c SENIN KLiWON, 22 MARET 1993 BERNAS Kebudayaan di … · ... isme-isme iru masih kokoh di negeri...

1
BERNAS 4 . SENIN KLiWON, 22 MARET 1993 c Kebudayaan di Bawah Teknokrasi ,* Sebuah Otokritik Kebudayaan me dan Individualisme. Kegeli- sahan itu timbul akibat keperca- yaan yang berlebihan pada ke- kuasaan seorang manusia yang kebetulan seorang teknokrat. Seakan-akan ia begin! menennl- kan dinamika sosial seluas dan sekompleks Indonesia. DILANTIKNYA seorang tek- nokrat sebagai Menteri Pendidik- an clan Kebudayaan dilaporkan media massa telah membangkit- kan keresahan sebagian kalang- an. Dikhawatirkan, kalau-kalau kegiatan kebudayaan akan tersi- sih o\eh galaknya kemajuan teknologi dan industri. Keresahan demikian bukan saj;1 berlebihan, tetapi menyesat- kan. Walaupun begitu, kegeli- sahan itu pantas diperhatikan dan dikaji, karena ia mengangkat ke permllkaan sejumlah persoal- an kebllciayaan yang serius. Ia Illelllpe!ielas apa yang tak beres dalalll kebudayaan kita, namun sementara ini lebih banyak tersi- rat atau tersembunyi. Mcmilah scbab dan akibat Dengan penalaran sederhana saj;1 kita sudah bisa menggugat kegelisahan di atas. Kegelisahan itu menempatkan peristiwa pe- lantikan si teknokrat sebagai calon/potensi penyebab mero- sotnya dunia kebudayaan. Meng- apa bukan sebaliknya? Mengapa pelantikan itu tidak dilihat justm sebagai akibat sudah merosotnya din;lmika kebudayaan dan maju- nya teknokrasi Indonesia? Artinya, pelantikan si tekno- krat lidak bertanggung jawab at.lS kemerosotan kebudayaan kita. Justnl sebaliknya, kemero- satan budaya kitalah yang ber- tanggung jawab alas terjadinya teknokrasi' (kekuasaan logika dan kelompok ilmuwan teknolo- gi) di Indonesia. Tulisan ini bukanlah seb\lah pembelaan atau apologia bagi seorang teknokr.!t ataupun tek- nokrasi secar.! menyelumh. Hal ini akan lebih jelas dalam uraian di b;!wah. Tet;!pi memang rulisan ini dimaksudkan sebagai oto- kritik bagi pencinta dunia "kebu- day;!an". Humanisme dan Individualisme Persoalan kedua yang dapat disebut dari kegelisahan atas pelantikan menteri teknokrat itu adalah kuatnya pengaruh filsafat Humanisme dan Individualisme dalam kebudayaan kaum elit kita. Humanisme maupun Indivi- dualisme dalam masyarakat kita bersumber dari filsafat Eropa dari abacl-abad lampau, yang masih hl;!t hingga pertengahan abad ini. Keduanya Illenyusup alam- pikiran dan tata-sosial kita lewat kolonialisme Eropa. Ironisnya, semen tara kini keduanya sudah di negeri- negeri bekas penjajah, isme-isme iru masih kokoh di negeri bekas jajahan yang mengaku sudah merdeka. Humanisme mempak;!n pa- ham yang menekankan Manusia (dengan huruf besar M) sebagai ' pusat jagat raya dan selul1lh gerak sejarah. Menurut p;!ham ini, dunia akan baik bila dihuni oleh Manusia yangbaik. Karena itu, jika kehidupan dunia ternya- ta tidak beres, maka Manusialah yang dipersalahkan. Perbaikan dilakukan dengan membenahi akal-budi dan moralitas Manusia- nya. Individualisme bang kit pada masa kemudian, bersamaan dengan mekarnya Kapitalisme yang menekankan' hak milik pribadi dan obyektivikasi nilai kerja kaum buruh. Di negeri asalnya (Empa), Humanisme cbn Individualisme tampil sebagai revolusi pembe- basa.n Illanusia dari kungkungan ketat kolaborasi antara gereja' dan kehlasaan negarJ. Tapi, seperti halnya semua pahlawan pembebas, dalam perkembang- annya Humanisme maupun Individualisme dipuja berlebihan. Sejak awal abad ini, Humanisme ditumbangkan oleh perkembang- an ilmu-ilmu sosial modern yang menemukan "stnlktur sosial" sebagai pllsat dan sejarah s()sial umat manusia. Maka, Struktural- Jangankan seorang menteri. Bahkan kehlasaan nyata seo- rang presiden dari negeri ma- eam apa pun (otoriter atau ad i- kuasa), bllkan tak-terbatas. Or.!ng Indonesia terblu dimabllk Humanisme tentang kekllatan seorang manusia. Ill! pula sebab- nya kesenian Indonesia terkung- kung oleh fOlIlantislIle figu! seniman sebagai individu yang dianggap otonom, unik dan kreatif. Romantisme ini bangkit di Eropa abad XVIII, masuk ke Hindia Belanda· awal abad ini. Kini sudah' bangkrut di negeri asalnya, tapi segar-segar di sini. Ariel Heryanto isme menggeser Humanisme. Sejumlah aliran filsafar mura- khir (pasea 1960-an) men elan· jangi ideologi dan misrepresenta· si di balik pengertian Manusia ("human' pada istilah "Humanis- me"). Istilah itu (ernyata tidak universal, apalagi adi!. Ia hanya mengacu pada manusia tertennl saja: berkulit putih, lelaki, bera- gama Nasrani. Yakni spesies yang menjadi penguasa tata- dunia modem. Kegelisahan di Indonesia pada mi.nggu-minggu belakang- an atas pelantikan s{'orang men- teri dapat ditempatkan dalam kerangka pemahaman Humanis- Kebudayaan produk orlentalisme Uraian di alas menunjukkan macetnya pemikiran kebudayaan dalam masyarakat kita. Apakah aneh jika kebudayaan kita kedo- doran menghadapi gejolak tek- nologi dan industri Indonesia, yang dipacu deras oleh negeri- negeri bekas peniajah? Keterbelakapgan dalam la- pangan kebudayaan kita tampak secara lebih mendasar dalam pokok-pokok pemikiran yang masih dominan tentang hakikat "kebudayaan" inl sendiri. Menu- rut pemikiran dominan dalam masyarakat kita, "kebudayaan" adalah sesuatu yang berada atau berstlmber di luar dirinya. Kebu- dayaan llanya ada dan tinggal bersama masyarakat. Berinteraksi dengan masyarakat. S.;oakan-akan ada subyek (ma- nusia Indonesia) di satu pihak yang menjadi pengamat/peneliti kebudayaan. Dan di pil1ak lain, ada kebudayaan sebagai oqyek pengamatan!penelitiannya. Ke- budayaan dianggap. sebagai suanl benda atau realitas non- material (nitli, gagasan, gejala atall dinamika spirin!al) yang bisa di-benda-kan: dibiearakan sebagai tanda-tanda imanen yang jinak atau misterius. Seeara ekstrem, bahkan ada banyak yang menganggap "ke- budayaan" menempati suatu wilayah khusus. Ada pusat-pusat kebudayaan. Ada orang-orang tertennl yang disebut ''budaya- wan". Bahkan belakangan ini ada yang dijuluki pekerja/pe\aku budaya. Mungkin tidak semua orang sentju clengan istilah-istilah in!. Namun sangat sedikit yang merasa terganggu olehnya. Mere- ka yang tinggal di "lokalisasi" kebucbyaan inilah yang bela- kangan diwawancarai sebagai jum bieara pembela kebudayaan menghadapi kemungkinan dam- pak pelantikan seorang tekno- krat sebagai menteri kebudaya- an. . Sebagaimana halnya teknologi dan industri, "kebudayaan" kita adalah damp;lk imperialisme ekonomi dan millter Barat yang tak tere1akkan. Bedanya, tekno- logi dan industri memiliki vitali- tas transformasi internal dan agresivitas eksternal luar biasa. Sedang kebudayaan masih be- lum banyak beranjak dari apa yang diwariskan kolonialisme Eropa awal abad ini. Konsep dasar kebudayaan yang dominan di Indonesia llle- rupakan produk ilmu-pengela!lll- an orientalis asing. Salah satll wujudnya: banyak di antar.! kit a yang masih memamah-biak p"'-- tentangan esensi budaya Timur versus Barat. Dikotomi ini bikin- an para sarjana kolonial. lronis- nya, produk pengetahuan Barar ini kini banyak digunakan pri- yayi Timur sebagai senjata "pri- bumi" untuk menampik atau mengejek "unsur-unsur negatif' kebudayaan Barat. Kebudayaan vs teknokrasi Kritik terhadap kemacetan kebudayaan mutakhir kita belulll lengkap jika tidak disertai de- ngan menunjuk pada reiflkasi yang terlanjur dominan. Kebud;l- yaan dibicarakan sebagai sesuanl yang di awang-awang. Ticlak rer- kait dengan realitas sehari-hari secara konkret. Studi kebudaya- an (seperti dalam berbagai teks kuliah IBD di banyak universi- tas) mirip dengan ilmu mistik. Dalam bentuknya yang misti, atau reifikasi, "kebudayaan" dipertentangkan dengan "tekno- logi" atau "industri". Seakan-akan masing-masing otonom. Seakan- akan masing-masing punya esensi sendiri-sendiri, sepeI1i halnya "kepribadian yang dipertentangkan dengan "kepri- badian Barat". Yang dikhayalkan sebag;li esensi kebudayaan- adalah 'kepe- kaan, moralitas dan sopan ,;")- tun, irasionalitas, estetika,. kt'hi- jaksanaan selta bedJagai nibi- nilai "luhur dan adilll1m IIj(. Singkatnya, nilai ieleal HUlllani,- me kaum Oiientalis. TeknoJogi at au industri elikhayalbn (,11- reifikasi) punya watak eSt'nsi.d sencliri: ketegasan, ketcpat;l" efisiensi, rasionalitas. kemaj\ul1 dsb. Sudah saatnya kita beITam',l benarkah kebuclayaan PUI1\·.l esensi' Transenclenlal, ahist(),-i., elan universal' Se hingga p",-iu selalu dibela biLl terancam ()!ell kehlatan lain (misalnya Tekn,)- krasj)? Apakah seillua kebuday,,- an secara esensial bertentang,ln clengan reknokrasi' Tidakklll justm ada banyak konsep d.li1 praktek kebudayaan yang nwng- abdi pada kehlasaan, bersanLl teknologi elan inclustri' Kehud.l- yaan sepeI1i inl belWarak ,t'perll teknokrasi: memuliakal1 kt'."ltll- an Canti-kemajemukan) dan .,I.l· bilitas (anti-penlbahan). Kehud.l- yaan seperti inl anti pad a PUi'l mbeling, filsafat pasca-m(J(it:rn atau bahasa proke/1z dan plest'l- all. K<;budayaan yang merong- rung cita-cita kemerdekaan bangsa ini tak pantas d!bela. Kebudayaan yang macet tak pu- nya sumbangan pada bangsa ini. 1a memang pantas dileeehkan dan dikritik. Tapi jangan berha- rap kritik yang bermutu akan datang dari teknokrat.· .. ')Ariel Heryanto, stafpengajar pada Program Pascasarjana UK Satya Wacana, Salatiga; dan kandidaJ doktor pada Morzash University, Australia. Diunduh dari <arielheryanto.wordpress.com>

Transcript of c SENIN KLiWON, 22 MARET 1993 BERNAS Kebudayaan di … · ... isme-isme iru masih kokoh di negeri...

BERNAS 4 . SENIN KLiWON, 22 MARET 1993 c

Kebudayaan di Bawah Teknokrasi ,* Sebuah Otokritik Kebudayaan me dan Individualisme. Kegeli­

sahan itu timbul akibat keperca­yaan yang berlebihan pada ke­kuasaan seorang manusia yang kebetulan seorang teknokrat. Seakan-akan ia begin! menennl­kan dinamika sosial seluas dan sekompleks Indonesia.

DILANTIKNYA seorang tek­nokrat sebagai Menteri Pendidik­an clan Kebudayaan dilaporkan media massa telah membangkit­kan keresahan sebagian kalang­an. Dikhawatirkan, kalau-kalau kegiatan kebudayaan akan tersi­sih o\eh galaknya kemajuan teknologi dan industri.

Keresahan demikian bukan saj;1 berlebihan, tetapi menyesat­kan. Walaupun begitu, kegeli­sahan itu pantas diperhatikan dan dikaji, karena ia mengangkat ke permllkaan sejumlah persoal­an kebllciayaan yang serius. Ia Illelllpe!ielas apa yang tak beres dalalll kebudayaan kita, namun sementara ini lebih banyak tersi­rat atau tersembunyi.

Mcmilah scbab dan akibat Dengan penalaran sederhana

saj;1 kita sudah bisa menggugat kegelisahan di atas. Kegelisahan itu menempatkan peristiwa pe­lantikan si teknokrat sebagai calon/potensi penyebab mero­sotnya dunia kebudayaan. Meng­apa bukan sebaliknya? Mengapa pelantikan itu tidak dilihat justm sebagai akibat sudah merosotnya din;lmika kebudayaan dan maju­nya teknokrasi Indonesia?

Artinya, pelantikan si tekno­krat lidak bertanggung jawab at.lS kemerosotan kebudayaan kita. Justnl sebaliknya, kemero­satan budaya kitalah yang ber­tanggung jawab alas terjadinya teknokrasi' (kekuasaan logika dan kelompok ilmuwan teknolo­gi) di Indonesia.

Tulisan ini bukanlah seb\lah

pembelaan atau apologia bagi seorang teknokr.!t ataupun tek­nokrasi secar.! menyelumh. Hal ini akan lebih jelas dalam uraian di b;!wah. Tet;!pi memang rulisan ini dimaksudkan sebagai oto­kritik bagi pencinta dunia "kebu­day;!an".

Humanisme dan Individualisme

Persoalan kedua yang dapat disebut dari kegelisahan atas pelantikan menteri teknokrat itu adalah kuatnya pengaruh filsafat Humanisme dan Individualisme dalam kebudayaan kaum elit kita.

Humanisme maupun Indivi­dualisme dalam masyarakat kita bersumber dari filsafat Eropa dari abacl-abad lampau, yang masih hl;!t hingga pertengahan abad ini. Keduanya Illenyusup alam­pikiran dan tata-sosial kita lewat kolonialisme Eropa.

Ironisnya, semen tara kini keduanya sudah b~si di negeri­negeri bekas penjajah, isme-isme iru masih kokoh di negeri bekas jajahan yang mengaku sudah merdeka.

Humanisme mempak;!n pa­ham yang menekankan Manusia (dengan huruf besar M) sebagai ' pusat jagat raya dan selul1lh gerak sejarah. Menurut p;!ham ini, dunia akan baik bila dihuni oleh Manusia yangbaik. Karena itu, jika kehidupan dunia ternya­ta tidak beres, maka Manusialah yang dipersalahkan. Perbaikan dilakukan dengan membenahi akal-budi dan moralitas Manusia-

nya. Individualisme bang kit pada

masa kemudian, bersamaan dengan mekarnya Kapitalisme yang menekankan' hak milik pribadi dan obyektivikasi nilai kerja kaum buruh.

Di negeri asalnya (Empa), Humanisme cbn Individualisme tampil sebagai revolusi pembe­basa.n Illanusia dari kungkungan ketat kolaborasi antara gereja' dan kehlasaan negarJ. Tapi, seperti halnya semua pahlawan pembebas, dalam perkembang­annya Humanisme maupun Individualisme dipuja berlebihan. Sejak awal abad ini, Humanisme ditumbangkan oleh perkembang­an ilmu-ilmu sosial modern yang menemukan "stnlktur sosial" sebagai pllsat dan sejarah s()sial umat manusia. Maka, Struktural-

Jangankan seorang menteri. Bahkan kehlasaan nyata seo­rang presiden dari negeri ma­eam apa pun (otoriter atau ad i­kuasa), bllkan tak-terbatas. Or.!ng Indonesia terblu dimabllk Humanisme tentang kekllatan seorang manusia. Ill! pula sebab­nya kesenian Indonesia terkung­kung oleh fOlIlantislIle figu! seniman sebagai individu yang dianggap otonom, unik dan kreatif. Romantisme ini bangkit di Eropa abad XVIII, masuk ke Hindia Belanda· awal abad ini. Kini sudah' bangkrut di negeri asalnya, tapi segar-segar di sini.

Ariel Heryanto isme menggeser Humanisme.

Sejumlah aliran filsafar mura­khir (pasea 1960-an) men elan· jangi ideologi dan misrepresenta· si di balik pengertian Manusia ("human' pada istilah "Humanis­me"). Istilah itu (ernyata tidak universal, apalagi adi!. Ia hanya mengacu pada manusia tertennl saja: berkulit putih, lelaki, bera­gama Nasrani. Yakni spesies yang menjadi penguasa tata­dunia modem.

Kegelisahan di Indonesia pada mi.nggu-minggu belakang­an atas pelantikan s{'orang men­teri dapat ditempatkan dalam kerangka pemahaman Humanis-

Kebudayaan produk orlentalisme

Uraian di alas menunjukkan macetnya pemikiran kebudayaan dalam masyarakat kita. Apakah aneh jika kebudayaan kita kedo­doran menghadapi gejolak tek­nologi dan industri Indonesia, yang dipacu deras oleh negeri­negeri bekas peniajah?

Keterbelakapgan dalam la­pangan kebudayaan kita tampak secara lebih mendasar dalam pokok-pokok pemikiran yang masih dominan tentang hakikat "kebudayaan" inl sendiri. Menu­rut pemikiran dominan dalam masyarakat kita, "kebudayaan"

adalah sesuatu yang berada atau berstlmber di luar dirinya. Kebu­dayaan llanya ada dan tinggal bersama masyarakat. Berinteraksi dengan masyarakat.

S.;oakan-akan ada subyek (ma­nusia Indonesia) di satu pihak yang menjadi pengamat/peneliti kebudayaan. Dan di pil1ak lain, ada kebudayaan sebagai oqyek pengamatan!penelitiannya. Ke­budayaan dianggap. sebagai suanl benda atau realitas non­material (nitli, gagasan, gejala atall dinamika spirin!al) yang bisa di-benda-kan: dibiearakan sebagai tanda-tanda imanen yang jinak atau misterius.

Seeara ekstrem, bahkan ada banyak yang menganggap "ke­budayaan" menempati suatu wilayah khusus. Ada pusat-pusat kebudayaan. Ada orang-orang tertennl yang disebut ''budaya­wan". Bahkan belakangan ini ada yang dijuluki pekerja/pe\aku budaya. Mungkin tidak semua orang sentju clengan istilah-istilah in!. Namun sangat sedikit yang merasa terganggu olehnya. Mere­ka yang tinggal di "lokalisasi" kebucbyaan inilah yang bela­kangan diwawancarai sebagai jum bieara pembela kebudayaan menghadapi kemungkinan dam­pak pelantikan seorang tekno­krat sebagai menteri kebudaya-an. .

Sebagaimana halnya teknologi dan industri, "kebudayaan" kita adalah damp;lk imperialisme ekonomi dan millter Barat yang tak tere1akkan. Bedanya, tekno­logi dan industri memiliki vitali­tas transformasi internal dan agresivitas eksternal luar biasa.

Sedang kebudayaan masih be­lum banyak beranjak dari apa yang diwariskan kolonialisme Eropa awal abad ini.

Konsep dasar kebudayaan yang dominan di Indonesia llle­rupakan produk ilmu-pengela!lll­an orientalis asing. Salah satll wujudnya: banyak di antar.! kit a yang masih memamah-biak p"'-­tentangan esensi budaya Timur versus Barat. Dikotomi ini bikin­an para sarjana kolonial. lronis­nya, produk pengetahuan Barar ini kini banyak digunakan pri­yayi Timur sebagai senjata "pri­bumi" untuk menampik atau mengejek "unsur-unsur negatif' kebudayaan Barat.

Kebudayaan vs teknokrasi Kritik terhadap kemacetan

kebudayaan mutakhir kita belulll lengkap jika tidak disertai de­ngan menunjuk pada reiflkasi yang terlanjur dominan. Kebud;l­yaan dibicarakan sebagai sesuanl yang di awang-awang. Ticlak rer­kait dengan realitas sehari-hari secara konkret. Studi kebudaya­an (seperti dalam berbagai teks kuliah IBD di banyak universi­tas) mirip dengan ilmu mistik.

Dalam bentuknya yang misti, atau reifikasi, "kebudayaan" dipertentangkan dengan "tekno­logi" atau "industri". Seakan-akan masing-masing otonom. Seakan­akan masing-masing punya esensi sendiri-sendiri, sepeI1i halnya "kepribadian Timll!~' yang dipertentangkan dengan "kepri­badian Barat".

Yang dikhayalkan sebag;li esensi kebudayaan- adalah 'kepe-

kaan, moralitas dan sopan ,;")­tun, irasionalitas, estetika,. kt'hi­jaksanaan selta bedJagai nibi­nilai "luhur dan adilll1m IIj(. Singkatnya, nilai ieleal HUlllani,­me kaum Oiientalis. TeknoJogi at au industri elikhayalbn (,11-reifikasi) punya watak eSt'nsi.d sencliri: ketegasan, ketcpat;l" efisiensi, rasionalitas. kemaj\ul1 dsb.

Sudah saatnya kita beITam',l benarkah kebuclayaan PUI1\·.l esensi' Transenclenlal, ahist(),-i., elan universal' Se hingga p",-iu selalu dibela biLl terancam ()!ell kehlatan lain (misalnya Tekn,)­krasj)? Apakah seillua kebuday,,­an secara esensial bertentang,ln clengan reknokrasi' Tidakklll justm ada banyak konsep d.li1 praktek kebudayaan yang nwng­abdi pada kehlasaan, bersanLl teknologi elan inclustri' Kehud.l­yaan sepeI1i inl belWarak ,t'perll teknokrasi: memuliakal1 kt'."ltll­an Canti-kemajemukan) dan .,I.l· bilitas (anti-penlbahan). Kehud.l­yaan seperti inl anti pad a PUi'l mbeling, filsafat pasca-m(J(it:rn atau bahasa proke/1z dan plest'l­all.

K<;budayaan yang merong­rung cita-cita kemerdekaan bangsa ini tak pantas d!bela. Kebudayaan yang macet tak pu­nya sumbangan pada bangsa ini. 1a memang pantas dileeehkan dan dikritik. Tapi jangan berha­rap kritik yang bermutu akan datang dari teknokrat.· ..

')Ariel Heryanto, stafpengajar pada Program Pascasarjana UK Satya Wacana, Salatiga; dan kandidaJ doktor pada Morzash University, Australia.

Diunduh dari <arielheryanto.wordpress.com>