CDK 211 Vol 40 No 12 Tahun 2013 Halaman 900-906 Fenomenologi Sindrom Tourette

7
CDK-211/ vol. 40 no. 12, th. 2013 900 TINJAUAN PUSTAKA INTRODUKSI Fenomena sindrom Tourette (Tourette's syndrome, TS) pertama kali dilaporkan oleh dokter Jean-Marc Gaspard Itard, pada seorang wanita Perancis berusia 26 tahun. Selanjutnya George Beard melaporkan 50 penderita tik motorik dan echolalia. Pada tahun 1885, 60 tahun setelah Itard mempublikasikan kasus itu, Georges Gilles de la Tourette (1857-1904), mempublikasikan artikel tentang delapan penderita tik motorik atau vokal, dan ia menamai sindrom ini “maladie (illness) of tics”. Di kemudian hari, sindrom ini dikenal sebagai sindrom Tourette. 1,2 Sindrom Tourette adalah gangguan perilaku-perkembangan saraf-kejiwaan (psychoneurogenobehavioral disorder) ber- basis neurotransmiter, dicirikan oleh aksi tak disadari, berlangsung cepat, bersifat genetik, diwariskan, dengan onset di masa anak, dan memiliki pola tik vocal-motorik yang menetap-menahun. Sindrom Tourette merupakan gangguan neurodevelopmental- neuropsychiatric dengan dasar neurogenetik. 3 Sindrom Tourette disebut juga Tourette’s disorder atau Gilles de la Tourette syndrome. EPIDEMIOLOGI Pada mulanya insidens TS dilaporkan 4,6 per 1 juta penduduk, jumlah ini terus bertambah sesuai pertumbuhan penduduk dan berkembangnya metodologi riset. 5 Riset terbaru menunjukkan insiden TS mencapai 1-10 per 1000 orang. Prevalensi sekitar 0,03–3%. Referensi lain menyebutkan prevalensi berkisar dari 1:20.000 hingga 1:2000. Prevalensi internasional rata-rata 1% di mayoritas kebudayaan dunia. TS dapat mengenai semua ras, lebih dominan pada pria, dengan rasio anak lelaki:anak wanita = 3-5:1. 6 – 8 Banyak kasus ringan yang luput dari perhatian medis. Onset biasanya pada usia 7-8 tahun, puncaknya antara 8-12 tahun. Sumber lain menyebutkan, TS umum terjadi di usia 5-9 tahun, mencapai puncak di usia 10-12 tahun, dan berkurang di usia 13-16 tahun. Rentang usia penderita TS antara 2-21 tahun. 9 Terutama terjadi di usia 10 tahun, namun hanya 5% yang menetap hingga dewasa. Sekitar dua pertiga penderita TS mengalami perbaikan gejala saat dewasa, namun perbaikan total jarang terjadi. 10 Prevalensi tik di populasi pediatrik diperkirakan 6–12%. 11-12 Prevalensi TS pada 447 pelajar dengan autisme anak-anak dan remaja di sembilan sekolah di London mencapai 8,1%. 13 ETIOPATOGENESIS Etiopatogenesis pasti belum diketahui, diduga multifaktor. Faktor neurokimiawi, yaitu: lemahnya pengaturan dopamin di nekleus kaudatus; juga ketidakseimbangan serta hipersensitivitas terhadap neurotransmiter, terutama dopamin dan serotonin. Peran neurotransmiter dopamin amat penting; pada studi neuroimaging, ada ketidaknormalan sistem dopaminrgik di dalam korteks prefrontal dan striatum otak. Pada penderita TS, terjadi peningkatan densitas transporter dopamin presinaps dan reseptor dopamin D2 postsinaps, yang berarti terjadi peningkatan uptake dan release dopamin. Hipotesis supersensitivitas dopamin menjelaskan mengapa TS begitu responsif terhadap penghambat reseptor dopamin atau neuroleptik. Riset terbaru menunjukkan tidak ada bukti peningkatan inervasi dopaminrgik striatal pada penderita TS. 14 Di sistem saraf pusat, neurotransmiter dopamin (DA) memperantarai bermacam- macam fungsi fisiologis termasuk pengaturan aktivitas lokomotorik, proses kognitif, sekresi (pengeluaran) neuroendokrin, dan pengendalian perilaku yang termotivasi (motivated behaviors) termasuk mekanisme emosi, afek, dan pemberian penghargaan. 15,16 ABSTRAK Sindrom Tourette (Tourette's syndrome, TS) adalah gangguan psychoneurogenobehavioral pada anak yang ditandai tik vokal dan motorik multipel. Artikel ini membahas berbagai aspek TS, meliputi: sejarah, epidemiologi, etiopatogenesis, potret klinis, komorbiditas, diagnosis, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, pencegahan. Kata kunci: Sindrom Tourette, etiopathogenesis, penatalaksanaan, pencegahan ABSTRACT Tourette's syndrome (TS) is a common psychoneurogenobehavioral disorder in children characterized by multiple motor and vocal tics. This article discussed multiaspects of TS, including: history, epidemiology, etiopathogenesis, clinical portrait, comorbidity, diagnosis, supporting examination, management, and prevention. Dito Anurogo. Dito Anurogo. Phenomenology of Tourette Syndrome. Key words: Tourette syndrome, etiopathogenesis, management, prevention Alamat korespondensi email: [email protected] Fenomenologi Sindrom Tourette Dito Anurogo Brain and Circulation Institute of Indonesia, Surya University, Serpong, Tangerang, Banten, Indonesia

description

jiwa

Transcript of CDK 211 Vol 40 No 12 Tahun 2013 Halaman 900-906 Fenomenologi Sindrom Tourette

Page 1: CDK 211 Vol 40 No 12 Tahun 2013 Halaman 900-906 Fenomenologi Sindrom Tourette

CDK-211/ vol. 40 no. 12, th. 2013900

TINJAUAN PUSTAKA

INTRODUKSI

Fenomena sindrom Tourette (Tourette's

syndrome, TS) pertama kali dilaporkan

oleh dokter Jean-Marc Gaspard Itard,

pada seorang wanita Perancis berusia

26 tahun. Selanjutnya George Beard

melaporkan 50 penderita tik motorik

dan echolalia. Pada tahun 1885, 60 tahun

setelah Itard mempublikasikan kasus itu,

Georges Gilles de la Tourette (1857-1904),

mempublikasikan artikel tentang delapan

penderita tik motorik atau vokal, dan ia

menamai sindrom ini “maladie (illness) of

tics”. Di kemudian hari, sindrom ini dikenal

sebagai sindrom Tourette.1,2

Sindrom Tourette adalah gangguan

perilaku-perkembangan saraf-kejiwaan

(psychoneurogenobehavioral disorder) ber-

basis neurotransmiter, dicirikan oleh aksi

tak disadari, berlangsung cepat, bersifat

genetik, diwariskan, dengan onset di masa

anak, dan memiliki pola tik vocal-motorik

yang menetap-menahun. Sindrom Tourette

merupakan gangguan neurodevelopmental-

neuropsychiatric dengan dasar

neurogenetik.3

Sindrom Tourette disebut juga Tourette’s

disorder atau Gilles de la Tourette syndrome.

EPIDEMIOLOGI

Pada mulanya insidens TS dilaporkan 4,6

per 1 juta penduduk, jumlah ini terus

bertambah sesuai pertumbuhan penduduk

dan berkembangnya metodologi riset.5 Riset

terbaru menunjukkan insiden TS mencapai

1-10 per 1000 orang. Prevalensi sekitar 0,03–3%.

Referensi lain menyebutkan prevalensi berkisar

dari 1:20.000 hingga 1:2000. Prevalensi

internasional rata-rata 1% di mayoritas

kebudayaan dunia. TS dapat mengenai semua

ras, lebih dominan pada pria, dengan rasio

anak lelaki:anak wanita = 3-5:1.6 – 8 Banyak kasus

ringan yang luput dari perhatian medis.

Onset biasanya pada usia 7-8 tahun,

puncaknya antara 8-12 tahun. Sumber lain

menyebutkan, TS umum terjadi di usia 5-9

tahun, mencapai puncak di usia 10-12 tahun,

dan berkurang di usia 13-16 tahun. Rentang

usia penderita TS antara 2-21 tahun.9 Terutama

terjadi di usia 10 tahun, namun hanya 5%

yang menetap hingga dewasa. Sekitar dua

pertiga penderita TS mengalami perbaikan

gejala saat dewasa, namun perbaikan total

jarang terjadi.10 Prevalensi tik di populasi

pediatrik diperkirakan 6–12%.11-12 Prevalensi TS

pada 447 pelajar dengan autisme anak-anak

dan remaja di sembilan sekolah di London

mencapai 8,1%.13

ETIOPATOGENESIS

Etiopatogenesis pasti belum diketahui,

diduga multifaktor. Faktor neurokimiawi,

yaitu: lemahnya pengaturan dopamin di

nekleus kaudatus; juga ketidakseimbangan

serta hipersensitivitas terhadap

neurotransmiter, terutama dopamin dan

serotonin. Peran neurotransmiter dopamin

amat penting; pada studi neuroimaging,

ada ketidaknormalan sistem dopaminrgik

di dalam korteks prefrontal dan striatum

otak. Pada penderita TS, terjadi peningkatan

densitas transporter dopamin presinaps

dan reseptor dopamin D2 postsinaps, yang

berarti terjadi peningkatan uptake dan

release dopamin. Hipotesis supersensitivitas

dopamin menjelaskan mengapa TS begitu

responsif terhadap penghambat reseptor

dopamin atau neuroleptik. Riset terbaru

menunjukkan tidak ada bukti peningkatan

inervasi dopaminrgik striatal pada penderita

TS.14 Di sistem saraf pusat, neurotransmiter

dopamin (DA) memperantarai bermacam-

macam fungsi fi siologis termasuk pengaturan

aktivitas lokomotorik, proses kognitif,

sekresi (pengeluaran) neuroendokrin,

dan pengendalian perilaku yang

termotivasi (motivated behaviors) termasuk

mekanisme emosi, afek, dan pemberian

penghargaan.15,16

ABSTRAK

Sindrom Tourette (Tourette's syndrome, TS) adalah gangguan psychoneurogenobehavioral pada anak yang ditandai tik vokal dan motorik multipel.

Artikel ini membahas berbagai aspek TS, meliputi: sejarah, epidemiologi, etiopatogenesis, potret klinis, komorbiditas, diagnosis, pemeriksaan

penunjang, penatalaksanaan, pencegahan.

Kata kunci: Sindrom Tourette, etiopathogenesis, penatalaksanaan, pencegahan

ABSTRACT

Tourette's syndrome (TS) is a common psychoneurogenobehavioral disorder in children characterized by multiple motor and vocal tics. This

article discussed multiaspects of TS, including: history, epidemiology, etiopathogenesis, clinical portrait, comorbidity, diagnosis, supporting

examination, management, and prevention. Dito Anurogo. Dito Anurogo. Phenomenology of Tourette Syndrome.

Key words: Tourette syndrome, etiopathogenesis, management, prevention

Alamat korespondensi email: [email protected]

Fenomenologi Sindrom Tourette

Dito AnurogoBrain and Circulation Institute of Indonesia,

Surya University, Serpong, Tangerang, Banten, Indonesia

Page 2: CDK 211 Vol 40 No 12 Tahun 2013 Halaman 900-906 Fenomenologi Sindrom Tourette

901CDK-211/ vol. 40 no. 12, th. 2013

TINJAUAN PUSTAKA

Jalur dopaminrgik bukanlah satu-satunya

yang bertanggung-jawab atas munculnya

gejala TS, faktor lain yang juga berperan, antara

lain: rendahnya kadar serotonin, glutamate

dan AMP siklik. Di sirkuit subkortikal frontal,

abnormalitas reseptor glutamat, dopamin,

serotonin, GABA, asetilkolin, noradrenalin,

opioid, dan cannabinoid juga berperan dalam

patogenesis TS. Overekspresi synaptogyrin-3

di sel-sel PC12 dan MN9D yang mirip saraf

(neuronal-like) namun bukan di sel-sel HEK

293 nonneuronal, menghasilkan peningkatan

aktivitas dopamin transporter (DAT) pada

level transporter di membran plasma. Efek

synaptogyrin-3 ini ditiadakan oleh keberadaan

vesikular monoamine transporter-2 (VMAT2)

inhibitor reserpine, memberi sugesti bahwa

kemampuan synaptogyrin-3 untuk meregulasi

(mengatur) aktivitas DAT bergantung pada

sistem penyimpanan dopamin (DA) vesikular.

Terdapat interaksi biokimiawi yang kompleks

antara DAT, synaptogyrin-3, dan VMAT2, di

samping juga ditemukan hubungan fi sik

dan fungsional antara DAT dan sistem DA

vesikular.19

Saat penderita TS mengalami serangan tik,

terjadi aktivasi multifokal di otak seperti

di korteks premotorik lateral dan medial,

korteks ciaguli anterior, korteks prefrontal

dorsolateral-rostral, korteks parietal

interior, putamen, nukleus kaudatus,

korteks motorik primer, area Broca, girus

temporal superior, insula, and klaustrum.

Hal ini menunjukkan keterlibatan daerah

paralimbik, bahasa, dan sensorimotorik.

Secara spesifi k, ketidaknormalan sirkuit

kortiko-striato-talamo-kortikal melibatkan

inhibitory interneurons di ganglia basal, yang

dapat berhubungan dengan patogenesis

dan persistensi beragam kasus TS. Malfungsi

sirkuit ini dapat berkontribusi terhadap

perilaku semi-otonom fragmenter yang

bermanifestasi sebagai tik.20 Ganglia basal,

terutama nukleus kaudatus dan korteks

prefrontal inferior, berhubungan dengan

perkembangan TS. Sirkuit ganglia basal dan

kortikal juga berperan pada fungsi motorik

dan pembentukan kebiasaan; disfungsi

ganglia basal telah lama diketahui sebagai

penyebab utama gejala tik.21,22 Selain itu,

di otak penderita TS, terjadi penurunan

5% volume nukleus kaudatus, namun

abnormalitas seluler yang mendasarinya

belum jelas. Selain itu juga dijumpai 50%–

60% penurunan parvalbumin dan kolin

asetiltransterase interneuron kolinergik di

nukleus kaudatus dan putamen. Penurunan

interneuron kolinergik terlihat jelas di regio

asosiatif dan sensorimotorik, namun tidak

terlihat di regio limbik. Hal ini diketahui

dari hasil penilaian densitas berbagai tipe

interneuron dan medium spiny neurons di

striatum otak postmortem penderita TS

dengan analisis stereologis.23

Menurut teori autoimun, TS ditimbulkan

oleh gangguan autoimun pada anak yang

berhubungan dengan infeksi streptokokus

(pediatric autoimmune neuropsychiatric

disorder associated with streptococcal infections,

PANDAS). Infeksi group A beta-haemolytic

streptococcal (GABHS) juga berkaitan

dengan TS.24,25 Hipotesis disregulasi sistem

imun, termasuk: disregulasi sitokin, peranan

interleukin (IL), misalnya: IL-1beta, IL-2, IL-6, IL-

12, serta tumor necrosis factor (TNF)-alfa masih

memerlukan riset lanjutan.26

Kadar besi dan feritin yang lebih rendah

pada penderita TS sesuai dengan keadaan

gangguan gerak lain, memberi kesan bahwa

rendahnya besi dapat menjadi penyebab

tik. Simpanan besi yang rendah dapat

berkontribusi terhadap hipoplasi nukleus

kaudatus dan putamen, meningkatkan

kerentanan terhadap tik atau memperberat

tik.27

Beragam faktor epigenetik berperan dalam

patogenesis TS, termasuk perinatal insults,

pajanan androgen, stres psikologis, dan

mekanisme otoimun pasca-infeksi. Peristiwa

iskemia/hipoksia perinatal dan merokok di

masa prenatal-maternal dilaporkan sebagai

faktor risiko TS.28,29

Secara genetik, TS merupakan kondisi

poligenetik yang berpola sex-infl uenced

autosomal dominant. Lokus kandidat TS

berhasil ditemukan pada lokus 18q22, pada

gen SLITRK1 yang berlokasi di kromosom

13q31, dan pada tubulin-specifi c chaperone D

(TBCD, region 17q25.3). Meskipun demikian,

SLITRK1 bukanlah gen yang signifi kan

pada mayoritas individu dengan TS.30

Beragam candidate genes lain, antara lain:

reseptor dopamin (DRD1, DRD2, DRD4, dan

DRD5), transporter dopamin, berbagai gen

noradrenergik (ADRA2a, ADRA2C, DBH, dan

MAO-A), serta gen serotonergik (5HTT).31,32

Ditemukan pula delesi di region 22q11-q13.

Riset selanjutnya menemukan lokus potensial

di kromosom 2p23.2, 3, 4q, 5, 8q, 9, 10, 11, 13,

dan 19. TS terjadi 50% pada kembar monozigot

dan 8% pada dizigot.33

Pada satu studi kasus-kontrol, penderita TS

dengan (n=115) dan tanpa (n=110) ADHD

menggunakan teknik polymerase chain

reaction (PCR) restriction enzyme assay yang

dikembangkan untuk deteksi polimortisme

nukleotida tunggal T-182C berdasarkan

metodologi sequencing. Hasilnya tidak

teridentifi kasi asosiasi polimorfi sme antara TS

dan ADHD.34 Riset The Tourette

Syndrome Association International Consortium

for Genetics pada 2040 individu (238 keluarga

inti, 304 pasang saudara kandung yang

independen, 18 keluarga multigenerasi

terpisah) menunjukkan bukti signifi kan

adanya linkage terhadap marker D2S144 pada

kromosom 2p32.2.35

Hipotesis terbaru menyatakan bahwa beragam

perbedaan di ekspresi akson dan splicing

bermanfaat untuk memahami patofi siologi

dan menegakkan diagnosis. The Genome Wide

Association Study (GWAS) design diharapkan

dapat mengatasi keterbatasan studi tentang

linkage dan gen candidat, sehingga di masa

mendatang dapat menemukan berbagai

mutasi dan polimorfi sme penyebab TS.37

POTRET KLINIS

Klinis TS berupa tik motorik dan vokal, dapat

berlangsung selama lebih dari satu tahun,

biasanya muncul saat menyaksikan peristiwa

tertentu. Tik motorik dapat sederhana

(misalnya: mengejapkan mata berkali-kali,

sering mengangkat-angkat bahu) atau

kompleks (misalnya: meniru gerakan orang

lain atau echopraxia). Tik motorik bisa juga

multipel, misalnya: blinking (mengejapkan

mata), grimacing (meringis, menyeringai,

atau memainkan ekspresi wajah), jumping

(melompat-lompat). Tik vokal dapat

berupa kata-kata sederhana atau kata

tunggal. Tik vokal klasik termasuk berkata

jorok (coprolalia) dan menirukan atau

mengulangi frase (palilalia), atau ucapan

orang lain (echolalia). Tik fonik berupa suara

atau bunyi, seperti: suara membersihkan

tenggorokan/kerongkongan dari lendir atau

benda asing, batuk, pilek. Setidak-tidaknya

dijumpai satu tik vokal atau fonik, misalnya:

grunting (mendengkur, mengorok) atau

sniffing (seolah pilek, menghirup-hirup,

Page 3: CDK 211 Vol 40 No 12 Tahun 2013 Halaman 900-906 Fenomenologi Sindrom Tourette

CDK-211/ vol. 40 no. 12, th. 2013902

TINJAUAN PUSTAKA

10–19), tik sedang atau lebih berat (YGTSS:

≥20). Skor YGTSS > 15 mengindikasikan tik

yang secara klinis signifi kan. Sedangkan skor

Clinical Global Impressions–Improvement Scale

berkisar 1-8, skor 1 berarti perkembangannya

sangat baik, skor 8 berarti sangat buruk.53

Instrumen DISC (Diagnostic Interview Schedule

for Children) digunakan untuk mengetahui

profi l diagnostik penderita TS. DISC adalah

interview semistructured berbasis komputer

yang terdiri dari 15 sub-bagian, meliputi:

gangguan tic (TS, gangguan tic kronis, transient

tic disorder), OCD, ADHD, fobia sosial, fobia

spesifi k, separation anxiety disorder, gangguan

panik, gangguan perilaku, agoraphobia,

generalized anxiety disorder, post-traumatic

stress disorder, trichotillomania, major depressive

episode, dysthymic disorder,dan oppositional

defi ant disorder.54

Pemeriksaan darah lengkap dilakukan sesuai

indikasi dan/atau untuk keperluan riset, yaitu

mengetahui ekspresi gen (RNA) yang diukur

menggunakan whole genome Aff ymetrix

microarrays.55

Pencitraan dilakukan bila perlu atau untuk riset.

Melalui pemeriksaan MRI (magnetic resonance

imaging), diketahui penderita TS memiliki area

dorsolateral prefrontal yang lebih besar dan

peningkatan substantia alba di lobus frontal

kanan. Volume nucleus caudatus yang lebih

kecil pada MRI di masa anak berhubungan

dengan meningkatnya derajat keparahan tik

di masa dewasa.56

Pemeriksaan lain menggunakan voxel-based

morphometry (VBM) dan magnetization

transfer imaging (MTI) yang lebih sensitif

terhadap perubahan jaringan dibandingkan

MRI konvensional. Keduanya merupakan

pengukuran kuantitatif integritas makro-

struktur. Pada VBM, penderita TS menunjukkan

penurunan volume substantia nigra di

area prefrontal, girus cinguli anterior, area

sensorimotorik, nukleus kaudatus kiri, dan girus

postsentral kiri secara signifi kan. Penurunan

volume substantia alba terdeteksi di girus

frontal inferior kanan, girus frontal superior

kiri, dan anterior corpus callosum. Peningkatan

dijumpai di girus frontal pertengahan kiri dan

area sensorimotor kiri. Dengan MRI, reduksi

substantia alba terlihat di girus frontal medial

kanan, girus frontal inferior bilateral, dan girus

cinguli kanan.57

atau mencium-cium bau). Tik seringkali

diperburuk oleh stres fisik atau emosional,

membaik saat sendirian dan relaks. Tik juga

dapat terjadi selama tidur dan berkaitan

dengan berbagai problem tidur, termasuk

insomnia, tidak cukup tidur, tidur gelisah,

parasomnia (tidur berjalan dan sleep terrors).

Tik selama tidur umumnya dikendalikan oleh

thalamo-cortical oscillating dysrhythmia.38-40

Manifestasi lain yang penting namun kurang

umum, seperti: meniru tingkah laku (echo

phenomena), suka mengulang-ulang sendiri

(pali phenomena), menyumpah tanpa sadar,

di luar kemauan, dan tidak pantas (swearing

involuntarily and inappropriately), perilaku

melukai diri sendiri (self-injurious behaviours).

Perilaku membahayakan atau mencederai

diri ditemukan pada penderita malignant

Tourette syndrome (MTS), misalnya: berulang-

ulang memukul perut hingga memar

dan merusakan organ dalam, memukul-

mukul mata sendiri, menikam leher sendiri,

menelan benda asing, menggigiti bibir/

mulutnya hingga berdarah, menghentak-

hentakkan kaki dengan kuat hingga terjadi

dislokasi pinggul, menggeleng-gelengkan

kepala dan leher dengan kuat hingga cedera

leher atau whiplash.41

Pada penderita TS, IQ verbal lebih tinggi secara

signifi kan dibandingkan IQ performance,

menimbulkan problem kemampuan

visuospatial, perseptual, dan motorik.

Penderita TS juga merasa sulit memaksimalkan

fungsi eksekutifnya, seperti: kemampuan

memecahkan masalah, membagi perhatian,

respons terhadap hambatan.42

KOMORBIDITAS

Beragam komorbiditas penderita TS antara

lain: cemas, depresi, kesulitan belajar,

gangguan tidur, obsessive-compulsive disorder

(OCD), hiperaktif atau ADHD (attention defi cit

hyperactivity disorder), gangguan perilaku, tik

nervous, masalah pengendalian impuls, rasa

malu, isolasi, dan ketakmampuan (disability)

atau hendaya (impairment) fungsi sosial. Pada

TS dan ADHD, diduga terjadi abnormalitas

noradrenergik.43,44

Sebagian komorbiditas antara lain: alergi,

aritmia jantung, asma, autisme, ADHD, bruxism,

cemas, depresi, kejang, coprolalia, copropraxia,

mengamuk/marah (rage), meningkatnya

sensitivitas terhadap stimulus sensoris, migren,

OCD, autoimunitas, perilaku mencederai

diri-sendiri, reaksi yang mengejutkan dan

berlebihan, restless leg syndrome.45

DIAGNOSIS

Untuk menegakkan diagnosis TS, ada tiga ciri

khas yang sering muncul, yaitu: tik multipel,

berkata jorok (coprolalia), dan latah atau suka

membeo (echolalia). Kriteria yang dipakai

secara internasional adalah Diagnostic and

Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth

Edition, Text Revision (DSM-IV-TR)46:

1. Onset sebelum usia 18 tahun.

2. Tik vokal dan motorik multipel berkali-kali

hampir setiap hari, atau sebentar-sebentar

berlangsung lebih dari 1 tahun. Selama itu tak

ada periode bebas tik selama lebih dari 3 bulan

berturut-turut. Tik tidak harus berlangsung

bersamaan.

3. Gangguan bukan karena efek fi siologis

langsung zat (seperti: stimulan) atau kondisi

medis umum (seperti: penyakit Huntington,

ensepalitis postviral).

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Beragam pilihan kuesioner dapat dipakai untuk

memastikan diagnosis TS: Tourette Syndrome

Symptom List, Tourette Syndrome Questionnaire,

The Motor Tic Obsessions and Compulsions

Vocal Tic Evaluation Survey, Ohio Tourette

Survey Questionnaire, Tourette Syndrome

Global Scale, Tourette Syndrome Diagnostic

Confi dence Index, Tourettes Syndrome Severity

Scale, Shapiro Tourette Syndrome Severity Scale,

Yale Global Tic Severity Scale (YGTSS), Children’s

Yale-Brown Obsessive-Compulsive Scale (CY-

BOCS), Hopkins Motor and Vocal Tic Severity

Scale, Clinical Global Impressions–Improvement

Scale, Diagnostic Confi dence Interval, National

Hospital Interview Scale, dll digunakan untuk

interview, menegakkan diagnosis dan evaluasi

klinis lain, seperti: menentukan derajat

keparahan TS, menentukan terapi, keperluan

riset, dsb. Untuk mengetahui kemampuan

motorik, dapat menggunakan tes Purdue

Pegboard. Baik-buruknya kemampuan

motorik di masa anak-anak, berhubungan

dengan meningkatnya derajat keparahan tik

di masa dewasa. Untuk menilai IQ digunakan

Wechsler Abbreviated Scale of Intelligence

(WASI). Obsesi-kompulsi dapat diketahui

dengan Dimensional Yale-Brown Obsessive-

Compulsive Scale (DYBOCS).47-52 Skor Yale

Global Tic Severity Scale (YGTSS) berkisar 0-50,

dengan rincian: tidak ada tik (YGTSS: 0), tik

minimal (YGTSS: 1–9), tik ringan (YGTSS:

Page 4: CDK 211 Vol 40 No 12 Tahun 2013 Halaman 900-906 Fenomenologi Sindrom Tourette

903CDK-211/ vol. 40 no. 12, th. 2013

TINJAUAN PUSTAKA

fl uokstin, fl uvoksamin, paroksetin, sertralin,

escitalopram, dan citalopram. Klomipramin

uga efektif karena memiliki serotonin reuptake

action. SSRI dapat dikombinasikan dengan

antipsikotik atipikal.65

PENATALAKSANAAN

Bila gejala ringan, penderita dan anggota

keluarganya hanya memerlukan edukasi

dan konseling. Berbagai teknik psikoterapi,

seperti: psikoterapi suportif, terapi kognitif,

assertiveness training, dan self-monitoring

dapat juga diberikan. Pendekatan

comprehensive behavioral intervention

for tics (CBIT), berdasarkan habit reversal

training/therapy, efektif mengurangi tik serta

perburukan yang berhubungan dengan tik

(tics-related impairment) pada anak dan remaja

penderita TS dengan tingkat keparahan

sedang atau berat. Terapi suportif dan edukasi

dapat sebagai pelengkap dan pendukung

CBIT.58

Banyak anak TS yang berhasil ditangani tanpa

terapi obat. Farmakoterapi diberikan sesuai

indikasi. Berikut beberapa pilihan terapi TS44,

59-62:

a. Golongan neuroleptik atau penyekat

dopamin seperti haloperidol, pimozid,

aripiprazol, olanzapin, risperidon.

b. Golongan obat serotonergik, seperti fl uox-

etine, clomipramine.

c. Golongan agonis alfa-2, seperti: clonidine,

guanfacine.

d. Golongan antagonis dopamin, seperti

metaclopramid.

e. Golongan lain, seperti benzodiazepin (mi-

salnya: klonazepam, diazepam), antipsitatik

atipikal (misalnya: olanzapin, quetiapin, zipra-

sidon), penyakit kanal kalsium (misalnya: ni-

fedipin, verapamil, fl unarizin), obat GABAergic

(misalnya: baklofen, levetirasetam, topiramat,

vigabatrin, zolpidem), agonis dopamin (misal-

nya: pergolid, pramipeksol), antagonis 5-HT2

(ketanserin) dan 5-HT3 (ondansetron) resep-

tor, obat yang beraksi pada reseptor kanabi-

noid (Δ-9-tetrahidrokanabinol), penghambat

androgen dan androgen (fl utamid dan fi na-

sterid), baklofen, nalokson.

Dua agen neuroleptik yang paling banyak

digunakan untuk terapi TS dan tik adalah

pimozid dan risperidone. Sedangkan medikasi

yang paling efektif adalah dopamin blockers.

Obat golongan antipsikotik merupakan terapi

lini pertama untuk tik sedang hingga berat,

sering memiliki efek samping yang berat.63,64

Golongan penyakit dopamin banyak yang

merupakan obat antipsikotik, serotonergic

drugs bermanfaat terutama untuk obsessive-

compulsive disorder, sedangkan noradrenergic

drugs (alfa-agonist) efektif terutama untuk

tik dan attention defi cit hyperactivity disorder

(ADHD). Aripiprazol dan olanzapin termasuk

“off -label use“.65 Untuk terapi OCD pada TS,

boleh dipertimbangkan golongan selective

serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) seperti

Tabel 1 Farmakoterapi TS73-76

Medikasi Dosis Permulaan

(mg/hari)

Dosis

(mg/hari)

Keterangan

A Antipsikotik

Neuroleptik tipikal

1 Haloperidol 0,25 – 0,50 1 – 4 Bukti empiris: A

CEBM pada dewasa: tinggi

CEBM pada anak: tinggi

ESO: EPS, sedasi, berat badan naik

2 Pimozide 0,5 – 1,0 2 – 8 Bukti empiris: A

CEBM pada dewasa: tinggi

CEBM pada anak: tinggi

ESO: pemanjangan QTc, sedasi

3 Fluphenazine 0,5 – 1,0 1,5 – 10 Bukti empiris: B

CEBM pada dewasa: rendah

CEBM pada anak: rendah

ESO: lebih baik ditoleransi daripada

haloperidol

Neuroleptik atipikal

4 Risperidone 0,25 – 0,50 1 – 3,5

(1 – 3)

Bukti empiris: A

CEBM pada dewasa: tinggi

CEBM pada anak: tinggi

ESO: sedasi, berat badan naik, metabolisme

lemak abnormal.

5 Ziprasidone 5 – 10 (20) 10 – 80

(20 – 80)

Bukti empiris: B

CEBM pada dewasa: rendah

CEBM pada anak: tinggi

ESO: pemanjangan QTc, sedasi, berat

badan naik.

6 Aripiprazole 2,5 – 5 10 – 20 CEBM pada dewasa: rendah

CEBM pada anak: rendah

ESO: sedasi, berat badan naik.

7 Olanzapine 2,5 – 5 10 – 20 CEBM pada dewasa: rendah

CEBM pada anak: rendah

ESO: sedasi, berat badan naik.

8 Quetiapine 25 – 50 75 – 250 CEBM pada dewasa: rendah

CEBM pada anak: rendah

ESO: sedasi, berat badan naik.

9 Tiapride 50 – 150 150 – 500 Bukti empiris: B

B Non-antipsikotik

Agonis alfa-2

1 Clonidine 0,025 – 0,050 0,2 – 0,4 (0,1 – 0,3) Bukti empiris: B

CEBM pada dewasa: rendah

CEBM pada anak: tinggi

ESO: sedasi, hipotensi

2 Guanfacine 0,5 – 1,0 2 – 4

(1,5 – 3)

Bukti empiris: B

CEBM pada dewasa: rendah

CEBM pada anak: tinggi

ESO: sedasi, sensasi berputar/pening

Lainnya

3 Pergolide 0,025 setiap 2 hari 0,15 – 0,45 Bukti empiris: B

4 Botulinum toxin A Tik motorik: 50-75 U

Tik vokal: 1-2,5 U

1-2,5 Bukti empiris: B

Keterangan:

Dosis di dalam kurung (…) adalah dosis alternatif yang juga diperbolehkan.

Bukti empiris A: efektivitas ditunjang sedikitnya 2 randomized placebo-controlled trials dengan hasil positif dan keamanan

jangka pendek baik.

Bukti empiris B: data suportif ditunjang oleh sedikitnya 1 studi positive placebo-controlled.

Derajat CEBM tinggi: efektivitasnya terbukti pada randomized, double-blind trials.

Derajat CEBM rendah: efektivitasnya “probable” pada studi observasi.

CEBM: Center for Evidence-based Medicine. ESO: Efek Samping Obat. EPS: Extra Pyramidal Syndrome.

Page 5: CDK 211 Vol 40 No 12 Tahun 2013 Halaman 900-906 Fenomenologi Sindrom Tourette

CDK-211/ vol. 40 no. 12, th. 2013904

TINJAUAN PUSTAKA

penyembuhan. Perlu dibentuk wadah,

grup, kelompok, atau forum diskusi untuk

mendukung penderita dan anggota keluarga.

Diperlukan buku saku atau brosur berisi

informasi lengkap tentang TS untuk edukasi

keluarga, guru, pengasuh anak, masyarakat,

dan penderita. Diseminasi informasi TS perlu

dilakukan bersama-sama dinas kesehatan,

sekolah, komunitas ilmiah, dan instansi

terkait lainnya. Sosialisasi dapat dilakukan

melalui kegiatan ilmiah (seminar, workshop,

dsb), media offl ine (surat kabar, TV, radio),

media online (milis, website, dsb). Untuk lebih

meningkatkan kepedulian dan kesadaran

secara lebih terorganisisasi, lebih sistematis,

dan berkelanjutan, perlu dipertimbangkan

pembentukan organisasi, lembaga, atau

badan nirlaba khusus, seperti Tourette

Syndrome Associations and Foundations.

Bila perlu, pemerintah bersama IDI dapat

membentuk komite nasional yang khusus

menangani TS, seperti yang dimiliki Eropa

yaitu: European Society for the Study of Tourette

Syndrome (ESSTS) atau Tourette Syndrome

Association Medical Advisory Board.42,43,52,73,83,85

RANGKUMAN

Fenomena sindrom Tourette (TS) pertama

kali dilaporkan dokter Perancis Jean-Marc

Gaspard Itard. Istilah TS populer setelah pada

tahun 1885, neurolog Perancis, Georges Gilles

de la Tourette, mempublikasikan (kembali)

kasus itu. Insiden TS mencapai 1-10 per 1000

orang. Prevalensi internasional sekitar 1%.

Etiopatogenesis belum diketahui pasti, diduga

multifaktor, meliputi: faktor neurokimiawi,

autoimun, epigenetik, genetika. Potret klinis

TS: tics motorik-vokal, berlangsung lebih

dari setahun. Komorbiditas tersering adalah

OCD dan ADHD. Diagnosis TS ditegakkan

dengan DSM-IV-TR. Pemeriksaan penunjang

TS misalnya: kuesioner (YGTSS, DISC, dsb),

pemeriksaan darah lengkap, pencitraan

(MRI, VBM, MTI) dilakukan sesuai indikasi.

Farmakoterapi diberikan sesuai indikasi,

misal: neuroleptik (tipikal-atipikal), agonis

alfa-2, dsb. Strategi pencegahan TS dilakukan

secara bertahap dan berkesinambungan.

Penanganan komprehensif, holistik, dan

paripurna perlu melibatkan kerjasama

multisektor dan lintas disiplin ilmu.

Umumnya, terapi dimulai dengan agonist

clonidine dosis rendah dan ditingkatkan dosis

dan frekuensinya secara bertahap, sampai

hasilnya memuaskan. Guanfacin (0,5–2 mg/

hari) merupakan golongan agonis baru yang

disukai karena dosisnya hanya sekali sehari.

Bila tidak efektif, dapat diberi antipsikotik.

Neuroleptik atipikal (risperidon 0,25–16 mg/

hari, olanzapine 2,5–15 mg/hari, ziprasidon

20–200 mg/hari) dipilih karena rendahnya

risiko efek samping ekstrapiramidal. Jika

tidak efektif, dapat diberikan neuroleptik

klasik, seperti haloperidol, fl uphenazin, atau

pimozid.66,67

Modalitas terapi lain juga dapat

dipertimbangkan. Suntikan botulinum toxin

tipe A efektif mengendalikan tik vokal yang

melibatkan kumpulan otot kecil (localized tics).

Tindakan atau intervensi yang lebih invasif

seperti: deep brain stimulation, transcranial

magnetic stimulation (TMS), dan bedah saraf

(neurosurgery) boleh dipertimbangkan. TMS

repetitif adalah pendekatan efektif untuk

kasus berat.

Rangkuman farmakoterapi TS dapat dilihat di

tabel 1.

Selain itu, kombinasi 0,5 mEq/kgBB.

magnesium dan 2 mg/kgBB. vitamin B6

mampu mengurangi tik fonik-motorik serta

ketidakmampuan pada kasus TS anak usia

7–14 tahun.77

Terapi nonfarmakologis berupa: edukasi

penderita, anggota keluarga, teman sekolah,

modifi kasi lingkungan sekolah sehingga

penderita tidak merasa bosan, stres, tegang,

atau tertekan, konseling suportif yang dapat

dilakukan saat di sekolah dan di luar sekolah.

Teknik relaksasi dapat meringankan tik. Terapi

pembalikan kebiasaan (habit reversal therapy)

juga pilihan efektif untuk TS.76,78

Terapi lain berupa complementary and

alternative medicine (CAM), misalnya: berdoa-

sholat (pray), vitamin, pijat, suplemen diet,

manipulasi chiropractic, meditasi, perubahan

diet, yoga, akupunktur, hipnosis, homeopati,

dan EEG biofeedback. Meskipun alami dan

tak berbahaya, perlu riset lanjutan untuk

mempelajari keamanan dan efektivitasnya.79

Beberapa strategi cerdas dan efektif melalui

pendekatan psikoedukasi dipergunakan untuk

memperlakukan, merawat, dan mengevaluasi

anak TS. Lingkungan nyaman, higienis, pola

tidur teratur dapat bermanfaat. Berbagai

faktor seperti: stres, lelah, penyakit fi sik

dapat memperburuk tics untuk sementara.

Berbagai aktivitas seperti: memainkan alat

musik, berolahraga, menari atau berdansa

bermanfaat dan membantu anak untuk

mengalihkan atau meredakan tik. Konsentrasi

yang terutama melibatkan aktivitas motorik,

sering dapat memperbaiki tik.

Medikasi tik berfokus pada upaya

meminimalkan impairment, bukan

menghilangkan tik. Pada mayoritas kasus, tik

membaik selama masa remaja. Komorbiditas

umum dijumpai pada TS, dapat menyebabkan

perburukan atau gangguan yang lebih besar

daripada tik. Anak TS berisiko tinggi menjadi

OCD selama masa remaja dan dewasa muda.

Edukasi dan terapi perilaku agresif gejala-

gejala OCD sangat membantu meminimalkan

pengaruh jangka panjang. Akurasi diagnosis,

termasuk identifi kasi komorbiditas amat perlu

sebelum menentukan farmakoterapi yang

sesuai.42,80

Penyalahgunaan zat, terutama kokain

atau amfetamin, sering memperburuk tik.

Keturunan penderita TS memiliki peluang

10% berkembang menjadi tik, jika pasangan

hidupnya tidak memiliki riwayat keluarga

tik. Banyak orang dewasa dapat menikmati

kehidupan meskipun mengalami tik.81

PENCEGAHAN

Strategi pencegahan TS dilakukan secara

bertahap dan berkesinambungan. Penderita

TS harus menghindari kafein karena dapat

mengeksaserbasi tik.84 Penderita TS perlu

diberi ruang gerak untuk menyalurkan hobi

dan bakat. Edukasi dan konseling keluarga,

kelompok, individu secara rutin, teratur,

dan terarah sangat membantu penderita

untuk beradaptasi dan mempercepat

DAFTAR PUSTAKA

1. Kushner HI. Medical fi ctions: The case of the cursing marquise and the (re)construction of Gilles de la Tourette Syndrome. Bulletin of the History of Medicine 1995;69:224–54.

2. Tourette G. Etude sur une aff ection nerveuse caracaterisee par de l’incoordination motrice accompagenee d’echolalie et de coprolalie. Archives de Neurologie 1885;9:19–42.

3. Walkup JT, Mink JW, Hollenbeck PJ. Advances in neurology: Tourette syndrome. First edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2006.

Page 6: CDK 211 Vol 40 No 12 Tahun 2013 Halaman 900-906 Fenomenologi Sindrom Tourette

905CDK-211/ vol. 40 no. 12, th. 2013

TINJAUAN PUSTAKA

4. The Tourette Syndrome Classifi cation Study Group. Defi nitions and classifi cation of tic disorders. Arch Neurol. 1993;500:1013-6.

5. Robertson MM. Annotation: Gilles de la Tourette syndrome—An update. Journal of Child Psychology and Psychiatry 1994;35:597–611.

6. Apter A, Pauls DL, Bleich A, Zohar AH, Kron S, Ratzoni G, Dycian A, Kotler M, Weizman A, Gadot N, et al. An epidemiologic study of Gilles de la Tourette’s syndrome in Israel. Arch Gen

Psychiatry 1993;50:734–8.

7. Robertson MM: Diagnosing Tourette syndrome: is it a common disorder? J Psychosom Res 2003;55:3-6.

8. Robertson MM, Eapen V, Cavanna AE. The international prevalence, epidemiology, and clinical phenomenology of Tourette syndrome: A cross-cultural perspective. Journal of

Psychosomatic Research. 2009;67:475–83.

9. Leckman JF, Zhang H, Vitale A, Lahnin F, Lynch K, Bondi C, Kim YS, Peterson BS. Course of tic severity in Tourette’s syndrome: the fi rst two decades. Pediatrics 1998;102:14–9.

10. Robertson MM. The Prevalence and Epidemiology of Gilles de la Tourette syndrome. Part 1: The epidemiological and prevalence studies. Journal of Psychosomatic Research 2008;65:461–

72.

11. Kurlan R, McDermott MP, Deeley C, Como PG, Brower C, Eapen S, Andresen EM, Miller B. Prevalence of tics in schoolchildren and association with placement in special education.

Neurology 2001;57:1383–8.

12. CDC. Prevalence of diagnosed Tourette syndrome in persons aged 6–17 years – United States, 2007. Morb Mortal Wkly Rep (MMWR). 2009;58:581–5.

13. Baron-Cohen S, Scahill VL, Izaguirre J, Hornsey H, Robertson MM. The prevalence of Gilles de la Tourette syndrome in children and adolescents with autism: a large scale study. Psychological

Medicine Sept 1999;29(05):1151-9.

14. Albin RL, Koeppe RA, Wernette K, Zhuang W, Nichols T, Kilbourn MR, Frey KA. Striatal [11C]dihydrotetrabenazine and [11C]methylphenidate binding in Tourette syndrome. Neurology

2009;72:1390–6.

15. Cohen JD, Braver TS, Brown JW. Computational perspectives on dopamine function in prefrontal cortex. Curr Opin Neurobiol 2002;12:223-9.

16. Heise CA, Wanschura V, Albrecht B, Uebel H, Roessner V, Himpel S, et.al. Voluntary motor drive: possible reduction in Tourette syndrome. J Neural Transm 2008;115:857–61.

17. Yoon DY, Gause CD, Leckman JF, Singer HS. Frontal dopaminergic abnormality in Tourette syndrome: a postmortem analysis. J Neurol Sci 2007;255:50−6.

18. Diaz-Anzaldua A, Joober R, Riviere JB, et al. Tourette syndrome and dopaminergic genes: a family-based association study in the French Canadian founder population. Mol Psychiatry

2004;9:272−7.

19. Egaña LA, Cuevas RA, Baust TB, Parra LA, Leak RK, Hochendoner S, et.al. Physical and functional interaction between the dopamine transporter and the synaptic vesicle protein

synaptogyrin-3. J Neurosci. 2009 April 8;29(14):4592–604.

20. Leckman JF, Riddle MA. Tourette’s syndrome: when habitforming systems form habits of their own? Neuron 2000;28:349−54.

21. Leckman JF. Tourette’s syndrome. Lancet 2002;360:1577−86.

22. Mink JW. Basal ganglia dysfunction in Tourette’s syndrome: A new hypothesis. Pediatr Neurol, 2001;25:190–8.

23. Kataoka Y, Kalanithi PSA, Grantz H, Schwartz ML, Saper C, Leckman JF, Vaccarino FM, et.al. Decreased number of parvalbumin and cholinergic interneurons in the striatum of individuals

with Tourette syndrome. J Comp Neurol 2010;518:277–91.

24. Singer HS, Gause C, Morris C, Lopez P. Serial immune markers do not correlate with clinical exacerbations in pediatric autoimmune neuropsychiatric disorders associated with streptococcal

infections. Pediatrics 2008;121:1198–205.

25. Leslie DL, Kozma L, Martin A, Landeros A, Katsovich L, King RA, et al. Neuropsychiatric disorders associated with streptococcal infection: A case–control study among privately insured

children. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry 2008;47(10):1166–72.

26. Gabbay V, Coff ey BJ, Guttman LE, Gottlieb L, Katz Y, Babb JS. A cytokine study in children and adolescents with Tourette’s disorder. Prog Neuropsychopharmacol Biol Psychiatry. 2009

August 31;33(6):967–71.

27. Gorman DA, Zhu H, Anderson GM, Davies M, Peterson BS. Ferritin levels and their association with regional brain volumes in Tourette’s syndrome. Am J Psychiatry. 2006 July;163(7):1264–

72.

28. Khalifa N, von Knorring AL. Tourette syndrome and other tic disorders in a total population of children: clinical assessment and background. Acta Paediatr 2005;94:1608−14.

29. Mathews CA, Bimson B, Lowe TL, et al. Association between maternal smoking and increased symptom severity in Tourette’s syndrome. Am J Psychiatry 2006;163:1066−73.

30. Cuker A, et.al. Candidate locus for Gilles de la Tourette syndrome/obsessive compulsive disorder/chronic tic disorder at 18q22. Am J Med Genet A 2004;130:7.

31. Cheon KA, Ryu YH, Namkoong K, Kim CH, Kim JJ, Lee JD. Dopamine transporter density of the basal ganglia assessed with [123I]IPT SPECT in drug-naive children with Tourette`s disorder.

Psychiatry Res 2004;130:85-95.

32. Lee CC, Chou IC, Tsai CH, Wang TR, Li TC, Tsai FJ. Dopamine receptor D2 gene polymorphisms are associated in Taiwanese children with Tourette syndrome. Pediatr Neurol 2005;33:272-6.

33. O’Rourke JA., Scharf JM, Yu D., Pauls DL. The Genetics of Tourette syndrome: A review. Journal of Psychosomatic Research 2009;67:533-45.

34. Rippel CA, Kobets AJ, Yoon DY, Williams PN, Shugart YY, Bridges DD, et al. Norepinephrine transporter polymorphisms in Tourette syndrome with and without attention defi cit hyperactivity

disorder: no evidence for signifi cant association. Psychiatric Genetics Oct 2006;16(5):179-80.

35. The Tourette Syndrome Association International Consortium for Genetics. Genome scan for Tourette disorder in aff ected-sibling-pair and multigenerational families. Am J Hum Genet

2007;80:265–72.

36. Tian Y, Liao IH, Zhan X, Gunther JR, Ander BP, Liu D, et al. Exon expression and alternatively spliced genes in tourette syndrome. Am J Med Genet 2011;156:72–8.

37. Pauls DL. A genome-wide scan and fi ne mapping in Tourette Syndrome families. Adv Neurol 2006;99:130–5.

38. Bloch MH, Leckman JF. Clinical course of Tourette syndrome. Journal of Psychosomatic Research 2009;67:497–501.

39. Leckman JF, Bloch MH, Scahill L, King RA. Tourette syndrome: the self under siege. J Child Neurol 2006;21:642−9.

40. Hawley JS, Gray SK. Tourette Syndrome. eMedicine. Updated: Jun 23, 2008.

41. Cheung MY, Shahed J, Jankovic J. Malignant tourette syndrome. Movement Disorders 2007;22:1743–50.

42. Woods DW, Piacentini JC, Walkup JT (Eds). Treating tourette syndrome: A guide for practitioners. Guilford Press: New York. 2007.

43. Olive MF. Tourette syndrome. Chelsea House Infobase Publishing. New York USA. 2010.

Page 7: CDK 211 Vol 40 No 12 Tahun 2013 Halaman 900-906 Fenomenologi Sindrom Tourette

CDK-211/ vol. 40 no. 12, th. 2013906

TINJAUAN PUSTAKA

44. Singer HS, Walkup JT. Tourette syndrome and other tic disorders. Diagnosis, pathophysiology, and treatment. Medicine 1991;70(1):15-32.

45. Grimaldi BL. The central role of magnesium defi ciency in Tourette’s syndrome: Causal relationships between magnesium defi ciency, altered biochemical pathways and symptoms relating

to Tourette’s syndrome and several reported comorbid conditions. Medical Hypotheses 2002;58(1):47–60.

46. American Psychiatric Association (APA). Diagnostic and statistical manual of mental disorders. 4th ed, text rev. APA. Washington, DC. 2000.

47. Stefl ME, Rubin M. Tourette syndrome in the classroom: Special problems, special needs. Journal of School Health 1985;55:72–5.

48. Kompoliti K, Goetz CG. Clinical rating and quantitative assessment of tics. Neurologic Clinics May 1997;15(2):239–54.

49. Scahill L, Riddle MA, McSwiggin-Hardin M, Ort SI, King RA, Goodman WK, Cicchetti D, Leckman JF. Children’s Yale-Brown obsessive compulsive scale: Reliability and validity. J Am Acad Child

Adolesc Psychiatry 1997;36:844–52.

50. Shapiro AK, Shapiro ES, Young JG, Feinberg TE. Gilles de la Tourette syndrome. 2nd edition. Raven Press, New York. 1988.

51. Wechsler D. Wechsler Abbreviated Scale of Intelligence. San Antonio, TX: Psychological Corporation 1999.

52. Cath DC, Hedderly T, Ludolph AG, Stern JS, Murphy T, Hartmann A, et al. European clinical guidelines for Tourette syndrome and other tic disorders. Part I: assessment. Eur Child Adolesc

Psychiatry 2011;20:155–71.

53. Leckman JF, Riddle MA, Hardin MT, Ort SI, Swartz KL, Stevenson J, Cohen DJ. The Yale Global Tic Severity scale: initial testing of a clinician-rated scale of tic severity. Journal of the American

Academy of Child & Adolescent Psychiatry July 1989;28(4):566-73.

54. Shaff er D, Fisher P, Lucas CP, Dulcan MK, Schwab-Stone ME. NIMH Diagnostic intervieschedule for children version IV (NIMH DISC-IV): Description, diff erences from previous versions, and

reliability of some common diagnoses. Journal of American Child and Adolescent Psychiatry 2000;39:28–38.

55. Albin RL, Mink JW. Recent advances in Tourette syndrome research. Trends Neurosci 2006;29:175.

56. Bohlhalter S, Goldfi ne A, Matteson S, Garraux G, Hanakawa T, Kansaku K, et al. Neural correlates of tic generation in Tourette syndrome: an event-related functional MRI

study. Brain. Aug 2006;129:2029-37.

57. Müller-Vahl KR. Kaufmann J. Grosskreutz J. Dengler R. Emrich HM. Peschel T. Prefrontal and anterior cingulate cortex abnormalities in Tourette Syndrome: Evidence from voxel-based

morphometry and magnetization transfer imaging. BMC Neuroscience 2009;10:47 doi:10.1186/1471-2202-10-47.

58. Piacentini J, Woods DW, Scahill L, Wilhelm S, Peterson AL, Chang S, et. al. Behavior therapy for children with Tourette disorder: A Randomized Controlled Trial. JAMA. 2010;303(19):1929-

37.

59. Müller-Vahl KR. The treatment of Tourette’s syndrome: current opinions. Expert Opin Pharmacother 2002;3:899–914.

60. Awaad Y, Michon AM, Minarik S. Use of levetiracetam to treat tics in children and adolescents with Tourette syndrome. Mov Disord. 2005;20: 714–8.

61. Moe PG, Benke TA, Bernard TJ. Neurologic and Muscular Disorders. In: Current Diagnosis and Treatment in Pediatrics. 18th edition. Edited by: Hay WW, Levin MJ, Sondheimer JM, Deterding

RR. International Edition. Lange Medical Books-McGraw-Hill. USA. 2007;23:761-2.

62. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J (Eds). Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18th Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc. USA. 2012. Chapter 372.

63. Bruggeman R, van der Linden C, Buitelaar JK, Gericke GS, Hawkridge SM, Temlett JA. Risperidone versus pimozide in Tourette`s disorder: a comparative double-blind parallel-group study.

J Clin Psychiatry 2001;62:50-6.

64. Bruun RD, Budman CL. Risperidone as a treatment for Tourette`s syndrome. J Clin Psychiatry 1996;57:29-31.

65. Shprecher D, Kurlan R. The management of tics. Mov Disord 2009;24:15–24.

66. Jankovic J. 2001. Tourette’s syndrome. N Engl J Med, 345:1184–92.

67. Jiménez-Jiménez FJ, García-Ruiz PJ. Pharmacological options for the treatment of Tourette’s disorder. Drugs 2001;61:2207–20.

68. Kwak CH, Hanna PA, Jankovic J. Botulinum toxin in the treatment of tics. Arch Neurol 2000;57:1190-3.

69. Marras C, Andrews D, Sime E, Lang AE. Botulinum toxin for simple motor tics: a randomized, double-blind, controlled clinical trial. Neurology 2001;56:605-10.

70. Porta M, Maggioni G, Ottaviani F, Schindler A. Treatment of phonic tics in patients with Tourette`s syndrome using botulinum toxin type A. Neurol Sci 2004;24:420-3.

71. Houeto JL, Karachi C, Mallet L, et al. Tourette’s syndrome and deep brain stimulation. J Neurol Neurosurg Psychiatry 2005;76:992–5.

72. Hardesty DE, Sackeim HA. Deep brain stimulation in movement and psychiatric disorders. Biol Psychiatry 2007;61:831–5.

73. Scahill L, Erenberg G, Berlin CM Jr, et al. Tourette Syndrome Association Medical Advisory Board: Practice Committee. Contemporary assessment and pharmacotherapy of Tourette

syndrome. NeuroRx 2006;3:192-206.

74. Swain JE, Scahill L, Lombroso PJ, King RA, Leckman JF. Tourette Syndrome and Tic Disorders: A Decade of Progress. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry 2007;46(8):947-68.

75. Bloch MH. Emerging treatments for Tourette’s disorder. Curr Psychiatry Rep 2008;10:323−30.

76. Du JC, Chiu TF, Lee KM, Wu HL, Yang YC, Hsu SY, et al. Tourette syndrome in children: An updated review. Pediatr Neonatol 2010;51(5):255−64.

77. Garcia-Lopez R, Perea-Milla E, Garcia CR, Rivas-Ruiz F, Romero-Gonzalez J, Moreno JL, et al. New therapeutic approach to Tourette syndrome in children based on a randomized placebo-

controlled double-blind phase IV study of the eff ectiveness and safety of magnesium and vitamin B6. Trials 2009;10:16. doi:10.1186/1745-6215-10-6.

78. Leckman JF, King RA, Cohen DJ. Tics and tic disorders. In: Tourette`s Syndrome Tics, Obsessions, Compulsions: Developmental Psychopathology and Clinical Care, Leckman JF, Cohen DJ

(Eds). New York: Wiley.1999:23-42.

79. Kompoliti K, Fan W, Leurgans S. Complementary and alternative medicine use in Gilles de la Tourette syndrome. Movement Disorders 2009;24(13):2015-9.

80. Erenberg G, Berlin Jr CM, Budman C, Coff ey BJ, Jankovic J, Kiessling L, et al. Contemporary assessment and pharmacotherapy of Tourette syndrome. NeuroRX. April 2006;3(2):192–206.

81. Woods DW, Piacentini JC, Chang S, et al. Managing Tourette’s syndrome: A behavioral intervention for children and adults. Oxford University Press. New York. 2008.

82. Monaco F, Servo S, Cavanna AE. Famous people with Gilles de la Tourette syndrome? Journal of Psychosomatic Research 2009;67:485-90.

83. Bjorklund R. Tourette syndrome. Marshall Cavendish Corporation. New York: USA.2010:1-62.

84. Davis RE, Osorio I. Childhood caff eine tic syndrome. Pediatrics 1998;101:E4.

85. Verdellen CW, Keijsers GP, Cath DC, Hoogduin CA. Exposure with response prevention versus habit reversal in Tourette`s syndrome: a controlled study. Behav Res Ther 2004;42:501-11.