Cerpen Sepeda Sore

4
SEPEDA SORE Suara kereta yang melaju cepat di saat sang langit yang mulai menjinggakan sekujur tubuhnya sudah menjadi musik yang asik bagi kami. Canda tawa dari anak-anak SMP yang terdengar dari dalam angkot yang perlahan kami lewati. Hari ini aku dan Alice kembali melakukan rutinitas kami sepulang sekolah. Mengayuh sepeda sampai ke rumah menjadi suatu hal yang tak aneh bagi kami. Capek sih pasti, tapi itu sangat menyenangkan. Berlomba-lomba saat jalanan sepi, hamper menabrak mobil orang, tertinggal jauh, suatuhal yang tak akan pernah terjadi suatu hari nanti. Jangan tanya mengapa kami bias pulang dengan cara bersepeda. Tentu saja karena jarak rumahku dan rumahnya Alice bersebelahan, ditambah jarak kesekolah yang tak jauh. Pada keesokannya, kudatangi rumahnya Alice. “Lice, gak bawa sepeda?”, tanyaku. “Enggak mas, sepedaku bannya bocor, beluma kutambal”, jawab Alice. “Kalau begitu, sini ikut denganku. Ambil helmnya gih!”, saranku. “Gapapa nih mas?” “Yagapapa dong. Dari pada naik angkot, bayar. Mending sini ikut aku, gratis” “Iyadeh mas. Aku ambil helm dulu ya”, Alice meninggalkanku sesaat untuk mengambil helmnya. ***

description

cerpen karyaku

Transcript of Cerpen Sepeda Sore

SEPEDA SORESuara kereta yang melaju cepat di saat sang langit yang mulai menjinggakan sekujur tubuhnya sudah menjadi musik yang asik bagi kami. Canda tawa dari anak-anak SMP yang terdengar dari dalam angkot yang perlahan kami lewati.Hari ini aku dan Alice kembali melakukan rutinitas kami sepulang sekolah. Mengayuh sepeda sampai ke rumah menjadi suatu hal yang tak aneh bagi kami. Capek sih pasti, tapi itu sangat menyenangkan. Berlomba-lomba saat jalanan sepi, hamper menabrak mobil orang, tertinggal jauh, suatuhal yang tak akan pernah terjadi suatu hari nanti. Jangan tanya mengapa kami bias pulang dengan cara bersepeda. Tentu saja karena jarak rumahku dan rumahnya Alice bersebelahan, ditambah jarak kesekolah yang tak jauh.Pada keesokannya, kudatangi rumahnya Alice.Lice, gak bawa sepeda?, tanyaku.Enggak mas, sepedaku bannya bocor, beluma kutambal, jawab Alice.Kalau begitu, sini ikut denganku. Ambil helmnya gih!, saranku.Gapapa nih mas?Yagapapa dong. Dari pada naik angkot, bayar. Mending sini ikut aku, gratisIyadeh mas. Aku ambil helm dulu ya, Alice meninggalkanku sesaat untuk mengambil helmnya.***Aku dan Alice berbeda satu angkatan, aku yang kini duduk di kelas 3-F, dan Alice yang duduk di kelas 2-J. Aku dan Alice yang baru kenal saat masa orientasi ini sudah sangat akrab layaknya kakak beradik. Ya, sebatas kakak beradik, tak lebih.Sepulang sekolah, karena hari ini Alice tak membawa sepeda, maka aku akan memboncengnya lagi seperti pag tadi. Kutungg udia di depan gerbang sekolah sambil menikmati susu coklat dingin yang kubeli di warung depan sekolah.Tak lama setelah kujatuhkan botol bekas susu coklatku kedalam tong sampah, kulihat tas hijau dengan garis-garis hitam keluar dari gerbang dalam. Alice keluar gerbang dengan teman-teman satu kelasnya yang siap untuk menuju rumahnya masing-masing.Eh, mas Iko udah stay disini aja mas, ujar Alice.Loh? Tumben bilang gitu. Biasa juga langsung ngajak balapan, candaku.Yah, mas. Kan sekarang Alice gak bawa sepeda, Alice mengeluarkan manyunan mautnya. Ya Tuhan lucu sekali gadis ini. Andai dia menjadi milikku. HahaYaudah, yuk naik. Keburu sore. Sekalian kuanter kerumahmu, terus nanti aku bawa sepedamu ke tukang tambal ban, biar besok bisa racing lagi, ajakku.***Kukayuh pedal sepedaku. Pelan, pelan, mempercepat lajunya, cepat, dan cepat. Kami berdua menikmati angin yang kami dapat dari cepatnya sepedaku.Mas, jangan ngebut!, kata Alice.Kuhentikan kayuhanku tepat di tengah-tengah rel kereta. Rel yang menjadi pembatas antara jalan raya dan jalan menuju rumah kami.Mas, kok berenti disini? Nanti ada kereta mas!, Alice ketakutan.Lice aku ngerasa udah gak berguna lagi LiceKok mas ngomong gitu sih? Mending kepinggir dulu yuk, rasa takut Alice makin menjadi-jadi.Enggak Lice. Aku ngerasa udah gak berguna lagi hidup di dunia ini. Tak punya orang tua, tak punya teman, tak punya sahabat. Sudah tak ada orang yang sayang sama aku Lice. Lebih baik aku mati aja dari pada aku hidup gini-gini terus! Aku ingin mati bersamamu agar aku bisa hidup abadi denganmu!, aku menangis.Buk! Tangisanku terhenti. Kurasakan kehangatan yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Apa ini? Perasaan apa ini?Mas, bego! Mas, bego! Bego! Mas bener-bener bego!, Alice ikut menangis.Eh?, aku keheranan.Mas piker apa maksudnya aku selalu pulang bareng sama mas? Apa maksudnya aku selalu ada buat mas? Apa maksudnya aku jadi sahabat mas, teman main mas?! Aku sayang sama kamu mas. Sejak awal aku sudah saying samakamu mas. Mas jangan punya mindset gak ada yang saying sama mas. Aku bener-bener saying sama mas, Alice memelukku erat dengan air mata yang membasahi tubuhku.Lice, tak kusangka ternyata selama ini kau begitu terhadapku. Ternyata kita punya perasaan yang sama Lice. Aku juga saying kamu Lice. Cuma kamu yang aku punya di dunia ini. Orang lain sudah tak peduli lagi denganku. Aku senang bias mengenalmu.Kulepaskan pelukan Alice dariku. Turunlah aku dari sepeda. Kuturunkan pula Alice dari sepedaku. Kuusap air mata yang membasahi pipi Alice. Dengan air mata yang masih mengalir dari mataku, kukecup kening Alice.Dari jauh terdengar suara kereta datang.Lice, terima kasih sudah mau jadi bagian dari hidupku. Aku juga sayang sama kamu. Kamu harus tetap hidup ya. Kamu bisa! Kamu bisa tanpaku! Tolong simpanlah bukti kelulusanku ini. Ya, aku lulusKudorong Alice ketepian.Jrekk!!!MAS IKOOOOOO!!!!!!!!!!!