Case-TEN 6

28
Case Report Session Nekrolisis Epidermal Toksik Oleh : Mulfa Satria Asnel 1010313109 Rona Firmana Putri 1010312053 Preseptor : dr. Rina Gustia, Sp.KK BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN 1

description

toxic epidermal nekroliti

Transcript of Case-TEN 6

KUSTA

Case Report SessionNekrolisis Epidermal Toksik

Oleh :Mulfa Satria Asnel1010313109Rona Firmana Putri1010312053Preseptor :

dr. Rina Gustia, Sp.KKBAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMINFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP DR M. DJAMIL PADANG2015BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi

Nekrolisis epidermis (NE) adalah sindrom reaksi mukokutan akut ditandai dengan nekrosis dan pengelupasan epidermis yang luas dan dapat menyebabkan kematian. Lesi awal berupa makula eritematosa kemudian berkembang progresif menjadi lesi lepuh kendur, dan selanjutnya terjadi pengelupasan epidermis. Berdasarkan luas permukaan tubuh yang terlibat, NE diklasifikasikan menjadi tiga: Sindrom Stevens-Johnson (SSJ), jika luas lesi 30%.5NET adalah penyakit kulit akut dan berat dengan gejala khas berupa epidermolisis yang menyeluruh, disertai kelainan pada selaput lendir di orifisium genitalia eksterna dan mata. NET merupakan penyakit yang berat dan sering menyebabkan kematian karena gangguan keseimbangan cairan/elektrolit atau karena sepsis.1 Nekrolisis epidermal toksik ditemukan pertama kali pada tahun 1956, sebanyak 4 kasus oleh Alana Lyell, penyakit ini biasanya juga disebut sindrom Lyell. NET ditemukan oleh Alana Lyell dengan gambaran berupa erupsi yang menyerupai luka bakarpada kulit akibat terkena cairan panas.31.2 EpidemiologiNekrolisis epidermal toksik merupakan penyakit yang langka. Insiden NET ditemukan 0,4 1,2 kasus per 1 juta orang per tahun. Berdasarkan data dari Group Health Cooperative of Puget Sound Seattle, Washington, yang mencakup sekitar 260.000 individu, dari laporan pasien yang dirawat di rumah sakit dari tahun 1972-1986. Insiden eritema multiformis, SSJ, dan NET sebanyak 1,8 kasus per 1 juta orang per tahun, kasus untuk pasien dengan umur 20-64 tahun. Insiden EM, SSJ, dan NET untuk pasien yang berumur dibawah 20 tahun dan diatas 65 tahun meningkat menjadi 7 sampai 9 kasus per 1 juta orang per tahun.3Dibandingkan dengan SSJ penyakit ini lebih jarang ditemukan, dan umumnya mengenai orang dewasa seperti pada SSJ. Penyakit NET ini bisa terjadi pada segala kelompok umur, dan meningkat pada usia kepala empat, dan wanita lebih sering terkena. Tingkat kematian rata-rata pada NET adalah 20-25%. Usia yang lebih tua, kelainan yang bermakna, dan daerah kulit yang lebih banyak terlibat berhubungan dengan prognosis yang buruk. Kelompok pasien yang berisiko, yaitu pasien dengan imunitas yang rendah dan pasien dengan tumor otak yang menjalani radioterapi dan menerima anti epilepsi.11.3 Etiologi

Penyebab dari NET masih belum jelas, namun ditemukan bahwa obat-obatan merupakan salah satu faktor penting. Obat-obatan yang beresiko tinggi yaitu sulfonamid, antikonvulsan aromatik, allopurinol, anti inflamasi non-steroid, lamotrigin, dan nevirapin. Ada juga obat dengan resiko lebih rendah yang dilaporkan jenis antibiotik non-sulfonamid seperti aminopenicilin, kuinolon, sepalosporin, dan tetrasiklin. Mekanisme fisik seperti radioterapi dalam hal ini penangan dengan obat anti-epilepsi seperti phenytoin, fenobarbital, atau karbamazepin dapat menimbulkan NET dengan cara radiasi.3Penyebab utama NET yang ditemukan yaitu alergi obat yang berjumlah 80-95% dari semua pasien. Pada penelitian yang dilakukan selama lima tahun (1998-2002) penyebab utama ialah derivat pensilin (24%), disusul oleh parasetamol (17%), dan karbamazepin (24%). Penyebab yang lain adalah analgetik/antipiretik, yang lain, kotrimokzasol, dilantin, klorokuin, seftriakson, jamu dan aditif. Selain karena obat, NET dapat pula diinduksi oleh infeksi atau bersifat idiopatik.21.4 Patogenesis

Mekanisme yang jelas sehingga obat dapat menyebabkan timbulnya NET belum diketahi secara pasti. Tetapi, mekanisme imunologis, metabolit obat yang mengalami reaktivasi dan interaksi diantara keduanya diduga merupakan patogenesis timbulnya NET. NET ialah bentuk parah dari SSJ. Sebagian kasus-kasus SSJ berkembang menjadi NET. Imunopatogenesis yakni merupakan reaksi tipe II (sitolitik).2 Studi immunopatologik mendemonstrasikan kemunculan dari CD8+ limposit T pada epidermis dan dermis dalam reaksi bentuk bulla, dengan ciri-ciri sel yang mirip natural killers pada fase awal, dimana monosit akan muncul pada fase akhir. Beberapa sitokin penting yaitu interleukin 6, TNF-, dan Fas-L juga muncul pada lesi kulit pasien NET. TNF mungkin juga berperan penting. Molekul ini muncul pada lesi epidermis, cairan lepuh, dan dalam sel mononuclear perifer dan makrofag. Sekarang ditemukan teori genetika yang juga berperan penting.2Pada penderita NET ditemukan, keratinosit mengalami apoptosis yang luas. Kondisi ini dipicu oleh adanya gangguan detoksifikasi metabolit obat yang bersifat reaktif. Hal ini kemudian menginisiasi respon sistem imun tubuh membentuk kompleks antigen yang kemudian menghasilakn sitokin-sitokin seperti interleukin (IL)-6, TNF-, interferon-, IL-18 dan Fas Ligand (FasL). Pada kondisi normal, apoptosis sel segera dieliminasi pada tahap awal oleh fagosit. Namun, pada kondisi seperti NET apoptosis yang luas terjadi sehingga kemampuan fagosit untuk mengeliminasi sel yang apoptosis terbatas sehingga sel menjadi nekrosis dan menghasilkan komponen intraseluler, yang menyebabkan respon inflamasi.2,3Pada kulit yang normal FasL yang disajikan oleh keratinosit sangat rendah dan terlokalisir di dalam sel (intraseluller). Pada lesi akibat NET, ditemukan level FasL yang disajikan oleh kratinosit tinggi dan terletak dipermukaan luar sel (ekstraseluler) sehingga terjadi interaksi antara Fas dan FasL. Setelah kontak terjadi FasL menginduksi Fas multimerasi dan mengirimkan signal yang cepat sehingga terjadi kematian cell akibat apoptosis. Semakin luasnya apoptosis semakin menyebabkan destruksi epidermis yang luas.2,31.5 Gejala KlinisNET merupakan penyakit yang berat dan sering menyebabkan kematian karena gangguan keseimbangan cairan/elektrolit atau karena sepsis. Gejalanya mirip SSJ yang lebih berat. Penyakit mulai secara akut dengan gejala prodormal. Pasien tampak sakit berat dengan demam tinggi, kesadaran menurun (soporokomatosa). Kelainan kulit mulai dengan eritema generalisata kemudian timbul banyak vesikel dan bula, dapat pula disertai purpura. Lesi pada kulit dapat disertai lesi pada bibir dan selput lender mulut berupa erosi, ekskoriasi, dan perdarahan sehingga terbentuk krusta berwarna merah hitam pada bibir. Kelainan semacam itu dapat pula terjadi di orifisium genitalia eksterna. Juga dapat disertai kelainan pada mata seperti pada SSJ.2Pada NET yang terpenting adalah terjadinya epidermolisis, yaitu epidermis terlepas dari dasarnya yang kemudian menyeluruh. Adanya epidermolisis menyebabkan tanda Nikolsky positif pada kulit yang eritematosa, yaitu jika kulit ditekan dan digeser, maka kulit akan terkelupas. Epidermolisis mudah dilihat pada tempat yang sering terkena tekanan, yakni pada punggung dan bokong karena biasanya pasien berbaring. Pada sebagian pasien kelainan kulit hanya berupa epidermolisis dan purpura, tanpa disertai erosi, vesikel, dan bula. Kuku dapat terlepas (onikolisis). Kadang-kadang dapat terjadi perdarahan di traktus gastrointestinal.2,4Klasifikasi Bastuji-Garin dkk (1993) dibuat berdasarkan luasnya skin detachment, pada SSJ kurang dari 10%, bentuk peralihan SSJ dan NET diantara 10% dan 30%, dan pada NET lebih dari 30%. Untuk mencari obat penyebab dapat dilakukan uji tempel dan uji tusuk. Uji provokasi oral yang merupakan baku emas pada erupsi obat tidak dilakukan pada eritema multiforme mayor karena dapat membahayakan dan berakibat fatal.51.6 Histopatologi

Pada stadium dini tampak vakuolisasi dan nekrosis sel-sel basal sepanjang perbatasan dermal-epidermal. Sel radang di dermis hanya sedikit terdiri atas limfohistiosit. Pada lesi yang telah lanjut terdapat nekrosis eosinofilik sel epidermis dengan pembentukan lepuh subepidermal.2Morfologi dari lesi yang muncul tampak eritematosa, dusky red atau purpuric macules dari ukuran dan bentuk tidak teratur, dan memiliki kecenderungan untuk menyatu. Pada tahap tampak keterlibatan mukosa yang terasa nyeri dengan tingkat progresivitas cepat untuk NET harus benar-benar dicurigai. Jika kerusakan epidermal yang spontan tidak ditemukan, maka tanda Nikolsky harus dicari dengan mengerahkan tekanan mekanis tangensial dengan jari pada beberapaarea eritematosa. Pada keterlibatan epidermis berkembang menjadi nekrosis, dengan dusky red macular lession yang berwarna abu-abu yang khas.3 Proses ini dapat terjadi sangat cepat, beberapa jam ataupun hingga beberapa hari. Epidermis yang nekrotik kemudian terlepas dari dermis yang mendasarinya, dan cairan yang mengisi ruang antara dermis danepidermis, sehingga menimbulkan bulla. Bulla mempunyai gambaran khas mudah pecah dan dapat memanjang ke samping dengan sedikit tekanan dari jempol dari nekrotik epidermis tersebut akan berpindah ke lateral (Hansen Asboe-sign). Kulit basah menyerupai kertas rokok seperti ditarik keluar oleh trauma, meliputi daerah yang luas dan perdarahan pada dermis, yang disebut sebagai scalding. Oleh karena itu pasien tersebut harus ditangani dengan sangat hati-hati. Bulla tegang biasanya terlihat pada permukaan palmo plantar, di mana epidermis lebih tebal sehingga, lebih tahan terhadap trauma ringan.31.7 Diagnosis NETDiagnosis dapat ditegakkan dengan melihat gambaran klinik dan histopatologi. Gambaran klinik meliputi eritema dan makula yang luas. Disertai tanda Nikolsky positif yang dapat timbul jika dilakukan penekanan pada kulit. Biopsi dapat membantu dalam menegakkan diagnosis dengan melihat pemisahan yang terjadi pada subepidermis dan seluruh epidermis menjadi nekrosis. Frozen section juga dapat membatu dengan cepat membedakan antara NET dengan scalded skin syndrom.3,51.8 Diagnosis Banding

a. Sindrom Steven-Johnson (SSJ) Pada SSJ terlihat trias kelainan berupa: kelainan kulit, kelainan selaput lendir diorifisium dan kelainan mata. Karena NET dianggap bentuk parah dari SSJ, makanya hendak dicari apakah terdapat epidermolisis. Pada NET terdapat epidermolisis generalisata yang tidak terdapat pada SSJ.2b. Staphylococcus scalded skin syndrome

Staphylococcus scalded skin syndrome (SSSS) merupakan penyakit yang ditandai dengan munculnya lepuhan-lepuhan pada kulit yang disebabkan racun yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus. Epidermolisis yang terjadi pada Staphylococcus scalded skin syndrome mirip dengan nekrolisis epidermal toksis, hanya saja pada Staphylococcus scalded skin syndrom epidermolisis hanya terbatas pada stratum korneum. Dari segi usia, nekrolisis epidermal toksik muncul pada usia dewasa sedangkan staphylococcus scalded skin syndrom muncul pada bayi dan anak-anak.21.9 Terapi

Obat yang tersangka menyebabkan alergi segera dihentikan. Ada pula cara pengobatan hanya mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit. Dapat juga dilakukan pengobatan menggunakan kortikosteroid. Cara pengobatan mirip pengobatan pada SSJ yang berat. Perbedaannya mengenai dosisnya, NET lebih parah daripada SSJ sehingga dosis kortikosteroid lebih tinggi, umumnya deksametason 40 mg sehari dosis iv. Bila setelah dua hari diobati dengan cara tersebut masih juga timbul lesi baru, hendaknya dipikirkan kemungkinan alergi terhadap obat yang diberikan pada waktu rawat inap.2

Sebagai pengobatan topical dapat digunakan sulfadiazine perak (krim dermazin, silvadene). Perak dimaksudkan untuk mencegah/mengobati infeksi oleh kuman gram negatif, gram positif dan candida, sedangkan sulfa untuk kuman gram positif. Efek samping sulfadiazine perak ialah neutropenia ringan dan reversible, sehingga tidak perlu dihentikan. Pengobatan untuk mulut dan bibir sama dengan pengobatan SSJ.21.10 PrognosisJika penyebabnya infeksi, maka prognosisnya lebih baik daripada jika disebabkan alergi terhadap obat. Kalau kelainan kulit luas, meliputi 50-70% permukaan kulit, prognosisnya buruk. Jadi luas kulit yang dikenai mempengaruhi prognosisnya. Juga bila terdapat purpura yang luas dan leukopenia. Angka kematian NET 30-35%, jadi lebih tinggi daripada SSJ yang hanya 5 % atau 10-15% pada bentuk transisional, karena NET lebih berat.2BAB II

LAPORAN KASUSIDENTITASNama

: Tn. F

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur

: 17 tahun

Alamat

: Suliki

Agama

: Islam

Suku

: Minang

Masuk RS

: Sabtu,30 Mei 2015

Tanggal Pemeriksaan : 3 Juni 2015

No MR

: 91.52.44

ANAMNESISKELUHAN UTAMATimbul bercak kemerahan di seluruh tubuh sejak 6 hari yang lalu

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Timbul bercak kemerahan disertai gelembung-gelembung berisi air dan nanah pada beberapa bagian tubuh yang terasa perih sejak 6 hari yang lalu. Bercak awalnya timbul di bagian dada, kemudian menjalar keperut, punggung, leher, wajah, kelamin, tungkai, dan tangan. Bercak awalnya berwarna kemerahan dan kemudian menjadi kehitaman dan mengelupas Awalnya 3 minggu yang lalu pasien dirawat selama 3 hari di RS Suliki karena nyeri ulu hati dan kejang. Pasien diberikan obat minum dan obat anti kejang, namun pasien tidak mengetahui nama obatnya. Pasien kemudian mengeluhkan sakit kepala ketika masa rawatan Pasien demam selama di rumah sakit hingga pulang kerumah dan meminum obat paracetamol Pasien datang untuk kontrol satu minggu kemudian. Setelah pulang dari kontrol, pasien mengeluhkan mata merah berair dan nyeri. Penyebab tidak diketahui keluarga dan diberi obat tetes mata. Karena sakit mata tidak kunjung sembuh, malam harinya pasien dibawa ke spesialis mata dan dikatakan bahwa pasien mengalami infeksi mata. Satu hari kemudian timbul bercak merah di dada dan nyeri ulu hati sehingga pasien dibawa ke RS Payakumbuh. Pasien juga sempat diduga campak. Pasien mendapatkan cairan infus, obat ceftriakson, paracetamol, ranitidine, dan lansoprazol. Karena bercak semakin banyak, pasien dirujuk ke RS. Dr. M. Djamil Padang Nyeri menelan sejak 7 hari yang lalu dan membaik 2 hari yang lalu Riwayat pemakaian jamu, obat-obatan tradisional (racikan) sebelum timbul bercak tidak ada Riwayat BAK berdarah tidak ada, lecet pada kemaluan dan nyeri berkemih ada sejak 4 hari yang lalu.RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Tidak pernah muncul gelembung-gelembung dan bercak merah, mata bersekret dan bibir berkeropeng sebelumnya

Riwayat alergi obat sebelumnya tidak ada.RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA/ATOPI/ALERGI

Tidak ada keluarga pasien yang muncul gelembung-gelembung dan bercak merah, mata bersekret dan bibir berkeropeng sebelumnya Riwayat alergi debu ada Riwayat bersin-bersin pagi hari tidak ada Riwayat alergi makanan tidak ada Riwayat alergi obat tidak ada.PEMERIKSAAN FISIK

STATUS GENERALIS

Keadaan umum: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Kompos mentis kooperatifBB/TB

: 50 kg/155cmSuhu

: 37 oCTekanan darah

: 110/70 mmHgMata

: Diharapkan tidak ada kelainan

Paru

: Diharapkan tidak ada kelainan

Jantung

: Diharapkan tidak ada kelainan

Abdomen

: Diharapkan tidak ada kelainan

Ekstrimitas

: Akral hangat, perfusi baik

STATUS DERMATOLOGIKUS

Lokasi

: Sebagian besar tubuh

Distribusi

: GeneralisataBentuk

: Tidak khasSusunan

: Tidak khas

Batas

: Tegas dan tidak tegas

Ukuran

: Milier hingga plakat

Efloresensi

: Plak eritem dan hiperpigmentasi, vesikel, bula (di

dada), erosi, ekskoriasi dan krusta kehitaman

Nikolsky sign (+), epidermolisis 49,5%

STATUS VENEREOLOGIKUS

Pubis : edema (-), vegetasi (-), erosi (+), vesikel (-), ulkus (-), plak hiperpigmentasi (+) Penis : edema (-), vegetasi(-), erosi (-), vesikel (-), ulkus (-)Skrotum : edema (-), vegetasi (-), erosi (+), vesikel (-), ulkus (-) KELAINAN SELAPUT LENDIR

Mata

: Konjungtiva : hiperemis (+/+)

Sekret: (+)

Bibir

: Krusta berwarna hitam yang tebal

Faring

: Sukar dinilaiOrifisium uretra: Erosi (+)

KELAINAN KELENJAR LIMFE

Tidak ada pembesaran

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak dilakukan

DIAGNOSIS KERJA

Nekrolisis Epidermal Toksik et causa suspek Carbamazepine, Ceftriaxon, Ranitidin, Lansoprazol

DIAGNOSIS BANDING

Sindroma Steven Johnson (SSJ)

Staphilococcus Scalded Skin Syndrome (S.S.S.S)

PEMERIKSAAN ANJURAN

Histopatologi

Patch testPENATALAKSANAANUmum

Menghentikan pemakaian obat-obatan yang dicurigai sebagai penyebab

Memberitahukan bahwa tidak boleh menggaruk dan mengelupaskan keropeng Memberitahukan pentingnya menjaga kebersihan diri dan lingkungan sekitar untuk mencegah adanya infeksi sekunder Memberitahukan diet tinggi protein

Meberitahukan untuk istirahat yang cukup

Khusus

Sistemik IVFD D5%; Nacl 0,9% = 3:1 Dexamethasone 40 mg/hr, bila membaik ( 2-3 hari, tapp off 5 mg/hari setelah dosis menjadi 1 x 5 mg/hari, ganti dengan prednison 20 mg/ hari, tapp off keesokan harinya menjadi 10 mg/hari

Gentamisin 2x80 mg IV

Sucralfat syr 3x1 cthTopikal Kompres Nacl 0,9% 3 x sehari selama 15 menit pada bibir dan kemaluan Hidrokortison krim 2,5% 3x sehari setelah dikompres pada bercak merah di tubuh.PROGNOSIS

quo ad sanationam: dubia ad bonam

quo ad vitam

: dubia ad malam quo ad kosmetikum: dubia ad bonam quo ad functionam: bonam

FOLLOW UP

4 Juni 2015

S/Bercak merah baru (-), gelembung-gelembung berisi cairan yang baru (-)

Bercak merah pada wajah, perut, dada, lengan atas mulai mengering

Demam (-)

Nyeri menelan (+)

Nyeri BAB (+)

O/KU: sedang

Kes: CMC

TD: 110/70 mmHg

Nadi: 83x/menit

Nafas: 20x/menit

T: 36,8 oC

Mata: konjungtiva hiperemis -/-, sekret (-)

Bibir: erosi, ekskoriasi, krusta kehitaman (+)

Efloresensi : plak eritem dan hiperpigmentasi, vesikel, bula (dada), erosi,

ekskoriasi

Genitalia : erosi (-)

A/TEN ec suspek karbamazepin, ceftriaxon, ranitidin, lansoprazol

P/IVFD D5% : NaCl 0,9% = 3:1

Inf Dexametasone 6 x 5mg IV (H3)

Inf Gentamisin 2 x 80mg

Hidrokortison cr 2,5% 2 kali sehari pada bercak merah

Kompres NaCl 0,9% 3x15 pada luka lecet dan keropeng kehitaman

Kenalog in orabase pada bibir

Cendo lyteers 6x1 tetes ODS EDBAB III

Diskusi

Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki usia 17 tahun dirawat di bangsal ilmu penyakit kulit dan kelamin RSUP Dr. M. djamill pada dengan diagnose kerja nekrolisis epidermal toksik et causa suspek carbamazepin, ceftriakson, ranitidine, lansoprazol. Diagnosis ini sesuai dengan adanya trias kelainan kulit, mukosa dan mata, serta hubungannya dengan faktor penyebabnya.

Dari anamnesis diketahui bahwa keluhan muncul setelah pasien mengalami sakit keluhan nyeri pada ulu hati dan mengkonsumsi obat carbamazepin, ceftriaxon, ranitidin dan lansoprazol. Kemudian muncul bercak merah yang kemudian makin lama makin meluas saat dirawat untuk kedua kalinya di rumah sakit suliki. Pasien kemudian dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang, bercak-bercak merah yang ada,telah menyebar ke seluruh tubuh terutama di wajah, leher, badan, punggung, kedua lengan, kelamin dan sedikit tungkai. Kemudian pada bercak-bercak kemerahan tersebut timbul gelembung-gelembung berisi cairan kekuningan dan mudah pecah. Pada awalnya mata pasien menjadi berlendir serta membengkak, saat diperiksa mata pasien sudah berangsur pulih. Pada bibir pasien ditemukan bercak kehitaman.Pada pemeriksaan fisik, status generalis didapatkan pada pemeriksaan mata ditemukan konjungtiva tidak hiperemis dan sekret (+). Pada bibir pasien ditemukan krusta kehitaman. Pada pemeriksaan status dermatologikus ditemukan plak hiperpigmentasi, makula eritem, krusta kehitaman, erosi, dan krusta kehitaman. Pada hampir seluruh tubuh dengan bentuk dan struktur tidak khas, batas yang tidak tegas dan ukuran dari milier hingga plakat. Serta ditemukan juga nikolsky sign (+).Selain itu diagnosis ini dapat didukung dengan pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan imunologik serta pemeriksaan histopatologik biopsi kulit. Pengobatan yang diberikan pada pasien harus cepat dan tepat. Pasien harus segera dirawat dan pemberian kortikosteroid merupakan tindakan life saving. Deksametason intravena dapat diberikan 6x 5 mg sehari, kemudian di tapering off. Antibiotik juga diberikan untuk mencegah infeksi, terapi cairan juga harus diperhatikan untuk mempertahankan keseimbangannya dalam tubuh. Terapi topikal dapat diberikan tergantung pada lesi. Prognosis dapat baik apabila tindakan dilakukan dengan tepat dan cepat. Namun apabila KU sangat buruk dan telah terjadi komplikasi, maka dapat menyebabkan kematianDAFTAR PUSTAKA1. Akib A, Zakiudin M, Nia K. Alergi Imunologi Anak. Edisi Kedua. Jakarta: IDAI, 2007. Hal: 294-3112. Djuanda A. Nekrosis Epidermal Toksin (N.E.T). In: Djuanda A. Hamzah M. Eds. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin; 5th ed. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2007; p 166-1683. Harr T, Lars EF. Toic Epidermal Necrolysis and Steven Johnson Syndrome. Orphanet Journal Of Rare Disease. 2010, 5:39.4. Morelli J G. The Skin. In Nelson text book of pediatrics. Edisi ke-17. Philadelpia, 2004; p 2687-2688.5. Daili ES, Sri LM. Penyakit Kulit yang Umum di Indonesia. Jakarta.Medical Multimedia Indonesia. 2005. Hal: 82-83.15