Cb oms

8
Memperkuat Gerakan Masyarakat Sipil Melalui Peningkatan Kapasitas Demam sepak bola menjangkiti masyarakat Indonesia di penghujung 2010. Hal ini tidak lepas dari kemenangan Timnas Merah Putih yang melaju ke final FAA. Euforia sepak bola dimanfaatkan oleh Abu Rizal Bakrie untuk mendongkrak popularitasnya. Pasca kemenangan dengan Filipina, Timnas diundang secara khusus ke kediaman Abu Rizal Bakrie. Kepada Timnas, Abu Rizal Bakrie menjajikan bonus jika Timnas berhasil memboyong piala FAA. Langkah Bakrie untuk memanfaatkan kemenangan Timnas mendapat reaksi dari Koalisi Gerakan menuntut Keadilan Korban Lapindo. Bakrie yang dituding terlibat dalam kasus Lumpur Lapindo lebih baik bertanggungjawab dalam menyelesaikan kasus tersebut daripada mengurusi timnas. Sebagai bentuk protes, mereka menggelar aksi teatrikal bermain bola “Menjebol Gawang Lapindo” di Pintu Barat Monas pada Rabu, 29/12 (Detik.com)1. Langkah Bakrie maupun aksi Koalisi Gerakan Menuntut Keadilan Korban Lapindo tidak lain adalah cara untuk mendapatkan simpati dan dukungan publik. Bakrie memanfaatkan moment euforia Timnas untuk mendapatkan simpati. Demikian juga aksi yang dilakukan Koalisi Gerakan Menuntut Keadilan Korban Lapindo sebagai bagian dari upaya mendapatkan dukungan publik dalam menyelesaikan kasus Lapindo. Pertarungan mendapatkan dukungan publik dewasa ini kian menjadi isu yang hangat dalam analisis tentang gerakan sosial. Hal ini karena adanya konsep trias politica yang baru. Ada persaingan diantara tiga elemen dalam kehidupan bernegara yaitu Pemerintah, Pengusaha, Masyarakat Sipil. Menurut Doni Gahral Adian (Kompas, 6/1), politik demokrasi bukan soal kompetensi, melainkan perebutan suara. Namun, politik bukan urusan merebut suara rakyat, melainkan rakyat merebut haknya sendiri untuk bersuara. Politik adalah konfrontasi terhadap rezim yang mengelola publik seperti mengelola barang. Korban lumpur Lapindo tidak butuh kategorisasi untuk 1 http://www.detiknews.com/read/2010/12/29/114318/1534959/10/korban-lumpur-lapindo-vs-ical-cs-adu- bola-di-monas

description

 

Transcript of Cb oms

Page 1: Cb oms

Memperkuat Gerakan Masyarakat Sipil Melalui Peningkatan Kapasitas

Demam sepak bola menjangkiti masyarakat Indonesia di penghujung 2010.

Hal ini tidak lepas dari kemenangan Timnas Merah Putih yang melaju ke final FAA.

Euforia sepak bola dimanfaatkan oleh Abu Rizal Bakrie untuk mendongkrak

popularitasnya. Pasca kemenangan dengan Filipina, Timnas diundang secara

khusus ke kediaman Abu Rizal Bakrie. Kepada Timnas, Abu Rizal Bakrie

menjajikan bonus jika Timnas berhasil memboyong piala FAA.

Langkah Bakrie untuk memanfaatkan kemenangan Timnas mendapat reaksi

dari Koalisi Gerakan menuntut Keadilan Korban Lapindo. Bakrie yang dituding

terlibat dalam kasus Lumpur Lapindo lebih baik bertanggungjawab dalam

menyelesaikan kasus tersebut daripada mengurusi timnas. Sebagai bentuk protes,

mereka menggelar aksi teatrikal bermain bola “Menjebol Gawang Lapindo” di Pintu

Barat Monas pada Rabu, 29/12 (Detik.com)1.

Langkah Bakrie maupun aksi Koalisi Gerakan Menuntut Keadilan Korban

Lapindo tidak lain adalah cara untuk mendapatkan simpati dan dukungan publik.

Bakrie memanfaatkan moment euforia Timnas untuk mendapatkan simpati.

Demikian juga aksi yang dilakukan Koalisi Gerakan Menuntut Keadilan Korban

Lapindo sebagai bagian dari upaya mendapatkan dukungan publik dalam

menyelesaikan kasus Lapindo.

Pertarungan mendapatkan dukungan publik dewasa ini kian menjadi isu

yang hangat dalam analisis tentang gerakan sosial. Hal ini karena adanya konsep

trias politica yang baru. Ada persaingan diantara tiga elemen dalam kehidupan

bernegara yaitu Pemerintah, Pengusaha, Masyarakat Sipil. Menurut Doni Gahral Adian (Kompas, 6/1), politik demokrasi bukan soal kompetensi, melainkan

perebutan suara. Namun, politik bukan urusan merebut suara rakyat, melainkan

rakyat merebut haknya sendiri untuk bersuara.

Politik adalah konfrontasi terhadap rezim yang mengelola publik seperti

mengelola barang. Korban lumpur Lapindo tidak butuh kategorisasi untuk 1 http://www.detiknews.com/read/2010/12/29/114318/1534959/10/korban-lumpur-lapindo-vs-ical-cs-adu-

bola-di-monas

Page 2: Cb oms

penggantian rugi. Korban lumpur Lapindo membutuhkan ruang untuk mengajukan

tuntutan-tuntutan politis yang tak terduga. Ruang yang tak dapat diberikan

pemerintahan, melainkan direbut sendiri oleh para korban. Menjadi politis tidak

membutuhkan uluran tangan kekuasaan. Menjadi politis adalah perlawanan

terhadap kekuasaan manajerial-administratif yang mendehumanisasi.

Dominasi Modal dalam Pertarungan di Ruang Publik Pertarungan di ruang publik seringkali didominasi oleh kelompok

pengusaha/pemilik modal. Rakyat yang diwakili oleh organisasi yang berbasis

masyarakat seringkali absen dalam upaya merebut ruang publik. Jikapun

organisasi tersebut ikut dalam perebutan ruang publik, kapasitas dan sumber daya

mereka masih lemah sehingga seringkali kalah.

Kekalahan organisasi masyarakat—untuk selanjutnya kita sebut dengan

OMS (organisasi masyarakat sipil)—ini patut menjadi perenungan bersama. Ruang

publik sebagai instrumen dalam pembuatan kebijakan dimafaatkan untuk

kepentingan para pengusaha. Kekalahan OMS dalam merebut ruang publik

menjadikan posisi masyarakat semakin rentan.

Sebut saja misalnya UU tentang Informasi dan Transaksi Elektornik. UU ini

didasari oleh kepentingan untuk memberikan kemudahan kepada pengusaha untuk

melakukan sistem pembayaran elektronik. Namun, dalam UU ini terdapat pasal 27

ayat 3 tentang Pencemaran Nama Baik yang mengebiri hak masyarakat untuk

berpendapat.

UU ITE ini pernah disangkakan kepada Prita Mulyasari. Prita dituntut

mencemarkan nama baik RS Omni Internasional karena menulis keluhan

pelayanan RS tersebut melalui surat elektronik2. Prita kemudian diputuskan

bersalah dan diwajibkan membayar denda kepada RS Omni. Kemenangan RS

Omni dalam kasus ini menjadi contoh bagaimana dominasi modal. Kasus ini

menjadi contoh bagaimana pemilik modal tetap menjadi pemenang dalam

pertarungan merebut ruang publik.

Padahal, di balik kasus Prita ini, organisasi masyarakat sipilmempunyai

peluang untuk terlibat dalam pertarungan di ruang publik dengan baik. Berkat

2 Kertas Posisi Yayasan SatuDunia terkait Kebijakan Konten , “di Tengah Kegelapan Kami Menyalakan

Lentera”.

Page 3: Cb oms

kasus Prita, UU ITE menjadi dikenal masyarakat. Muncul gerakan perlawanan

dengan aksi Koin Untuk Prita. Namun sayang, gerakan ini hanya sebatas berhenti

pada pengumpulan koin untuk membantu Prita membayar denda. Di balik jumlah

koin tersebut, ada kekuatan berupa dukungan dari masyarakat. Ini bentuk langsung

keterlibatan masyarakat terhadap problem yang mereka alami. Potensi dukungan

ini bisa menjadi kekuatan untuk mendorong pemerintah agar mengamandemen

atau bahkan mencabut pasal pencemaran nama baik dalam UU tersebut.

Namun nyatanya, organisasi masyarakat sipilluput dari upaya mengelola

potensi ini dan pasal 27 UU ITE tetap ada dan menjadi momok menakutkan bagi

kebebasan berekspresi masyarakat. organisasi masyarakat sipiltidak menjadi

partner ketika masyarakat ikut andil dan mengambil peran. Faktor kesiapan pemilik

modal bertarung di ruang publik dan ketidakmampuan organisasi masyarakat

sipilmengelola potensi menjadikan masyarakat tetap saja menjadi pihak yang

dirugikan.

Organisasi Masyarakat Sipil di Persimpangan Jalan Pada awalnya, organisasi masyarakat sipillahir dari kondisi ketidakmapanan

yang disebebkan oleh pemerintah. organisasi masyarakat sipillahir sebagai

perjuangan di luar struktur dan jalur formal pemerintahan negara. Sikap untuk

berjuang di luar jalur ini yang kemudian menjadi trade mark organisasi masyarakat

sipildi mata masyarakat. organisasi masyarakat sipilmenjadi elemen masyarakat

sipil yang paling progresif dalam menuntut hak ekonomi, sosial, dan politik rakyat.

Menurut Sosiolog UI, Kastorius Sinaga, gerakan yang disuarakan oleh

organisasi masyarakat sipiladalah gerakan the other world. Mereka melawan

bentuk-bentuk penindasan yang berbasis pada industrialisasi. Hal senada

disampaikan oleh Cipto Sumadi dari Lembaga Pusat Kajian dan Pengembangan

Ilmu Sosial UNJ. Menurutnya, organisasi masyarakat sipilmelakukan gerakan

dengan melihat sisi lain dalam membangun masyarakat3.

Organisasi masyarakat sipil hidup dan tumbuh di lingkungan masyarakat.

Akibatnya, perjuangan organisasi masyarakat sipilsangat membumi dan terkait

langsung dengan masalah yang dihadapi oleh masyarakat secara nyata. organisasi

3 http://www.didaktikaunj.org/index.php/categoryblog/99-prima-gumilang

Page 4: Cb oms

masyarakat sipilberperan sebagai pengkritik, penekan dan pengontrol dari sebuah

rezim. Ketika banyak terjadi praktik penyelewengan kekuasaan, kondisi itu yang

kemudian merespon organisasi masyarakat sipil untuk memainkan isu-isu sosial

politik.

Namun, dalam perkembangannya, banyak bermunculan berbagai

masyarakat. Menurut data Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik

(Kesbangpol) Kementerian Dalam Negeri mencatat, jumlah organisasi

kemasyarakatan (Ormas) dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di tanah air

melebihi angka 100 ribu4.

Akan tetapi, bermunculannya organisasi masyarakat sipil ini tidak

memberikan solusi terhadap masalah yang dihadapi masyarakat. Memang

beberapa organisasi masyarakat sipil memberikan kontribusi bagi perjuangan

masyarakat. Namun, banyak diantaranya yang lahir dari “kepentingan” yang

bertolak belakang dari karakterisik dan misi organisasi masyarakat sipil

sebelumnya.

Kondisi ini mengakibatkan masalag yang tidak bisa dipandang enteng oleh

organisasi masyarakat sipil. Atas fenomena tersebut, masyarakat membuat

generalisasi yang keliru tentang organisasi masyarakat sipil. Organisasi bukan lagi

dianggap sebagai bagian dari masyarakat itu sendiri. Yang terjadi justru

pertempuran antara organisasi masyarakat sipil5. Akibatnya, kerja-kerja organisasi

masyarakat sipil tidak mendapatkan dukungan dari masyarakat yang diperjuangkan

olehnya.

Organisasi Masyarakat Sipil dan Problem Transparansi Menurut Richard Holloway & Brenda Liswaniso, organisasi masyarakat sipil

pada dasarnya mempunyai kekuatan yang bisa dikembangkan dan diperkuat terus

menerus6. Kekuatan organisasi masyarakat sipil ini berbeda-beda sesuai konteks

organisasinya namun ada beberapa hal mendasar yang sama.

Ada banyak OMS yang memiliki anggota aktif dalam jumlah yang besar.

Beberapa OMS juga mampu menjangkau ke banyak kelompok. Mereka juga mahir 4 http://pesatnews.com/2010/04/20/nasional/wow-ada-seratus-ribu-lsm-di-indonesia/ 5 http://www.primaironline.com/berita/civil_society/lsm-mulai-dipertanyakan-tak-dipercaya-publik 6 Richard Holloway dan Brenda Liswaniso “Advokasi dan organisasi non pemerintah” dalam Mansur Fakih

et all, “Merubah Kebijakan Publik”

Page 5: Cb oms

dalam membangun persekutuan dengan kelompok-kelompok yang kuat. Memiliki

kelompok lingkar inti (allies) yang terdiri dari orang berpengaruh dan dikenal luas.

OMS juga dipercaya oleh warga anggota dan masyarakat. Memiliki informasi yang

cukup memadai.

Namun faktanya, keberadaan organisasi masyarakat kian hari kian berada

pada kutub negatif. Ketidakpercayaan masyarakat terhadap organisasi masyarakat

sipil terjadi karena organisasi tidak menerapkan prinsip transparan dan akuntabel.

Akuntabilitas terkait dengan tindakan/prilaku yang didasarkan pada standar etik,

kinerja yang optimal, mekanisme control (governance), konsistensi terhadap visi

dan mandat organisasi, dan penghargaan terhadap prinsip-prinsip.

Situasi ini diperburuk oleh minimnya akses publik terhadap informasi yang

menyangkut siapa sebenarnya organisasi tersebut? Apa yang dilakukan? untuk

tujuan apa dan untuk siapa? Apakah kerja-kerja organisasi berdampak bagi

konstituennya? Bagaimana tata-kelola di internal organisasi tersebut? Bagaimana

perilaku organisasinya (kode etik) dan organisasi bertanggungjawab kepada siapa

Yayasan SatuDunia yang mempunyai kepedulian terhadap arus informasi

organisasi masyarakat sipil melihat beberapa faktor dalam isu transparansi.

Organisasi belum melihat transparasi sebagai kebutuhan yang mendesak dan

harus mereka lakukan. Terkadang organisasi melihat bahwa isu transparansi

merupaka upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk menghambat kerja

organisasi. Banyak organisasi masyarakat sipil melihat bahwa isu tranparansi

hanya tuntutan donor.

Namun, yang paling banyak mengemuka dalam diskusi yang dilakukan

Yayasan SatuDunia dengan mitra-mitranya adalah problem kapasitas organisasii

tersebut dalam mengelola informasi yang dimiliki. Beberapa diantara mitra

SatuDunia mengaku kebiasaan untuk mendokumentasikan informasi belum

terinstitusionalisasi di dalam organisasi. Mereka mempunyai banyak informasi,

namun masih ada dalam benak masing-masing personal mereka.

Menurut Wiladi Budiharga dalam sebuah diskusi di SatuDunia organisasi

masyarakat punya paradigma hanya bertanggungjawab kepada donor. “Organisasi

harusnya bertanggungjawab kepada konstituen,” terang Wiladi. “Caranya dengan

memberikan informasi tentang perkembangan organisasi,” imbuhnya. Menurut

Page 6: Cb oms

Wiladi, dalam upaya meningkatkan kapasitas membangun paradigma tersebut

penting dan harus dilakukan.

Meningkatkan Kapasitas Organisasi Masyarakat Sipil

Peningkatan kapasitas bagi organisasi masyarakat sipil saat ini mutlak

diperlukan. Setidaknya ada lima alasan yang digunakan untuk membenarkan hal

tersebut yaitu; perubahan sistem politik, tuntutan akuntabilitas dan transparansi,

perlu desentralisasi pengetahuan-informasi-keahlian, perubahan pola kemitraaan

dan adanya tuntutan ke arah keberlanjutan organisasi7.

Peningkatan kapasitas dalam pengelolaan informasi guna mewujudkan

organisasi yang transparan dan akuntabel mendesak untuk dilakukan. Yayasan

SatuDunia merupakan sedikit dari organisasi yang fokus pada upaya peningkatan

kapasitas dalam hal pengelolaan informasi dan pengetahuan. Hal ini sesuai

dengan misi SatuDunia yaitu memperkuat gerakan masyarakat sipil dalam berbagi

informasi dan pengetahuan.

Penguatan kapasitas dalam mengelola informasi dan pengetahuan bertujuan

agar organisasi bisa memanfaatkan informasi dan pengetahuan tersebut sesuai

dengan kebutuhan mereka. Hal ini karena organisasi masyarakat sipil mempunyai

banyak informasi dan pengetahuan dari kerja-kerja mereka, namun informasi dan

pengetahuan tersebut tidak dikelola dengan baik.

Dengan mengelola informasi organisasi masyarakat sipil bisa memberikan

informasi kepada konstituen secara berkelanjutan. Informasi tersebut bisa

mendorong organisasi untuk bertindak transparan dan akuntabel. Hal tersebut akan

meningkatkan kepercayaan konstituen sehingga mereka akan mau terlibat dalam

kerja-kerja organisasi tersebut.

Pengelolaan pengetahuan di organisasi juga bisa bermanfaat untuk

mengurangi kesenjangan pengetahuan dan keahlian. Organisasi mengindentifikasi

pengetahuan dalam bentuk lesson learn maupun best practice. Organisasi juga

melakukan proses commodification untuk mengembangkan pengetahuan tersebut.

Pengetahuan tidak hanya dalam bentuk tacit (ada di benak) namun sudah explicit

(dikemas dalam bentuk tertentu) sehingga mudah untuk dipertukarkan. 7 Pembelajaran Penguatan Kapasitas untuk Perubahan Sosial.

Page 7: Cb oms

Eko Luruh Djatmiko dari Eknas Walhi mengaku, pengelolaan informasi dan

pengetahuan bagi organisasi masyarakat sipil adalah hal yang sangat penting

dilakukan. Walhi dalam kerja-kerja mereka membuat “Kasus Pedia” sebagai

pangkalan data dan informasi tentang kejahatan lingkungan. Dengan “Kasus Pedia”

Walhi bisa membuat pola tentang karakteristik kejahatan lingkungan sehingga

dapat ditentuka strategi untuk melakukan perlawanan terhadap pelaku kejahatan

lingkungan tersebut.

Hal senada dilakukan oleh Seknas Fitra yang bergelut dalam analisis

anggaran. Menurut Opick Ahmad, Seknas Fitra menjadi rujukan bagi masyarakat

yang mencari informasi tentang anggaran. Seknas Fitra membuat local budget

studies yang bisa digunakan untuk menganalisis anggaran di berbagai daerah di

Indonesia. Dampaknya, masyarakat menjadi “melek” tentang anggaran dan

kemudian ikut terlibat dalam pembuatan kebijakan. Hal senada juga dilakukan oleh

Pattiro dan juga Transparency International Indonesia dalam isu transparansi

anggaran dan kegiatan anti korupsi.

Keberhasilan organisasi tersebut tidak lepas dari upaya membangun

kesadaran tentang pentingnya mengelola informasi dan pengetahuan. Dengan

adanya kesadaran, baru kemudian dilakukan upaya meningkatkan kapasitas.

Dengan contoh sukses tersebut, semoga bisa menginspirasi organisasi lain untuk

mengelola informasi dan pengetahuan yang mereka miliki guna mendorong kinerja

organisasi.

Sumber:

http://www.detiknews.com/read/2010/12/29/114318/1534959/10/korban-lumpur-lapindo-vs-ical-cs-adu-bola-di-monas

Kertas Posisi Yayasan SatuDunia terkait Kebijakan Konten , “di Tengah Kegelapan

Kami Menyalakan Lentera”. http://www.didaktikaunj.org/index.php/categoryblog/99-prima-gumilang http://pesatnews.com/2010/04/20/nasional/wow-ada-seratus-ribu-lsm-di-indonesia/ http://www.primaironline.com/berita/civil_society/lsm-mulai-dipertanyakan-tak-dipercaya-publik Topatimasang, Roem et.all "Merubah Kebijakan Publik", Yogyakarta; ReaD Book,

2009.

Page 8: Cb oms

Pembelajaran Penguatan Kapasitas untuk Perubahan Sosial, makalah yang tidak

dipublikasikan dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara