah menenggelamkan sawah, tanah ladang, perumahan penduduk, fasilitas sosial dan umum yang ada di delapan desa pada kecamatan Porong, Jabon dan Tanggul Angin. Volume awal semburan lumpur berkisar antara 80.000-120.000 m 3 per hari dan air yang terpisah dari endapan lumpur berkisar 35.000- 84.000 m 3 per hari (Wiguna et al, 2009). Fenomena lumpur lapindo berkelanjutan karena munculnya semburan kecil didekat titik pengeboran kemudian berhenti, setelah itu muncul semburan baru di daerah lain namun masih berdekatan dengan pusat semburan. Peristiwa ini kemudian menjadi masalah sosial yang menyedihkan karena lebih dari 10.000 jiwa mengungsi ke pasar Porong. Untuk mencegah semakin meluasnya dampak semburan lumpur maka Pemerintah

description

ini adalah cetakan materi baru yang gratis

Transcript of Cetak Revisi Materi Terbaru

Page 1: Cetak Revisi Materi Terbaru

1

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Peristiwa lumpur panas lapindo muncul pertama kali pada tanggal 29 Mei

2006 di desa Renokenongo kecamatan Porong, kabupaten Sidoarjo. Lumpur

keluar dari sumber bekas pengeboran PT. Lapindo Brantas Inc terus mengalir

menggenangi berbagai sarana dan prasarana milik masyarakat. Luapan lumpur

dengan volume yang sangat besar telah menenggelamkan sawah, tanah ladang,

perumahan penduduk, fasilitas sosial dan umum yang ada di delapan desa pada

kecamatan Porong, Jabon dan Tanggul Angin. Volume awal semburan lumpur

berkisar antara 80.000-120.000 m3 per hari dan air yang terpisah dari endapan

lumpur berkisar 35.000-84.000 m3 per hari (Wiguna et al, 2009).

Fenomena lumpur lapindo berkelanjutan karena munculnya semburan

kecil didekat titik pengeboran kemudian berhenti, setelah itu muncul semburan

baru di daerah lain namun masih berdekatan dengan pusat semburan. Peristiwa

ini kemudian menjadi masalah sosial yang menyedihkan karena lebih dari 10.000

jiwa mengungsi ke pasar Porong. Untuk mencegah semakin meluasnya dampak

semburan lumpur maka Pemerintah bersama PT. Lapindo Brantas Inc.

membuatkan tanggul penampungan. Saat ini ketinggian lumpur di

penampungan sampai radius 2 km mencapai 2 m dan di beberapa lokasi sudah

lebih dari 10 m bahkan lumpur pernah meluap ke jalan raya Porong yang

mengganggu sektor ekonomi dan sosial masyarakat Jawa Timur (Hutamadi,

2008).

Lumpur lapindo dalam penampungan volumenya terus bertambah,

kemudian mengendap bahan padatnya membentuk hamparan tanah endapan

yang luas. Bila kurang air (kemarau) tanah endapan lumpur ini mengeras, lalu

Page 2: Cetak Revisi Materi Terbaru

2

retak–retak seperti lahan yang kekeringan maka selayaknya untuk melakukan

pengelolaan agar memiliki manfaat bagi masyarakat sekitarnya. Menurut

Hermanto (2006), tanah endapan lumpur lapindo mempunyai tekstur atau butiran

tanah yang terdiri dari liat, debu dan pasir. Butiran tanah tersebut merupakan

komponen padatan yang mencapai 30% dalam lumpur lapindo. Sedangkan hasil

penelitian Rahayu (2008) menyatakan bahwa lumpur lapindo mengandung unsur

hara seperti N, P, K, Na, Ca, Mg, C organik dan mempunyai nilai kapasitas

pertukaran kation yang tinggi. Potensi terpendam tersebut merupakan bahan

pertimbangan untuk mengeksploitasi tanah endapan lumpur sebagai media

pembibitan dan akan direkayasa dengan memberikan sentuhan teknologi.

Teknologi yang dapat diberikan pada tanah dengan sifat-sifat tersebut

yaitu penggunaan bahan organik. Teknologi ini ramah lingkungan, murah, mudah

dilakukan dan bisa menjaga kesuburan tanah yang berkelanjutan. Teknologi

tersebut juga mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam yang tersedia

ditempat, layak secara ekonomis dan mantap secara ekologis. Prinsipnya

menjamin kondisi tanah untuk mendukung kebutuhan pertumbuhan tanaman dan

meningkatkan kehidupan mikroorganisme di dalam tanah. Menurut Yuwono

(2009), teknologi dan masukan yang diterapkan pada suatu lahan dapat

mengubah sifat tanah sehingga harkatnya menjadi lebih sesuai untuk pertanian.

Penggunaan bahan organik sekam padi, kompos dan pupuk kandang

(kotoran) sapi akan memberikan keuntungan yaitu memperbaiki sifat-sifat tanah

dan mengurangi sumber pencemaran lingkungan. Bahan organik sekam padi

dan kotoran sapi merupakan limbah buangan yang jumlahnya berlimpah. Setiap

penggilingan padi dihasilkan 20% berupa sekam padi dan dedak (Tajang, 2009).

Demikian pula kotoran sapi, jumlahnya terus bertambah dimana seekor sapi

dapat menghasilkan kotoran 3 kg per hari (Hartatik dan Widowati). Sekam padi

dan kotoran sapi biasanya dibiarkan membusuk di lingkungan dan mencemari

Page 3: Cetak Revisi Materi Terbaru

3

lingkungan hidup manusia. Tetapi sering pula sekam padi dibakar yang

menimbulkan emisi karbon dioksida (CO2) ke atmosfer yang berkontribusi pada

peningkatan gas rumah kaca.

Bahan organik merupakan bahan yang dapat didekomposisi mikrobia

terutama sebagai sumber karbon dan nitrogen. Bahan ini mempunyai sifat

remah yang udara, air dan akar mudah masuk dalam fraksi sehingga dapat

mengikat air namun mudah melepaskan kelebihannya. Karakteristik ini sangat

penting bagi akar bibit karena sangat berkaitan dengan sifat fisik, kimia dan

biologi di perakaran tanaman (rhizosfer) maupun di daerah sekitar perakaran

rhizosplane (Putri, 1999). Penambahan bahan organik kedalam tanah akan

menambahkan unsur hara baik makro maupun mikro yang dibutuhkan oleh

tumbuhan. Bahan organik dalam tanah didekomposisi menjadi bahan organik

tanah. Bahan organik tanah sangat berperan sebagai faktor pengendali

(regulating factor) dalam proses-proses penyediaan unsur hara bagi tanaman

dan mempertahankan struktur tanah melalui pembentukan agregat tanah yang

stabil, penyediaan jalan bagi pergerakan air dan udara tanah, penentu kapasitas

serapan air, pengurangan bahaya erosi, penyangga (buffering) pengaruh

pestisida dan pencegahan pencucian hara (nutrient leaching) tanah (Madjid,

2007).

Tanaman yang akan dikembangbiakkan pada media pembibitan tanah

endapan lumpur lapindo yaitu trembesi, sengon dan bunga matahari. Tanaman

tersebut sering diperlukan dalam pengelolaan lingkungan. Trembesi sering

ditanam pada lahan gersang dan tepi jalan sebagai usaha penghijauan,

penangkal panas dan penyerap karbon dioksida (CO2). Tanaman sengon sering

dibudidayakan di daerah aliran sungai (DAS) dan pegunungan sebagai usaha

penahan erosi dan menyuburkan tanah karena rambut akar sengon menyimpan

zat nitrogen. Sedangkan tanaman hias bunga matahari banyak dikembangkan di

Page 4: Cetak Revisi Materi Terbaru

4

ruang terbuka hijau (RTH) sebagai estetika lingkungan dan bijinya merupakan

sumber energi allternatif.

1.2. Perumusan Masalah

Penampungan semburan lumpur lapindo menimbulkan masalah lain yaitu

terbentuknya tanah endapan lumpur yang volumenya semakin tinggi bahkan

mencapai ketinggian 10 meter dan pernah menyebabkan lumpur meluap ke jalan

raya Porong mengganggu sektor sosial ekonomi masyarakat Jawa Timur. Tanah

endapan lumpur lapindo ini mengandung liat banyak yang menyebabkan

porositasnya rendah, lengket bila basah dan retak kalau kering. Sifat-sifat

tersebut memang kurang baik untuk pertumbuhan tanaman namun dengan

penggunaan bahan organik diperkirakan dapat memperbaiki porositas dan

meningkatkan unsur hara.

Bahan organik sekam padi dan kotoran sapi merupakan limbah dari

proses industri pertanian dan peternakan yang sering dibuang ke lingkungan.

Bahan tersebut jumlahnya berlimpah dan bila tidak dikelola dapat menjadi

sumber pencemaran. Bahan organik yang diberikan kedalam tanah akan

mengalami dekomposisi menghasilkan asam-asam organik dan unsur hara yang

sangat baik untuk peningkatan status kesuburan tanah.

Berdasarkan uraian tersebut maka permasalahan pokok yang akan dikaji

dalam penelitian ini yaitu :

a. Apakah tanah endapan lumpur lapindo yang ditambah bahan organik

sekam padi, kompos dan pupuk kandang sapi dapat menjadi media

pembibitan tanaman trembesi, sengon dan bunga matahari ?

b. Bagaimana pertumbuhan bibit tanaman trembesi, sengon dan bunga

matahari pada media tanah endapan lumpur lapindo yang ditambah

dengan bahan organik sekam padi, kompos dan pupuk kandang sapi ?

Page 5: Cetak Revisi Materi Terbaru

5

c. Bagaimana mutu bibit tanaman trembesi, sengon dan bunga matahari

pada media tanah endapan lumpur lapindo yang ditambah dengan bahan

organik sekam padi, kompos dan pupuk kandang sapi ?

1.3. Tujuan Penelitian

Dengan mengacu pada latar belakang dan perumusan masalah maka

tujuan penelitian sebagai berikut:

a. Mengetahui pengaruh penggunaan bahan organik sekam padi, kompos

dan pupuk kandang sapi terhadap status kesuburan tanah endapan

lumpur lapindo

b. Menganalisis pertumbuhan bibit tanaman trembesi, sengon dan bunga

matahari pada media tumbuh tanah endapan lumpur lapindo yang

ditambah dengan bahan organik sekam padi, kompos dan pupuk

kandang sapi

c. Mengevaluasi mutu bibit tanaman trembesi, sengon dan bunga matahari

yang ditanam pada tanah endapan lumpur lapindo yang ditambah dengan

bahan organik sekam padi, kompos dan pupuk kandang sapi.

1.4. Manfaat Penelitian

Merujuk pada tujuan penelitian maka penelitian ini diharapkan dapat

memberikan manfaat yaitu:

a. Tanah endapan lumpur lapindo mempunyai manfaat bagi masyarakat

b. Penyediaan bibit tanaman trembesi, sengon dan bunga matahari untuk

pengelolaan lingkungan.

c. Rekomendasi pada pengelola lumpur lapindo (BPLS) tentang pengolahan

tanah endapan lumpur lapindo dengan penambahan bahan organik

sebagai media pembibitan.

Page 6: Cetak Revisi Materi Terbaru

6

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanah Endapan Lumpur Lapindo dan Karakteristiknya

Lumpur lapindo mempunyai komponen padatan mencapai 30% yang

terdiri dari liat paling banyak, pasir dan debu. Komponen padatan ini dalam

penampungan mengendap dan bila kurang air mengeras membentuk hamparan

tanah endapan yang sangat luas seperti lahan kekeringan. (Gambar 1). Menurut

Hermanto (2006) komponen padatan tersebut kandungannya yaitu liat 71,43 %,

debu 10,71% dan pasir 17,86%.

Gambar 1. Tanah Endapan Lumpur Lapindo(Sumber: panji1102.wordpress.com)

Menurut Munir (1996), tanah dengan kandungan liat yang tinggi dalam

istilah pertanian identik dengan tanah vertisol yang mempunyai sifat vertic yaitu

mengembang bila basah dan mengerut bila kering. Sifat ini disebabkan oleh

kandungan mineral liat montmorilonit yang tinggi. Tanah yang berstruktur halus

(liat) mudah mengalami pemadatan sehingga mengurangi ruang pori tanah dan

mengurangi pergerakan air dan udara di dalam tanah. Untuk memperbaiki sifat

fisik tanah tersebut jika digunakan untuk penanaman maupun pembibitan perlu

Page 7: Cetak Revisi Materi Terbaru

7

ditambahkan bahan yang porus atau sejumlah bahan organik. Sifat fisik tanah

vertisol yang nampak jelas adalah konsistensi yang keras sehingga untuk

mengolah tanah memerlukan suatu perlakuan dan alat-alat tersendiri. Tanah

vertisol merupakan tanah yang mempunyai potensi cukup baik tetapi yang harus

diketahui adalah keadaan kelengasan tanah pada lapisan permukaan yang

memungkinkan untuk dilakukan pengolahan tanah untuk persiapan lahan baik

untuk pembibitan maupun penanaman.

Hasil analisis Sudarto (2006), contoh tanah yang bercampur lumpur

lapindo memperlihatkan tanah bereaksi alkalis, ditunjukkan oleh nilai pH tinggi

dan kadar basa-basa yang dapat dipertukarkan (K,Ca,Mg, Na) dan konduktivitas

listrik (EC) tinggi. Kadar bahan organik tergolong kategori sedang dilapisan atas,

rendah pada lapisan hingga 48 cm dan tinggi pada lapisan bawah. Hal ini

menunjukkan adanya timbunan bahan organik pada lapisan bawah. Kadar unsur

makro N tinggi, S dan P sedang dilapisan atas tetapi rendah di lapisan bawah.

Kadar unsur mikro Cl, Fe dan Mn tergolong sangat tinggi dan nilai KTK serta KB

tinggi pada semua lapisan.

Menurut Rahayu (2008), lumpur lapindo mempunyai kandungan kimia

sebagai berikut pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Analisis Kimia Lumpur Lapindo (Rahayu, 2008)No Parameter Metode Hasil

AnalisisKriteria*

1. N total (%) Kjeldahl 0,07 Sangat rendah2. P tersedia (ppm) Olsen 5,96 Rendah3. C organik (%) Walkey dan Black 1,07 Rendah4. K-dd (cmol kg-1) Pertukaran ion 0,46 Sedang5. Ca-dd(cmol kg-1) Titrasi EDTA 14,26 Tinggi6. Mg-dd(cmol kg-1) Titrasi EDTA 0,95 Rendah7. Na-dd (cmol kg-1) Pertukaran ion 3,06 Sangat tinggi8. KTK (cmol kg-1) Pertukaran ion 36,37 Tinggi9. pH H2O Glass electrode 7,80 Agak alkalis10 C/N - 15,07 Sedang11 KB (%) - 51,50 Sedang

Keterangan * Lembaga Penelitian Tanah, 1983

Page 8: Cetak Revisi Materi Terbaru

8

Berdasarkan hasil analisis kandungan oksida dan logam yang dilakukan

Wiguna et al. 2009, lumpur lapindo mengandung unsur kimia sebagai berikut

pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Analisa Kandungan Oksida dan Logam Lumpur (Wiguna et al , 2009)

Kandungan (%) SampelLS-01 LS-02

SiO2 49,62 48,54

Al2O3 19,6 19,68

Fe2O3 5,12 5,98

MgO 2,12 3,12

CaO 1,98 1,68

Na2O 4,65 2,11

K2O 1,25 2,04

TiO2 0,3 0,52

P2O5 0,085 0.026

Cr2O3 (ppm) 0,003 0,004

MnO (ppm) 102 88

Cu (ppm) 20 29

Pb (ppm) 6 7

Zn (ppm) 60 56

Keterangan: LS-01 = lumpur lapindo sampel 1; LS-02=lumpur lapindo sampel 2

Menurut Santosa dalam Purwati (2007), hasil analisa mikrobiologi lumpur

yang baru satunya-satunya dilakukan oleh Indonesian Center for Biodiversity and

Biotechnology (ICBB) menunjukkan adanya: Coliform, Salmonella dan

Stapylococcus aureus di atas ambang batas yang dipersyaratkan. Sedangkan

pada analisa awal saat semburan lumpur pertama terjadi, bakteri itu tidak bisa

hidup. Bakteri itu kemungkinan berasal dari lingkungan sekitar, karena hujan,

atau tanggul yang bercampur dengan lumpur. Hasil Penelitian Margareta (2011),

menyimpulkan bahwa pada lumpur lapindo ditemukan beberapa isolat bakteri.

Page 9: Cetak Revisi Materi Terbaru

9

Isolat-isolat bakteri tersebut merupakan mikroorganisme thermofil yang dapat

dimanfaatkan sebagai penghasil enzim proteolitik.

2.2. Bahan Organik, Sumber, Jenis dan Peranannya

2.2.1. Pengertian Bahan Organik

Bahan organik mencakup semua bahan yang berasal dari jaringan

tanaman dan hewan, baik yang hidup maupun yg telah mati pada berbagai

tahana (stage) dekomposisi. Bahan organik merupakan bahan-bahan yang

dapat diperbaharui, didaur ulang, dirombak oleh bakteri, dan mikroba tanah

lainnya menjadi unsur-unsur yang dapat digunakan oleh tanaman tanpa

mencemari tanah dan air. Bahan organik merupakan salah satu komponen

tanah yang sangat erat berkaitan dengan kualitas tanah dan karena itu

merupakan komponen penting dalam sistem pertanian. Bahan organik menjadi

bagian dari tanah yang merupakan suatu system kompleks dan dinamis yang

bersumber dari sisa tanaman dan atau binatang yang terdapat di dalam tanah

yang terus menerus mengalami perubahan bentuk karena dipengaruhi oleh

faktor biologi, fisika, dan kimia (Madjid, 2007).

Madjid (2007), juga menyatakan bahwa bahan organik adalah kumpulan

beragam senyawa-senyawa organik kompleks yang sedang atau telah

mengalami proses dekomposisi, baik berupa humus hasil humifikasi maupun

senyawa-senyawa anorganik hasil mineralisasi dan termasuk juga mikrobia

heterotrofik dan ototrofik yang terlibat dan berada didalamnya. Bahan organik

tanah adalah semua jenis senyawa organik yang terdapat di dalam tanah,

termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme,

bahan organik terlarut di dalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus.

Bahan organik tanah sangat berperan sebagai faktor pengendali (regulating

factor) dalam proses-proses penyediaan unsur hara bagi tanaman dan

Page 10: Cetak Revisi Materi Terbaru

10

mempertahankan struktur tanah melalui pembentukan agregat tanah yang stabil,

penyediaan jalan bagi pergerakan air dan udara tanah, penentu kapasitas

serapan air, pengurangan bahaya erosi, penyangga (buffering) pengaruh

pestisida dan pencegahan pencucian hara (nutrient leaching). Karena itu,

keberadaan bahan organik dalam tanah seringkali dijadikan sebagai indikator

umum kesuburan tanah. Kandungan bahan organik tanah juga dapat dijadikan

sebagai indikator tingkat erosi tanah. Ketika terjadi erosi yang meningkat,

bagian-bagian horison permukaan hilang terbawa erosi, termasuk bahan organik

tanah juga hilang.

2.2.2. Sumber Bahan Organik

Sumber primer bahan organik adalah jaringan tanaman berupa akar,

batang, ranting, daun, dan buah. Bahan organik dihasilkan oleh tumbuhan

melalui proses fotosintesis sehingga unsur karbon merupakan penyusun utama

dari bahan organik tersebut. Unsur karbon ini berada dalam bentuk senyawa-

senyawa polisakarida, seperti selulosa, hemiselulosa, pati, dan bahan-bahan

pektin serta lignin. Selain itu nitrogen merupakan unsur yang paling banyak

terakumulasi dalam bahan organik karena merupakan unsur yang penting dalam

sel mikroba yang terlibat dalam proses perombakan bahan organik tanah.

Jaringan tanaman ini akan mengalami dekomposisi dan akan terangkut ke

lapisan bawah serta diinkorporasikan dengan tanah. Tumbuhan tidak saja

sumber bahan organik, tetapi sumber bahan organik dari seluruh makhluk hidup

(Madjid, 2007 ).

Sekam padi merupakan sumber primer bahan organik karena dihasilkan

dari proses fotosintesis yang mengandung unsur karbon. Unsur karbon ini

dalam bentuk selulose dan hemiselulosa. Menurut Tajang (1989), bahwa sekam

padi mengandung selulose 40%, hemiselulose 35% dan kadar abu 25 %.

Page 11: Cetak Revisi Materi Terbaru

11

Berdasarkan hasil analisis kimia tersebut maka sekam padi potensial sebagai

sumber bahan organik. Apalagi sekam padi jumlahnya banyak, murah, mudah

diperoleh karena ada di setiap lokasi pedesaan. Menurut Hara (1986) dan

Tajang (1989) bahwa setiap penggilingan padi akan dihasilkan limbah berupa

sekam padi dan dedak sekitar 20 %. Namun keberadaan sekam padi sangat

dilematis, bila dibuang pada tempat pembuangan akhir akan mempercepat umur

daya tampung. Tapi jika dibakar menimbulkan emisi karbon dioksida namun

kalau dibiarkan membusuk dapat mencemari lingkungan hidup dan melepaskan

emisi gas metan (CH4) ke atmosfer. Menurut Sudrajat (2002), limbah organik

dari pertanian memberikan sumbangan besar pada peningkatan gas rumah kaca

melalui emisi CO2 dan CH4, hasil pembakaran maupun dekomposisi alami.

Sumber sekunder bahan organik adalah fauna. Fauna terlebih dahulu

harus menggunakan bahan-bahan organik dari tanaman setelah itu barulah

menyumbangkan pula bahan organik. Komposisi atau susunan jaringan

tumbuhan akan jauh berbeda dengan jaringan binatang. Pada umumnya jaringan

binatang akan lebih cepat hancur dari pada jaringan tumbuhan. Jaringan

tumbuhan sebagian besar tersusun dari air antara 60-90% dan rata-ratanya

sekitar 75%. Bagian padatannya sekitar 25%, terdiri dari hidrat arang 60%,

protein 10%, lignin 10-30% dan lemak 1-8%. Sedangkan unsur karbon

merupakan bagian yang terbesar yaitu 44%, disusul oleh oksigen 40%, hidrogen

dan abu (mineral) masing-masing sekitar 8%. Susunan abu itu sendiri terdiri dari

seluruh unsur hara yang diserap dan diperlukan tanaman kecuali C ,H dan O

(Madjid, 2007).

Sampah kota dan limbah industri yang sering menjadi permasalahan

lingkungan karena sulit penanganannya dapat juga dijadikan sumber bahan

organik. Tentunya sumber ini harus dipilah lebih dulu kemudian diproses dalam

pengomposan untuk menghasilkan kompos Hal yang perlu diperhatikan dalam

Page 12: Cetak Revisi Materi Terbaru

12

penggunaan sampah kota dan limbah industri sebagai sumber bahan organik

yaitu: 1) adanya kontaminasi gelas, plastik dan logam, sehingga bahan-bahan ini

perlu dikeluarkan dari bahan-bahan pupuk; 2) kandungan hara, nilai C/N bahan

pada umumnya masih relatif tinggi sehingga perlu pengomposan; 3) komposisi

organik sampah kota sangatlah bervariasi bahkan kadang-kadang terdapat

senyawa organik yang bersifat racun bagi tanaman; dan 4) terdapat banyak

sekali macam mikrobia dalam sampah kota baik Bakteri, Fungi dan

Actinomycetes, bahkan perlu diwaspadai adanya mikrobia patogen bagi

tumbuhan atau manusia ( Gaur, 1994 dan Suriawiria, 2002).

Sumber bahan organik tersebut mengalami proses dekomposisi melalui 3

reaksi, yaitu: 1) reaksi enzimatik atau oksidasi enzimatik, yaitu: reaksi oksidasi

senyawa hidrokarbon menghasilkan produk akhir berupa karbon dioksida , air,

energi dan panas; 2) reaksi spesifik berupa mineralisasi dan atau immobilisasi

unsur hara essensial berupa hara nitrogen, fosfor, dan belerang , dan 3)

pembentukan senyawa-senyawa baru atau turunan yang sangat resisten berupa

humus tanah. Berdasarkan kategori produk akhir yang dihasilkan, maka proses

dekomposisi bahan organik digolongkan menjadi 2, yaitu: proses mineralisasi,

dan proses humifikasi. Proses mineralisasi terjadi terutama terhadap bahan

organik dari senyawa-senyawa yang tidak resisten, seperti: selulosa, gula, dan

protein. Proses akhir mineralisasi dihasilkan ion atau hara yang tersedia bagi

tanaman. Proses humifikasi terjadi terhadap bahan organik dari senyawa-

senyawa yang resisten, seperti: lignin, resin, minyak dan lemak. Proses akhir

humifikasi dihasilkan humus yang lebih resisten terhadap proses dekomposisi

(Madjid, 2007).

Hasil analisis komposisi biokimia bahan organik yaitu biomassa bahan

organik yang berasal dari biomass hijauan, terdiri dari: air 75% dan biomassa

kering 25%. Komposisi biokimia bahan organik dari biomassa kering tersebut,

Page 13: Cetak Revisi Materi Terbaru

13

terdiri dari karbohidrat 60%, lignin 25%, protein 10%, lemak, lilin dan tannin 5%.

Karbohidrat penyusun biomassa kering tersebut terdiri dari: gula dan pati 1-5%,

hemiseluloa 10-30%, selulosa 20-50%. .Berdasarkan kategori unsur hara

penyusun biomassa kering terdiri dari karbon 44%, oksigen 40%, hidrogen

8% dan mineral 8% (Brady, 1990).

2.2.3. Jenis Bahan Organik

Jenis bahan organik yang sering ditambahkan kedalam tanah biasanya

sudah berupa pupuk yang dikenal sebagai pupuk organik. Pupuk organik adalah

pupuk yang berasal dari alam yaitu sisa-sisa organisme hidup baik sisa tanaman

maupun sisa hewan yang mengandung unsur-unsur hara baik makro maupun

mikro. Pupuk organik dapat berupa pupuk cair dan pupuk padat. Pupuk cair

biasanya berupa saringan dari pupuk padat. Pupuk cair ini dimaksudkan agar

penggunaannya lebih mudah, tidak mengandung kotoran, dan sekaligus

menjaga kelembaban tanah. Pupuk padat dapat berupa pupuk hijau, pupuk

serasah, kompos, maupun pupuk kandang (Anonim ,2005).

a. Pupuk Seresah

Pupuk seresah merupakan suatu pemanfaatan limbah atau komponen

tanaman yang sudah tidak terpakai. Misalnya sekam padi, jerami kering, bonggol

jerami, rumput tebasan, tongkol jagung, dan lain-lain. Pupuk seresah sering

disebut pupuk penutup tanah karena pemanfaatannya dapat secara langsung,

yaitu ditutupkan pada permukaan tanah disekitar tanaman (mulsa). Peranan

pupuk seresah ini diantaranya yaitu:1) dapat menjaga kelembaban tanah,

mengurangi penguapan, penghematan pengairan; 2) mencegah erosi,

permukaan tanah yang tertutup mulsa tidak mudah larut dan terbawa air; 3)

menghambat adanya pencucian unsur hara oleh air dan aliran permukaan; 4)

menghambat pertumbuhan gulma; 5) menjaga tekstur tanah tetap remah; 6)

Page 14: Cetak Revisi Materi Terbaru

14

menghindari kontaminasi penyakit akibat percikan air hujan; 7) memperlancar

kegiatan jasad renik tanah sehingga membantu menyuburkan tanah dan sumber

humus (Suriawiria, 2002).

b. Pupuk Kompos

Pupuk kompos merupakan bahan-bahan organik yang telah mengalami

pelapukan, seperti jerami, alang-alang, daun tanaman dan lain-lain termasuk

kotoran hewan. Sebenarnya pupuk hijau dan seresah dapat dikatakan sebagai

pupuk kompos. Tetapi sekarang sudah banyak spesifikasi mengenai kompos.

Biasanya orang lebih suka menggunakan limbah atau sampah domestik yang

berasal dari tumbuh-tumbuhan dan bahan yang dapat diperbaharui yang tidak

tercampur logam dan plastik. Hal ini juga diharapkan dapat menanggulangi

adanya timbunan sampah yang menggunung serta mengurangi polusi dan

pencemaran di perkotaan (Mulyono, 2010 dan Suriawiria, 2002).

Kompos merupakan pupuk organik yang sebagian besar atau seluruhnya

terdiri dari limbah organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah

melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair, yang dapat mensuplai

atau menyediakan senyawa karbon dan sebagai sumber nitrogen tanah yang

utama, selain itu peranannya cukup besar terhadap perbaikan sifat fisika,kimia

dan biologi tanah (Suriadikarta et al., 2005). Saat ini pupuk kompos banyak

digunakan pada lahan–lahan marjinal untuk meningkatkan unsur hara. Pupuk

kompos mengandung unsur hara mikro dan makro yang dibutuhkan tanaman

untuk mendukung pertumbuhannya. Kompos yang baik akan memiliki kualitas

seperti yang ditetapkan standart nasional Indonesia (SNI). Standar kualitas

kompos (SNI 19-7030-2004) dalam Isroi sebagai berikut (Tabel 3).

Tabel 3. Standart Kualitas Kompos

Page 15: Cetak Revisi Materi Terbaru

15

No Parameter Satuan Minimum Maksimum

1 Kadar air % - 50

2 Temperatur oC Suhu air tanah

3 Warna Kehitaman

4 pH 6,80 7,49

5 Bahan Organik % 27 58

6 Nitrogen % 0,40 -

7 Karbon % 9,80 32

8 P2O5 % 0,1 -

9 C/N ratio 10 21

10 Kalium % 0,20 -

(Sumber : www.isroi.org)

c. Pupuk Kandang

Pupuk kandang didefinisikan sebagai semua produk buangan dari

binatang peliharaan yang dapat digunakan untuk menambah hara, memperbaiki

sifak fisik dan biologi tanah. Manfaat pupuk kandang telah diketahui sejak dulu

bagi pertumbuhan tanaman, baik tanaman pangan, ornamental maupun

perkebunan. Penggunaan pupuk kandang perlu mendapat perhatian khusus

karena kadar haranya yang bervariasi. Kandungan unsur hara dalam pupuk

kandang tidak hanya tergantung pada jenis ternak, tetapi tergantung juga pada

jenis makanan dan air yang diberikan, umur dan bentuk fisik dari ternak (Hartatik

dan Widowati). Kandungan unsur hara dari pupuk kandang beberapa jenis

hewan pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Pupuk Kandang Padat

Page 16: Cetak Revisi Materi Terbaru

16

Sumber

Pukan

Kadar

Air (%)

Bahan

Organik

(%)

N (%) P2O5

(%)

K2O

(%)

CaO

(%)

Rasio

C/N (%)

Sapi 80 16 0,3 0,2 0,15 0,2 20-25

Kerbau 81 12,7 0,25 0,18 0,17 0,4 25-28

Kambin

g

64 31 0,7 0,4 0,25 0,4 20-25

Ayam 57 29 1,5 1,3 0,8 4,0 9-11

Babi 78 17 0,5 0,4 0,4 0,07 19-20

Kuda 73 22 0,5 0,25 0,3 0,2 24

(Sumber : Pinus Lingga, 1991).

Pupuk kandang bersifat bulky dengan kandungan hara makro dan mikro

rendah sehingga sebagai pupuk diperlukan dalam jumlah banyak. Keuntungan

utama penggunaan pupuk kandang selain sebagai sumber hara tanaman adalah

dapat memperbaiki kesuburan tanah baik sifat kimia, fisik maupun biologinya.

Penggunaan pupuk kandang sebagai pupuk tanaman dapat bermanfaat untuk

mengurangi pencemaran lingkungan karena pupuk kandang tersebut tidak

dibuang disembarang tempat yang dapat mengotori lingkungan dan badan

peraian umum. Selain itu penggunaan pupuk kandang bermanfaat dapat

mengurangi logam-logam berat yang bersifat racun bagi tanaman dan juga dapat

digunakan untuk mereklamasi lahan yang tercemar pada lahan bekas tambang

(Hartatik dan Widowati).

Para petani terbiasa membuat dan menggunakan pupuk kandang

sebagai pupuk karena murah, banyak, mudah pengerjaannya, begitu pula

pengaruhnya terhadap tanaman. Penggunaan pupuk kandang merupakan

manifestasi penggabungan pertanian dan peternakan yang sekaligus merupakan

syarat mutlak bagi konsep pertanian organik. Menurut Hartatik dan Widowati,

pupuk kandang mempunyai keuntungan sifat yang lebih baik dari pada pupuk

Page 17: Cetak Revisi Materi Terbaru

17

organik lainnya apalagi dibandingkan pupuk anorganik. Keuntungan tersebut

diantaranya yaitu:

1). Pupuk kandang merupakan humus yang banyak mengandung unsur-unsur

organik yang banyak dibutuhkan di dalam tanah. Oleh karena itu dapat

mempertahankan struktur tanah sehingga mudah diolah dan banyak

mengandung oksigen. Penambahan pupuk kandang dapat meningkatkan

kesuburan dan produksi pertanian. Hal ini disebabkan tanah lebih banyak

menahan air sehingga unsur hara akan terlarut dan lebih mudah diserap

oleh bulu akar.

2). Sumber hara makro dan mikro dalam keadaan seimbang yang sangat penting

untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Unsur mikro yang tidak

terdapat pada pupuk lainnya bisa disediakan oleh pupuk kandang, misalnya

S, Mn, Co, Br, dan lain-lain.

3). Pupuk kandang banyak mengandung mikrooganisme tanah yang dapat

membantu pembentukan humus di dalam tanah dan mensintesa senyawa

tertentu yang berguna bagi tanaman, sehingga pupuk kandang merupakan

suatu pupuk yang sangat diperlukan bagi tanah dan tanaman dan

keberadaannya dalam tanah tidak dapat digantikan oleh pupuk lain.

2.2.4. Peranan Bahan Organik Terhadap Tanah

Bahan organik umumnya ditemukan dipermukaan tanah dengan

jumlahnya tidak besar, hanya sekitar 3-5% tetapi pengaruhnya terhadap sifat

tanah besar sekali. Sekitar setengah dari kapasitas tukar kation berasal dari

bahan organik dan merupakan sumber hara tanaman. Disamping itu bahan

organik adalah sumber energi bagi sebagian besar organisme tanah. Dalam

memainkan peranan tersebut bahan organik sangat ditentukan oleh sumber dan

susunannya, kelancaran dekomposisinya, serta hasil dari dekomposisi itu sendiri

Page 18: Cetak Revisi Materi Terbaru

18

(Madjid, 2007). Menurut Atmojo (2003), bahwa sekam padi merupakan bahan

organik yang dapat berperan juga dalam perbaikan sifat fisik tanah antara lain

adalah: 1) memperbaiki struktur tanah atau menggemburkan tanah; 2)

menambah daya serap air; 3) memperbaiki drainase dan tata udara dalam tanah;

dan 4) memperbaiki kehidupan mikroorganisme tanah yang berguna dalam

menyuburkan tanah. Sedangkan Syukur (2005) menyatakan bahwa pemberian

pupuk kandang sapi 20 ton/ha mampu memperbaiki kualitas tanah yaitu

meningkatkan kemampuan mengikat air dan ketersediaan NH4 dan NO3.

Demikian juga pendapat Wigati (2006), pemberian pupuk kandang memberikan

pengaruh terbaik terhadap beberapa sifat kimia (kandungan bahan organik dan

KTK). Sudadi (2007) menyatakan bahwa pemberian mulsa dan pupuk kandang

mempertahankan lengas tanah dan mensuplai K sehingga mampu meningkatkan

K tersedia.

Bahan organik tanah merupakan salah satu bahan pembentuk agregat

tanah yang mempunyai peran sebagai bahan perekat antar partikel tanah untuk

bersatu menjadi agregat tanah, sehingga bahan organik penting dalam

pembentukan struktur tanah (Gambar 2). Pengaruh pemberian bahan organik

terhadap struktur tanah sangat berkaitan dengan tekstur tanah yang

diperlakukan. Pada tanah lempung yang berat terjadi perubahan struktur gumpal

kasar dan kuat menjadi struktur yang lebih halus tidak kasar dengan derajat

struktur sedang hingga kuat, sehingga lebih mudah untuk diolah. Komponen

organik seperti asam humat dan asam fulvat dalam hal ini berperan sebagai

sementasi pertikel lempung dengan membentuk komplek lempung-logam-humus

(Stevenson,1982).

Page 19: Cetak Revisi Materi Terbaru

19

Gambar 2. Bahan Organik Sebagai Bahan Perekat Tanah(Sumber : http://www.pustaka.litbang.go.id)

Mekanisme pembentukan agregat tanah oleh adanya peran bahan

organik ini dapat digolongkan dalam empat bentuk: 1) penambahan bahan

organik dapat meningkatkan populasi mikroorganisme tanah baik jamur dan

actinomycetes. Melalui pengikatan secara fisik butir-bitir primer oleh miselia

jamur dan actinomycetes, maka akan terbentuk agregat walaupun tanpa adanya

fraksi lempung; 2) pengikatan secara kimia butir-butir lempung melalui ikatan

antara bagian–bagian positip dalam butir lempung dengan gugus negatif

(karboksil) senyawa organik yang berantai panjang (polimer); 3) pengikatan

secara kimia butir-butir lempung melalui ikatan antara bagian-bagian negatif

dalam lempung dengan gugusan negatif (karboksil) senyawa organic berantai

panjang dengan perantaraan basa-basa Ca, Mg, Fe dan ikatan hidrogen; 4)

Pengikatan secara kimia butir-butir lempung melalui ikatan antara bagian-bagian

negatif dalam lempung dengan gugus positif (gugus amina, amida, dan amino)

senyawa organik berantai panjang/polimer (Seta, 1987). Menurut hasil penelitian

Herudjito (1999), menunjukkan, penambahan bahan humat 1 persen pada latosol

Page 20: Cetak Revisi Materi Terbaru

20

mampu meningkatkan 35,75 % pori air tersedia dari 6,07 % menjadi 8,24 %.

Sedangkan hasil penelitian Dariah dan Rahman (1989), penggunaan mulsa

berupa hijauan maupun pupuk kandang dapat memperbaiki sifat fisik tanah,

antara lain bobot isi semakin rendah, meningkatkan ruang pori total dan pori

drainase cepat selanjutnya dapat meningkatkan aerasi tanah (Tabel 5).

Tabel 5. Pengaruh Macam dan Takaran Bahan Organik Terhadap Sifat Fisik Tanah

Perlakuan Takaran

(ton/Ha)

Bobot

Isi

(g/cc)

Ruang

Pori (%)

Pori

Drainase

Cepat (%)

Pori

Drainase

Lambat

(%)

Pori Air

Tersedia

(%)

F. congista 10

20

0,88

0,85

66,8

67,9

27,9

30,2

3,9

3,9

10,6

13,6

Gliricidia sp 10

20

0,89

0,86

66,4

67,6

26,3

28,6

4,8

5,5

10,3

8,9

Pupuk

Kandang

10

20

0,89

0,87

66,4

67,2

27,2

28,2

4,7

5,1

9,0

9,8

Kontrol 0,93 64,9 21,7 4,7 11,8

(Sumber : Dariah dan Rahman, 1989)

Pengaruh bahan organik terhadap peningkatan porositas tanah di

samping berkaitan dengan aerasi tanah, juga berkaitan dengan status kadar air

dalam tanah. Penambahan bahan organik akan meningkatkan kemampuan

menahan air sehingga kemampuan menyediakan air tanah untuk pertumbuhan

tanaman meningkat. Kadar air yang optimal bagi tanaman dan kehidupan

mikroorganisme adalah sekitar kapasitas lapang . Penambahan bahan organik di

tanah pasiran akan meningkatkan kadar air pada kapasitas lapang, akibat dari

meningkatnya pori yang berukuran menengah (meso) dan menurunnya pori

makro, sehingga daya menahan air meningkat, dan berdampak pada

peningkatan ketersediaan air untuk pertumbuhan tanaman (Scholes et al., 1994).

Page 21: Cetak Revisi Materi Terbaru

21

Penambahan pupuk kandang di Andisol mampu meningkatkan pori memegang

air sebesar 4,73 % (dari 69,8 % menjadi 73,1 %) Pada tanah berlempung

dengan penambahan bahan organik akan meningkatkan infiltrasi tanah akibat

dari meningkatnya pori meso tanah dan menurunnya pori mikro (Tejasuwarno,

1999)

Pengaruh bahan organik terhadap kesuburan kimia tanah antara lain

terhadap kapasitas pertukaran kation, kapasitas pertukaran anion, pH tanah,

daya sangga tanah dan terhadap keharaan tanah. Penambahan bahan organik

akan meningkatkan muatan negatif sehingga akan meningkatkan kapasitas

pertukaran kation (KTK). Bahan organik memberikan konstribusi yang nyata

terhadap KTK tanah. Sekitar 20 – 70 % kapasitas pertukaran tanah pada

umumnya bersumber pada koloid humus (contoh: Molisol), sehingga terdapat

korelasi antara bahan organik dengan KTK tanah (Stevenson, 1982). Pemberian

bahan organik berupa pupuk kandang 10 ton per hektar dan pupuk hijau 5 ton

per hektar meningkatkan kandungan C dan N organik serta KTK tanah. Bahan

organik yang diberikan ke dalam tanah akan terdekomposisi sehingga

meningkatkan C dan N organik tanah pada Tabel 6 (Nursyamsi et al, 1995).

Warsiti (2009) menyatakan bahwa pemakaian pupuk kandang sapi pada tanah

regosol kelabu dapat meningkatkan permeabilitas tanah. Penambahan bahan

organik juga meningkatkan kandungan bahan organik tanah sehingga

mengakibatkan mengecilnya erodibilitas tanah.

Page 22: Cetak Revisi Materi Terbaru

22

Tabel 6. Sifat Kimia Tanah Pada Perlakuan Bahan Organik dan Kombinasi Pupuk P dan K Setelah Percobaan

Sifat Tanah Tanpa Bahan

Organik

Pupuk Kandang Pupuk Hijau

pH H2O 4,67 4,47 4,75

C Organik (%) 1,60 1,84 1,71

N Organik (%) 0,14 0,17 0,16

P Bray 1 (ppm

P2O5)

91,58 103,74 101,91

KTK (me 100/g) 11,51 12,92 12,49

(Sumber : Nursyamsi et al . 1995)

Kapasitas pertukaran kation (KTK) menunjukkan kemampuan tanah untuk

menahan kation-kation dan mempertukarkan kation-kation tersebut termasuk

kation hara tanaman. Kapasitas pertukaran kation penting untuk kesuburan

tanah. Humus dalam tanah sebagai hasil proses dekomposisi bahan organik

merupakan sumber muatan negatif tanah, sehingga humus dianggap mempunyai

susunan koloid seperti lempung, namun humus tidak semantap koloid lempung,

dia bersifat dinamik, mudah dihancurkan dan dibentuk. Sumber utama muatan

negatif humus sebagian besar berasal dari gugus karboksil (- COOH ) dan fenolik

(-OH) nya (Brady, 1990). Dilaporkan bahwa penambahan jerami 10 ton per ha

pada Ultisol mampu meningkatkan 15,18 % KTK tanah dari 17,44 menjadi 20,08

cmol (+) per kg (Cahyani, 1996). Penggunaan bahan organik (kompos)

memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap karakteristik muatan tanah

masam (Ultisol) dibanding dengan pengapuran (Sufardi et al., 1999).

Keberadaan kation-kation basa hasil dekomposisi bahan organik juga dapat

menurunkan konsentrasi Al dalam larutan tanah mineral. Wong et al. (1994)

menyebutkan bahwa kandungan Ca dan Mg bahan organik berperan terhadap

detoksifikasi Al. Sedangkan Bell dan Besho (1993) menyebutkan bahwa

Page 23: Cetak Revisi Materi Terbaru

23

turunnya Al dengan meningkatnya bahan organik dapat terjadi karena pertukaran

Al oleh kation-kation basa.

Pengaruh penambahan bahan organik terhadap pH tanah dapat

meningkatkan atau menurunkan tergantung oleh tingkat kematangan bahan

organik yang kita tambahkan dan jenis tanahnya. Penambahan bahan organik

yang belum masak (misal pupuk hijau) atau bahan organik yang masih

mengalami proses dekomposisi, biasanya akan menyebabkan penurunan pH

tanah, karena selama proses dekomposisi akan melepaskan asam-asam organik

yang menyebabkan menurunnya pH tanah. Namun apabila diberikan pada tanah

yang masam dengan kandungan Al tertukar tinggi, akan menyebabkan

peningkatan pH tanah, karena asam-asam organik hasil dekomposisi akan

mengikat Al membentuk senyawa komplek (khelat), sehingga Al-tidak

terhidrolisis lagi. Penambahan bahan organik pada tanah masam, antara lain

inseptisol, ultisol dan andisol mampu meningkatkan pH tanah dan mampu

menurunkan Al tertukar tanah (Suntoro, 2003; Cahyani., 1996; dan Dewi, 1996).

Pemberian bahan organik pada tanah mineral masam berpengaruh nyata

terhadap penurunan konsentrasi Al-monomerik. Semakin tinggi dosis bahan

organik yang diberikan, konsentrasi Al-monomerik juga semakin menurun.

Pemberian bahan organik dosis 90 ton/ha mampu menurunkan konsentrasi Al-

monomerik hingga 99,5% dan pada penambahan bahan organik 20, 10, dan 5

ton/ha masing-masing mampu menurunkan konsentrasi Al-monomerik sebesar

94%, 86%, dan 25%. Walaupun dosis 90 ton/ha menunjukkan penurunan

tertinggi, namun berdasarkan uji Duncan’s taraf 5% perlakuan tersebut tidak

berbeda nyata dengan perlakuan 20 dan 10 ton per ha (Atekan dan Surahman).

Bahan organik di samping berperan terhadap ketersediaan N dan P, juga

berperan terhadap ketersediaan S dalam tanah. Di daerah humida, belerang (S)-

protein, merupakan cadangan S terbesar untuk keperluan tanaman. Mineralisasi

Page 24: Cetak Revisi Materi Terbaru

24

bahan organik akan menghasilkan sulfida yang berasal dari senyawa protein

tanaman. Di dalam tanaman, senyawa sestein dan metionin merupakan asam

amino penting yang mengandung sulfur penyusun protein (Mengel dan Kirkby,

1987). Protein tanaman mudah sekali dirombak oleh jasad mikro. Belerang (S)

hasil mineralisasi bahan organik, bersama dengan N, sebagian S diubah menjadi

mantap selama pembentukan humus. Di dalam bentuk mantap ini, S akan dapat

terlindung dari pembebasan cepat (Brady, 1990). Seperti halnya pada N dan P,

proses mineralisasi atau imobilisasi S ditentukan oleh nisbah C/S bahan

organiknya. Jika nisbah C/S bahan tanaman rendah yaitu kurang dari 200, maka

akan terjadi mineralisasi atau pelepasan S ke dalam tanah, sedang jika nisbah

C/S bahan tinggi yaitu lebih dari 400, maka justru akan terjadi imobilisasi atau

kehilangan S (Stevenson, 1982).

Bahan organik merupakan sumber energi bagi makro dan mikro-fauna

tanah. Penambahan bahan organik dalam tanah akan menyebabkan aktivitas

dan populasi mikrobiologi dalam tanah meningkat, terutama yang berkaitan

dengan aktivitas dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Beberapa

mikroorganisme yang beperan dalam dekomposisi bahan organik adalah fungi,

bakteri dan aktinomisetes. Di samping mikroorganisme tanah, fauna tanah juga

berperan dalam dekomposisi bahan organik antara lain yang tergolong dalam

protozoa, nematoda, Collembola, dan cacing tanah. Fauna tanah ini berperan

dalam proses humifikasi dan mineralisasi atau pelepasan hara, bahkan ikut

bertanggung jawab terhadap pemeliharaan struktur tanah (Tian et al., 1997).

Menurut Sugiarto (2000), bahwa kelimpahan dan keanekaragaman fauna tanah

pada media tumbuh kacang hijau cenderung meningkat oleh adanya aplikasi

bahan organik. Sedangkan Stevenson (1982) menyatakan bahwa mikro flora

dan fauna tanah ini saling berinteraksi dengan kebutuhannya akan bahan

organik, kerena bahan organik menyediakan energi untuk tumbuh dan bahan

Page 25: Cetak Revisi Materi Terbaru

25

organik memberikan karbon sebagai sumber energi. Pengaruh positip yang lain

dari penambahan bahan organik adalah pengaruhnya pada pertumbuhan

tanaman. Terdapat senyawa yang mempunyai pengaruh terhadap aktivitas

biologis yang ditemukan di dalam tanah adalah senyawa perangsang tumbuh

(auxin), dan vitamin. Senyawa-senyawa ini di dalam tanah berasal dari eksudat

tanaman, pupuk kandang, kompos, sisa tanaman dan juga berasal dari hasil

aktivitas mikrobia dalam tanah. Di samping itu, diindikasikan asam organik

dengan berat molekul rendah, terutama bikarbonat (seperti suksinat, ciannamat,

fumarat) hasil dekomposisi bahan organik, dalam konsentrasi rendah dapat

mempunyai sifat seperti senyawa perangsang tumbuh, sehingga berpengaruh

positip terhadap pertumbuhan tanaman.

Suriawiria (2002) menyatakan bahwa kompos ibarat multi-vitamin untuk

tanah pertanian. Kompos akan meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang

perakaran yang sehat. Kompos memperbaiki struktur tanah dengan

meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan

kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas

mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan

penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap

unsur hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang dapat merangsang

pertumbuhan tanaman. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu

tanaman dari serangan penyakit.

Kompos dapat diterapkan untuk seluruh jenis tanaman dan tipe tanah,

tetapi laju aplikasinya sangat bergantung dari tanah, jenis tanaman, iklim dan

kualitas kompos. Tekstur tanah, derajat kemiringan , dan kedalaman muka air

tanah mempengaruhi jumlah kompos yang digunakan. Material-material dalam

kompos dapat memperbaiki sifat-sifat fisik tanah dan menyediakan nutrisi bagi

tanaman. Penambahan kompos pada tanah berpasir akan meningkatkan

Page 26: Cetak Revisi Materi Terbaru

26

ketersediaan air bagi tanaman sehingga mereduksi jumlah air irigasi. Sedangkan

dalam tanah berlempung penambahan kompos akan meningkatkan

permeabilitas air dan udara dan meningkatkan infiltrasi air sehingga mereduksi

run-off permukaan. Keuntungan utama penggunaan kompos adalah mereduksi

air yang diperlukan oleh pertumbuhan tanaman. Hal itu bermanfaat dalam

konservasi air (Wahyono, 2010). Menurut Syakir (2009) pemberian kompos dan

ampas sagu mampu meningkatkan produksi lada dengan indikator peningkatan

jumlah biji dan bobot kering buah.

Kompos mengkonversi materi organik dengan mengembalikan nutrien-

nutrien yang dikandungnya kedalam tanah dan secara tidak langsung

menghemat energy yang diperlukan oleh proses industri produksi pupuk kimia.

Sebagaimana bahan baku kompos yang berasal dari sisa-sisa biomassa,

kompos juga mengandung bahan-bahan yang diperlukan untuk pertumbuhan

tanaman. Kompos menyediakan baik itu makro maupun mikronutrien.

Makronutrien utama antara lain nitrogen, fosfor, potassium, kalsium dan

magnesium. Sementara itu, mikronutrien yang penting adalah besi, sulfur,

mangan, tembaga, seng, boron, dan molybdenum yang sangat esensial untuk

pertumbuhan tanaman juga tersedia dalam kompos. Kompos mempengaruhi

ketersediaan nutrient yang diperlukan oleh tanaman melalui beberapa sebab.

Air,oksigen, dan karbondioksida serta kandungannya yang besar akan asam

organic dan anorganik yang larut dalam air merupakan agen pelarut dan

hidrolisis. Asam humik yang terkandung dalam kompos mempengaruhi

ketersediaan fosfor terutama karena pembentukan kompleks di-valen atau tri-

valen kation yang membentuk fosfor tak terlarut. Humus menetralisasi pengaruh

toksik dari beberapa elemen mineral tertentu pada tanaman dengan cara

mengurangi penyerapannya. Sebagai contoh, formasi kompleks humus dapat

mengurangi penyerapan tembaga oleh tanaman. keberadaan asam humik di

Page 27: Cetak Revisi Materi Terbaru

27

tanah meningkatkan kemampuan ektstraksi besi, mangan, seng, dan tembaga

dan kemampuan tersebut akan menurun sejalan dengan lamanya inkubasi,

terutama untuk tembaga dan seng. Toksisitas aluminium menurun dengan

keberedaan senyawa-senyawa asam humik dan kelarutan besi dan mangan

dapat ditambah dengan mereduksi bentuk oksida yang labih tinggi menjadi

bentuk yang tersedia dalam keberadaan substansi-substansi organic.

Sebagaimana tingginya sifat kapasitas pertukaran kation materi organic

meningkatkan penggunaan pupuk kimia oleh tanaman dan membantu

mengurangi kehilangannya karena pencucian. Kompos terurai secara lambat di

tanah dan membebaskan karbondioksida sehingga diduga dapat meningkatkan

proses fotosintesis (Gaur, 1994 dan Mulyono, 2010).

Kompos mengandung sejumlah besar mikroorganisme seperti populasi

aktinomicetes, fungi dan bakteri. Keberadaannya di dalam tanah tidak hanya

meningkatkan jumlah mikroba tanah tetapi juga menstimulasi pertumbuhan

mikroba yang sudah ada dalam tanah. Aplikasi kompos membantu

mikroorganisme untuk memproduksi substansi yang lengket yang membantu

pembentukan struktur tanah yang baik. Amonifikasi, nitrifikasi dan fiksasi

nitrogen juga meningkat karena perbaikan aktivitas biologis. Kompos juga

merangsang mikorisa yang hidup bersimbiosis dengan akar tanaman dan

memainkan peranan penting dalam transfer beberapa nutrient dari tanah ke

tanaman. Kompos juga membawa sejumlah kecil senyawa menyerupai hormone

yang membantu pertumbuhan tanaman (Gaur, 1994).

Banyak penelitian yang melaporkan bahwa penggunaan pupuk kimia

nitrogen meningkatkan populasi nematode. Semenjak penggunaan metode

fumigasi terhadap nematode parasit mahal, kompos banyak digunakan untuk

mereduksi penyakit tersebut. Penambahan kompos dapat menekan sejumlah

nematode parasit. Diketahui pula bahwa penggunaan pestisida pada satu

Page 28: Cetak Revisi Materi Terbaru

28

musim tanam akan mengganggu pertumbuhan tanaman pada musim tanam

berikutnya karena residu pestisida mengganggu pertumbuhan mikroorganisme

tanah. Kompos terbukti dapat mendetoksikasi insektisida tanah seperti Lindane

atau benzene hexachlorida (Gaur, 1994). Ditinjau dari sifat-sifat tersebut, kompos

lebih tepat disebut sebagai soil conditioner atau media yang dapat memperbaiki

sifat dan struktur tanah. Untuk disebut sebagai pupuk sebenarnya kurang tepat

karena kandungan hara makro seperti N, P dan K kompos relative kecil. Dengan

sifatnya yang dapat memperbaiki kualitas tanah dan kandungan unsure hara

makro dan mikro , tentu saja pada akhirnya kompos bermanfaat dalam

pertumbuhan dan kesuburan tanaman segala jenis tanaman (Wahyono, 2010).

2.2.5. Peranan Bahan Organik Terhadap Tanaman

Pengaruh positip penambahan bahan organik adalah pada pertumbuhan

tanaman. Terdapat senyawa yang mempunyai pengaruh terhadap aktivitas

biologis yang ditemukan di dalam tanah adalah senyawa perangsang tumbuh

(auxin), dan vitamin. Di samping itu, diindikasikan asam organik dengan berat

molekul rendah, terutama bikarbonat (seperti suksinat, ciannamat, fumarat) hasil

dekomposisi bahan organik, dalam konsentrasi rendah dapat mempunyai sifat

seperti senyawa perangsang tumbuh, sehingga berpengaruh positip terhadap

pertumbuhan tanaman (Stevenson, 1982). Menurut Syukur (2005) pemberian

pupuk kandang sapi 20 ton/ha selain memperbaiki kualitas tanah juga

meningkatkan hasil tanaman caisim. Kemudian hasil penelitian Syukur dan Nur

Indah (2006) pemberian kompos limbah tanaman obat dan pupuk kandang sapi

meningkatkan pertumbuhan tanaman jahe Sedangkan Wigati et al., (2006), juga

melaporkan kalau pemberian pupuk kandang 20 ton/ha memberikan pengaruh

terbaik bagi pertumbuhan kacang tunggak.

Page 29: Cetak Revisi Materi Terbaru

29

Pada beberapa penelitian ditemukan bahwa sejumlah zat tumbuh dan

vitamin dapat diserap langsung dari bahan organik dan dapat merangsang

pertumbuhan tanaman. Dulu dianggap orang bahwa hanya asam amino, alanin,

dan glisin yang diserap tanaman. Serapan senyawa N tersebut ternyata relatif

rendah dari pada bentuk N lainnya. Tidak dapat disangkal lagi bahwa bahan

organik mengandung sejumlah zat tumbuh dan vitamin serta pada waktu-waktu

tertentu dapat merangsang pertumbuhan tanaman dan jasad mikro. Bahan

organik ini merupakan sumber nutrien inorganik bagi tanaman. Jadi tingkat

pertumbuhan tanaman untuk periode yang lama sebanding dengan suplai nutrien

organik dan inorganik. Hal ini mengindikasikan bahwa peranan langsung utama

bahan organik adalah untuk menyuplai nutrien bagi tanaman. Penambahan

bahan organik kedalam tanah akan menambahkan unsur hara baik makro

maupun mikro yang dibutuhkan oleh tumbuhan, sehingga pemupukan dengan

pupuk anorganik yang biasa dilakukan oleh para petani dapat dikurangi

kuantitasnya karena tumbuhan sudah mendapatkan unsur-unsur hara dari bahan

organik yang ditambahkan kedalam tanah tersebut. Efisiensi nutrisi tanaman

meningkat apabila permukaan tanah dilindungi dengan bahan organik (Atmojo,

2003 dan Madjid, 2007).

Penggunaan bahan organik berupa pupuk kandang sudah dilakukan

petani sejak lama. Bahan organik dari kotoran hewan seperti sapi, kambing,

ayam dan kerbau, baik digunakan secara langsung maupun dikomposkan

terlebih dahulu. Pupuk kandang adalah sumber beberapa hara seperti nitrogen,

fosfor dan kalium. Bagaimanapun, nitrogen merupakan salah satu hara utama

bagi sebagian besar tanaman yang dapat diperoleh dari pupuk kandang.

Nitrogen dari pupuk kandang umumnya dirubah menjadi bentuk nitrat tersedia.

Nitrat merupakan senyawa yang mudah larut dan bergerak ke daerah perakaran

tanaman. Bentuk ini sama dengan bentuk yang biasa diambil tanaman dari

Page 30: Cetak Revisi Materi Terbaru

30

sumber pupuk anorganik dari pabrik (Hartatik dan Widowati). Menurut Santosa

(2003), pemberian pupuk kandang nyata meningkatkan tinggi tanaman dan

jumlah daun tanaman lidah buaya. Pemberian mulsa tidak menunjukkan

pengaruh yang nyata pada pertumbuhan lidah buaya.

Penggunaan pupuk kandang sebagai pupuk tanaman merupakan suatu

siklus unsur hara yang sangat bermanfaat dalam mengoptimalkan penggunaan

sumber daya alam yang terbarukan, disisi lain penggunaan pupuk kandang

dapat mengurangi unsur hara yang bersifat racun bagi tanaman. Pupuk kandang

selain mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman, juga mengandung

asam-asam humat, fulvat dan hormon tumbuh dan lain-lain yang bersifat

memacu pertumbuhan tanaman sehingga serapan hara oleh tanaman meningkat

(Tan, 1993).

2.3. Pembibitan Tanaman

Jayusman dalam Adinugraha (2005), menyatakan bahwa pembibitan

tanaman merupakan serangkaian kegiatan yang diperlukan untuk penyediaan

materi tanaman baik untuk kegiatan penelitian maupun program penanaman

secara luas. Penyediaan bibit yang memiliki karakter unggul secara morfologi,

fisiologis dan genetic akan sangat membantu keberhasilan tanaman di lapangan.

Naiem dalam Adinugraha (2005), menyatakan bahwa pembibitan tanaman

dapat dilakukan secara generatif dan vegetatif. Informasi yang tepat tentang

teknik perkecambahan dan pemeliharaan bibit sangat diperlukan dalam kegiatan

produksi bibit unggul. Teknik pembiakan vegetatif merupakan salah satu cara

untuk memproduksi bibit yang memiliki karakter unggul karena anakan yang

dihasilkan merupakan duplikat dari induknya sehingga memiliki struktur genetik

yang sama Perbanyakan tanaman baik secara generatif maupun vegetatif

Page 31: Cetak Revisi Materi Terbaru

31

dilakukan untuk penyediaan materi untuk kegiatan penanaman baik dalam

rangka penelitian maupun penanaman secara komersial.

2.4. Pembibitan Secara Generatif

Pembibitan secara generatif dilakukan dengan menggunakan biji yang

harus disemaikan terlebih dahulu pada media tabur yang telah disterilisasi,

kemudian setelah berkecambah disapih ke media pertumbuhan. Media tabur

yang biasa digunakan adalah pasir sungai sedangkan media pertumbuhan

berupa campuran tanah dan kompos. Benih yang digunakan harus berasal dari

sumber benih yang jelas asal-usulnya sehingga dapat diketahui kualitas

genetiknya. Beberapa tingkatan sumber benih yang bisa digunakan adalah

sebagai berikut (Anonim, 2004)

1. Tegakan benih teridentifikasi: tegakan alam atau tanaman dengan kualitas

rata-rata yang digunakan untuk menghasilkan benih dan lokasinya dapat

teridentifikasi dengan tepat

2. Tegakan benih terseleksi: tegakan alam atau tanaman, dengan penotipa

pohon untuk karakter penting (seperti: batang lurus, tidak cacat dan

percabangan ringan) diatas rata-rata

3. Areal produksi benih: memiliki kualitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan

tegakan benih teridentifikasi maupun teseleksi. Penjarangan untuk

membuang pohon yang jelek dilakukan untuk meningkatkan produksi benih.

4. Tegakan benih provenansi: tegakan yang dibangun dari benih yang berasal

dari provensi yang sama yang telah teruji dan diketahui keunggulannya.

5. Kebun benih semai: dibangun dengan bahan generatif (benih) yang berasal

dari pohon induk terpilih, didalamnya dilakukan seleksi pohon plus.

6. Kebun benih klon: dibangun dengan bahan tanaman hasil perbanyakan

vegetatif dari pohon plus di kebun benih atau hasil uji klon.

Page 32: Cetak Revisi Materi Terbaru

32

7. Kebun pangkas: pertanaman yang dibangun untuk menghasilkan bahan stek

untuk produksi bibit.

Adinugroho (2005), menyatakan bahwa untuk penanganan benih

dipersemaian merupakan awal dari kegiatan pembangunan tanaman. Kegiatan

tersebut meliputi: persiapan benih, media tabur dan media sapih, perlakuan

benih, penaburan benih, penyapihan bibit, pemeliharaan bibit dan monitoring

jumlah bibit siap tanam di persemaian. Biasanya dalam penyemaian benih

diperlukan perlakuan khusus (skarifikasi) untuk mempercepat proses

perkecambahan benih. Skarifikasi benih dapat dilakukan dengan beberapa cara

seperti pemecahan/pengikiran kulit biji, perendaman dalam air panas dan dingin,

perendaman dalam larutan asam sulfat. Tahapan selanjutnya adalah :

1. Penaburan benih: biasanya menggunakan media pasir

2. Penyapihan semai ke media tumbuh umumnya berupa campuran tanah, pasir

dan kompos dengan perbandingan 3:2:1.

3. Pemeliharaan dan pengamatan bibit sampai siap tanam.

2.5. Syarat Media Tumbuh Pembibitan Tanaman Dan Penggunaan Lumpur Lapindo Sebagai Media Tanam

2.5.1. Syarat Media Tumbuh Pembibitan Tanaman

Media yang digunakan untuk pembibitan tanaman mempunyai beberapa

persyaratan, yaitu: cukup kompak (firm and dense) agar kuat menopang

tegaknya batang, mempunyai kapasitas pegang air (water holding capacity) yang

cukup baik untuk perkembangan tanaman dan tidak terlalu lembab karena akan

merangsang pertumbuhan jamur yang dapat menyebabkan penyakit. Komponen

media yang baik untuk pembibitan tanaman yaitu memiliki sifat fisik, kimia, dan

biologi. Sifat fisik dan biologi juga penting karena dapat memperbaiki aerasi atau

sifat fisik tanah (Hartman et al., 2002),

Page 33: Cetak Revisi Materi Terbaru

33

Dalam pembuatan media tumbuh bibit yang harus diperhatikan yaitu

media yang mampu mengikat air; mempunyai unsur hara yang dibutuhkan untuk

pertumbuhan tanaman; dapat mempertahankan kelembaban di sekitar akar

tanaman; tidak menjadi sumber penyakit; mudah didapat, berlimpah dan

harganya murah (Agoes, 1994). Media tanah atasan (top soil) tidak selalu

mempunyai tingkat kesuburan yang baik sehingga diperlukan campuran bahan

organik untuk menghasilkan bibit berkualitas. Ketersediaan limbah organik

seperti sekam padi, serbuk gergaji dan kotoran hewan di sekitar lingkungan

sangat potensial digunakan sebagai media sapih dalam pembuatan bibit

tanaman. Dalam pembuatan media bibit diperlukan campuran antara tanah dan

bahan organik. Campuran penggunaan tanah, pupuk kandang, pasir dan sabut

kelapa merupakan media terbaik untuk pertumbuhan dan indek mutu bibit

Maglieta glauca (Sudomo et al., 2010)

Media tumbuh yang baik mengandung unsur hara yang cukup, bertekstur

ringan, dan dapat menahan air sehingga menciptakan kondisi yang dapat

menunjang pertumbuhan tanaman. Media untuk pembibitan memiliki daya

menahan air yang baik, cukup hara, bebas dari gulma dan patogen, serta

kemasaman tanah optimal bagi pertumbuhan tanaman (Azri, 1993). Namun sifat

fisik media yang terlalu porous tidak baik karena penyerapan unsur hara oleh

akar tanaman akan lebih efektif apabila sentuhan antara akar dan permukaan

media terjadi cukup erat sehingga diperlukan tingkat porositas yang cukup

menyediakan peluang akar untuk dapat mengabsorbsi air dan nutrisi dengan

baik (Hartmann et al. 2002; Acquaah, 2002).

Untuk menghasilkan bibit yang berkualitas diantaranya memerlukan

media dengan komposisi bahan organik dan unsur hara yang diperlukan oleh

tanaman (Durahim dan Hendromono, 2001). Selain kandungan unsur hara

diperlukan berbagai campuran dalam media untuk meningkatkan porositas

Page 34: Cetak Revisi Materi Terbaru

34

sehingga sesuai bagi pertumbuhan akar tanaman. Oleh karena itu campuran

media mempunyai unsur hara dan porositas sekaligus menjadi pilihan dalam

menghasilkan bibit berkualitas. Pada umumnya media yang digunakan untuk

pembibitan berasal dari top soil dicampur pupuk kandang. Pengambilan top soil

dalam skala besar berdampak negatif bagi ekosistem di areal tersebut

(Hendromono, 1994).

Kemudian Durahim dan Hendromono (2001) menyimpulkan bahwa

penggunaan media campuran top soil, sekam padi dan sabut kelapa sawit

dengan perbandingan 1:1:1 meningkatkan pertumbuhan dan mutu morfologi bibit

mahoni. Menurut Putri (2008), bibit cendana yang ditumbuhkan pada media

organik kompos , serbuk gergajian dan serbuk gergajian murni mempunyai nilai

indek mutu nisbi sama baik dengan media tanah atasan. Hasil penelitian

Kurniaty et al., (2010), menyimpulkan bahwa media campuran tanah, sabut

kelapa dan sekam padi dengan perbandingan 1:1:1 memberikan pertumbuhan

terbaik pada bibit suren umur 5 bulan.

Bahan campuran media penyapihan yang bisa digunakan misalnya

gambut, sekam padi, serbuk gergaji, sabut kelapa atau bahan organik lainnya.

Penggunaan bahan campuran media bibit tersebut memiliki banyak keuntungan

antara lain dapat menghemat penggunaan lahan lapisan atas untuk persemaian,

lebih ekonomis, pengangkutan bibit juga lebih ringan (Triwilaida dan Harahap,

1990). Mashudi dan Surip (2005), menyatakan bahwa media perkecambahan

terbaik dari 6 media yang digunakan dalam penyemaian A .scholaris adalah pasir

dan kompos dengan perbandingan 3:1. Sedangkan hasil penelitian Siahaan et

al., (2007), menyimpulkan pemberian arang kompos sebagai campuran top soil

secara nyata dapat meningkatkan pertumbuhan bibit kayu bawang Protium

javanicum Burm. Sudomo (2010) menyatakan bahwa campuran media tanah,

pupuk kandang dan serbuk kelapa dengan perbandingan 1:1:1 menghasilkan

Page 35: Cetak Revisi Materi Terbaru

35

indek mutu bibit manglid terbaik yaitu sebesar 0,132 sedangkan indek mutu

terendah dihasilkan pada campuran media sapih tanah,pupuk kandang dan

sekam padi perbandingan 1:1:1 yaitu sebesar 0,042. Kemudian Kurniawati et al.,

(2007) menyatakan bahwa interaksi antara media campuran pupuk kandang dan

tanah dengan perbandingan 1:1 dengan hormone tumbuh Rootone F

menghasilkan persentase berakar tertinggi.

2.5.2. Penggunaan Lumpur Lapindo sebagai Media Tanam

Penelitian Rahayu (2008) menghasilkan bahwa lumpur lapindo yang

dicampur tanah dan Tithonia sp mampu menurunkan pH tanah dan kadar Na

serta lebih efektif dalam meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun dan berat

kering tanaman jagung. Sedangkan pemanfaatan lumpur lapindo sebagai media

tanam kacang hijau dilakukan oleh Utami (2011), menyatakan bahwa

penambahan tingkat konsentrasi lumpur lapindo dalam media tanam

mengakibatkan tinggi tanaman dan panjang akar lebih pendek dan jumlah bulu

akar lebih sedikit, begitu pula pengamatan anatomi berukuran lebih kecil

dibandingkan dengan tanaman kontrol. Penelitian Sugiharto (2006)

membuktikan bahwa lumpur lapindo dapat ditanami mangrove yang terdiri dari

jenis mangrove Api-api, bakau, Rizhopohra dan Bruguiera.

Tanaman Cassia fistula mampu tumbuh pada media lumpur lapindo, pasir

dan pupuk organik. Daun yang terluas (250.45 mm2) dan berat kering terbesar

(0.5577gr) terdapat pada tanaman yang ditanam pada media lumpur-pasir-pupuk

organik (1:1:4). Aktivitas Nitrat Reduktase (ANR) semakin besar seiring dengan

bertambahnya umur tanaman, Aktivitas Nitrat Reduktase (ANR ) terbesar (0.0687

μmol/mg/jam) terdapat pada daun tanaman yang ditanam pada media tanah

habitat (Primavanni, F). Sedangkan Sandy et al dalam penelitiannya

menyimpulkan bahwa munculnya protein baru yang tidak terdapat pada kontrol

Page 36: Cetak Revisi Materi Terbaru

36

maka diasumsikan tanaman Kiambang Salvinia molesta membentuk protein-

protein spesifik sebagai respon terhadap media modifikasi air lumpur lapindo

Sidoarjo. Daun Kiambang S. molesta menunjukkan gejala klorosis pada

perlakuan kultur dengan media campuran dan lumpur lapindo.

2.6. Penentuan Mutu Bibit Tanaman

Pada umumnya mutu bibit ditentukan berdasarkan karakter fisik tunas

dan akar bibit seperti tinggi, diameter, jumlah daun, panjang akar dan kekokohan

yang penentuannya dapat secara parsial dari masing-masing parameter atau

berdasarkan ranking dari matrik nilai keseimbangan bibit. Faktor bobot kering

tanaman seringkali tidak dijadikan pertimbangan untuk menentukan mutu bibit

(Hendromono (2003). Bobot kering tanaman secara tidak langsung

menunjukkan besarnya komponen penyusunan sel tanaman setelah kadar air

kostan pada pemanasan suhu 700C (Okalebo, et al. 1993). Salah satu komponen

penting penyusun sel tunas dan akar adalah cadangan karbohidrat yang

merupakan komponen non-protoplasmik cair (Dwidjoseputro, 2000). Dickson, et

al. dalam Hendromono (2003) telah merumuskan mutu bibit pada pengukuran

perubahan relatif sepanjang rentang waktu tertentu (indeks) yaitu berbanding

lurus dengan bobot kering total dan berbanding terbalik dengan pembagian tinggi

dengan diameter ditambah pembagian bobot kering bagian tunas dengan bobot

kering bagian akar. Dari penelitian berbagai spesies tanaman yang telah

dilakukan menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai indeks mutu maka semakin

baik pula mutu bibit (Novi & Indriyanto, 2008; Nengsi & Indriyanto, 2008;

Hendalastuti & Henti, 2005; Hendromono, 1998; Hendromono, 1995; Lackey &

Alm, 1982).

Penentuan mutu bibit pada umumnya berdasarkan kepada hasil penilaian

atau evaluasi yang berdasarkan pada tiga kriteria yaitu mutu genetik, mutu fisik,

Page 37: Cetak Revisi Materi Terbaru

37

dan mutu fisiologis. Mutu genetik didasarkan pada kelas sumber benih, mutu

fisik mencerminkan kondisi fisik bibit seperti kekompakan media, kekokohan,

keadaan batang, dan kesehatan; sedangkan mutu fisiologis menggambarkan

pertumbuhan tinggi, diameter, jumlah daun, warna daun (Pramono dan

Suhaendi, 2006). Menurut Hendromono (2007) bahwa ada dua faktor yang

mempengaruhi mutu bibit yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam

meliputi genetik, fisik, dan fisiologis bibit. Faktor luar meliputi suhu, cahaya,

kelembaban udara, konsentrasi CO2, O2, air, media, pupuk, mikoriza, hama dan

penyakit. Produktivitas pohon yang tinggi akan dicapai selain menggunakan bibit

yang bermutu tinggi, harus diikuti juga oleh tindakan silvikultur yang tepat yaitu

dengan cara memanipulasi beberapa faktor luar tersebut. Beberapa pakar juga

menetapkan mutu morfologis bibit dari nisbah pucuk akar dengan mengukur

biomassa bibit yang dibuktikan sebagai indikator daya hidup dan pertumbuhan

tanaman di lapangan. Nisbah atau rasio pucuk akar yang lebih rendah pada

umumnya menghasilkan daya hidup dan adaptasi tumbuhan yang lebih tinggi.

Secara praktis mutu fisik bibit yang berkualitas dapat diketahui dengan

menilai parameter kualitas fisik bibit yaitu kekokohan , rasio pucuk akar (RPA),

dan indek mutu bibit. Penilaiannya dilakukan dengan mengamati parameter

pertumbuhan bibit. Adapun tahapan penilaiannya yaitu 1) melakukan

pengukuran tinggi dan diameter bibit, 2) melakukan pengukuran terhadap berat

kering bagian/organ bibit yaitu berat kering akar (BKA), berat kering

pucuk/batang dan daun (BKP), berat kering total bibit (BKT). Berat kering

diperoleh dengan mengoven organ bibit pada suhu 1050C sampai beratnya

konstan (sekitar 24 jam), dan 3) hasil pengukuran pada tahapan 1 dan 2

digunakan untuk mengkuantifikasi parameter mutu fisik bibit yaitu kekokohan,

RPA dan IMB (Junaedi, 2010). Menurut Komala dan Edi (2008), bahwa mutu

morfologis bibit dari nisbah pucuk/akar dengan mengukur biomassa bibit yang

Page 38: Cetak Revisi Materi Terbaru

38

dibuktikan sebagai indikator daya hidup dan pertumbuhan tanaman di lapangan.

Nisbah pucuk/akar yang lebih rendah pada umumnya menghasilkan daya hidup

dan adaptasi tumbuhan yang lebih tinggi.

Di dalam Standart Nasional Indonesia (SNI) dinyatakan syarat mutu bibit

meliputi : 1) syarat umum berupa bibit berasal dari benih bermutu dengan bentuk

kokoh tegar, batang tunggal dan utuh, sehat serta pangkal batang berkayu, dan

2) syarat khusus berupa kekompakan media, tinggi bibit, diameter bibit,

kekokohan bibit, jumlah daun, dan warna daun (Danu dan Nurhasybi 2006).

Menurut Alrasyid dalam Mindawati dan Yusnita (2005) menyatakan bahwa pada

kisaran nilai RPA 2-5 bibit siap dipindahkan ke lapangan. Lackey dan Alm (1982)

dalam Hendromono (2003) yang menyatakan bahwa bibit dalam wadah yang

mempunyai IMB lebih dari atau sama 0,09 akan berdaya hidup tinggi di

lapangan, kelayakan bibit siap tanam dengan membandingkan rata-rata tinggi

bibit dengan nilai kurang lebih 15 cm.

Menurut Manik (2007) bahwa bibit tanaman yang sedang dikembangkan

pada suatu media dapat dievaluasi dengan melihat kriteria parameter sebagai

berikut pada Gambar 3.

a. Kriteria deformasi batang (Bark deformation)

Page 39: Cetak Revisi Materi Terbaru

39

b. Kriteria Kekokohan batang (Bark strengthness)

c. Kriteria kekompakan perakaran (Root compound)

d. Kriteria deformasi akar (Root deformation)

Gambar 3. Kriteria evaluasi bibit tanaman(Sumber : Manik, 2007)

2.7. Faktor Pertumbuhan Tanaman

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman

dibedakan menjadi 2 yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal

Page 40: Cetak Revisi Materi Terbaru

40

adalah segala pengaruh atau faktor yang berasal dari tanaman itu sendiri seperti

gen dan hormone. Faktor eksternal merupakan sesuatu yang mempengaruhi

atau faktor yang berasal dari luar tubuh tumbuhan tersebut yaitu dari lingkungan

atau ekosistem. Ada beberapa faktor eksternal yang mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan yaitu air, cahaya, kelembaban,

makanan (nutrisi), dan suhu (Dwidjoseputro, 2000).

Menurut Isharmanto (2010), pertumbuhan tanaman dipengaruhi 2 faktor

yaitu internal dan eksternal. Faktor internal seperti hereditas (genetic), enzim

dan hormone (fitohormon). Gen adalah factor pembawa sifat menurun yang

terdapat dalam sel makhluh hidup; enzim merupakan suatu makromolekul

(protein) yang mempercepat suatu reaksi kimia dalam tubuh makhluh hidup

sedangkan hormon merupakan zat pengatur tumbuh, yaitu molekul organik yang

dihasilkan oleh satu bagian tumbuhan dan ditransportasikan ke bagian lain yang

dipengaruhinya. Hormon dalam konsentrasi rendah menimbulkan respons

fisiologis. Ada 2 kelompok hormone yaitu: a) hormon pemicu pertumbuhan yaitu

auksin, giberelin dan sitokinin; dan b) hormon penghambat pertumbuhan seperti

asam absisat, gas etilen, hormon kalin dan asam traumalin. Sedangkan faktor

eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah unsur hara, suhu,

kelembaban, cahaya matahari, air dan keasaman (pH).

2.8. Tanaman Trembesi Samanea saman (Jack) Merr dan Teknik Pembibitannya

Tanaman trembesi mempunyai batang yang besar, bulat dan dapat

mencapai ketinggian antara 10-20 meter. Permukaan batangnya beralur, kasar

dan berwarna coklat kehitam-hitaman. Tanaman ini mempunyai daun majemuk

dan menyirip ganda. Setiap helai daun berbentuk bulat memanjang dengan

panjang 2-6 cm dan lebar antara 1-4 cm dengan tepian daun rata. Daun trembesi

berwarna hijau dengan permukaan yang licin dan tulang daun menyirip.

Page 41: Cetak Revisi Materi Terbaru

41

Sedangkan bunga pohon trembesi berwarna kuning kemerahan pada ujungnya.

Bentuk bunga hampir menyerupai bunga pohon Jambu air. Sedangkan buah

pohon trembesi berbentuk polong yang termasuk leguminosae dengan panjang

30-40 cm. dalam buah polong tersebut terdapat biji-biji yang keras. Biji-biji itu

berwarna coklat kehitaman (Wahyuti, 2010).

Perkembangbiakan tanaman trembesi dapat dilakukan dengan beberapa

cara yaitu pembibitan (metode yang biasanya digunakan), pemotongan dahan,

ranting, batang dengan cara pencangkokan. Proses pembibitan untuk skala

besar dapat menggunakan biji dengan cara berikut (Hanafi, 2011) :

1. Pembibitan biji tanpa perlakuan

Perkecambahan biji akan tumbuh dengan baik sekitar 36-50% tanpa

perlakuan. Perkecambahan biji yang tidak diperlakuan akan tumbuh di tahun

pertama penyimpanan biji (Seed Storage)

2. Pembibitan biji dengan perlakuan

Pembibitan biji dapat dilakukan dengan memberi perlakuan tertentu pada biji

untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dan lebih cepat. Ada 2 macam

perlakuan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik yaitu :1) memasukkan biji

dalam air selama 1-2 menit dengan suhu 800C dengan volume air 5 kali lebih

banyak dari volume biji, aduk biji kemudian keringkan, 2) merendam biji

dalam air hangat dengan suhu 30-400C selama 24 jam. Metode ini akan

membantu perkecambahan biji 90-100%. Skarifikasi biji (pengelupasan biji)

akan tampak 3-5 hari setelah perlakuan dengan menyimpannya dalam

tempat teduh dengan pemberian air yang konstan untuk membantu

pertumbuhan biji.

Biji yang sudah siap untuk ditanam setelah perkecambahan dengan

panjang kecambah 20-30 mm. Bibit yang mempunyai diameter lebih 10 mm

dapat lebih bertahan dari air hujan. Ukuran bibit saat penanaman yaitu ketika

Page 42: Cetak Revisi Materi Terbaru

42

mempunyai tinggi sekitar 15-30 cm dengan panjang akar sekitar 10 cm dan

panjang batang mencapai 20 cm. Diameter batang dari bibit harus mencapai 5-

30 mm. Penanaman ini dapat dilakukan di pasir (tempat pembibitan) atau di

tanam di polybag yang berukuran 10-20 cm dengan komposisi media yaitu:

3 :1:1 (tanah:pasir:kompos). Perawatan bibit diperlukan untuk menjaga bibit agar

bisa tumbuh besar terutama dari serangan hama dan terpaan angin. Perawatan

ini dilakukan sampai trembesi menjadi lebih tinggi dan siap untuk melindungi

(Hanafi, 2011).

Teknik pembibitan tanaman trembesi yang dilakukan oleh Rindam

Iskandar muda yaitu: 1). memilih biji yang baik dan tidak cacat; 2). memotong

ujung biji dengan gunting kuku agar air cepat masuk ke dalam biji; 3). merendam

dengan air hangat kurang lebih 400C lalu didiamkan selama 3 - 4 hari. Biji yang

mengembang siap disemaikan di media campuran tanah atasan dan pasir

dengan perbandingan 1:1. Penyemaian dilakukan dengan cara memasukkan biji

kedalam lubang pada kedalaman 3 cm kemudian disiram pagi dan sore hari.

Setelah berumur 15 hari, dipindahkan (sapih) ke dalam polybag yang berisi

media pembibitan yaitu tanah atasan 20%, sekam padi 40%, pasir 10% dan

pupuk kandang sapi 30% (Anonim,2010).

2.9. Tanaman Sengon Paraserianthes falcataria (L) Nielsen dan Teknik Pembibitannya.

Tanaman sengon Paraserianthes falcataria L. Nielsen merupakan jenis

tanaman cepat tumbuh yang sudah dikenal luas oleh masyarakat dalam

pengembangan hutan tanaman. Jenis ini memiliki beberapa kelebihan

diantaranya riap pertumbuhan tinggi, persyaratan tumbuh mudah,

pemanfaatannya beragam, dan jenis pengikat nitrogen (Budelman, 2005).

Pengembangan jenis sengon perlu didukung hasil-hasil penelitian untuk

Page 43: Cetak Revisi Materi Terbaru

43

meningkatkan produktivitasnya. Upaya peningkatan produktivitas sengon dapat

dimulai dari penerapan teknologi tepat guna di pesemaian sehingga diperoleh

bibit yang berkualitas. Penggunaan bibit yang berkualitas akan didapatkan

pertumbuhan awal yang baik sehingga menghasilkan produktivitas hutan

tanaman yang optimal. Kondisi pertumbuhan awal tanaman akan menentukan

perkembangan selanjutnya dari pohon tersebut (Siarudin dan Endah, 2007).

Pada umumnya tanaman sengon diperbanyak dengan bijinya. Biji

sengon yang dijadikan benih harus terjamin mutunya. Benih yang baik adalah

benih yang berasal dari induk tanaman sengon yang memiliki sifat-sifat genetik

yang baik, bentuk fisiknya tegak lurus dan tegar, tidak menjadi inang dari hama

ataupun penyakit. Ciri-ciri penampakan benih sengon yang baik yaitu: 1) kulit

bersih berwarna coklat tua; 2) ukuran benih maksimum; 3) tenggelam dalam air

ketika benih direndam; dan 4) bentuk benih masih utuh. Selain penampakan

visual tersebut, juga perlu diperhatikan daya tumbuh dan daya hidupnya, dengan

memeriksa kondisi lembaga dan cadangan makanannya dengan mengupas

benih tersebut. Jika lembaganya masih utuh dan cukup besar, maka daya

tumbuhnya tinggi. Biji sengon memiliki kulit yang liat dan tebal sehingga

memerlukan perlakuan guna membangun perkecambahan benih tersebut.

Benih direndam dalam air panas mendidih (80 C) selama 15 - 30 menit. Setelah

itu, benih direndam kembali dalam air dingin sekitar 24 jam, lalu ditiriskan. untuk

selanjutnya benih siap untuk disemaikan. Pada masa pertumbuhan anakan

semai sampai pada saat kondisi bibit layak untuk ditanam di lapangan perlu

dilakukan pemeliharaan secara intensip. Beberapa hama yang biasa menyerang

bibit adalah semut, tikus rayap, dan cacing, sedangkan yang tergolong penyakit

ialah cendawan penyebab kerusakan bibit (Toni, 2010).

Tanaman Sengon dapat tumbuh baik pada tanah regosol, aluvial, dan

latosol yang bertekstur lempung berpasir atau lempung berdebu dengan

Page 44: Cetak Revisi Materi Terbaru

44

kemasaman tanah sekitar pH 6-7. Ketinggian tempat yang optimal untuk

tanaman sengon antara 0 - 800 m dpl. Walapun demikian tanaman sengon ini

masih dapat tumbuh sampai ketinggian 1500 m di atas permukaan laut. Sengon

termasuk jenis tanaman tropis, sehingga untuk tumbuhnya memerlukan suhu

sekitar 18-270C. Curah hujan mempunyai beberapa fungsi untuk tanaman,

diantaranya sebagai pelarut zat nutrisi, pembentuk gula dan pati, sarana transpor

hara dalam tanaman, pertumbuhan sel dan pembentukan enzim, dan menjaga

stabilitas suhu. Tanaman sengon membutuhkan batas curah hujan minimum

yang sesuai, yaitu 15 hari hujan dalam 4 bulan terkering, namun juga tidak terlalu

basah, dan memiliki curah hujan tahunan yang berkisar antara 2000 - 4000 mm.

Kelembaban juga mempengaruhi setiap tanaman. Reaksi setiap tanaman

terhadap kelembaban tergantung pada jenis tanaman itu sendiri. Tanaman

sengon membutuhkan kelembaban sekitar 50-75% (Toni, 2010).

2.10. Trembesi dan Sengon Merupakan Tanaman Leguminosa

Tanaman leguminosa mempunyai kemampuan bersimbiosis secara

mutualistik dengan bakteri Rhizobium sp yang tumbuh di daerah perakarannya.

Adanya bakteri ini menyebabkan terbentuknya nodul/bintil akar yang mampu

memfiksasi nitrogen bebas dari udara sehingga dapat mensuplai kebutuhan

tanaman akan unsur N tersedia. Hasil simbiosis ini diharapkan mampu

meningkatkan produksi hijauan tanaman. Kemampuan untuk memfiksasi nitrogen

dapat mengurangi biaya pembelian pupuk N buatan, sehingga aplikasi inokulasi

Rhizobium sp pada tanaman leguminosa menjadi sangat penting untuk memacu

fiksasi nitrogen (Fuskah, et al, 2009).

Simbiosis antara Rhizobium sp dengan Leguminosa dicirikan oleh struktur

bintil akar pada tanaman inang (leguminosa). Pembentukan bintil akar dimulai

dengan sekresi produk metabolisme tanaman ke daerah perakaran yang

Page 45: Cetak Revisi Materi Terbaru

45

menstimulasi pertumbuhan bakteri. Proses pembentukan bintil akar di awaali

dengan kolonisasi bakteri bintil akar di rhizosfer tanaman leguminosa

(Rahmawati, 2005). Rhizobium sp merupakan kelompok bakteri penambat

nitrogen yang bersimbiosis dengan tanaman legum Simbiosis ini menyebabkan

bakteri Rhizobium sp dapat menambat nitrogen dari atmosfir, dan selanjutnya

dapat digunakan sebagai pupuk organik. Dibandingkan dengan kompos

konvensional, formula pupuk hayati multi-isolat Rhizobium sp toleran masam

merupakan teknologi yang lebih maju untuk meningkatkan efisiensi penggunaan

benih, pupuk N, P dan Ca. khususnya pada tanaman kedelai (Glycine max (L.)

Merill). Terbentuknya bintil akar selain dapat meningkatkan kesuburan tanah,

juga dapat akan meningkatkan efisiensi pemupukan dan mengurangi

pencemaran lingkungan (Soedarjo, 2003).

Faktor abiotik dan biotik seperti kemasaman tanah, kelembapan tanah,

suhu tanah, senyawa organik dan anorganik sebagai sumber nutrisi, densitas sel

Rhizobium sp tanah mempengaruhi proses pembentukan bintil akar (Soedarjo,

2003). Sifat kimia tanah, seperti kemasaman dan toksisitas oleh Al, Fe, dan Mn,

berpengaruh terhadap pertumbuhan dan fungsi Rhizobium. Species Rhizobium

berbeda tingkat toleransinya terhadap kemasaman tanah. Hasil kajian

laboratorium menunjukkan bahwa lebih dari 80% isolat Rhizobium kedelai tipe

tumbuhan lambat (slow growers) toleran terhadap pH 4,0 dan sebagian besar

dari isolat toleran masam tersebut toleran pada 100 ppm Mn dan 400 mM Al, 300

ppm Fe (Soedarjo dan Muchdar., 2003).

2.11. Tanaman Hias Bunga Matahari Helianthus annuus L Dan Teknik Pembibitannya.

Bunga matahari Helianthus annuus L. adalah tumbuhan semusim suku

kenikir-kenikiran (Asteraceae) yang populer sebagai tanaman hias maupun

Page 46: Cetak Revisi Materi Terbaru

46

tanaman penghasil minyak. Bunga tumbuhan ini sangat khas: besar, biasanya

berwarna kuning terang, dengan kepala bunga yang besar (diameter bisa

mencapai 30 cm). Bunga ini sebetulnya adalah bunga majemuk, tersusun dari

ratusan hingga ribuan bunga kecil pada satu bongkol. Bunga matahari juga

memiliki perilaku khas, yaitu bunganya selalu menghadap ke arah matahari atau

heliotropisme. Dalam budidayanya, bunga matahari menyukai tanah yang subur

dan hangat serta menyukai suasana yang cerah. Pemanfaatan bunga matahari

terutama adalah sebagai sumber minyak, baik pangan maupun industri. Sebagai

bahan pangan, minyak bunga matahari cocok dipakai untuk menggoreng.

mengentalkan, serta campuran salad. Minyak bunga matahari kaya akan asam

linoleat, suatu asam lemak tak jenuh yang baik bagi kesehatan manusia

(Anonim,2008).

Anneahira menyatakan bahwa rancangan kultivar dalam budidaya bunga

matahari dengan tujuan produksi sebagai berikut: 1) sebagai penghasil minyak

yang berasal dari bijinya; 2) sebagai pakai ternak yang dipakai daunnya dan

dapat dikembangkan sebagai humus atau pupuk hijau; dan 3) sebagai tanaman

hias yang memiliki kelopak warna cerah. Budidaya bunga matahari dengan biji

yaitu menerbarkan langsung di lapangan dengan kedalaman 3 - 8 cm. Tanaman

ini memerlukan tempat pembibitan medium yang bebas gulma. Penanaman

yang umum dilakukan di lapangan yaitu biji rata-rata 3 - 8 kg/ha. Jarak yang

umum digunakan adalah 60—75 cm antar baris dan 20—30 cm dalam baris.

Dengan menggunakan biji yang bagus maka keberhasilan perkecambahan

mencapai lebih dari 80%. Sedangkan faktor lingkungan tumbuhnya seperti

kelembaban dan zat makan yang tidak terbatas.

Menurut Admin, cara menanam bunga matahari yaitu melakukan

pembenihan terlebih dahulu di area persemaian dengan cara menabur biji. Jika

benih bunga matahari sudah mencapai tinggi 15-20 cm segera dipindahkan ke

Page 47: Cetak Revisi Materi Terbaru

47

area tanam yang sudah dicampur pupuk kandang . Selanjutnya melakukan

penyiraman air secukupnya setiap hari agar bibit tumbuh baik. Faktor yang

harus diperhatikan dalam penanaman bunga matahari adalah air jangan sampai

tergenang, pemupukan dan pembasmian hama. Permita (2011), menyatakan

bahwa bunga matahari dapat mengurangi kadar bahan radioaktif. Pada pusat

penelitian Riken di kota Minimasoma, yang jaraknya 30 kilometer dari reaktor

nuklir Fukushima, ternyata lahan yang ditumbuhi bunga matahari telah

menurunkan radioaktif Cesium tanah sebanyak 20 persen, dari 2.100 ke 1.680

becquerels dalam dua bulan

Page 48: Cetak Revisi Materi Terbaru

48

BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Peristiwa lumpur lapindo menimbulkan banyak permasalahan seperti

sosial, ekonomi, politik bahkan lingkungan. Lumpur ini masih terus keluar dari

pusat semburannya yang selalu menyebabkan kepanikan masyarakat Sidoarjo.

Walaupun dilakukan penampungan namun air lumpur pernah meluap ke jalan

Raya Porong karena besarnya volume lumpur yang keluar dan kapasitas daya

tampung menurun. Kapasitas penampungan berkurang, diantaranya disebabkan

komponen padatan lumpur mengendap. Oleh karena itu perlu dikaji agar

komponen padatan lumpur bisa dimanfaatkan. Komponen padatan tersebut bila

kering membentuk hamparan tanah endapan yang sangat luas seperti lahan

kering. Padahal tanah endapan lumpur ini mengandung unsur kimia dan butiran

tanahnya berupa liat, pasir dan debu. Kandungan liatnya tinggi namun bila

dicampur dengan bahan organik diperkirakan akan terjadi perbaikan porositas

dan peningkatan unsur hara sehingga status kesuburannya lebih baik dan

kemungkinan memenuhi kebutuhan pertumbuhan tanaman.

Tanaman trembesi Samanea saman (Jack.) Merr.; tanaman sengon

Paraserianthes falcataria (L) Nielsen; dan tanaman hias bunga matahari

Helianthus annuus L merupakan tanaman yang banyak digunakan untuk

pengelolaan lingkungan. Trembesi merupakan tanaman penghijauan yang

diketahui mempunyai efek penangkal panas dan penyerap karbon dioksida (CO2)

paling unggul. Tanaman sengon banyak dibudidayakan di daerah aliran sungai

(DAS), pegunungan dan hutan sebagai usaha penahan erosi, produksi kayu dan

penyubur tanah karena akar rambut sengon menyimpan zat nitrogen. Sedangkan

tanaman hias bunga matahari sering dikembangkan pada ruang terbuka hijau

Page 49: Cetak Revisi Materi Terbaru

49

(RTH) untuk estetika lingkungan dan bijinya dapat menghasilkan minyak sebagai

sumber energy alternatif.

Kerangka pemikiran secara ringkas digambarkan dalam bentuk diagram

alir sebagai berikut.

Air

Padatan

Gambar.4. Diagram Alir Kerangka Pemikiran

Lumpur Lapindo Sungai Porong

Tanah Endapan lumpur Lapindo

Karakteristik :kimia, fisika dan biologi

Media Pembibitan :Analisis Status

Kesuburan

Sekam dan kompos

Pupuk kandang sapi

Trembesi dapat di

kembangkan pada lahan

gersangdan tepi

Bunga matahari dapat di

kembangkan pada ruang

terbuka Hijau

Sengon dapat di

kembangkan pada daerah aliran sungai

Penyediaan bibit tanaman untuk pengelolaan lingkungan:1. Trembesi sebagai penyerap CO2 paling unggul

2. Sengon sebagai penahan erosi dan penyubur tanah3. Bunga matahari sebagai estetika lingkungan dan

sumber energi

Page 50: Cetak Revisi Materi Terbaru

50

3.2. Hipotesis

Hipotesis penelitian penggunaan tanah endapan lumpur lapindo yang

ditambah dengan bahan organik sekam padi, kompos dan pupuk kandang sapi

sebagai media pembibitan yaitu:

1. Tanah endapan lumpur lapindo yang ditambah dengan bahan organik

sekam padi, kompos dan pupuk kandang sapi dapat menjadi media

pembibitan tanaman trembesi, sengon dan bunga matahari.

2. Pertumbuhan dan mutu bibit tanaman trembesi, sengon dan bunga

matahari berkembang baik pada media tanah endapan lumpur lapindo

yang ditambah dengan bahan organik sekam padi, kompos dan pupuk

kandang sapi.

3.3. Definisi Operasional Variabel Penelitian dan Pengukurannya.

Variabel operasional penelitian ini yaitu: 1) status kesuburan tanah

endapan lumpur lapindo dan media pembibitan; 2) pertumbuhan bibit tanaman;

dan 3) mutu bibit tananam. Sedangkan definisi operasional setiap variabel

penelitian sebagai berikut.

1. Status Kesuburan Tanah Endapan Lumpur Lapindo Dan Media Pembibitan

Status kesuburan tanah endapan lumpur lapindo dan media pembibitan

akan dinilai dengan metode pendekatan analisis contoh. Analisis contoh tanah

endapan dan media pembibitan akan dilakukan terhadap variabel kimia, fisika

dan biologi tanah seperti N , P, C organik , Ca, Mg, K, Na , KTK dan KB, kadar

air tersedia, porositas total, populasi mikroba dan kemantapan agregat.  

Pengukuran setiap variabel kimia menggunakan metode yang ditetapkan

Balai Penelitian Tanah yaitu C organik diukur dengan metode Walkey dan Black;

Page 51: Cetak Revisi Materi Terbaru

51

N total diukur dengan Kjeldahl, P tersedia dengan Olsen ; Ca dan Mg dengan

titrasi EDTA; K, Na, KB dan KPK dengan metode pertukaran ion. Kadar unsur

hara yang diperoleh dari data analisis kimia akan diketahui apakah status/kadar

unsur hara dalam tanah tersebut sangat rendah (kurang), rendah, sedang, cukup

ataukah tinggi, sesuai kriteria tertentu. Pengukuran variabel fisika yaitu kadar air

untuk mengetahui banyaknya air tersedia bagi tanaman dengan jalan penentuan

kandungan air pada keadaan kapasitas lapang (pF 2,54) dikurangi dengan

persen (%) kandungan air pada keadaan titik layu permanen (pF 4,2). Porositas

total dinyatakan sebagai persentase volume total pori (rongga) yang diisi oleh

udara dan air diantara partikel tanah berdasarkan nilai bobot isi dan bobot jenis.

Kemantapan agregat media pembibitan akan diukur pada akhir penelitian.

Sedangkan pengukuran variabel biologi untuk mengetahui keragaman mikroba

tanah dengan cara membiakkan contoh tanah endapan lumpur dan media

pembibitan pada media biakan.

2. Pertumbuhan Bibit Tanaman

Pertumbuhan bibit tanaman yaitu pertambahan volume organ daun,

batang dan akar bibit tanaman. Pertambahan volume dapat diketahui dengan

mengamati dan mengukur parameter seperti tinggi, diameter batang, jumlah

daun, panjang akar, bintil akar, bobot basah dan bobot kering. Pengukuran

parameter pertumbuhan seperti tinggi tanaman dan panjang akar akan

menggunakan penggaris ketelitian 0,05 cm; diameter batang diukur dengan

kaliper ketelitian 0,01 cm; bobot basah dan kering organ bibit diukur dengan

neraca digital ketelitian 0,0001 g. Bobot kering organ yang diukur meliputi: bobot

kering akar (BKA), dan bobot kering batang dan daun (BKBD). Bobot kering

akan diperoleh dengan mengeringkan (oven) contoh organ pada suhu 105OC

atau dijemur sinar matahari sampai berat konstan sekitar 7 hari.

Page 52: Cetak Revisi Materi Terbaru

52

3. Mutu Bibit Tanaman

Penentuan mutu bibit pada umumnya berdasarkan kepada hasil penilaian

atau evaluasi yang berdasarkan pada tiga kriteria yaitu mutu genetik, mutu fisik,

dan mutu fisiologis. Mutu genetik didasarkan pada kelas sumber benih, mutu

fisik mencerminkan kondisi fisik bibit seperti kekompakan media, kekokohan,

keadaan batang, dan kesehatan; sedangkan mutu fisiologis menggambarkan

pertumbuhan tinggi, diameter, jumlah daun, warna daun (Pramono dan

Suhaendi, 2006).

Page 53: Cetak Revisi Materi Terbaru

53

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di dua tempat yaitu: 1) laboratorium

tanah jurusan tanah Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya di Malang; dan 2)

desa Panji Kidul Kabupaten Situbondo untuk penyemaian dan pembibitan

tanaman. Sedangkan waktu penelitian direncanakan selama 4 bulan yang akan

dimulai bulan April 2012 dengan perencanaan kegiatan sebagai berikut pada

Tabel 7.

Tabel 7. Jenis Kegiatan Penelitian, Tempat dan Waktunya

No Jenis Kegiatan Penelitian Waktu (bulan) dan Lokasi Penelitian

Mar Ap

r

Mei Jun Lokasi

1 Persiapan bahan dan alat penelitian

V Malang dan Situbondo

2 Pengambilan tanah endapan lumpur, sekam padi dan

penyiapan kompos, pupuk kandang sapi dan biji tanaman

V Malang

3 Pembuatan media pembibitan dan inkubasi media

V V Malang dan Situbondo

4 Penyemaian biji tanaman trembesi, sengon dan bunga

matahari

V Situbondo

5 Penanaman dan pemeliharaan bibit tanaman

dalam media pembibitan

V V V Situbondo

6 Analisis kimia, fisika dan biologi

V V Malang

7 Pengamatan dan pengukuran variabel penelitian

V V V Situbondo

8 Analisis data hasil penelitian V Malang

4.2. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan penelitian yang akan digunakan yaitu sekam padi, kompos, pupuk

kandang sapi, tanah endapan lumpur lapindo, biji trembesi, biji sengon, biji

Page 54: Cetak Revisi Materi Terbaru

54

bunga matahari, air, zat kimia untuk analisis kimia seperti : selen, H2SO4,

aquades, NH3, Asam borak, indicator Conway, NH4OH, larutan sangga tartrat

dan Na fenat, NaOCl, pengekstrak Olsen, K2Cr2O7, etanol 96% dan pasir kuarsa.

Sedangkan alat penelitian yang digunakan terdiri dari spektrofotometer serapan

atom, neraca digital ohaus, oven listrik, buret, peralatan gelas, labu didih, labu

takar, labu semprot, caliper, ring sampler, pF meter, desikator, pressure

membrane appratus atau tabung gelas dengan skat dari keramik untuk

penentuan pF, penggaris, polybag, rumah plastik, kantong plastik, karung plastik,

plastik transparan, skop, cangkul, sendok tanah, timba penyiram dan

sebagainya.

4.3. Pengambilan Tanah Endapan Lumpur Lapindo, Sekam Padi, dan Penyiapan Kompos , Pupuk Kandang Sapi dan Biji Tanaman

Tanah endapan lumpur lapindo akan diambil di desa Siring kecamatan

Porong dengan cangkul kemudian dimasukkan dalam 4 karung plastic ukuran 50

kg.. Selanjutnya tanah endapan yang berupa bongkahan dihancurkan sampai

halus dan disimpan dalam karung plastic. Untuk bahan organik sekam padi akan

diambil sebanyak 6 karung plastic di penggilingan padi yang ada di desa Panji

kidul kabupaten Situbondo. Pupuk kandang sapi, biji trembesi, sengon dan

bunga matahari akan disiapkan dengan membeli di kios pembibitan tanaman

yang ada di kota Situbondo dan Malang. Sedangkan kompos akan dibeli di UPT

kompos Universitas Brawijaya, Malang.

4.4. Pembuatan Media Pembibitan Tanaman

Media pembibitan tanaman akan dibuat dari bahan tanah endapan lumpur

lapindo, bahan organik sekam padi, kompos dan pupuk kandang sapi. Media

pembibitan ini dibuat dengan perbandingan bahan yang berlandaskan pada

beberapa kajian empiris yang menyatakan bahwa penggunaan bahan organik

sekam padi maksimal 40%, kompos dan pupuk kandang sapi 20%. Maka pada

Page 55: Cetak Revisi Materi Terbaru

55

penelitian ini akan meneliti variasi bahan organik dengan jumlah rendah dan

tinggi yaitu sekam padi 20% dan 40%, kompos 10% dan 20%, pupuk kandang

sapi 10% dan 20%. Sedangkan tanah endapan lumpur lapindo yang merupakan

obyek penelitian akan dikaji variasi jumlah persentase rendah, sedang dan tinggi

yaitu: 20%, 50%, 80% dan 100%. Media pembibitan merupakan perlakuan

penelitian yang akan dibuat sebanyak 1000 g sehingga perbandingan bahan

yang dapat memenuhi jumlah tersebut sesuai ketentuan persentase diatas yaitu

pada Tabel 8 berikut.

Tabel 8. Perbandingan Bahan Dengan Jumlah Media Pembibitan 1000 g

No Kode Perlakuan

Media

Keterangan Perbandingan Bahan

1 M1 Tanah endapan lumpur lapindo 20% : Sekam padi 40% : Kompos 20% : Pupuk kandang sapi 20%

2 M2 Tanah endapan lumpur lapindo 50% : Sekam padi 20% : Kompos 10% : Pupuk kandang sapi 20%

3 M3 Tanah endapan lumpur lapindo 50% : Sekam padi 20% : Kompos 20% : Pupuk kandang sapi 10%

4 M4 Tanah endapan lumpur lapindo 50% : Sekam padi 40% : Kompos 10% : Pupuk kandang sapi 0%

5 M5 Tanah endapan lumpur lapindo 50% : Sekam padi 40% : Kompos 0% : Pupuk kandang sapi 10%

6 M6 Tanah endapan lumpur lapindo 80% : Sekam padi 0% : Kompos 10% : Pupuk kandang sapi 10%

7 M7 Tanah endapan lumpur lapindo 80% : Sekam padi 20% : Kompos 0% : Pupuk kandang Sapi 0%

8 M8 Tanah endapan lumpur lapindo 80% : Sekam padi 0% : Kompos 20% : Pupuk kandang sapi 0%

9 M9 Tanah endapan lumpur lapindo 80% : Sekam padi 0% : Kompos 0% : Pupuk kandang sapi 20%

10 M10 Tanah endapan lumpur lapindo 100% : Sekam padi 0% : Kompos 0% : Pupuk kandang sapi 0%

Selanjutnya setiap bahan media yang sudah ditetapkan takarannya,

ditimbang, dicampurkan kemudian diaduk agar merata lalu dimasukkan dalam

polybag ukuran 25 x 12,5 x 25 cm3 dan diberi air secukupnya (kapasitas lapang).

Media pembibitan ini akan diinkubasikan selama 30 hari, setelah itu langsung

digunakan media sapih benih tanaman trembesi, sengon dan bunga matahari.

Page 56: Cetak Revisi Materi Terbaru

56

4.5. Penyemaian Biji Trembesi, Sengon dan Bunga Matahari

Biji trembesi dan sengon mempunyai kulit yang tebal dan keras sehingga

untuk menyemaikannya memerlukan perlakuan khusus (skarifikasi) agar cepat

berkecambah. Pada penelitian ini akan memperlakukan biji trembesi dan sengon

dengan cara memotong (kikis) ujungnya dengan gunting kemudian biji tersebut

direndam dalam air hangat suhu 20-300C selama 2 hari. Biji yang direndam

tersebut akan mengembang, mulai berkecambah tapi ada sebagian yang

mengapung. Biji yang mengembang dan tidak mengapung ini sebelum

disemaikan akan diinokulasi dengan legin (Leguminosa inokulum). Inokulasi

dilakukan dengan mengikuti petunjuk yang dikenal dengan ‘slurry method’.

Biakan bakteri Rhizobium (Legin) diberi sedikit air sehingga bentuknya seperti

pasta, kemudian biji tanaman trembesi dan sengon dimasukkan kedalam

kemasan bakteri dan di kocok-kocok selama 1 menit agar partikel bakteri

menyelimuti permukaan benih yang akan ditanam (Suharjo,2001). Kemudian

benih tersebut disemaikan (dimasukkan) kedalam lubang dengan kedalaman 3-5

cm pada bedengan yang berisi media pasir dan tanah dengan perbandingan 1:1.

Selanjutnya semaian biji trembesi dan sengon dibiarkan tumbuh dan

berkembang sampai umur 15 hari. Sedangkan biji bunga matahari tanpa

perlakuan skarifikasi dan inokulasi karena mudah berkecambah dan bukan

termasuk tanaman leguminosa. Biji bunga matahari langsung dimasukkan

dalam lubang kedalaman 3-5 cm di bedengan dan dibiarkan tumbuh berkembang

selama 15 hari.

4.6. Penanaman dan Pemeliharaan Bibit Tanaman

Setiap benih tanaman trembesi, sengon dan bunga matahari yang

berumur 15 hari akan ditanam (sapih) ke media pembibitan dalam polybag

Page 57: Cetak Revisi Materi Terbaru

57

ukuran 25 x 12,5 x 25 cm3. Selanjutnya pembibitan tanaman ini dipelihara

dengan melakukan penyiraman setiap pagi dan sore hari serta dijaga dari

serangan hama dan penyakit. Pembibitan tanaman ini akan dilaksanakan

selama 60 hari (2 bulan) setelah sapih dan dilakukan pengamatan serta

pengukuran parameter pada akhir penelitian.

4.7. Analisis Contoh Tanah Endapan Lumpur Lapindo, Bahan Organik dan Media Pembibitan.

Contoh tanah endapan lumpur lapindo, bahan organik sekam padi,

kompos, pupuk kandang sapi dan media pembibitan akan dianalisis secara

kimia, fisika dan biologi.

4.7.1. Analisis Dasar Kimia Contoh Tanah Endapan Lumpur dan Bahan Organik

Analisis dasar kimia lengkap akan dilakukan pada contoh tanah endapan

lumpur lapindo. Sedangkan contoh bahan organik sekam padi, kompos dan

pupuk kandang sapi juga akan dianalisis kimia tapi tanpa analisis KTK. Prosedur

kerja analisis dasar kimia pada Lampiran 1.

4.7.2. Analisis Fisika Media Pembibitan

Analisis fisika akan dilakukan pada contoh media pembibitan yang sudah

diinkubasi selama 30 hari. Parameter yang akan dianalisis yaitu porositas total

dan kadar air tersedia (kurva pF). Pada akhir penelitian contoh media

pembibitan akan dianalisis kemantapan agregatnya. Prosedur kerja analisis

fisika contoh media pembibitan pada Lampiran 2.

4.7.3. Analisis Biologi Contoh Tanah Endapan Lumpur, Bahan Organik dan Media Pembibitan

Analisis biologi akan dilakukan pada contoh tanah endapan lumpur

lapindo, bahan organik sekam padi, kompos, pupuk kandang sapi dan media

Page 58: Cetak Revisi Materi Terbaru

58

pembibtan yang sudah dinkubasi selama 30 hari dengan prosedur kerja pada

Lampiran 3.

4.8. Pengamatan dan Pengukuran Variabel Penelitian

Pengamatan dan pengukuran variabel penelitian yaitu pertumbuhan bibit

tanaman dan indeks mutu bibit sebagai berikut.

4.8.1. Pengamatan Pertumbuhan Bibit Tanaman

Parameter pertumbuhan bibit tanaman yang akan diamati dan diukur

yaitu: tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, panjang akar, jumlah dan

bobot bintil akar, bobot basah, bobot kering akar dan bobot kering batang dan

daun dengan prosedur kerja pada Lampiran 4.

4.8.2. Pengukuran Indeks Mutu Bibit Tanaman

Indeks mutu bibit (mutu fisiologis) dapat dihitung dengan melakukan

penghitungan terhadap parameter tinggi tanaman, diameter batang, berat kering

akar dan berat kering batang dan daun. Penghitungan indeks mutu bibit

dilakukan sesudah bibit berumur 60 hari setelah sapih dengan rumus

kuantifikasinya pada Lampiran 5.

4.9. Rancangan Percobaan

Penelitian ini akan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan

10 macam perlakuan. Setiap perlakuan akan diberikan pengulangan sebanyak 5

kali dengan denah percobaan dan pengacakan rancangan acak lengkapnya

pada Lampiran 6. Sedangkan analisis data yang digunakan untuk menguji

variasi dari variabel yang diamati adalah analisis varians dengan menggunakan

uji F pada taraf 5% dan apabila perlakuan berpengaruh nyata terhadap

parameter yang diamati maka dilakukan uji lanjutan dengan uji ’Duncan’s Multiple

Page 59: Cetak Revisi Materi Terbaru

59

Range Test’ (Sastrosupadi, 2000). Contoh analisis varian pada salah satu

parameter yaitu tinggi tanaman pada Tabel 9 berikut.

Tabel 9. Contoh Anova Untuk Parameter Tinggi Tanaman

Sumber Keragaman

Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Tengah

F.Hitung F.Tabel 5%

F.Tabel1%

Ulangan

Perlakuan

Galat

Total

Secara ringkas metode penelitian digambarkan dalam bentuk diagram alir

pada Gambar 5 berikut.

.Tanah endapan : 20,50,80 dan 100%

Sekam padi : 20 dan 40%Kompos : 10 dan 20 %Pupuk Kandang: 10 dan 20 %

Analisis Kimia

lengkap

Analisis Biologi

Media Pembibitan10 macam

Penyemaian Biji Tanaman

Inkubasi dan analisis fisika

: porositas dan kadar air

(pF)

Inkubasi dan analisis biologi :

keragaman mikroba

Trembesi sengon Bunga matahari

Analisis agregat media pada akhir penelitian dan pengukuran parameter yaitu : 1. Tinggi , 2 diameter batang, 3 jumlah daun, 4. Panjang akar, 5.

Bintil akar, 6. Bobot basah, 7. Bobot kering 8. Indek mutu bibit

Interpretasi data dan analisis statistik

Page 60: Cetak Revisi Materi Terbaru

60

Gambar 5 : Diagram Alir Penelitian

DAFTAR PUSTAKA

Acquaah, G. 2002. Horticulture – Principles and Practices. Second Edition. Pentice Hall, NewJersey

Adinugraha, HA. 2005. Teknik Pembibitan Tanaman Hutan. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Bogor.

Adimiharja, A., I. Juarsah dan U. kurnia. 2000. Pengaruh Penggunaan Berbagai Jenis dan Takaran Pupuk Kandang Terhadap Produktivitas Tanah Ultisols Terdegradasi di desa Batin Jambi, Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.

Admin. Cara Menanam Bunga Matahari. http://www.iklandenpasar.net/cara-menanam-bunga-matahari.htm l . Diakses 28 Desember 2011.

Agoes, 1994. Aneka Jenis Media Tanam dan Penggunaannya. PN.Swadaya. Jakarta.

Agus, Fahmuddin. 2005. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk. Balai Penelitian Tanah. Balibangtan, Deptan. Bogor.

Andreas, dkk. 1996. Pengembangan Teknologi Pengolahan Serbuk Gergaji Sebagai Bahan Pengisi Pada Pembuatan Bata Cetak. Balai Industri Ujung Pandang

Anneahira. .Mengintip Budidaya Bunga Matahari. http: // www .anneahira. com/ budidaya-bunga-matahari.htm. Diakses 28 Desember 2011.

Anonim. 2004. Petunjuk Teknis Pembangunan dan Pengelolaan Sumber Benih. Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Anonim. 2005. Pupuk Organik. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 27, No.6. Balai Penelitian Tanah. Bogor.

Anonim. 2010. Pembibitan Pohon Trembesi di Rindam Iskandar Muda. http :// rindam iskandar muda.mil.id/pembibitan-pohon-trembesi-di-rindam-iskandar-muda. Diakses 21 Juni 2011

Anonim. 2008. Bunga Matahari. http://id.wikipedia.org/wiki/Bunga_matahari. Diakses, 28 Desember 2011.

Atekan dan A. Surahman. Peranan Bahan Organic Asal Daun gamal Gliricidia sepium Sebagai Amileoran Aluminium Pada Tanah Ultisol. BPTP. Papua.

Page 61: Cetak Revisi Materi Terbaru

61

Atmojo, SW. 2003. Penerapan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah Dan Upaya Pengelolaannya. Fakultas Pertanian, UNS. Surakarta.

Azri. 1993. Pengaruh Media Tumbuh Terhadap Pertumbuhan Bibit Lada. Jurnal Penelitian Tanaman Rempah dan Obat VIII (l), p: 14-16.

Bell, L.C. and T. Besho. 1993. Assessment of Aluminium Detoxification an Plant Response. P. 317-330 in Mulongoy, K. and R. Merckx. 1991. Soil Organik Matter Dynamic and Sustainability of Tropical Agriculture. John Willey and Sons, New York.

Brady, N.C. 1990. The Nature and Properties of Soil. Mac Millan Publishing Co., New York.

Budelman, Arnoud, 2005. Paraserianthes falcataria - Southeast Asia's Growth Champion. Winrock International. www.winrock.org/forestry/factnet.htm. Diakses 30 Desember 2011

Cahyani, V.R. 1996. Pengaruh Inokulasi Mikorisa Vesikular-Arbuskular Dan perimbangan Takaran Kapur Dengan Bahan Organik Terhadap PertumbuhanTanaman Jagung Pada Tanah Ultisol Kentrong. UGM,Yogyakarta.

Danu, D. Rohadi dan Nurhasybi. 2006. Teknologi dan Standarisasi Benih dan Bibit dalam Menunjang Keberhasilan Gerhan. Prosiding Seminar Hasil-hasil Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutandan Konservasi Alam. Bogor. p: 63-76.

Dariah, A dan A. Rahman. 1989. Pengaruh Mulsa Hijauan Alley Cropping dan Pupuk Kandang Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Jagung serta Beberapa Sifat Fisik Tanah. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.

Dewi, W.S. 1996. Pengaruh Macam Bahan Organik dan Lama Prainkubasinya Terhadap Status P Tanah Andisol. UGM..Yogyakarta.

Durahim dan Hendromono. 2001. Kemungkinan Penggunaan Limbah Organik Sabut Kelapa Sawit dan Sekam Padi Sebagai Campuran Top Soil Untuk Media Pertumbuhan Bibit Mahoni Swictenia macrophilla King. Bulletin Penelitian hutan, No.628, p:.13-26

Dwidjoseputro, D. 2000. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT. Gramedia. Jakarta.

Fuskhah, E., R.D. Soetrisno S.P.S. Boedi dan A. Maas. 2009. Pertumbuhan dan Produksi Leguminosa Pakan Hasil Asosiasi Dengan Rhizobium Pada Media Salin. SNKP. Semarang.

Gaur, A. C. 1994. A Manual of Rural Composting. FAO. PBB. New York.

Hadioetomo, S.R. 2000. Teori dan Praktek Mikrobiologi Umum. PT. Gramedia. Jakarta.

Page 62: Cetak Revisi Materi Terbaru

62

Hanafi,M. Trembesi (Samanea saman). http: // www. agrilands. Net /read /full/ agriwacana /budidaya/2011/01/03/trembesi-samanea-saman.html. Diakses 10 Juli 2011.

Hara, (1986), Utilization of Agrowaste for BuildingMaterial, International And Research Development Cooperation Division, AIST,MITI, Japan

Hartatik,W dan L..R Widowati. Pupuk Kandang. h ttp: // balit tanah. litbang. deptan. go.id /dokumentasi / buku/pupuk/pupuk4.pdf. Diakses 21 Juni 2011

Hartmann, HT., DE Kester, FT Davies, Jr, RL Geneve. 2002. Plant Propagation : Principles and Practices. Printice Hall Inc. 770p.

Hendalastuti, R., dan Henti. 2005. Peran Asam Humat dam Asam Oksalat dalam Meningkatkan Kualitas Bibit Gmelina Arborea. Buletin Penelitian Hutan. No.610, p:51-58.

Hendromono. 1994. Pengaruh Media Organik dan Tanah Mineral Terhadap Mutu Bibit Pterygota alata Roxb. Bulletin Penelitian Hutan no.617, p : 55-64

Hendromono. 1995. Pertumbuhan dan Indeks Mutu Bibit Eucalyptus deglupta Blume. pada Berbagai Suhu Udara dan Tingkat Naungan. Buletin Penelitian Hutan. No.58, p :1-12.

Hendromono. 1998. Teknik Penanaman Korbaril Hymanaea cuorbaryl Pada Areal Alang-Alang. Puslitbangtan dan Konservasi Alam. Bogor.

Hendromono. 2003. Krieteria Penilaian Mutu Bibit Dalam Wadah yang Siap Tanam Untuk Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Bulletin penelitian dan pengembangan kehutanan (4)(1), p:11-20.

Hendromono, Y. Hendrawati dan Mindawati. 2006. Silvikultur Hutan Tanaman Industri. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman. Bogor.

Hendromono. 2007. Bibit Berkualitas sebagai Kunci Pembuka Keberhasilan Hutan Tanaman dan Rehabilitasi Lahan. Orasi Pengukuhan Profesor Riset Bidang Pengembangan Silvikultur. Departemen Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. (Tidak dipublikasikan).

Hermanto, 2006. Lumpur Sidoarjo. Dialog Panjang Yang Tak Berkesudahan. http://www.antara.co.id/see Diakses 3 Maret 2011.

Herudjito, D. 1999 Pengaruh bahan humat dari air gambut terhadap sifst-sifst tanah latosol (Oxic Dystropepts). Konggres Nasional VII. HITI. Bandung.

Hutamadi, R. dkk. 2008. Penelitian Tindak Lanjut Endapan Lumpur Lapindo Di Daerah Porong Kabupaten Sidoarjo, Jatim. Pusat sumber daya Geologi. Bandung.

Page 63: Cetak Revisi Materi Terbaru

63

Isharmanto. 2010. Faktor Pertumbuhan Tanaman. http: // biologigonz. blogspot. com/2010 /02/faktor-pertumbuhan-tanaman.html. Diakses 28 Desember 2011.

Isroi. Pengomposan Limbah Kakao. www.isroi.org. Diakses 3 Maret 2011

ITTO. 2006. Status of Tropical Forest Management 2005, A Special Edition of The Tropical Forest Update 2006/1. Yokohama, Japan.

Jo, I.S. 1990. The Use of Organic fertilizer on Soil Physical Properties and Plant Growth . Paper presented at seminar on the use of organic fertilizer in crop production, at suweon, south korea.

Junaedi, A., Asep H., dan Dodi F. 2009. Kualitas Fisik bibit Meranti Tembaga Shorea leprosula Miq. Asal Stek Pucuk Pada Tiga Tingkatan Umur. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Vol. VII No.3,p: 281-288

Komala, Cica, A dan Edi K. 2008. Evaluasi Kualitas Bibit Kemenyan Durame Styrax benzoin Dryland Umur 3 Bulan. Junal Hutan Vol.5, No.4, p: 337-345.

Kurniawati PP., Dharmawati FD. Dan Made S. 2007. Pengaruh Media dan Hormone Tumbuh Akar Terhadap Keberhasilan Cangkok Ulin. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. Vol 4, No.2, p: 069-118

Kurniaty, R., Budi B. dan Made S. 2010. Pengaruh Media dan Naungan Terhadap Mutu Bibit Suren Toona sureni Merr. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. Vol. 7, No.2, p:77-83

Kuswara dan Salam Hadi. 1990. Analisis Fisika Tanah. Puslit Tanah dan Agroklimat. Bogor.

Lackey M., dan A. Alm. 1982. Evaluation of Growing Media for Culturing Containerized Red Pine and White Spruce . Tree plunters notes. 33 (1) p :3-7

Lakitan, B., 1995. Hortikultura Teori, Budidaya dan Pascapanen. PT Raja Grafindo. Jakarta.

Madjid, A. R. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Bahan Ajar Online untuk mata kuliah: (1) Dasar-Dasar Ilmu Tanah, (2) Kesuburan Tanah, (3) Teknologi Pupuk Hayati, dan (4) Pengelolaan Kesuburan Tanah Lanjut. Fakultas Pertanian Universitas SrIwijaya dan Program Pasca Sarjana Unsri http://dasar2ilmutanah.blogspot.com. Diakses 5 Desember 2010

Manik, W.S. 2007. Evaluasi Kualitas Bibit Surean Toona sinensis Roem. Asal Biji Pada Umur 5 bulan. Inpress.

Margareta, L. 2011. Optimasi pH Awal Media Produksi Enzim Proteolitik Kasar (Crude) Thermostabil dari Bakteri Isolat (A 2,4) Lumpur Lapindo. Skripsi. Unair. Surabaya.

Page 64: Cetak Revisi Materi Terbaru

64

Martina, A., N. Yuli dan M. Sutisna. 2002. Optimalisasi beberapa factor fisik terhadap laju degradasi selulosa kayu albasia Paraserianthes falcataria L. Nielsen dan karboksimetil selolusa secara enzimatis oleh jamur. Jurnal Natur Indonesia 4(2), p: 156-162

Mashudi, Dedi S. dan Surip. 2005. Aplikasi Variasi Media Perkecambahan Pada Persemaian Pulai. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, Vol.2, No.1, p: 13-19

Mengel, K. and Kirby, E.A. 1978. Principles of Plant Nutrition . International Potash Institute. Bern. Swizerland

Mindawati, N, dan Yusnita S. 2005. Pengaruh Macam Media Terhadap Pertumbuan Semai Acacia mangium Willd. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam (2)(1), p: 53-59

Mulyono, D. 2010. Pemanfaatan Limbah Jagung Menjadi Pupuk Organik Untuk Penyuburan Lahan Pertanian. Jurnal Rekayasa Lingkungan, Vol.6, No.1, p:.52.

Munir, M. 1996. Tanah-Tanah Utama Indonesia. Pustaka Jaya . Jakarta.

Nengsi dan Indriyanto. 2008. Pengaruh Konsentrasi Pupuk Daun Bayfolan Terhadap Pertumbuhan Bibit Mahoni (Swetenia macrophylla King.). http://www.unila.ac.id/fp-Fakultas Pertanian Universitas Lampung

Novi S. W., dan Indriyanto. 2008. Pengaruh Pemberian Bokashi, Serbuk Kayu Gergajian, Sekam Padi dan KulitKopi pada Tanah Sebagai Media Sapih Terhadap Pertumbuhan Semai Cempaka Kuning (Micheliachampaca L.). http://www.unila.ac.id/fp-Fakultas Pertanian Universitas Lampung

Nursyamsi, D., O. Supandi, D. Erfandi, Sholeh dan I.P.G. Wijaya –Adhi. 1995. Penggunaan Bahan Organik, Pupuk P dan K untuk Meningkatkan Produktivitas Tanah Podsolik (Typic Kandiudult). Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.

Okalebo, J.R., K.W. Gathua dan P.L. Woomer. 1993. Laboratory Methods of Soil and Plant Analysis: A Working Manual. TSBF, UNESCO-ROSTA.

Park, Y.D. 1990. Utilization of organic wastes as fertilizers in Korea. Paper presented at seminar on the use of organic fertilizer in crop production, at suweon, south korea.

Permita, D. Bunga Matahari Bantu Hilangkan Radiasi. http:// tekno. liputan6. com/read/352707/bunga-matahari-bantu-hilangkan-radiasi. Diakses 28 Desember 2011.

Pinus Lingga. 1991. Jenis dan Kandungan Hara Pada Beberapa Kotoran Ternak. Pusat Pelatihan Pertanian Dan Pedesaan Swadaya. Antanan. Bogor.

Page 65: Cetak Revisi Materi Terbaru

65

Pramono dan H. Suhaendi. 2006. Manfaat Sertifikasi Sumber Benih, Mutu Benih dan Mutu Bibit dalam Mendukung Gerhan. Prosiding Hasil Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor. P:. 49-61.

Primavanni, F. Studi Ketahanan Hidup dan Aktivitas Nitrat reduktase pada tanaman Cassia fistula yang ditanam pada media lumpur sidoarjo, pasir dan pupuk organik. http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-9219-1504100017 Abstract_id.pdf Diakses 21 Juni 2011.

Purwati, A. 2007. Lumpur Lapindo Kandung Logam Berat Berbahaya www. google.com/lumpurlapindo. Diakses 21 Juni 2011.

Putri, A.I. 2008. Pengaruh Media Organik Terhadap Indek Mutu Cendana . Jurnal Pemulian Tanaman Hutan, Vol.21, No.1

Putri, A. I. 1999. Priming Effect of Pineapple Wastes Decomposition Process By Algae Biomass. Gadjah Mada University. Yogyakarta.

Rahayu, R.D. 2008. Pengaruh Pemanfaatan Bahan Organik Paitan (Thitonia diversifolia), Kotoran Ayam, Kotoran Sapi dan Lumpur Lapindo Terhadap pH Tanah dan Kation basa Tanah (dd) serta Pertumbuhan Tanaman Jagung Zea mays Pada Inceptiol Porong Sidoarjo. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.

Rahmawati, N. 2005. Pemamfaatan Biofertilizer Pada Pertanian Organik. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan

Sandy, N.J., Tutik Nurhidayati dan Kristanti Indah P. Profil Protein Tanaman Kiambang (Salvinia molesta) Yang Dikulturkan Pada Media Modifikasi Air Lumpur Sidoarjo. http: // digilib. its.ac. id/ public/ITS-Undergraduate-13281-Paper.pdf Diakses 21 Juni 2011

Santosa, E. 2003. Pengaruh Jenis Pupuk Organik dan Mulsa Terhadap Pertumbuhan Tanaman Lidah Buaya Aloe vera Mill. Bul.Agron. (31)(3) p:120-125.

Sastrosupadi, A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis bidang Pertanian. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Scholes, M.C., Swift, O.W. Heal, P.A. Sachez, JSI., Ingram and R. dudal. 1994 Soil Fertility Research in Response to Demand for Sustainability in the Biological Management of Tropical Soil Fertility (Eds Woomer, PL. and Swift., MJ). John Wiley & sons. New York.

Seta, A.K. 1987. Konservasi Sumberdaya Tanah. Kalam Mulia. Jakarta.

Siahaan, H., Nanang H., Teten RS., dan Nasrun S. 2007. Peningkatan Pertumbuhan Bibit Kayu Bawang Protium javanicum Burm F. Dengan Aplikasi Arang Kompos dan Naungan. Prosiding Ekspose Hasil-hasil Penelitian.

Page 66: Cetak Revisi Materi Terbaru

66

Siarudin, M. dan Endah Suhendah. 2007. Uji Pengaruh Mikoriza dan Cuka kayu terhadap Pertumbuhan Lima Provenan sengon di Pesemaian. Junal Pemuliaan tanaman Hutan. Vol.1.N0.1 Juli 2007

Stevenson, FT. 1982. Humus Chemstry. John Wiley & sons. New York.Sudadi, Yuni NH dan Sumani. 2007. Ketersediaan K dan Hasil Kedelai

Glycine max L.. Merril Pada Tanah Vertisol Yang Diberi Mulsa dan Pupuk Kandang. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan, Vol. 7, No.1,.p : 8-12.

Soedarjo. .2003. Teknologi Rhizobium pada Tanaman Kedelai. Balitkabi Malang.

Soedarjo dan Muchdar. 2003. Faktor yang Mempengaruhi Nodulasi dan Efektivitas Rhizobium. Balitkabi. Malang.

Sudarto, 2006. Dam[pak Lumpur Panas Lapindo Terhadap Lingkungan Pertanian Sidoarjo. http://bem fp.brawijaya.ac.id/info. Diakses 20 Juni 2011.

Sudiarto dan Gusmaini. 2004. Pemanfaatan Bahan Organik In Situ Untuk Efisiensi Budidaya Jahe Yang Berkelanjutan. Jurnal Litbang Pertanian, 23(2).

Sudradjat, R. 2002. Mengelola Sampah Kota. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sudomo, A., Encep Rahman dan Nina M. 2010. Mutu Bibit Manglid Manglieta glauca BI Pada Tujuh Jenis Media Sapih. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, Vol.7, No.5, p:265-272

Sufardi, Djayakusuma, A.D., Suyono, T.S.Hassan, 1999. Perubahan karateristik muatan dan retensi fosfor ultisol akibat pemberian amelioran dan pupuk fosfat. Konggres Nasional VII. HITI. Bandung

Sugiarto, B. 2006. Empat Jenis Mangrove di tanam di Lumpur Lapindo..http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/12/tgl/18/time/165247/idnews/721463/idkanal/10. Diakses 20 Juni 2011

Sugiarto. 2000. Aplikasi Bahan Organik Tanaman Terhadap Komunitas Fauna Tanah dan Pertumbuhan Kacang Hijau Vigna radiate. Jurnal Biodiversitas Vol.1, No.1, p: 25-29.

Suharjo, U.K.J. 2001. Efektifitas Nodulasi rhizobium javanicum Pada Kedelai Yang tumbuh di Tanah sisa Inokulasi dan tanah dengan Inokulasi Tambahan. Jurnal ilmu-ilmu pertanian Indonesia. Vol.3. no.1, 2001. P.31-35

Suntoro, W.A. 2003. Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah dan Upaya Pengelolaannya. UNS. Surakarta.

Suriadikarta, D.A., T. Prihatini, D. Setyorini dan W. Hartatik. 2005. Teknologi Pengelolaan Bahan Organik Tanah. Pusat Penelitian dan Pengembangan

Page 67: Cetak Revisi Materi Terbaru

67

Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian, Deptan. Jakarta.

Suriawira, U. 2002. Pupuk organik kompos dari sampah. Penerbit Alumni. Bandung.

Suryowinoto, S.M., 1997. Flora Eksotika, Tanaman Hias Berbunga. Yogyakarta.

Syakir, M., MH. Bintoro dan H. Agusta. 2009. Pengaruh Ampas Sagu dan Kompos Terhadap Produktivitas Lada Perdu. Jurnal Littri 15 (4), p: 168-173.

Syukur, A. 2005. Pengaruh Pemberian Bahan Organik Terhadap Sifat-Sifat Tanah dan Pertumbuhan Caisim di Tanah Pasir Pantai. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan vol 5 (1), p:30-38.

Syukur, A dan Nur Indah M. 2006. Kajian Pengaruh Pemberian Macam Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jahe di Inceptisol, Karanganyar. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan, Vol. 6 (2), p:124-131.

Tajang, AU., dkk. 1989. Abu Sekam Padi Sebagai Bahan Pengganti Zeolit Dan Karbon Aktif pada Proses Penjernihan Air. Fmipa Unhas. Makassar.

Tan, K. H. 1993. Environmenal Soil Science. Marcel Dekker Inc. New York.

Tejasuwarno, 1999. Pengaruh Pupuk Kandang Terhadap Hasil Wortel dan Sifat Fisik Tanah. Konggres Nasional VII. HITI. Bandung

Tian, G., L. Brussard, B.T., Kang and M.J. Swift. 1997. Soil fauna-mediated decomposition of plant residues under contreined environmental and residue quality condition. In Driven by Nature Plant Litter Quality and Decomposition, Department of Biological Sciences. (Eds Cadisch, G. and Giller, K.E.), pp. 125-134. WeyCollege, University of London, UK.

Toni. 2010. Teknik Budidaya Tanaman Sengon. http: // www. kabayan. web.id/ 2010 /12/teknis-budidaya-tanaman-sengon.html. Diakses 28 Desember 2011.

Triwilaida dan RMS. Harahap. 1990. Pentingnya Pemupukan Pada Hutan Tanaman Industry. Jurnal penelitian dan pengembangan kehutanan VI (3):26-29

Utami, S. Struktur Morfologi Dan Anatomi Akar Kacang Hijau Vigna Radiata Pada Media Lumpur Lapindo. http://digilib.its.ac.id/ITS-Undergraduate-3100008032140/2587. Diakses 21 Juni 2011.

Wahyono, S. 2010. Tinjauan Manfaat Kompos dan Aplikasinya Pada berbagai Bidang Pertanian. Jurnal Rakayasa Lingkungan Vol.6, No.1 . p: 29-31.

Page 68: Cetak Revisi Materi Terbaru

68

Wahyuti. 2010. Kurangi Pemanasan Global dengan Pohon Trembesi. http://wahyuti4tklarasati.blogspot.com/2010/06/kurangi-pemanasan-global-dengan-pohon.htmltr8 Diakses 21 Juni 2011.

Warsiti. 2009. Kajian Pemakaian Pupuk Kandang Sapi Pada Tanah Regosol Kelabu Terhadap Erosi. Jurnal Orbith. Vol. 5, No.1,p :52-59

Wigati, ES., Abdul, S dan Bambang DK. 2006. Pengaruh Takaran Bahan Organik dan Tingkat Kelengasan Tanah Terhadap Serapan Fosfor Oleh Kacang Tunggak di Tanah Pasir Pantai. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol. 6 (1), p:53-58.

Wiguna, I.P.A., Wahyudi C., dan Amien Widodo. 2009. Penanggulangan Semburan Lumpur Lapindo. PSKB., LPPM., ITS. Surabaya.

Wiskandar, 2002. Pemanfaatan pupuk kandang untuk memperbaiki sifat fisik tanah di lahan kritis yang telah diteras. Konggres Nasional VII.

Wong, M.T.F, E. Akyeampong, S. Nortcliff, M.R. Rao, and R.S. Swift. 1994. Initial Responses of Maize and Beans to Decreased Consentration of Monomeric Inorganic Aluminium with Aplication of Manure or Tree Prunings to on Oxisol in Burundi. Plant and Soils 171; 275-282.

Yuwono, Nasih Widya. 2009. Membangun Kesuburan Tanah Di Lahan Marginal. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan, Vol.9, No.2,p: 137-141.

Page 69: Cetak Revisi Materi Terbaru

69

LAMPIRAN 1

Prosedur Analisis Kimia (Agus, 2005)

a. Penetapan N Total Metode Kjeldahl

Cara kerja

Destruksi contoh tanah endapan lumpur lapindo

Contoh tanah endapan lumpur, bahan organik sekam padi, kompos dan

pupuk kandang sapi, masing-masing ditimbang 0,500 g ukuran kurang 0,5 mm,

lalu dimasukan ke dalam tabung digest. Kemudian ditambahkan 1 g campuran

selen dan 3 ml asam sulfat pekat, didestruksi hingga suhu 350OC (3-4 jam).

Destruksi diakhiri (selesai) bila keluar uap putih dan didapat ekstrak jernih

(sekitar 4 jam). Selanjutnya tabung diangkat, di tunggu sampai dingin dan

kemudian ekstrak diencerkan dengan air bebas ion hingga tepat 50 ml dalam

erlen meyer. Kemudian dikocok (shaker 15 rpm) sampai homogen, dibiarkan

semalam agar partikel mengendap. Ekstrak digunakan untuk pengukuran N

dengan cara kolorimetri.

Pengukuran N

Pengukuran N dengan spektrofotometer

Ekstrak contoh dipipet masing-masing 2 ml ke dalam tabung reaksi dan

deret standar. Kemudian tambahkan berturut-turut larutan Sangga Tartrat dan

Na-fenat masing-masing sebanyak 4 ml, kocok dan biarkan 10 menit.

Selanjutnya tambahkan 4 ml NaOCl 5 %, kocok dan diukur dengan

Page 70: Cetak Revisi Materi Terbaru

70

spektrofotometer pada panjang gelombang 636 nm setelah 10 menit sejak

pemberian pereaksi ini. Catatan: Warna biru indofenol yang terbentuk kurang

stabil. Upayakan agar diperoleh waktu yang sama antara pemberian pereaksi

dan pengukuran untuk setiap deret standar dan contoh.

Perhitungan

Cara Spektrofotometri:

Kadar nitrogen (%) = ppm kurva x ml ekstrak 1000 ml-1 x 100/mg contoh

x fp x fk = ppm kurva x 50 1.000-1 x 100 500-1 x fp x fk = ppm kurva x 0,01 x fp x

fk

Keterangan:

ppm kurva = kadar nitrogen contoh yang didapat dari kurva hubungan

antara kadar deret standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko; 100

= konversi ke %; fp = faktor pengenceran (bila ada); fk = faktor koreksi kadar air

= 100/(100 – % kadar air)

b. Penetapan P Tersedia Metode Olsen

Cara Kerja

Contoh tanah endapan lumpur lapindo, bahan organik sekam padi,

kompos dan pupuk kandang sapi ukuran kurang dari 2 mm, masing-masing

ditimbang sebanyak1,000 g, lalu dimasukkan ke dalam botol kocok, ditambah 20

ml pengekstrak Olsen, kemudian dikocok (shaker 15 rpm) selama 30 menit.

Kemudian disaring dan bila larutan keruh dikembalikan lagi ke atas saringan

semula. Ekstraknya dipipet 2 ml ke dalam tabung reaksi dan selanjutnya

bersama deret standar ditambahkan 10 ml pereaksi pewarna fosfat, dikocok

hingga homogen dan dibiarkan 30 menit. Absorbansi larutan diukur dengan

spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm.

Page 71: Cetak Revisi Materi Terbaru

71

Perhitungan

Kadar P2O5 tersedia (ppm) = ppm kurva x ml ekstrak/1.000 ml x 1.000 g/g

contoh x fp x 142/90 x fk = ppm kurva x 20/1.000 x 1.000/1 x 142/90 x fk = ppm

kurva x 20 x 142/90 x fk

Keterangan:

ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara

kadar deret standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko; . fp = faktor

pengenceran (bila ada); 142/190 = faktor konversi bentuk PO4 menjadi P2O5; fk

= faktor koreksi kadar air = 100/(100 – % kadar air)

c. Penetapan C organik Metode Walkey dan Black

Cara kerja

Contoh tanah endapan lumpur lapindo, bahan organik sekam padi,

kompos dan pupuk kandang sapi ukuran kurang 0,5 mm, masing-masing

ditimbang sebanyak 0,500 g, lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml.

Kemudian ditambahkan 5 ml K2Cr2O7 1 N, lalu dikocok (shaker 15 rpm).

Selanjutnya ditambahkan 7,5 ml H2SO4 pekat, dikocok lalu diamkan selama 30

menit. Diencerkan dengan air bebas ion, dibiarkan dingin dan diimpitkan.

Keesokan harinya diukur absorbansi larutan jernih dengan spektrofotometer

pada panjang gelombang 561 nm. Sebagai pembanding dibuat standar 0 dan

250 ppm, dengan memipet 0 dan 5 ml larutan standar 5.000 ppm ke dalam labu

ukur 100 ml dengan perlakuan yang sama dengan pengerjaan contoh. Catatan:

Bila pembacaan contoh melebihi standar tertinggi, ulangi penetapan dengan

menimbang contoh lebih sedikit. Ubah faktor dalam perhitungan sesuai berat

contoh yang ditimbang.

Page 72: Cetak Revisi Materi Terbaru

72

Perhitungan

Kadar C-organik (%) = ppm kurva x ml ekstrak 1.000 ml-1 x 100 mg

contoh-1 x fk = ppm kurva x 100 1.000-1 x 100 500-1 x fk = ppm kurva x 10 500-

1 x fk

Keterangan:

ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara

kadar deret standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko.; 100 =

konversi ke %; fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 – % kadar air)

d. Penetapan Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan Kejenuhan Basa (KB)

Cara kerja

Contoh tanah endapan lumpur lapindo dan media pembibitan akhir

inkubasi 30 hari, ukuran kurang dari 2 mm, masing-masing ditiimbang sebanyak

2,500 g, lalu dicampur dengan lebih kurang 5 g pasir kuarsa. Kemudian

dimasukkan ke dalam tabung perkolasi yang telah dilapisi berturut-turut dengan

filter flock dan pasir terlebih dahulu (filter pulp digunakan seperlunya untuk

menutup lubang pada dasar tabung, sedangkan pasir kuarsa sekitar 2,5 g) dan

lapisan atas ditutup dengan penambahan 2,5 g pasir. Ketebalan setiap lapisan

pada sekeliling tabung diupayakan supaya sama. Disiapkan pula blanko dengan

pengerjaan seperti contoh tapi tanpa contoh tanah. Kemudian diperkolasi dengan

amonium acetat pH 7,0 sebanyak 2 x 25 ml dengan selang waktu 30 menit.

Filtrat ditampung dalam labu ukur 50 ml, diimpitkan dengan amonium acetat pH

7,0 untuk pengukuran kationdd: Ca, Mg, K dan Na (S). Tabung perkolasi yang

masih berisi contoh diperkolasi dengan 100 ml etanol 96 % untuk menghilangkan

kelebihan amonium dan perkolat ini dibuang. Sisa etanol dalam tabung perkolasi

Page 73: Cetak Revisi Materi Terbaru

73

dibuang dengan pompa isap dari bawah tabung perkolasi atau pompa tekan dari

atas tabung perkolasi. Selanjutnya diperkolasi dengan NaCl 10 % sebanyak 50

ml, filtrat ditampung dalam labu ukur 50 ml dan diimpitkan dengan larutan NaCl

10 %. Filtrat ini digunakan untuk pengukuran KTK dengan cara destilasi atau

kolorimetri.

Pengukuran kationdd (Ca, Mg, K, Na)

Perkolat NH4 - Ac (S) dan deret standar K, Na, Ca, Mg masing-masing

dipipet 1 ml ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 9 ml larutan La 0,25

%. Diukur dengan AAS (untuk Ca dan Mg) dan flamefotometer (untuk

pemeriksaan K dan Na) menggunakan deret standar sebagai pembanding.

Pengukuran KTK

Pengukuran KTK dapat dilakukan dengan cara destilasi langsung,

destilasi perkolat NaCl dan kolorimetri perkolat NaCl.

Destilasi langsung

Pada cara destilasi langsung dikerjakan seperti penetapan N-Kjeldahl

tanah, isi tabung perkolasi (setelah selesai tahap pencucian dengan etanol)

dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu didih. Digunakan air bebas ion

untuk membilas tabung perkolasi. Ditambahkan sedikit serbuk batu didih dan

aquades hingga setengah volume labu. Disiapkan penampung untuk NH3 yang

dibebaskan yaitu erlenmeyer yang berisi 10 ml asam borat 1 % yang ditambah 3

tetes indicator Conway (berwarna merah) dan dihubungkan dengan alat destilasi.

Dengan gelas ukur, tambahkan NaOH 40% sebanyak 10 ml ke dalam labu didih

yang berisi contoh dan secepatnya ditutup. Destilasi hingga volume penampung

mencapai 75 ml (berwarna hijau). Destilat dititrasi dengan H2SO4 0,050 N hingga

warna merah muda. Catat volume titar contoh (Vc) dan blanko (Vb).

Destilasi perkolat

Page 74: Cetak Revisi Materi Terbaru

74

Cara destilasi perkolat dilakukan dengan memipet 10 ml perkolat NaCl ke

dalam labu didih (tambahkan 1 ml parafin cair untuk menghilangkan buih).

Selanjutnya dikerjakan dengan cara yang sama seperti destilasi langsung.

Kolorimetri

Pengukuran NH4+ (KTK) dapat pula ditetapkan dengan metode Biru

Indofenol. Pipet masing-masing 0,5 ml perkolat NaCl dan deret standar NH4+ (0;

2,5; 5; 10; 15; 20 dan 25 me l-1) ke dalam tabung reaksi. Ke dalam setiap tabung

tambahkan 9,5 ml air bebas ion (pengenceran 20x). Pipet ke dalam tabung

reaksi lain masing-masing 2 ml ekstrak encer dan deret standar. Tambahkan

berturut-turut larutan sangga Tartrat dan Na-fenat masing-masing sebanyak 4 ml,

kocok dan biarkan 10 menit. Tambahkan 4 ml NaOCl 5 %, kocok dan diukur

dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 636 nm setelah 10 menit

sejak pemberian pereaksi ini. Catatan: Warna biru indofenol yang terbentuk

kurang stabil. Upayakan agar diperoleh waktu yang sama antara pemberian

pereaksi dan pengukuran untuk setiap deret standar dan contoh.

Perhitungan

Kationdd (cmol (+) kg-1) (S) = (ppm kurva/bst kation) x ml ekstrak 1.000

ml-1 x 1.000 g g contoh-1 x 0,1 x fp x fk = (ppm kurva/bst kation) x 50 ml 1.000

ml-1 x 1.000 g 2,5 g-1 x 0,1 x fp x fk = (ppm kurva/bst kation) x 2 x fp1 x fk

Kapasitas tukar kation (T)

Cara destilasi langsung:

KTK (cmol (+) kg-1) = (Vc - Vb) x N H2SO4 x 0,1 x 1.000 g/2,5 g x fk = (Vc

- Vb) x N H2SO4 x 40 x fk

Cara destilasi perkolat:

KTK (cmol (+) kg-1) = (Vc - Vb) x N H2SO4 x 0,1 x 1.000 g/2,5g x 50 ml/10

ml x fk = (Vc - Vb) x N H2SO4 x 200 x fk

Cara kolorimetri:

Page 75: Cetak Revisi Materi Terbaru

75

KTK (cmol (+) kg-1) = me kurva x 50 ml 1.000 ml-1 x 1.000 g 2,5 g-1 x 0,1

x fp2 x fk = me kurva x 2 x fp2 x fk

Kejenuhan basa = jumlah kationdd (S)/KTK (T) x 100 %

Keterangan:

ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara

kadar deret standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko; 0,1 = faktor

konversi dari mmol ke cmol; bst kation = bobot setara: Ca : 20, Mg: 12,15, K: 39,

Na: 23 ; fp1 = faktor pengenceran (10); fp2 = faktor pengenceran (20); fk = faktor

koreksi kadar air = 100/(100 – % kadar air); S = jumlah basa-basa tukar (cmol(+)

kg-1); T = kapasitas tukar kation (cmol(+) kg-1).

Page 76: Cetak Revisi Materi Terbaru

76

LAMPIRAN 2

Prosedur Analisis Porositas Total, Kadar Air Tersedia (kurva pF) dan

Kemantapan Agregat (Kuswara dan Salam Hadi, 1990)

a. Porositas Total

Media pembibitan yang sudah diinkubasi selama 30 hari akan diambil

contohnya untuk dianalisis porositas total dengan menggunakan rumus berikut.

PT = 1 – (BI/BJ) x 100%

Keterangan: PT = porositas total ; BI = berat isi ; BJ= berat jenis

Prosedur Mengukur Berat Isi (BI)

Mengukur berat isi contoh media pembibitan dengan prosedur kerja

sebagai berikut.

1. Contoh media pembibitan diambil dengan tabung kuningan

2. Menimbang contoh media dengan tabungnya (X g)

3. Menimbang berat tabung (Y g)

4. Berat contoh media = (X-Y) g

5. Menetapkan kadar air contoh media (P %)

6. Berat kering contoh media = (X-Y)-P(X-Y)/100

7. Berat isi media = ( (X-Y)-P(X-Y)/100 )/ volume tanah (g/cc)

Prosedur Mengukur Berat Jenis (BJ)

Contoh media pembibitan yang telah dioven dengan suhu 1050C selama

24 jam (hasil pengamatan BI) kemudian dihaluskan dan dimasukkan kedalam

labu ukur (Va). Sebelumnya menimbang labu ukur terlebih dahulu, kemudian

Page 77: Cetak Revisi Materi Terbaru

77

dituangi dengan air yang sudah disiapkan sampai sekitar ¾ volume labu.

Dilakukan secara perlahan-lahan sambil dikocok-kocok dan tambahkan air

sampai mencapai tanda di labu ukur. Perhatikan, apakah masih ada gelembung-

gelembung udara yang terperangkap oleh partikel padatan yang ada dalam labu

ukur selama dikocok. Jika masih ada maka gelembung udara itu harus

dihilangkan dengan cara memanaskan labu beserta isinya sampai mendidih.

Tambahkan air yang sudah direbus sampai tanda batas, catat volume seluruh air

yang dimasukkan ke labu (Vb). Kemudian hitung volume padatan media (Vp)

dengan rumus berikut : Vp = 100 – (Vb-Va).

b. Kadar Air Tersedia (Kurva pF)

Contoh media diambil dengan ring (untuk mengukur distribusi pori = PDC,

PDL dan PAT) kemudian dijenuhkan selama 48 jam yaitu dengan cara menjenuhi

contoh media ini dengan air sampai berlebihan. Setelah itu contoh media yang

sudah jenuh ditimbang untuk pF0 dan sebagian yang lain masukkan dalam sand

box/pressure plate apparatus (untuk pF2 dan pF2,5) dan pressure plate (pF 4,2)

yang sudah ditetapkan tekanannya selama kurang lebih 48 jam. Setelah itu

ditimbang sebagai bobot basah kemudian dioven pada suhu 1050C selama 24

jam dan ditimbang kembali sebagai bobot kering.

Kemampuan menahan air = pF0

PDC = pF0 – pF2

PDL = pF2 – pF2,5

PAT (kadar air tersedia) = pF2,5 – pF4,2

c. Kemantapan Agregat

Media pembibitan pada akhir penelitian akan diambil contohnya untuk

dianalisis kemantapan agregatnya. Kemantapan agregat diukur dengan metode

ayakan basah. Menyiapkan satu set ayakan yang disusun mulai dari yang

memiliki lubang terbesar paling atas berurutan sampai yang lubangnya paling

Page 78: Cetak Revisi Materi Terbaru

78

kecil terbawah. Kemudian masukkan sekitar 50 g contoh media dan sebar pada

ayakan yang paling atas kemudian dimasukkan kedalam silinder yang telah diisi

air serta kaitkan dengan medin penggerak dan hubungkan dengan aliran listrik

selama 5 menit dengan kecepatan 70 rpm. Turunkan susunan ayakan,

pindahkan contoh media yang tertinggal di masing-masing ayakan ke kaleng

timbang yang sudah diketahui bobotnya dengan bantuan corong, keringkan

dalam oven pada suhu 1050C selama 24 jam kemudian timbang berat keringnya.

Page 79: Cetak Revisi Materi Terbaru

79

LAMPIRAN 3

Prosedur Pemeriksaan Mikroba ( Hadioetomo, 2000 )

Contoh tanah endapan lumpur lapindo, bahan organik sekam padi,

kompos, pupuk kandang sapi dan media pembibitan, masing-masing diambil 1 g,

dimasukkan dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml aquades steril, lalu dikocok

secara manual selama 5 menit. Selanjutnya melakukan pengenceran bertingkat

yaitu mengambil hasil kocokan, masing-masing 1 ml dan dimasukkan ke dalam

tabung reaksi yang berisi 9 ml aquades steril, dikocok secara manual selama 5

menit dan seterusnya sampai tingkat pengenceran 10-5. . Kemudian setiap tingkat

pengenceran diambil 1 ml dan diinokulasikan (disebarkan) pada media

pembiakan mikroba (PDA). Selanjutnya media yang sudah diinokulasi diinkubasi

selama 24 jam, setelah itu akan tumbuh koloni mikroba. Catat dan pisahkan

koloni yang berbeda pada media lain, lakukan pengamatan bentuk, tepi, dan

rataan permukaan koloni. Koloni bakteri akan menampakkan seperti berlendir,

koloni kapang atau jamur dan aktinomiset akan menampakkan seperti adanya

serat atau benang di permukaan media.

Secara ringkas pemeriksaan mikroba pada contoh tanah endapan

lumpur lapndo, bahan organik sekam padi, kompos, pupuk kandang sapi dan

media pembibitan pada Gambar 5 berikut.

Page 80: Cetak Revisi Materi Terbaru

80

Contoh bahan 1 g 9 ml aquades steril, lalu kocok

1 ml

Inokulasi 1 ml

9 ml aquades steril

Media biakan

1 ml

Inokulasi 1 ml

9 ml aquades steril

1 ml Media biakan

Inokulasi 1 ml

9 ml aquades steril

Media biakan

1 ml

Inokulasi 1 ml

9 ml aquades steril

Media biakan

1 ml

Inokulasi 1 ml

9 ml aquades steril

Media biakan

INKUBASI

SELAMA

24JAM

AMATI

KOLONI

MIKROBA

TUMBUH

Page 81: Cetak Revisi Materi Terbaru

81

Gambar 6. Diagram Alir Pemeriksaan Mikroba

LAMPIRAN 4

Prosedur Pengamatan dan Pengukuran Pertumbuhan Tanaman (Sudomo, 2010 dan Suharjo, 2001)

a. Tinggi Tanaman (cm)

Tinggi tanaman akan diamati dan diukur dari bagian atas permukaan

tanah sampai dengan ujung daun pada setiap tanaman dengan menggunakan

penggaris. Pengamatan dan pengukuran dilakukan pada saat tanaman baru

dipindahkan (sapih) ke media pembibitan dan setelah bibit berumur 60 hari

setelah sapih (akhir penelitian).

b. Diameter Batang Tanaman (cm)

Diameter batang tanaman akan diamati dan diukur pada setiap tanaman

dengan menggunakan kaliper. Pengamatan dan pengukuran dilakukan pada

saat tanaman baru dipindahkan (sapih) ke media pembibitan dan setelah bibit

berumur 60 hari setelah sapih (akhir penelitian).

c. Jumlah Daun (helai)

Jumlah daun akan diamati dan dihitung pada setiap tanaman dengan

cara manual. Pengamatan dan penghitungan dilakukan pada saat tanaman baru

dipindahkan (sapih) ke media pembibitan dan setelah bibit berumur 60 hari

setelah sapih

d. Panjang Akar (cm).

Panjang akar tanaman akan diamati dan diukur pada setiap tanaman dari

bagian pangkal akar dibawah permukaan tanah sampai dengan ujung akar

dengan menggunakan penggaris. Pengamatan dan pengukuran dilakukan pada

Page 82: Cetak Revisi Materi Terbaru

82

saat tanaman baru dipindahkan (sapih) ke media pembibitan dan setelah bibit

tanaman berumur 60 hari setelah sapih.

e. Bintil Akar

Bintil akar tanaman trembesi dan sengon yang terbentuk akan diamati

dan dihitung jumlahnya kemudian akan ditimbang bobotnya pada saat bibit

berumur 60 hari (akhir penelitian).

f. Bobot Basah (g)

Bobot basah tanaman akan ditimbang pada setiap tanaman saat bibit

akan ditanam dalam media pembibitan dan setelah bibit berumur 60 hari setelah

sapi (akhir penelitian). Sebelum ditimbang, tanaman dibersihkan dari kotoran

seperti tanah yang menempel di perakaran dan organ lain.

g. Bobot Kering (g)

Bobot kering tanaman akan ditimbang pada saat bibit tanaman berumur

60 hari setelah sapih. Bobot kering yang ditimbang yaitu: bobot kering akar

(BKA) dan bobot kering batang dan daun (BKBD). Bobot kering akan diperoleh

dengan mengeringkan (oven) contoh tanaman pada suhu 105OC atau menjemur

sinar matahari sampai berat konstan sekitar 7 hari.

Page 83: Cetak Revisi Materi Terbaru

83

LAMPIRAN 5

Prosedur Pengukuran Mutu Bibit Tanaman (Sudomo, 2010)

Untuk mengetahui kualitas bibit secara fisiologis maka dilakukan

penghitungan Indeks Mutu Bibit (IMB) pada akhir penelitian. Penghitungan

indeks mutu bibit menggunakan cara Dickson dalam Sudomo (2010) dengan

rumus sebagai berikut.

IMB = (A+B)

(CD

+ AB

)

Keterangan : IMB = Indeks Mutu Bibit; A= Bobot kering batang dan daun (g); B =

bobot kering akar (g); C= Tinggi tanaman (cm) dan D= Diameter batang (cm)

Page 84: Cetak Revisi Materi Terbaru

84

LAMPIRAN 6

Denah Percobaan dan Pengacakan Rancangan Acak Lengkap

(Sastrosupadi, 2000)

Denah Percobaan

Ulangan Kode Perlakuan Media Pembibitan

M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10

I

II

III

IV

V

Total

Rerata

Pengacakan Rancangan Acak Lengkap

M10I M1IV M9IV M4I M10III M8III M7III M5I M1I M4V

M6I M10II M5IV M7IV M1II M2II M6IV M2IV M8V M9I

M8II M3IV M1III M6II M4II M5II M3II M4IV M6V M10V

M9V M5V M7V M5III M9III M4III M2III M9II M3I M7I

M1V M8I M3V M2I M3III M6III M8IV M7II M10IV M2V

Page 85: Cetak Revisi Materi Terbaru

85