Syarifudin, fenomenologi

12
kajian fenomenologi 1 Fenomenologi syarifudin: Kajian transcendental yang Nampak pada tepian prilaku manusia, alam, dan keajaiban Tuhan.

Transcript of Syarifudin, fenomenologi

Page 1: Syarifudin, fenomenologi

kajian fenomenologi 1

Fenomenologi syarifudin: Kajian transcendental yang Nampak pada tepian prilaku manusia, alam, dan keajaiban Tuhan.

Page 2: Syarifudin, fenomenologi

kajian fenomenologi 2

Fenomenologi syarifudin: Kajian transcendental yang Nampak pada tepian prilaku manusia, alam, dan keajaiban Tuhan.

FENOMENOLOGI

Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani, phainomai, yang berarti

‘menampak’ dan phainomenon merujuk ‘pada yang menampak’. Istilah

feomenologi diperkenalkan oleh Johann Heinrickh Lambert. Meskipun pelopor

fenomenologi adalah Husserl, namun dalam buku ini lebih banyak mengupas ide-

ide Schutz (yang tetap berdasar pada pemikiran sang pelopor, Husserl). Terdapat

dua alasan utama mengapa Schutz dijadikan centre dalam penerapan metodologi

penelitian kualitatif menggunakan studi fenomenologi ini.1

Pertama, karena melalui Schutz-lah pemikiran dan ide Husserl yang dirasa

abstrak dapat dijelaskan dengan lebih gamblang dan mudah dipahami. Kedua,

Schutz merupakan orang pertama yang menerapkan fenomenologi dalam

penelitian ilmu sosial. Oleh karena itu, buku ini mengupas beberapa pandangan

Schutz dan penerapannya dalam sebuah penelitian sosial.

Schutz mengawali pemikirannya dengan mengatakan bahwa objek

penelitian ilmu sosial pada dasarnya berhubungan degan interpretasi terhadap

realitas. Jadi, sebagai peneliti ilmu sosial, kita pun harus membuat interpretasi

terhadap realitas yag diamati. Orang-orang saling terikat satu sama lain ketika

membuat interpretasi ini. Tugas peneliti sosial-lah untuk menjelaskan secara

ilmiah proses ini.

Dalam melakukan penelitian, peneliti harus menggunakan metode interpretasi

yang sama dengan orang yang diamati, sehingga peneliti bisa masuk ke dalam

dunia interpretasi orang yang dijadikan objek penelitian.

Pada praktiknya, peneliti mengasumsikan dirinya sebagai orang yang tidak

tertarik atau bukan bagian dari dunia orang yang diamati. Peneliti hanya terlibat

secara kogniti dengan orang yang diamati. Peneliti dapat memilih satu ‘posisi’

1Sumber: David Woodruff Smith, Husserl, London, Routledge, 2007. [2] Lihat, ibid, hal. 188,

[3] Ibid, hal. 190. [4] Ibid, hal. 191.[5] Lihat, ibid, hal. 193. [6] Lihat, ibid, hal. 234.

Page 3: Syarifudin, fenomenologi

kajian fenomenologi 3

Fenomenologi syarifudin: Kajian transcendental yang Nampak pada tepian prilaku manusia, alam, dan keajaiban Tuhan.

yang dirasakan nyaman oleh subyek penelitiannya, sehingga ketika subyek

merasa nyaman maka dirinya dapat menjadi diri sendiri. Ketika ia menjadi dirinya

sendiri inilah yang menjadi bahan kajian peneliti sosial.

Setelah Schutz berhasil mengintegrasikan fenomenologi dalam ilmu sosial,

para cendekiawan sosial mulai melirik pemikiran fenomenologi yang paling awal,

yakni fenomenologi transendental Husserl. Husserl sangat tertarik dengan

penemuan makna dan hakikat dari pengalaman. Dia berpendapat bahwa

terdapat perbedaan antara fakta dan esensi dalam fakta, atau dengan kata lain

perbedaan antara yang real dan yang tidak. Berikut adalah komponen konseptual

dalam fenomenologi transendental Husserl:

a. Kesengajaan (Intentionality)

Kesengajaan (intentionality) adalah orientasi pikiran terhadap suatu objek

(sesuatu) yang menurut Husserl, objek atau sesuatu tersebut bisa nyata atau

tidak nyata. Objek nyata seperti sebongkah kayu yang dibentuk dengan

tujuan tertentu dan kita namakan dengan kursi. Objek yang tidak nyata

misalnya konsep tentang tanggung jawab, kesabaran, dan konsep lain yang

abstrak atau tidak real. Husserl menyatakan bahwa kesengajaan sangat

terkait dengan kesadaran atau pengalaman seseorang dimana kesengajaan

atau pengalaman tersebut dipengaruhi oleh faktor kesenangan (minat),

penilaian awal, dan harapan terhadap objek. Misalnya minat terhadap bola

akam menentukan kesengajaan untuk menonton pertandingan sepak bola.

b. Noema dan Noesis

Noema atau noesis merupakan turunan dari kesengajaan atau intentionality.

Intentionality adalah maksud memahami sesuatu, dimana setiap pengalaman

individu memiliki sisi obyektif dan subyektif. Jika akan memahami, maka

kedua sisi itu harus dikemukakan. Sisi obyektif fenomena (noema) artinya

sesuatu yang bisa dilihat, didengar, dirasakan, dipikirkan, atau sekalipun

sesuatu yang masih akan dipikirkan (ide). Sedangkan sisi subyektif (noesis)

adalah tindakan yang dimaksud (intended act) seperti merasa, mendengar,

memikirkan, dan menilai ide. Terdapat kaitan yang erat antara noema dan

Page 4: Syarifudin, fenomenologi

kajian fenomenologi 4

Fenomenologi syarifudin: Kajian transcendental yang Nampak pada tepian prilaku manusia, alam, dan keajaiban Tuhan.

noesis meskipun keduanya sangat berbeda makna. Noema akan membawa

pemikiran kita kepada noesis. Tidak akan ada noesis jika kita tidak

mengawalinya dengan noema. Begini mudahnya. Kita tidak akan tau tentang

bagaimana rasanya menikmati buah durian (noesis karena ada aspek

merasakan, sebagai sesuatu atau objek yang abstrak) jika kita sendiri belum

mengetahui seperti apa wujud durian (noema karena berkaitan dengan

wujud, sebagai sesuatu atau objek yang nyata).2

c. Intuisi

Intuisi yang masuk dalam unit analisis Husserl ini dipengaruhi oleh intuisi

menurut Descrates yakni kemampuan membedaka “yang murni” dan yang

diperhatikan dari the light of reason alone (semata-mata alasannya).

Intuisilah yang membimbing manusia mendapatkan pengetahuan. Bagi

Husserl, intuisilah yang menghubungkan noema dan noesis. Inilah sebabnya

fenomenologi Husserl dinamakan fenomenologi transendental, karena

terjadi dalam diri individu secara mental (transenden).

d. Intersubjektivitas

Makna intersubjektif ini dijabarkan oleh Schutz. Bahwa makna intersubjektif

ini berawal dari konsep ‘sosial’ dan konsep ‘tindakan’. Konsep sosial

didefinisikan sebagai hubungan antara dua atau lebih orang dan konsep

tindakan didefinisikan sebagai perilaku yang membentuk makna subjektif.

Akan tetapi, makna subjektif tersebut bukan berada di dunia privat individu

melainkan dimaknai secara sama dan bersama dengan individu lain. Oleh

karenanya, sebuah makna subjektif dikatakan intersubjektif karena memiliki

aspek kesamaan dan kebersamaan (common and shared).

Fenomenologi Edmund Husserl

Pada bab sebelumnya kita sudah berdiskusi soal gaya aphorisme di dalam

filsafat Nietzsche. Ia mengajarkan kita untuk berani menembus batas-batas

2 Sumber: David Woodruff Smith, Husserl, London, Routledge, 2007. [2] Lihat, ibid, hal. 188,

[3] Ibid, hal. 190. [4] Ibid, hal. 191.[5] Lihat, ibid, hal. 193. [6] Lihat, ibid, hal. 234.

Page 5: Syarifudin, fenomenologi

kajian fenomenologi 5

Fenomenologi syarifudin: Kajian transcendental yang Nampak pada tepian prilaku manusia, alam, dan keajaiban Tuhan.

rasionalitas itu sendiri, dan membuka tabir-tabir pemikiran baru yang belum

tersentuh sebelumnya. Pada bab ini saya ingin mengajak anda berdiskusi

mengenai metodologi berpikir di dalam filsafat Husserl, yang banyak juga dikenal

sebagai fenomenologi. Metode ini sangat penting di dalam filsafat, dan juga di

dalma penelitian ilmu-ilmu sosial. Di dalam pemikiran Husserl, fenomenologi

tidak hanya berhenti menjadi metode, tetapi juga mulai menjadi ontologi.

Muridnya yang bernama Heideggerlah yang nantinya akan melanjutkan proyek

itu. Pada bab ini saya mengacu pada tulisan David W. Smith tentang Husserl di

dalam bukunya yang berjudul Husserl. 3

Cita-cita Husserl adalah membuat fenomenologi menjadi bagian dari ilmu,

yakni ilmu tentang kesadaran (science of consciousness). Akan tetapi pendekatan

fenomenologi berusaha dengan keras membedakan diri dari epistemologi

tradisional, psikologi, dan bahkan dari filsafat itu sendiri. Namun sampai

sekarang definisi jelas dan tepat dari fenomenologi belum juga dapat dirumuskan

dan dimengerti, bahkan oleh orang yang mengklaim menggunakannya. Oleh

karena itu dengan mengacu pada tulisan Smith, saya akan coba memberikan

definisi dasar tentang fenomenologi, sekaligus mencoba memberi contoh

penerapannya. Setelah itu saya akan mengajak anda untuk memahami latar

belakang teori fenomenologi Husserl yang memang secara langsung

diinspirasikan oleh Frans Bretagno, terutama pemikirannya soal psikologi

deskriptif. Lalu masih mengacu pada tulisan Smith, saya akan mengajak anda

memahami teori tentang kesadaran, terutama konsep kuncinya yang disebut

sebagai intensionalitas. Intensionalitas sendiri berarti kesadaran yang selalu

mengarah pada sesuatu (consciousness on something), seperti kesadaran akan

waktu, kesadaran akan tempat, dan kesadaran akan eksistensi diri sendiri.

Selanjutnya kita akan berdiskusi tema-tema yang lebih spesifik di dalam filsafat

3Sumber: David Woodruff Smith, Husserl, London, Routledge, 2007. [2] Lihat, ibid, hal. 188,

[3] Ibid, hal. 190. [4] Ibid, hal. 191.[5] Lihat, ibid, hal. 193. [6] Lihat, ibid, hal. 234.

Page 6: Syarifudin, fenomenologi

kajian fenomenologi 6

Fenomenologi syarifudin: Kajian transcendental yang Nampak pada tepian prilaku manusia, alam, dan keajaiban Tuhan.

Husserl, seperti pemikirannya tentang logika, ontologi, dan filsafat

transendental.4

Arti Fenomenologi

Menurut Smith fenomenologi Husserl adalah sebuah upaya untuk

memahami kesadaran sebagaimana dialami dari sudut pandang orang pertama.

Secara literal fenomenologi adalah studi tentang fenomena, atau tentang segala

sesuatu yang tampak bagi kita di dalam pengalaman subyektif, atau tentang

bagaimana kita mengalami segala sesuatu di sekitar kita. Setiap orang pada

dasarnya pernah melakukan praktek fenomenologi. Ketika anda bertanya

“Apakah yang aku rasakan sekarang?”, “Apa yang sedang kupikirkan?”, “Apa

yang akan kulakukan?”, maka sebenarnya anda melakukan fenomenologi, yakni

mencoba memahami apa yang anda rasakan, pikirkan, dan apa yang akan anda

lakukan dari sudut pandang orang pertama.

Dengan demikian fenomenologi adalah upaya untuk memahami kesadaran

dari sudut pandang subyektif orang terkait. Pendekatan ini tentu saja berbeda

dengan pendekatan ilmu pengetahuan saraf (neuroscience), yang berusaha

memahami cara kerja kesadaran manusia di dalam otak dan saraf, yakni dengan

menggunakan sudut pandang pengamat. Neurosains lebih melihat fenomena

kesadaran sebagai fenomena biologis. Sementara deskripsi fenomenologis lebih

melihat pengalaman manusia sebagaimana ia mengalaminya, yakni dari sudut

pandang orang pertama.

Walaupun berfokus pada pengalaman subyektif orang pertama,

fenomenologi tidak berhenti hanya pada deskripsi perasaan-perasaan inderawi

semata. Pengalaman inderawi hanyalah titik tolak untuk sampai makna yang

bersifat konseptual (conceptual meaning), yang lebih dalam dari pengalaman

inderawi itu sendiri. Makna konseptual itu bisa berupa imajinasi, pikiran, hasrat,

4Sumber: David Woodruff Smith, Husserl, London, Routledge, 2007. [2] Lihat, ibid, hal. 188,

[3] Ibid, hal. 190. [4] Ibid, hal. 191.[5] Lihat, ibid, hal. 193. [6] Lihat, ibid, hal. 234.

Page 7: Syarifudin, fenomenologi

kajian fenomenologi 7

Fenomenologi syarifudin: Kajian transcendental yang Nampak pada tepian prilaku manusia, alam, dan keajaiban Tuhan.

ataupun perasaan-perasaan spesifik, ketika orang mengalami dunianya secara

personal.

Jika fenomenologi berfokus pada pengalaman manusia, lalu apa kaitan

fenomenologi dengan psikologi sebagai ilmu tentang perilaku manusia? Husserl

sendiri merumuskan fenomenologi sebagai tanggapan kritisnya terhadap

psikologi positivistik, yang menolak eksistensi kesadaran, dan kemudian

menyempitkannya semata hanya pada soal perilaku. Oleh sebab itu menurut

Smith, fenomenologi Husserl lebih tepat disebut sebagai psikologi deskriptif,

yang merupakan lawan dari psikologi positivistik.

Di dalam fenomenologi konsep makna (meaning) adalah konsep yang

sangat penting. “Makna”, demikian tulis Smith tentang Husserl, “adalah isi

penting dari pengalaman sadar manusia..” Pengalaman seseorang bisa sama,

seperti ia bisa sama-sama mengendari sepeda motor. Namun makna dari

pengalaman itu berbeda-beda bagi setiap orang. Maknalah yang membedakan

pengalaman orang satu dengan pengalaman orang lainnya. Makna juga yang

membedakan pengalaman yang satu dan pengalaman lainnya. Suatu

pengalaman bisa menjadi bagian dari kesadaran, juga karena orang

memaknainya. Hanya melalui tindak memaknailah kesadaran orang bisa

menyentuh dunia sebagai suatu struktur teratur (organized structure) dari segala

sesuatu yang ada di sekitar kita. Namun begitu menurut Husserl, makna

bukanlah obyek kajian ilmu-ilmu empiris. Makna adalah obyek kajian logika

murni (pure logic). Pada era sekarang logika murni ini dikenal juga sebagai

semantik (semantics). Maka dalam arti ini, fenomenologi adalah suatu sintesis

antara psikologi, filsafat, dan semantik (atau logika murni).

Bagi Husserl fenomenologi adalah suatu bentuk ilmu mandiri yang berbeda

dari ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial. Dengan fenomenologi Husserl mau

menantang semua pendekatan yang bersifat biologis-mekanistik tentang

kesadaran manusia, seperti pada psikologi positivistik maupun pada neurosains.

Ia menyebut fenomenologi sebagai ilmu pengetahuan transendental

(transcendental science), yang dibedakan dengan ilmu pengetahuan naturalistik

Page 8: Syarifudin, fenomenologi

kajian fenomenologi 8

Fenomenologi syarifudin: Kajian transcendental yang Nampak pada tepian prilaku manusia, alam, dan keajaiban Tuhan.

(naturalistic science), seperti pada fisika maupun biologi. Dan seperti sudah

disinggung sebelumnya, perbedaan utama fenomenologi dengan ilmu-ilmu alam,

termasuk psikologi positivistik, adalah peran sentral makna di dalam pengalaman

manusia (meaning in experience). Fenomenologi tidak mengambil langkah

observasi ataupun generalisasi di dalam penelitian tentang manusia, seperti yang

lazim ditemukan pada psikologi positivistik.

Cita-cita Husserl adalah mengembangkan fenomenologi sebagai suatu

displin ilmiah yang lengkap dengan metode yang jelas dan akurat. Di dalam ilmu-

ilmu alam, seperti kimia, fisika, dan biologi, kita mengenal adalah metode

penelitian ilmu-ilmu alam yang sifatnya empiris dan eksperimental. Inti metode

penelitian ilmu-ilmu alam adalah melakukan observasi yang sifatnya sistematis,

dan kemudian menganalisisnya dengan suatu kerangka teori yang telah

dikembangkan sebelumnya. Husserl ingin melepaskan diri dari cara berpikir yang

melandasi metode penelitian semacam itu. Baginya untuk memahami manusia,

fenomenologi hendak melihat apa yang dialami oleh manusia dari sudut pandang

orang pertama, yakni dari orang yang mengalaminya.

Di dalam kerangka berpikir ini, seorang ilmuwan sekaligus adalah sekaligus

peneliti dan yang diteliti. Ia adalah subyek sekaligus obyek dari penelitian. Dan

seperti sudah ditegaskan sebelumnya, fenomenologi adalah cara untuk

memahami kesadaran manusia dengan menggunakan sudut pandang orang

pertama. Namun menurut penelitian Smith, Husserl membedakan tingkat-tingkat

kesadaran (state of consciousness). Yang menjadi fokus fenomenologi bukanlah

pengalaman partikular, melainkan struktur dari pengalaman kesadaran, yakni

realitas obyektif yang mewujud di dalam pengalaman subyektif orang per orang.

Konkretnya fenomenologi berfokus pada makna subyektif dari realitas obyektif

di dalam kesadaran orang yang menjalani aktivitas kehidupannya sehari-hari.

Dalam kosa kata Husserl, “obyek kesadaran sebagaimana dialami.”

Fenomenologi Husserlian adalah ilmu tentang esensi dari kesadaran.

Namun apa sebenarnya yang dimaksud dengan esensi dari kesadaran?

Berdasarkan penelitian Smith fenomenologi Husserl dibangun di atas setidaknya

Page 9: Syarifudin, fenomenologi

kajian fenomenologi 9

Fenomenologi syarifudin: Kajian transcendental yang Nampak pada tepian prilaku manusia, alam, dan keajaiban Tuhan.

dua asumsi. Yang pertama, setiap pengalaman manusia sebenarnya adalah satu

ekspresi dari kesadaran. Seseorang mengalami sesuatu. Ia sadar akan

pengalamannya sendiri yang memang bersifat subyektif. Dan yang kedua, setiap

bentuk kesadaran selalu merupakan kesadaran akan sesuatu. Ketika berpikir

tentang makanan, anda membentuk gambaran tentang makanan di dalam

pikiran anda. Ketika melihat sebuah mobil, anda membentuk gambaran tentang

mobil di dalam pikiran anda. Inilah yang disebut Husserl sebagai intensionalitas

(intentionality), yakni bahwa kesadaran selalu merupakan kesadaran akan

sesuatu.

Tindakan seseorang dikatakan intensional, jika tindakan itu dilakukan

dengan tujuan yang jelas. Namun di dalam filsafat Husserl, konsep intensionalitas

memiliki makna yang lebih dalam. Intensionalitas tidak hanya terkait dengan

tujuan dari tindakan manusia, tetapi juga merupakan karakter dasar dari pikiran

itu sendiri. Pikiran tidak pernah pikiran itu sendiri, melainkan selalu merupakan

pikiran atas sesuatu. Pikiran selalu memiliki obyek. Hal yang sama berlaku untuk

kesadaran. Intensionalitas adalah keterarahan kesadaran (directedness of

consciousness). Dan intensionalitas juga merupakan keterarahan tindakan, yakni

tindakan yang bertujuan pada satu obyek.

Namun Husserl juga melihat beberapa pengalaman konkret manusia yang

tidak mengandaikan intensionalitas, seperti ketika anda merasa mual ataupun

pusing. Kedua pengalaman itu bukanlah pengalaman tentang suatu obyek yang

konkret. Namun pengalaman itu sangatlah jarang, kecuali anda yang menderita

penyakit tertentu. Mayoritas pengalaman manusia memiliki struktur. Mayoritas

pengalaman manusia melibatkan kesadaran, dan kesadaran selalu merupakan

kesadaran atas sesuatu. Husserl menyebut setiap proses kesadaran yang terarah

pada sesuatu ini sebagai tindakan (act). Dan setiap tindakan manusia selalu

berada di dalam kerangka kebiasaan (habits), termasuk di dalamnya gerak tubuh

dan cara berpikir.

Fenomenologi adalah analisis atas esensi kesadaran sebagaimana dihayati

dan dialami oleh manusia, dan dilihat dengan menggunakan sudut pandang

Page 10: Syarifudin, fenomenologi

kajian fenomenologi 10

Fenomenologi syarifudin: Kajian transcendental yang Nampak pada tepian prilaku manusia, alam, dan keajaiban Tuhan.

orang pertama. Fenomenologi menganalisis struktur dari persepsi, imajinasi,

penilaian, emosi, evaluasi, dan pengalaman orang lain yang terarah pada sesuatu

obyek di luar. Dengan demikian menurut Smith, fenomenologi Husserl adalah

suatu penyelidikan terhadap relasi antara kesadaran dengan obyek di dunia luar,

serta apa makna dari relasi itu. Konsep bahwa kesadaran selalu terarah pada

sesuatu merupakan konsep sentral di dalam fenomenologi Husserl.

Kesimpulan

a. Seperti sudah disinggung sebelumnya, fenomenologi adalah suatu refleksi

atas kesadaran dari sudut pandang orang pertama. Konkretnya

fenomenologi hendak menggambarkan pengalaman manusia sebagaimana ia

mengalaminya melalui pikiran, imajinasi, emosi, hasrat, dan sebagainya.

Dalam hal ini Husserl sangat berhutang pada Bretano. Bretano sendiri

membedakan dua jenis psikologi, yakni psikologi deskriptif yang dikenal juga

sebagai fenomenologi, dan psikologi genetis (genetic psychology). Psikologi

deskriptif hendak memahami dinamika kehidupan mental manusia.

Sementara psikologi genetis ingin memahami dinamika mental manusia

dengan kaca mata ilmu-ilmu genetika yang sifatnya biologistik. Di dalam

pemikiran Husserl, fenomenologi menjadi suatu displin yang memiliki status

otonom. Ia pun merumuskannya secara lugas, yakni sebagai ilmu tentang

esensi kesadaran. Dan berulang kali ia menegaskan, bahwa kesadaran

manusia tidak pernah berdiri sendiri. Kesadaran selalu merupakan kesadaran

atas sesuatu. Inilah yang disebut dengan intensionalitas, suatu konsep yang

sangat sentral di dalam fenomenologi Husserl.

b. Husserl kemudian mencoba mengembangkan teori intensionalitas ini. Setiap

tindakan manusia selalu melibatkan kesadaran, dan kesadaran selalu

merupakan kesadaran atas suatu obyek yang nyata di dunia. Manusia adalah

subyek dan subyek selalu terarah pada suatu obyek yang nyata di dunia.

Obyek dari kesadaran dan tindakan manusia tidak pernah berada di dalam

ruang kosong, melainkan selalu berada di dalam horison makna tertentu.

Page 11: Syarifudin, fenomenologi

kajian fenomenologi 11

Fenomenologi syarifudin: Kajian transcendental yang Nampak pada tepian prilaku manusia, alam, dan keajaiban Tuhan.

Maka dari itu intensionalitas kesadaran selalu melibatkan relasi rumit antara

subyek (manusia) yang sadar, tindakan, obyek, dan horison dari obyek

tersebut. Relasi rumit di dalam intensionalitas kesadaran itulah yang menjadi

dasar dari fenomenologi.

c. Setelah menjadikan intensionalitas kesadaran sebagai dasar filsafatnya,

Husserl kemudia menganalisis struktur-struktur dasar kesadaran secara detil,

seperti persepsi, penilaian, tindakan, ruang, waktu, tubuh, keberadaan orang

lain, dan sebagainya. Subyek (manusia) dan obyek selalu berada di dalam

horison makna tertentu yang disebut Husserl sebagai dunia kehidupan (life-

world). Secara singkat dunia kehidupan adalah dunia di sekeliling manusia

yang dialaminya secara familiar di dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam

dunia kehidupan, manusia memperoleh makna dan identitasnya sebagai

manusia. Dalam arti ini fenomenologi adalah suatu upaya untuk memahami

kesadaran manusia dalam konteks kaitan dengan dunia kehidupannya.

d. Fenomenologi Husserl hendak menganalisis dunia kehidupan manusia

sebagaimana ia mengalaminya secara subyektif maupun intersubyektif

dengan manusia lainnya. Sebenarnya ia membedakan antara apa yang

subyektif, intersubyektif, dan yang obyektif. Yang subyektif adalah

pengalaman pribadi kita sebagai manusia yang menjalani kehidupan.

Obyektif adalah dunia di sekitar kita yang sifatnya permanen di dalam ruang

dan waktu. Dan intersubyektitas adalah pandangan dunia semua orang yang

terlibat di dalam aktivitas sosial di dalam dunia kehidupan.[6] Interaksi

antara dunia subyektif, dunia obyektif, dan dunia intersubyektif inilah yang

menjadi kajian fenomenologi. Fenomenologi membuka kesadaran baru di

dalam metode penelitian filsafat dan ilmu-ilmu sosial. Kesadaran bahwa

manusia selalu terarah pada dunia, dan keterarahan ini melibatkan suatu

horison makna yang disebut sebagai dunia kehidupan. Di dalam konteks

itulah pemahaman tentang manusia dan kesadaran bisa ditemukan.***

Page 12: Syarifudin, fenomenologi

kajian fenomenologi 12

Fenomenologi syarifudin: Kajian transcendental yang Nampak pada tepian prilaku manusia, alam, dan keajaiban Tuhan.