Cerpen by Aldino Eka Putra [Kimi no Iru Machi]

3
Ke Kota Dimana Kamu Tinggal Siang nan cerah Dimas telah sampai di sebuah kota tujuannya yaitu Jakarta. Ketika itu dia memang beruntung mempunyai saudara yang tinggal di Jakarta. Dimas pun bersekolah disana, namun tujuan dia Jakarta bukan semata-mata untuk bersekolah tetapi untuk mengejar dan bertemu dengan kekasihnya yang telah meninggalkannya 2 tahun yang lalu tanpa mengucapkan kata perpisahan. Untuk menghilangkan rasa penatnya, Dimas pergi jalan-jalan untuk menghirup udara segar sekaligus beradaptasi dengan lingkungan yang baru. a baru teringat kalau ibunya telah memberi alamat rumah kekasihnya itu. Sesegera mungkin Dimas mencari alamatnya, setelah sampai tepat di depan rumahnya ia bertemu dengan adiknya !nis. "Sedang mencari siapa kak#$, tanya !nis. "%adia ada# !ku Dimas ingin bicara empat mata dengannya$, jelas Dimas kepadanya. "&h kak %adia, sebentar nanti saya panggilkan$, ucap !nis. !dik dari kekasihnya itu kemudian masuk kedalam rumah, entah apa yang terjadi dengan %adia sehingga adiknya bilang kakaknya tidak ada d rumah. 'adahal terlihat jelas bah(a Dimas melihat gadis di suatu kamar rumahnya yang tidak lain adalah %adia. Tetapi berbeda dengan %adi yang dulu, terukir jelas di (ajahnya ia terlihat sedih. )atinya berkecamuk serta berdebat tak jelas,Dimas hanya bisa pasrah dengan sikap kekasihnya itu. )ari pertama sekolah Dimas sudah mendapatkan seorang sahabat, namanya *i+e seorang sis(a yang ceria. *i+e berbakat dalam menghibur seseorang terutama pada saat kedatangan sosok Dimas yang selalu murung. ")ai, murid baru. Di lihat dari muka kau sepertinya orang yang serius, tapi kenapa kau selalu terlihat sedih dan murung#$, ujar akrab. " ukan urusanmu $, ja(ab Dimas. "Jangan begitu, aku tidak ingin salah satu sahabatku bersedih$, ucap *i+e serius. "Sahabat katamu# Kita kan baru saja kenal, mengapa kau bisa menganggapku sebagai seorang sahabat# Dan mengapa kau bisa selalu tersenyum begitu. Seperti kau tak punya dosa saja$, ujar Dimas dengan jengkel. ")e he ternyata kau juga pandai bicara ya, asal kau tahu aku menganggap semua orang yang berada di kelas ini adalah sahabatku termasuk juga kau (alaupun kau adalah murid baru. $ aiklah jika kau tetap bersikeras, aku bersikap sepert ini karena belum menemukan seseorang yang kucari, seseorang yang sangat berarti bagiku. Tanpanya aku tidak bisa hidup$, jelas Dimas. Sepulang sekolah *i+e mengajak Dimas ke suatu tempat, tempat dimana pemandangannya yang indah serta suasana yang tenang. ayaknya sahabat karib mereka berdua berbincang panjang lebar dan !uthor / !ldino 0ka

description

Cerpen ini terinspirasi dari anime yang bergenre Slice of Life & Romance. Anime tersebut berjudul 'Kimi no Iru Machi' atau dapat di artikan 'Ke Kota Dimana Kamu Tinggal'. Sebenarnya cerpen yang saya buat ini belum selesai dan alur cerita masih kurang sempurna. Kemudian endingnya juga masih nanggung.

Transcript of Cerpen by Aldino Eka Putra [Kimi no Iru Machi]

Ke Kota Dimana Kamu Tinggal

Ke Kota Dimana Kamu Tinggal

Siang nan cerah Dimas telah sampai di sebuah kota tujuannya yaitu Jakarta. Ketika itu dia memang beruntung mempunyai saudara yang tinggal di Jakarta. Dimas pun bersekolah disana, namun tujuan dia ke Jakarta bukan semata-mata untuk bersekolah tetapi untuk mengejar dan bertemu dengan kekasihnya yang telah meninggalkannya 2 tahun yang lalu tanpa mengucapkan kata perpisahan.

Untuk menghilangkan rasa penatnya, Dimas pergi jalan-jalan untuk menghirup udara segar sekaligus beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Ia baru teringat kalau ibunya telah memberi alamat rumah kekasihnya itu. Sesegera mungkin Dimas mencari alamatnya, setelah sampai tepat di depan rumahnya ia bertemu dengan adiknya Anis.

Sedang mencari siapa kak?, tanya Anis.

Nadia ada? Aku Dimas ingin bicara empat mata dengannya, jelas Dimas kepadanya.

Oh kak Nadia, sebentar nanti saya panggilkan, ucap Anis.

Adik dari kekasihnya itu kemudian masuk kedalam rumah, entah apa yang terjadi dengan Nadia sehingga adiknya bilang kakaknya tidak ada di rumah. Padahal terlihat jelas bahwa Dimas melihat gadis di suatu kamar rumahnya yang tidak lain adalah Nadia. Tetapi berbeda dengan Nadia yang dulu, terukir jelas di wajahnya ia terlihat sedih. Hatinya berkecamuk serta berdebat tak jelas, Dimas hanya bisa pasrah dengan sikap kekasihnya itu.Hari pertama sekolah Dimas sudah mendapatkan seorang sahabat, namanya Rize seorang siswa yang ceria. Rize berbakat dalam menghibur seseorang terutama pada saat kedatangan sosok Dimas yang selalu murung. Hai, murid baru. Di lihat dari muka kau sepertinya orang yang serius, tapi kenapa kau selalu terlihat sedih dan murung?, ujar Rize akrab. Bukan urusanmu!, jawab Dimas. Jangan begitu, aku tidak ingin salah satu sahabatku bersedih, ucap Rize serius. Sahabat katamu? Kita kan baru saja kenal, mengapa kau bisa menganggapku sebagai seorang sahabat? Dan mengapa kau bisa selalu tersenyum begitu. Seperti kau tak punya dosa saja, ujar Dimas dengan jengkel. He he ternyata kau juga pandai bicara ya, asal kau tahu aku menganggap semua orang yang berada di kelas ini adalah sahabatku termasuk juga kau walaupun kau adalah murid baru. Baiklah jika kau tetap bersikeras, aku bersikap seperti ini karena belum menemukan seseorang yang kucari, seseorang yang sangat berarti bagiku. Tanpanya aku tidak bisa hidup, jelas Dimas.

Sepulang sekolah Rize mengajak Dimas ke suatu tempat, tempat dimana pemandangannya yang indah serta suasana yang tenang. Layaknya sahabat karib mereka berdua berbincang panjang lebar dan bersenda gurau. Dan tiba-tiba saja perhatian Dimas tertuju pada suatu pertanyaan dari Rize.

Apakah kau pernah berciuman walau hanya sekali saja?, tanya Rize dengan sedikit bercanda. Dimas pun hanya bisa tersipu malu dan memandang langit biru.

Mentari pagi masih sembunyi Dimas sudah bangun dari kasurnya, seperti biasa anak desa memang sudah terbiasa bangun pagi-pagi. Dimas melangkahkan kakinya setapak demi setapak, tiba-tiba jantung dan seluruh badannya berguncang dengan hebatnya. Ia dikagetkan oleh seorang gadis yang sedang duduk di kursi ruang tamu rumahnya.

Siapakah dia ibu?, tanya Dimas dengan serius.

Ayahnya Nadia dan ayahmu adalah teman lama, dulu ayahnya pernah tinggal disini, jawab ibunya.

Dimas, kita seumuran, kan? Kita bisa sekolah di SMA yang sama, ujar Nadia dengan ramah dan akrab.

Dimas gugup melihat senyum manis Nadia seperti bintang berseri-seri, dia pun hanya bisa membalas senyumnya itu.

Yah, memang di desa ini cuma ada satu SMA, ucap ibunya Dimas.

Kau harus menunjukan dia ke sekolah itu jika kau ada waktu luang, pinta ibu pada anaknya Dimas. Dimas tidak berani menentang permintaan ibunya itu. Baiklah ibu, kata Dimas sedikit kesal.

Esok harinya Dimas mengajak Nadia keliling desa memakai sepeda dengan berboncengan. Kenapa dia memilih pedesaan dan bersekolah disini? Dia bahkan tinggal di tempat orang asing, dan dia pun tak bisa bersepeda, batin Dimas dalam hati kecilnya. Kau tahu kenapa aku datang kesini? Dulu aku datang ke desa ini untuk bermain. Dan aku memiliki kenangan yang indah di desa ini ucap Nadia sambil menatap langit. Lho kok dia langsung tau yang kubicarakan dalam hati, batin Dimas dengan sedikit terkejut. Ya iyalah, dulu ayahmu kan juga pernah tinggal disini dan pastinya ada kenangan yang indah bersama ayahmu, ujar Dimas. Bukan hanya kenangan itu yang kumaksudkan, ucap Nadia tersenyum.

Hari dimana sekolah dimulai Dimas merasa kurang enak badan, mungkin karena kelelahan dan kurang tidur. Dimas memang memaksakan untuk berangkat sekolah walaupun raganya sudah tidak kuat untuk beraktivitas lagi. Sepintas terlintas fikiran, Kalau aku tidak berangkat ke sekolah lalu siapa yang akan mengantarkan Nadia, tadi ayah sudah berangkat bekerja sejak jam 5. Dan Nadia tidak bisa memakai sepeda, lagian kalaupun dia jalan kaki, itu juga akan memakan waktu lebih dari 1 jam lebih karena jarak ke sekolah cukup jauh, fikir Dimas dengan cermat. Saat perjalanan ke sekolah Nadia mulai mengobrol lebih banyak dan bersenda gurau, agar hubungan dengan Dimas bisa lebih akrab lagi. Namun Dimas mengacuhkannya.

Bel istirahat telah berbunyi, Dimas ayo kita pergi ke kantin, ajak Andre salah satu sahabatnya. Dimas tidak merespon dan kepalanya masih menunduk. Andre merasa sedikit kesal karena diacuhkan, tidak seperti biasanya Dimas bersikap begitu. Dari belakang Andre memukul punggung Dimas, Kenapa kau ini !!, ucap Dimas dengan murung. Ada apa dengan wajahmu?, balas Andre. Lho kok malah balik nanya? ucap Dimas kesal. Tenang bro jangan marah, bagaimana kalau kita makan ke kantin? ajak Andre dengan semangat. Dimas lalu bangkit dari tempat duduknya. Akan tetapi ketika ia melangkahkan kakinya, kepalanya mulai pusing serasa akan pecah. Dan tubuhnya yang lelah dan letih sudah tak sanggup bergerak, Dimas pun pingsan dan tergeletak di lantai.

Hari sudah senja Nadia merasa cemas karena Dimas belum juga sadar. Nadia lalu meninggalkan kamar dan mengambilkan beberapa buah-buahan untuk Dimas. Benar saja, ketika Nadia kembali ternyata Dimas sudah sadar. Kenapa kau disini?, tanya Dimas dengan nada bosan. Mengapa kau diam saja meski merasa sakit? Apakah kau tidak menganggap keberadaanku ini?? Aku bahkan mengira kau marah padaku atau semacamnya, ucap Nadia sambil meneteskan air mata. Tak sadar bibir Dimas telah dicium oleh seseorang yaitu Nadia. Apa yang kau lakukan?, ucap Dimas terkejut malu. Aku mencintaimu Dimas, apakah kamu belum menyadarinya?.

Entah mengapa Rize menyandarkan kepalanya di bahu Dimas, Ada apa denganmu, kamu homo ya?, ucap Dimas sambil mengangkat kepala Rize. Dan tanpa diduga Rize ternyata pingsan. Dimas panik, segera ia meminta bantuan.

Tiba-tiba seseorang membuka pintu dan masuk, Rize!!, panggil seseorang dengan nada cemas. Dimas terkejut setengah mati bahwa yang masuk ternyata seseorang yang selama ini ia cari. Ah kau datang ya Nadia, perkenalkan dia adalah Nadia kekasihku, ucap Rize dengan senang. Dan yang lebih mengejutkan lagi Nadia adalah kekasih seorang Rize sahabatnya, kata-kata pun tak kunjung keluar antara Dimas dan Nadia. Mereka hanya menatap satu sama lain, Ada apa? Apakah kalian sudah kenal?, tanya Rize. Tidak kok?, jawab Dimas tersenyum. Mereka hanya bisa berpura-pura tidak kenal, karena akan ada yang sakit hati jika tahu kalau mereka ada hubungan. Karena tak tahan dengan suasana di dalam, Dimas lalu keluar dan segera pulang.Author : Aldino Eka Putra