Revisi Terbaru Pendahuluan Wonosobo

64
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gerakan tanah atau tanah longsor adalah perpindahan material penyusun lereng berupa tanah, batuan, bahan timbunan atau campuran material yang bergerak ke bawah atau keluar lereng. Menurut proses terjadinya, gerakan tanah dapat dikelompokkan menjadi runtuhan, robohan, longsoran aliran dan gerakan tanah komplek. Hingga dekade terakhir menunjukan bahwa bencana gerakan tanah tetap terjadi dan menimbulkan korban manusia, harta benda dan terganggunya sistem keterkaitan dan ketergantungan antara komponan lingkungan. Oleh karena itu perlu tindakan nyata guna menekan atau meminimalisir korban secara tepat, cepat dan terkoordinasi. Tindakan nyata tersebut adalah pemeriksaan daerah rentan dan/atau telah terjadi bencana tanah longsor. Cepat artinya segera memeriksa daerah rentan dan/atau telah terjadi bencana tanah longsor agar korban tidak semakin bertambah. Tepat artinya pemberian saran tindak penanggulangan dengan benar dan sesuai prosedur sehingga dapat diterapkan dalam upaya mitigasi bencana. Terkoordinasi berati kegiatan pemeriksaan dan penanggulangan bencana dilakukan dengan kerjasama dengan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota sehingga hasilnya optimal. 1

Transcript of Revisi Terbaru Pendahuluan Wonosobo

Page 1: Revisi Terbaru Pendahuluan Wonosobo

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gerakan tanah atau tanah longsor adalah perpindahan material penyusun lereng

berupa tanah, batuan, bahan timbunan atau campuran material yang bergerak ke bawah

atau keluar lereng. Menurut proses terjadinya, gerakan tanah dapat dikelompokkan

menjadi runtuhan, robohan, longsoran aliran dan gerakan tanah komplek.

Hingga dekade terakhir menunjukan bahwa bencana gerakan tanah tetap terjadi dan

menimbulkan korban manusia, harta benda dan terganggunya sistem keterkaitan dan

ketergantungan antara komponan lingkungan. Oleh karena itu perlu tindakan nyata guna

menekan atau meminimalisir korban secara tepat, cepat dan terkoordinasi. Tindakan nyata

tersebut adalah pemeriksaan daerah rentan dan/atau telah terjadi bencana tanah longsor.

Cepat artinya segera memeriksa daerah rentan dan/atau telah terjadi bencana tanah longsor

agar korban tidak semakin bertambah. Tepat artinya pemberian saran tindak

penanggulangan dengan benar dan sesuai prosedur sehingga dapat diterapkan dalam upaya

mitigasi bencana. Terkoordinasi berati kegiatan pemeriksaan dan penanggulangan bencana

dilakukan dengan kerjasama dengan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota

sehingga hasilnya optimal.

Fenomena tersebut perlu dipahami karena masyarakat masih kurang memahami

terhadap bencana tanah longsor terutama yang bermukim di daerah rentan longsor, selain

itu juga karena pada umumnya masyarakat enggan untuk pindah dari tempat yang

ditinggalinya selama ini. Untuk itu perlu dilakukan pemetaan pada daerah yang rentan

dan/atau telah terjadi bencana gerakan tanah longsor yang ditindaklanjuti kajian penataan

kawasan pemukiman serta perumahan aman terhadap bahaya tanah longsor.

1.2. Maksud, Tujuan dan Manfaat

Kegiatan ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi melalui penelitian di daerah

rentan gerakan tanah, untuk mengurangi resiko adanya korban jiwa akibat bencana

gerakan tanah pada kawasan permukiman.

1

Page 2: Revisi Terbaru Pendahuluan Wonosobo

a. Tujuan dari Kegiatan ini adalah :

1. Mengetahui potensi kerentanan gerakan tanah di kawasan permukiman yang

berpotensi bencana.

2. Memperoleh arahan pengelolaan gerakan tanah agar terwujudnya satuan

lingkungan permukiman yang aman dari bencana.

b. Keluaran hasil kegiatan :

1. Peta potensi gerakan tanah dengan skala 1 : 25.000 termasuk rekomendasi.

2. Rencana tata guna lahan yang aman dari bencana tanah longsor, dengan

skala 1 : 25.000.

3. Gambar desain konstruksi penahan tebing atau saluran air pembuangan.

4. Rekomendasi penatan permukiman warga yang tinggal di daerah rawan

bencana tanah longsor.

c. Manfaat hasil kegiatan :

1. Sebagai salah satu referensi dalam mitigasi bencana tanah longsor.

2. Sebagai salah satu acuan untuk menyusun Tata Ruang Wilayah Kabupaten.

1.3. Lokasi Daerah Penelitian

Lokasi penelitian terletak di Wilayah Kecamatan Watumalang, Wilayah

Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo (Gambar 1.1), dan Kecamatan Bumijawa

Kabupaten Tegal (Gambar 1.2), Propinsi Jawa Tengah.

2

Page 3: Revisi Terbaru Pendahuluan Wonosobo

Gambar 1.1 Peta Lokasi Penelitian Kecamatan Watumalang dan Kejajar, Kabupaten Wonosobo

Gambar 1.2 Peta Lokasi Penelitian Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal

3

Page 4: Revisi Terbaru Pendahuluan Wonosobo

1.4. Lingkup Kegiatan

1. Melakukan survey dan pemetaan karakteristik permukaan medan

(kemiringan lereng, geologi, tata guna lahan), dan keairan/tata air untuk

mengetahui perannya sebagai pengontrol terjadinya gerakan tanah ;

2. Analisis curah hujan dan penggunan lahan untuk mengetahui perannya

sebagai pemicu gerakan tanah ;

3. Melakukan analisis dan evaluasi perilaku masyarakat setempat dalam

memanfaatkan lahan untuk permukiman, agar diketahui keterlibatannya

sebagai pemicu gerakan tanah;

4. Kajian penataan teknis kawasan permukiman guna mengurangi ancaman

bencana tanah longsor termasuk penentuan koordinat titik pantau gerakan

tanah.

5. Memberi rekomendasi berupa arahan pengelolaan/penataan lahan

permukiman yang lebih aman.

1.5. Tahapan Pekerjaan

Tahapan Pekerjaan fasilitasi penataan kawasan perumahan dan permukiman rawan

bencana tanah longsor di Kabupaten Wonosobo (Kec. Watumalang dan Kejajar) dan Tegal

(Kec. Bumijawa), adalah sebagai berikut :

1. Pekerjaan Tahap 1 ( Persiapan )

a. Penyelesaian Administrasi.

b. Pengumpulan dan Analisis data sekunder berupa peta rupa bumi skala

1:25.000, citra landsat/foto udara, peta geologi skala 1:100.000, peta

tata guna lahan, peta kemiringan lereng, data curah hujan dan peta

kerentanan gerakan tanah serta data lain yang mendukung pekerjaan.

c. Pembuatan peta dasar digital.

d. Penyiapan peralatan dan sarana penunjang.

e. Survey pendahuluan ( Observasi Lapangan ).

f. Penyusunan Laporan Pendahuluan

2. Pekerjaan Tahap II (Lapangan )

Pada tahap ini berupa kerja lapangan berupa pengambilan data lapangan

dengan melakukan :

4

Page 5: Revisi Terbaru Pendahuluan Wonosobo

a. Pemetaan topografi

b. Pemetaan geologi, meliputi unsur : morfologi (slope / kemiringan

lereng; litologi (batuan); struktur geologi

c. Deskripsi, pengukuran, pemetaan batuan dan tanah serta pengambilan

sampling tanah secara terorganisir.

d. Deskripsi kondisi geologi yang mencakup : morfologi dan geologi

lingkungan yang meliputi : tata guna lahan; tata air; kebencanaan

geologi (gerakan tanah).

3. Pekerjaan Tahap III ( Studio )

Merupakan pekerjaan studio, meliputi:

a.Analisis slope stability dan potensi gerakan tanah.

b. Rekomendasi struktur/bangunan penahan gerakan tanah.

c.Analisis pengelolaan gerakan tanah di kawasan permukiman.

d. Analisis penataan yang aman untuk perumahan dan permukiman.

e.Peta Geologi.

f. Peta Geomorfologi.

g. Peta Pola Pengaliran.

h. Peta Kemiringan Lereng.

i. Peta Zonasi Kerentanan Gerakan Tanah

1.6 Tata Cara Pelaporan

Tata cara pelaporan pendahuluan dibuat dengan kriteria Laporan Pendahuluan jika

pekerjaan selesai 20 %, dibuat sebanyak 10 (Sepuluh) buah buku dan dipaparkan pada

Panitia Penerima Hasil Pekerjaan selambat-lambatnya dalam 15 (lima belas) hari sejak

ditandatangani Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK), dengan memperhatikan hal-hal yang

tertuang dalam Berita Acara I, berisi :

Pendahuluan

Data Pendukung

Tim Pelaksana dan Keahliannya

Metode dan Tahapan Penelitian

Hasil Survey Pendahuluan

5

Page 6: Revisi Terbaru Pendahuluan Wonosobo

Untuk Draft Laporan Akhir (pekerjaan selesai 90 %) ini diserahkan sebanyak

10 (sepuluh) buah buku dan dipaparkan pada Panitia Penerima Hasil Pekerjaan selambat-

lambatnya dalam dalam waktu 75 (tujuh puluh lima) hari sejak ditandatangani Surat

Perintah Mulai Kerja (SPMK). Adapaun Draft Laporan Akhir berisikan sesuai dengan

kerangka pada lampiran, yaitu :

Pemetaan Topografi

Pemetaan/Deskripsi kemiringan lereng tanah dan batuan, struktur geologi

Deskripsi bentang alam, kemiringan, geologi, tata air, tata guna lahan dan

gerakan tanah

Analisis slope stability dan potensi gerakan tanah, pengelolaan/ penggunaan

lahan yang aman terhadap gerakan tanah

Rekomendasi jenis struktur/bangunan untuk menahan gerakan tanah

Laporan Akhir (pekerjaan selesai 100 %) ini diserahkan sebanyak 20 (dua puluh)

buah buku dilengkapi dengan Executive Summary dan data digital (foto dan peta-peta),

dipaparkan pada Panitia Penerima Hasil Pekerjaan selambat-lambatnya dalam waktu 90

(sembilan puluh) hari sejak ditandatangani Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) dalam

bentuk Compact Disc (CD). Peta dibuat dalam bentuk digital yang dapat diakses dalam

software Map Info.

Laporan akhir ini merupakan penyempurnaan atau perbaikan dari Draft Laporan

Akhir (contoh format terlampir), dilaksanakan dengan memperhatikan hal-hal yang

tercantum dalam Berita Acara II. Penyerahan buku laporan akhir ini disertai Berita Acara

Serah Terima III.

1.7 Peralatan Survey

Data pendukung dan peralatan survei dalam penelitian ini adalah:

1. Bahan yang digunakan dalam kegiatan ini, antara lain :

a. Peta dasar rupa bumi, skala 1 : 25.000 ;

b. Peta geologi, skala 1 : 100.000 ;

c. Peta Rencana Tata Ruang Wilayah/tata guna lahan ;

d. Alat-alat tulis dan gambar.

6

Page 7: Revisi Terbaru Pendahuluan Wonosobo

2. Peralatan utama yang digunakan, terdiri dari :

a. Kompas dan Palu Geologi ;

b. Roll Meter ;

c. GPS (Global position System);

d. Kamera ;

e. Komputer dan Printer ;

f. Soil sampling kit.

1.8. Personil Pelaksana

Dalam melakukan penelitian ini Tenaga ahli yang diperlukan adalah :

Tabel 1.1.Personil Pelaksanaa Kegiatan

Personil Pelaksana Pengalaman

1. TENAGA AHLI

Ir. A. Wahyu Harsono ( Ahli Geologi /

Koordinator)

6 tahun

Ir. Nur Taufik (Ahli Geologi Lingkungan) 5 Tahun

Devri Alfinady .ST (Ahli Geologi Teknik ) 5 Tahun

2. TENAGA PENDUKUNG

1 (satu) orang Tenaga Administrasi

2 (dua) orang Surveyor

1 (satu) orang Draftman

4 (empat) orang Tenaga Lokal

1.9 Jadwal pelaksanaan pekerjaan

Pelaksanaan pekerjaan Kajian Penataan Perumahan dan Pemukiman Pada

Rawan Longsor di kabupaten Tegal dan Wonosobo memrlukan waktu 90 hari kerja dengan

penjadwalan sebagai berikut (Tabel 1.2):

7

Page 8: Revisi Terbaru Pendahuluan Wonosobo

Tabel 1.2. Jadwal Rencana Kerja

TAHAPAN PEKERJAAN BOBOT%

Bulan

1 2 3

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Pekerjaan Tahap I

1. Pengumpulan dan analisis data 5

2. Pembuatan peta dasar 7

3. Survey pendahuluan 8

Pekerjaan Tahap II

1. Pemetaan Topografi 8

2. Pemetaan/Deskripsi kemiringan lereng tanah dan batuan, struktur geologi

12

3. Deskripsi bentang alam, kemiringan, geologi, tata air tata guna lahan dan gerakan tanah

12

4. Analisis slope stability dan potensi gerakan tanah, pengelolaan/ penggunaan lahan aman terhadap gerakan tanah

12

5. Rekomendasi jenis struktur/bangunan untuk menahan gerakan tanah

15

DRAFT LAPORAN AKHIR 11

Pekerjaan Tahap III

1. Evaluasi / Penyempurnaan draft laporan akhir 5

LAPORAN AKHIR 5

JUMLAH BOBOT TOTAL 100

8

Page 9: Revisi Terbaru Pendahuluan Wonosobo

BAB II

METODOLOGI

Metodologi yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode pengamatan dan

pengukuran langsung di lapangan yang dikompilasikan dengan data sekunder , sehingga

dalam penelitian ini dapat dirinci menjadi tahapan –tahapan sebagai berikut:

2.1. Persiapan

Pada tahapan ini dilakukan segala persiapan berkaitan dengan penelitian.

Diantaranya adalah persiapan mengenai : basecamp, kendaraan lapangan dan orientasi

medan. Selain itu juga dilakukan pengkajian dan pengumpulan data sekunder yang

berkaitan dengan studi pustaka diantaranya adalah :

- Peta dasar rupa bumi, skala 1 : 25.000 & Peta geologi, skala 1 : 100.000

- Peta Rencana Tata Ruang Wilayah/tata guna lahan ;

- Pengumpulan Data Kondisi Geologi & Hidrogeologi

2.2. Observasi Lapangan

Pada tahapan observasi ini dilakukan pengamatan secara umum tentang kondisi di

lapangan baik yang berupa kondisi fisik dan keairan pada daerah telitian. Pengamatan

umum tersebut dapat dirinci menjadi :

- Observasi Kondisi Geologi , pengamatan umum yang meliputi kondisi

geomorfologi, Stratigrafi, dan Struktur Geologi .

- Observasi Hidrogeologi, pengamatan umu yang meliputi Air Permukaan.

- Observasi Pola sebaran dan jenis gerakan tanah untuk perencanaan

pengambilan sampel.

2.3. Survey lapangan

Pada tahap survey lapangan ini dilakukan pengamatan ,pendiskripsian longsoran

meliputi:

- Pola sebaran gerakan tanah & Dimensi gerakan tanah

- Pendiskripsian mekanisme, jenis dan faktor penyebab grakan tanah

- Pendiskripsian kondisi keairan

- Pengambilan sampel tanah tidak terganggu9

Page 10: Revisi Terbaru Pendahuluan Wonosobo

Gambar 2.1.. Bagan Alir Tahapan Penelitian.

10

Data Sekunder

Kajian Pustaka

Data Primer

Pengambilan Data

Analisis dan Interpretasi data

Laporan Akhir

Geologi Regional Penelitian Terdahulu Data Curah Hujan

Pengambilan Contoh

-Undisturb & Disturb

Uji Laboratorium

Sifat Fisik dan Mekanik Tanah

Berat Jenis Berat Isi Tanah Berat Isi Kering Berat Kadar Air Uji Geser Langsung

Peta Lintasan Peta Geologi Peta Geomorfologi Peta Kemiringan Lereng Peta Zonasi Kerentanan

Gerakan Tanah

Pengamatan dan Pencatatan

Pengeplotan Lokasi Pengamatan Deskripsi LitologiPengukuran

Kedudukan Lapisan Batuan Kemiringan Lereng Pengukuran Bidang

Longsor

Page 11: Revisi Terbaru Pendahuluan Wonosobo

2.4 .Analisis

Setelah memperoleh data-data primer ataupun sekunder dari lapangan maka tahap

selanjutnya adalah melakukan analisis-analisis (pengujian) sampel tanah di laboratorium.

Pengujian yang dilakukan di laboratorium bertujuan untuk mendapatkan sifat fisik dan

sifat mekanik tanah yang diperlukan dalam penentuan daya dukung tanah dan kestabilan

lereng. Pengujian ini dilakukan di laboratorium mekanika tanah yang meliputi :

1. Sifat Fisik Tanah

Berat Jenis

Berat Isi Tanah

Berat Isi Kering

Kadar Air

2. Sifat Mekanik Tanah

Uji Geser Langsung (Direct Shear Test)

Untuk mendapatkan nilai kohesi dan sudut geser dalam sebagai parameter yang

akan dipakai pada analisis kestabilan lereng.

Analisis Kstabilan lereng

Analisis kestabilan lereng didasarkan pada konsep keseimbangan plastis batas

(limit plastic equilibrium), (Wesley) 1977. Adapun maksud analisis kestabilan

lereng adalah untuk menentukan faktor aman dari bidang longsor yang potensial.

Sehingga akan dapat diperhitungkan wilayah yang rentan dan yang aman, sebagai

masukan dalam perencanaan wilayah permukiman. Selain itu juga dapat

diperhitungkan bagaimana upaya meminimalkan kejadian longsor pada lokasi

tersebut.

2.5 .Pelaporan

Laporan Akhir (pekerjaan selesai 100 %) ini diserahkan sebanyak 20 (dua puluh)

buah buku dilengkapi dengan Executive Summary dan data digital (foto dan peta-peta),

dipaparkan pada Panitia Penerima Hasil Pekerjaan selambat-lambatnya dalam waktu 90

(sembilan puluh) hari sejak ditandatangani Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) dalam

11

Page 12: Revisi Terbaru Pendahuluan Wonosobo

bentuk Compact Disc (CD). Peta dibuat dalam bentuk digital yang dapat diakses dalam

software Map Info.

Laporan akhir ini merupakan penyempurnaan atau perbaikan dari Draft Laporan

Akhir (contoh format terlampir), dilaksanakan dengan memperhatikan hal-hal yang

tercantum dalam Berita Acara II. Penyerahan buku laporan akhir ini disertai Berita Acara

Serah Terima III, format laporan akhir adalah sebagai berikut.

FORMAT LAPORAN AKHIR

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

LAMPIRAN

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

1.2. Maksud, Tujuan dan Manfaat

1.3. Lokasi Daerah Penyelidikan

1.4. Lingkup Pekerjaan

1.5. Metode Penyelidikan dan Analisis

1.6. Bahan dan Peralatan Utama

1.7. Daftar Personil

1.8. Pelaporan

BAB II. KONDISI DAERAH

2.1. Kabupaten Tegal

2.1.1. Bentang Alam

2.1.2. Geologi

2.1.3. Kondisi Air

2.1.4. Tata Guna Lahan

2.1.5. Gerakan Tanah

2.2. Kabupaten Wonosobo

2.2.1. Bentang Alam

2.2.2. Geologi

2.2.3. Kondisi Air

12

Page 13: Revisi Terbaru Pendahuluan Wonosobo

2.2.4. Tata Guna Lahan

2.2.5. Gerakan Tanah

BAB III. LANDASAN TEORI

BAB IV. HASIL PENYELIDIKAN DAN REKOMENDASI

3.1. Kabupaten Tegal

3.1.1. Tata Guna Lahan Daerah Rawan Gerakan Tanah

3.1.2. Potensi Gerakan Tanah

3.1.3. Penataan Permukiman Daerah Rawan Gerakan Tanah

3.2. Kabupaten Wonosobo

3.2.1. Tata Guna Lahan Daerah Rawan Gerakan Tanah

3.2.2. Potensi Gerakan Tanah

3.2.3. Penataan Permukiman Daerah Rawan Gerakan Tanah

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

4.2. Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

13

Page 14: Revisi Terbaru Pendahuluan Wonosobo

BAB IIIHASIL SURVEY PENDAHULUAN

3.1.1.Kajian Data Sekunder Kabupaten Wonosobo

3.1.1.1Geologi

a.Fisiografi

Wilayah Jawa Tengah secara fisiografi menurut (Van Bemmelen, 1949) dibagi

menjadi 4 (empat) Jalur Fisiografi, dari Utara ke Selatan adalah:

-Dataran Pantai Utara Jawa.

-Jalur Pegunungan Serayu Utara.

-Jalur Pegunungan Serayu Selatan.

-Jalur Pegunungan Selatan

Gambar 3.1 Fisiografi Pulau Jawa ( Van Bemmelen, 1949)

Daerah telitian secara fisiografis berdasarkan pembagian oleh Van Bemmelen

(1949), termasuk dalam Antiklinorium Serayu Utara bagian barat. Antiklinorium Serayu

Utara merupakan antiklinorium yang menghubungkan antiklinorium Bogor di sebelah

14

Page 15: Revisi Terbaru Pendahuluan Wonosobo

barat dan antiklinorium Kendeng di sebelah timur. Antiklinorium Serayu utara mempunyai

lebar 30-50 km, dimana di sebelah barat tertutupi oleh endapan vulkanik muda Gunung

Rogojembangan dari Komplek Dieng dan Ungaran.

b.Stratigrafi

Geologi daerah penyelidikan tepatnya terletak pada jalur Pegunungan Serayu

Utara, yaitu pada lereng bagian selatan dari Gunung Api Rogojembangan, Dieng dan

Gunung Sindoro, serta terletak pada bagian utara dari aliran Sungai Serayu yang mengalir

dari Timur ke arah Barat. Tidak semua formasi batuan Tersier yang tersingkap di daerah

penyelidikan, sehingga akan mempunyai kenampakan dan ciri khusus mengenai

morfologi, stratigrafi dan keadaan struktur di daeah tersebut.

Batuan tertua yang tersingkap di daerah penyelidikan adalah batuan dsri Formasi

Totogan, berumur Oligosen, yang diendapkan selaras di atas endapan batugamping

terumbu. Batuan tersebut terdiri dari:Breksi, batulempung, napal, batupasir, konglomerat

dan tufa. Bagian bawah satuan ini terdiri dari perselingan tak teratur dari breksi aneka

bahan, batulempung dan konglomerat berkomponen basal yang terpilah buruk. Tebal

satuan ini diperkirakan sekitar 150 meter dan menipis ke arah Selatan, yang diendapkan

dalam lingkungan batial atas dan merupakan endapan olistostrom.

Formasi Rambatan, berumur Miosen Awal sampai Tengah, diendapkan secara

tidak selaras di atas Formasi Totogan, terdiri dari satuan batuan serpih, napal dan batupasir

gampingan mengandung foraminifera kecil, tebal formasi ini diperkirakan lebih dari 370

meter dan diendapkan dalam lingkungan laut terbuka. Pada Formasi Rambatan terdapat

Anggota Sigugur yang berupa endapan batugamping terumbu, mengandung foraminifera

besar dan mempunyai ketebalan beberapa ratus meter. Di atas formasi ini diendapkan

secara selaras satuan batuan dari Formasi Halang dan Formasi Kumbang.

Formasi Halang, berumur Miosen Tengah sampai Pliosen Awal, terdiri dari satuan

batupasir tufaan konglomerat, napal dan batulempung yang mengandung fosil Globigerina

dan foraminifera kecil, bagian bawah berupa batuan breksi andesit. Tebal formasi ini

bervariasi dari 200 meter sampai 500 meter dan menipis ke arah Timur. Formasi ini

diendapkan sebagai endapan turbidit dalam lingkungan batial atas dan diendapkan

menjemari dengan satuan batuan Formasi Kumbang.

15

Page 16: Revisi Terbaru Pendahuluan Wonosobo

Formasi Kumbang, berumur Miosen Tengah sampai Pliosen Awal, terdiri dari dari

satuan batuan lava andesit yang mengaca, basal, breksi, tufa dan sisipan napal yang

mengandung fosil Globigerina, diendapkan dalam lingkungan laut dan diendapkan

menjemari dengan satuan batuan Formasi Halang. Ketebalan formasi ini sekitar 2000

meter yang menipis ke arah Timur. Di atas formasi ini diendapkan Formasi Tapak.

Formasi Tapak, berumur Pliosen, diendapkan secara tidak selaras diatas Formasi

Kumbang dan menjemari dengan Formasi Kalibiuk, terdiri dari satuan batupasir

gampingan dan napal berwarna hijau mengandung pecahan molusca. Pada formasi ini

terdapat Anggota Batugamping dari batugamping terumbu yang mengandung koral dan

foraminifera besar, napal dan batupasir yang mengandung molusca. Selain itu terdapat

juga Anggota Breksi yang terdiri dari breksi gunung api yang bersusunan andesit dan

batupasir tufaan yang sebagian mengandung sisa tumbuhan. Ketebalan formasi ini sekitar

500 meter, yang diendapkan dalam lingkungan peralihan sampai laut.

Formasi Kalibiuk,berumur Pliosen, diendapkan secara tidak selaras diatas Formasi

Kumbang dan menjemari dengan Anggota Breksi Formasi Tapak, terdiri dari satuan

batuan napal dan batulempung, bersisipan tipis tufa pasiran. Napal dan batulempung

berwarna abu- abu kebiruan, kaya fosil molusca. Tebal Formasi Kalibiuk diperkirakan

sampai 3000 meter yang diendapkan dalam lingkungan pasang surut. Di atas formasi ini

diendapkan satuan batuan dari Formasi Ligung.

Anggota Breksi Formasi Ligung, berumur Plistosen, diendapkan secara tidak

selaras diatas Formasi Kalibiuk, terdiri dari satuan batuan breksi gunung api (aglomerat)

yang bersusunan andesit, lava andesit hornblenda dan tufa. Di atas Formasi Ligung

diendapkan endapan undak sungai berupa pasir, lanau, tufa, konglomerat dan breksi tufaan

yang tersebar di sepanjang lembah Sungai Serayu.

Batuan Gunung api Jembangan, berumur Plistosen, diendapkan bersamaan dengan

endapan undak sungai, terdiri dari satuan batuan lava andesit hiperstein-augit, klastika

gunung api, lahar dan aluvium.

Batuan Gunung api Dieng, berumur Plistosen, diendapkan di atas Batuan Gunung

api Jembangan, terdiri dari satuan batuan lava andesit dan andesit-kuarsa serta batuan

klastika gunung api, yang kemudian diatasnya diendapkan endapan aluvial.

Endapan aluvial, berumur Holosen, berupa endapan pasir, kerikil, lanau, lempung

serta endapan sungai dan rawa, yang diendapkan tidak selaras di atas satuan batuan yang

berada di bawahnya.

16

Page 17: Revisi Terbaru Pendahuluan Wonosobo

Pada daerah telitian selain endapan batuan sedimen juga terdapat batuan terobosan

yang berkomposisi diorit, yang terjadi pada Kala Miosen dan Pliosen serta menembus

sebaran endapan dari Formasi Rambatan dan Formasi Tapak

Gambar 3.2. Stratigrafi Daerah Penyelidikan (. Condon , Pardyanto, dkk, 1996 )

c.Struktur Geologi

Asikin dkk, (1987) ,menyatakan pembentukan dan perkembangan Cekungan Jawa

Tengah Utara dipengaruhi sifat-sifat gerak dan pertemuan antara lempeng Hindia-Australia

yang bergerak ke utara dengan Lempeng Eurasia. Pertemuanya bersifat tumbukan

melibatkan kerak samudra dari Lempeng Hindia dan kerak benua dari Lempeng Sunda,

membentuk system busur kepulauan yang disebut “Sunda Arc System”. Dari Kala Miosen

Tengah sampai sekarang terjadi percepatan gerak dengan besarnya jalur tumbukan

Lempeng Sunda ke selatan, pada saat Cekungan Jawa Tengah Utara berkembang menjadi

“Back Arc System”. Percepatan tersebut mengakibatkan pengaktifan sesar-sesar lama dan

17

Page 18: Revisi Terbaru Pendahuluan Wonosobo

pembentukan tinggian maupun depresi, gejala sesar bongkah ini berlangsung hingga

sekarang.

Katili (1973), mengatakan bahwa adanya pergerakan lempeng samudera Hindia –

Australia yang bergerak relative kearah utara terhadap lempeng benua Asia pada jaman

Kapur yang mengakibatkan lempeng tersebut bertumbukan sehingga mempengaruhi

kondisi dan perkembangan cekungan pengendapan pada jaman Tersier di Indonesia,

khususnya Pulau Jawa dan mempengaruhi pula perkembangan pola struktur geologi di

Pulau Jawa. (Untung dan Wiriosudarmo,1975), dari (Asikin,1987) telah melakukan

penafsiran tentang deformasi tektonik Pulau Jawa melalui penelitian gaya berat yang

menghasilkan pola lipatan di daerah Jawa Tengah berarah relative barat-timur. (Suyanto

dan Sumantri 1977), dari (Asikin,1987) membagi fisiografi Jawa Tengah (Gambar 3.3),

berdasarkan atas unsur – unsur tektoniknya yang dijumpai antara lain :

1. North Java Hinge Belt

2. Bogor Through

Gambar 3.3. Pembagian fisiografi Jawa Tengah berdasarkan unsur – unsur tektonik yangdijumpai, Suyanto dan Sumantri, (1977).

3.1.1.2..Kondisi Hidrogeologi

Secara hidrogeologi sebagian besar wilayah Kabupaten Wonosobo termasuk

dalam cekungan air tanah (CAT) Wonosobo yang terletak di lereng barat laut-timur

Gunung api Sundoro dan Gunungapi Sumbing. Daerah ini memiliki curah hujan yang

cukup tinggi (Tabel 3.1 & 3.2 ). Pergerakan air tanahnya. pergerakan air tanahnya secara

18

Page 19: Revisi Terbaru Pendahuluan Wonosobo

menyeluruh mengalir dari utara menuju ke selatan. Muka freatik air tanah terpotong oleh

lembah-lembah sungai, sehingga dapat dimungkinkan munculnya mataair di daerah

tersebut. Selain itu mataair sering dijumpai pada daerah peralihan slope. Peralihan slope

ini selain ditandai dengan adanya mataair juga ditandai dengan adanya perbedaan yang

mencolok pada daerah tersebut, antara lain perubahan/lereng curam ke lereng yang datar,

ataupun juga oleh perbatasan antara penggunaan lahan yang kering dengan areal

persawahan. Mata air di lereng Gunung Sundoro dan Sumbing membentang membentuk

jalur melingkar atau sabuk.

Meskipun berada di bawah permukaan tanah, air tanah dapat tercemar. Sumber

pencemaran tersebut dapat berupa penimbunan sampah, kebocoran pompa bensin, limbah

cair dari rumah tangga serta kebocoran tangki septik. Ditengarai pula bahwa pertanian

yang menggunakan pupuk industri dapat memberi dampak penimbunan logam pada air

tanah. Meningkatnya jumlah permukiman telah mendorong meningkatnya kebutuhan air

untuk domestik, irigasi, industri. Fenomena lapangan menunjukkan makin banyaknya

sumur bor untuk mengeksplorasi air tanah. Memperhatikan jumlah pemanfaatan air tanah

dan sebaran permukiman yang dapat mengganggu ketersediaan air tanah dan mendorong

pencemaran air tanah, kegiatan perlindungan terhadap daerah resapan air digiatkan.

Banyaknya gunung di Wonosobo juga menjadi sumber mata air beberapa sungai. Daerah

aliran sungai yang ada di wilayah Kabupaten wonosobo adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1.Daerah Aliran Sungai (DAS) di Wilayah Kabupaten

Wonosobo

No Nama DAS Luas (Ha) Debit Max (M3/dtk)

Debit Min (M3/dtk)

Debit Rata-rata (M3/dtk)

KRS (Koef Rejim Sugai)

1 Serayu 359.349,54 866,81 70,63 282,53 12,272 Bogowonto 64.555,28 770,65 73,27 293,07 10,523 Jalicokroyasan 37.085,90 638,01 31,03 124,14 20,564 Luk Ulo 57.841,79 1.101,14 301,90 301,90 3,655 Wawar Medono 71.439,38 240,00 15,12 60,49 15,87

Sumber : BP DAS SOP (2005)

19

Page 20: Revisi Terbaru Pendahuluan Wonosobo

Tabel 3.2.Kondisi Klimatologi dan Curah Hujan Kabupaten Wonosobo Tahun 2008-2009 (mm)

No KecamatanCurah Hujan (mm) Tahun

2005 2006 2007 2008 2009

1 Wadaslintang 3.053 2.840 5.787 3.305 1.632

2 Kepil*) - - - - -

3 Sapuran 3.306 2.711 6.400 2.818 2.829

4 Kalibawang*) - - - - -

5 Kaliwiro 3.615 3.122 11.014 2.521 3.627

6 Leksono*) - - - - -

7 Sukoharjo*) - - - - 3.081

8 Selomerto 3.145 2.820 5.463 3.143 3.357

9 Kalikajar 2.411 1.805 1.960 523 1.865

10 Kertek - 1.173 - - 766

11 Wonosobo 2.782 4.461 6.247 2.799 1.972

12 Watumalang - - 628 1.891 622

13 Mojotengah 4.243 3.477 6.601 4.082 1.984

14 Garung 3.839 1.393 4.873 2.612 3.057

15 Kejajar 3.495 1.654 5.541 3.322 2.310

Sumber: Wonosobo dalam Angka, 2011

Ket: *) tidak ada data

3.1.1.3.Kemiringan Lereng dan Jenis Tanah

Kemiringan Lereng

Secara topografis Secara Topografis Kabupaten Wonosobo dibagi dalam 5 (lima)

kategori, yaitu :

20

Page 21: Revisi Terbaru Pendahuluan Wonosobo

1. Wilayah dengan kemiringan antara 2,01-8,00 % seluas 12.052,479 Ha atau 12,24

% dari luas wilayah, terdapat di 11 Kecamatan selain Watumalang dan Leksono;

2. Wilayah dengan kemiringan antara 8,01-15,00 % seluas 37.969,247 Ha atau 38,56

% dari seluruh luas wilayah, terdapat di semua kecamatan.

3. Wilayah dengan kemiringan antara 15,01-25,00 % seluas 10.280,056 Ha atau 10,44

% dari seluruh luas wilayah, terdapat di semua Kecamatan;

4. Wilayah dengan kemiringan antara 25,01-40,00 % seluas 10.949,638 Ha atau 11,12

% dari seluruh luas wilayah, terdapat di Kecamatan garung, Watumalang dan

Leksono;

5. Wilayah dengan kemiringan diatas 40,00 % seluas 13.667,354 Ha atau 13,88 %

dari seluruh luas wilayah, terdapat di Kecamatan Kejajar

Jenis tanah

Keadaan tanah di Kabupaten Wonosobo dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Tanah andosol (25%) tanah yang berasal dari abu gunung api. Tanah andosol

terdapat di lerenglereng gunung api terdapat di Kecamatan Kejjar, sebagai

Kecamatan Garung, Kecamatan Mojotengah, Kecamatan Watumalang, Kecamatan

Kertek dan Kecamatan Kalikajar.

2. Tanah Regosol (40%) adalah tanah berbutir kasar dan berasal dari material gunung

api. Tanah regosol berupa tanah aluvial terdapat di Kecamatan Kertek, Kecamatan

Sapuran, Kecamatan Kalikajar, Kecamatan Selomerto, Kecamatan Watumalang

dan Kecamatan Garung.

      

3.1.2.Kajian Data Sekunder Kabupaten Tegal

3.1.2.1. Geologi

a.Fisiografi

21

Page 22: Revisi Terbaru Pendahuluan Wonosobo

Wilayah Kabupaten Tegal merupakan bagian dari propinsi Jawa Tengah yang

terletak dibaian barat yang menyebar mulai dari Pantura ke arah selatan hingga lereng

Gunung Slamet. Secara umum fisiografinya merupakan daerah dataran pantai yang

membnetangdi bagian Utara mempunyai topografi relatif datar, kelerengan landai dengan

kelaindaiantopografi kurang dari 1 %. Ketinggian daerah ini berkisar diantara 1 meter

sampai 5 meter di atas permukaan air laut. Ke arah Selatan topografi berubah menjadi

daerah perbukitan bergelombang yang menyebar hingga ke arah Gunung Slamet dengan

ketinggian bergradasi semakin tinggi yaitu berkisar dari 100 m hingga 2000 m di atas

permukaan laut.

b. Stratigrafi

Daerah penelitian secara regional termasuk antara Zona Bogor bagian timur dan

Zona Pegunungan Serayu Bagian Barat. Beberapa peneliti terdahulu melakukan penelitian

stratigrafi Zona Pegunungan Serayu Utara bagian Barat antara lain, Ter Haar (1934), Van

Bemmelen (1949), Marks (1957), De Genevraye (1973), Sumarso (1974), dari situ dapat

dilihat bahwa satuan batuan yang tertua adalah Formasi Pemali sedangkan yang termuda

adalah Formasi Linggopodo. Urut-urutan litostratigarfi dari yang paling tua sampai

termuda adalah sebagai berikut :

1. Formasi Pemali

2. Formasi Rambatan

3. Formasi Lawak

4. Formasi Halang

5. Formasi Kumbang

6. Formasi Tapak

7. Formasi Kaliniuk

8. Formasi Kaliglagah

9. Formasi Mengger

10. Formasi Gintung

11. Formasi Linggopodo

22

Page 23: Revisi Terbaru Pendahuluan Wonosobo

Formasi Pemali

Formasi Pemali terdiri dari napal globigerina berwarna kelabu kebiru-biruan dan

kelabu kehijau-hujiauan dengan struktur sedimen nodular dan tidak mempunyai struktur

perlapisan yang baik. Pada bagian bawah formasi ini kadang-kadang dijumpai lapisan tipis

batupasirgampingan berwarna kelabu kebiru-biruan. Ke arah atas formasi ini mempunyai

cirri-ciri litologi yang tetap dan pada bagian atas sisipan dari lapisan tipis batupasir

berwarna putih kekuning-kuningan banyak dijumpai. Lokasi tipe dari formasi ini terletak

di Cibabakan, Desa Sahang sampai dekat Desa Cikeusal. Bagian bawah dari formasi ini

tidak diketahui sehingga ketebalan dari formasi ini tidak dapat ditentukan dengan pasti,

tapi ketebalan minimum ± 900 meter.

Formasi Rambatan

Litologinya terdiri dari bagian bawah batupasir gampingan dan konglomerat yang

bersisispan dengan lapisan tipis napal dan serpih. Sedangkan bagian atas Formasi

Rambatan terdiri dari batupasir gampingan warna kelabu terang sampai kebiruan,

mengandung kepingan andesit dan mengandung fosil foraminifera besar yang menunjukan

umur Miosen Tengah. Formasi Rambatan ini melampar diatas Formasi Pemali secara

selaras.

Formasi Lawak

Formasi Lawak terdiri dari napal globigerina berwarna hijau. Pada bagian bawah

formasi ini kadang-kadang dijumpai lapisan tipis batupasir gampingan dan lapisan

batugamping foram, dengan tebal masing-masing ± 0,5 meter sedang pada bagian atas

sisipan tipis dari batupasir sering dijumpai. Lokasi tipe Formasi Lawak terletak di hulu

Kali Rambatan, pada pertemuan dengan Ci Ngarengse. Ketebalan maksimum dari formasi

ini ± 250 meter.

Formasi Halang

Litologi Formasi Halang terdiri dari batupasir tufan, konglomerat, napal, dan

batulempung, di bagian bawah terdapat breksi bersusunan andesit. Batupasir umumnya

wacke. Runtutan diendapkannya sebagai sedimen turbidit pada zona batial atas. Struktur

sedimen jelas berupa perlapisan bersusun, cetak beban, cetak suling, laminasi, silangsiur.

Pelamparannya pada bagian atas tidak selaras dengan Formasi Tapak dan pola menjari

23

Page 24: Revisi Terbaru Pendahuluan Wonosobo

dengan anggota Gunung-Urip Formasi Halang dan menindih selaras dengan Formasi

Lawak.

Formasi Kumbang

Formasi Kumbang terdiri dari breksi gunungapi, lava, retas dan tuf bersusunan

andesit sampai basalt, batupasir tuf, dan konglomerat, serta sisipan tipis lapisan magnetit.

Umur diperkirakan Miosen Tengah- Pliosen Awal. Pelamparannya menjemari dengan

Formasi Halang dan menindih tidak selaras Batugamping Kalipucang.

Formasi Tapak

Formasi Tapak terdiri dari batupasir kasar kehijauan yang berubah secara berangsur

menjadi atuppasir lebih halus kehijauan dengan beberapa sisipan napal pasiran berwarna

kelabu sampai kekuningan. Pada bagian atas perselingan batupasir gampingan dengan

napal mengandung fosil moluska air payau-laut yang menunjukan umur Pliosen Awal-

Tengah. Pada bagian bawah satuan ini terdapat konglomerat dan mengandung fosil

mamalia (Merycopotamus Nannus LYDEKKER) yang menunjukkan umur Pliosen Tengah

juga batupasirgampingan yang kaya akan moluska. Selain itu secara setempat pada bagian

atas satuan ditemukan lapisan lignit. Lingkungan pengendapan adalah daerah pantai yang

dipengaruhi oleh gerakan pasang surut yang teratur. Pada satuan bagian Barat menindih

tak selaras Formasi Kumbang dan Formasi Halang.

Formasi Kalibiuk

Bagian bawah Formasi Kalibiuk tersusun oleh batulempung dari napal biru pasiran,

bagian tengah mengandung lensa-lensa batupasir hijau dengan moluska yang melimpah

sedangkan di bagian atas terlihat banyak sisipan tipis batupasir. Lingkungan pengendapan

diduga pasang surut. Bagian bawah menjemari dengan bagian atas atau menindih selaras

Formasi Tapak. Umur Pliosen Awal-Pliosen Akhir.

Formasi Kaliglagah

Bagian atas terdiri dari batupasir kasar dan konglomerat yang mengandung fosil

moluska air tawar dan mamalia, serta batulempung dan napal yang makin berkurang

kearah atas, bahkan menghilang sama sekali. Di Cekungan Bentarsari, bagian tengah utara

ditemukan sisipan batubara muda. Bagian bawah satuan tersusun dari batulempung hitam,

napal hiaju, batupasir bersusunan andesit dan konglomerat. Pada umunya batupasir

24

Page 25: Revisi Terbaru Pendahuluan Wonosobo

memperlihatkan struktur silangsiur dan lingkungan pengendapan diperkirakan daratan

sampai laut dangkal. Umur Pliosen Akhir, di tindih selaras oleh Formasi Mengger dan

menindih selaras Formasi Kalibiuk.

Formasi Mengger

Formasi ini terdiri dari batupasir tufan berwarna putih, gelas berbutir halus dengan

sisipan-sisipan tipis konglomerat. Formasi Mengger menutupi secara selaras Formasi

Kaliglagah. Umur Formasi Mengger diperkirakan Pleistosen Awal.

Formasi Gintung

Formasi ini terdiri dari konglomerat dan batupasir berwarna abu-abu kehijauan,

serta lapisan-lapisan tipis batugamping. Konglomerat mengandung fosil kayu maupun fosil

vertebrata. Formasi gintung menutupi selaras Formasi Mengger dengan ketebalan ± 300

meter. Umur Formasi Gintung diperkirakan Plistosen Tengah.

Formasi Linggopodo

Formasi ini terdiri dari breksi, tuf, dan endapan lahar bersusunan sndesit, berasal

dari Gunung Slamet tua, dan Gunung Copet. Menindih tak selaras Formasi Kaliglagah,

Tapak dan Kalibiuk, ditindih tak selaras oleh hasil gunungapi lebih muda. Umur

diperkirakan Plistosen Akhir.

25

Page 26: Revisi Terbaru Pendahuluan Wonosobo

Gambar 3.4 Kolom Stratigrafi Daerah Bumiayu, Jawa Tengah. Meurut beberapa peneliti terdahulu.

c.Struktur Geologi

Berdasarkan penelitian Asikin dkk, (1987), bahwa pembentukan dan

perkembangan Cekungan Jawa Tengah Utara dipengaruhi sifat-sifat gerak dan pertemuan

antara lempeng Hindia-Australia yang bergerak ke utara dengan Lempeng Eurasia.

Pertemuanya bersifat tumbukan melibatkan kerak samudra dari Lempeng Hindia dan kerak

benua dari Lempeng Sunda, membentuk system busur kepulauan yang disebut “Sunda Arc

System”. Dari Kala Miosen Tengah sampai sekarang terjadi percepatan gerak dengan

besarnya jalur tumbukan Lempeng Sunda ke selatan, pada saat Cekungan Jawa Tengah

Utara berkembang menjadi “Back Arc System”. Percepatan tersebut mengakibatkan

pengaktifan sesar-sesar lama dan pembentukan tinggian maupun depresi, gejala sesar

bongkah ini berlangsung hingga sekarang.

Katili (1973), mengatakan bahwa adanya pergerakan lempeng samudera Hindia –

Australia yang bergerak relative kearah utara terhadap lempeng benua Asia pada jaman

Kapur yang mengakibatkan lempeng tersebut bertumbukan sehingga mempengaruhi

kondisi dan perkembangan cekungan pengendapan pada jaman Tersier di Indonesia,

khususnya Pulau Jawa dan mempengaruhi pula perkembangan pola struktur geologi di

26

Page 27: Revisi Terbaru Pendahuluan Wonosobo

Pulau Jawa. (Untung dan Wiriosudarmo,1975), dari (Asikin,1987) telah melakukan

penafsiran tentang deformasi tektonik Pulau Jawa melalui penelitian gaya berat yang

menghasilkan pola lipatan di daerah Jawa Tengah berarah relative barat-timur.

3.1.2.2.Kondisi Hidrogeologi

Wilayah Kota Tegal termasuk Satuan Wilayah Sungai (SWS) Pemali-Comal yaitu

sub SWS Gung, Kemiri, Sibelis dan Gangsa. Karena hulu dari ke empat sungai tersebut

berada di wilayah Kabupaten Tegal dan Kabupaten Brebes, sehingga kebijaksanaan

pembangunan menyangkut wilayah sungainya adalah mengikuti kebijaksanaan SWS untuk

ke empat wilayah yaitu : Kabupaten Brebes, Kabupaten Pemalang, Kota Tegal dan

Kabupaten Tegal yang termasuk dalam wilayah kerja SWS Pemali-Comal. Kebijaksanaan

ini diambil untuk melindungi kelestarian fungsi sumber daya air. Berdasarkan pada letak

atau posisinya sumber daya air di kabupaten tegal di bedakan menjadi :

1. Air permukaan yaitu sungai yang mengalir di kabupaten tegal di antaranya

adalah Sungai Gung, Sungai Sibelis, Sungai Kemiri, Sungai Gangsa.

2. Air Tanah Dangkal dan Air Tanah Dalam. Air tanah dangkal berasal dari air

hujan yang turun, sedangkan air tanah dalam berasal dari air hujan dan air

terperangkap (tawar atau payau).

Mata air Bumijawa merupakan mata air peninggalan zaman Belanda yang sampai

saat ini masih berfungsi dan dijaga dengan baik oleh Pemerintah Kota Tegal. Mata air ini

berada di Desa Bumijawa, Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal. Mata air ini

mempunyai kapasitas 70 ltr/dtk dan dimanfaatkan oleh PDAM Kota Tegal, Slawi dan

Brebes. Mata air in idi distribusi warga tanpa melalui proses pengolahan karena

kwalitasnya masih bagus (memenuhi standar kwalitas air bersih).

Iklim Berdasarkan tabel curah hujan dan suhu udara (tabel 15 dan tabel16) berikut

maka dapat diketahui suhu rata-rata tahunan adalah33,13ºC. Menurut Koppen daerah yang

bersuhu rata-rata tahunan>18ºC, berarti daerah tersebut beriklim A. Untuk mengetahui

AF,AM, atau AW maka harus dilihat bulan terkering dan curah hujan.Bulan terkering

berada pada bulan September dengan rata - rata curah hujan 11,5 mm/tahun. Jumlah rata-

rata curah hujan tahunan adalah1871, 4. Jadi menurut Koppen kondisi iklim di Kabupaten

Tegal termasuk Am, yang berarti di Kabupaten Tegal beriklim hutan hujan musiman yang

27

Page 28: Revisi Terbaru Pendahuluan Wonosobo

merupakan sub tipe A, yaitu iklim yang mempunyai ciri- ciri hujan lebat pada musim

hujan dan dapat mengimbangi musim kering yang pendek. Dengan temperatur rata - rata

tahunan 33,13ºC dengan suhu terendah 25ºC - 30,6ºC, sedangkan banyaknya curah

hujanrata-rata pertahun adalah 1871,4 ( Tabel 3.3. ).

Tabel 3.3. Data Curah Hujan Kabupaten Tegal.

3.1.2.3.Kemiringan Lereng dan Jenis Tanah

Kemiringan lereng

Secara Topografis Kabupaten Tegal dibagi dalam 3 (tiga) kategori, yaitu :

1. Daerah Pantai : Meliputi Kecamatan Kramat, Surodadi dan Warurejo.

2. Dataran Rendah : Meliputi Kecamatan Adiwerna, Dukuhturi, Talang,

Tarub,Pagerbarang, Dukuhwaru, Slawi, Lebaksiu, sebagian wilayah

Surodadi, Warurejo, Kedungbanteng dan Pangkah

3. Daerah Dataran Tinggi : Meliputi Kecamatan Jatinegara, Margasari,

Balapulang, Bumijawa, Bojong dan sebagian Pangkah, Kedungbanteng.

28

Page 29: Revisi Terbaru Pendahuluan Wonosobo

Sebagian besar daerah telitian merupakan bukit dan Gunung yang terbelah oleh

alur-alur sungai dari mata air puncak Gunung Slamet, sehingga membentuk

lipatan-lipatan permukaan tanah berupa lembah, jurang. Umumnya arah lereng

tersebut mengarah ke barat laut ke bagian selatan, banyak dijumpai puncak Gunung

dan bukit. Kemiringan lereng pada daerah Tegal bervariasi dari landai (0% - 8%)

sampai agak curam dan curam berkisar antara 30-45% dengan ketinggian tempat

1.100 m – 3.400 m di atas permukaan laut, dan rata – rata terjadinya tanah longsor

terjadi pada daerah lereng curam walaupun penggunaan lahan bagian atas adalah

hutan tapi dengan jenis tanah yang mengandung lempung yang dapat berfungsi

sebagai bidang gelincir.

Jenis tanah

Jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Tegal antara lain adalah Aluvial

(34,93%), Regosol (24 %), Latosol (23,69 %), Grumosol (9,42 %), Andosol

(4,29 %) dan jenis lain-lain (3,67 %). Tanah Aluvial merupakan jenis terluas yang

ada di Kabupaten Tegal yaitu seluas 30.698,575 hektar yang merupakan tanah

potensial untuk pengembangan produk pertanian seperti padi, palawija,

hortikultura, perkebunan, perikanan dan lain-lain. Jenis tanah di kota tegal

meliputi :

1. Tanah Alluvial, Tanah jenis aluvial berasal dari endapan aliran sungai yang

masih baru. Oleh karena itu, tanah jenis ini banyak terdapat di daerah datar

sepanjang aliran sungai.

2. Tanah Regosol yaitu jenis tanah ini berasal dari endapan abu vulkanik baru

yang memiliki butir kasar dan banyak terdapat pada daerah lereng gunung

api terutama di daerah Sumatra bagian timur dan barat, Jawa, Bali, dan

Nusa Tenggara.

3. Tanah Latosol yaitu terbentuk dari batuan gunung api yang lalu mengalami

proses pelapukan lebih lanjut. Tanah latosol banyak dijumpai di daerah

beriklim basah, curah hujan lebih dari 300 mm/tahun, dan ketinggian tempat

berkisar 300–1.000 meter.

4. Tanah Grumosol Jenis ini berasal dari batu kapur, batuan lempung, tersebar

di daerah iklim subhumid atau subarid, dan curah hujan kurang dari 2.500 29

Page 30: Revisi Terbaru Pendahuluan Wonosobo

mm/tahun.

5. Tanah Andosol, tanah ini berasal dari bahan induk abu vulkanik.

Penyebaran di daerah beriklim sedang dengan curah hujan di atas 2.500

mm/tahun tanpa bulan kering. Umumnya dijumpai di daerah lereng atas

kerucut vulkanik pada ketinggian di atas 800 meter. Warna tanah jenis ini

umumnya cokelat, abu-abu hingga hitam.

3.1.3.Teori Gerakan Tanah

3.1.3.1. Pengertian Gerakan Tanah

Gerakan tanah menurut Varnes (1978), ialah perpindahan masa tanah, batuan, atau

regolith pada arah tegak, mendatar, atau miring dari kedudukan semula. Secara umum

terjadinya longsoran pada suatu lereng diakibatkan oleh ketidak seimbangan antara beban

dan tahanan kuat geser dari material penyusun lereng tersebut. Tanah longsor merupakan

proses alamiah biasa, akan tetapi dengan masuknya unsur manusia dengan segala

aktivitasnya maka nilainya dapat berubah menjadi bencana.

Pada gerakan tanah bertindak sebagai energi dalam menggerakan tumpukan

tanah/material akibat pelapukan. Beberapa pendapat mengenai faktor penyebab gerakan

tanah seringkali hanya berlaku untuk suatu daerah tertentu saja dan tidak dijumpai

30

Page 31: Revisi Terbaru Pendahuluan Wonosobo

didaerah lain membedakan faktor penyebab yang datang dari luar dan yang datang dari

dalam yang berhubungan dengan sifat fisik tanah/batuan.

Suatu massa seberat W yang berada dalam keadaan setimbang diatas satu bidang

membetuk sudut α terhadap horizontal. Gaya berat yang memiliki arah vertikal dapat

diuraikan pada arah sejajar dan tegak lurus bidang miring. Komponen gaya berat yang

sejajar bidang miring dan cenderung membuat benda menggelincir adalah W sin α atau

gaya penggerak, sedangkan komponen gaya yang tegak lurus bidang dan merupakan gaya

yang menahan benda untuk menggelincir adalah W cos α atau gaya normal (Gambar 3.5).

3.1.3.2..Klasifikasi Gerakan Tanah

Klasifikasi para peneliti pada umumnya berdasarkan kepada jenis gerakan dan

materialnya. Klasifikasi yang mengacu kepada Varnes (1978), seperti dibawah ini

(Gambar 3.6) berdasarkan kepada material yang nampak, kecepatan perpindahan material

yang bergerak, susunan massa yang berpindah dan jenis material dan gerakannya.

Di dalam membahas gerakan tanah di daerah telitian, dipergunakan klasifikasi

gerakan tanah yang dibuat oleh Varnes (1978). Menurut klasifikasi tersebut di atas, secara

umum gerakan tanah dapat dikelompokan berdasarkan macam gerakan seperti : Fall

(jatuhan), Slide (longsoran), Flow (aliran), serta Creep (rayapan). Sedangkan berdasarkan

material yang bergerak dapat dibedakan antara : Rock (batuan), Debris (bahan rombakan),

dan Earth (tanah).

31

Gambar 3.5. Keseimbangan benda pada bidang miring

Page 32: Revisi Terbaru Pendahuluan Wonosobo

Gambar 3.6. Jenis-jenis Gerakan Massa (Varnes, 1978).

Jenis gerakan massa yang umum terjadi di alam dilihat dari tipe dan jenis

materialnya antara lain yaitu:

a. Runtuhan (Falls)

Runtuhan merupakan longsoran disebabkan keruntuhan tarik yang diikuti

dengan tipe gerakan jatuh bebas akibat gravitasi. Pada tipe runtuhan ini massa

tanah atau batuan lepas dari suatu lereng atau tebing curam dengan sedikit atau

tanpa terjadi pergeseran (tanpa bidang longsor) kemudian meluncur sebagian

besar di udara seperti jatuh bebas, loncat atau menggelundung. Runtuh batuan

adalah runtuhan bahan rombakan (debris) yang terdiri dari fragmen-fragmen lepas

sebelum runtuh. Runtuhan tanah dapat terjadi bila material yang ada di bawah

lebih lemah (karena

tererosi, penggalian) daripada lapisan di atasnya. Runtuhan batuan dapat terjadi

karena adanya perbedaan pelapukan, tekanan hidrostatis karena masuknya air 32

Page 33: Revisi Terbaru Pendahuluan Wonosobo

kedalam rekahan serta karena perlemahan akibat struktur geologi (kekar, sesar,

perlapisan).

b. Gelinciran (Slides)

Gelinciran adalah gerakan yang terjadi dari regangan geser dan perpindahan

sepanjang bidang longsor (gelincir) dimana massa berpindah menggelincir dari

tempat semula. Gelincir dibedakan menurut bentuk bidang longsor yaitu rotasi

(nendatan) dan translasi. Gelincir rotasi adalah longsoran yang mempunyai bidang

longsor berbentuk setengah lingkaran, log, spiral, hiperbola atau bentuk tidak

teratur lainnya. Retakan-retakannya berbentuk konsentris dan cekung kearah

gerakan dan dilihat dari atas berbentuk sendok. Untuk gelinciran translasi massa

yang longsor bergerak sepanjang permukaan yang datar atau agak bergelombang

tanpa atau sedikit gerakan memutar atau mirng. Gelinciran translasi umumnya

ditentukan oleh bidang lemah seperti sesar, kekar, perlapisan, dan adanya

perbedaan kuat geser antar lapisan atau bidang kontak antara batuan dasar dengan

bahan rombakan di atasnya.

c. Aliran (Flows)

Aliran adalah longsoran dimana kuat geser tanah kecil sekali atau tidak ada,

dengan material yang bergerak berupa material kental. Pada material yang tidak

terkonsolidasi gerakan ini umumnya berbentuk aliran, baik cepat atau lambat,

kering atau basah. Aliran pada batuan sangat sulit dikenali karena gerakannya

sangat lambat dengan retakan-retakan yang rapat dan tidak saling berhubungan

yang menimbulkan lipatan, lenturan atau tonjolan. Berdasarkan tipe materialnya

dapat dibedakan menjadi aliran tanah dan aliran batuan.

d. Jungkiran (Topples)

Jungkiran adalah jenis gerakan memutar kedepan dari satu atau beberapa

blok tanah atau batuan terhadap titik putar (pivot point). Longsoran ini disebabkan

karena adanya tekanan air yang mengisi rekahan batuan. Jungkiran ini biasanya

terjadi pada tebing-tebing yang curam dan tidak mempunyai bidang gelincir.

e. Majemuk (Complex)

Majemuk merupakan gabungan dua atau lebih tipe-tipe longsoran seperti

yang diterangkan di atas.

33

Page 34: Revisi Terbaru Pendahuluan Wonosobo

3.1.3.3.Faktor-Faktor Pengontrol Kestabilan Lereng

Faktor-faktor yang berfungsi sebagai pengontrol terhadap kestabilan lereng dapat

dikelompokkan menjadi dua yaitu:

Faktor-faktor yang menyebabkan naiknya tegangan, terdiri dari :

- Naiknya berat unit tanah karena pengaruh penambahan air.

- Penambahan beban external.

- Penambahan kecuraman lereng.

- Beban goncangan

Faktor-faktor yang menyebabkan turunnya kekuatan, terdiri dari :

- Peresapan air kedalam tubuh tanah.

- Kenaikan tekanan pori.

- Beban goncangan atau beban berulang.

- Pengaruh pembekuan dan pencairan air.

- Hilangnya semen (material halus) dalam tubuh tanah.

- Proses pelapukan.

- Hilangnya kekuatan karena regangan yang besar pada lempung

sensitif.

Faktor-faktor tersebut diatas dapat dikelompokkan menjadi :

1. Faktor-faktor yang berasal dari dalam dan

2. Faktor-faktor yang berasal dari luar massa tanah atau batuan.

Faktor-Faktor Dalam

1. Geometri Lereng

Geometri lereng ditampilkan sebagai bentuk penampang tegak lurus sumbu

lereng yang terdiri dari sudut kemiringan, ketinggian puncak dan panjang

permukaan lereng, sebagai penciri geometri lereng tersebut berpengaruh terhadap

kestabilannya. Suatu massa tanah/batuan memiliki harga batas ketahanan tertentu

34

Page 35: Revisi Terbaru Pendahuluan Wonosobo

dalam membenuk suatu ukuran geometri lereng, sehingga penciri geometri

memiliki harga kritis tertentu pula.

Lereng berkestabilan kritis bila nilai salah satu atau lebih penciri

geometrinya sama dengan harga kritisnya, bahkan gerakan tanah bisa terjadi bila

nilainya melebihi harga kritisnya.

2. Batuan / Tanah Pembentuk Lereng

Batuan/massa tanah pembentuk lereng memiliki sifat fisik yaitu berat isi

(Gwet) dan sifat mekanik yang terdiri dari kohesi (c) dan sudut geser dalam ().

Kedua sifat ini harganya sangat dipengaruhi oleh kadar air tanah (w). Harga-harga

sifat fisik dan mekanik tersebut akan menentukan kestabilan suatu lereng. Selama

harga-harga sifat fisik dan mekanik tersebut masih dapat membentuk suatu harga

tahanan geser yang cukup besar didalam tubuh lereng, sampai harga batas

maksimal harga kadar air (w) tertentu, maka lereng masih akan tetap stabil.

Faktor-Faktor Luar

Faktor-faktor yang berasal dari luar massa tanah atau batuan pembentuk lereng

yang berpengaruh terhadap kestabilan lereng yang dibentuk, meliputi beban dan vegetasi,

gempa dan hujan atau air dari sumber yang lain.

1). Vegetasi

Beban tanaman (vegetasi) pada massa pembentuk lereng berasal dari

tanaman keras yang berpengaruh terhadap penambahan beban pada massa lereng.

Sedangkan adanya jalinan akar vegetasi akan menambah semakin kuatnya lereng.

Gerakan tanah sangat rentan terjadi pada daerah yang bervegetasi jarang

dan batuan yang tidak stabil. Dapat berupa kurang kompaknya lapisan penyusun

batuan.

Pengaruh menguntungkan dari vegetasi adalah menambah stabilitas lereng

sehingga dapat meminimalisir pergerakan tanah yang dapat terjadi, sedangkan

35

Page 36: Revisi Terbaru Pendahuluan Wonosobo

pengaruh negatif pada vegetasi adalah terjadi apabila vegetasi yang tidak kuat

menahan gejala alam yang ada sehingga apabila vegetasi yang ada rusak oleh

gejala alam maka stabilitas lereng yang mengalami gangguan dan berakibat massa

tanah akan bergerak.

2).Gempa

Gempa bumi merupakan penyebab permukaan tanah beserta segenap

bangunan diatasnya berguncang. Gempa berasal dari energi regangan (strain

energy) yang lepas secara tiba-tiba, setelah terhimpun secara beragsur-angsur

selama kurun waktu tertentu. Proses tersebut menimbulkan penjalaran getaran ke

segala arah dalam tubuh bumi, termasuk tubuh lereng yang akhirnya dapat

berfungsi sebagai pemicu terjadinya gerakan tanah.

3). Curah Hujan

Air hujan jika meresap kedalam tanah dapat meningkatkan kadar air dalam

tanah pembentuk lereng, yang berakibat pada penurunan kohesi, sudut geser

dalam dan kenaikan berat isi tanah. Air akan memperkecil ketahanan geser massa

tanah pada lereng dan menaikkan tekanan pori yang dapat mengakibatkan longsor.

Faktor-faktor penyebab tersebut diatas saling mempengaruhi satu sama

lainnya dan akan menentukan besar dan luasnya gerakan tanah yang akan terjadi.

Kerentanan suatu daerah terhadap terjadinya gerakan tanah ditentukan oleh

pengaruh dan keterkaitan faktor-faktor tersebut satu sama lainnya.

3.1.3.4.Analisis Kestabilan Lereng

Analisis kestabilan lereng didasarkan pada konsep keseimbangan plastis batas

(limit plastic equilibrium), (Wesley) 1977. Adapun maksud analisis kestabilan lereng

adalah untuk menentukan faktor aman dari bidang longsor yang potensial. Dalam analisis

kestabilan lereng beberapa anggapan telah dibuat, yaitu :

1. Kelongsoran lereng terjadi disepanjang permukaan bidang longsor

tertentu dan dapat dianggap sebagai masalah bidang 2 dimensi.

2. Massa tanah yang longsor dianggap berupa benda yang masif.36

Page 37: Revisi Terbaru Pendahuluan Wonosobo

3. Tahanan geser dari massa tanah pada setiap titik sepanjang bidang

longsor tidak tergantung dari orientasi permukaan longsoran, atau

dengan kata lain kuat geser tanah dianggap isotropis.

4. Faktor aman didefinisikan dengan memperhatikan tegangan geser rata-

rata sepanjang bidang longsor yang potensial dan kuat geser tanah rata-

rata sepanjang permukaan longsoran.

Dalam bidang teknik sipil ada 3 macam lereng yang perlu kita perhatikan yaitu :

1. Lereng alam yaitu lereng yang terbentuk karena proses-proses alam,

misalnya lereng suatu bukit.

2. Lereng yang dibuat dalam tanah asli, misalnya bilamana tanah dipotong

untuk pembuatan jalan atau saluran air untuk keperluan irigasi.

3. Lereng yang dibuat dari tanah yang dipadatkan, misalnya tanggul untuk

jalan atau bendungan tanah.

Faktor aman didefinisikan sebagai nilai banding antara gaya yang menahan dan

gaya yang menggerakkan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dan studi yang tentang kestabilan lereng,

maka dibagi 3 kelompok rentang faktor keamanan (FK) ditinjau dari intensitas

kelongsorannya (Tabel 3.4) menurut Bowles (1991), yaitu:

Tabel 3.4. Tabel faktor keamanan ditinjau dari intensitas kelongsoran menurut Bowles, (1984).

Nilai Faktor Keamanan

(FK)

Kejadian / Intensitas Longsor

FK < 1,07 Longsoran terjadi biasa/sering (kelas labil)

FK antara 1,07 – 1,25 Longsoran pernah terjadi (kelas kritis)

FK > 1,25 Longsoran jarang terjadi (kelas stabil)

37

Σ Gaya Penahan

FK =

Σ Gaya Penggerak

Page 38: Revisi Terbaru Pendahuluan Wonosobo

Lereng yang stabil memiliki harga FK yang tinggi dan lereng yang tidak stabil

memiliki harga FK yang rendah. Faktor keamanan lereng tersebut harganya tergantung

pada besaran ketahanan geser dan tegangan geser, dimana keduanya bekerja saling

berlawanan arah disepanjang bidang gelincir. Bidang gelincir tersebut terletak pada zona

terlemah didalam tubuh lereng. Jika harga FK = 1,07 maka longsor akan berhenti jika

ketahanan geser batuan penyusun mampu menopang geometri lereng yang baru (yang

lebih landai) dan FKnya menjadi lebih tinggi.

a. Analisis Kestabilan Lereng Menggunakan Metode Irisan Bishop

Data-data yang diperoleh dari lapangan maupun dari hasil pengujian laboratorium

dikelompokkan dan dianalisis untuk mendapatkan jenis tanah, sifat fisik dan sifat mekanik.

Berdasarkan pendekatan tersebut dapat ditentukan bidang longsornya berdasarkan

pendekatan penyelidikan geologi teknik, faktor kelongsoran, kestabilan lereng dan

memberikan informasi secara jelas tentang tatanan geologi dan pengaruh kondisi geologi

terhadap longsor pada daerah penelitan.

Analisis kestabilan lereng dengan metode irisan digunakan bila tanah tidak homogen.

Bila tanah tidak homogen dan aliran rembesan terjadi didalam tanahnya memberikan

bentuk aliran dan berat volume tanah yang tidak menentu. Metode Bishop menganggap

bahwa gaya-gaya yang bekerja pada sisi-sisi irisan mempunyai resultan nol pada arah

vertikal.Gaya normal yang bekerja pada suatu titik dilingkaran bidang longsor, terutama

dipengaruhi oleh berat tanah diatas titik tersebut. Dalam metode irisan, massa tanah yang

longsor dipecah-pecah menjadi beberapa irisan vertikal Keseimbangan dari tiap-tiap irisan

diperhatikan memperlihatkan suatu irisan yang bekerja padanya (Gambar 2.4). Gaya-gaya

ini terdiri dari gaya geser (Xr dan Xl) dan gaya normal efektif (Er dan El) di sepanjang

irisannya, dan juga resultan gaya geser efektif (Ti) dan resultan gaya normal efektif (Ni)

yang bekerja di sepanjang dasar irisannya. Pada irisannya, tekanan air pori Ul dan Ur

bekerja di kedua sisinya, dan tekanan air pori Ui bekerja pada dasarnya.

b. Cara yang Dipakai Untuk Meningkatkan Kestabilan Lereng

Menurut Wesley (1977), pada prinsipnya cara yang dipakai untuk menjadikan

lereng supaya lebih stabil dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu :

38