Case Stroke Balqis
-
Upload
bubi-bubay -
Category
Documents
-
view
93 -
download
4
Transcript of Case Stroke Balqis
CASE STROKE HEMORAGIC
Disusun Oleh:
Putri BalqisNIM: 030-07-205
Pembimbing:
dr. Yuniarti. SpS
KEPANITERAAN KLINIK SMF NEUROLOGIRSUP FATMAWATI JAKARTA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA2013
2
BAB I
PENDAHULUAN
Stroke atau serangan otak, suatu istilah klinis dari gangguan fungsi otak yang
mendadak, terjadi bila terhenti atau gagalnya pasokan darah ke otak (stroke iskemik) atau
dapat pula sebagai akibat pecahnya pembuluh darah di otak (stroke hemoragik). Dalam waktu
hitungan detik ke menit, sel otak akan segera mati melalui berbagai proses patologis yang
saat ini sudah dapat banyak diketahui. Itu sebabnya mengapa serangan otak merupakan
merupakan salah satu kegawatdaruratan medis yang penting yang menunjukkan sangat
pentingnya penanganan emergensi khusu pada awal munculnya manifestasi klinis gangguan
fungsi otak. Antisipasi medis yang cepat, tepat, serta cermat telah terbukti dapat
menyelamtkan penderita dari kematian serta dapat mengurangi angka kecacatan.5
Sekitar 80-85% stroke adalah stroke iskemik; stroke iskemi dapat disebabkan oleh
trombosis dan emboli. Duapuluh persen sisanya adalah stroke hemoragik yang dapat
disebabkan oleh perdarahan intraserebrum hipertensif, perdarahan subarachnoid akibat
pecahnya aneurisma ataupun rupturnya malformasi arteriovena (MAV). Faktor resiko dari
stroke ialah penyakit jantung aterosklerotik, diabetes melitus, dislipidemia, merokok, obesitas
dan hipertensi kronik. Usia lanjut, etnis dan riwayat dalam keluarga juga berpengaruh.2
Kasus stroke meningkat di negara maju seperti Amerika. Berdasarkan data statistik di
Amerika, setiap tahun terjadi 750.000 kasus stroke baru di Amerika. Dari data tersebut
menunjukkan bahwa setiap 45 menit, ada satu orang di Amerika yang terkena serangan
stroke. Di Indonesia, stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah jantung
dan kanker. Bahkan, menurut survei tahun 2004, stroke merupakan pembunuh no.1 di RS
Pemerintah di seluruh penjuru Indonesia. Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena
stroke. Dari jumlah tersebut, sepertiganya bisa pulih kembali, sepertiga lainnya mengalami
gangguan fungsional ringan sampai sedang dan sepertiga sisanya mengalami gangguan
fungsional berat yang mengharuskan penderita terus menerus di kasur. Kemungkinan
meninggal akibat stroke inisial adalah 30% sampai 35%, dan kemungkinan kecacatan mayor
3
pada yang selamat adalah 35% sampai 40% (Wolf et al., 2000). Sekitar sepertiga dari semua
pasien yang selamat dari stroke akan mengalami stroke berikutnya dalam 5 tahun; 5% sampai
14% dari mereka akan mengalami stroke ulangan dalam tahun pertama.2
STATUS NEUROLOGI
I. IDENTITASNama : Tn. SJenis Kelamin : Laki-lakiUmur : 53 tahunPendidikan : Tamat SLTAAgama : IslamStatus Pernikahan : MenikahAlamat : Jl. Raya Cinangka RT 03/04Tanggal Masuk RS : 18 Januari 2013
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Mendadak lemah pada sisi tubuh sebelah kiri sejak 6 jam SMRS
B. Keluhan Tambahan
Bicara pelo, mulut mencong kearah kanan
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUP Fatmawati dengan keluhan mendadak lemah tungkai dan
lengan kiri sejak 6 jam SMRS. Kelemahan sisi tubuh tersebut terjadi sesudah pasien
beraktifitas memancing di kolam pemancingan, setelah memancing pasien merasakan
mendadak merasa lemah pada satu sisi tubuh sebelah kiri namun tidak sampai terjatuh,
tidak lama kemudian pasien langsung berbicara pelo dan mulut mencong ke kanan dan
terdapat lidah mencong ke kiri Pasien juga merasa sakit kepala di sebelah kanan, muntah
diakui terjadi 1 kali menyemprot, tetapi menyangkal adanya penurunan kesadaran,
pandangan menjadi kabur, kejang, rasa baal, demam, gangguan dalam penghidu dan
gangguan pendengaran. Peristiwa ini baru pertama kali dialami pasien. Pasien mengaku
menderita hipertensi sejak 5 tahun yang lalu dan mendapat pengobatan obat darah tinggi
4
captopril 2 x 25 mg tetapi mengaku minum obat tidak teratur. Dan menyangkal adanya
riwayat kencing manis. Dan mengaku tidak pernah mengecek klesterol sebelumnya
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi (+), Diabetes Melitus (-), Penyakit Jantung (-), Riwayat trauma (-).
Gagal ginjal (-),
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi (+), Diabetes Melitus (-), Penyakit Jantung (-).
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis, GCS: E4M6V5 = 15
Sikap : Berbaring
Koperasi : Kooperatif
Keadaan Gizi : Cukup
Tekanan Darah : 160/100 mmHg
Nadi : 72 x/menit
Suhu : 37 0C
Pernapasan : 20 x/menit
B. Keadaan Lokal
Trauma Stigmata : Vulnus (-), Hematom (-)
Pulsasi Aa. Carotis : Teraba kanan=kiri, regular, equal
Pembuluh Darah Perifer : Capillary refiil time < 3 detik
Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba membesar
Columna Vertebralis : Lurus ditengah
Pemeriksaan jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
5
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V, 2 jari medial linea midclavikula sinistra
Perkusi : batas kanan ICS IV linea sternalis dextra, batas kiri ICS V 2 jari lateral linea midklavikula sinistra
Auskultasi : S1S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Pemeriksaan Paru
Inspeksi : pergerakan naik-turun dada simetris kanan kiri
Palpasi : vocal fremitus kanan=kiri, tidak ada benjolan
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : jejas (-), perut datar
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba membesar
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Pemeriksaan Ekstremitas
Atas : akral hangat +/+, edema -/-
Bawah : akral hangat +/+, edema -/-
IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
A. Rangsang Selaput Otak
Kaku kuduk : -
Laseque : >700 / >700
Laseque menyilang : -/-
Kernig : >1350/ >1350
Brudzinsky I : -
Brudzinsky II : -/-
B. Peningkatan Tekanan Intrakranial : Muntah proyektil (+), sakit kepala hebat (+), papil edema (-)
6
C. Saraf-saraf Kranialis
N.I (olfaktorius) : normosmia +/+
N.II (optikus)
Acies visus : kesan baik dextra & sinistra
Visus campus : baik/baik
Lihat warna : baik/baik
Funduskopi : tidak dilakukan
N.III, IV, VI (Occulomotorius, Trochlearis, Abducen)
Kedudukan bola mata : ortoposisi +/+
Pergerakan bola mata : baik ke segala arah +/+ (nasal, temporal superior, inferior, nasal atas dan bawah, temporal atas dan bawah)
Exopthalmus : -/-
Nystagmus : -/-
Pupil
Bentuk : bulat, isokor,ø 3mm/3mm
Reflek cahaya langsung : +/+
Reflek cahaya tak langsung : +/+
N.V (Trigeminus)
Cabang Motorik : Baik / baik
Pasien dapat mengatupkan rahangnya dengan baik, pasien juga dapat mempertahankan posisi (saat rahang di gerakan ke bawah, samping kanan-kiri) ketika pemeriksa memberikan dorongan agar rahang kembali ke posisi di tengah
Cabang sensorik
Opthalmikus : baik / baik
Maksilaris : baik / baik
Mandibularis : baik / baik
N.VII (Fasialis)
Motorik Orbitofrontal : gerakan saat mengangkat alis dan mengerutkan dahi simetris kanan-kiri
7
Motorik Orbikularis okuli : pasien dapat memejamkan mata dengan sangat kuat dan dapat melawan pemeriksaan saat membuka mata
Motorik orbikularis oris : sudut bibir dan plica nasolabialis asimetris
(sebelah kiri tertinggal) saat pasiendi minta untuk menyeringai.
Pengecapan 2/3anterior : tidak diperiksa
N.VIII (Vestibulocochlearis)
Vestibular
Vertigo : -
Nistagmus : - / -
Cochlear
Tuli Konduktif : tidak dilakukan terbatas alat
Tuli perseptif : tidak dilakukan terbatas alat
N.IX, X (Glossopharyngeus, Vagus)
Motorik : uvula tampak di tengah, arcus faring tampak simetris
Sensorik : tes pengecapan tidak dilakukan
N.XI (Accesorius)
Mengangkat bahu : baik
Menoleh : baik / baik
N.XII (Hypoglossus)
Pergerakan lidah : deviasi ke arah kiri
Atrofi : -
Fasikulasi : -
Tremor : -
D. Sistem Motorik
Ekstremitas atas proksimal – distal : 5555 / 3333
Ekstremitas bawah proksimal – distal: 5555 / 3333
E. Gerakan Involunter
Tremor : -/-
8
Chorea : -/-
Athetose : -/-
Miokloni : -/-
Tics : -/-
F. Trofik : eutrofik +/+
G. Tonus : Normotonus +/+
H. Sistem sensorik
Propioseptif : baik/baik
Eksteroseptif : baik/baik
I. Fungsi Serebelar
Ataxia : tvd
Tes Romberg : tvd
Disdiadokokinesia : -
Jari-jari : -
Jari-hidung : -
Tumit-lutut : -
J. Fungsi Luhur
Astereognosia : -
Apraxia : -
Afasia : -
K. Fungsi Otonom
Miksi : baik
Defekasi : baik
Sekret Keringat : baik
L. Refleks-refleks Fisiologis
Bisep : +/+
Trisep : +/+
Radius : +/+
Dinding perut : +/+
Otot perut : +/+
Lutut : +/+
9
Tumit : +/+
Cremaster : tidak dilakukan
Sfingter Ani : tidak dilakukan
M. Refleks Patologis
Hoffman Tromer : -/-
Babinsky : -/-
Chaddok : -/-
Gordon : -/-
Schaefer : -/-
Klonus lutut : -/-
Klonus tumit : -/-
N. keadaan psikis
Intelegensia : baik
Tanda regresi : -
Demensia : -
V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
HEMATOLOGI
Hemoglobin : 9,8 g/dl
Hematokrit : 24%
Leukosit : 5.9 ribu/ul
Trombosit : 158 ribu/ul
Eritrosit : 2.5 juta
Ureum : 31
Kreatinin : 0.7
GDS : 122
Na : 138
K : 4,19
Cl : 109
Kolesterol Total : 128
HDL : 38
10
LDL : 76
TG : 71
SGOT : 22
SGPT : 14
VI. PEMERIKSAAN RADIOLOGIK
CT scan kepala: Perdarahan intraparenkimal di basal ganglia R temporal dextra dengan ukuran 2.6 x 2.2 x 2 cm, vol ± 6 cc
VII. RESUME
11
Tn S 53 tahun ke IGD RSUP Fatmawati dengan keluhan mendadak lemah tungkai dan
lengan kiri sejak 6 jam SMRS terjadi sesudah pasien beraktifitas memancing di kolam
pemancingan, tidak lama kemudian pasien langsung berbicara pelo dan mulut mencong
ke kanan dan terdapat lidah mencong ke kiri. sakit kepala(+) di sebelah kanan, muntah
diakui terjadi 1 kali menyemprot, penurunan kesadaran (-) pandangan menjadi kabur (-),
kejang (-), rasa baal (-), demam (-), gangguan dalam penghidu(-) dan gangguan
pendengaran(-). Peristiwa ini baru pertama kali dialami pasien. menderita hipertensi sejak
5 tahun yang lalu dan mengaku minum obat tidak teratur. riwayat kencing mani(-
kolesterol (-)
Pemeriksaan fisik:
Kesadaran : Compos Mentis, GCS: E4M6V5 = 15
Tanda Vital : TD: 160/100 mmHg, N: 72x/menit, Suhu: 370C, P:20x/menit
Jantung, paru, abdomen, dan ekstremitas dalam batas normal
Pemeriksaan neurologis:
TRM : KK (-), L: >700/>700, K: >1350/>1350 Brudzinski I&II: -/-
Pupil isokor ø 3mm/3mm, RCL: +/+, RCTL: +/+
N. Cranialis : parese N.VII sinistra sentral
Parese N.XII sinistra sentral
Motorik:
Ekstremitas atas proksimal-distal : 5555/3333
Ekstremitas bawah proksimal-distal : 5555/3333
Refleks Fisiologi :
Refleks Patologis : -/-
Sensorik : baik
Otonom : Baik
Pemeriksaan Laboratorium:
Hb/Ht/L/Tr/Er : 9.6/24/6/158/2,49
Ureum/Creatinin : 31/0,6
GDS : 122
12
Na/K/Cl : 138/4,19/109
Kolesterol Total : 128
LDL/HDL/TG : 381/76/71
SGOT/SGPT : 22/14
Pemeriksaan Radiologi
CT Scan kepala: Perdarahan intraparenkimal di basal ganglia R temporal dextra dengan ukuran 2.6 x 2.2 x 2 cm, vol ± 6 cc
VIII. DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis klinis : hemiparesi sinistra, disartria, parese N.VII sinistra sentral, parese N.XII sinistra sentral, Hipertensi grade II.
Diagnosis etiologis : stroke hemoragik ec perdarahan intraparenkim Diagnosis topis : sub cortex
IX. PENATALAKSANAAN
Deviasi kepala 30 derajat
IVFD NaCl 0,9 % 500 cc/ 12 jam
Forneuro 1x10mg
Manitol 20% 4x100 mg
AF 1x 15 mg
B12 1x1 tab
Neulin 2x500 mg iv
Ranitidin 2x1 ampul
Laxadin syp 3 x 1 C po
Paracetamol 3 x 500 mg po
X. PROGNOSA
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
13
Ad sanationam : dubia at malam
BAB II
Tinjauan Pustaka
II.1 DEFINISI
Menurut WHO MONICA project, stroke didefinisikan sebagai gangguan fungsional
otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda klinis fokal atau global yang berlangsung
lebih dari 24 jam (kecuali akibat pembedahan atau kematian), tanpa tanda-tanda penyebab
non vaskular, termasuk didalamnya tanda-tanda perdarahan subaraknoid, perdarahan
intraserebri, iskemik atau infark serebri.3
II. 2 EPIDEMIOLOGI
Kegawadaruratan neurologi yang masih menyebabkan kematian tertinggi adalah
stroke. Lima belas juta orang dari seluruh dunia menderita stroke setiap tahunnya yang terdiri
dari 5 juta orang meninggal, 5 juta orang lainnya yang tersisa menderita cacat permanen,
sehingga keluarga dan masyarakat sendiri dapat terbebani.1 Stroke menduduki peringkat ke-3
sebagai penyebab kematian setelah penyakit jantung dan kanker di Amerika Serikat dan
sekitar 500.000 orang terserang stroke setiap tahunnya, 400.000 orang terkena stroke iskemik
dan 100.000 orang menderita stroke hemoragik (termasuk perdarahan intraserebral dan
subarakhnoid) dengan 175.000 di antaranya mengalami kematian.2 Prevalensi stroke di
Indonesia ditemukan sebesar 8,3 per 1000 penduduk serta yang telah didiagnosis oleh tenaga
kesehatan adalah 6 per 1000 penduduk. Hal ini menunjukkan sekitar 72,3% kasus stroke di
masyarakat telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan. Prevalensi stroke tertinggi dijumpai di
NAD (16,6%) dan terendah di Papua (3,8%). Terdapat 13 provinsi dengan prevalensi stroke
lebih tinggi dari angka nasional.3
14
Faktor risiko yang potensial bisa dikendalikan pada penyakit stroke diantaranya
hipertensi, penyakit jantung, fibrilasi atrium, endokarditis, stenosis mitralis, infark jantung,
anemia sel sabit, Transient Ischemic Attack (TIA), stenosis karotis asimtomatik, diabetes
melitus, hiperhomosisteinemia, hiperatrofi ventrikel kiri sedangkan faktor risiko yang tidak
bisa dikendalikan yaitu umur, jenis kelamin, herediter, ras (etnis), geografis. 1,4
II.3 KLASIFIKASI
Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke. Semuanya berdasarkan atas gambaran
klinik, patologi anatomi, sistem pembuluh darah dan stadiumnya. Dasar klasifikasi yang
berbeda-beda ini perlu, sebab setiap stroke mempunyai cara pengobatan, preventif dan
prognosis yang berbeda walaupun patogenesisnya serupa.
Klasifikasi modifikasi Marshall:3
1) Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya
Stroke Iskemik
o Transient Ischemic Attack (TIA)
o Trombosis Serebri
o Emboli Serebri
Stroke Hemoragik
o Perdarahan Intraserebral
o Perdarahan Subarakhnoid
2) Berdasarkan stadium.pertimbangan waktu
Transient Ischemic Attack (TIA)
Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
Stroke in Evolution
Completed Stroke
3) Berdasarkan sistem pembuluh darah
Sistem Karotis
Sistem Vertebro-basilar
II.4 ANATOMI SISTEM VASKULAR OTAK15
Anatomi vaskular otak dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu anterior (carotid system)
dan posterior (vertebrobasiler system). Pada setiap sistem vaskular otak terdapat 3 komponen,
yaitu arteri-arteri ekstrakranial, arteri intrakranial berdiameter besar dan arteri-arteri
perforantes berdiameter kecil.
Sistem Anterior (Sistem Carotid)1
Arteri carotis communis (ACC) sinistra
dipercabangkan langsung dari arkus aorta sebelah
kiri, sedangkan arteri carotis communis dekstra
dipercabangkan langsung dari arteri inominata
(brachiocephalica). Di leher setinggi kartilago
thyroidea, ACC bercabang menjadi a.carotis
interna (ACI) dan arteri ncarotis eksterna (ACE)
yang mana ACI terletak lebih posterior dari ACE.
Percabangan a.carotis communis inisering disebut
sebagai bifurcatio carotis yang mengandung
carotid body yang berespons terhadap kenaikan
tekanan partial oksigen arterial (PaO2), aliran
darah, pH arterial dan penurunan PaCO2 serta
suhu tubuh.
Arteri carotis interna bercabang menjadi dua bagian, yaitu ekstrakranial dan
intrakranial. Bagian ekstrakranial a.carotis interna setelah dipercabangkan di daerah
bifurcatio akan melalui kanalis karotikus untuk memvaskularisasi kavum timpani dan akan
beranastomosis dengan arteri maksillaris interna, salah satu cabang ACE.
Arteri carotis interna bagian intrakranial masuk ke otak melalui kanalis karotikus ,
berjalan dalam sinus kavernosus mempercabangkan a.opthalmica untuk n.optikus dan retina
kemudian bercabang menjadi a.cerebri media dan anterior. Keduanya bertanggung jawab
memvaskularisasi lobus frontalis, parietal dan sebagian temporal.
Sistem Posterior (Sistem Vertebro Basilar)1
16
Sistem ini berasal dari a.basilaris yang dibentuk oleh a.vertebralis kanan dan kiri yang
berpangkal di a.subklavia. Dia berjalan menuju dasar kranium melalui kanalis transversalis di
kolumna vertebralis cervikalis, kemudian masuk ke rongga kranium melalui foramen
magnum lalu masing-masing mempercabangkan sepasang a.cerebelli inferior. Pada batas
medulla oblongata dan pons, a.vertebralis kanan dan kiri tadi akan bersatu menjadi arteri
basilaris. A.basilaris pada tingkat mesencephalon akan mempercabangkan a.labirintis,
aa.pontis dan aa.mesencephalica kemudian yang
terakhir akan menjadi sepasang cabang a.cerebri
posterior yang menvaskularisasi lobus occipital
dan sebagian medial lobus temporalis.
Cerebellum divaskularisasi oleh tiga
pasang arteri panjang yang melingkupi
cerebellum. Arteri-arteri tersebut adalah arteri
cerebellaris superior, arteri cerebellaris inferior
anterior, arteri cerebellaris inferior posterior.
Untuk menjamin pemberian darah ke otak, ada 3
sistem kolateral antara sistem carotid dan sitem
vertebrobasilar, yaitu
Sirkulus Willisi merupakan anyaman arteri
di dasar otak yang dibentuk oleh a.cerebri
media kanan dan kiri yang dihubungkan
dengan a.cerebri posterior kanan dan kiri
oleh a.communicans posterior, sedangkan
arteri cereberi anterior kanan dengan kiri
akan dihubungkan oleh a.communican
anterior.
Anastomosis a.carotis interna dan a.carotis
eksterna di daerah orbital/
Hubungan antara sistem vertebral dengan
a.carotis eksterna.
II. 5 PATOGENESIS
17
PATOGENESIS INFARK OTAK
Aliran darah otak merupakan patokan utama dalam menilai vaskularisasi regional di
otak. Aliran darah otak bersifat dinamis, artinya dalam keadaann istirahat nilainya stabil
tetapi pada saat melakukan kegiatan fisik maupun psikik, aliran darah regional pada daerah
yang bersangkutan akan meningkat sesuai dengan aktivitasnya. Derajat ambang batas aliran
darah otak yang secara langsung berhubungan dengan fungsi otak, yaitu2
a. Ambang fungsional adalah batas aliran darah otak (50-60 cc/100 gram/menit) yang
bila tidak terpenuhi akan menyebabkan terhentinya fungsi neuronal tetapi integritas
sel-sel saraf masih utuh.
b. Ambang aktivitas listrik otak adalah batas aliran darah otak (15 cc/100 gram/menit)
yang bila tidak tercapai akan menyebabkan aktivitas listrik neuronal berhenti, berarti
sebagian besar struktur intrasel telah berada dalam proses disintegrasi.
c. Ambang kematian sel adalah batas aliran darah otak yang bila tidak terpenuhi akan
menyebabkan kerusakan total sel-sel otak (CBF <15 cc/100/menit/gram).
Pengurangan aliran darah yang disebabkan oleh sumbatan atau sebab lain, akan
menyebabkan iskemia di suatu daerah otak. Terdapatnya kolateral di daerah sekitarnya
disertai mekanisme kompensasi fokal berupa vasodilatasi memungkinkan terjadinya beberapa
keadaan berikut ini:2
a. Pada sumbatan kecil terjadi daerah iskemia yang dalam waktu singkat dapat
dikompensasi dengan mekanisme kolateral dan vasodilatasi lokal. Secara klinis gejala
yang timbul adalah transient ischemic attack (TIA) yang timbul dapat berupa
hemiparesis sepintas atau amnesia umum sepintas, yaitu selama ≤ 24 jam.
b. Bila sumbatan agak besar, daerah iskemia lebih luas. Penurunan CBF regional lebih
besar tetapi dengan mekanisme kompensasi masih mampu memulihkan fungsi
neurologik dalam waktu beberapa hari sampai dengan 2 minggu. Mungkin pada
pemeriksaan klinis ada sedikit gangguan. Keadaan ini secara klinis disebut RIND
(Reversible Ischemic Neurologic Deficit)
c. Sumbatan yang cukup besar menyebabkan daerah iskemia yang luas sehingga
mekanisme kolateral dan kompensasi tidak dapat mengatasinya. Dalam keadaan ini,
timbul defisit neurologis yang berlanjut.
Pada iskemia otak yang luas, tampak daerah yang tidak homogen akibat perbedaan
tingkat iskemia yang terdiri dari 3 lapisan (area) yang berbeda: 2
18
a. Lapisan inti yang sangat iskemik (ischemic-core) terlihat sangat pucat karena CBF-
nya paling rendah. Tampak degenerasi neuron, pelebaran pembuluh darah tanpa
adanya aliran darah. Kadar asam laktat di daerah ini tinggi dengan PO2 yang rendah.
Daerah ini akan mengalami nekrosis.
b. Daerah di sekitar ischemic-core yang CBF-nya juga rendah tetapi masih lebih tinggi
daripada CBF di ischemic core. Walaupun sel-sel neuron tidak sampai mati, fungsi sel
terhenti dan terjadi functional paralysis. Pada daerah ini PO2 rendah, PCO2 tinggi dan
asam laktatmeningkat. Terjadi kerusakan neuron dalam berbagai tingkat, edema
jaringan akibat bendungan dengan dilatasi pembuluh darah dan jaringan berwarna
pucat. Astrup menyebutnya sebagai ischemic penumbra. Daerah ini masih mungkin
diselamatkan dengan resusitasi dan manajemen yang tepat.
c. Daerah disekeliling penumbra tampak bewarna kemerahan dan edema. Pembuluh
darah mengalami dilatasi maksimal, PCO2 dan PO2 tinggi serta kolateral maksimal.
Pada daerah ini, CBF sangat meninggu sehingga disebut sebagai daerah dengan
perfusi berlebihan (luxury perfusion).
Pada proses iskemia fokal terjadi juga perubahan penting di daerah penumbra pada
sel-sel neuron tergantung dari luas dan lama iskemia, yaitu2
a) Kerusakan membran sel
b) Aliran masuk Ca++ ke dalam sel melalui kerusakan reseptor Ca++.
c) Meningkatnya asam arakhidonat dalam jaringan diikuti oleh naiknya kadar
prostaglandin yang menyebabkan vasokonstriksi dan menungkatnya agregasi
trombosit.
d) Lepasnya neurotransmiter asam amino eksitatorik di daerah otak tetrtentu yang
mempunyai kepekaan selektif terhadap iskemia, yaitu di daerah talamus, area CA di
hipotalamus, sel-sel granuler dan Purkinje di serebelum serta lapisan 3,5,6 korteks
piramidalis.
e) Lepasnya radikal bebas, yaitu unsu yang mempunyai elektron pada lingkar paling
luarmya tidak berpasangan sehingga sangat labil dan reaktif. Besarnya peran radikal
bebas dalam kerusakan sel-sel saraf dan jaringan iskemik masih dalam penelitian.
PATOGENESIS PERDARAHAN OTAK
Perdarahan otak merupakan penyebab stroke kedua terbanyak setelah infark otak.
Pecahnya pembuluh darah di otak dibedakan menurut anatominya atas perdarahan
19
intraserebral dan perdarahan subarakhnoid. Pada perdarahan intraserebral, pembuluh darah
yang pecah terdapat di dalam otak atau pada massa otak. Sedangkan perdarahan
subarakhnoid, pembuluh yang pecah terdapat di ruang subarakhnoid di sekitar sirkulus
arteriosus Willisi. Pecahnya pembuluh darah disebabkan oleh kerusakan dinding pembuluh
arah (arteriosklerosis) atau karena kelainan kongenital, misalnya malformasi arteri-vena,
infeksi (sifilis) dan trauma.1,2
A. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma (Berry
aneurism) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah subkortikal,
serebelum, pons dan batang otak. Perdarahan di daerah korteks lebih sering disebabkan oleh
sebab lain, misalnya tumor otak yang berdarah, malformasi pembuluh darah otak yang pecah
atau penyakit pada dinding pembuluh darah (Congophilic Angiopathy) tetapi dapat juga
akibat hipertensi maligna dengan frekuensi lebih kecil daripada perdarahan subkortikal.
Gejala neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang
menyebabkan nekrosis. Pada fase awal perdarahan, ekstravasasi darah mendesak jaringan
otak tanpa merusaknya karena saat itu difusi darah ke jaringan belum terjadi. Pada keadaan
ini harus dipertimbangkan tindakan pembedahan untuk mengeluarkan darah agar dapat
dicegah gejala sisa yang lebih parah. Absorbsi darah terjadi dalam waktu 3-4 minggu.
B. Perdarahan Subarakhnoid
Perdarahan terjadi biasanya akibat pecahnya aneurisma kongenital yang sering terjadi
di arteri komunikans anterior, arteri serebri media, arteri serebri posterior dan arteri
komunikans posterior. Gejala timbul sangat mendadak, berupa sakit kepala hebat dan munta-
muntah. Darah yang masuk ke ruang subarakhnoid dapat menyebabkan komplikasi
hidrosefalus karena gangguan absorbsi cairan otak di Granulatio Pacchioni. Perdarahan
subarakhnoid sering bersifat residif selama 24-72 jam pertama dan dapat menimbulkan
vasospasme serebral hebat disertai infark otak.
II.6 MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala neurologis yang timbul tergantung berat ringannya gangguan pembuluh
darah dan lokasinya. Manifestasi klinis stroke akut, berupa:1
20
Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul
mendadak.
Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan hemihipestesi).
Perubahan mendadak status mental (somnolen, delirium, letargi, sopor atau koma).
Afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan atau kesulitan memahami ucapan).
Disartria (bicara pelo/cadel).
Gangguan penglihatan (hemianopia/monokuler) atau diplopia.
Ataksia (trunkal atau anggota badan).
Vertigo, mual dan muntah atau nyeri kepala.
Gambaran gejala klinik stroke berdasarkan vaskularisasi pembuluh darah otak yang
mengalami gangguan. Berikut ini penggolongan sindroma klinik oklusi berdasarkan
lokasinya: 1
a. Arteri serebri anterior
Sindroma klinis oklusi arteri serebri anterior atau stroke arteri serebri anterior jarang
terjadi. Gejala yang timbul adalah paralisis (kelemahan) dan hilangnya sensasi pada
kaki kontralateral. Pengendalian miksi mungkin akan terganggu karena kegagalan
untuk menghambat kontraksi refleks kandung kemih sehingga menimbulkan
gangguan precipitate micturition.
b. Arteri serebri media
Sindroma klinis oklusi arteri serebri media atau stroke arteri serebri media paling
sering terjadi. Hal ini karena arteri serebri media merupakan pembuluh darah yang
sering terlibat dalam stroke iskemik. Tergantung pada lokasi yang terkena, beberapa
sindroma klinis yang mungkin timbul adalah
Stroke belahan superior
Mengakibatkan hemiparesis kontralateral yang mengenai wajah, tangan dan
lengan tetapi kaki tidak terpengaruh; defisit hemisensorik kontralateral dengan
distribusi yang sama; tidak timbul hemianopia homonim. Jika hemisfer yang
dominan terkena, disertai afasia Broca (gangguan ekspresi bahasa dengan
pemahaman yang masih utuh).
Stroke belahan inferior
21
Lebih jarang terjadi, biasanya mengakibatkan hemianopia homonim kontralateral
yang mungkin lebih buruk pada sisi inferior; gangguan nyata fungsi sensorik;
gangguan pemikiran spasial. Jika hemisfer yang dominan terlibat, disertai afasia
Wernicke (gangguan pemahaman dan bicara yang lancar tetapi sering tidak
bermakna).
Oklusi pada bifurcatio arteri serebri media
Sindrom stroke ini menggabungkan gambaran hemiparesis dan defisit
hemisensorik kontralateral yang melibatkan wajah dan lengan jauh lebih berat
dari kaki, hemianopia homonim dan jika hemisfer dominan terlibat disertai afasia
global (gabungan ekspresif dan reseptif).
Oklusi batang arteri serebri media
Sindrom klinis stroke arteri cerebri media ini yang paling berat. Mengakibatkan
hemiplegia dan hilangnya sensasi kontralateral yang mempengaruhi wajah, lengan
dan kaki.
c. Arteri karotis interna
Sindroma klinis oklusi arteri karotis interna meliputi oklusi arteri karotis interna
ekstrakranialis dan intrakranialis yang bertanggung jawab atas seperlima kasus stroke
iskemik. Dapat asimptomatik dan simptomatik. Akan menimbulkan gejala yang
hampir sama dengan stoke arteri serebri media (hemiplegia, defisit hemisensori
kontralateral dan hemianopia homonim, afasia juga dapat muncul pada keterlibatan
hemisfer dominan)
d. Arteri serebri posterior
Mengakibatkan hemianopia homonim yang mempengaruhi lapang pandang
kontralateral. Dengan oklusi yang berdekatan terhadap sumber arteri serebri posterior
pada tingkat midbrain, abnormalitas okuler yang timbul, antara lain vertical gaze
palsy, oculomotor nerve palsy, internuclear opthalmoplegia dan penyimpangan mata
ke arah vertikal. Infark arteri cerebri posterior dapat menyebabkan kortikal blindness,
gangguan memori atau ketidakmampuan memngenali wajah yang familier.
e. Arteri basilar
Sindroma klinis oklusi arteri basiler, antara lain:
Trombosis (oklusi trombotik pada arteri basilaris)
Trombosis basilar biasanya mempengaruhi bagian proksimal arteri basilaris yang
mensuplai pons. Keterlibatan bagian dorsal pons mengakibatkan paresis nervus
22
abducens unilateral atau bialteral, gangguan gerakan mata horizontal tetapi nistagmus
vertikal dan occular bobbing mungkin muncul. Hemiplegia atau quadriplegia biasanya
muncul dan koma adalah hal yang sering terjadi.
Emboli
Emboli cukup kecil untuk dapat melewati arteri vertebralis menuju ke arteri basilaris
yang lebih besar dan biasanya tertahan pada bagian puncak arteri basilaris, di mana
terdapat bifurcatio ke dalam arteri serebri posterior. Hasilnya adalah berkurangnya
aliran darah menuju formasio retikularis ascending midbrain dan thalamus yang
menyebabkan hilangnya atau gangguan kesadaran yang muncul dengan segera.
Paresis nervus okulomotorius unilateral atau bilateral menjadi ciri yang khas.
Hemiplegia atau quadriplegia dengan postur deserebrasi atau dekortikasi terjadi
karena keterlibatan pedunkulus serebri dalam midbrain.
f. Arteri sirkumferensial rami longus
Sindrom klinis arteri sirkumferensial rami longus merupakan suatu oklusi pada salah
satu percabangan sirkumferensial yang menghasilkan infark pada daerah dorsolateral
medulla atau pons.
Oklusi arteri serebelli inferior posterior yang mengakibatkan lateral medullary
syndrome. Sindrom ini memiliki gambaran ataksia serebelum ipsilateral, Horner’
syndrome dan defisit sensorik fasialis; gangguan sensoris nyeri dan temperatur
kontralateral; nistagmus, vertigo, muntah, disfagia, disartria dan cegukan.
Oklusi arteri serebelli inferior anterior mengakibatkan infark pada bagian lateral
kaudal pons dan menyebabkan disfagia, Horner’ syndrome, disartria, gaze palsy,
tinnitus, tuli dan cegukan.
Sindroma infark pons bagian rostral sisi lateral mengakibatkan gangguan sensorik
kontralateral (sensasi sentuhan, getaran, posisi, nyeri dan temperatur).
g. Penetrasi panjang arteri vertebrobasilar paramedia rami longus
Menyebabkan infark paramedian pada batang otak dan menghasilkan hemiparesis
kontralateral jika pedunkulus terlibat. Keterlibatan nervus kranialis yang berhubungan
tergantung pada tingkat batang otak yang mengalami gangguan oklusi.
23
h. Arteri vertebrobasilar rami brevis
Menyebabkan hemiparesis kontralateral yang disebabkan karena keterlibatan traktus
kortikospinal dalam pedunkulus serebri atau basis pontis. Nervus kranialis juga
mungkin terpengaruh (N. III,IV,VII) sehingga menyebabkan paresis nervus kranialis
ipsilateral.
i. Infark lakunar
Arteri kecil yang terletak di kedalaman otak mungkin mengalami oklusi karena
perubahan di dalam dinding pembuluh darah yang dipicu oleh hipertensi kronis.
Infark lakunar paling sering terjadi di deep nuclei otak (putamen, thalamus, pons,
nukleus kaudatus dan bagian posterior dari kapsula interna. Ada 4 sindroma lakunar
klasik, antara lain stroke dengan hemiparesis motorik murni, stroke dengan gangguan
sensoris murni, ataksia hemiparesis dan dysarthria-clumsy hand syndrome.
II.7 DIAGNOSIS
Stroke merupakan kegawatan neurologi yang serius dan menduduki peringkat tinggi
sebagai penyebab kematian. Menit pertama sampai beberapa jam setelah onset stroke defisit
neurologis merupakan kesempatan untuk mencegah kematian ataupun kecacatan permanen
yang serius. Sistem diagnosis dan penanganan yang cepat dan tepat sangat penting dalam
terapi stroke akut yang optimal. Diagnosis stroke akut didasarkan pada anamnesis,
pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan penunjang.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah
Pemeriksaan laboratorium:2
Pemeriksaan kimia darah lengkap:
Gula darah sewaktu pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia reaktif. Gula
darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun.
Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati (SGOT/SGPT) dan profil lipid
(trigliserida, LDL, HDL dan lipid total)
Pemeriksaan hemostatis:
Waktu protrombin
24
APTT
Kadar fibrinogen
D-dimer
INR
Viskositas plasma
Pemeriksaan neurokardiologi pada sebagian kecil pendertita stroke terdapat
perubahan pada EKG. Perubahan ini dapat berarti kemungkinan serangan infark
jantung atau akibat perdarahan otak yang menyerupai suatu miokard infark. Dalam
hal ini dilakukan pemeriksaan khusus atas indikasi, misalnya CK-MB atau
transesofagial echocardiography untuk visualisasi emboli kardial.
Pemeriksaan radiologi:
CT-Scan otak segera memperlihatkan perdarahan intraserebral. Pemeriksaan ini
penting untuk membedakan perdarahan otak atau infark otak. Pada infark otak,
gambaran CT-Scan pada hari-hari pertama tidak memberikan gambaran jelas dan
biasanya baru tanpak setelah 72 jam serangan. Perdarahan/infark di batang otak
sangat sulit diidentifikasi sehingga perlu pemeriksaan MRI untuk memastikan proses
patologis di batang otak.
Pemeriksaan foto thoraks dapat memperlihatkan keadaan jantung (pemebesaran
ventrikel kiri sebagai akibat hipertensi kronis atau kelainan jantung lain) dan paru-
paru.
II.8 KOMPLIKASI
Pasien stroke berisiko tinggi mengalami komplikasi medis serius yang disebabkan
oleh arteriosklerosis (iskemia/infark miokard), tirah baring yang lama dan mobilitas rendah
(ulkus dekubitus, DVT, emboli paru, depresi dan malnutrisi) dan akibat langsung stroke itu
sendiri (peningkatan tekanan intrakranial, kejang, ulkus saluran cerna yang diinduksi stress,
masalah berkemih, pneumonia aspirasi). Komplikasi perdarahan terutama dapat terjadi pada
penggunaa antikoagulan dan trombolitik.4
II.9 PENATALAKSANAAN
Penderita stroke sejak mulai pertama kali dirawat sampai proses rawat jalan di luar
RS, memerlukan perawatan dan pengobatan terus-menerus sampai optimal dan mencapai
keadaan fisil maksimal. Jadi, strategi manajemen stroke mempunyai tujuan utama untuk:1,2
25
a) Memperbaiki keadaan penderita sehingga kesempatan hidup maksimum, di mana
dilakukan usaha medis/terapeutik terutama dalam fase akut hingga optimal.
b) Memperkecil pengaruh stroke terhadap penderita dan keluarga.
c) Mencegah timbulnya serangan stroke berulang.
d) Mencegah timbulnya komplikasi akibat stroke.
Manajemen stroke terdiri dari beberapa fase yang saling berurutan:
Umum pada fase akut
Spesifik pada fase akut, surgikal maupun medik
Rehabilitasi dan perawatan lanjutan
MANAJEMEN STROKE ISKEMIK FASE AKUT
Manajemen stroke iskemik fase akut, dilakukan ABC sesuai kedaruratan:2
a) Airways and Breathing
Pembebasan jalan napas bagian tas merupakan prioritas yang pertama supaya bersih
dan bebas dari hambatan. Setelah itu, dilakukan penilaian tingkat kesadaran, kemampuan
bicara dan kontrol pernapasan dengan cepat hanya dengan menanyakan “nama dan
alamat” penderita. Pemeriksaan orofaring dan mulut untuk melihat sisa makanan atau
benda asing di mulut. Kesulitan untuk memperoleh udara dan “upper respiratory airways”
umumnya karena kesadaran menurun, mungkin diperlukan guedel atau jalan napas
hidung. Jika penderitan dengan kesadaran sangat menurun dan tidak mampu
mengendalikan sekret oral, pertimbangkan pemasangan intubasi dan ventilasi mekanik.
Setelah potensi jalan napas terkendali, observasi terus menerus irama dan frekuensi
pernapasan untuk mendeteksi tanda-tanda awal gagal napas.
b) Circulation
Stabilisasi sirkulasi penting untuk perfusi organ-organ tubuh yang adekuat. Termasuk
komponen sirkulasi adalah denyut nadi, frekuensi denyut jantung dan tekanan darah.
Pemeriksaan tekanan darah harus dilakukan pada kedua sisi, jika terjadi perbedaan nyata
kemungkinan terdapat diseksi aorta atau carotis. Keadaan ini seterusnya bermanifestasi
pada kedaruratan neurologi. Jika mungkin, monitor kardian dan tekanan darah serta pulse
oksimetri dapat dipasang dan dilakukan deteksi EKG. Perubahan EKG dapat terjadi,
26
misalnya inversi gelombang T pada 15-70% kasus stroke akut. Jika sirkulasi telah stabil,
maka penilaian tiap 15 menit diperlukan.
Selain itu, penderita stroke perlu segera dipasang IVFD (intra venous fluid drip) dan
cairan yang diberikan tidak boleh mengandung glukosa karena hiperglikemia
menyebabkan perburukan fungsi neurologis.
Pengobatan medik yanh spesifik dilakukan dengan 2 prinsip dasar, yaitu
o Pengobatan mendik untuk memulihkan sirkulasi otak di daerah yang terkena stroke
o Untuk tujuan khusus ini digunakan obat-obat yang dapt menghancurkan emboli atau
trombus yang ada di pembuluh darah otak.
Terapi Trombolisis3
Terapin intravena trombolisis untuk stroke akut telah diterima secara umum. The
Food and Drug Administration (FDA) menyetujui dan merekomendasikan penggunaan
intravena r-TPA (recombinant-Tissue Plasminogen Activator) pada penelitian stroke akut
sejak tahun 1996. Rekomendasi pengobatan stroke diarahkan pada perbedaan keuntungan dan
kerugian dalam tatalaksana yang diberikan pada terapi fibrinolitik dengan r-TPA yang secara
umum mempunyai keuntungan terhadap reperfusi segera akibat lisisnya trombus dan
perbaikan sel serebral sangat bermakna. Oleh karena itu, pengobatan lini pertama pada stroke
akut adalah pemberian terapi fibrinolisis segera setelah diagnosis stroke iskemik akut
ditegakkan. Penggunaan r-TPA dihubungkan dengan perbaikan outcome pasien dalam 3 jam
onset stroke. Pengobatan sedini mungkin ( dalam 90 menit) menghasilkan outcome yang
sangat baik. Tujuan terapi trombolitik ini adalah rekanalisasi trombus arterial dan
memperbaiki daerah penumbra iskemik yang disebabkan oleh kondisi hipoperfusi yang kritis
terhadap jaringan otak yang masih hidup berada di sekitar inti infark yang rusak dan
irreversibel. Daerah iskemik penumbra masih sekitar 80% pada pasien dengan 3 jam onset
stroke tetapi proporsi semakin berkurang dengan bertambahnya waktu.
Manajemen Tekanan darah Pada Stroke Akut3,5
Hipertensi sangat sering terjadi pada stroke akut. Penelitian di Indonesia didapatkan
kejadian hipertensi pada stroke akut sekitar 73,9%. Penurunan tekanan darah secara rutin
tidak dianjurkan karena kemungkinan dapat memperburuk keadaan neurologis. Pada
guideline Stroke 2007 Perdossi, tekanan arteri rata-rata pada stroke akut dianjurkan di bawah
27
145 mmHg. AHA/ASA guideline 2007 dan ESO 2009 merekomendasikan penurunan
tekanan darah yang tinggi pada stroke akut:
o Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15% (sistolik
maupun diastolik) dalam 24 jam pertama onset stroke, apabila tekanan darah sistolik
>220 mmHg atau tekanan darah diastolik >120 mmHg
o Pada pasien stroke iskemik akut yang akan diberikan terapi trombolitik (r-TPA), TD
sistolik diturunkan hingga <185 mmHg dan TD diastolik < 110 mmHg.
o Obat antihipertensi yang diberikan adalah labetalol, nitropruside, nikardipin,
nitropaste atau diltiazem intravena.
Pemberian Antikoagulan Pada Stroke Iskemik Akut3
Pada fase akut stroke, antikoagulan heparin sering dipakai. Antikoagulan ini dapat
mengurangi kejadian deep vein thrombosis dan emboli pulmonal. Efek samping yang sering
terjadi dari pemberian antikoagulan adalah bahaya perdarahan intraserebral yang cepat
terutama pada orang tua, hipertensi berat dan infark yang sangat luas. Penggunaan heparin
subkutan lebih disukai daripada intravena dan pemberiannya hanya beberapa hari kemudian
dilanjutkan dengan antikoagulan per oral. ESO guideline 2008 merekomendasikan pemberian
heparin, Low Molecular Weight Heparin atau heparinoid setelah stroke iskemik akut tidak
bermanfaat.
Pemberian Terapi Antitrombotik Pada Stroke Iskemik Akut3
Pengobatan dengan antiplatelet pada fase akut stroke dianjurkan. Berdasarkan
AHA/ASA guideline 2011 tentang pemberian aspirin pada stroke akut dengan dosis 325 mg
dalam 24-48 jam setelah onset stroke dianjurkan untuk setiap stroke iskemik akut.
Pemberian Terapi Citicholin
Mekanisme yang pasti tentang citicholin sebagai terapi pada stroke iskemik akut belum jelas.
Diperkirakan citicholin menurunkan pelepasan free fatty acid dan mengurangi radikal bebas
sehingga mencegah kerusakan sel neuron otak. Pemberian citicholin juga mengurangi
progresivitas kerusakan sel iskemik dengan pelepasan asam lemak bebas. Pada penelitian
ICTUS (International Citicholine Trial in Acute Stroke, ongoing) dikatakan bahwa citicholin
diberikan pada fase akut stroke iskemik dengan dosis 2x1000 mg intravena selama 3 hari dan
dilanjutkan dengan oral 2x1000 mg selama 3 minggu cukup bermanfaat.
28
MANAJEMEN STROKE HEMORAGIK 2,5
Penanganan stroke hemoragik dapat bersifat medik atau bedah tergantung keadaan
dan syarat yang diperlukan untuk masing-masing jenis terapi. Penanganan medik fase akut
dilakukan pada penderita stroke hemoragik dengan menurunkan tekanan darah sistemik yang
tinggi (TD sistolik >220 mmHg atau TD diastolik >120 mmHg atau MAP >130 pada stroke
hemoragik) sedini dan secepat mungkin agar membatasi pembentukan edema vasogenik
akibat robeknya sawar darah otak pada daerah iskemia sekitar perdarahan. Pada perdarahan
subarakhnoid tekanan darah diturunnkan hingga sistolik 140-160 mmHg tetapi tergantung
kondisi pasien agar tidak terjadi vasospasme. Penurunan tekanan darah akan menurunkan
risiko perdarahan ulang atau terus-menerus akan tetapi daerah otak sekitar hematom
bertambah iskemik karena autoregulasi hilang sehingga obat antihipertensi diberikan apabila
TD sistolik >180 mmHg atau TD diastolik >100 mmHg. Pada fase akut sebaiknya digunakan
obat antihipertensi intravena baik kontinu maupun intermitten agar dapat diatur penurunan
tekanan darah sesuai target dengan pemantauan kontinu.
Tindakan bedah pada ICH sampai sekarang masih kontroversial, terutama pada
‘ganglionic hemorrhage’ prognosis biasanya buruk. Ada beberapa indikasi untuk tindakan
bedah, misalnya volume 55 cc, midline shift ≥ 5mm, perdarahan pada ICH, pasien dapat
survive tetapi level fungsionalnya kurang baik. Tindakan bedah yang dilakukan adalah
aspirasi sederhana, kraniotomi dan bedah terbuka, evakuasi endoskopik dan aspirasi
stereotaksik. Pada penatalaksanaan perdarahan subarakhnoid dilakukan pengobatan kausal
untuk mencegah komplikasi dan perburukan kondisi penderita. Pengobatan kausal dilakukan
oleh spesialis bedah saraf.
Tabel. Obat-obat antihipertensi parenteral untuk terapi emergensi hipertensi pada stroke akut3,5
Obat Dosis Mula
Kerja
Lama
Kerja
Efek Samping Keterangan
Vasodilator
Sodium 0,25-10 Segera 1-2 menit Mual, muntah, Hipertensi
29
nitropruside µg/kg/menit
IV infus
berkeringat,
kontraksi otot
emergensi
pada semua
kasus; hati-
hati pada
TIK tinggi
dan azotemia
Nicardipine 5-15 mg/jam
IV
5-10 menit 15-30
menit,
dapat
melebihi 4
jam
Takikardia, sakit
kepala, flushing
Hipertensi
emergensi
pada semua
kasus,
kecuali gagal
jantung
Nitrogliserin 5-100
µg/menit IV
infus
2-5 menit 5-10 menit Sakit kepala,
muntah
Iskemia
koroner
Inhibitor adrenergic
Labetalol
hidroklorida
20-80 mg IV
bolus setiap
10 menit
0,5-2
mg/menit IV
infus
5-10 menit 3-6 jam Bronkokonstriksi,
muntah, pusing
hipotensi
ortostatik
Hipertensi
emergensi
pada semua
kasus kecuali
gagal jantung
akut
Esmolol
hidroklorida
250-500
µg/kg/menit
IV bolus
kemudian
50-100
µg/kg/menit
1-2 menit 10-30 menit Hipotensi,
asthma, nausea,
gagal jantung
Diseksi
aorta,
perioperative
30
infus
II.10 PENCEGAHAN
Kegagalan untuk mengidentifikasi dan menangani faktor risiko stroke secara optimal akan berperan di dalam kejadian recurrent stroke dan kematian
karena oenyakit serebrovaskular. American Heart Association (AHA) mengeluarkan beberapa rekomendasi untuk prevensi primer dan sekunder berdasarkan
faktor-faktor risiko.1
Prevensi Primer dan Sekunder Serangan Stroke Pada AF
Farmakoterapi:
1. Terapi “Upstream” dan modifikasi faktor risiko (ACEI, ARBs, statin, digitalis,
amiodarone, β-blocker dan calcium antagonis.
2. Platelet inhibitor (aspirin, clopidogrel, ticlopidine).
3. Multitarget (inhibitor koagulasi):
Antagonis vitamin K (warfarin, acenocumarol, phenprocoumon).
Heparin, Low Molecular Weight Heparin
4. Selective inhibitors faktor-faktor koagulasi
Faktor Xa inhibitor:
Short acting, direct inhibitor (rivaroxaban)
Long acting, indirect inhibitors (idraparinux, biotinylated idraparinux)
Faktor Iia (trombin) inhibitor:
Direct oral trombin inhibitor (dabigatran)
Non farmakoterapi:
1. Modifikasi faktor risiko
31
2. Electrical cardiioversion
3. Electrical ablation of right atrial conductive tissue
4. Percutaneous left atrial appendage occlusion
5. Minimally invasive surgical isolation of the LAA
II.11 PROGNOSIS
Prognosis stroke dapat dilihat dari 6 aspek, yaitu death, disease, disability, discomfort,
disatisfaction dan destitution (Asmedi & Lamsudin, 1998). Keenam aspek tersebut terjadi
pada stroke fase awal atau pasca stroke. Kapelle et al mengatakan prognosis fungsional stroke
pada infark lakunar cukup baik karena tingkat ketergantungan pada activity daily living
(ADL) hanya 19% pada bulan pertama dan meningkat sedikit (20%) sampai tahun pertama. 1
Dari berbagai penelitian, fungsi neurologis dan fungsi aktivitas hidup sehari-hari pasca stroke
menurut waktu cukup bervariasi. Suatu penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbaikan
fungsi paling cepat pada minggu pertama dan menurun pada minggu ketiga sampai 6 bulan
pasca stroke (kojima et al., 1990). Pasien dengan TIA memiliki prognosis yang lebih baik
dibandingkan dengan pasien stroke minor. Menurut analisis multivarian disimpulkan bahwa
usia, indeks massa tubuh yang lebh rendah dan stroke perdarahan adalah faktor risiko yang
signifikan untuk kematian setelah stroke.1
32
BAB III
KESIMPULAN
Kegawadaruratan neurologi yang masih menyebabkan kematian tertinggi adalah
stroke. Lima belas juta orang dari seluruh dunia menderita stroke setiap tahunnya yang terdiri
dari 5 juta orang meninggal, 5 juta orang lainnya yang tersisa menderita cacat permanen,
sehingga keluarga dan masyarakat sendiri dapat terbebani.1 Menurut WHO MONICA project,
stroke didefinisikan sebagai gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan
tanda klinis fokal atau global yang berlangsung lebih dari 24 jam (kecuali akibat pembedahan
atau kematian), tanpa tanda-tanda penyebab non vaskular, termasuk didalamnya tanda-tanda
perdarahan subaraknoid, perdarahan intraserebri, iskemik atau infark serebri.3
Faktor risiko yang potensial bisa dikendalikan pada penyakit stroke diantaranya
hipertensi, penyakit jantung, fibrilasi atrium, endokarditis, stenosis mitralis, infark jantung,
anemia sel sabit, Transient Ischemic Attack (TIA), stenosis karotis asimtomatik, diabetes
melitus, hiperhomosisteinemia, hiperatrofi ventrikel kiri sedangkan faktor risiko yang tidak
bisa dikendalikan yaitu umur, jenis kelamin, herediter, ras (etnis), geografis. 1,4 Menit pertama
sampai beberapa jam setelah onset stroke defisit neurologis merupakan kesempatan untuk
mencegah kematian ataupun kecacatan permanen yang serius. Sistem diagnosis dan
penanganan yang cepat dan tepat sangat penting dalam terapi stroke akut yang optimal.
Diagnosis stroke akut didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan
penunjang.
Dari berbagai penelitian, fungsi neurologis dan fungsi aktivitas hidup sehari-hari
pasca stroke menurut waktu cukup bervariasi. Suatu penelitian menunjukkan bahwa terdapat
perbaikan fungsi paling cepat pada minggu pertama dan menurun pada minggu ketiga sampai
6 bulan pasca stroke (kojima et al., 1990).
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Gofir A. Manajemen Stroke Evidence Based Medicine. Yogyakarta: Pustaka Cendekia
Press. 2009; pg.19-29, 46-52, 55-61, 64-7085-95, 121-31, 151-8, 165-66.
2. Misbach. Stroke Aspek diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI Jakarta. 1999; pg.1-9, 19-25, 46-58, 59-85
3. Rasyid Al. Updates on Neuroemergency 2011. Jakarta: FKUI. 2011; PG 40-6, 54.
4. Goldszmidt AJ, Caplan LR. Esensial Stroke. Jakarta: EGC. 2009; pg. 2-43.
5. Misbach J, Tobing SML (ed). Guidelines Stroke 2004. Jakarta: Perdossi. 2004; pg.3-11
34