CERMINAN INFERIORITAS ISTRI PADA ZAMAN MEIJI DALAM CERPEN...

14
CERMINAN INFERIORITAS ISTRI PADA ZAMAN MEIJI DALAM CERPEN JUUSANYA KARYA HIGUCHI ICHIYO Oleh : Amaliatun Saleha NIP: 19760609 200312 2 001 JURUSAN SASTRA JEPANG FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2006

Transcript of CERMINAN INFERIORITAS ISTRI PADA ZAMAN MEIJI DALAM CERPEN...

Page 1: CERMINAN INFERIORITAS ISTRI PADA ZAMAN MEIJI DALAM CERPEN ...pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/11/pustaka_unpad... · Dalam cerpen tersebut, diceritakan bahwa Oseki pulang

CERMINAN INFERIORITAS ISTRI PADA ZAMAN MEIJI

DALAM CERPEN JUUSANYA KARYA HIGUCHI ICHIYO

Oleh :

Amaliatun Saleha

NIP: 19760609 200312 2 001

JURUSAN SASTRA JEPANG

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG

2006

Page 2: CERMINAN INFERIORITAS ISTRI PADA ZAMAN MEIJI DALAM CERPEN ...pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/11/pustaka_unpad... · Dalam cerpen tersebut, diceritakan bahwa Oseki pulang

ABSTRAK

Penelitian ini memberikan gambaran mengenai inferioritas istri dalam rumah tangga

Jepang pada zaman Meiji dalam cerpen “Juusanya” (1895) karya Higuchi Ichiyo.

Pendekatan yang digunakan adalah sosiologi sastra berdasarkan teori ‘uchi’ dan ‘soto;

dalam masyarakat Jepang dari Chie Nakane dan hubungan vertikal dalam rumah tangga

Jepang dari Edwin O. Reischauer. Menurut Chie Nakane, orang Jepang akan

membedakan pihak ‘uchi (dalam)” dan pihak ‘soto (luar)’ dalam hubungan sosialnya.

Apabila seorang perempuan Jepang menikah, maka ia akan masuk ke dalam keluarga

suami dan ia harus mematuhi suami serta keluarga suaminya. Ia tidak mudah untuk

meminta bantuan dari keluarga asalnya, karena ia sudah dianggap sebagai orang luar

oleh keluarga asalnya. Selain itu, menurut Edwin O. Reischauer, hubungan vertikal

dalam rumah tangga Jepang, terlihat pada hubungan antara suami dan istri, ketika sang

suami merendahkan istrinya, dan sang istri tidak bisa berbuat apa-apa. Gambaran

inferioritas istri tersebut, terlihat jelas dalam cerpen ini.

Kata kunci : inferioritas istri, zaman Meiji, teori uchi-soto, hubungan vertical

ABSTRACT

This study gives an idea of the inferiority of the wife in the household of Japan in the

Meiji period in the short story "Juusanya" (1895) the work of Higuchi Ichiyo. The

approach is sociological literature on the theory of 'uchi' and 'soto; in Japanese society

from Chie Nakane and vertical relationships in the household by Edwin O. Reischauer.

By Chie Nakane, Japanese people will distinguish the parties “uchi” (inside) and the

parties “soto” (outside) 'in social relations. When a Japanese woman married, then she

will go into the family of her husband and she must obey her husband and the rule of

the family. She is not easy to ask for help from her origin family, because he was

regarded as an outsider by her origin family. According to Edwin O. Reischauer,

vertical relationships in Japanese households viewed on the relationship between

husband and wife. When her husband unrespect his wife, the wife could not do anything.

The inferiority of the wife, clearly visible in this short story.

Keywords: inferiority of the wife, the Meiji era, uchi-soto theory, vertical relationships

Page 3: CERMINAN INFERIORITAS ISTRI PADA ZAMAN MEIJI DALAM CERPEN ...pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/11/pustaka_unpad... · Dalam cerpen tersebut, diceritakan bahwa Oseki pulang

1

INFERIORITAS ISTRI DALAM RUMAH TANGGA JEPANG PADA Z AMAN MEIJI

1. Pendahuluan

1. 1 Latar Belakang Masalah

Cerita dalam karya sastra lahir disebabkan oleh dorongan dasar manusia untuk

mengungkapkan dirinya atau minatnya terhadap masalah kemanusiaan dan dunia realitas

yang berlangsung sepanjang hari, baik yang terdapat di dalam atau di luar dirinya. Seperti

yang diungkapkan oleh Drs. Mursal Esten (1990 : 8) dalam bukunya “Kesusastraan,

Pengantar Teori dan Sejarah”

Sebuah cipta sastra mengungkapkan tentang masalah-masalah manusia dan

kemanusiaan. Tentang makna hidup dan kehidupan. Ia melukiskan

penderitaan-penderitaan manusia, perjuangannya, kasih sayang dan kebencian,

nafsu, serta segala yang dialami manusia.

Oleh karena itu, tema karya sastra dipengaruhi oleh keadaan pada waktu karya

sastra itu dibuat. Misalnya, tema mengenai peperangan, percintaan, pengorbanan,

kekaisaran, samurai, bangsawan, petani, dunia anak dan dunia wanita,.

Saya, sebagai wanita, merasa tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai

wanita Jepang, khususnya istri dalam rumah tangga Jepang, yang banyak digambarkan

memiliki sifat lemah lembut, setia dan seolah-olah kehadirannya di dunia ini hanyalah untuk

mengabdikan diri kepada suami. Sedangkan suami, memiliki kedudukan superior daripada

istri.

Gambaran mengenai istri dalam rumah tangga Jepang jelas terlihat dalam cerpen

karya Higuchi Ichiyou yang berjudul “Juusanya (十三夜)”, yang ditulis pada tahun 1895.

Higuchi Ichiyou adalah sastrawan wanita Jepang yang lahir pada zaman Meiji, yaitu tanggal

25 Maret 1872. Ia mulai menulis sejak berumur 15-16 tahun. Pada saat itu, ia membuat

catatan tentang dirinya dan lingkungan tempat ia tinggal. Tokoh utama dalam karya-karyanya

sebagian besar adalah wanita.

Tokoh utama dalam cerpen tersebut adalah seorang istri, yang bernama Oseki.

Page 4: CERMINAN INFERIORITAS ISTRI PADA ZAMAN MEIJI DALAM CERPEN ...pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/11/pustaka_unpad... · Dalam cerpen tersebut, diceritakan bahwa Oseki pulang

2

Dalam cerpen tersebut, diceritakan bahwa Oseki pulang ke rumah orang-tuanya karena ia

memiliki masalah dengan suaminya. Ia ingin meminta izin kepada ayahnya untuk bercerai

dari suaminya. Ia sudah tidak tahan menghadapi perlakuan suaminya yang sering berbuat

kasar kepadanya. Tetapi ayahnya tidak mengabulkan permintaan tersebut. Cerpen dan

ringkasan ceritanya, terdapat dalam lampiran.

1.2 Permasalahan

Dalam makalah ini, saya akan mengangkat masalah inferioritas istri dalam rumah

tangga Jepang pada zaman Meiji yang tercermin dalam cerpen tersebut, sebagai kasus yang

akan dianalisis dengan menggunakan teori dari Chie Nakane dalam bukunya 『タテ社会の人

間関係―単一社会の理論』(1967)dan Edwin O Reischauer dalam bukunya yang telah

diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, yaitu “Manusia Jepang” (1982). Saya hanya akan

membahas masalah inferioritas yang dialami Oseki, sebagai seorang istri dari keluarga kaya.

1.3 Tujuan Pembahasan

Adapun tujuan pembahasan masalah tersebut adalah mengetahui bagaimana

inferioritas istri dalam rumah tangga Jepang, melalui cerpen “Jusanya” karya Higuchi Ichiyou.

2. Teori Chie Nakane Mengenai Hubungan Sosial dalam Masyarakat Jepang.

2.1 Kesadaran kelompok berdasarkan “ Ba”

Chie Nakane, seorang sosiolog wanita terkenal dari Jepang, membahas mengenai

struktur masyarakat Jepang dalam bukunya 『タテ社会の人間関係―単一社会の理論』Dalam

buku ini, Nakane membandingkan masyarakat Jepang dengan India. Menurutnya, kesadaran

kelompok dalam masyarakat Jepang berdasarkan pada “Ba〈場〉 ” sedangkan India

berdasarkan “Shikaku(資格)” .

“Ba” diterjemahkan dalam bahasa Inggris sebagai “frame” dan “Shikaku”

diterjemahkan dalam bahasa Inggris sebagai “attribute”. “Ba” menunjukkan bahwa di Jepang,

Page 5: CERMINAN INFERIORITAS ISTRI PADA ZAMAN MEIJI DALAM CERPEN ...pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/11/pustaka_unpad... · Dalam cerpen tersebut, diceritakan bahwa Oseki pulang

3

individu menyadari bahwa ia adalah bagian dari sebuah kelompok atau institusi, misalnya

bagian dari perusahaan atau keluarga. Sedangkan kesadaran individu di India berdasarkan

pada “Shikaku”, yaitu individu menyadari bahwa kedudukan individu berbeda berdasarkan

atributnya, seperti keturunan, gender atau jabatan di tempat kerja. Misalnya, individu di India

memperkenalkan dirinya berdasarkan jabatan dalam perusahaannya, sedangkan di Jepang

biasanya individu memperkenalkan dirinya sebagai bagian dari suatu perusahaan, bukan

jabatannya.

Kesadaran akan “Ba” ini, dibentuk berdasarkan konsep keluarga tradisional Jepang

“ie(家)”. Ie diterjemahkan sebagai household dalam bahasa Inggris. Tetapi, sebenarnya

pengertiannya tidak sesederhana itu. Menurut Nakane, ie merupakan sebuah komunitas

dalam kehidupan sehari-hari. Ie didukung dan dibentuk oleh “anggota ie”, yang dianggap

seperti “pekerja” dalam meneruskan keberlangsungan ie.

Hubungan manusia di dalam ie berbeda dengan hubungan manusia dalam keluarga

biasanya. Istri yang masuk ke keluarga (ie) suami dianggap lebih penting, daripada adik atau

anak perempuan yang menikah dan masuk ke keluarga suaminya. Apabila anggotanya

menikah dan masuk keluarga (ie) lain, maka ia akan dianggap sebagai orang luar. Hubungan

antar saudara kandung tidak penting apabila ia sudah masuk ke keluarga (ie) yang lain.

Kemudian, masalah antara mertua dan menantu perempuan harus diselesaikan di dalam

frame ie yang telah dimasuki oleh menantu tersebut.

Anggota ie memiliki kesadaran secara emosional, bahwa kelompoknya adalah

keluarga mereka atau pihak dalam (“kita”), sedangkan kelompok lain adalah orang luar,

sehingga di Jepang, dikenal istilah “家風 (kafuu - family ways)” yang digunakan sebagai

slogan untuk memperkuat solidaritas kelompoknya. Kesadaran seperti ini memperkuat

kesadaran orang Jepang akan “ウチの者(uchi no mono - our people)” dan “ヨソ者 (yoso

mono – outsiders)”

Page 6: CERMINAN INFERIORITAS ISTRI PADA ZAMAN MEIJI DALAM CERPEN ...pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/11/pustaka_unpad... · Dalam cerpen tersebut, diceritakan bahwa Oseki pulang

4

2.2 Organisasi Berdasarkan Hubungan Vertikal

Hubungan manusia secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu hubungan vertikal

seperti hubungan orang-tua dan anak, superior atau inferior, dan hubungan horisontal seperti

partner atau kolega. Di Jepang, hubungan vertikal mendominasi semua kelompok sosial.

Misalnya hubungan dalam perusahaan hubungan vertikal lebih mendominasi daripada

hubungan horisontal. Walaupun bekerja pada bagian yang sama, tetapi mereka berbeda

berdasarkan umur dan lama kerjanya, sehingga ada ranking sebagai senior (senpai) dan

junior (kohai).

3. Teori Edwin O Reischauer Mengenai Wanita Jepang pada Masa Tokugawa

Menurut Reischauer, sikap sovinisme laki-laki di Jepang terlihat jelas dalam

kehidupan terutama pada masa Tokugawa, karena dipengaruhi oleh konfusianisme yang

dijadikan pegangan moral pada masa itu. Konfusianisme merupakan warisan masyarakat

patriarkal Cina. Salah satu peribahasa Konfusianisme yang dipegang teguh di Jepang adalah,

seorang wanita harus mengabdi kepada bapaknya pada masa kanak-kanak, mengabdi

kepada suaminya setelah menikah dan mengabdi kepada anak laki-lakinya pada masa

tuanya.

Dalam ajaran Konfusianisme, istri dipandang hanya sebagai individu yang bertugas

melahirkan generasi penerus bagi keluarga, daripada kawan hidup atau obyek cinta. Tetapi,

Istri di kalangan petani, dianggap lebih memiliki kebebasan daripada wanita di kalangan atas,

karena wanita di kalangan petani tetap penting sebagai rekan kerja di ladang, sedangkan istri

di kalangan atas, sepenuhnya menjadi pelayan yang patuh dan permainan bagi laki-laki.

Seorang istri diharapkan untuk mengabdikan dirinya tanpa memikirkan kepentingan sendiri

guna kesejahteraan keluarga sang suami, di bawah pengawasan dari ibu mertuanya. Istri

tidak memiliki kebebasan dalam kehidupan bermasyarakat di luar keluarganya. Pernikahan

terjadi berdasarkan kebutuhan keluarga bukan berdasarkan cinta, sehingga tidak sedikit yang

menikah dengan pasangan yang belum pernah mereka temui. Kasih sayang suami-istri tidak

diutamakan dalam kehidupan pernikahan.

Page 7: CERMINAN INFERIORITAS ISTRI PADA ZAMAN MEIJI DALAM CERPEN ...pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/11/pustaka_unpad... · Dalam cerpen tersebut, diceritakan bahwa Oseki pulang

5

Berbeda dengan sang istri, suami memiliki kebebasan dalam melakukan kehidupan

sosial di luar keluarganya, sepanjang ia tidak melalaikan kewajiban terhadap keluarganya.

Seorang suami yang mampu secara ekonomi, dapat mengunjungi tempat-tempat hiburan di

kota-kota besar dan memiliki gundik. Di tempat hiburan ini, laki-laki bebas untuk dihibur dan

bercengkrama dengan para wanita penghibur.

4. Inferioritas Istri dalam Rumah Tangga Jepang pa da Zaman Meiji yang tercermin

dalam Cerpen Juusanya karya Higuchi Ichiyou.

Chie Nakane menyebutkan dalam teorinya bahwa kesadaran kelompok masyarakat

Jepang didasarkan pada “ba” yang terbentuk dari konsep ie sebagai konsep keluarga

tradisional Jepang, yang sebenarnya terbentuk pada zaman Tokugawa. Menurut Nakane,

apabila anggota ie menikah dan masuk keluarga (ie) lain, maka ia akan dianggap sebagai

orang luar. Anggota ie memiliki kesadaran secara emosional, bahwa kelompoknya adalah

keluarga mereka atau pihak dalam (“kita”), sedangkan kelompok lain adalah orang luar,

sehingga di Jepang, dikenal istilah “家風 (kafuu - family ways)”. Kesadaran seperti ini

memperkuat kesadaran orang Jepang akan “ウチの者(uchi no mono - our people)” dan “ヨ

ソ者 (yoso mono – outsiders)”, sehingga, masalah antara mertua dan menantu perempuan

harus diselesaikan di dalam frame ie tempat menantu tersebut tinggal. Kemudian ia

mengutarakan teori mengenai hubungan vertikal yang mendominasi semua kelompok sosial

di Jepang.

Hubungan vertikal pun diutarakan oleh Edwin O Reischauer dalam teorinya, yaitu

suami memiliki kedudukan yang superior dan istri memiliki kedudukan yang inferior dalam

rumah tangga, terutama pada masa Tokugawa. Menurut Reischauer, hal ini dipengaruhi oleh

konfusianisme dan masa feodal Tokugawa yang panjang.

Konfusianisme dan sistem ie sebagai warisan dari zaman Tokugawa, masih tertanam

kuat dalam masyarakat Jepang pada zaman Meiji. Bahkan sistem ie disahkan dalam

undang-undang Meiji. Oleh karena itu, inferioritas istri dalam rumah tangga masih terlihat

Page 8: CERMINAN INFERIORITAS ISTRI PADA ZAMAN MEIJI DALAM CERPEN ...pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/11/pustaka_unpad... · Dalam cerpen tersebut, diceritakan bahwa Oseki pulang

6

jelas dalam masyarakat Jepang. Inferioritas istri dalam rumah tangga tersebut, tercermin

dalam cerpen “Juusanya” karya Higuchi Ichiyou, yang dibuat pada zaman Meiji (1895).

Berikut ini adalah kutipan-kutipan dari cerpen yang mencerminkan inferioritas Oseki Harada

yang berasal dari keluarga miskin, sebagai istri dari Isamu Harada, yang berasal dari

keluarga kaya.

Page 9: CERMINAN INFERIORITAS ISTRI PADA ZAMAN MEIJI DALAM CERPEN ...pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/11/pustaka_unpad... · Dalam cerpen tersebut, diceritakan bahwa Oseki pulang

7

Page 10: CERMINAN INFERIORITAS ISTRI PADA ZAMAN MEIJI DALAM CERPEN ...pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/11/pustaka_unpad... · Dalam cerpen tersebut, diceritakan bahwa Oseki pulang

8

Page 11: CERMINAN INFERIORITAS ISTRI PADA ZAMAN MEIJI DALAM CERPEN ...pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/11/pustaka_unpad... · Dalam cerpen tersebut, diceritakan bahwa Oseki pulang

9

Page 12: CERMINAN INFERIORITAS ISTRI PADA ZAMAN MEIJI DALAM CERPEN ...pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/11/pustaka_unpad... · Dalam cerpen tersebut, diceritakan bahwa Oseki pulang

10

Page 13: CERMINAN INFERIORITAS ISTRI PADA ZAMAN MEIJI DALAM CERPEN ...pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/11/pustaka_unpad... · Dalam cerpen tersebut, diceritakan bahwa Oseki pulang

11

Dari kutipan – kutipan di atas dapat kita lihat, bahwa pernikahan yang dilakukan

Oseki dan isamu, bukan berdasarkan cinta tetapi dijodohkan. Hal ini sesuai dengan teori dari,

bahwa yang terpenting dalam pernikahan bukan rasa cinta, tetapi persetujuan antara 2

keluarga dan anak perempuan hanya bisa menerima perjodohan tersebut.

Kemudian sesuai dengan teori Nakane, bahwa apabila anak perempuannya

menikah dan sudah masuk ke keluarga suami, maka ia menjadi orang luar, dan sang istri

tidak dapat semudah itu bertemu keluarga asalnya. Kemudian Oseki harus menahan

penderitaannya seorang diri, tanpa dapat berbicara kepada siapapun. Setelah berbicara

kepada ayahnya pun, ayahnya tidak bisa berbuat apa-apa, karena anaknya sudah menjadi

keluarga lain. Bahkan ayahnya, menyuruh Oseki untuk bersabar dan kembali ke suaminya

Sesuai teori Reischauer, istri hanya dianggap sebagai orang yang melahirkan

penerus keluarga dan tidak dihargai oleh suaminya. Suaminya digambarkan memiliki

kebebasan untuk pergi keluar rumah dan memiliki gundik, sedangkan sang istri harus

mematuhi suaminya seperti peribahasa dalam konfusianisme. Sang istri harus sabar

menahan penderitaan demi terciptanya keharmonisan rumah tangganya.

5. Kesimpulan

Berdasarkan uraian tersebut, saya dapat menyimpulkan bahwa kedudukan istri

dalam rumah tangga Jepang pada zaman Meiji masih inferior daripada suaminya. Inferioritas

istri dalam rumah tangga Jepang, terlihat jelas dalam cerpen “Juusanya” karya Higuchi

Ichiyou yang ditulis pada zaman Meiji. Contoh dari inferioritas istri yang tercermin dalam

cerpen tersebut adalah :

- Apabila seorang anak perempuan menikah, maka ia sudah menjadi anggota ie suaminya,

dan ia tidak dapat dengan mudah bermasyarakat dengan mereka yang ada di luar ie-nya ,

termasuk ie asalnya sendiri. Apalagi sampai menceritakan masalah pribadinya keluar dari

ie-nya. Ia harus dapat menyelesaikan masalahnya sendiri. Ia harus dapat sabar menahan

penderitaan yang dialaminya. Orang-tuanya pun tidak dapat membantu anaknya, karena

Page 14: CERMINAN INFERIORITAS ISTRI PADA ZAMAN MEIJI DALAM CERPEN ...pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/11/pustaka_unpad... · Dalam cerpen tersebut, diceritakan bahwa Oseki pulang

12

anaknya sudah dianggap orang luar, karena sudah menjadi anggota ie yang lain. Hal ini

sesuai dengan teori dari Chie Nakane mengenai “ba” dan “uchi no mono” – “yoso mono”

- Selain itu, pernikahan dilakukan bukan berdasarkan cinta, dan Oseki menikahi seseorang

dari golongan atas, sehingga suami dari golongan atas digambarkan tidak menghargai

istrinya sebagai seorang istri. Sang suami memiliki kebebasan untuk pergi keluar rumah

dan bersenang-senang, bahkan diceritakan ia memiliki gundik. Sang suami digambarkan

merendahkan istrinya dan berbuat kasar, tetapi istrinya tidak bisa berbuat apa-apa. Hal ini

sesuai dengan teroi Chie Nakane dan Edwin O Reischauer mengenai hubungan vertikal

yaitu istri lebih inferior daripada suaminya.

Daftar Rujukan :

Higuchi, Ichiyou,「十三夜」dalam 『日本近現代文学』, Cina, 1999

Nakane, Chie, 1967,『タテ社会の人間関係―単一社会の理論』 dalam buku『日本文化提要

―日本文化研究論』, Nihonbunka Kenkyuusho, Tokyo, 1977

Reischauer, Edwin O, , Manusia Jepang, Sinar Harapan, Jakarta, 1982