CDK 211 Vol 40 No 12 Tahun 2013 Halaman 900-906 Fenomenologi Sindrom Tourette
-
Upload
meta-dwi-a -
Category
Documents
-
view
42 -
download
6
description
Transcript of CDK 211 Vol 40 No 12 Tahun 2013 Halaman 900-906 Fenomenologi Sindrom Tourette
CDK-211/ vol. 40 no. 12, th. 2013900
TINJAUAN PUSTAKA
INTRODUKSI
Fenomena sindrom Tourette (Tourette's
syndrome, TS) pertama kali dilaporkan
oleh dokter Jean-Marc Gaspard Itard,
pada seorang wanita Perancis berusia
26 tahun. Selanjutnya George Beard
melaporkan 50 penderita tik motorik
dan echolalia. Pada tahun 1885, 60 tahun
setelah Itard mempublikasikan kasus itu,
Georges Gilles de la Tourette (1857-1904),
mempublikasikan artikel tentang delapan
penderita tik motorik atau vokal, dan ia
menamai sindrom ini “maladie (illness) of
tics”. Di kemudian hari, sindrom ini dikenal
sebagai sindrom Tourette.1,2
Sindrom Tourette adalah gangguan
perilaku-perkembangan saraf-kejiwaan
(psychoneurogenobehavioral disorder) ber-
basis neurotransmiter, dicirikan oleh aksi
tak disadari, berlangsung cepat, bersifat
genetik, diwariskan, dengan onset di masa
anak, dan memiliki pola tik vocal-motorik
yang menetap-menahun. Sindrom Tourette
merupakan gangguan neurodevelopmental-
neuropsychiatric dengan dasar
neurogenetik.3
Sindrom Tourette disebut juga Tourette’s
disorder atau Gilles de la Tourette syndrome.
EPIDEMIOLOGI
Pada mulanya insidens TS dilaporkan 4,6
per 1 juta penduduk, jumlah ini terus
bertambah sesuai pertumbuhan penduduk
dan berkembangnya metodologi riset.5 Riset
terbaru menunjukkan insiden TS mencapai
1-10 per 1000 orang. Prevalensi sekitar 0,03–3%.
Referensi lain menyebutkan prevalensi berkisar
dari 1:20.000 hingga 1:2000. Prevalensi
internasional rata-rata 1% di mayoritas
kebudayaan dunia. TS dapat mengenai semua
ras, lebih dominan pada pria, dengan rasio
anak lelaki:anak wanita = 3-5:1.6 – 8 Banyak kasus
ringan yang luput dari perhatian medis.
Onset biasanya pada usia 7-8 tahun,
puncaknya antara 8-12 tahun. Sumber lain
menyebutkan, TS umum terjadi di usia 5-9
tahun, mencapai puncak di usia 10-12 tahun,
dan berkurang di usia 13-16 tahun. Rentang
usia penderita TS antara 2-21 tahun.9 Terutama
terjadi di usia 10 tahun, namun hanya 5%
yang menetap hingga dewasa. Sekitar dua
pertiga penderita TS mengalami perbaikan
gejala saat dewasa, namun perbaikan total
jarang terjadi.10 Prevalensi tik di populasi
pediatrik diperkirakan 6–12%.11-12 Prevalensi TS
pada 447 pelajar dengan autisme anak-anak
dan remaja di sembilan sekolah di London
mencapai 8,1%.13
ETIOPATOGENESIS
Etiopatogenesis pasti belum diketahui,
diduga multifaktor. Faktor neurokimiawi,
yaitu: lemahnya pengaturan dopamin di
nekleus kaudatus; juga ketidakseimbangan
serta hipersensitivitas terhadap
neurotransmiter, terutama dopamin dan
serotonin. Peran neurotransmiter dopamin
amat penting; pada studi neuroimaging,
ada ketidaknormalan sistem dopaminrgik
di dalam korteks prefrontal dan striatum
otak. Pada penderita TS, terjadi peningkatan
densitas transporter dopamin presinaps
dan reseptor dopamin D2 postsinaps, yang
berarti terjadi peningkatan uptake dan
release dopamin. Hipotesis supersensitivitas
dopamin menjelaskan mengapa TS begitu
responsif terhadap penghambat reseptor
dopamin atau neuroleptik. Riset terbaru
menunjukkan tidak ada bukti peningkatan
inervasi dopaminrgik striatal pada penderita
TS.14 Di sistem saraf pusat, neurotransmiter
dopamin (DA) memperantarai bermacam-
macam fungsi fi siologis termasuk pengaturan
aktivitas lokomotorik, proses kognitif,
sekresi (pengeluaran) neuroendokrin,
dan pengendalian perilaku yang
termotivasi (motivated behaviors) termasuk
mekanisme emosi, afek, dan pemberian
penghargaan.15,16
ABSTRAK
Sindrom Tourette (Tourette's syndrome, TS) adalah gangguan psychoneurogenobehavioral pada anak yang ditandai tik vokal dan motorik multipel.
Artikel ini membahas berbagai aspek TS, meliputi: sejarah, epidemiologi, etiopatogenesis, potret klinis, komorbiditas, diagnosis, pemeriksaan
penunjang, penatalaksanaan, pencegahan.
Kata kunci: Sindrom Tourette, etiopathogenesis, penatalaksanaan, pencegahan
ABSTRACT
Tourette's syndrome (TS) is a common psychoneurogenobehavioral disorder in children characterized by multiple motor and vocal tics. This
article discussed multiaspects of TS, including: history, epidemiology, etiopathogenesis, clinical portrait, comorbidity, diagnosis, supporting
examination, management, and prevention. Dito Anurogo. Dito Anurogo. Phenomenology of Tourette Syndrome.
Key words: Tourette syndrome, etiopathogenesis, management, prevention
Alamat korespondensi email: [email protected]
Fenomenologi Sindrom Tourette
Dito AnurogoBrain and Circulation Institute of Indonesia,
Surya University, Serpong, Tangerang, Banten, Indonesia
901CDK-211/ vol. 40 no. 12, th. 2013
TINJAUAN PUSTAKA
Jalur dopaminrgik bukanlah satu-satunya
yang bertanggung-jawab atas munculnya
gejala TS, faktor lain yang juga berperan, antara
lain: rendahnya kadar serotonin, glutamate
dan AMP siklik. Di sirkuit subkortikal frontal,
abnormalitas reseptor glutamat, dopamin,
serotonin, GABA, asetilkolin, noradrenalin,
opioid, dan cannabinoid juga berperan dalam
patogenesis TS. Overekspresi synaptogyrin-3
di sel-sel PC12 dan MN9D yang mirip saraf
(neuronal-like) namun bukan di sel-sel HEK
293 nonneuronal, menghasilkan peningkatan
aktivitas dopamin transporter (DAT) pada
level transporter di membran plasma. Efek
synaptogyrin-3 ini ditiadakan oleh keberadaan
vesikular monoamine transporter-2 (VMAT2)
inhibitor reserpine, memberi sugesti bahwa
kemampuan synaptogyrin-3 untuk meregulasi
(mengatur) aktivitas DAT bergantung pada
sistem penyimpanan dopamin (DA) vesikular.
Terdapat interaksi biokimiawi yang kompleks
antara DAT, synaptogyrin-3, dan VMAT2, di
samping juga ditemukan hubungan fi sik
dan fungsional antara DAT dan sistem DA
vesikular.19
Saat penderita TS mengalami serangan tik,
terjadi aktivasi multifokal di otak seperti
di korteks premotorik lateral dan medial,
korteks ciaguli anterior, korteks prefrontal
dorsolateral-rostral, korteks parietal
interior, putamen, nukleus kaudatus,
korteks motorik primer, area Broca, girus
temporal superior, insula, and klaustrum.
Hal ini menunjukkan keterlibatan daerah
paralimbik, bahasa, dan sensorimotorik.
Secara spesifi k, ketidaknormalan sirkuit
kortiko-striato-talamo-kortikal melibatkan
inhibitory interneurons di ganglia basal, yang
dapat berhubungan dengan patogenesis
dan persistensi beragam kasus TS. Malfungsi
sirkuit ini dapat berkontribusi terhadap
perilaku semi-otonom fragmenter yang
bermanifestasi sebagai tik.20 Ganglia basal,
terutama nukleus kaudatus dan korteks
prefrontal inferior, berhubungan dengan
perkembangan TS. Sirkuit ganglia basal dan
kortikal juga berperan pada fungsi motorik
dan pembentukan kebiasaan; disfungsi
ganglia basal telah lama diketahui sebagai
penyebab utama gejala tik.21,22 Selain itu,
di otak penderita TS, terjadi penurunan
5% volume nukleus kaudatus, namun
abnormalitas seluler yang mendasarinya
belum jelas. Selain itu juga dijumpai 50%–
60% penurunan parvalbumin dan kolin
asetiltransterase interneuron kolinergik di
nukleus kaudatus dan putamen. Penurunan
interneuron kolinergik terlihat jelas di regio
asosiatif dan sensorimotorik, namun tidak
terlihat di regio limbik. Hal ini diketahui
dari hasil penilaian densitas berbagai tipe
interneuron dan medium spiny neurons di
striatum otak postmortem penderita TS
dengan analisis stereologis.23
Menurut teori autoimun, TS ditimbulkan
oleh gangguan autoimun pada anak yang
berhubungan dengan infeksi streptokokus
(pediatric autoimmune neuropsychiatric
disorder associated with streptococcal infections,
PANDAS). Infeksi group A beta-haemolytic
streptococcal (GABHS) juga berkaitan
dengan TS.24,25 Hipotesis disregulasi sistem
imun, termasuk: disregulasi sitokin, peranan
interleukin (IL), misalnya: IL-1beta, IL-2, IL-6, IL-
12, serta tumor necrosis factor (TNF)-alfa masih
memerlukan riset lanjutan.26
Kadar besi dan feritin yang lebih rendah
pada penderita TS sesuai dengan keadaan
gangguan gerak lain, memberi kesan bahwa
rendahnya besi dapat menjadi penyebab
tik. Simpanan besi yang rendah dapat
berkontribusi terhadap hipoplasi nukleus
kaudatus dan putamen, meningkatkan
kerentanan terhadap tik atau memperberat
tik.27
Beragam faktor epigenetik berperan dalam
patogenesis TS, termasuk perinatal insults,
pajanan androgen, stres psikologis, dan
mekanisme otoimun pasca-infeksi. Peristiwa
iskemia/hipoksia perinatal dan merokok di
masa prenatal-maternal dilaporkan sebagai
faktor risiko TS.28,29
Secara genetik, TS merupakan kondisi
poligenetik yang berpola sex-infl uenced
autosomal dominant. Lokus kandidat TS
berhasil ditemukan pada lokus 18q22, pada
gen SLITRK1 yang berlokasi di kromosom
13q31, dan pada tubulin-specifi c chaperone D
(TBCD, region 17q25.3). Meskipun demikian,
SLITRK1 bukanlah gen yang signifi kan
pada mayoritas individu dengan TS.30
Beragam candidate genes lain, antara lain:
reseptor dopamin (DRD1, DRD2, DRD4, dan
DRD5), transporter dopamin, berbagai gen
noradrenergik (ADRA2a, ADRA2C, DBH, dan
MAO-A), serta gen serotonergik (5HTT).31,32
Ditemukan pula delesi di region 22q11-q13.
Riset selanjutnya menemukan lokus potensial
di kromosom 2p23.2, 3, 4q, 5, 8q, 9, 10, 11, 13,
dan 19. TS terjadi 50% pada kembar monozigot
dan 8% pada dizigot.33
Pada satu studi kasus-kontrol, penderita TS
dengan (n=115) dan tanpa (n=110) ADHD
menggunakan teknik polymerase chain
reaction (PCR) restriction enzyme assay yang
dikembangkan untuk deteksi polimortisme
nukleotida tunggal T-182C berdasarkan
metodologi sequencing. Hasilnya tidak
teridentifi kasi asosiasi polimorfi sme antara TS
dan ADHD.34 Riset The Tourette
Syndrome Association International Consortium
for Genetics pada 2040 individu (238 keluarga
inti, 304 pasang saudara kandung yang
independen, 18 keluarga multigenerasi
terpisah) menunjukkan bukti signifi kan
adanya linkage terhadap marker D2S144 pada
kromosom 2p32.2.35
Hipotesis terbaru menyatakan bahwa beragam
perbedaan di ekspresi akson dan splicing
bermanfaat untuk memahami patofi siologi
dan menegakkan diagnosis. The Genome Wide
Association Study (GWAS) design diharapkan
dapat mengatasi keterbatasan studi tentang
linkage dan gen candidat, sehingga di masa
mendatang dapat menemukan berbagai
mutasi dan polimorfi sme penyebab TS.37
POTRET KLINIS
Klinis TS berupa tik motorik dan vokal, dapat
berlangsung selama lebih dari satu tahun,
biasanya muncul saat menyaksikan peristiwa
tertentu. Tik motorik dapat sederhana
(misalnya: mengejapkan mata berkali-kali,
sering mengangkat-angkat bahu) atau
kompleks (misalnya: meniru gerakan orang
lain atau echopraxia). Tik motorik bisa juga
multipel, misalnya: blinking (mengejapkan
mata), grimacing (meringis, menyeringai,
atau memainkan ekspresi wajah), jumping
(melompat-lompat). Tik vokal dapat
berupa kata-kata sederhana atau kata
tunggal. Tik vokal klasik termasuk berkata
jorok (coprolalia) dan menirukan atau
mengulangi frase (palilalia), atau ucapan
orang lain (echolalia). Tik fonik berupa suara
atau bunyi, seperti: suara membersihkan
tenggorokan/kerongkongan dari lendir atau
benda asing, batuk, pilek. Setidak-tidaknya
dijumpai satu tik vokal atau fonik, misalnya:
grunting (mendengkur, mengorok) atau
sniffing (seolah pilek, menghirup-hirup,
CDK-211/ vol. 40 no. 12, th. 2013902
TINJAUAN PUSTAKA
10–19), tik sedang atau lebih berat (YGTSS:
≥20). Skor YGTSS > 15 mengindikasikan tik
yang secara klinis signifi kan. Sedangkan skor
Clinical Global Impressions–Improvement Scale
berkisar 1-8, skor 1 berarti perkembangannya
sangat baik, skor 8 berarti sangat buruk.53
Instrumen DISC (Diagnostic Interview Schedule
for Children) digunakan untuk mengetahui
profi l diagnostik penderita TS. DISC adalah
interview semistructured berbasis komputer
yang terdiri dari 15 sub-bagian, meliputi:
gangguan tic (TS, gangguan tic kronis, transient
tic disorder), OCD, ADHD, fobia sosial, fobia
spesifi k, separation anxiety disorder, gangguan
panik, gangguan perilaku, agoraphobia,
generalized anxiety disorder, post-traumatic
stress disorder, trichotillomania, major depressive
episode, dysthymic disorder,dan oppositional
defi ant disorder.54
Pemeriksaan darah lengkap dilakukan sesuai
indikasi dan/atau untuk keperluan riset, yaitu
mengetahui ekspresi gen (RNA) yang diukur
menggunakan whole genome Aff ymetrix
microarrays.55
Pencitraan dilakukan bila perlu atau untuk riset.
Melalui pemeriksaan MRI (magnetic resonance
imaging), diketahui penderita TS memiliki area
dorsolateral prefrontal yang lebih besar dan
peningkatan substantia alba di lobus frontal
kanan. Volume nucleus caudatus yang lebih
kecil pada MRI di masa anak berhubungan
dengan meningkatnya derajat keparahan tik
di masa dewasa.56
Pemeriksaan lain menggunakan voxel-based
morphometry (VBM) dan magnetization
transfer imaging (MTI) yang lebih sensitif
terhadap perubahan jaringan dibandingkan
MRI konvensional. Keduanya merupakan
pengukuran kuantitatif integritas makro-
struktur. Pada VBM, penderita TS menunjukkan
penurunan volume substantia nigra di
area prefrontal, girus cinguli anterior, area
sensorimotorik, nukleus kaudatus kiri, dan girus
postsentral kiri secara signifi kan. Penurunan
volume substantia alba terdeteksi di girus
frontal inferior kanan, girus frontal superior
kiri, dan anterior corpus callosum. Peningkatan
dijumpai di girus frontal pertengahan kiri dan
area sensorimotor kiri. Dengan MRI, reduksi
substantia alba terlihat di girus frontal medial
kanan, girus frontal inferior bilateral, dan girus
cinguli kanan.57
atau mencium-cium bau). Tik seringkali
diperburuk oleh stres fisik atau emosional,
membaik saat sendirian dan relaks. Tik juga
dapat terjadi selama tidur dan berkaitan
dengan berbagai problem tidur, termasuk
insomnia, tidak cukup tidur, tidur gelisah,
parasomnia (tidur berjalan dan sleep terrors).
Tik selama tidur umumnya dikendalikan oleh
thalamo-cortical oscillating dysrhythmia.38-40
Manifestasi lain yang penting namun kurang
umum, seperti: meniru tingkah laku (echo
phenomena), suka mengulang-ulang sendiri
(pali phenomena), menyumpah tanpa sadar,
di luar kemauan, dan tidak pantas (swearing
involuntarily and inappropriately), perilaku
melukai diri sendiri (self-injurious behaviours).
Perilaku membahayakan atau mencederai
diri ditemukan pada penderita malignant
Tourette syndrome (MTS), misalnya: berulang-
ulang memukul perut hingga memar
dan merusakan organ dalam, memukul-
mukul mata sendiri, menikam leher sendiri,
menelan benda asing, menggigiti bibir/
mulutnya hingga berdarah, menghentak-
hentakkan kaki dengan kuat hingga terjadi
dislokasi pinggul, menggeleng-gelengkan
kepala dan leher dengan kuat hingga cedera
leher atau whiplash.41
Pada penderita TS, IQ verbal lebih tinggi secara
signifi kan dibandingkan IQ performance,
menimbulkan problem kemampuan
visuospatial, perseptual, dan motorik.
Penderita TS juga merasa sulit memaksimalkan
fungsi eksekutifnya, seperti: kemampuan
memecahkan masalah, membagi perhatian,
respons terhadap hambatan.42
KOMORBIDITAS
Beragam komorbiditas penderita TS antara
lain: cemas, depresi, kesulitan belajar,
gangguan tidur, obsessive-compulsive disorder
(OCD), hiperaktif atau ADHD (attention defi cit
hyperactivity disorder), gangguan perilaku, tik
nervous, masalah pengendalian impuls, rasa
malu, isolasi, dan ketakmampuan (disability)
atau hendaya (impairment) fungsi sosial. Pada
TS dan ADHD, diduga terjadi abnormalitas
noradrenergik.43,44
Sebagian komorbiditas antara lain: alergi,
aritmia jantung, asma, autisme, ADHD, bruxism,
cemas, depresi, kejang, coprolalia, copropraxia,
mengamuk/marah (rage), meningkatnya
sensitivitas terhadap stimulus sensoris, migren,
OCD, autoimunitas, perilaku mencederai
diri-sendiri, reaksi yang mengejutkan dan
berlebihan, restless leg syndrome.45
DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis TS, ada tiga ciri
khas yang sering muncul, yaitu: tik multipel,
berkata jorok (coprolalia), dan latah atau suka
membeo (echolalia). Kriteria yang dipakai
secara internasional adalah Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth
Edition, Text Revision (DSM-IV-TR)46:
1. Onset sebelum usia 18 tahun.
2. Tik vokal dan motorik multipel berkali-kali
hampir setiap hari, atau sebentar-sebentar
berlangsung lebih dari 1 tahun. Selama itu tak
ada periode bebas tik selama lebih dari 3 bulan
berturut-turut. Tik tidak harus berlangsung
bersamaan.
3. Gangguan bukan karena efek fi siologis
langsung zat (seperti: stimulan) atau kondisi
medis umum (seperti: penyakit Huntington,
ensepalitis postviral).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beragam pilihan kuesioner dapat dipakai untuk
memastikan diagnosis TS: Tourette Syndrome
Symptom List, Tourette Syndrome Questionnaire,
The Motor Tic Obsessions and Compulsions
Vocal Tic Evaluation Survey, Ohio Tourette
Survey Questionnaire, Tourette Syndrome
Global Scale, Tourette Syndrome Diagnostic
Confi dence Index, Tourettes Syndrome Severity
Scale, Shapiro Tourette Syndrome Severity Scale,
Yale Global Tic Severity Scale (YGTSS), Children’s
Yale-Brown Obsessive-Compulsive Scale (CY-
BOCS), Hopkins Motor and Vocal Tic Severity
Scale, Clinical Global Impressions–Improvement
Scale, Diagnostic Confi dence Interval, National
Hospital Interview Scale, dll digunakan untuk
interview, menegakkan diagnosis dan evaluasi
klinis lain, seperti: menentukan derajat
keparahan TS, menentukan terapi, keperluan
riset, dsb. Untuk mengetahui kemampuan
motorik, dapat menggunakan tes Purdue
Pegboard. Baik-buruknya kemampuan
motorik di masa anak-anak, berhubungan
dengan meningkatnya derajat keparahan tik
di masa dewasa. Untuk menilai IQ digunakan
Wechsler Abbreviated Scale of Intelligence
(WASI). Obsesi-kompulsi dapat diketahui
dengan Dimensional Yale-Brown Obsessive-
Compulsive Scale (DYBOCS).47-52 Skor Yale
Global Tic Severity Scale (YGTSS) berkisar 0-50,
dengan rincian: tidak ada tik (YGTSS: 0), tik
minimal (YGTSS: 1–9), tik ringan (YGTSS:
903CDK-211/ vol. 40 no. 12, th. 2013
TINJAUAN PUSTAKA
fl uokstin, fl uvoksamin, paroksetin, sertralin,
escitalopram, dan citalopram. Klomipramin
uga efektif karena memiliki serotonin reuptake
action. SSRI dapat dikombinasikan dengan
antipsikotik atipikal.65
PENATALAKSANAAN
Bila gejala ringan, penderita dan anggota
keluarganya hanya memerlukan edukasi
dan konseling. Berbagai teknik psikoterapi,
seperti: psikoterapi suportif, terapi kognitif,
assertiveness training, dan self-monitoring
dapat juga diberikan. Pendekatan
comprehensive behavioral intervention
for tics (CBIT), berdasarkan habit reversal
training/therapy, efektif mengurangi tik serta
perburukan yang berhubungan dengan tik
(tics-related impairment) pada anak dan remaja
penderita TS dengan tingkat keparahan
sedang atau berat. Terapi suportif dan edukasi
dapat sebagai pelengkap dan pendukung
CBIT.58
Banyak anak TS yang berhasil ditangani tanpa
terapi obat. Farmakoterapi diberikan sesuai
indikasi. Berikut beberapa pilihan terapi TS44,
59-62:
a. Golongan neuroleptik atau penyekat
dopamin seperti haloperidol, pimozid,
aripiprazol, olanzapin, risperidon.
b. Golongan obat serotonergik, seperti fl uox-
etine, clomipramine.
c. Golongan agonis alfa-2, seperti: clonidine,
guanfacine.
d. Golongan antagonis dopamin, seperti
metaclopramid.
e. Golongan lain, seperti benzodiazepin (mi-
salnya: klonazepam, diazepam), antipsitatik
atipikal (misalnya: olanzapin, quetiapin, zipra-
sidon), penyakit kanal kalsium (misalnya: ni-
fedipin, verapamil, fl unarizin), obat GABAergic
(misalnya: baklofen, levetirasetam, topiramat,
vigabatrin, zolpidem), agonis dopamin (misal-
nya: pergolid, pramipeksol), antagonis 5-HT2
(ketanserin) dan 5-HT3 (ondansetron) resep-
tor, obat yang beraksi pada reseptor kanabi-
noid (Δ-9-tetrahidrokanabinol), penghambat
androgen dan androgen (fl utamid dan fi na-
sterid), baklofen, nalokson.
Dua agen neuroleptik yang paling banyak
digunakan untuk terapi TS dan tik adalah
pimozid dan risperidone. Sedangkan medikasi
yang paling efektif adalah dopamin blockers.
Obat golongan antipsikotik merupakan terapi
lini pertama untuk tik sedang hingga berat,
sering memiliki efek samping yang berat.63,64
Golongan penyakit dopamin banyak yang
merupakan obat antipsikotik, serotonergic
drugs bermanfaat terutama untuk obsessive-
compulsive disorder, sedangkan noradrenergic
drugs (alfa-agonist) efektif terutama untuk
tik dan attention defi cit hyperactivity disorder
(ADHD). Aripiprazol dan olanzapin termasuk
“off -label use“.65 Untuk terapi OCD pada TS,
boleh dipertimbangkan golongan selective
serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) seperti
Tabel 1 Farmakoterapi TS73-76
Medikasi Dosis Permulaan
(mg/hari)
Dosis
(mg/hari)
Keterangan
A Antipsikotik
Neuroleptik tipikal
1 Haloperidol 0,25 – 0,50 1 – 4 Bukti empiris: A
CEBM pada dewasa: tinggi
CEBM pada anak: tinggi
ESO: EPS, sedasi, berat badan naik
2 Pimozide 0,5 – 1,0 2 – 8 Bukti empiris: A
CEBM pada dewasa: tinggi
CEBM pada anak: tinggi
ESO: pemanjangan QTc, sedasi
3 Fluphenazine 0,5 – 1,0 1,5 – 10 Bukti empiris: B
CEBM pada dewasa: rendah
CEBM pada anak: rendah
ESO: lebih baik ditoleransi daripada
haloperidol
Neuroleptik atipikal
4 Risperidone 0,25 – 0,50 1 – 3,5
(1 – 3)
Bukti empiris: A
CEBM pada dewasa: tinggi
CEBM pada anak: tinggi
ESO: sedasi, berat badan naik, metabolisme
lemak abnormal.
5 Ziprasidone 5 – 10 (20) 10 – 80
(20 – 80)
Bukti empiris: B
CEBM pada dewasa: rendah
CEBM pada anak: tinggi
ESO: pemanjangan QTc, sedasi, berat
badan naik.
6 Aripiprazole 2,5 – 5 10 – 20 CEBM pada dewasa: rendah
CEBM pada anak: rendah
ESO: sedasi, berat badan naik.
7 Olanzapine 2,5 – 5 10 – 20 CEBM pada dewasa: rendah
CEBM pada anak: rendah
ESO: sedasi, berat badan naik.
8 Quetiapine 25 – 50 75 – 250 CEBM pada dewasa: rendah
CEBM pada anak: rendah
ESO: sedasi, berat badan naik.
9 Tiapride 50 – 150 150 – 500 Bukti empiris: B
B Non-antipsikotik
Agonis alfa-2
1 Clonidine 0,025 – 0,050 0,2 – 0,4 (0,1 – 0,3) Bukti empiris: B
CEBM pada dewasa: rendah
CEBM pada anak: tinggi
ESO: sedasi, hipotensi
2 Guanfacine 0,5 – 1,0 2 – 4
(1,5 – 3)
Bukti empiris: B
CEBM pada dewasa: rendah
CEBM pada anak: tinggi
ESO: sedasi, sensasi berputar/pening
Lainnya
3 Pergolide 0,025 setiap 2 hari 0,15 – 0,45 Bukti empiris: B
4 Botulinum toxin A Tik motorik: 50-75 U
Tik vokal: 1-2,5 U
1-2,5 Bukti empiris: B
Keterangan:
Dosis di dalam kurung (…) adalah dosis alternatif yang juga diperbolehkan.
Bukti empiris A: efektivitas ditunjang sedikitnya 2 randomized placebo-controlled trials dengan hasil positif dan keamanan
jangka pendek baik.
Bukti empiris B: data suportif ditunjang oleh sedikitnya 1 studi positive placebo-controlled.
Derajat CEBM tinggi: efektivitasnya terbukti pada randomized, double-blind trials.
Derajat CEBM rendah: efektivitasnya “probable” pada studi observasi.
CEBM: Center for Evidence-based Medicine. ESO: Efek Samping Obat. EPS: Extra Pyramidal Syndrome.
CDK-211/ vol. 40 no. 12, th. 2013904
TINJAUAN PUSTAKA
penyembuhan. Perlu dibentuk wadah,
grup, kelompok, atau forum diskusi untuk
mendukung penderita dan anggota keluarga.
Diperlukan buku saku atau brosur berisi
informasi lengkap tentang TS untuk edukasi
keluarga, guru, pengasuh anak, masyarakat,
dan penderita. Diseminasi informasi TS perlu
dilakukan bersama-sama dinas kesehatan,
sekolah, komunitas ilmiah, dan instansi
terkait lainnya. Sosialisasi dapat dilakukan
melalui kegiatan ilmiah (seminar, workshop,
dsb), media offl ine (surat kabar, TV, radio),
media online (milis, website, dsb). Untuk lebih
meningkatkan kepedulian dan kesadaran
secara lebih terorganisisasi, lebih sistematis,
dan berkelanjutan, perlu dipertimbangkan
pembentukan organisasi, lembaga, atau
badan nirlaba khusus, seperti Tourette
Syndrome Associations and Foundations.
Bila perlu, pemerintah bersama IDI dapat
membentuk komite nasional yang khusus
menangani TS, seperti yang dimiliki Eropa
yaitu: European Society for the Study of Tourette
Syndrome (ESSTS) atau Tourette Syndrome
Association Medical Advisory Board.42,43,52,73,83,85
RANGKUMAN
Fenomena sindrom Tourette (TS) pertama
kali dilaporkan dokter Perancis Jean-Marc
Gaspard Itard. Istilah TS populer setelah pada
tahun 1885, neurolog Perancis, Georges Gilles
de la Tourette, mempublikasikan (kembali)
kasus itu. Insiden TS mencapai 1-10 per 1000
orang. Prevalensi internasional sekitar 1%.
Etiopatogenesis belum diketahui pasti, diduga
multifaktor, meliputi: faktor neurokimiawi,
autoimun, epigenetik, genetika. Potret klinis
TS: tics motorik-vokal, berlangsung lebih
dari setahun. Komorbiditas tersering adalah
OCD dan ADHD. Diagnosis TS ditegakkan
dengan DSM-IV-TR. Pemeriksaan penunjang
TS misalnya: kuesioner (YGTSS, DISC, dsb),
pemeriksaan darah lengkap, pencitraan
(MRI, VBM, MTI) dilakukan sesuai indikasi.
Farmakoterapi diberikan sesuai indikasi,
misal: neuroleptik (tipikal-atipikal), agonis
alfa-2, dsb. Strategi pencegahan TS dilakukan
secara bertahap dan berkesinambungan.
Penanganan komprehensif, holistik, dan
paripurna perlu melibatkan kerjasama
multisektor dan lintas disiplin ilmu.
Umumnya, terapi dimulai dengan agonist
clonidine dosis rendah dan ditingkatkan dosis
dan frekuensinya secara bertahap, sampai
hasilnya memuaskan. Guanfacin (0,5–2 mg/
hari) merupakan golongan agonis baru yang
disukai karena dosisnya hanya sekali sehari.
Bila tidak efektif, dapat diberi antipsikotik.
Neuroleptik atipikal (risperidon 0,25–16 mg/
hari, olanzapine 2,5–15 mg/hari, ziprasidon
20–200 mg/hari) dipilih karena rendahnya
risiko efek samping ekstrapiramidal. Jika
tidak efektif, dapat diberikan neuroleptik
klasik, seperti haloperidol, fl uphenazin, atau
pimozid.66,67
Modalitas terapi lain juga dapat
dipertimbangkan. Suntikan botulinum toxin
tipe A efektif mengendalikan tik vokal yang
melibatkan kumpulan otot kecil (localized tics).
Tindakan atau intervensi yang lebih invasif
seperti: deep brain stimulation, transcranial
magnetic stimulation (TMS), dan bedah saraf
(neurosurgery) boleh dipertimbangkan. TMS
repetitif adalah pendekatan efektif untuk
kasus berat.
Rangkuman farmakoterapi TS dapat dilihat di
tabel 1.
Selain itu, kombinasi 0,5 mEq/kgBB.
magnesium dan 2 mg/kgBB. vitamin B6
mampu mengurangi tik fonik-motorik serta
ketidakmampuan pada kasus TS anak usia
7–14 tahun.77
Terapi nonfarmakologis berupa: edukasi
penderita, anggota keluarga, teman sekolah,
modifi kasi lingkungan sekolah sehingga
penderita tidak merasa bosan, stres, tegang,
atau tertekan, konseling suportif yang dapat
dilakukan saat di sekolah dan di luar sekolah.
Teknik relaksasi dapat meringankan tik. Terapi
pembalikan kebiasaan (habit reversal therapy)
juga pilihan efektif untuk TS.76,78
Terapi lain berupa complementary and
alternative medicine (CAM), misalnya: berdoa-
sholat (pray), vitamin, pijat, suplemen diet,
manipulasi chiropractic, meditasi, perubahan
diet, yoga, akupunktur, hipnosis, homeopati,
dan EEG biofeedback. Meskipun alami dan
tak berbahaya, perlu riset lanjutan untuk
mempelajari keamanan dan efektivitasnya.79
Beberapa strategi cerdas dan efektif melalui
pendekatan psikoedukasi dipergunakan untuk
memperlakukan, merawat, dan mengevaluasi
anak TS. Lingkungan nyaman, higienis, pola
tidur teratur dapat bermanfaat. Berbagai
faktor seperti: stres, lelah, penyakit fi sik
dapat memperburuk tics untuk sementara.
Berbagai aktivitas seperti: memainkan alat
musik, berolahraga, menari atau berdansa
bermanfaat dan membantu anak untuk
mengalihkan atau meredakan tik. Konsentrasi
yang terutama melibatkan aktivitas motorik,
sering dapat memperbaiki tik.
Medikasi tik berfokus pada upaya
meminimalkan impairment, bukan
menghilangkan tik. Pada mayoritas kasus, tik
membaik selama masa remaja. Komorbiditas
umum dijumpai pada TS, dapat menyebabkan
perburukan atau gangguan yang lebih besar
daripada tik. Anak TS berisiko tinggi menjadi
OCD selama masa remaja dan dewasa muda.
Edukasi dan terapi perilaku agresif gejala-
gejala OCD sangat membantu meminimalkan
pengaruh jangka panjang. Akurasi diagnosis,
termasuk identifi kasi komorbiditas amat perlu
sebelum menentukan farmakoterapi yang
sesuai.42,80
Penyalahgunaan zat, terutama kokain
atau amfetamin, sering memperburuk tik.
Keturunan penderita TS memiliki peluang
10% berkembang menjadi tik, jika pasangan
hidupnya tidak memiliki riwayat keluarga
tik. Banyak orang dewasa dapat menikmati
kehidupan meskipun mengalami tik.81
PENCEGAHAN
Strategi pencegahan TS dilakukan secara
bertahap dan berkesinambungan. Penderita
TS harus menghindari kafein karena dapat
mengeksaserbasi tik.84 Penderita TS perlu
diberi ruang gerak untuk menyalurkan hobi
dan bakat. Edukasi dan konseling keluarga,
kelompok, individu secara rutin, teratur,
dan terarah sangat membantu penderita
untuk beradaptasi dan mempercepat
DAFTAR PUSTAKA
1. Kushner HI. Medical fi ctions: The case of the cursing marquise and the (re)construction of Gilles de la Tourette Syndrome. Bulletin of the History of Medicine 1995;69:224–54.
2. Tourette G. Etude sur une aff ection nerveuse caracaterisee par de l’incoordination motrice accompagenee d’echolalie et de coprolalie. Archives de Neurologie 1885;9:19–42.
3. Walkup JT, Mink JW, Hollenbeck PJ. Advances in neurology: Tourette syndrome. First edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2006.
905CDK-211/ vol. 40 no. 12, th. 2013
TINJAUAN PUSTAKA
4. The Tourette Syndrome Classifi cation Study Group. Defi nitions and classifi cation of tic disorders. Arch Neurol. 1993;500:1013-6.
5. Robertson MM. Annotation: Gilles de la Tourette syndrome—An update. Journal of Child Psychology and Psychiatry 1994;35:597–611.
6. Apter A, Pauls DL, Bleich A, Zohar AH, Kron S, Ratzoni G, Dycian A, Kotler M, Weizman A, Gadot N, et al. An epidemiologic study of Gilles de la Tourette’s syndrome in Israel. Arch Gen
Psychiatry 1993;50:734–8.
7. Robertson MM: Diagnosing Tourette syndrome: is it a common disorder? J Psychosom Res 2003;55:3-6.
8. Robertson MM, Eapen V, Cavanna AE. The international prevalence, epidemiology, and clinical phenomenology of Tourette syndrome: A cross-cultural perspective. Journal of
Psychosomatic Research. 2009;67:475–83.
9. Leckman JF, Zhang H, Vitale A, Lahnin F, Lynch K, Bondi C, Kim YS, Peterson BS. Course of tic severity in Tourette’s syndrome: the fi rst two decades. Pediatrics 1998;102:14–9.
10. Robertson MM. The Prevalence and Epidemiology of Gilles de la Tourette syndrome. Part 1: The epidemiological and prevalence studies. Journal of Psychosomatic Research 2008;65:461–
72.
11. Kurlan R, McDermott MP, Deeley C, Como PG, Brower C, Eapen S, Andresen EM, Miller B. Prevalence of tics in schoolchildren and association with placement in special education.
Neurology 2001;57:1383–8.
12. CDC. Prevalence of diagnosed Tourette syndrome in persons aged 6–17 years – United States, 2007. Morb Mortal Wkly Rep (MMWR). 2009;58:581–5.
13. Baron-Cohen S, Scahill VL, Izaguirre J, Hornsey H, Robertson MM. The prevalence of Gilles de la Tourette syndrome in children and adolescents with autism: a large scale study. Psychological
Medicine Sept 1999;29(05):1151-9.
14. Albin RL, Koeppe RA, Wernette K, Zhuang W, Nichols T, Kilbourn MR, Frey KA. Striatal [11C]dihydrotetrabenazine and [11C]methylphenidate binding in Tourette syndrome. Neurology
2009;72:1390–6.
15. Cohen JD, Braver TS, Brown JW. Computational perspectives on dopamine function in prefrontal cortex. Curr Opin Neurobiol 2002;12:223-9.
16. Heise CA, Wanschura V, Albrecht B, Uebel H, Roessner V, Himpel S, et.al. Voluntary motor drive: possible reduction in Tourette syndrome. J Neural Transm 2008;115:857–61.
17. Yoon DY, Gause CD, Leckman JF, Singer HS. Frontal dopaminergic abnormality in Tourette syndrome: a postmortem analysis. J Neurol Sci 2007;255:50−6.
18. Diaz-Anzaldua A, Joober R, Riviere JB, et al. Tourette syndrome and dopaminergic genes: a family-based association study in the French Canadian founder population. Mol Psychiatry
2004;9:272−7.
19. Egaña LA, Cuevas RA, Baust TB, Parra LA, Leak RK, Hochendoner S, et.al. Physical and functional interaction between the dopamine transporter and the synaptic vesicle protein
synaptogyrin-3. J Neurosci. 2009 April 8;29(14):4592–604.
20. Leckman JF, Riddle MA. Tourette’s syndrome: when habitforming systems form habits of their own? Neuron 2000;28:349−54.
21. Leckman JF. Tourette’s syndrome. Lancet 2002;360:1577−86.
22. Mink JW. Basal ganglia dysfunction in Tourette’s syndrome: A new hypothesis. Pediatr Neurol, 2001;25:190–8.
23. Kataoka Y, Kalanithi PSA, Grantz H, Schwartz ML, Saper C, Leckman JF, Vaccarino FM, et.al. Decreased number of parvalbumin and cholinergic interneurons in the striatum of individuals
with Tourette syndrome. J Comp Neurol 2010;518:277–91.
24. Singer HS, Gause C, Morris C, Lopez P. Serial immune markers do not correlate with clinical exacerbations in pediatric autoimmune neuropsychiatric disorders associated with streptococcal
infections. Pediatrics 2008;121:1198–205.
25. Leslie DL, Kozma L, Martin A, Landeros A, Katsovich L, King RA, et al. Neuropsychiatric disorders associated with streptococcal infection: A case–control study among privately insured
children. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry 2008;47(10):1166–72.
26. Gabbay V, Coff ey BJ, Guttman LE, Gottlieb L, Katz Y, Babb JS. A cytokine study in children and adolescents with Tourette’s disorder. Prog Neuropsychopharmacol Biol Psychiatry. 2009
August 31;33(6):967–71.
27. Gorman DA, Zhu H, Anderson GM, Davies M, Peterson BS. Ferritin levels and their association with regional brain volumes in Tourette’s syndrome. Am J Psychiatry. 2006 July;163(7):1264–
72.
28. Khalifa N, von Knorring AL. Tourette syndrome and other tic disorders in a total population of children: clinical assessment and background. Acta Paediatr 2005;94:1608−14.
29. Mathews CA, Bimson B, Lowe TL, et al. Association between maternal smoking and increased symptom severity in Tourette’s syndrome. Am J Psychiatry 2006;163:1066−73.
30. Cuker A, et.al. Candidate locus for Gilles de la Tourette syndrome/obsessive compulsive disorder/chronic tic disorder at 18q22. Am J Med Genet A 2004;130:7.
31. Cheon KA, Ryu YH, Namkoong K, Kim CH, Kim JJ, Lee JD. Dopamine transporter density of the basal ganglia assessed with [123I]IPT SPECT in drug-naive children with Tourette`s disorder.
Psychiatry Res 2004;130:85-95.
32. Lee CC, Chou IC, Tsai CH, Wang TR, Li TC, Tsai FJ. Dopamine receptor D2 gene polymorphisms are associated in Taiwanese children with Tourette syndrome. Pediatr Neurol 2005;33:272-6.
33. O’Rourke JA., Scharf JM, Yu D., Pauls DL. The Genetics of Tourette syndrome: A review. Journal of Psychosomatic Research 2009;67:533-45.
34. Rippel CA, Kobets AJ, Yoon DY, Williams PN, Shugart YY, Bridges DD, et al. Norepinephrine transporter polymorphisms in Tourette syndrome with and without attention defi cit hyperactivity
disorder: no evidence for signifi cant association. Psychiatric Genetics Oct 2006;16(5):179-80.
35. The Tourette Syndrome Association International Consortium for Genetics. Genome scan for Tourette disorder in aff ected-sibling-pair and multigenerational families. Am J Hum Genet
2007;80:265–72.
36. Tian Y, Liao IH, Zhan X, Gunther JR, Ander BP, Liu D, et al. Exon expression and alternatively spliced genes in tourette syndrome. Am J Med Genet 2011;156:72–8.
37. Pauls DL. A genome-wide scan and fi ne mapping in Tourette Syndrome families. Adv Neurol 2006;99:130–5.
38. Bloch MH, Leckman JF. Clinical course of Tourette syndrome. Journal of Psychosomatic Research 2009;67:497–501.
39. Leckman JF, Bloch MH, Scahill L, King RA. Tourette syndrome: the self under siege. J Child Neurol 2006;21:642−9.
40. Hawley JS, Gray SK. Tourette Syndrome. eMedicine. Updated: Jun 23, 2008.
41. Cheung MY, Shahed J, Jankovic J. Malignant tourette syndrome. Movement Disorders 2007;22:1743–50.
42. Woods DW, Piacentini JC, Walkup JT (Eds). Treating tourette syndrome: A guide for practitioners. Guilford Press: New York. 2007.
43. Olive MF. Tourette syndrome. Chelsea House Infobase Publishing. New York USA. 2010.
CDK-211/ vol. 40 no. 12, th. 2013906
TINJAUAN PUSTAKA
44. Singer HS, Walkup JT. Tourette syndrome and other tic disorders. Diagnosis, pathophysiology, and treatment. Medicine 1991;70(1):15-32.
45. Grimaldi BL. The central role of magnesium defi ciency in Tourette’s syndrome: Causal relationships between magnesium defi ciency, altered biochemical pathways and symptoms relating
to Tourette’s syndrome and several reported comorbid conditions. Medical Hypotheses 2002;58(1):47–60.
46. American Psychiatric Association (APA). Diagnostic and statistical manual of mental disorders. 4th ed, text rev. APA. Washington, DC. 2000.
47. Stefl ME, Rubin M. Tourette syndrome in the classroom: Special problems, special needs. Journal of School Health 1985;55:72–5.
48. Kompoliti K, Goetz CG. Clinical rating and quantitative assessment of tics. Neurologic Clinics May 1997;15(2):239–54.
49. Scahill L, Riddle MA, McSwiggin-Hardin M, Ort SI, King RA, Goodman WK, Cicchetti D, Leckman JF. Children’s Yale-Brown obsessive compulsive scale: Reliability and validity. J Am Acad Child
Adolesc Psychiatry 1997;36:844–52.
50. Shapiro AK, Shapiro ES, Young JG, Feinberg TE. Gilles de la Tourette syndrome. 2nd edition. Raven Press, New York. 1988.
51. Wechsler D. Wechsler Abbreviated Scale of Intelligence. San Antonio, TX: Psychological Corporation 1999.
52. Cath DC, Hedderly T, Ludolph AG, Stern JS, Murphy T, Hartmann A, et al. European clinical guidelines for Tourette syndrome and other tic disorders. Part I: assessment. Eur Child Adolesc
Psychiatry 2011;20:155–71.
53. Leckman JF, Riddle MA, Hardin MT, Ort SI, Swartz KL, Stevenson J, Cohen DJ. The Yale Global Tic Severity scale: initial testing of a clinician-rated scale of tic severity. Journal of the American
Academy of Child & Adolescent Psychiatry July 1989;28(4):566-73.
54. Shaff er D, Fisher P, Lucas CP, Dulcan MK, Schwab-Stone ME. NIMH Diagnostic intervieschedule for children version IV (NIMH DISC-IV): Description, diff erences from previous versions, and
reliability of some common diagnoses. Journal of American Child and Adolescent Psychiatry 2000;39:28–38.
55. Albin RL, Mink JW. Recent advances in Tourette syndrome research. Trends Neurosci 2006;29:175.
56. Bohlhalter S, Goldfi ne A, Matteson S, Garraux G, Hanakawa T, Kansaku K, et al. Neural correlates of tic generation in Tourette syndrome: an event-related functional MRI
study. Brain. Aug 2006;129:2029-37.
57. Müller-Vahl KR. Kaufmann J. Grosskreutz J. Dengler R. Emrich HM. Peschel T. Prefrontal and anterior cingulate cortex abnormalities in Tourette Syndrome: Evidence from voxel-based
morphometry and magnetization transfer imaging. BMC Neuroscience 2009;10:47 doi:10.1186/1471-2202-10-47.
58. Piacentini J, Woods DW, Scahill L, Wilhelm S, Peterson AL, Chang S, et. al. Behavior therapy for children with Tourette disorder: A Randomized Controlled Trial. JAMA. 2010;303(19):1929-
37.
59. Müller-Vahl KR. The treatment of Tourette’s syndrome: current opinions. Expert Opin Pharmacother 2002;3:899–914.
60. Awaad Y, Michon AM, Minarik S. Use of levetiracetam to treat tics in children and adolescents with Tourette syndrome. Mov Disord. 2005;20: 714–8.
61. Moe PG, Benke TA, Bernard TJ. Neurologic and Muscular Disorders. In: Current Diagnosis and Treatment in Pediatrics. 18th edition. Edited by: Hay WW, Levin MJ, Sondheimer JM, Deterding
RR. International Edition. Lange Medical Books-McGraw-Hill. USA. 2007;23:761-2.
62. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J (Eds). Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18th Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc. USA. 2012. Chapter 372.
63. Bruggeman R, van der Linden C, Buitelaar JK, Gericke GS, Hawkridge SM, Temlett JA. Risperidone versus pimozide in Tourette`s disorder: a comparative double-blind parallel-group study.
J Clin Psychiatry 2001;62:50-6.
64. Bruun RD, Budman CL. Risperidone as a treatment for Tourette`s syndrome. J Clin Psychiatry 1996;57:29-31.
65. Shprecher D, Kurlan R. The management of tics. Mov Disord 2009;24:15–24.
66. Jankovic J. 2001. Tourette’s syndrome. N Engl J Med, 345:1184–92.
67. Jiménez-Jiménez FJ, García-Ruiz PJ. Pharmacological options for the treatment of Tourette’s disorder. Drugs 2001;61:2207–20.
68. Kwak CH, Hanna PA, Jankovic J. Botulinum toxin in the treatment of tics. Arch Neurol 2000;57:1190-3.
69. Marras C, Andrews D, Sime E, Lang AE. Botulinum toxin for simple motor tics: a randomized, double-blind, controlled clinical trial. Neurology 2001;56:605-10.
70. Porta M, Maggioni G, Ottaviani F, Schindler A. Treatment of phonic tics in patients with Tourette`s syndrome using botulinum toxin type A. Neurol Sci 2004;24:420-3.
71. Houeto JL, Karachi C, Mallet L, et al. Tourette’s syndrome and deep brain stimulation. J Neurol Neurosurg Psychiatry 2005;76:992–5.
72. Hardesty DE, Sackeim HA. Deep brain stimulation in movement and psychiatric disorders. Biol Psychiatry 2007;61:831–5.
73. Scahill L, Erenberg G, Berlin CM Jr, et al. Tourette Syndrome Association Medical Advisory Board: Practice Committee. Contemporary assessment and pharmacotherapy of Tourette
syndrome. NeuroRx 2006;3:192-206.
74. Swain JE, Scahill L, Lombroso PJ, King RA, Leckman JF. Tourette Syndrome and Tic Disorders: A Decade of Progress. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry 2007;46(8):947-68.
75. Bloch MH. Emerging treatments for Tourette’s disorder. Curr Psychiatry Rep 2008;10:323−30.
76. Du JC, Chiu TF, Lee KM, Wu HL, Yang YC, Hsu SY, et al. Tourette syndrome in children: An updated review. Pediatr Neonatol 2010;51(5):255−64.
77. Garcia-Lopez R, Perea-Milla E, Garcia CR, Rivas-Ruiz F, Romero-Gonzalez J, Moreno JL, et al. New therapeutic approach to Tourette syndrome in children based on a randomized placebo-
controlled double-blind phase IV study of the eff ectiveness and safety of magnesium and vitamin B6. Trials 2009;10:16. doi:10.1186/1745-6215-10-6.
78. Leckman JF, King RA, Cohen DJ. Tics and tic disorders. In: Tourette`s Syndrome Tics, Obsessions, Compulsions: Developmental Psychopathology and Clinical Care, Leckman JF, Cohen DJ
(Eds). New York: Wiley.1999:23-42.
79. Kompoliti K, Fan W, Leurgans S. Complementary and alternative medicine use in Gilles de la Tourette syndrome. Movement Disorders 2009;24(13):2015-9.
80. Erenberg G, Berlin Jr CM, Budman C, Coff ey BJ, Jankovic J, Kiessling L, et al. Contemporary assessment and pharmacotherapy of Tourette syndrome. NeuroRX. April 2006;3(2):192–206.
81. Woods DW, Piacentini JC, Chang S, et al. Managing Tourette’s syndrome: A behavioral intervention for children and adults. Oxford University Press. New York. 2008.
82. Monaco F, Servo S, Cavanna AE. Famous people with Gilles de la Tourette syndrome? Journal of Psychosomatic Research 2009;67:485-90.
83. Bjorklund R. Tourette syndrome. Marshall Cavendish Corporation. New York: USA.2010:1-62.
84. Davis RE, Osorio I. Childhood caff eine tic syndrome. Pediatrics 1998;101:E4.
85. Verdellen CW, Keijsers GP, Cath DC, Hoogduin CA. Exposure with response prevention versus habit reversal in Tourette`s syndrome: a controlled study. Behav Res Ther 2004;42:501-11.